Toolkit Pendekatan SKT
Pendekatan Stok Karbon
Tinggi: Mempraktikkan
Nihil Deforestasi
Versi 1.0 : Agustus 2015
“Mission statement related quote – the importance
of the HCS concept cannot be overstated, etc, etc,
Icatur susamet omnihilist re nos et in nos exces escid
mint vention seipicim hillab ipsum ut quis cam sitis
earum que omnis autemqui ut quam excea”
“Mission statement related quote – the importance
of the HCS concept cannot be overstated, etc, etc,
Icatur susamet omnihilist re nos et in nos exces escid
mint vention seipicim hillab ipsum ut quis cam sitis
earum que omnis autemqui ut quam excea”
Usulan sitiran:
HCS Approach Steering Group, Eds. (2015).
“The HCS Approach Toolkit.” Version 1.0.
Kuala Lumpur: HCS Approach Steering Group.
Anggota Kelompok Pengarah Pendekatan SKT
hingga tanggal 20 Maret 2015:
Agropalma
(Komite Eksekutif)Asia Pulp & Paper
(Komite Eksekutif)Cargill
Daemeter
Forest Heroes
Forest Peoples Programme
(Komite Eksekutif)Golden Agri-Resources
(Komite Eksekutif)Golden Veroleum (Liberia) Inc.
Greenpeace
(Komite Eksekutif)Musim Mas
National Wildlife Federation
New Britain Palm Oil Ltd.
Proforest
Rainforest Action Network
(Komite Eksekutif)Rainforest Alliance
TFT
(Komite Eksekutif)Unilever
(Komite Eksekutif)Union of Concerned Scientists
Wilmar International Ltd.
(Komite Eksekutif)WWF
((Komite Eksekutif)Hak Cipta © Komite Pengarah Pendekatan SKT, Maret 2015
Proyek ini memiliki izin berdasarkan Creative Commons Attribution- NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International License
Silakan mengunjungi laman berikut untuk melihat salinan izin.
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/
Laporan ini dapat digunakan, dicetak ulang atau didistribusikan secara keseluruhan atau sebagian dengan mencantumkan sumber. Laporan ini tidak diperbolehkan untuk dijual kembali atau digunakan untuk tujuan komersial apapun.
Versi 1.0 : Agustus 2015
GAMBARAN UMUM DOKUMEN
DAFTAR ISI
P2:
Pendahuluan
P4:
Singkatan dan Definisi
P6:
Bab 1:
Pendekatan Stok Karbon Tinggi dalam konteks dan kerangka Toolkit Pendekatan SKT
P11:
Bab 2:
Menghormati hak masyarakat atas tanah mereka dan atas Persetujuan atas
dasar informasi di awal tanpa paksaan dalam
Pendekatan Stok Karbon Tinggi
P28:
Bab 3:
Melakukan klasifikasi vegetasi awal melalui analisis citra
P54:
Bab 4:
Inventarisasi hutan dan estimasi stok karbon
P69:
Bab 5:
Konservasi Patch Hutan Ber-Stok Karbon Tinggi: Latar belakang dan prinsip
P77:
Bab 6:
Decision Tree Analisis Patch SKT
P93:
Bab 7:
Kesimpulan
P96:
Daftar Pustaka
Daftar Isi
Versi 1.0 : Agustus 2015
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN DARI KOMITE EKSEKUTIF KOMITE PENGARAH SKT
Pendahuluan
Telah ada kesepakatan umum global di antara berbagai
kalangan, seperti perusahaan, lembaga penelitian,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak
di bidang konservasi dan lingkungan, pemerintah, dan
masyarakat yang bergantung pada hutan, mengenai
perlunya menghentikan deforestasi di kawasan
tropis. Hutan tropis memiliki keanekaragaman
kehidupan tertinggi di Bumi dan memberikan
berbagai jasa yang dibutuhkan oleh penduduk Bumi.
Tanpa hutan tropis, maka manusia, bidang usaha,
dan planet Bumi tidak akan dapat bertahan.
Namun demikian, bagaimana cara perusahaan dan petani memastikan bahwa mereka tidak berkontribusi terhadap deforestasi hutan tropis melalui perkebunan baru untuk memproduksi pangan, bahan bakar, pakan dan serat yang kita perlukan seiring dengan peningkatan populasi penduduk? Bagaimana kita dapat membedakan lahan terdegradasi yang berpotensi sesuai untuk pengembangan perkebunan dan pertanian dengan kawasan hutan yang perlu dilindungi? Pendekatan yang ada saat ini, seperti misalnya proses Nilai Konservasi Tinggi (NKT), monitoring emisi gas rumah kaca, pemetaan
partisipatif dan menghormati hak masyarakat atas tanah dan memberikan atau tidak memberikan Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan - FPIC), memang dapat memperlambat deforestasi dan menjamin
keberlangsungan mata pencaharian masyarakat, tetapi pendekatan tersebut tidak berhasil menghentikan pembukaan hutan secara keseluruhan. Walaupun tetap dianggap penting, pendekatan yang ada tidak mencakup semua kawasan hutan alami yang perlu dilindungi sehingga tidak memberikan panduan yang memadai untuk penerapan komitmen kebijakan ‘Nihil Deforestasi’. Sangat penting pula untuk memiliki definisi praktis mengenai ‘hutan alami’ yang dapat dimanfaatkan oleh konsesi
Untuk menanggapi tantangan tersebut dan mengikuti komitmen ‘Nol Deforestasi’ yang tegas, maka Golden Agri-Resources (GAR) bekerja sama dengan Greenpeace dan TFT telah merintis metodologi yang disebut dengan Pendekatan Stok Karbon Tinggi untuk mengidentifikasi kawasan hutan alami. Mulai tahun 2010 hingga 2014 berbagai proses untuk menentukan kawasan hutan tropis potensial yang layak serta lahan terdegradasi telah diujicobakan di Indonesia dan Liberia dengan mengombinasikan perhitungan simpanan karbon, konservasi keanekaragaman hayati, serta hak dan mata
pencaharian masyarakat lokal. Pada bulan Agustus 2014, Komite Pengarah Pendekatan SKT dibentuk dari pemangku kepentingan yang berasal dari berbagai kalangan dibentuk mengawasi penyusunan metodologi dan penggunaannya di lapangan.
Untuk menstandarisasi dan membuat metodologi ini tersedia bagi praktisi yang memerlukannya, maka Komite Pengarah mempublikasikan metodologi SKT sebagai Versi Pertama dari Toolkit Pendekatan SKT agar dapat digunakan dalam uji coba lebih lanjut dan untuk keperluan konsultasi yang lebih luas. Kami akan secara berkala memberikan pembaharuan terhadap toolkit ini beserta bab-bab
baru mengenai cara melestarikan, merestorasi dan memonitor hutan SKT. Kami sangat menerima berbagai umpan balik bagi pendekatan ini serta masukan kepada Komite Pengarah mengenai penerapan pendekatan di berbagai kawasan tropis untuk memperkuat dan menyempurnakan metodologi ini. Komite Pengarah Pendekatan SKT sedang menyusun serangkaian syarat ‘Kontrol Kualitas’ bagi para pengguna dan dalam waktu bersamaan meminta praktisi Pendekatan SKT untuk menerapkan metodologi ini sebagaimana dijelaskan di dalam toolkit.
Bagi para pengguna Pendekatan SKT, sangat penting untuk mengingat bahwa pengidentifikasian hutan SKT hanyalah salah satu dari beberapa aspek kritis perencanaan pemanfaatan lahan pada lanskap hutan. Lahan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat lokal sehingga kawasan ber-Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan lahan gambut juga harus dilindungi. Selama proses SKT dan khususnya pada fase akhir metodologi, Pendekatan SKT ini terintegrasi dengan berbagai kategori pemanfaatan lahan tersebut. Maka dari itu, pendekatan ini mengandalkan adanya kajian NKT, pemetaan partisipatif, penghormatan terhadap hak-hak adat dan adanya FPIC pada rencana kawasan konservasi yang diusulkan, yang dilakukan dengan sangat baik.
Sebagai penutup, kami berterima kasih kepada para penulis dan pengulas yang telah berkontribusi dalam penyusunan toolkit ini dan semua pihak yang telah berbagi mengenai visi kami tentang Pendekatan SKT dan kontribusinya untuk mengakhiri deforestasi.
Marcus Colchester
Forest Peoples Programme
Aida Greenbury
Asia Pulp and Paper
Peter Heng Golden Agri-Resources Scott Poynton TFT Grant Rosoman Greenpeace
Komite Editorial Toolkit SKT mewakili Komite Pengarah Pendekatan SKT
“Bagaimana kita dapat membedakan lahan
terdegradasi yang berpotensi cocok untuk
mendirikan perkebunan dan pertanian dengan
kawasan hutan yang perlu dilindungi?”
Versi 1.0 : Agustus 2015
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN DARI KOMITE EKSEKUTIF KOMITE PENGARAH SKT
Pendekatan Stok Karbon Tinggi: Pendekatan
praktis menuju ‘Nihil Deforestasi’
Disusun oleh Peter Heng (Golden
Agri-Resources), Scott Poynton (TFT)
dan Grant Rosoman (Greenpeace)
‘Nihil Deforestasi’ merupakan seruan bagi konsumen
di seluruh dunia yang memiliki kepedulian. Para
konsumen tersebut muak dengan gambar mengenai
masyarakat terusir dari tanah mereka sendiri dan
orang utan diselamatkan dari fragmen-fragmen hutan
yang kecil di antara lahan luas yang dibuka demi
perkebunan industri terbaru. Namun demikian,
untuk mempraktikkan ‘Nihil Deforestasi’ beberapa
pertanyaan kompleks berikut ini perlu untuk dijawab:
• Apa yang sebenarnya mencirikan suatu hutan? Saat ini sebagian besar lanskap hutan tropis tidak secara keseluruhan berupa tutupan hutan, tetapi memiliki campuran vegetasi yang dinamis, mulai dari padang rumput hingga belukar sampai hutan regenerasi hingga hutan dengan kerapatan dan tajuk yang tinggi. Dimana letak garis yang membedakan ‘hutan’ dan ‘bukan hutan’ dengan segala definisi internasional yang tidak praktis mengenai hutan? • Atribut dan syarat apa saja yang dapat memungkinkan suatu hutan tropis
untuk memelihara dan memulihkan fungsinya sebagai suatu hutan? Apakah ukuran suatu patch atau petak hutan penting untuk keberlangsungannya? • Dapatkah kita merancang mosaik hutan yang sehat pada kawasan yang aktif
secara ekonomi yang memelihara cadangan karbon dan keanekaragaman hayati dan mengintegrasikannya dengan alat konservasi yang lain? Haruskah Areal dengan nilai karbon rendah dan patch keanekaragaman hayati ‘dikorbankan’ demi pembangunan untuk memrioritaskan konservasi patch hutan yang terhubung dengan baik dan berukuran lebih besar? Bagaimana cara untuk mempertimbangkan jumlah hutan yang tersisa pada suatu lanskap? • Bagaimana hak dan kebutuhan masyarakat lokal ditanggapi pada saat proses penghentian deforestasi? Dukungan dan keterlibatan masyarakat lokal pada tingkat mana yang diperlukan untuk mencapai konservasi hutan dalam jangka panjang dan jangka pendek? Apa peran pemerintah dalam pencapaian ‘Nihil Deforestasi’?
Pendekatan SKT merupakan suatu upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Jika dibandingkan dengan kajian karbon, pendekatan SKT merupakan alat yang lebih pragmatis bagi perencanaan penggunaan lahan yang menyediakan metodologi untuk menerapkan konsep ‘Nihil Deforestasi’ di konsesi aktif yang direncanakan akan dibangun di negara-negara tropis. Pendekatan ini bertujuan untuk menghormati hak adat dan memenuhi kebutuhan masyarakat serta secara bersamaan mempertimbangkan realitas operasi perusahaan. Singkatnya, pendekatan ini menawarkan suatu pergeseran paradigma untuk menyertakan konservasi hutan sebagai dasar bagi ekspansi pertanian apapun pada lanskap hutan tropis.
Penyusunan Pendekatan SKT ini dimulai pada akhir tahun 2010 oleh Golden Agri-Resources (GAR), TFT dan Greenpeace pada saat penyusunan Kebijakan GAR mengenai Konservasi Hutan. Kegiatan penyusunan ini melewati berbagai tantangan untuk mendefinisikan ‘hutan’ dan untuk mencapai konservasi hutan-hutan tersebut dalam jangka panjang sebagaimana dijelaskan di atas. Karena pendekatan ini telah diuji coba di beberapa konsesi kelapa sawit yang berkaitan dengan GAR di Kalimantan Barat (Indonesia) dan Liberia serta melalui kajian SKT di perusahaan-perusahaan lain di berbagai wilayah Indonesia dan Papua Nugini. Dua fase dari pendekatan ini telah mendapatkan ulasan terpisah dari para ahli dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan untuk menyusun metodologi yang dijelaskan dalam toolkit ini.
Pada tahun 2014, berbagai perusahaan di sektor kelapa minyak sawit dan pulp dan kertas serta perusahaan penghasil barang konsumsi kunci, berkomitmen untuk menggunakan Pendekatan SKT dalam penerapan ikrar ‘Nihil Deforestasi’-nya masing-masing. Ikrar dari berbagai pihak tersebut sangat memberikan dorongan dan desakan untuk penyelesaian toolkit versi pertama bagi para praktisi yang ingin membangun perkebunan secara bertanggung jawab di lanskap hutan tropis. Walaupun umpan balik dari penerapan pendekatan yang telah dilakukan akan meningkatkan kualitas metodologi ini, kami percaya bahwa Pendekatan SKT ini sudah merupakan suatu alat praktis yang dapat digunakan bagi produk apapun dan di negara manapun yang memiliki iklim tropis untuk menanggapi kebutuhan atas perlindungan hutan di dalam pembangunan pertanian. Kami mengharapkan adanya pembelajaran dari kajian SKT di kawasan-kawasan baru sebagaimana kita memulai perjalanan ‘Nihil Deforestasi’ ini secara bersama-sama.
“Pendekatan SKT ini sudah merupakan suatu
alat praktis yang dapat digunakan untuk
produk apapun dan di negara manapun
yang memiliki iklim tropis lembab untuk
menanggapi kebutuhan atas perlindungan
hutan di dalam pembangunan pertanian”
Versi 1.0 : Agustus 2015
SUATU TOOLKIT BAGI PELAKSANA SKT
SINGKATAN DAN DEFINISI
Singkatan dan definisi
ISTILAH SINGKATAN DEFINISI
Diameter Setinggi Dada DBH Diameter pohon yang biasanya diukur pada ketinggian
1,3 m di atas permukaan tanah (lihat Bab 4)
Kajian Dampak Lingkungan KDLS
dan Sosial
Free, Prior and Informed FPIC Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan.
Consent Prinsip yang mengatur bahwa masyarakat memiliki
hak untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuannya atas proyek yang diusulkan yang dapat memberikan dampak terhadap tanah yang masyarakat tersebut miliki, duduki atau gunakan secara adat atau cara lainnya. (Sumber: FPP)
Geographic Information System GIS Sistem Informasi Geografis. Sistem komputer yang
mampu menyusun, menyimpan dan menampilkan informasi yang diidentifikasi berdasarkan lokasinya di muka bumi (Dari USGS)
Global Positioning System GPS Sistem Pemosisi Global. Sistem yang menggunakan
sinyal dari satelit untuk memberikan informasi mengenai keberadaan Anda serta menunjukkan arah untuk menuju lokasi lain (Dari Webster.com)
Stok Karbon Tinggi SKT Hutan SKT adalah hutan yang teridentifikasi melalui
Pendekatan SKT sebagai kawasan berhutan dengan prioritas untuk dilindungi dari konversi
Nilai Konservasi Tinggi NKT Nilai Konservasi Tinggi (NKT) adalah nilai atau atribut
biologis, ekologis, sosial atau budaya yang berkaitan dengan ekosistem alam atau yang dikelola secara tradisional, yang dianggap memiliki signifikansi luar biasa atau peranan yang sangat penting pada tingkat nasional, regional atau global. Kawasan pengelolaan NKT merupakan kawasan penting dalam lanskap yang perlu untuk dikelola secara baik untuk memelihara atau meningkatkan satu NKT atau lebih. Kawasan yang memiliki atribut demikian meliputi NKT 1: Kawasan yang memiliki konsentrasi nilai keanekaragaman hayati yang signifikan secara global, regional atau nasional (seperti contohnya endemisme, spesies terancam punah, refugia). NKT 2: Lanskap yang signifikan secara global, regional atau nasional di mana populasi yang layak dari sebagian besar atau seluruh spesies memiliki pola persebaran dan kelimpahan alami. NKT 3: Kawasan yang berada di dalam atau memiliki ekosistem langka, terancam atau terancam punah. NKT 4: Kawasan yang menyediakan jasa lingkungan mendasar pada situasi penting (seperti contohnya perlindungan daerah tangkapan air, kontrol erosi). NKT 5: Kawasan yang fundamental dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (seperti misalnya subsisten, kesehatan)
Versi 1.0 : Agustus 2015
SUATU TOOLKIT BAGI PELAKSANA SKT
SINGKATAN DAN DEFINISI
ISTILAH SINGKATAN DEFINISI
NKT 6: Kawasan yang penting bagi identitas budaya tradisional masyarakat lokal (wilayah yang signifikan secara budaya, ekologis, ekonomi atau religi yang teridentifikasi melalui kerjasama dengan masyarakat lokal terkait (Sumber: HCV Network)
Hutan Kerapatan Tinggi HK3 Salah satu kelas vegetasi SKT
Lanskap tutupan hutan tinggi Lanskap dengan tutupan hutan alami lebih dari 80%
International Union for the IUCN
Conservation of Nature
Lanskap Mosaik geografis yang terdiri dari berbagai ekosistem
yang berinteraksi sebagai akibat dari pengaruh interaksi geologis, topografis, tanah, iklim, biotik dan manusia di kawasan tersebut (Sumber: IUCN)
Hutan Kerapatan Rendah HK1 Salah satu kelas vegetasi SKT
Lanskap Tutupan Hutan Rendah Lanskap dengan tutupan hutan alami kurang dari 30%
Hutan Kerapatan Menengah HK2 Salah satu kelas vegetasi SKT
Lanskap Tutupan Hutan Lanskap dengan tutupan hutan alami antara 30
Menengah hingga 80%
Hasil Hutan Non-Kayu HHNK Produk atau jasa apapun selain kayu yang dihasilkan di
dalam hutan. HHNK meliputi buah dan kacang-kacangan, sayuran, ikan dan satwa buru, tumbuhan obat, resin, ekstrak dan berbagai jenis kulit kayu dan serat seperti misalnya bambu, rotan dan berbagai tumbuhan palem serta rumput-rumputan (Sumber: CIFOR)
Pengurangan Emisi dari REDD+ Suatu kerangka kerja yang sedang disusun oleh PBB di
Deforestasi dan Degradasi mana melalui kerangka kerja tersebut negara-negara
(PBB-REDD+) berkembang diberi penghargaan secara finansial atas
(a) Pengurangan emisi dari deforestasi; (b) Pengurangan emisi dari degradasi hutan; (c) Konservasi stok karbon hutan; (d) Pengelolaan hutan secara berkelanjutan; dan/ atau (e) Peningkatan stok karbon hutan (Dari the REDD Desk, 2015)
Roundtable on Sustainable Palm Oil RSPO
Area yang dialokasikan agar tidak Sebidang lahan di dalam konsesi swasta atau lahan
dipakai untuk aktifitas apapun pertanian yang tidak akan ditanami tanaman komersial
(set-aside)
Versi 1.0 : Agustus 2015
BAB 1
STOK KARBON TINGGI DALAM KONTEKS DAN GARIS BESAR PENDEKATAN SKT
Oleh Charlotte Opal, TFT
DAFTAR ISI BAB
P7:
Pendahuluan
P8:
Pendekatan SKT dalam konteks
P9:
Gambaran umum Pendekatan SKT dan Toolkit Pendekatan SKT
P10:
Tindak lanjut dari Toolkit Pendekatan SKT
Stok Karbon Tinggi
dalam konteks dan garis
besar Pendekatan SKT
KLASIFIKASI SKT
Versi 1.0 : Agustus 2015
BAB 1
STOK KARBON TINGGI DALAM KONTEKS DAN GARIS BESAR PENDEKATAN SKT
Maka dari itu, diperlukan suatu metodologi yang praktis, kuat secara ilmiah dan hemat biaya yang dapat membedakan kawasan hutan yang layak dengan kawasan yang terdegradasi dan memiliki karbon dan nilai keanekaragaman hayati yang lebih rendah. Pendekatan Stok Karbon Tinggi (SKT) ini merupakan metodologi praktis pertama yang telah diuji dan dikembangkan di berbagai konsesi aktif di Asia dan Afrika dengan masukan dari berbagai pemangku kepentingan. Pendekatan ini merupakan alat yang relatif sederhana sehingga perusahaan perkebunan dapat menggunakannya untuk melakukan pembangunan baru yang dalam waktu bersamaan dapat menjamin bahwa hutan dilindungi dari konversi.
Secara lebih luas Pendekatan SKT ini melakukan stratifikasi vegetasi yang terdapat pada suatu hamparan menjadi beberapa kelas. Setiap kelas vegetasi divalidasi melalui kalibrasi dengan estimasi stok karbon pada biomasa pepohonan di atas tanah. Diagram berikut ini menunjukkan empat kelas hutan SKT. Ambang batas bagi hutan SKT potensial berada di antara kelas Hutan Regenerasi Muda (HRM) dan Belukar (B).
Toolkit Pendekatan SKT ini akan memberikan panduan para praktisi melalui berbagai tahap pengidentifikasian hutan SKT, yaitu mulai dari stratifikasi awal terhadap vegetasi melalui citra satelit dan plot lapangan, melalui proses Decision Tree untuk mengkaji nilai konservasi patch hutan SKT pada lanskap dan memastikan hak dan mata pencaharian masyarakat dihormati, hingga proses pembuatan peta final mengenai konservasi dan pemanfaatan lahan. Bab ini menggambarkan secara singkat proses SKT dan garis besar toolkit ini, yang diawali dengan gambaran umum Pendekatan SKT dalam konteks yang lebih luas.
Dalam lima tahun terakhir, banyak perusahaan
terkemuka di bidang industri kedelai, minyak
sawit, pulp dan kertas, dan daging sapi setuju untuk
menghapus deforestasi dari kegiatan dan rantai
pasoknya. Sebagian besar bahkan telah setuju untuk
melindungi kawasan ber-Nilai Konservasi Tinggi
(kawasan NKT). Akan tetapi, banyak hutan sekunder
yang berfungsi sebagai penyimpan karbon esensial,
habitat bagi keanekaragaman hayati, dan penyedia
hasil hutan bagi masyarakat lokal yang tidak dianggap
sebagai kawasan NKT. Terdapat beberapa definisi yang
lebih luas mengenai ‘hutan’, tetapi definisi tersebut
tidak cukup praktis untuk dapat mengimplementasikan
komitmen perusahaan terhadap ‘Nihil Deforestasi’ di
kawasan tropis.
Pendahuluan
“Diperlukan suatu metodologi yang praktis,
kuat secara ilmiah dan hemat biaya yang
dapat membedakan kawasan hutan yang
layak dengan kawasan yang terdegradasi dan
memiliki karbon dan nilai keanekaragaman
hayati yang lebih rendah”
TAHAPAN-TAHAPAN DALAM PROSES
Versi 1.0 : Agustus 2015
BAB 1
STOK KARBON TINGGI DALAM KONTEKS DAN GARIS BESAR PENDEKATAN SKT
Konteks penerapan pendekatan SKT
Pertama, penting untuk dicatat bahwa metodologi SKT ini dirancang untuk penggunaan di lanskap dan mosaik hutan terfragmentasi di kawasan tropis lembab. Metodologi ini nantinya dapat diadaptasi untuk jenis vegetasi lain
seperti sabana tropis atau hutan iklim atau boreal, tetapi pengulangan pertama ini dikembangkan untuk mengidentifikasi kawasan hutan alami di kawasan tropis lembab, dan toolkit ini akan menjelaskan bagaimana penggunaannya dalam konteks tersebut.
Kedua, walaupun konsep hutan ber-Stok Karbon Tinggi memiliki kata ‘karbon’ pada judulnya, konsep tersebut tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat ukur simpanan karbon ataupun berbagai jenis jejak atau penghitungan
karbon lainnya. Terdapat berbagai alasan lain mengapa hutan harus dilindungi, bukan hanya karena hutan merupakan simpanan karbon yang sangat penting. Dalam Pendekatan SKT ini, estimasi kandungan karbon dalam vegetasi digunakan untuk membantu membedakan berbagai jenis vegetasi: secara umum semakin tinggi kandungan karbon mengindikasikan vegetasi yang lebih rapat dan struktur yang lebih kompleks. Maka dari itu, Pendekatan SKT ini hanya menggunakan pendugaan biomasa di atas tanah pada pohon dengan DBH lebih dari atau sama dengan 5 cm. Biomassa di atas tanah lainnya dan karbon di bawah tanah lainnya diperhitungkan. (Namun, tanah berkarbon tinggi seperti gambut dipertimbangkan dalam pendekatan ini dengan dimasukkan ke dalam kawasan yang akan dilindungi dan dikonservasi pada tahap final perencanaan pemanfaatan lahan yang terintegari.
Ketiga, Pendekatan SKT ini memang berdasarkan hasil interpretasi dan analisis GIS dan penginderaan jarak jauh, ilmu kehutanan dan konservasi, tetapi metodologi untuk menentukan hutan SKT dirancang untuk mempertimbangkan perbedaan tipe dan kondisi hutan setempat. Hal
ini berarti bahwa walaupun metodologi yang sama digunakan untuk mengidentifikasi hutan SKT di setiap negara dan peraturan yang dijelaskan di dalam toolkit ini diterapkan secara konsisten, hasil setiap kajian dapat berbeda-beda tergantung pada konteks lanskap lokalnya. Nilai karbon di atas tanah rata-rata dihitung untuk kelas-kelas yang diidentifikasi, tetapi kemungkinan besar nilainya akan berbeda-beda antar negara dan bahkan pada negara yang sama.
Terakhir, Pendekatan SKT ini dirancang untuk digunakan secara paralel dan terintegrasi dengan strategi tata guna lahan dan konservasi lainnya. Hal-hal yang tercakup di dalamnya adalah Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (FPIC) dan perlindungan lahan gambut, zona riparian, kawasan NKT, dan kawasan yang penting bagi masyarakat lokal dan masyarakat adat untuk kegiatan budaya dan ekonomi. Memang benar jika berbagai aspek lain ini belum dikaji dan dipetakan dengan baik, maka tahapan-tahapan yang diatur di dalam Pendekatan SKT ini tidak dapat terselesaikan sepenuhnya karena peta final mengenai pemanfaatan lahan dan konservasi yang terintegrasi tidak dapat disusun.
Versi 1.0 : Agustus 2015
BAB 1
STOK KARBON TINGGI DALAM KONTEKS DAN GARIS BESAR PENDEKATAN SKT
Agar proses SKT dapat berjalan dengan baik dan hutan dapat dikonservasi, maka masyarakat lokal harus diintegrasikan ke dalam proses ini mulai dari awal. Bab ini memberikan gambaran umum mengenai bagaimana cara melibatkan masyarakat dalam perencanaan pemanfaatan lahan dan mengintegrasikan proses SKT dengan FPIC, yaitu hak masyarakat lokal untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuannya terhadap proyek apapun yang memberikan dampak terhadap lahan, mata pencaharian dan lingkungan mereka. Suatu studi kasus pendek mengenai bagaimana suatu perusahaan menangani konflik masyarakat selama studi percontohan SKT berlangsung juga disajikan dalam bab ini.
Tahap pertama dari Pendekatan SKT ini adalah untuk mengklasifikasikan vegetasi ke dalam kelas-kelas yang relatif homogen berdasarkan citra satelit. Teknik stratifikasi tak terbimbing (unsupervised) vs. terbimbing (supervised) vs. visual dibahas bersama beserta gambaran umum dari basis data citra dan alat yang tersedia.
Dalam bab ini, terdapat juga contoh citra satelit dari studi-studi SKT untuk menunjukkan bagaimana klasifikasi awal dilakukan.
Peta yang dibuat di Fase Pertama kemungkinan besar akan berisi beberapa kawasan hutan besar serta beberapa patch hutan kecil yang terisolasi. Bab ini akan memberikan ulasan mengenai penelitian dan literatur ilmiah mengenai konservasi yang berkaitan dengan analisis patch hutan dalam suatu lanskap, dan menjelaskan bagaimana parameter yang berbeda, termasuk di dalamnya bentuk, ukuran, konfigurasi, dan konektivitas mendukung keputusan mengenai konservasi patch di dalam Decision Tree SKT.
Patch hutan SKT dianalisis menggunakan parameter yang berbeda, yaitu dengan menggunakan perpaduan alat GIS, analisis manual dan pemeriksaan lapangan. Bab ini menjelaskan mengenai Pohon Keputusan SKT yang merupakan alat sederhana untuk menangani serangkaian keputusan kompleks yang harus dibuat mengenai setiap patch SKT. Panduan yang diberikan adalah mengenai bagaimana patch diklasifikasikan pada setiap tahap Decision Tree.
Tahap akhir Decision Tree mengintegrasikan hutan SKT dengan kawasan konservasi dan pengelolaan lainnya, termasuk lahan gambut, kawasan NKT dan kawasan yang penting bagi Pada tahapan selanjutnya dilakukan pengambilan contoh di lapangan atas kelas vegetasi yang diajukan dalam tahapan pertama. Bab ini menjelaskan bagaimana memilh plot sampel, mengukur vegetasi, memperkirakan biomassa di atas tanah dan menyempurnakan klasifikasi. Pada akhir Fase Pertama, peta indikatif kawasan hutan SKT akan dibuat dengan dilengkapi patch hutan SKT dari berbagai ukuran dan konektivitas yang teridentifikasi.
Gambaran umum Pendekatan SKT
dan Toolkit Pendekatan SKT
Toolkit ini dimaksudkan untuk digunakan oleh praktisi
yang hendak memastikan tidak dilakukannya
pembukaan hutan di dalam konsesi yang
diperuntukkan sebagai areal penanaman baru.
Metodologi SKT ini akan mendapatkan hasil yang
paling baik jika diterapkan oleh tim yang terdiri
dari para ahli dengan berbagai keahlian. Keahlian
tersebut dapat berbeda-beda, mulai dari analisis
hak kepemilikan lahan dan pemetaan partisipatif
hingga analisis citra satelit, inventarisasi hutan, kajian
keanekaragaman hayati dan perencanaan lanskap.
Maka dari itu, bab-bab berikut ini lebih bersifat teknis
dengan tujuan praktisi terlatih dapat menggunakannya
di lapangan untuk mengimplementasikan Pendekatan
SKT dengan hanya sedikit panduan tambahan.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, Pendekatan SKT ini dimaksudkan untuk diintegrasikan dengan perencanaan pemanfaatan lahan secara keseluruhan yang juga melindungi kawasan NKT, lahan gambut dan lahan-lahan lain yang penting untuk masyarakat. Karena proses-proses tersebut telah dijabarkan dengan baik oleh sumber lainnya, maka toolkit ini tidak membahas proses tersebut secara rinci dengan asumsi bahwa ketika studi SKT dimulai, maka kajian berkualitas tinggi mengenai nilai-nilai lain tersebut telah dilakukan. Meskipun demikian, para penulis telah berusaha sebaik mungkin untuk menyoroti tahapan-tahapan tersebut di dalam metodologi SKT dimana kajian-kajian lain diperlukan secara khusus.
Urutan bab dalam Toolkit SKT ini mengikuti urutan kajian SKT. Toolkit ini membawa penggunanya melalui tahapan pertama yaitu pelibatan masyarakat lokal dan pemangku kepentingan ke dalam proses dan semua tahapannya, hingga tahap membuat proposal mengenai kawasan hutan SKT yang perlu untuk dikonservasi dan kawasan yang sesuai untuk dilakukannya pembangunan. Setiap tahapan dalam Pendekatan SKT dan bab pada Toolkit yang berkaitan diuraikan di sebelah kanan. Bab kesimpulan-kesimpulan pendek menyoroti bagian-bagian untuk pengkajian lebih lanjut.
“Pendekatan SKT ini dimaksudkan untuk
diintegrasikan dengan perencanaan
pemanfaatan lahan secara keseluruhan
yang juga melindungi kawasan NKT, lahan
gambut dan lahan-lahan lain yang penting
untuk masyarakat”
BAB 2: MENGHORMATI HAK MASYARAKAT ATAS TANAH MEREKA
DAN ATAS PERSETUJUAN ATAS DASAR INFORMASI DI AWAL TANPA PAKSAAN DALAM PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI
BAB 3:
KLASIFIKASI VEGETASI AWAL MELALUI ANALISIS CITRA
BAB 5:
KONSERVASI PATCH HUTAN SKT: LATAR BELAKANG DAN PRINSIP
BAB 6:
DECISION TREE ANALISIS PETAK HUTAN SKT BAB 4:
INVENTARISASI HUTAN DAN ESTIMASI STOK KARBON
Memasukkan Pendekatan SKT ke dalam konteks sosialnya
Fase Pertama:
Pembuatan peta indikatif hutan SKT pertama
Fase Kedua:
Analisis patch SKT dan pembuatan peta indikatif
konservasi/pengembangan
Semua foto: hak cipta TFT©
Versi 1.0 : Agustus 2015
BAB 1
STOK KARBON TINGGI DALAM KONTEKS DAN GARIS BESAR PENDEKATAN SKT
Tindak lanjut dari Toolkit Pendekatan SKT
Toolkit Pendekatan SKT edisi pertama ini bertujuan
untuk menyatukan pengetahuan yang didapat melalui
gelombang pertama uji coba dan inovasi SKT, termasuk
di dalamnya menguji metodologi yang digunakan
dalam studi percontohan yang dilaksanakan pada
tahun 2011 hingga 2014 di berbagai perkebunan
kelapa sawit dan pulp dan kertas di Indonesia, Liberia
dan Papua Nugini. Ketika menerbitkan metodologi ini,
Komite Pengarah Pendekatan SKT berharap agar toolkit
ini digunakan untuk mengimplementasikan kajian
SKT pada ekspansi pertanian di semua wilayah tropis,
termasuk pada transparansi proses dan hasil
pembuatan keputusan.
Metodologi SKT ini dapat sedikit berubah sesuai dengan perkembangan pengetahuan mengenai konservasi yang menjadi dasarnya, dan pastinya berbagai pelajaran akan diambil melalui pengujian lebih lanjut. Maka dari itu metodologi edisi pertama ini dimaksudkan agar digunakan untuk keperluan konsultasi yang lebih luas dan untuk mendapatkan umpan balik lebih banyak. Tetapi, Komite Pengarah Pendekatan SKT tidak memprediksi adanya perubahan besar pada metodologi ini dan penyempurnaan apapun perlu disetujui oleh Komite Pengarah. Perusahaan yang berkomitmen terhadap Pendekatan SKT harus percaya bahwa hasil kajian SKT menggunakan toolkit ini merupakan hasil yang kokoh, relevan dan diterima dengan baik di masa mendatang, bahkan jika seiring dengan berjalannya waktu dilakukan berbagai penyempurnaan minor pada metodologi ini.
Akhir kata, toolkit versi pertama ini membawa para praktisi kepada hasil berupa peta kawasan konservasi/pengembangan yang diusulkan. Dengan demikian, kawasan hutan SKT (terintegrasi dengan kawasan konservasi lainnya) perlu untuk dikonservasi bersama dengan masyarakat lokal dan perlindungan hukumnya terjamin. Berbagai inovasi juga diperlukan untuk mendanai perlindungan hutan SKT serta untuk pengelolaan dan monitoringnya. Pada tahun 2015 Komite Pengarah Pendekatan SKT akan mengumpulkan berbagai pengalaman dan memimpin diskusi mengenai aspek-aspek tersebut dengan tujuan menyusun panduan dan modul tambahan untuk toolkit ini untuk menanggapi aspek-aspek tersebut.
Maka dari itu, Toolkit Pendekatan SKT ini seyogyanya dianggap sebagai dokumen ‘hidup’ yang akan diperbaharui dan diberi penambahan seiring berjalannya waktu dan penyempurnaan metodologi. Walaupun Pendekatan SKT ini sendiri merupakan pendekatan yang inovatif dan kolaboratif, toolkit ini akan beradaptasi dan berubah berdasarkan saran dan penelitian ilmiah serta inovasi dan pengalaman perusahaan, LSM, dan para pakar yang menggunakan toolkit ini untuk mengimplementasikan komitmen mereka dalam upaya menghapuskan deforesasi.