• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 1"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Analysis of Soil Characteristics and Atmosphere Condition Utilizing Weather Satellite

Imagery on Landslide Events in the West Coast of Lampung in 2014

ABSTRAK

Berdasarkan data BNPB, pada 2014, tanah longsor merupakan bencana paling mengerikan di Indonesia. Ada 385 kasus longsor, ratusan orang meninggal, ratusan rumah rusak, dan 13.262 orang dievakuasi. Menurut curah hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika, curah hujan di Pantai Barat berkisar antara 2.500 - 3.500 milimeter dalam setahun atau 140 - 221 milimeter dalam sebulan. Isu ini menjadi alasan untuk melakukan analisis meteorologi daerah rawan longsor di Kabupaten Pantai Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah membahas dinamika atmosfer selama terjadi longsor di Pantai Barat Kabupaten Lampung pada tahun 2014. Analisis penelitian ini memanfaatkan citra satelit MTSAT BMKG melalui saluran IR1 dan IR3. Dari analisis yang dilakukan, dapat diperoleh bahwa kondisi karakteristik tanah di Pantai Barat cenderung erosi. Ada anomali signifikan dari curah hujan bulanan selama kejadian tersebut. Dan juga data pengolahan citra satelit mampu menunjukkan kondisi atmosfer saat terjadi longsor.

Kata kunci: tanah longsor, citra satelit, karakteristik tanah

ABSTRACT

Based on BNPB data, in 2014, landslide is the most dreadful disaster in Indonesia. There were 385 landslide cases, hundreds people die, hundreds houses were broken, and 13.262 people were evacuated. According to precipitation by Meteorology and Geophysics Agency, West Coast District precipitation is between 2.500 – 3.500 millimeters in a year or 140 – 221 millimeters in a month. This issue was become the reason to do the meteorological analysis of landslide-prone areas in West Coast District. The method used in this study is discusses the atmosphere dynamics during the landslide occurred in West Coast District of Lampung in 2014. The analysis of this research capitalize on BMKG’s weather MTSAT satellite imagery through IR1 and IR3 channel. From the undertaken analysis, can be obtained that the condition of the soil characteristic in West Coast District is predisposed to erosion. There is a significant anomalies of the monthly rainfall during the incident. And also the processing data of satellite imagery is able to show the atmosphere condition during the landslide.

Keyword: landslide, satellite imagery, soil characteristics

PENDAHULUAN

Tanah longsor (landslide) merupakan salah satu jenis bencana alam yang sering terjadi di Indonesia, terutama pada musim hujan. Sepanjang tahun 2014, sejumlah 338 orang meninggal akibat tanah longsor. "Tanah longsor menjadi bencana paling mematikan tahun 2014" kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Tahun 2014, ada 385 kejadian tanah longsor. Selain ratusan korban meninggal, ratusan rumah juga rusak dan 13.262 orang harus

Analisis Karakteristik Tanah dan Kondisi Atmosfer Memanfaatkan Citra

Satelit Cuaca pada Kejadian Tanah Longsor di Pesisir Barat Lampung

sepanjang Tahun 2014

Jaka Anugrah Ivanda Paski, Dyah Ajeng Sekar Pertiwi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jalan Angkasa I No. 2 Kemayoran Jakarta 10720 Indonesia

(2)

mengungsi. Sutopo menyatakan, tren bencana tanah longsor terus meningkat sejak tahun 2005 hingga 2014. Jumlah korban meninggal dan kerugian akibat bencana itu juga tinggi.

Secara geografis wilayah Kabupaten Pesisir Barat masuk kategori daerah rawan bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir bandang. Karena itu, kami mengimbau masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya bencana alam, akibat tingginya intensitas curah hujan,“ kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pesisir Barat, Hasnul Abror. Di wilayah Kabupaten Pesisir Barat potensi terjadinya bencana tanah longsor cukup besar. Terlebih, wilayah kabupaten ini berada di kawasan Pegunungan Bukit Barisan. Berdasarkan curah hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika, curah hujan Kabupaten Pesisir Barat berkisar antara 2.500 – 3.500 milimeter per tahun atau 140 – 221 milimeter per bulan. Kabupaten Pesisir Barat memiliki daerah pegunungan dan perbukitan yang diikuti lembah-lembah disekitarnya dengan memiliki kemiringan lahan lebih.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai Bagaimana karakteristik tanah di Kabupaten Pesisir Barat dan bagaimana pola curah hujan pada kejadian tanah longsor di Kabupaten Pesisir Barat tahun 2014 serta bagaimana hasil pengamatan dari citra satelit dan radar cuaca terkait kejadian tanah longsor di Kabupaten Pesisir Barat tahun 2014. Penelitian ini berguna untuk mengetahui kondisi atmosfer pada saat kejadian tanah longsor. Sehingga dapat memberikan peringatan waspada kepada masyarakat terlebih daerah ini menjadi langgangan tanah longsor disetiap tahunnya.

Kabupaten Pesisir Barat memiliki beberapa daerah bahaya, yaitu bahaya yang beraspek geologi berupa longsor dan gempa bumi. Kawasan bahaya tersebut menjadikannya memiliki resiko bencana serta dapat dikategorikan sebagai kawasan rawan bencana. Kabupaten Pesisir Barat memiliki 4 (empat) jenis bencana yang mengancam. Ancaman tersebut antara lain adalah bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi serta tsunami.

Tabel 1 Desa Terpapar Bencana di Kabupaten Pesisir Barat (Sumber: Kajian Kawasan Rawan Bencana, 2007) No Kecamatan Jenis Kerawanan Bencana Dan Jumlah Desa Terpapar

Banjir Gempa Tanah Longsor Tsunami

1 Lemong - 11 11 11 2 Pesisir Utara - - 10 - 3 Karya Penggawa 1 1 10 4 4 Pesisir Tengah 13 - 17 16 5 Pesisir Selatan 8 - 9 10 6 Ngambur - - - - 7 Bengkunat 11 15 15 15 8 Bengkunat Belimbing - - - -

(3)

Ancaman bencana di Kabupaten Pesisir Barat disusun berdasarkan data dan catatan sejarah kebencanaan yang pernah terjadi di Kabupaten Lampung Barat serta komponen kemungkinan terjadinya suatu ancaman dan komponen besarnya dampak yang pernah tercatat untuk bencana yang terjadi tersebut. Indeks ancaman dapat disesuaikan dengan standar parameter yang telah ditentukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan merujuk kepada peta ancaman setiap bencana di Kabupaten Lampung Barat.

METODE PENELITIAN Data dan Lokasi Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain data citra satelit MTSAT (Multifunction Transport Satellite) dari Japan Meteorological Agency (JMA) dari Sub Bidang Pengelolaan Citra Satelit BMKG Pusat, data pos hujan BMKG, data klimatologi curah hujan selama 10 tahun dan daata kejadian tanah longsor dari BPBD. Penelitian ini mengambil daerah Pesisir Barat Lampung. Kabupaten Pesisir Barat yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Barat terdiri atas 11 (sebelas) kecamatan. Kabupaten Pesisir Barat memiliki luas wilayah keseluruhan ±2.907,23 Km2 dengan jumlah penduduk sebesar ±157.391 jiwa pada tahun 2014.

(4)

Metode Penelitian

Pada penelitian ini data diolah dengan metode sebagai berikut:

1) Menentukan tanggal kejadian tanah longsor pada tahun 2014 informasi tersebut diperoleh dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Lampung. Dari data kejadian tanah longsor tersebut diperoleh tanggal kejadian tanah longsor yaitu pada tanggal 5 Februari 2014, 23 Februari 2014, 8 November 2014 dan 13 November 2014.

Tabel 2. Daftar Kejadian Tanah Longsor 2014

2) Melihat sebaran awan menggunakan citra satelit MTSAT. Dalam analisis ini digunakan kanal IR1 untuk cakupan awan, IR 3 untuk mengetahui sebaran uap air.

3) Melihat data pendukung lainnya yaitu data pos hujan selama kejadian tanah longsor tersebut untuk melihat apakah sebelum atau saat terjadinya tanah longsor terjadi hujan, jika terjadi hujan apakah hujan berintesitas lebat yang mengakibatkan tanah longsor dan data klimat dari Stasiun Klimatologi Masgar Lampung selama 10 tahun untuk melihat bagaimana kondisi klimat pada daerah Lampung selama 10 tahun terakhir.

4) Membuat analisis dari masing-masing hasil data yang sudah di olah, kemudian pembahasan dan kesimpulan secara keselurahan dari pembahasan kasus ini.

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Pada Lokasi

Daerah Pesisir Barat Lampung merupakan daerah yang rawan akan terjadinya tanah longsor. Selain dilewati oleh pegunungan bukit barisan, jenis tanah di daerah tersebut juga merupakan salah satu faktor pemicu tanah longsor. Berikut merupakan daerah lokasi terjadinya tanah longsor dan jenis tanah pada daerah tersebut.

Tabel 3. Karakteristik Tanah Pada Daerah Tanah Longsor

Pada tabel 3 menunjukkan 4 lokasi tanah longsor di daerah Pesisir Barat Lampung beserta jenis tanah dan sifat tanah. Tanah Andisol menyimpan air dalam jumlah yang besar, tetapi ketika kering, tanah ini menjadi tidak padat dan berdebu, karena itu tanah Andisol rentan terhadap erosi. sedangkan Entisols ditemukan di daerah dimana laju erosi atau deposisi lebih cepat daripada laju perkembangan tanah. Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) yang perkembangan profil tanahnya yang lebih lemah. Tanah Oxisol yang telah mengalami pelapukan lanjut di daerah kering. Dan Ultisol adalah tanah bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Secara umum kemiringan lereng bervariasi dari datar sampai sangat terjal. Keempat daerah tanah longsor tersebut termasuk dalam kategori terjal yaitu 25 – 40 % kemiringan tanahnya.

Analisa Data Klimatologi

Gambar 2 merupakan diagram hasil perbandingan data curah hujan selama 10 tahun dari tahun 2004-2013 dengan data curah hujan pada tahun 2014. Data tersebut merupakan data klimat curah hujan dari Stasiun Meteorologi Radin Inten II Lampung.

(6)

Gambar 2. Diagram Perbandingan Data Curah Hujan Selama 10 Tahun dengan Data Curah Hujan 2014

Dari hasil diagram pada gambar 2 terlihat bahwa yang bertanda biru merupakan data curah hujan selama 10 tahun, sedangkan yang berwarna jingga merupakan data curah hujan pada tahun 2014. Pada bulan Februari dan November, dimana terdapat kejadian tanah longsor pada tahun 2014. bila dibandingkan dengan data curah hujan 10 tahunan, pada bulan Februari 2014 terlihat mendekati curah hujan normal selama 10 tahun. Sedangkan pada bulan November 2014, jika dibandingkan dengan data curah hujan selama 10 tahun terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan. Pada diagram data curah hujan pada November 2014 lebih tinggi (diatas normal) di bandingkan dengan data curah hujan 10 tahun. Dengan curah hujan diatas normal tersebut, maka bisa menjadi salah satu faktor adanya penyimpangan kondisi atmosfer sehingga menyebabkan tanah longsor.

Analisa Citra Satelit

A. Kejadian Tanah Longsor Tanggal 5 Februari 2014

Pada kejadian tanah longsor tanggal 5 Februari 2014 dengan menggunakan aplikasi GMSPLW dari hasil pengolahan data citra satelit MTSAT. Ada berbagai kanal yang dapat diolah untuk kepentingan analisis ini. Gambar 3 menunjukkan hasil pengolahan citra satelit MTSAT dengan menggunakan kanal IR1. Daerah terjadinya tanah longsor ditandai dengan warna merah pada gambar. Kanal IR1 berfungsi untuk mengetahui deteksi sebaran awan, bahwa terlihat pada gambar menunjukan adanya pertumbuhan awan pada daerah bertanda merah yaitu daerah terjadinya tanah longsor di Pekon Penyandingan Kecamatan Bengkunat Blimbing. Semakin berwarna cerah maka semakin tinggi suhu puncak awannya.

(7)

Gambar 3. Deteksi sebaran awan di Pekon Penyandingan Kecamatan Bengkunat Blimbing

Pada gambar 4 hasil pengolahan data pada kejadian tanah longsor tanggal 5 Februari 2014 dengan menggunakan aplikasi GMSPLW menggunakan kanal WV/IR3 yang berfungsi untuk mengetahui deteksi kandungan dan pergerakan uap air di lapisan tengah atmosfer, terlihat pada gambar menunjukan adanya kandungan uap air pada daerah bertanda merah yaitu daerah terjadinya tanah longsor di Pekon Penyandingan Kecamatan Bengkunat Blimbing. Semakin berwarna cerah maka semakin besar kandungan uap airnya.

(8)

Gambar 5. merupakan hasil olah data MTSAT untuk mengetahui suhu puncak awan pada wilayah Pekon Penyandingan Kecamatan Bengkunat Blimbing 5 Februari 2014 pada saat sebelum, sesaat dan sesudah kejadian tanah longsor. Adanya pergerakan data yang menunjukkan bagaimana kondisi pada saat kejadian. Suhu puncak awan mencapai > -60 oC (menunjukan awan hujan Cumulonimbus)Dari hasil pengolahan data, menghasilkan gambar seperti diatas. Dimana pada pukul 15.00 UTC suhu puncak awannya paling tinggi yaitu mencapai 70 °C yang berarti itu merupakan awan CB dimana suhu puncak awan CB yaitu ≤ -50°C (223°K).

Gambar 5. Time Series Suhu Puncak Awan di Pekon Penyandingan Kecamatan Bengkunat Blimbing

B. Kejadian Tanah Longsor Tanggal 23 Februari 2014

Pada kejadian tanah longsor tanggal 23 Februari 2014 seperti pada dengan menggunakan aplikasi GMSPLW dari hasil pengolahan data MTSAT kanal IR1 yang berfungsi untuk mengetahui deteksi sebaran awan, bahwa terlihat pada Gambar 6 menunjukan adanya pertumbuhan awan pada daerah bertanda merah yaitu daerah terjadinya tanah longsor di Pekon Pemerihan Kecamatan Bengkunat Blimbing. Terlihat pada pukul 13.00 UTC semakin berwarna cerah maka semakin tinggi suhu puncak awannya.

(9)

Gambar 6. Deteksi sebaran awan di Pekon Pemerihan Kecamatan Bengkunat Blimbing

Pada Gambar 7 menunjukan adanya pertumbuhan kandungan uap air pada daerah bertanda merah yaitu daerah terjadinya tanah longsor di Pekon Penyandingan Kecamatan Bengkunat Blimbing. Semakin berwarna cerah maka semakin besar kandungan uap airnya. Dimana terlihat pada pukul 13.00 UTC semakin pekat warna putihnya pada daerah terjadinya tanah longsor.

(10)

Pada gambar 8 yang merupakan hasil olah data time series suhu puncak awan untuk wilayah Pekon Pemerihan Kecamatan Bengkunat Blimbing 23 Februari 2014 pada saat sebelum, sesaat dan sesudah kejadian tanah longsor. Dimana pada pukul 14.00 UTC suhu puncak awannya paling tinggi yaitu mencapai -60 °C yang berarti itu merupakan awan CB dimana suhu puncak awan CB yaitu ≤ -50°C (223°K).

Gambar 8 Time Series Suhu Puncak Awan di Pekon Pemerihan Kecamatan Bengkunat Blimbing

C. Kejadian Tanah Longsor Tanggal 8 November 2014

Pada kejadian tanah longsor tanggal 8 November 2014 dengan menggunakan aplikasi GMSPLW dari hasil pengolahan data MTSAT kanal IR1 yang berfungsi untuk mengetahui deteksi sebaran awan, bahwa terlihat pada Gambar 9 menunjukan adanya pertumbuhan awan pada daerah bertanda merah yaitu daerah terjadinya tanah longsor di Pekon Penyandingan Kecamatan Bengkunat Blimbing. Semakin berwarna cerah maka semakin tinggi suhu puncak awannya.

(11)

Gambar 9. Deteksi sebaran awan di Pekon Labuhan Mandi Kecamatan Krui Selatan

Kejadian tanah longsor tanggal 8 November 2014 jika di deteksi dengan menggunakan aplikasi GMSPLW dari hasil pengolahan data MTSAT kanal WV/IR3 yang berfungsi untuk mengetahui deteksi kandungan dan pergerakan uap air di lapisan tengah atmosfer, terlihat pada gambar 10 menunjukan adanya pertumbuhan kandungan uap air pada daerah bertanda merah yaitu daerah terjadinya tanah longsor di Pekon Labuhan Mandi Kecamatan Krui Selatan. Semakin berwarna cerah maka semakin besar kandungan uap airnya.

(12)

Gambar 11 merupakan hasil olah data time series suhu puncak awan untuk wilayah Pekon Labuhan Mandi Kecamatan Krui Selatan tanggal 8 November 2014 pada saat sebelum, sesaat dan sesudah kejadian tanah longsor. Dimana pada pukul 13.00 UTC suhu puncak awannya paling tinggi yaitu mencapai -50 °C yang berarti hal tersebut merupakan awan CB dimana suhu puncak awan CB yaitu ≤ -50°C (223°K).

Gambar 11. Time Series Suhu Puncak Awan di Pekon Labuhan MandiKecamatan Krui Selatan

D. Kejadian Tanah Longsor Tanggal 13 November 2014

Gambar 12 menunjukan kejadian tanah longsor tanggal 13 November 2014 dengan menggunakan aplikasi GMSPLW dari hasil pengolahan data MTSAT kanal IR1 yang berfungsi untuk mengetahui deteksi sebaran awan, bahwa terlihat pada gambar menunjukan adanya pertumbuhan awan pada daerah bertanda merah yaitu daerah terjadinya tanah longsor di Lintas Krui-Liwa Kecamatan Krui.

Semakin berwarna cerah maka semakin tinggi suhu puncak awannya. Pada gambar terlihat adanya pergerakan awan dimana pukul 07.00 UTC tutupan awan belum terdapat di daerah tersebut dan terlihat adanya pergerakan awan menuju lokasi tanah longsor, semakin berwarna putih dan semakin pekat dimulai pada pukul 09.00 UTC.

(13)

Gambar 12. Deteksi sebaran awan di Lintas Krui-Liwa Kecamatan Krui

Terlihat pada gambar 13 kejadian tanah longsor tanggal 13 November 2014 dengan menggunakan aplikasi GMSPLW dari hasil pengolahan data MTSAT kanal WV/IR3. Kanal WV/IR3 berfungsi untuk mengetahui deteksi kandungan dan pergerakan uap air di lapisan tengah atmosfer.Terlihat pada gambar menunjukan adanya pertumbuhan kandungan uap air pada daerah bertanda merah yaitu daerah terjadinya tanah longsor di Lintas Krui-Liwa Kecamatan Krui. Semakin berwarna cerah maka semakin besar kandungan uap airnya.

(14)

Gambar 14 merupakan hasil olah data time series suhu puncak awan untuk wilayah Lintas Krui-Liwa Kecamatan Krui tanggal 13 November 2014 pada saat sebelum, sesaat dan sesudah kejadian tanah longsor. Dimana pada pukul 09.00 UTC suhu puncak awannya paling tinggi yaitu mencapai -70 °C yang berarti itu merupakan awan CB dimana suhu puncak awan CB yaitu ≤ -50°C (223°K).

Gambar 14. Time Series Suhu Puncak Awan di Lintas Krui-Liwa Kecamatan Krui

Pembahasan

Dari data karakteristik jenis tanah pada daerah rawan longsor di Pesisir Barat Lampung menunjukkan bahwa jenis tanah tersebut rentan terhadap erosi sehingga dapat memicu kejadian tanah longsor. Didukung dengan kondisi topografi pada daerah tersebut yang berbatasan dengan bukit barisan sehingga memiliki kemiringan tanah berkisar antara 25% – 40% yang termasuk dalam kategori terjal.

Berdasarkan data pos hujan Krui pada tahun 2014, saat terjadinya tanah longsor diketahui curah hujan tidak selalu tinggi pada hari kejadian. Pada kejadian tanggal 5 Februari 2014 dan 13 November 2014 teramati curah hujan kurang dari 10 mm/hari. Namun curah hujan pada hari-hari sebelum kejadian memiliki intensitas yang tinggi sehingga dapat memicu tanah di daerah tersebut jenuh dan terjadi tanah longsor.

(15)

Ditinjau dari analisis data klimat curah hujan perbandingan selama 10 tahun (tahun 2004-2013) dan data curah hujan tahun 2014, menunjukkan adanya anomali pada bulan November 2014 sehingga hal ini menunjukkan adanya penyimpangan kondisi atmosfer yang juga dapat menyebabkan tanah longsor.

Hasil dari citra satelit menunjukkan bahwa saat kejadian tanah longsor yaitu pada tanggal 5 Februari 2014, 23 Februari 2014, 8 November 2014 dan 13 November 2014 adanya deteksi kumpulan awan yang menutupi daerah terjadinya tanah longsor yaitu di Pesisir Barat Lampung yang dapat dilihat dari hasil pengolahan data MTSAT kanal IR1 menggunakan aplikasi GMSPLW. Adanya kandungan deteksi uap air pada daerah tersebut yang terdeteksi dari hasil olah data MTSAT menggunakan kanal WV/IR3, dan time series suhu puncak awan mencapai ≤ -50°C (223°K) yaitu merupakan awan cumulonimbus hal ini sesuai Operasional BMKG Pusat.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1) Kondisi karakteristik tanah yang terdapat di Kabupaten Pesisir Barat yaitu rentan terhadap erosi merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya tanah longsor.

2) Adanya anomali pola curah hujan bulanan pada November 2014 yang sangat signifikan, sehingga menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya kasus kejadian tanah longsor di Kabupaten Pesisir Barat Lampung.

3) Dari hasil pengolahan data MTSAT menggunakan aplikasi GMSPLW terlihat adanya dinamika atmosfer yang mendukung berupa tutupan awan Cumulonimbus pada setiap kejadian tanah longsor di Pesisir Barat Lampung.

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan tata ruang dan pemanfaatan citra satelit cuaca dapat membantu dalam pembuatan peringatan dini di wilayah Pesisir Barat Lampung, untuk mencegah adanya korban jiwa.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan untuk bapak Dr. Andi Eka Sakya, M. Eng selaku Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang telah menyediakan data yang digunakan dalam penelitian ini.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Adriyanto, R. 2009. Interpretasi Citra Satelit. Jakarta: BMKG

Adriyanto, R. 2010. Materi Pelatihan Satelit Cuaca & Radar. Bidang Pengelolaan Citra Inderaja Pusat Meteorologi Publik. BMKG: Jakarta

Data Kejadian Bencana, 2014, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Lampung

Hanggoro, W., dan Aldrian, E. 2014. Hujan Ekstrim Menyebabkan Tanah Longsor Di Karangkobar, Banjarnegara. Jurnal. Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG, Pusat Database BMKG

Harsa, Linarka, Kurniawan, Noviati. 2011. Pemanfaatan SATAID untuk Analisa Banjir dan Angin Putting Beliung Studi Kasus Jakarta dan Yogyakarta. Jakarta: Jurnal BMKG

Hartoyo. 2007. Manajemen Data Radar dan Data Satelit Cuaca. Jakarta: Jurnal BMKG Hidayah, Taufik. 2012. Bahan Ajar Kuliah Interpretasi Citra Satelit dan Radar. Jakarta: AMG BMKG. 2007. Manual Sataid, Jakarta: BMKG

Pangestu, C. 2015. Analisa Daerah Rawan Longsor Di Kecamatan Way Krui Tahun 2015. Jurnal : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

Pusat Meteorologi Publik Deputi Bidang Meteorologi. 2011. Pedoman Operasional Pengelolaan Citra Satelit Cuaca. Jakarta : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat. 2015. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2016-2036. Lampung

Sarya, G., dan Andriawan, A.S. 2014. Intensitas Curah Hujan Memicu Tanah Longsor Dangkal Di Desa Wonodadi Kulon. Jurnal : Pengabdian LPPM Untag Surabaya

Sumardjo, dan Haryani, N.S. 1997. Studi Tentang Perubahan Kondisi Cuaca Dalam Hubungan Dengan Terjadinya Tanah Longsor Di Tasikmalaya Pada Tanggal 14 Desember 1997. Jurnal Peneliti Bidang Lingkuangan, Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN.

http://www.bpbdpesisirbarat.com/sekilas-tentang-pesisir-barat/

http://pengairan.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/Analisa-Kawasan-Rawan-Bencana-Tanah-Longsor- di-DAS-Upper-Brantas-Menggunakan-Sistem-Informasi-Geografi-Muhammad-Noorwantoro-105060400111004.pdf

Gambar

Tabel 1 Desa Terpapar Bencana di Kabupaten Pesisir Barat (Sumber: Kajian Kawasan Rawan Bencana, 2007)
Gambar 1. Peta Pesisir Barat (Sumber : Materi Teknis Rencana Tata Ruang Kabupaten Pesisir Barat)
Tabel 2. Daftar Kejadian Tanah Longsor 2014
Tabel 3. Karakteristik Tanah Pada Daerah Tanah Longsor
+7

Referensi

Dokumen terkait

menganalisa faktor-faktor tambahan apa saja yang merupakan persyaratan, yang mempengaruhi pemilihan pemenang yang ditunjuk oleh ULP dan persentase perbandingan antara

Pada sisi reheater katup pengaman diset lebih rendah dari pada sisi masuknya dengan tujuan yang sama% yaitu men$egah pipa reheater o6erheat Banyaknya katup pengaman dengan ukuran

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi dunia manajemen sumber daya manusia khususnya bagi manajemen dan Jurusan Ekonomi

Laporan Kinerja Tahun 2017 menyajikan capaian kinerja sesuai dengan target-target yang tercantum dalam Sasaran Renstra 2016-2020 yaitu terwujudnya proses

Jika higiene sudah baik karena kebiasaan mencuci tangan telah dilakukan, tetapi sanitasinya tidak mendukung disebabkan tidak tersedianya air bersih, maka proses

Jarak 60 m digunakan mengingat data yang digunakan sebagian besar merupakan data citra satelit yang berbasis pixel dan dianggap sudah cukup detail untuk diterapkan

Melakukan komunikasi yang intens dengan sejawat profesi kesehatan lain sehingga tercapai kesamaan persepsi sehingga akan mengurangi kesalahpahaman dan meningkatkan

anak yang lambat laun akan tumbuh semakin jelas dan kuat. Melalui hasil wawancara yang dilakukan terhadap orang tua yang memiliki anak usia prasekolah di Kelurahan