• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA TRADISI MANJAPUIK ADAT JO PUSAKO PADA UPACARA KEMATIAN BAGI MASYARAKAT DI NAGARI SIKABAU KECAMATAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA ARTIKEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKNA TRADISI MANJAPUIK ADAT JO PUSAKO PADA UPACARA KEMATIAN BAGI MASYARAKAT DI NAGARI SIKABAU KECAMATAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA ARTIKEL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA TRADISI MANJAPUIK ADAT JO PUSAKO PADA UPACARA

KEMATIAN BAGI MASYARAKAT DI NAGARI SIKABAU

KECAMATAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA

ARTIKEL

Suci Nurul Hidayati

NPM: 11070139

PRORAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2016

(2)
(3)

The significances of Manjapuik Adat jo Pusako Tradition in the Funeral

Ceremony for Society in Nagari Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung,

Kabupaten Dharmasraya, Thesis, Sosiology Department of STKIP PGRI

Sumatera Barat, Padang, 2016.

Suci Nurul Hidayati1 Dr. Maihasni, M.Si2 Rio Tutri, M.Si3

Sociology Department of STKIP PGRI West Sumatra

ABSTRACT

In the Minangkabau society, they have a wide variety of tradition related to the funeral ceremony. One of Minangkabau various traditions found in Nagari Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya. The people in Sikabau still consider that funeral ceremony as the important tradition; therefore, they still hold the funeral ceremony base on the cultural rules and values of their society.. The manjapuik adat jo pusako tradition is held if the one who death in a family is a mother (a wife). This tradition is held in the night of fortieth day, after the people who come to funeral home done the tahlilan. The purpose of this research is to explain the process and to describe the significances of manjapuik adat jopusako tradition in the funeral ceremony for people in Sikabau, kecamatan Pulau Punjung, kabupaten Dharmasraya. The theory used in this research is phenomenology theory proposed by Alfred Schutz. This research used the qualitative approach with descriptive type. The technique of selecting the informant is purposive sampling technique. The kind of the data used in this research is primary data and secondary data. The data collecting method used in this research is non participant observation and deep interview. The analysis unit is group. The data analysis used is interactive data analysis model (Milles and Huberman). From the result of the research, it can be concluded that 1). The process of Manjapuik adat jo pusako tradition is composed of: a) the family of the died wife meet the niniak mamak of husband side. The husband family invite the niniak mamak pasukuannya c) the discussion held by husband’s family d) the family of died wife invite the niniak mamak pasukuannya e) the discussion held by the died wife’s family f) preparing everything that needed to the tradition holding g) the execution of manjapuik adat jo pusako tradition h) describing the status of a husband whose wife was died after executing the manjapuik adat jo pusako tradition.2) The significances of manjapuik adat jo pusako tradition a). To explain the status of a husband, whose wife was death, in the society and family b). To conserve the silaturrahim values c). To explain the status of a husband’s property ownership.

____________________

1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat Angkatan 2011 2

Pembimbing I Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat

3

(4)

PENDAHULUAN

Masyarakat Minangkabau sebagai pendukung kebudayaan, mereka mempunyai tradisi-tradisi, tata cara hidup, dan nilai budaya tersendiri yang membedakannya dengan masyarakat lain. Masyarakat Minangkabau sangat sadar akan identitas khas mereka dan menganggap kelompok mereka memiliki etnik yang unggul. Masuknya pengaruh dunia modern ke daerah mereka tidak menggoyahkan rasa percaya diri mereka dan juga tidak terjadi perubahan mendasar pada pandangan mereka terhadap diri mereka sebagai orang Minangkabau atau penghargaan mereka terhadap individu (Graves, 2007:2).

Kegiatan tradisi dalam masyarakat Minangkabau merupakan warisan budaya sebagian masyarakatnya. Kebudayaan dan adat istiadat memberikan arahan dan aturan berupa ide-ide untuk suatu tindakan dan karya manusia sehingga menghasilkan suatu tindakan (Bahar, 2004:161). Tradisi merupakan pewarisan atau penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah yang dilakukan secara turun-temurun.

Salah satu tradisi yang dijelaskan dalam penelitian ini adalah tradisi yang berhubungan dengan upacara kematian. Upacara kematian yaitu suatu upacara yang diadakan berhubungan dengan peristiwa kematian seseorang untuk menunjukkan perasaan berkabung (Suryono, 1985:425). Tidak heran lagi, upacara kematian sudah menjadi tradisi dalam banyak masyarakat dan kebudayaan. Tradisi merupakan perwujudan budaya yang sangat penting dan diekpresikan dalam kebiasaan-kebiasaan, pantangan-pantangan, dan sanksi-sanksi (Mulyana, 2005:132).

Pada masyarakat Minangkabau, mereka mempunyai beranekaragam tradisi yang berkaitan dengan upacara kematian. Keanekaragaman tradisi masyarakat Minangkabau salah satu diantaranya terdapat di Nagari Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya. Berdasarkan survei awal, masyarakat Nagari Sikabau masih menganggap penting upacara kematian, oleh karena itu mereka masih melakukan upacara kematian sesuai dengan aturan-aturan dan nilai-nilai budaya masyarakat setempat. Dalam upacara kematian di Nagari Sikabau terdapat

rentetan kegiatan yang harus dilakukan oleh warga, mulai dari manigo hari (3 hari), manujua hari (7 hari), manduo kali tujuah hari (14 hari),manjapuik adat jo pusako,

ampek puluah hari (40 hari), dan

manyaratuih hari (100 hari).

Tradisi majapuik adat jo pusako dilakukan apabila yang meninggal dalam keluarga tersebut adalah seorang ibu (istri). Pada tradisi ini pihak kerabat laki-laki (suami) dari istri menjemput kerabat mereka. Tradisi ini dilakukan pada malam ke 14 hari setelah orang yang datang ke rumah duka selesai melakukan tahlilan.

Tradisi manjapuik adat jo pusako ini dihadiri oleh niniak mamak, bundo kanduang, dan keluarga dari pihak suami (ayah) dan pihak istri (ibu). Niniak mamak dan keluarga dari pihak suami yang datang menghadiri tradisi ini bertujuan untuk menjemput suami (ayah) yang ditinggal mati oleh istrinya untuk dikembalikan ke dalam kelompok sukunya.

Jadi, tujuan dari tradisi manjapuik adat jo pusako adalah untuk menjemput suami (ayah) yang sudah berstatus duda ini untuk dikembalikan ke dalam keluarga besar dan kelompok sukunya. Bagi masyarakat Nagari Sikabau, untuk melakukan tradisi kematian ini membutuhkan biaya yang banyak, mulai dari manigo hari sampai manyaratuih hari. Pada tradisi manjapuik adat jo pusako ini, yang mengeluarkan biaya tidak hanya keluarga duka tetapi keluarga dari pihak suami (bako) juga ikut mengeluarkan biaya untuk melakukan tradisi ini. Keluarga duka mengeluarkan biaya untuk menyediakan makanan sebagai hidangan pada malam harinya.

Biaya yang dikeluarkan oleh pihak keluarga suami (bako) berkisar Rp. 200.000-600.000, yang digunakan untuk membawa makanan berupa sambal, nasi dan bermacam-macam makanan lainnya, dan untuk diberikan kepada anak-anak dari kerabat mereka tersebut, jenis makanan yang dibawa oleh keluarga duka adalah makanan yang akan dihidangkan di rumah duka pada saat tradisi ini dilaksanakan. Apabila saudara laki-laki dari pihak keluarga mereka menikah dengan perempuan yang tinggal di luar Nagari Sikabau, maka biaya yang di keluarkan lebih banyak lagi untuk biaya transportasi, karena tradisi manjapuik adat jo pusako ini dilakukan kepada semua

(5)

masyarakat (laki-laki) asli Nagari Sikabau yang menikah dengan perempuan di luar Nagari Sikabau. Apabila perempuan (istri) meninggal dunia maka niniak mamak dan keluarga dari pihak laki-laki diwajibkan melakukan tradisi ini. Apabila niniak mamak dan keluarga dari pihak laki-laki (suami) tidak melakukan tradisi manjapuik adat jo pusako ini maka mereka akan jadi bahan omongan dan mendapat teguran dari masyarakat.

Menurut salah satu niniak mamak yang ada di Nagari Sikabau ini, beliau juga mengatakan bahwa, tradisi manjapuik adat jo pusako ini hanya dilakukan oleh masyarakat di Nagari Sikabau, masyarakat di Nagari Tabing Tinggi dan Sungai Dareh, dua nagari yang berdekatan dengan Nagari Sikabau tidak melakukan tradisi manjapuik adat jo pusako.Tradisi ini sudah ada sejak lama yang tidak diketahui kapan pastinya dan masih dilakukan sampai sekarang. Walaupun tradisi ini sudah lama dilakukan tapi masih banyak dari masyarakat Nagari Sikabau yang belum mengetahui tentang tradisi manjapuik adat jo pusako, yang mengetahui tradisi ini hanya masyarakat yang pernah melakukan tradisi ini.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menjelaskan proses pelaksanaan tradisi manjapuik adat jo pusako pada upacara kematian ?

2. Mendeskripsikan makna yang terkandung dalam tradisi manjapuik adat jo pusako pada upacara kematian ?

Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori yang dikembangkan oleh Alfred Schutz yaitu Fenomenologi. Schutz memusatkan perhatian pada cara orang memahami kesadaran orang lain, sementara mereka hidup dalam aliran kesadaran mereka sendiri. Schutz juga menggunakan perspektif intersubjektivitas dalam pengertian luas untuk memahami kehidupan sosial, terutama mengenai ciri sosial pengetahuan (Ritzer, 2012:94).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai pada awal bulan Desember 2015. Tempat penelitian ini dilakukan di Nagari Sikabau Kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif yang berusaha mengungkapkan dan memahami realitas yang ada dilapagan sesuai dengan kondisi yang ada dilapangan. Tipe penelitian ini adalah deskriptif, yang menggambarkan secara mendalam, faktual dan akuratentang latar pengamatan, tindakan dan pembicaraan.

Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data adalah observasi non partisipan, dan wawancara mendalam yang mencari data secara kompleks. Model analisis datapenelitian ini adalah analsis dari Milles dan Heberman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Proses Pelaksanaan Tradisi

Manjapuik Adat Jo Pusako

Upacara kematian sudah menjadi tradisi dalam banyak masyarakat dan kebudayaan. Pada masyarakat Minangkabau, mereka mempunyai beranekaragam tradisi yang berkaitan dengan upacara kematian. Keanekaragaman tradisi masyarakat Minangkabau salah satu diantaranya terdapat di Nagari Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya. Masyarakat Nagari Sikabau memiliki salah satu tradisi yang berkaitan dengan upacara kematian yang dinamakan dengan tradisi manjapuik adat jo pusako. Tradisi manjapuik adat jo pusako ini merupakan tradisi yang telah dilakukan oleh masyarakat Nagari Sikabau sejak dahulu yang tidak diketahui pasti kapan munculnya tradisi ini. Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan proses pelaksanaan tradisi manjapuik adat jo pusako adalah sebagai berikut :

5.1.1. Keluarga Suami Mengundang Niniak Mamak Pasukuannya

Tradisi majapuik adat jo pusako ini merupakan acara yang dilakukan oleh keluarga suami. Namun, tardisi ini dilakukan di rumah duka bukan di rumah keluarga laki-laki (suami). Penentuan hari pelaksanaan tradisi ini ditentukan oleh keluarga suami setelah salah satu niniak mamak dari pihak duka menemui salah satu niniak mamak dari pihak duka (istri yang meninggal dunia). Niniak mamak dari pihak

(6)

duka menemui niniak mamak dari pihak suami bertujuan untuk menyampaikan kabar bahwa istri dari saudara mereka telah meninggal dan niniak mamak dari pihak suami juga memertanyakan kapan laki-laki atau suami dari anak mereka yang meninggal ini akan di jemput.

Setelah niniak mamak dari pihak duka menyampaikan kepada niniak mamak dari keluarga laki-laki untuk menanyakan kapan laki-laki tersebut akan dijemput maka niniak mamak menyampaikannya kepada keluarga dari laki-laki sehari setelah niniak mamak perempuan datang menemuinya bahwa pihak perempuan sudah menanyakan kapan laki-laki ini akan dijemput . Setelah keluarga laki-laki mengetahui hal tersebut maka keluarga laki-laki meminta tolong kepada niniak mamak tersebut untuk mengundang niniak mamak pasukuan dalam rangka melaksanakan musyawarah menentukan hari pelaksanaan tradisi manjapuik adat jo pusako.

5.1.2 Musyawarah yang Dilakukan oleh Keluarga Suami

Setelah undangan lisan telah disampaikan kepada niniak mamak pasukuan untuk hadir di rumah keluarga laki-laki yang akan dijemput dan niniak mamak pun datang sesuai dengan hari yang telah disampaikan. Musyawarah ini dilakukan setelah Sholat Asyar yaitu sekitar jam 16.00 wib dan ada juga yang dilakukan setelah Sholat Isya sekitar jam 20.00 wib. Musyawarah ini dihadiri oleh niniak mamak pasukuan dan keluarga dari laki-laki yang akan dijemput.

5.1.3. Keluarga Duka Mengundang

Niniak Mamak Pasukuannya

Sama halnya dengan keluarga laki-laki, keluarga duka juga melakukan musyawarah setelah keluarga menentukan hari pelaksanaan tradisi manjapuik adat jo pusako. Musyawarah yang dilakukan oleh keluarga duka juga dihadiri oleh niniak mamak dari suku yang bersangkutan. Untuk itu niniak mamak yang hadir harus diundang secara lisan oleh keluarga duka. Yang bertugas untuk mengundang niniak mamak adalah saudara laki-laki dari perempuan yang meninggal kalau seandaninya saudara laki-lakinya tidak ada maka yang pergi adalah saudara sepupu laki-laki dari

perempuan yang meninggal. Niniak mamak diundang sehari setelah niniak mamak laki-laki menyampaikan kepada niniak mamak perempuan bahwa tradisi ini akan dilaksanakan pada hari ke empat belas setelah jenazah dikuburkan.

5.1.4. Musyawarah yang Dilakukan oleh Keluarga Duka

Setelah undangan lisan disampaikan kepada semua niniak mamak, maka musyawarahpun dilaksanakan pada hari yang telah ditentukan pada saat undangan disampaikan. Musyawarah dilakukan di rumah keluarga duka yang dihadiri oleh niniak mamak dan keluarga dari perempuan yang meninggal dunia. Musyawarah dipimpin oleh saudara laki-laki kalau seandainya tidak ada maka diminta kepada salah satu dari niniak mamak yang hadir untuk memimpin musyawarah. Musyawarah ini ada yang dilakukan pada pukul 16.00 WIB dan ada juga yang dilakukan pada pukul 20.00 WIB. Tujuan dari musyawarah ini adalah untuk menentukan siapa-siapa saja nanti yang bisa hadir pada saat tradisi ini dilaksanakan.

5.1.5. Menyiapkan Segala Sesuatu Yang Diperlukan Untuk Pelaksanaan Tradisi Manjapuik Adat Jo Pusako

Persiapan sebelum pelaksanaaan tradisi manjapauik adat jo pusako banyak dikerjakan oleh kaum ibu-ibu, karena yang akan disiapkan adalah berupa makanan yang akan dibawa ke rumah duka nantinya. Makanan tersebut dimasak secara bersama-sama oleh kaum ibu-ibu, makanan yang akan dimasak adalah nasi, sambal ikan, sambal ayam, gulai ayam dan pihak bako juga membawa beberapa macam gorengan seperti goreng pisang, paniaram, dan lapek bugis. Khusus untuk gorengan ini pihak bako tidak membuatnya sendiri melainkan dipesan kepada salah satu warga yang bekerja sebagai penjual gorengan, gorengan ini dipesan sehari sebelum tradisi ini dilaksanakan dan akan dijemput oleh pihak bako sekitar pukul enam sore ke rumah warga tersebut. Biaya yang diperlukan untuk menyadiakan makanan ini sekitar 200-600 ribu. Uang yang digunakan adalah uang

(7)

hasil sumbangan yang dikumpulkan pada saat musyawarah penentuan hari dilaksanakan.

5.1.6 Proses Berlangsungnya Tradisi

Manjapuik Adat Jo Pusako

Dalam rentetan upacara kematian mulai dari manigo hari (3 hari) sampai manyaratuih hari yang dilaksanankan oleh keluarga duka sudah merupakan tradisi bagi masyarakat di Nagari Sikabau, yang apabila ada salah satu dari masyarakat tersebut tidak melaksanakannya maka akan mendapat teguran dan akan menjadi bahan pembicaraan bagi masyarakat lain. Tempat pelaksanaan semua rentetan tradisi tersebut dilaksanakan di rumah duka termasuk untuk pelaksanaan tradis manjapuik adat jo pusako. Untuk tradisi manjapuik adat jo pusako ini merupakan acara keluarga pihak laki-laki (bako) dan pihak istri yang dilaksanaakan di rumah duka. Adapun proses berlangsungnya tradisi ini adalah sebagai berikut :

5.1.6.1 Pembukaan

Tradisi manjapuik adat jo pusako ini merupakan acara bagi keluarga laki-laki yang dilakukan di rumah duka. Tradisi ini dilaksanakan atas kerja sama antara keluarga duka dengan keluarga laki-laki. Pelaksanaan manjapuik adat jo pusako ini dilakukan bertepatan dengan acara manduo kali tujuah (14 hari setelah kematian) di rumah duka, waktu pelaksanaannya ini merupakan hasil musyawarah dari pihak bako kemudian disampaikan kepada keluarga duka. Tradisi manjapuik adat jo pusako ini tidak akan pernah terlaksana apabila pihak keluarga laki-laki (bako) tidak datang ke rumah duka. Pihak bako yang datang sambil membawa segala sesuatu yang telah dipersiakan seperti nasi, goreng ayam dan ikan, gulai ayam dan beberapa macam gorengan.

Pihak bako yang datang disambut oleh niniak mamak dari pihak duka, setelah itu keluarga laki-laki (bako) dipersilahkan untuk masuk, barang bawaan dari pihak keluarga laki-laki (bako) ini dibawa ketempat bagian ibu-ibu (dapur) dan dimasukkan kedalam piring untuk dihidangkan ketengah-tengah niniak mamak dari kedua belah pihak. Setelah rombongan sudah dimasuk

semuanya maka pembukaan pun di mulai. Tradisi ini dibuka oleh niniak mamak perempuan yang diawali dengan mengucapkan salam, kemudian niniak mamak perempuan menyampaikan kepada masyarakat yang hadir di rumah duka bahwa rombongan dari keluarga laki-laki yang hadir adalah untuk melaksanakan tradisi majapuik adat jo pusako. Sebelum niniak

mamak dari keluarga perempuan

mempersilahkan niniak mamak laki-laki menyampaikan maksud kedatangan mereka, terlebih dahulu niniak mamak memepersilahkan kepada masyarakat yang hadir untuk makan bersama dimana makanan sudah dihidangkan sebelum pembukaan dilakukan.

5.1.6.2 Niniak Mamak Laki-Laki Menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya

Setelah niniak mamak perempuan mempersilahkan niniak mamak yang laki-laki untuk menyampaikan maksud kedatangan mereka maka secara langsung pembahasan dari tradisi ini sudah dimulai. Niniak mamak yang laki-laki menyampaikan maksud kedatang mereka adalah untuk manjapuik adat jo pusako. Manjapuik adat yang dimaksud adalah menjemput laki-laki yang sudah menjadi duda ini secara adat karena pada waktu menikah dulu laki-laki tersebut diantarkan secara adat. Masalah yang dibahas dalam pertemuan ini adalah masalah harta yang telah didapatkan oleh suami yang telah menjadi duda ini di waktu istrinya masih hidup. Apakah harta didapatkan ini adalah hasil pencarian mereka berdua (suami-istri) atau ada harta dari orang tua suami ini yang dibawa ke rumah istrinya, seperti kebun milik keluarga laki-laki (suami) yang dikelolah sebagai mata pencaharian untuk menghidupi anak dan istrinya.

5.1.7 Status Laki-Laki Setelah Dilakukan Tradisi Majapuik Adat Jo Pusako

Setelah tradisi manjapuik adat jo pusako ini dilakukan ada dua kemungkinan yang terjadi, yang pertama laki-laki yang ditinggal mati istrinya tidak lagi tinggal di rumah orang tua istrinya yang meninggal karena belum mempunyai rumah sendiri dan yang kedua laki-laki tetap tinggal di rumah keluarga istrinya yang meninggal karena

(8)

sudah memiliki rumah sendiri. Bagi suami (laki-laki) yang memutuskan untuk tetap tinggal di rumah yang telah dibangun bersama istrinya dulu dan hidup bersama anak-anaknya jika seandainya terjadi masalah dalam keluarganya maka niniak mamak dari pihak perempuan (istri yang sudah meninggal) tidak ikut serta dalam menyelesaikan masalah tersebut. Niniak

mamak yang berhak menyelesaikan

masalahnya adalah niniak mamak dari suami yang sudah menjadi duda.

5.2 Makna Tradisi Manjapuik Adat Jo

Pusako

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada masyarakat Nagari Sikabau, makna yang terkandung dalam tradisi manjapuik adat jo pusako bagi masyarakat tersebut adalah sebagai berikut :

5.2.1 Menjelaskan Status Laki-Laki yang Ditinggal Mati Istri Dalam Masyarakat dan Keluarga.

Bagi masyarakat Nagari Sikabau tradisi manjapuik adat jo pusako bukan lagi sesuatu yang baru, karena tradisi manjapuik

adato pusako sudah dilakukan oleh

masyarakat dari dahulu, diwariskan secara turun-temurun. Masyarakat Nagari Sikabau mempertahan sebuah tradisi tentu ada suatu makna yang terkandung dalam tradisi tersebut, begitu juga dalam tradisi manjapuik adat jo pusako. Tradisi manjapuik adat jo pusako merupakan rangkaian dari tradisi kematian yang dilakukan oleh masyarakat Nagari Sikabau, tetapi tardisi manjapuik adat jo pusako ini hanya dilakukan apabila yang meninggal adalah istri. Manjapuik adat jo pusako merupakan acara yang dilakukan oleh keluarga laki-laki (suami) dan keluarga duka (istri). Keluarga laki-laki dan keluarga duka (istri) bekerja sama dalam pelaksanaan tradisi ini. Bagi keluarga laki-laki (bako) tradisi manjapuik adat jo pusako ini memiliki makna yang begitu penting. Dimana dengan diadakannya tradisi manjapuik adat jo pusako ini bisa menentukan status saudara mereka di dalam masyrakat dan keluarga istrinya. Bagi pihak bako yang mengalami hal seperti ini dan tidak melakukan tradisi manjapuik adat jo pusako maka mereka takut jika saudara

mereka akan menjadi orang yang tidak dianggap dalam masyarakat.

Dengan dilaksanakannya tradisi manjapuik adat jo pusako, laki-laki yang ditinggal mati oleh istrinya merasa dihargai dalam keluarganya maupun keluarga istrinya. Menurut Alferd Schutz, tindakan manusia ditentukan oleh makna yang dipahami tentang sesuatu yang disebut dengan motif, dimana mereka dalam melakukan tindakan mempunyai alasan tertentu. Schutz membagi motif yang mempengaruhi tindakan manusia ke dalam dua bagian yaitu because of motive dan in order to motive. Begitu juga menurut pihak bako terkait dengan tradisi manjapuik adat jo pusako ini, because of motive dari tradisi ini bagi pihak bako adalah untuk memberikan penjelasan status suadara mereka baik di dalam masyarakat maupun di dalam keluarga istrinya yang sudah meninggal, sedangkan bagi pihak bako in order to motive dari tradisi ini adalah agar saudara mereka dihargai oleh masyarakat dan dalam keluarga istrinya yang sudah meninggal.

Tradisi manjapuik adat jo pusako pada zaman dahulu hanya dilakukan untuk laki-laki yang masih berumur 30-50 tahun, karena nenek moyang mereka beranggapan bahwa kalau yang berumur 60 tahun ke atas sudah terlalu tua dan tidak perlu lagi untuk dijemput namun pada kenyataannya banyak dari laki-laki yang ditinggal mati istrinya tidak dipedulikan lagi oleh keluarga istrinya yang sudah meninnggal, sehingga niniak mamak di Nagari Sikabau memutuskan agar tradisi ini dilakukakan kepada semua laki-laki Nagari Sikabau walaupun sudah berumur 60 tahun ke atas dengan tujuan agar hubungan antara laki-laki tersebut dengan keluarga istrinya yang sudah meninggal tetap terjalin dengan baik.

5.2.2 Mempertahankan Nilai Silaturahmi dengan Keluarga Istri

Tradisi manjapuik adat jo pusako bagi masyarakat Nagari Sikabau merupakan tradisi yang telah ada dari nenek moyang mereka dahulu. Mereka beranggapan bahwa nenek moyang mereka melakukan tradisi ini tentu ada makna yang terkandung dalam tradisi tersebut, sehingga mereka melestarikan dan melaksanakan tradisi dari

(9)

nenek moyang mereka sampai sekarang. Bagi keluarga duka, tradisi ini memiliki makna yaitu mempertahankan nilai silaturahmi, maksudnya adalah mempertahankan hubungan yang telah terjalin selama anak atau saudara mereka masih hidup. Dengan diadakannya tradisi ini mereka bisa menjalin komunikasi yang dan keluarga duka bisa ikut serta dalam memilihkan jodoh untuk mantan suami dari saudara mereka.

5.2.3. Menjelaskan Kepemilikan Harta Yang Diperoleh Selama Istri Masih Hidup

Makna tradisi manjapuik adat jo pusako bagi anak adalah menjelaskan kepemilikan harta yang dimiliki oleh orang tuanya. Dengan adanya tradisi ini mereka tahu kalau tidak semua harta yang dimiliki oleh orang tuanya adalah milik mereka. Begitu juga dengan pihak bako, tradisi ini menjelaskan kepada mereka bahwa status kepemilikan harta yang dimiliki oleh saudara laki-laki mereka. Jika ada harta mereka yang digunakan oleh saudara laki-laki mereka tersebut digunakan sebagai mata pencaharian selama isrtinya masih hidup maka setelah istrinya meninggal maka harta tersebut dikembalikan lagi kepada pihak

bako. Makna tentang menjelaskan

kepemilikan harta yang terkandung dalm tradisi ini tidak hanya bagi anak tetapi juga bagi keluarga laki-laki (bako). Bagi bako kalau seandainya saudara mereka yang duluan meninggal maka harta yang digunakan oleh saudara mereka sewaktu dia hidup bisa diambil secara baik-baik tanpa melibatkan niniak mamak pasukuan.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, dapat memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses pelaksanaan tradisi manjapuik adat jo pusako

a. Keluarga duka menemui keluarga suami.

b. Pihak keluarga laki-laki mengundang niniak mamak pasukuannya.

c. Musyawarah yang dilakukan oleh keluarga laki-laki.

d. Keluarga duka mengundang niniak mamak pasukuannya.

e. Musyawarah yang dilakukan keluarga duka.

f. Menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk pelaksanaan tradisi manjapuik adat jo pusako. Yang persiapkan oleh pihak bako dan pihak duka adalah makanan yang akan dihidangkan pada saat tradisi ini dilaksanakan.

g. Proses pelaksanaan. Proses pelaksanaan ini dimulai dengan pembukaan yang dibuka oleh niniak mamak perempuan, kemudian niniak mamak perempuan mempersilahkan

niniak mamak yang laki-laki

menyampaikan maksud kedatangan mereka. Pada saat niniak mamak yang laki-laki menyampaikan maksud kedatangan mereka pada saat itulah pembahasan tradisi manjapuik adat jo pusako dimulai. Setelah itu, acara ini ditutup oleh niniak mamak yang perempuan dengan menyampaikan hasil yang telah disepakati bersama.

h. Status laki-laki setelah dilakukan tradisi manjapuik adat jo pusako. 2. Makna Tradisi Manjapuik adat jo

pusako

a. Menjelaskan status laki-laki yang ditinggal mati istri dalam masyarakat dan keluarga.

b. Mempertahan nilai silaturahmi dengan keluarga istri. Dengan diadakannya tradisi ini, keluarga istri berhak memilihkan jodoh untuk laki-laki (suami) dari anak atau saudara mereka yang sudah meninggal. c. Menjelaskan kepemilikan harta yang

diperoleh selama istri masih hidup. Dengan dilakukannya tradisi manjapuik adat jo pusako ini juga menjelaskan harta yang digunakan sebagai mata pencaharian apakah harta yang didapat selama istrinya masih hidup atau ada harta orang tua laki-laki (suami) yang digunakan atau tidak. Kalau ada, maka harta tersebut akan dikembalikan kepada keluarga laki-laki (suami).

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Bahar, Mahdi. 2004. Seni Tradisi menentang

Perubahan “Bunga Rampai”.

Padang Pajang: Press

Graves, Elizabeth. 2007. Asal-Usul Elite Minang Kabau Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mulyana, Deddy. 2005. Komunikasi Antar Budaya. Bandung : PT. Remaja Rosda

Ritzer, George dan Doulags J. Goodman. 2012. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana

Sobur,Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung. Remaja Rosdakarya

Referensi

Dokumen terkait