• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUTANG DBH PEMPROVSU RP170.2 MILIAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUTANG DBH PEMPROVSU RP170.2 MILIAR"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

HUTANG DBH PEMPROVSU RP170.2 MILIAR

Sumber gambar: https://ekonomi.kompas.com

Medanbisnisdaily.com-Medan. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Medan, Irwan Ibrahim Ritonga, mengatakan, hingga semester II-2018, Dana Bagi Hasil (DBH) Pemko Medan tahun anggaran 2017 ternyata belum juga diserahkan oleh Pemprovsu. Kata dia, sejak 3 tahun lalu Pemprovsu selalu telat membayar hutang DBH.

"Dari total hutang DBH 2017 sebesar Rp 328 miliar, Pemprovsu masih terutang Rp 170,2 miliar," jelasnya, di Medan, Selasa (17/7/2018)

Menurut Irwan, seharusnya Pemprovsu tidak mengorbankan DBH yang menjadi kewajiban untuk dibayarkan setiap tahun. Untuk itu, program kegiatan mereka dapat dikurangi guna mengatasi persoalan tersebut.

Diutarakanya, untuk potensi besaran atau penerimaan DBH tahun 2018, ia tidak tahu berapa jumlahnya. Sebab, perhitungan dilakukan oleh Pemprovsu karena memang mereka yang mengutip pajaknya.

"Kalau tidak diselesaikan tahun ini semuanya, termasuk yang tahun 2018 maka akan berhutang lagi," ucap dia.

Irwan menambahkan, utang Pemprovsu tersebut berdasarkan temuan BPK RI perwakilan Sumut dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Pemprovsu.

"Memang tidak ada dilakukan penagihan atau menagih kepada Pemprovsu, lantaran itu adalah kewajiban mereka untuk membayarkan," pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kewajiban Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) menyerahkan Dana Bagi Hasil (DBH) di tahun 2017 kepada 33 kabupaten/kota ternyata belum selesai hingga terhutang sebesar Rp 418,3 miliar dari total hutang Rp 926,711 miliar. Bahkan penyaluran hutang DBH tersebut baru dilakukan Pemprovsu pada 20-23 -April 2017,yakni hanya sekitar Rp 507.551.775.947.

(2)

170.272.858.947 bersisa menjadi Rp 158.403.404.426. Kemudian ke Kabupaten Deli Serdang sisa hutang Rp 32.753.219.968 dari Rp 92.281.785.213.

Sementara ke Kabupaten Langkat hutang dari Rp 41.164.087.808 dan telah dibayar Rp 22.526.385.230 dengan sisa hutang menjadi Rp 18.637.770.357,9. Lalu untuk Kabupaten Asahan sisa hutang menjadi Rp 14.312.561.468 dari sebelumnya Rp 36.172.063.164.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provsu, R Sabrina kepada wartawan, Jumat (13/7/2018) menjelaskan, ia belum mendapat informasi terkait besaran nilai hutang DBH. Namun ia keberatan hal itu disebut hutang karena uang tidak ada dipakai.

“Kalau itu disebut hutang kurang pas saja, karena tidak ada uang yang kita pakai. Berbeda seperti ditahun kemarin, ada yang kita pakai dan sudah diselesaikan dalam 3 tahun,” ucapnya.

Kepala BPKAD Kota Medan, Irwan Ibrahim Ritonga

Sumber Berita:

1. https://medanbisnisdaily.com/news/online/read/2018/07/17/44236/, tanggal 17 Juli 2018.

2. https://www.sumut24.co/hutang-dbh-pemprovsu, tanggal 5 Juli 2018.

Catatan :

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan

Pasal 1 Angka 9

Dana Bagi Hasil, selanjutnya disebut DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Pasal 3

DBH bersumber dari: a. Pajak

b. Sumber Daya Alam.

Pasal 4

DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas: a. PBB;

c. PBHTB; dan

(3)

Pasal 5

(1) Penerimaan Negara dari PBB dibagi dengan imbangan 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah dan 90% (Sembilan puluh persen) untuk daerah.

(2) DBH PBB untuk daerah sebesar 90% (sembilan puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:

a. 6,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan;

b. 64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk kabupaten/kota yang bersangkutan; dan

c. 9% (sembilan persen) untuk biaya pemungutan.

Pasal 6

(1) Bagian Pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota. (2) Alokasi untuk kabupaten dan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi

dengan rincian sebagai berikut:

a. 6,5% (enam lima persepuluh persen) dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota; dan

b. 3,5% (tiga lima persepuluh persen) dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten dan/kota yang realisasi penerimaan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.

Pasal 7

(1) Penerimaan Negara dari BPHTB dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah.

(2) DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80% (delapan puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:

a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan

b. 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota yang bersangkutan. (3) Bagian Pemerintah sebesar 20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota.

Pasal 8

(1) Penerimaan Negara dari PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20% (dua puluh persen).

(2) DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi dengan rincian sebagai berikut :

(4)

b. 12% (dua belas persen) untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

(3) DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dibagi dengan rincian sebagai berikut:

a. 8,4% (delapan empat persepuluh persen) untuk kabupaten/kota tempat wajib pajak terdaftar; dan

b. 3,6% (tiga enam persepuluh persen) untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan dengan bagian yang sama besar.

Pasal 9

Alokasi DBH Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 10

Alokasi DBH PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan DBH BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ditetapkan:

(1) berdasarkan rencana penerimaan PBB dan BPHTB tahun anggaran bersangkutan; dan

(2) paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan.

Pasal 11

(1) Alokasi DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 untuk masing-masing daerah terdiri atas:

a. Alokasi Sementara yang ditetapkan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan; dan

b. Alokasi Definitif yang ditetapkan paling lambat pada bulan pertama triwulan keempat tahun anggaran berjalan.

(2) Alokasi DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat huruf a didasarkan atas rencana penerimaan DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21.

(3) Alokasi DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didasarkan atas prognosa realisasi penerimaan DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21.

Pasal 12

DBH Pajak disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.

(5)

Pasal 13

(1) Penyaluran DBH PBB dan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan PBB dan BPHTB tahun anggaran berjalan.

(2) Penyaluran DBH PBB dan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (2) dilaksanakan secara mingguan.

(3) Penyaluran PBB dan BPHTB bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dan Pasal 7ayat (3) dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran berjalan.

(4) Penyaluran PBB bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b dilaksanakan dalam bulan Nopember tahun anggaran berjalan.

Pasal 14

(1) Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan berdasarkan prognosa realisasi penerimaan PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 tahun anggaran berjalan. (2) Penyaluran DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dilaksanakan secara triwulanan, dengan perincian sebagai berikut:

a. penyaluran triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga masing-masing sebesar 20% (dua puluh persen) dari alokasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a; dan

b. penyaluran triwulan keempat didasarkan pada selisih antara Pembagian Definitif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b dengan jumlah dana yang telah dicairkan selama triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga.

(3) Dalam hal terjadi kelebihan penyaluran karena penyaluran triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga yangdidasarkan atas pembagian sementara lebih besar daripada pembagian definitif maka kelebihan dimaksud diperhitungkan dalam penyaluran tahun anggaran berikutnya.

Pasal 15

DBH Sumber Daya Alam berasal dari: a. Kehutanan;

b. Pertambangan Umum; c. Perikanan;

(6)

f. Pertambangan Panas Bumi

Pasal 29

(1) Penyaluran DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan sumber daya alam tahun anggaran berjalan. (2) Penyaluran DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilaksanakan secara

triwulanan.

Pasal 30

Penyaluran DBH Sumber Daya Alam dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan yang dilakukan di Saribi, salah satu kawasan di Pulau Numfor Papua, merupakan suatu langkah dengan tujuan untuk mempero- leh informasi mengenai kelompok jenis

Dalam hal Menteri Keuangan menyetujui usulan relaksasi penyaluran DBH TA berjalan, relaksasi penyaluran DBH TA berjalan bagi daerah tersebut ditetapkan dengan KMK yang

Ada beberapa alasan mengapa industri galangan kapal harus dikembangkan, antara lain: (I) nilai ekonomis industri galangan kapal, dimana secara global memiliki

Adapun penilaian kinerja guru pada SMPK 4 Penabur Bandung yaitu pengecekan secara berkala sistem kinerja guru menjadi hal penting bagi kepala sekolah demi

Untuk memberikan penjelasan terhadap permasalahan di atas dipaparkan beberapa pertanyaan yaitu 1) Apa ide atau gagasan pembaruan desa yang.. ditawarkan hingga di

(2) Luasan dan lokasi hak garap tanah bengkok/carik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Kepala Desa, Sekretaris Desa dan perangkat Desa lainnya ditetapkan

Sebagai tuan rumah kita dilarang untuk memperlakukan tamu secara tidak baik, dengan tidak memberinya makan atau menerimanya dengan perlakuan yang buruk, karena

(1) Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan daerah dan besaran penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk nontunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal