• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

37

Di dalam mengembangkan kegiatan di kawasan ekosistem terumbu karang perlu diketahui aspek-aspek yang bepeluang untuk dikaji. Aspek-aspek yang menjadi kajian dalam penelitian ini meliputi aspek potensi dan biofisik sumberdaya ekosistem terumbu karang (subsistem biofisik), aspek pasar dan finansial ekosistem sumberdaya terumbu karang (subsistem ekonomi), aspek penguatan kapasitas kelembagaan dan modal sosial, aspek sarana dan prasarana, dan aspek teknis (subsistem sosial).

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada ekosistem terumbu karang yang terdapat di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus Kabupaten Minahasa Tenggara Provinsi Sulawesi Utara (Gambar 5). Letak posisi geografis Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus adalah antara 0º49‟30” - 0º53‟00” LU dan 124º22‟30” - 124º26‟30” BT. Untuk pengambilan data terumbu karang dan ikan target dilakukan sejak tahun 2002 hingga tahun 2011 (satu kali setahun) pada 6 stasiun dengan pembuatan transek tetap (permanent transect), sehingga pengambilan data dilakukan pada lokasi yang sama setiap tahun. Untuk data sosial-ekonomi masyarakat dilakukan di Desa Basaan.

Penentuan stasiun pengamatan berdasarkan hasil survei dengan teknik “manta tow”. Dari hasil survei tersebut dipilih 6 stasiun pengamatan yang dapat mewakili posisi geografis Pulau Hogow dan Putus-Putus secara keseluruhan, dimana ke-6 stasiun pengamatan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Stasiun 1 dan 2 mewakili wilayah terumbu karang di bagian dalam (Teluk Totok), Stasiun 3 mewakili wilayah terumbu karang Pulau Hogow, Stasiun 4 dan 5 mewakili wilayah terumbu karang bagian luar (berhadapan dengan Laut Maluku), dan Stasiun 6 mewakili wilayah terumbu karang Teluk Buyat.

Kondisi morfologi dari ke-6 stasiun pengamatan tersebut berbeda-beda. Stasiun 1 dan 2 memiliki rataan terumbu yang pendek (<100 m) dan memiliki dinding terumbu yang curam (45-90o), Stasiun 3 memiliki rataan terumbu yang cukup panjang (100-500 m) dan memiliki dinding terumbu yang curam (45-90o),

(2)

Stasiun 4 dan 5 memiliki rataan terumbu yang panjang (>1000 m) dan kemiringan terumbu landai (15-30o), Stasiun 6 memiliki rataan terumbu yang pendek (<150 m) dengan dinding terumbu yang tidak terlalu curam (<45o).

Gambar 6 Peta lokasi penelitian

3.2 Metode Pengumpulan Data 3.2.1 Terumbu Karang

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara survei dan pengukuran di lapangan serta pengambilan sampel untuk dianalisis di laboratorium dan melalui pengamatan serta wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun terhadap stakeholder dan instansi atau pihak-pihak yang terkait. Menurut Nazir (1988), metode survei adalah penelitian yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual baik tentang instansi sosial dan ekonomi dari usaha kelompok atau suatu daerah. Sedangkan data sekunder diperoleh dari catatan yang berupa laporan atau arsip hasil-hasil penelitian yang relevan dari lembaga-lembaga atau instansi yang terkait.

(3)

Pengumpulan data primer dilakukan dengan mempergunakan metoda pengamatan lapangan (observasi) dan metoda sampling stratifikasi (stratified

sampling method). Metoda observasi merupakan metoda yang sangat mendasar

dalam melakukan inventarisasi potensi sumberdaya di ekosistem terumbu karang (UNEP 1993). Data sosial yang terkait dengan kegiatan penelitian ini akan dikumpulkan di lokasi penelitian dari para responden yang dipilih secara acak berdasarkan metode sampling di atas. Pengumpulan data terhadap responden akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan wawancara mendalam (deep

interview) dengan menggunakan kuesioner.

Tabel 3 Parameter lingkungan perairan yang diamati dan metode ukur

No Parameter Satuan Metode Peralatan Ket. A. Aspek Fisika-Kimia:

1. Kecerahan m Visual Secchi disc in-situ

2. Kekeruhan NTU Nefelometer/Hellige

Turbidimetrik Turbiditimeter in-situ

3. Suhu 0 C Pemuaian Termometer in-situ

4. Salinitas ‰ Konduktivitimetrik/

Argentometrik Refractometer in-situ

5. DO mg/l Elektrokimiawi Do-meter in-situ

B. Aspek Biologi

6. Terumbu karang - LIT SCUBA in-situ

7. Jenis Ikan - Sensus Visual SCUBA in-situ

Pengambilan data potensi ekosistem terumbu karang dilakukan dengan teknik Line Intercept Transect-LIT (UNEP 1993), dengan ukuran transek 50 meter. Pengambilan data dilakukan sejak tahun 2002 hingga 2011 oleh tim CRITC-4 (Coral Reef Information and Training Center) pada 6 lokasi yang telah diletakkan transek permanen, dimana setiap tahun dilakukan satu kali pengambilan data dengan bulan yang berbeda. Pada 6 lokasi tersebut ditentukan 2 kedalaman peletakkan transek yaitu 3 dan 10 meter dengan 3 ulangan pada setiap kedalaman dan setiap biota yang dilewati transek dicatat menurut kategori dan taksonnya. Dari data tersebut akan diketahui persentase tutupan, keragaman jenis dan dominasi karang batu. Teknik pengambilan data seperti yang disajikan pada Gambar 7.

(4)

Gambar 7 Pengambilan data terumbu karang dengan teknik LIT

Untuk pengambilan data ikan target menggunakan metode sensus visual (Dartnall & Jones 1986), dimana penetapan areal dan waktu penelitian mengikuti lokasi pengambilan data karang batu (LIT). Data yang diperoleh adalah jumlah spesies, jumlah individu masing-masing spesies ikan dan estimasi panjang ikan. Dari data tersebut akan diketahui indeks keanekaragaman, kelimpahan dan biomassa ikan. Teknik pengambilan data ikan karang seperti yang terlihat pada Gambar 8. Pengambilan data selama penelitian dilakukan oleh peneliti yang sama.

Gambar 8 Pengambilan data ikan karang dengan teknik sensus visual (English et

al. 1994)

Untuk mengetahui waktu pemijahan ikan target di lokasi penelitian (aspek temporal), khusus untuk wilayah terumbu karang yang telah ditetapkan sebagai tempat pemijahan, maka dilakukan pengambilan sampel ikan setiap bulan selama satu tahun (tahun 2011) dan dilakukan pengamatan TKG (tingkat kematangan gonad). Pengambilan data dilakukan dengan cara mengikuti nelayan pada saat mereka melakukan kegiatan penangkapan dan alat tangkap yang di gunakan adalah pancing. Pengamatan dilakukan pada 4 jenis ikan yang umum di tangkap

(5)

nelayan yaitu Caesio cuning, Epinephelus coioides, Scarus dimidiatus dan

Siganus puellus.

Dengan berpedoman pada ukuran pertama matang gonad (length at first

maturity dari http:/www.fishbase.org) dari masing-masing jenis ikan yaitu Caesio cuning 14 cm, Epinephelus coioides 25-30 cm, Scarus dimidiatus 15 cm dan Siganus puellus 16 cm, maka ikan-ikan yang berukuran lebih kecil dari nilai-nilai

tersebut tidak diamati TKG-nya. Dengan demikian jumlah individu masing-masing jenis ikan yang diamati setiap bulan bervariasi jumlahnya (Lampiran 10). Penentuan TKG mengikuti kriteria Nikolsky (Effendie 1997) seperti pada Tabel 4.

Tabel 4 Tingkat kematangan gonad menurut Nikolsky

TKG Klasifikasi Ciri-ciri

I Tidak masak Individu masih belum berhasrat mengadakan reproduksi. Ukuran gonad kecil

II Masa istirahat Produk seksual belum berkembang. Gonad berukuran kecil. Telur tidak dapat dibedakan oleh mata

III Hampir masak Telur dapat dibedakan oleh mata. Testes berubah dari transparan menjadi warna ros.

IV Masak Produk seksual masak. Produk seksual mencapai berat maksimum. Tetapi produk tersebut belum keluar bila perut diberi sedikit tekanan

V Reproduksi Bila perut diberi sedikit tekanan produk seksualnya akan menonjol keluar dari lubang pelepasan. Berat gonad cepat menurun sejak permulaan berpijah sampai pemijahan selesai

VI Keadaan salin Produk seksual telah dikeluarkan. Lubang genital berwarna kemerahan. Gonad mengempis. Ovarium berisi beberapa telur sisa. Testis juga berisi sperma sisa.

VII Masa istirahat Produk seksual telah dikeluarkan. Warna kemerah-merahan pada lubang genital telah pulih. Gonad kecil dan telur belum terlihat oleh mata.

Sumber : Effendie (1997)

3.2.2 Data Sosial, Ekonomi, dan kelembagaan

Data sosial ekonomi dikumpulkan secara langsung dengan cara wawancara yang berpedoman pada kuisioner. Sedangkan data jumlah penduduk, mata pencaharian, dan tingkat pendidikan diperoleh dari kantor desa, kantor kecamatan, dan badan pusat statistik Kabupaten Minahasa Tenggara.

(6)

Tabel 5 Jenis data sosial, ekonomi dan kelembagaan

No. Komponen Data Parameter Sumber/Metode

Pengumpulan Data 1 Karakteristik

sosial dan budaya

Pemanfaatan SDA, partisipasi masyarakat, persepsi dan perilaku, pengetahuan

masyarakat, kegiatan perikanan, pengelolaan sumberdaya, jumlah dan pertumbuhan penduduk, konflik, etnis, budaya lokal, kualitas hidup

Data primer dan sekunder; wawancara dan kuesioner, FGD

2 Kelembagaan Regulasi, aturan formal, peran

stakeholders, aturan adat,

pengambilan keputusan,

lembaga ekonomi, infrastruktur penunjang, penegakan hukum

Data primer dan sekunder; wawancara dan kuesioner, FGD

Responden dipilih sebagai unit penelitian dengan metode acak berstratifikasi (stratified random sampling) berdasarkan stratifikasi jenis kegiatan pemanfaatan ekosistem terumbu karang dengan pertimbangan responden yang dipilih adalah masyarakat yang sering berasosiasi dengan terumbu karang yang tinggal di Desa Basaan, berusia dewasa atau yang berusia 17 tahun keatas. Pemilihan responden berumur 17 tahun keatas dilakukan karena pada usia dewasa seseorang dapat berpikir lebih jauh dalam memberikan jawaban ataupun mengambil tindakan dan keputusan terhadap suatu permasalahan.

Data yang diperoleh dari wawancara adalah :

1. Karakteristik individu masyarakat berupa identitas responden (umur, pendapatan, lama tinggal, pekerjaan, dan tingkat pendidikan). Tingkat pendidikan formal yang dimaksud adalah SD, SMP, SMA atau lainnya.

2. Pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan yang terutama dilakukan sehari-hari untuk pemenuhan kebutuhan hidup, sedangkan pendapatan, yaitu jumlah penghasilan per bulan yang diperoleh dari berbagai sumber mata pencaharian. 3. Tingkat pemahaman masyarakat terhadap sumberdaya ekosistem terumbu

karang yaitu mengenai pendapat atau pandangan responden tentang pemanfaatan dan partisipasi dalam mengelola ekosistem terumbu karang.

(7)

4. Pemanfaatan yang biasanya dilakukan pada ekosistem terumbu karang baik itu berupa potensi biologi seperti pemanfaatan biota di ekosistem terumbu karang ataupun potensi fisik ekosistem terumbu karang.

5. Peranan pemerintah dalam pelestarian ekosistem terumbu karang melalui intensitas frekuensi kegiatan, berupa penyuluhan, pembangunan infrastruktur, dan pengawasan.

6. Partisipasi masyarakat dalam upaya untuk pelestarian sumberdaya pesisir khususnya ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari program pemerintah. Bentuk partisipasi masyarakat ini adalah keikutsertaan masyarakat dalam mengikuti kegiatan mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, dan pelatihan, tahap pelaksanaan, sampai pada tahap evaluasi dan pengawasan, serta tingkat partisipasi masyarat

3.3 Analisis Data

3.3.1 Ekologi Terumbu Karang

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan perhitungan matematik.

Di dalam analisis data, beberapa formula akan digunakan dalam penentuan hasil untuk mencapai jawaban yang diinginkan di dalam tujuan penelitian ini. Analisis data dikerjakan dengan menggunakan formula atau model matematis yang tepat.

Persentase tutupan masing-masing komponen bentik penyusun terumbu karang dihitung menurut persamaan yang dikemukakan UNEP (1993) sebagai berikut :

...(1)

Ni adalah persentase penutupan komponen bentik jenis i (%), Li adalah panjang tutupan komponen bentik jenis i (cm), dan L adalah panjang transek garis (5000 cm).

Penentuan komponen bentik (Tabel 6) yang menjadi komponen utama pada setiap stasiun pengamatan dianalisis menggunakan analisis komponen

(8)

utama/principal component analysis (PCA) (Ludwig & Reynold 1988; Bengen 2000). Dari hasil analisis ini, akan diketahui komponen-komponen bentik yang memberikan kontribusi terbesar pada masing-masing stasiun. Pada prinsipnya PCA menggunakan pengukuran jarak Euclidean dimana semakin kecil jarak Euclidean antara dua individu maka semakin mirip karakteristik variabel pengembangan partisipasi kedua individu tersebut.

Tabel 6 Komponen bentik terumbu karang

Komponen bentik Bentuk pertumbuhan Kode

Karang Hidup (Acropora)

Branching ACB

Tabulate ACT

Encrusting ACE

Submassive ACS

Digitate ACD

Karang Hidup (non Acropora)

Branching CB Massive CM Encrusting CE Submassive CS Foliose CF Mushroom CMR Millepora CME Heliopora CHL Karang Mati Dead Coral DC

Dead Coral With

Alga DCA Alga Macro MA Turf TA Coralline CA Halimeda HA Alga Assemblage AA Tumbuhan Lain Soft Coral SC Sponge SP Zoanthids ZO Other OT Abiotik Sand S Rubble R Silt SI Water WA Rock RCK

(9)

Untuk menganalisis keanekaragaman jenis (Genus) karang batu dan ikan karang mengikuti Formulasi Shannon-Wienner (Krebs 1989 in Bengen 2000) :

...(2)

H’ adalah indeks keanekaragaman, N adalah total jumlah individu, dan ni adalah jumlah individu dalam jenis ke-i.

Untuk melihat laju degradasi tutupan karang pada masing-masing stasiun digunakan persamaan sebagai berikut :

(

)

...(3)

D adalah laju degradasi tutupan karang hidup (%), L adalah persentase tutupan

karang, I adalah stasiun/lokasi, t0 adalah tahun awal, dan t1 adalah tahun akhir.

Untuk potensi sumberdaya ikan karang yang mengambarkan perikanan terumbu karang diestimasi dengan beberapa tahap :

Pertama, perhitungan kepadatan ikan digunakan persamaan (modifikasi dari English et al. 1994) :

...(4)

d adalah kepadatan (ekor/Ha), c adalah jumlah ikan karang yang terhitung dalam

pengamatan, A adalah luas daerah pengamatan, dan 10.000 adalah konversi hektar ke meter.

Kedua, perhitungan kelimpahan stok digunakan persamaan :

...(5)

Bo adalah kelimpahan stok (ekor), d adalah kepadatan (ekor/Ha), dan L adalah luas daerah penelitian (Ha).

Biomassa ikan target dihitung berdasarkan hasil pengambilan data estimasi panjang ikan dan di masukkan dalam model hubungan panjang berat ikan target. Model hubungan panjang berat yang digunakan adalah W = aLb. Nilai a dan b dari masing-masing jenis ikan yang diperoleh bersumber dari data www.fishbase.org (Polunin & Roberts 1993). Dengan mengetahui biomassa ikan

𝐻′ = − 𝑛𝑖 N Log 𝑛𝑖 N 𝑛 𝑖=1

(10)

target, maka akan digunakan utuk melihat perubahan biomassa ikan target di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus, yang pada akhirnya akan menjadi salah satu dasar dalam membuat rekomendasi pengelolaan terumbu karang.

3.3.2 Penentuan Wilayah Pemijahan, Pembesaran dan Mencari Makan

Salah satu aspek yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah menentukan wilayah terumbu karang secara spasial, yaitu wilayah terumbu karang yang dijadikan ikan target sebagai tempat pemijahan, tempat pembesaran dan tempat mencari makan. Untuk mengetahui hal tersebut, digunakan data variasi ukuran ikan yang ditemukan pada masing-masing stasiun penelitian. Dari sebaran variasi ukuran ikan tersebut dibuat dua kelompok yaitu kategori ikan dewasa dan belum dewasa. Penentuan ikan dewasa dan belum dewasa berdasarkan pada ukuran pertama matang gonad (length at first maturity) dari masing-masing jenis ikan (www.fishbase.org). Berdasarkan asumsi yang dibuat yaitu jika ditemukan dominasi ukuran panjang kategori dewasa maka lokasi ini ditentukan sebagai wilayah pemijahan, jika di dominasi ukuran panjang kategori belum dewasa maka ditentukan sebagai wilayah pembesaran, sedangkan jika ukuran ikan yang ditemukan tidak adanya dominasi dari ukuran panjang kategori dewasa dan belum dewasa maka ditentukan sebagai wilayah makan. Secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram penentuan spasial wilayah pemijahan, pembesaran dan makan

Untuk melihat waktu pemijahan yang terjadi di wilayah pemijahan, data variasi ukuran ikan di wilayah ini diurutkan berdasarkan bulan pengamatan (hal ini dapat dilakukan karena pengambilan data setiap tahun dilakukan pada bulan-bulan yang berbeda). Bulan-bulan-bulan pengamatan yang memiliki jumlah ikan dewasa

(11)

jauh lebih banyak dari ikan belum dewasa diduga merupakan waktu pemijahan ikan. Selain berdasarkan data variasi ukuran ikan, juga dilihat data dari hasil pengamatan TKG. Berdasarkan kedua hasil pengamatan tersebut maka dapat disimpulkan waktu pemijahan yang terjadi di wilayah pemijahan.

3.3.3 Analisis Ekonomi Sumberdaya Terumbu Karang

Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis ekonomi sumberdaya terumbu karang adalah metode valuasi ekonomi. Dijelaskan oleh Barbier et al. (1997), ada tiga jenis pendekatan penilaian sebuah ekosistem alam yaitu impact

analysis, partial analysis dan total valuation. Pendekatan impact analysis

dilakukan apabila nilai ekonomi ekosistem dilihat dari dampak yang mungkin timbul sebagai akibat dari aktivitas tertentu, misalnya akibat reklamasi pantai terhadap ekosistem pesisir. Pendekatan partial analysis dilakukan dengan menetapkan dua atau lebih alternatif pilihan pemanfaatan ekosistem. Sementara itu, pendekatan total valuation dilakukan untuk menduga total kontribusi ekonomi dari sebuah ekosistem tertentu kepada masyarakat.

Pada penelitian ini, pendekatan yang dilakukan adalah valuasi total (total

valuation). Untuk itu, data ekonomi sumberdaya terumbu karang yang diperoleh

dari masyarakat melalui kuesioner sebagai data primer dan data sekunder yang didapatkan dari instansi terkait akan dianalisis untuk menentukan nilai manfaat langsung (direct use value-DUV) dan nilai manfaat tidak langsung (indirect use

value-IUV) yang merupakan bagian dari total nilai ekonomi (total economic value).

Nilai manfaat langsung (DUV) terumbu karang di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus merupakan hasil penjumlahan dari manfaat langsung hasil karang (MLH), manfaat langsung hasil perikanan (MLP) dan manfaat langsung wisata. Nilai manfaat langsung dihitung sebagai berikut:

1 n i i MLH H  

……...………...…...(6)

MLH adalah manfaat langsung hasil karang dan Hi adalah jenis hasil karang ke-i (i=1,2,3, ... n) yaitu bahan bangunan, kapur dan seterusnya.

(12)

...………....…...………...(7)

MLP adalah manfaat langsung perikanan dan Pi adalah jenis perikanan ke-i (i=1,2,3,4, ... n) yaitu ikan, kepiting, udang, kerang, dan seterusnya.

...….…………..……….…...(8)

MLW adalah manfaat langsung sebagai daerah wisata dan Wi adalah jenis wisata ke-i (i=1,2,3, ... n) yaitu estetika, lindungan flora, lindungan fauna, dan seterusnya. Semua nilai tersebut diestimasi setara dengan nilai rupiah yang diperoleh dari responden, pejabat dan wisatawan.

Nilai manfaat tidak langsung (IUV) dihitung dengan analisis berikut: (a) Analisis Fungsi Biologis

Fungsi ekosistem terumbu karang diantaranya adalah sebagai tempat pembesaran, pemijahan dan mencari makan ikan, moluska, krustacea serta organisme lain. Nilai fungsi biologis ini didekati dengan jumlah hasil tangkapan ikan di ekosistem terumbu karang tersebut dikurangi biaya investasi dan operasional (asumsi fungsi ini tersebar secara merata).

Terumbu karang sebagai tempat kehidupan ikan, nilai ekonominya dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

...(9)

Vn adalah nilai terumbu karang sebagai tempat kehidupan ikan, β adalah koefisien terumbu karang yang utuh, Lt adalah luas terumbu karang total, dan Un adalah nilai rente ekonomi terumbu karang.

(b) Analisis Fungsi Fisik

Fungsi fisik ekosistem terumbu karang sebagai pelindung pantai dari gelombang laut didekat dengan menghitung biaya pembuatan beton yang setara dengan fungsi terumbu karang sebagai penangkal gelombang (Turmudi et al. 2005). Nilai ini dihitung dengan persamaan berikut:

...(10) 1 n i i MLP P  

(13)

NF adalah nilai fungsi fisik (Rp/Ha/th), Pg adalah ukuran pemecah gelombang (m3), Dt adalah daya tahan (th), Gp adalah panjang garis pantai (m), dan B adalah biaya standard beton (Rp/ m3)

3.3.4 Analisis Sosial Sumberdaya Terumbu Karang

Parameter fisik, sosial dan lingkungan yang diamati, yaitu aksesbilitas menuju lokasi penelitian, kesehatan, keamanan lingkungan, jarak dengan pusat-pusat pengembangan lainnya, respon masyarakat dan keadaan sosial-budaya masyarakat. Data sosial dan budaya masyarakat setempat, diperoleh dengan cara melakukan wawancara dan penyebaran kuesioner secara terstruktur untuk mendapatkan data persepsi (kesiapan, keinginan, dan partisipasi) masyarakat dalam pengelolaan ekosistem sumberdaya terumbu karang.

Analisis aspek sosial dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh sosial dari upaya pengembangan, sehingga diharapkan dengan program pengembangan yang akan dilaksanakan akan tercapai pemerataan kesejahteraan bagi semua pengguna (stakeholder) yang terlibat dalam kegiatan pengembangan dan peningkatan ekonomi serta kelestarian ekosistem sumberdaya terumbu karang di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus. Untuk itu pendekatan yang diukur yaitu: tenaga kerja yang dapat diserap (pekerjaan), pendapatan per orang per tahun, tingkat pendidikan, lama tinggal dan umur tenaga kerja serta variabel-variabel lain yang berperan dalam menentukan pelestarian ekosistem terumbu karang dengan pendekatan partisipasi.

Selanjutnya dari data diatas ingin diketahui bagaimana informasi atau variabel penting mana yang bisa menjelaskan partisipasi masyarakat terhadap pengembangan ekosistem terumbu karang di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus dan memahami hubungan antar variabel tersebut digunakan pada analisis MDS (Multi Dimensional Scaling).

3.3.5 Analisis Model Optimasi

Selanjutnya untuk mengoptimalkan fungsi ekologi terumbu karang secara spasial (pemijahan, pembesaran dan mencari makan) digunakan pendekatan metode analisis regresi berganda (Sokal and Rohlf 1981). Model optimasi dengan analisis regresi berganda mengikuti persamaan berikut :

(14)

...(11)

Y adalah variabel terikat yaitu parameter ikan karang, β0 adalah intersep, β1,2,3 adalah koefisien regresi, dan X adalah variabel bebas yaitu komponen bentik penyusun terumbu karang.

Komponen bentik penyusun terumbu karang yang digunakan pada analisis ini diperoleh dari hasil analisis komponen utama (PCA). Sehingga hasil analisis ini akan menunjukkan komponen bentik penyusun terumbu karang yang memberikan kontribusi terbesar terhadap kelimpahan ikan target pada masing-masing lokasi. Dengan demikian, dalam tindakan-tindakan untuk mengoptimasi fungsi ekologi terumbu karang secara spasial (pemijahan, pembesaran dan mencari makan) mengutamakan peningkatan persentase tutupan dari komponen bentik penyusun terumbu karang yang memberikan kontribusi terbesar pada setiap lokasi.

Untuk mengoptimalkan fungsi ekonomi terumbu karang sebagai penyedia sumberdaya ikan target dilakukan melalui pendekatan metode produksi surplus. Dengan berbasis fakta bahwa sumberdaya ikan target memiliki keterkaitan dengan tutupan karang (Tt), maka perubahan stok ikan (xt) dalam waktu tertentu diberikan sebagai (modifikasi dari Adrianto 2010):

(

) − (

)

...(12)

Dari model di atas dapat dilihat bahwa net expansions dari perikanan ikan target tergantung dari produktivitas biologis [F(Xt,Tt)] dan pemanfaatan bersih dari sumberdaya [h(Xt,Et)]. Fungsi biologis di sini terkait dengan tutupan karang yang berkondisi baik sebagai tempat pemijahan, pembesaran dan mencari makan bagi ikan. Sehingga dampak tutupan karang yang berkondisi baik terhadap fungsi ini adalah positif atau FT > 0.

Sebagai langkah awal dalam mengoptimalisasi stok ikan target adalah menentukan tangkapan dan upaya lestari dengan menggunakan metode surplus produksi sebagai berikut :

(15)

( )

adalah fungsi pertumbuhan stok ikan, x adalah stok ikan, r adalah

laju perubahan intrinsik ikan, dan K adalah kapasitas daya dukung.

Aktifitas penangkapan ikan di terumbu karang diasumsikan punya hubungan yang linier antara produksi dan upaya menggunakan konvensi Gordon-Schaefer yang dinyatakan dengan fungsi:

.

...(14)

h adalah produksi, x adalah stok ikan, E adalah upaya, dan q adalah koefisien daya

tangkap (catchability coefficient)

Jika persamaan (14) disubsitusikan ke persamaan (12) maka akan menghasilkan :

[ ( (

) −

) −

]

...(15)

r dan K dipengaruhi secara positif oleh tutupan karang (T), sehingga K memiliki

nilai positif atau K > 0

Dengan tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan di mana ekspansi effort untuk periode tertentu adalah tergantung dari profit (p) pemanfaatan sumberdaya maka model effort expansions-nya diberikan sebagai :

[ (

) −

]

...(16)

p adalah harga ikan per unit produksi, c adalah biaya riil, dan Ø adalah koefisien

penyesuaian (adjusment coeficient), Ø > 0.

Pada kondisi open access equilibrium (steady state) yang dipengaruhi oleh kondisi perubahan area tutupan karang dapat ditentukan dengan asumsi bahwa tingkat upaya tangkap dan area tutupan karang dalam kondisi equilibrium, sehingga persamaan 15 dan 16 dapat dipecahkan untuk tingkat steady state stok ikan (x) dan upaya tangkap (E) yaitu :

...

...(17)

( ( ) )...(18) Dengan demikian secara empiris kondisi ini bisa dianalisis dengan mengestimasi parameter bioekonomi (α, r, q) dan parameter harga dan biaya (p dan c).

(16)

Substitusi persamaan 14 ke dalam persamaan 18 menghasilkan:

( ) −

...(19) dimana persamaan di atas dapat diestimasi dengan menggunakan suatu urutan data (time series data) dari produksi (harvest), upaya (effort) dan tutupan karang. Karena b1 = αq dan b2 = -q2/r maka estimasi model pada persamaan (19) dapat ditulis :

...(20) Dari data dan analisis yang dilakukan, penelitian ini mengestimasi produksi optimal ikan target (optimal production of target fish-Qt), Luasan optimal tutupan karang (optimal coral covered area-Tt), pendapatan optimal (optimal revenues-Rt) dan upaya optimal (optimal effort-Et).

3.3.6 Analisis Keberlanjutan Pemanfaatan Terumbu Karang

Keberlanjutan pembangunan (sustainable development), dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan perikanan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Plante et al. (2009) menyatakan bahwa untuk tujuan memupuk kemampuan adaptif dan menciptakan kesempatan, keberlanjutan dapat pula diartikan sebagai kapasitas untuk menimbulkan, menguji, dan memelihara kemampuan adaptif. Meskipun terbatas pada kapasitas sumber daya pesisir (perikanan) dan pemanfaatannya.

Keberlanjutan kegiatan perikanan pesisir, pada dasarnya mencakup keseluruhan elemen sistem perikanan. Charles (2001) mengemukakan bahwa keberhasilan menggapai keberlanjutan perikanan berkaitan erat dengan adopsi secara memadai atas konsepsi tentang perikanan sebagai suatu sistem dari interaksi antar komponen-komponen ekologi, biofisik, ekonomi, sosial, dan budaya. Sedangkan FAO (1999) sudah mengadopsi definisi tentang pembangunan berkelanjutan dalam lima elemen utama, yaitu: sumber daya alam, lingkungan, kebutuhan manusia (ekonomi dan sosial), teknologi, dan institusi. Sumber daya

(17)

alam dan lingkungan adalah dua elemen untuk dilindungi, sedangkan elemen lainnya dipenuhi, diawasi dan berlangsung sesuai dengan proses pengelolaan FAO (2005).

Secara singkat, keberlanjutan ekologi berkenaan dengan jaminan kelestarian sumber daya pesisir yang dieksplotasi. Selanjutnya menurut Charles (2001), keberlanjutan ekologi mencakup juga pemeliharaan basis sumber daya dan spesies terkait serta mempertahankan kelenturan dan kesehatan menyeluruh dari ekosistemnya. Sementara keberlanjutan sosio-ekonomi difokuskan pada tingkat makro, seperti mempertahankan dalam jangka panjang kesejahteraan sosio-ekonomi pelaku perikanan termasuk distribusi keuntungan secara wajar. Keberlanjutan komunitas (sosial-budaya) dapat ditandai pada komunitas sebagai sistem insani yang bernilai lebih dari sekedar kumpulan individu-individu. Penekanannya pada pemeliharaan secara kelompok untuk kesejahteraan dan kesehatannya dalam jangka panjang. Selain itu, pemeliharaan sistem penopang kehidupan merupakan prasyarat keberlanjutan sosial (Buanes et al. 2005).

Menurut Zagonari (2008) dan Williams et al. (2008), keberlanjutan perikanan untuk semua dimensinya, dievaluasi untuk mengetahui statusnya pada suatu periode waktu tertentu. Selanjutnya berdasarkan statusnya, pengambilan keputusan untuk mempertahankan dan/atau mengembangkan status dimaksud dapat secara objektif dilakukan. Dalam hal pengembangan status keberlanjutan, tentu saja, fokusnya pada perbaikan keadaan dari atribut-atribut keberlanjutan perikanan.

Multidimensional scaling merupakan salah satu analisis statistika

multivariabel (multivariate) yang berkaitan dengan permasalahan bahwa untuk sejumlah asosiasi, dalam hal ini jarak euclidean (euclidean distance squared) yang diamati antara setiap pasang n obyek (titik posisi) dalam multidimensi (sumbu), akan dicari sebuah wakil asosiasi dari setiap pasang obyek tersebut dalam dimensi yang diperkecil sedemikian sehingga dugaan wakil asosiasi obyek-obyek ini (proximities) hampir sama dengan asosiasi awal. Keterwakilan asosiasi tersebut dinilai baik jika jarak relatif (susunan peringkat jarak antar dua obyek dari yang terbesar hingga yang terkecil) dapat dipertahankan walaupun dimensi (sumbu) telah diperkecil dari banyak menjadi dua saja. Proses proximitying (reduksi

(18)

dimensi) pada prinsipnya merupakan analisis faktor (factor analysis) dimana dimensi akhir yang diperkecil tersebut merupakan kombinasi linier (linear

combination) dari dimensi (variabel) awal (Susilo 2005).

Pada proses reduksi dimensi (proximitying) jarak absolut antar obyek akan berubah, oleh karena itu jarak ini dihitung kembali dan pada tahap selanjutnya disusun kembali peringkat jarak antar obyek sehingga didapatkan peringkat jarak antar obyek dalam dua dimensi. Output pada tahapan selanjutnya adalah nilai “stress:” yang merupakan penyimpangan karakteristik jarak (peringkat jarak) setelah reduksi dimensi dibandingkan dengan sebelum reduksi dilakukan. “stress” merupakan % penyimpangan dari karakteristik awal. Makin kecil nilai stress berarti makin besar representasi jarak dapat dipertahankan pada analisis

proximitying dalam ruang yang diperkecil atau hasil analisis makin dapat

dipercaya. Susilo (2005) menyatakan bahwa untuk dapat menerima hasil analisis multidimensional scaling kriteria stress <25%. Nilai stress akan sangat dipengaruhi oleh jumlah variabel (dimensi awal), jumlah obyek yang diteliti, dan dimensi akhir yang dibuat. Makin sedikit dimensi awal, makin banyak obyek yang diteliti, dan makin besar dimensi akhir yang dibuat, nilai stress akan semakin kecil.

Dimensi dan atribut yang digunakan dalam menentukan keberlanjutan pemanfaatan terumbu karang meliputi dimensi ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan teknologi seperti terlihat pada Tebel 7, 8, 9, 10 dan 11.

Tabel 7 Dimensi dan atribut ekologi untuk penilaian keberlanjutan ekosistem terumbu karang

No Atribut Skor Keterangan

1 Persentase

penutupan karang

0;1;2;3 0-24% (0); 25-49% (1); 50-74% (2); >74% (3) (Yap & Gomez 1984) 2 Keanekaragaman

ikan karang

0;1;2 Kecil (0), Sedang (1), Tinggi (2)

3 Substrat 0;1;2 Pasir (0); Karang Mati (1); CaCO3

(2) (Sukarno et al. 1981)

4 Salinitas 0;1;2;3 < 25o/oo (0); 25-28o/oo (1); 29-32o/oo

(2); >32o/oo (3) (Nybakken 1988)

5 Sedimentasi 0;1;2 Tinggi/>5 NTU (0), sedang/3-5 NTU (1), rendah/0-2 NTU (2)

6 Tingkat eksploitasi ikan karang

0;1;2;3 Kurang (0); Tinggi (1); Lebih tangkap (2); collapsed (3)

(19)

Tabel 8 Dimensi dan atribut ekonomi untuk penilaian keberlanjutan ekosistem terumbu karang

No Atribut Skor Keterangan

1 Keuntungan (profit) 0;1;2 Sangat merugikan (0); rugi (1); menguntungkan (2); (Rapfish 2005) 2 Rata-rata

penghasilan relatif terhadap UMR

0;1;2 Di bawah (0); mendekati/sama (1); lebih tinggi (2) (Rapfish 2005)

3 Ketergantungan pada sumberdaya sebagai sumber nafkah

0;1;2 Sangat tergantung (0); sedikit (1); tidak tergantung (2) (Nikijuluw 2002)

4 Waktu yg digunakan untuk pemanfaatan terumbu karang

0;1;2 Tidak (0); paruh waktu (1); penuh waktu (2): (Rapfish 2005)

5 Pemandu wisata 0;1;2 Tidak ada (0); 5-10 orang (l); >10 orang (2)

6 Wisatawan lokal 0;1;2 Tidak ada (0); <100 orang/bulan (1); >100 orang/bulan (2)

7 Wisatawan mancanegara

0;1;2 Tidak ada (0); <100 orang/tahun (1); >100 orang/tahun (2)

8 Jumlah obyek wisata 0;1;2 Tidak ada (0); 1-2 (1); >2 (2) 9 Lama tinggal

wisatawan

0;1;2 1-3 hari (0); 4-6 hari (1); >6 hari (2)

Tabel 9 Dimensi dan atribut sosial untuk penilaian keberlanjutan ekosistem terumbu karang

No Atribut Skor Keterangan

1 Partisipasi keluarga 0;1;2 Tidak ada (0); 1-2 (1); 3-4 orang (2) (Rapfish 2005)

2 Peran partisipasi 0;1;2 Netral (0); negatif (1);positif (2) (Susilo 2005) 3 Jumlah lokasi potensi konflik pemanfaatan 0;1;2 Tidak ada (0); 1-2 (1); >2 (2) (Nikijuluw 2002)

4 Tingkat pendidikan 0;1;2;3 Tidak tamat SD (0); tamat SD-SMP (1); tamat SMA (2); S0-S1 (3) 5 Pertumbuhan pekerja eksploitasi 10 thn akhir 0;1;2;3 10% (0), 10-20% (1), 20-30% (2); >30% (3) (Rapfish 2005) 6 Upaya perbaikan ekosistem terumbu karang

0;1;2;3 tidak ada (0); 1-3/tahun (1); 4-6/tahun (2); >4-6/tahun (3) (Susilo 2005)

7 Zonasi peruntukan lahan

0;1;2 Tidak ada (0); ada tapi dilanggar (1); ada dan ditaati (2) (Nikijuluw 2002)

(20)

Tabel 10 Dimensi dan atribut kelembagaan untuk penilaian keberlanjutan ekosistem terumbu karang

No Atribut Skor Keterangan

1 Ketersediaan peraturan pengelolaan sumberdaya secara formal

0;1 Tidak ada (0); Ada (1)

2 Tingkat kepatuhan Masyarakat terhadap peraturan

0;1;2 Patuh (0); sedang (1)

tidak patuh (2) (Nikijuluw 2002) 3 Mengendalikan pemanfaatan sumberdaya 0;1;2 Nelayan (0); pemerintah (1); swasta (2) (Nikijuluw 2002) 4 Pemantauan, pengawasan dan pengendalian

0;1;2 Tidak ada (0) kadang-kadang (1) Ada (2) (Nikijuluw 2002)

5 Tokoh panutan 0;1;2 Tidak ada (0); <3 orang (l); >3 orang (2) (Nikijuluw 2002) 6 Penyuluhan hukum

lingkungan

0;1;2 Tidak pernah (0); <2/tahun (1); >2/tahun (2) (Nikijuluw 2002) 7 Koperasi 0;1 Tidak ada (0); Ada (1)

8 Tradisi/budaya 0;1 Tidak ada(0); Ada (1)

Tabel 11 Dimensi dan atribut teknologi untuk penilaian keberlanjutan ekosistem terumbu karang

No Atribut Skor Keterangan

1 Alat eksploitasi yang digunakan

0;1;2 Mayoritas pasif (0); seimbang (1); mayoritas aktif (2): (mengacu Rapfish 2005)

2 Ketersediaan alur atau akses

eksploitasi

0;1;2 Tidak ada (0); sedikit (1); banyak

3 Tipe alat pengangkut 0;1;2 Tidak ada (0); rakit (1); perahu (2)

4 Teknologi

penanganan pasca panen

0;1;2 Tidak ada (0); sedikit (1); cukup lengkap (2) (Rapfish 2005)

5 Ekoteknologi pada kegiatan wisata

0;1;2 Sangat kurang (0); cukup (1); banyak (2)

6 Teknologi perahu 0;1;2 Tidak bermotor (0); katinting (1); perahu bermotor (2)

Gambar

Gambar 6  Peta lokasi penelitian  3.2  Metode Pengumpulan Data  3.2.1  Terumbu Karang
Tabel 3  Parameter lingkungan perairan yang diamati dan metode ukur  No  Parameter  Satuan  Metode  Peralatan  Ket
Gambar 8  Pengambilan data ikan karang dengan teknik sensus visual (English et  al. 1994)
Tabel 4    Tingkat kematangan gonad menurut Nikolsky
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari rumusan masalah tersebut penulis akan menggunakan teori-teori dukungan tentang kemandirian lembaga negara yakni berangkat dari asas supremasi konstitusi yang akan

Dari kenyataan diatas penulis memandang penelitian ini sangat perlu dilakukan dengan beberapa pertimbangan: Pertama, pendidikan karakter di sekolah atau madrasah

- PALING SEDIKIT 40% DARI JUMLAH KESELURUHAN SAHAM YANG DISETOR DICATATKAN DI BURSA EFEK DI INDONESIA, TIDAK TERMASUK SAHAM YANG DIBELI KEMBALI ATAU TREASURY STOCK DENGAN

Penetasan adalah perubahan intracapsular (tempat yang terbatas) ke fase kehidupan (tempat luas), hal.. ini penting dalam perubahan- perubahan morfologi hewan. Penetasan

Masalah yang dibahas dalam penulisan ini adalah cara memberikan warna kepada semua simpul-simpul yang ada, sedemikian rupa sehingga 2 simpul yang berdampingan

Dengan mengamati PowerPoint yang ditampilkan oleh guru dan menggali informasi dari berbagai sumber, siswa mampu menganalisis komoditas yang diekspor dan diimpor Indonesia

Sampel adalah sebagian wakil dari populasi yang diteliti oleh peneliti, karena sebagian maka jumlah sampel selalu lebih kecil daripada jumlah populasinya. Namun

Dan berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dalam skripsi yang mengambil judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN