• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Hasil Uji Kualitatif dan Kuantitatif Boraks pada Lontong Soeta.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Hasil Uji Kualitatif dan Kuantitatif Boraks pada Lontong Soeta.docx"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BORAKS DALAM SAMPEL LONTONG SOETA Halimah, Hani N, Eni H, Tazyinul Q Alfauziah

Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

ABSTRAK

Boraks adalah senyawa kimia yang mempunyai sifat dapat mengembangkan, memberi efek kenyal, serta membunuh mikroba. Keberadaan boraks pada makanan tidak ditoleransi karena sangat berbahaya bagi kesehatan. Penggunaan boraks secara rinci diatur dan dibatasi oleh UU Kesehatan dan Keselamatan Nasional.Telah dilakukan analisis untuk mengetahui keberadaan boraks pada sampel makanan berupa lontong yang diperoleh dari salah satu Pasar di daerah Soekarno-Hatta. Sampel dianalisis secara kualitatif dengan uji nyala dan secara kuantitatif dengan alkalimetri. Dilakukan preparasi sampel hingga sampel dalam bentuk residu anorganik. Hasil analisis kualitatif menunjukkan nilai negatif dengan tidak munculnya warna nyala api hijau yang menjadi ciri khas boraks. Uji kuantitatif dengan alkalimetri menunjukkan pula hasil negatif, yang berarti bahwa sampel tidak mengandung boraks.

Kata kunci : borax, makanan, uji nyala, titrasi alkalimetri

ABSTRACT

Borax is a chemical compound that has nature can develop, giving the effect of chewy, and kill microbes. The existence of borax in food is not tolerated because it is very dangerous for health. The use of borax in detail regulated and limited by the Act National Health and Safety. Has been analyzed to determine the presence of borax in food samples in ‘lontong’ obtained from one of the markets in the Soekarno - Hatta. Samples were analyzed qualitatively with flame test and quantitatively with alkalimetry. Sample preparation is done to the sample in the form of inorganic residue. Results of the qualitative analysis showed a negative

(2)

value with the advent of the green flame color that characterizes borax. Alkalimetry quantitative test also showed negative results, which means that the sample does not contain borax .

Keywords : borax, food, flame test, alkalimetry titration PENDAHULUAN

Lontong adalah makanan khas Indonesia yang terbuat dari beras dibungkus dalam daun pisang dan direbus dalam air selama beberapa jam dan jika air hampir habis dituangkan air lagi demikian berulang sampai beberapa kali. Lontong biasanya disajikan dengan satai, rujak, atau gulai kambing. Cara pembuatan lontong lebih mudah dari ketupat (Jajanan kuliner, 2013).

Gambar 1. Ilustrasi lontong

Karena direbus dalam daun pisang, lontong dapat berwarna hijau di luarnya, sedangkan berwarna putih di dalamnya. Lontong banyak ditemui di pelbagai daerah di Indonesia sebagai makanan alternatif pengganti nasi putih. Walau juga dibuat dari beras, lontong memiliki aroma yang khas. Yang pasti lontong dan ketupat adalah makanan masakan khas asli Indonesia (Jajanankuliner, 2013).

Beberapa bahan atau zat yang sering disalahgunakan dalam pengolahan

makanan karena bersifat toksis antara lain boraks, formalin dan rhodamine B. Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan makanan telah dilakukan lama, antara lain dalam pembuatan krupuk gendar. Boraks oleh pedagang dikenal dengan nama bleng, cetitet, puli, atau obat gendar (bahasa Jawa). Penggunaan boraks termasuk dalam Bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam menurut

Permenkes RI No.

722/Menkes/Per/IX/1988 dan No 1168/Menkes/Per/X/1999 sebagai berikut : 1. Natrium Tetraborat ( Borax) 2. Formalin (Formaldehyde)

3. Minyak Nabati yang di Brominasi/ Brominated vegetable oil.

4. Kloramfenikol (Chlorampenicol) 5. Kalium Klorat (Potassium

Chlorate)

6. Diethil pirokarbonat (Diethyl Pyrocarbonate, DEPC)

7. Nitrofurazon (Nitrofurazon)

8. P-Penetilkarbamida (P-Penethylcarbamide, dulcin,4-ethoxy phenil uea)

9. Asam Salisilat dan Garamnya (salicylic acid and its salt) (Elisabeth, 2013).

Identifikasi borax dalam makanan dapat dilakukan dengan mencermati makanan secara langsung, dengan cara :

(3)

 Mie Basah : tidak lengket, sangat kenyal, serta tidak mudah putus

 Bakso : tekstur sangat kenyal, warna tidak kecokelatan seperti penggunaan daging, tapi lebih cemerlang keputihan.

 Lontong : rasa getir dan sangat gurih, serta beraroma sangat tajam

 Kerupuk : teksturnya sangat lembut dan renyah, bisa menimbulkan rasa getir di lidah (Elisabeth, 2013).

Boraks merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O serta asam borat yang tidak merupakan kategori bahan tambahan pangan food grade, biasanya digunakan dalam industri nonpangan seperti industri kertas, gelas, keramik, kayu, dan produk antiseptik toilet (Didinkaem, 2007).

Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruh terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ lainnya. Dosis fatal boraks antara 0,1 – 0,5 g/kg berat badan (Cahyo, 2006).

Boraks termasuk kelompok mineral borat yang merupakan senyawa kimia alami yang tersusun dari atom boron (B) yang merupakan logam berat dan oksigen (O). Boraks sudah lama digunakan oleh masyarakat dan industri kecil dari pangan seperti gendar, kerupuk, mie dan bakso. Boraks secara lokal dikenal sebagai air

bleng, atau cetitet, garam bleng atau pijer. Boraks sebetulnya sudah dilarang penggunaannya oleh pemerintah sejak juli 1978 dan diperkuat lagi dengan SK

Menteri Kesehatan RI

No.722/Menkes/Per/Per/IX/1988 (Winarno, 1994).

Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan makanan (Yuliarti, 2007).

Boraks merupakan salah satu zat aditif pada makanan. Yakni zat yang ditambahkan dan dicampurkan pada makanan sewaktu pengolahan makanan dengan maksud untuk menarik (pewarna), menambah selera (pemanis), menyedapkan (penyedap), mengharumkan dan sebagai pengawet makanan serta pengenyal. Boraks yang dipergunakan sebagai pengenyal berupa sodium boraks, yang dalam istilah awamnya disebut bleng (Aryani, 2006).

(4)

Gambar 2. Organoleptis serbuk boraks

Berikut merupakan monografi dari boraks.

Nama lain: Natrium Tetraborat Struktur molekul : Na2B4O7.10H2O Bobot molekul : 381,37

Pemerian: Hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa asin dan basa. Dalam udara kering merapuh.

Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 0,6 bagian air mendidih dan dalam lebih kurang 1 bagian gliserol P; praktis tidak larut dalam etanol (95%) P.

Khasiat dan Penggunaan : Antiseptikum ekstern (Depkes, 1979).

Efek negatif dari penggunaan boraks dalam pemanfaatannya yang salah pada kehidupan dapat berdampak sangat buruk pada kesehatan manusia. Boraks memiliki efek racun yang berbahaya pada sistem metabolisme manusia sebagaimana halnya zat-zat tambahan makanan lain yang merusak kesehatan manusia (Makanansehat, 2012).

Mekanisme toksifikasi dari boraks telah diketahui berbeda dari mekanisme

racum formalin pada makanan yang bila dikonsumsi akan memberikan efek langsung pada kesehatan manusia, namun boraks memiliki sifat perusak kesehatan yang berbeda. Boraks dikonsumi manusia, kemudian substansinya diserap oleh usus, untuk lebih lanjut disimpan terus menerus secara kumulatif dalam hati, otak, ginjal, atau bahkan testis, hingga akhirnya dosis toksin dari boraks semakin tinggi dalam tubuh (Makanansehat, 2012).

Pada dosis normal di bawah batas ambang maksimal, efek negatif toksisitas boraks pada manusia masih dapat ditoleransi seperti nafsu makan yang menurun, gangguan sistem pencernaan, gangguan pernafasan gangguan sistem saraf pusat ringan seperti halnya mudah bingung, anemia, serta kerontokan pada rambut. Namun bila dosis toksin telah mencapai atau bahkan melebihi batas maksimal maka akan mengakibatkan dampak yang fatal, mulai dari muntah-muntah, diare, sesak nafas, kram perut dan nyeri perut bagian atas (epigastrik), mual, lemas, pendarahan gastroentritis disertai muntah darah serta sakit kepala yang hebat (Makanansehat, 2012).

Bagi bayi dan anak kecil jika dosis toksin boraks dalam tubuh mencapai lebih dari 5 gram akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa jika mencapai 10-20 gram atau bahkan lebih akan berujung pada kematian pula (Makanansehat, 2012).

(5)

Uji Nyala Boraks

Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan dibakar, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Serbuk boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakar menghasilkan warna hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung boraks. Prosedur dilakukan dengan melarutkan senyawa uji dengan metanol dalam wadah (cawan penguap) kemudian dibakar, warna api hijau menunjukkan terdapat senyawa boraks (Hamdani, 2011).

Titrasi Asidimetri

Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dgn konsentrasi yg diketahui & diperlukan utk bereaksi secara lengkap dg sejumlah contoh tertentu yg akan di analisis (Dzali, 2011).

Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa

yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Larutan analit yang berupa larutan asam dititrasi dengan titran yang berupa larutan basa atau sebaliknya. Metode ini cukup luas penggunaannya untuk penetapan kuantitas analit asam atau basa. Jika HA mewakili asam dan BOH mewakili basa, maka reaksi antara analit dengan titran dapat dirumuskan secara umum sebagai berikut :

HA + OH- à A- + H2O (analit asam, titran basa)

BOH + H3O+ à B+ + 2H2O (analis basa, titran asam)

Titran umumnya berupa larutan standar asam kuat atau basa kuat, misalnya larutan asam klorida (HCl) dan larutan natrium hidroksida (NaOH) (Ibnu, 2005).

Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam-basa terletak pada titik ekuivalen dan ukuran dari pH. Zat-zat indikator dapat berupa asam atau basa, larut, stabil dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya adalah zat organik. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya indikator

(6)

menunjukkan warna pada range pH yang berbeda (Khopkar, 1990).

Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa (Khopkar, 1990).

Menurut Indigo Morie (2008), ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa, yaitu : 1. Memakai pH meter untuk memonitor

perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”.

2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.

Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak

diperlukan alat tambahan dan sangat praktis.

METODE

Alat. Alat yang digunakan adalah buret, beaker glass, labu Erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, spatel, cawan penguap, korek api, corong, blender, dan kertas saring.

Bahan. Bahan-bahan yang digunakan adalah Lontong Soeta, akuades, HCl 0,05 N, NaOH 0,05 N, asam oksalat, natrium tetraborat, asam sulfat pekat, metanol, indikator metil merah, fenolftalein, dan gliserin.

Preparasi Sampel. Sampel ditimbang sebanyak 150 g, ditambahkan akuades hangat, lalu diblender sampai menjadi bubur. Dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 500oC selama 1 jam. Sampel kering diambil.

Pembakuan HCl. Sebanyak 100 mg natrium tetraborat ditimbang, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer lalu dilarutkan dalam 25 mL akuades hangat. Ditambahkan indikator metil merah 2 tetes, kemudian dititrasi dengan HCl 0,05 N sampai larutan

(7)

menjadi berwarna merah. Pembakuan dilakukan sebanyak dua kali.

Pembakuan NaOH. Sebanyak 63,2 g asam oksalat ditimbang dan dilarutkan ke dalam 10 mL akuades. Ditambahkan indikator fenolftalein 2 tetes kemudian dititrasi dengan NaOH 0,05 N sampai terbentuk larutan

berwarna merah muda.

Pembakuan dilakukan sebanyak tiga kali.

Analisis Kualitatif Boraks. Sebanyak 1 g sampel kering ditimbang, disimpan dalam cawa penguap. Ditambahkan 5 tetes asam sulfat pekat dan 0,5 mL metanol. Di dalam kondisi gelap, korek api dinyalakan dan diletakkan di dalam cawan penguap. Nyala yang terbentuk diamati.

Analisis Kuantitatif Boraks. Sebanyak 1 g sampel kering dilarutkan dalam 20 mL akuades hangat, lalu disaring untuk memisahkan endapan karbon.

Selanjutnya ditambahkan

indikator metil merah kemudian dititrasi dengan HCl 0,05 N sampai terbentuk larutan

berwarna merah. Larutan dididihkan selama 5 menit, bila larutan berubah warna menjadi kuning, dilakukan kembali titrasi dengan HCl sampai terbentuk larutan berwarna merah yang konstan. Kemudian ditambahkan 15 mL gliserin netral, dititrasi dengan NaOH 0,05 N sampai terbentuk larutan berwarna kuning. Prosedur dilakukan sebanyak tiga kali. Kadar boraks dalam sampel dihitung.

HASIL Pembakuan HCl dengan boraks Tabel 1. Pembakuan HCl 0,05 N Nboraks VHCl 0,021 N 4,3 mL 0,021 N 4,5 mL Rata-rata 4,4 mL

Dari hasil pembakuan HCl dengan boraks, didapatkan normalitas HCl sebesar 0,049 N.

Pembakuan NaOH

Tabel 2. Pembakuan NaOH 0,05 N Nasam oksalat VNaOH

0,1 N

18,1 mL 18,6 mL 18,7 mL Rata-rata 18,5 mL

(8)

Dari hasil pembakuan NaOH dengan asam oksalat, didapatkan normalitas NaOH sebesar 0,054 N.

Analisis Kualitatif Boraks

Gambar 1. Hasil reaksi nyala sampel

Pada analisis kualitatif, sampel memberikan warna nyala kuning, dan tidak teramati warna nyala hijau yang menandakan adanya boraks. Dengan demikian, dari pengamatan secara kualitatif tidak teridentifikasi adanya senyawa boraks dalam sampel Lontong Soeta.

Analisis Kuantitatif Boraks Tabel 3. Titrasi tidak langsung sampel gsampel VHCl 1,00 0,80 mL 1,00 0,60 mL 1,00 0,80 mL Rata-rata 0,73 mL

Saat penambahan gliserin netral, larutan berubah menjadi warna kuning. Hal ini menandakan bahwa dalam sampel Lontong Soeta tidak teridentifikasi senyawa boraks.

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan boraks yang di dalam sampel makanan. Menurut Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/ 1999 tentang bahan pangan, boraks tidak diizinkan penggunaannya dalam makanan.

Berdasarkan hasil pengamatan sampel Lontong yang dijual di lokasi Soekarno-Hatta (Soeta) Bandung menggunakan pengujian kualitatif dengan metode uji nyala. Sebanyak 1 g sampel disimpan dalam cawan penguap. Ditambahkan 5 tetes asam sulfat pekat sebagai katalisator dan 0,5 mL metanol agar boraks menguap saat dibakar. Warna nyala api positif boraks adalah nyala hijau yang disebabkan oleh terbentuknya metil borat B(OCH3) atau etil borat B(OC2H5) (Svehla, 1990).

Reaksi yang terjadi sebagai berikut: H3BO3+3CH3OH  B(OCH3)3↑h+3H2O

(9)

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sampel uji memberikan warna nyala kuning sehingga sampel tidak mengandung boraks. Data pegujian hasil uji kualitatif dapat dilihat pada Gambar 1. di atas.

Pengujian secara kuantitatif

Penetapan kadar boraks dalam sampel berdasarkan titrasi asam basa dengan menggunakan larutan standar HCl (USP, 1990). Pengujian secara kuantitatif dengan titrasi asam basa berupa pemberian HCl agar terjadi reaksi asam klorida dengan boraks. Adapun reaksinya sebagai berikut: Na2B4O7+2HCl+5H2O4H3BO3+2NaCl

Dalam titrasi sampel kering yang sudah ditanur (diabukan), dilarutkan dalam akuades hangat, agar boraks dapa terlarut di dalam aquades. Disaring untuk memisahkan endapan karbon.

Selanjutnya ditambahkan

indikator metil merah dititrasi dengan HCl sampai terbentuk larutan berwarna merah. Larutan dididihkan selama, untuk menghilangkan kandungan CO2 didalamnya, bila larutan berubah warna menjadi kuning, dilakukan kembali titrasi dengan HCl sampai terbentuk larutan berwarna merah yang konstan. Kemudian ditambahkan gliserin netral.

Penambahan gliserin netral ini disebabkan karena asam borat (H3BO3) merupakan asam lemah, dalam proses titrasi perlu ditambahkannya golongan poli alkohol seperti gliserin agar dapat melepaskan H+ dan dititrasi dengan NaOH sampai terbentuk larutan berwarna kuning. Saat penambahan gliserin netral, larutan berubah menjadi warna kuning. Hal ini menandakan bahwa dalam sampel Lontong Soeta tidak teridentifikasi senyawa boraks.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan boraks yang di dalam sampel makanan. Menurut Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/ 1999 tentang bahan pangan, boraks tidak diizinkan penggunaannya dalam makanan.

Berdasarkan hasil pengamatan sampel Lontong yang dijual di lokasi Soekarno-Hatta (Soeta) Bandung menggunakan pengujian kualitatif dengan metode uji nyala. Sebanyak 1 g sampel disimpan dalam cawan penguap. Ditambahkan 5 tetes asam sulfat pekat sebagai katalisator dan 0,5 mL metanol agar boraks menguap saat dibakar. Warna nyala api positif boraks adalah nyala hijau yang disebabkan oleh

(10)

terbentuknya metil borat B(OCH3) atau etil borat B(OC2H5) (Svehla, 1990).

Reaksi yang terjadi sebagai berikut: H3BO3+3CH3OH  B(OCH3)3↑h+3H2O

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sampel uji memberikan warna nyala kuning sehingga sampel tidak mengandung boraks. Data pegujian hasil uji kualitatif dapat dilihat pada Gambar 1. di atas.

Pengujian secara kuantitatif

Penetapan kadar boraks dalam sampel berdasarkan titrasi asam basa dengan menggunakan larutan standar HCl (USP, 1990). Pengujian secara kuantitatif dengan titrasi asam basa berupa pemberian HCl agar terjadi reaksi asam klorida dengan boraks. Adapun reaksinya sebagai berikut: Na2B4O7+2HCl+5H2O4H3BO3+2NaCl

Dalam titrasi sampel kering yang sudah ditanur (diabukan), dilarutkan dalam akuades hangat, agar boraks dapa terlarut di dalam aquades. Disaring untuk memisahkan endapan karbon.

Selanjutnya ditambahkan

indikator metil merah dititrasi dengan HCl sampai terbentuk larutan berwarna merah. Larutan dididihkan selama, untuk menghilangkan kandungan CO2 didalamnya, bila larutan berubah warna menjadi kuning, dilakukan

kembali titrasi dengan HCl sampai terbentuk larutan berwarna merah yang konstan. Kemudian ditambahkan gliserin netral. Penambahan gliserin netral ini disebabkan karena asam borat (H3BO3) merupakan asam lemah, dalam proses titrasi perlu ditambahkannya golongan poli alkohol seperti gliserin agar dapat melepaskan H+ dan dititrasi dengan NaOH sampai terbentuk larutan berwarna kuning. Saat penambahan gliserin netral, larutan berubah menjadi warna kuning. Hal ini menandakan bahwa dalam sampel Lontong Soeta tidak teridentifikasi senyawa boraks.

DAFTAR PUSTAKA

Aryani, Sutji. 2006. Menguji Kandungan Boraks pada Makanan. Available

online at

http://www.suaramerdeka.com/hari an/0601/30/ragam04.htm (diakses tanggal 16 Mei 2015).

Cahyo, Saparinto. 2006. Bahan tambahan pangan. Kanisius. Yogyakarta Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia

Edisi Ketiga. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Didinkaem, 2007. Bahan beracun lain

dalam makanan. Pikiran Rakyat, 26 Januari

(11)

Dzali. 2011. Pengertian Titrasi. Available

online at

http://dzali.noiaenterprise.com/pen gertian-titrasi/comment-page-3/ (diakses tanggal 16 Mei 2015) Elisabeth. 2013. Uji Borax Pada Makanan

(Cara Sederhana). Available online at

http://elisabethdeta.blogspot.com/2 013/05/uji-borax-pada-makanan-cara-sederhana.html (diakses tanggal 16 Mei 2015)

Hamdani, S. 2011. Analisis Boraks. Available online at http://catatankimia.com/catatan/ana lisis-boraks.html (diakses tanggal 16 Mei 2015

Ibnu, M. Sodiq Ibnu, et al. 2005. Kimia Analitik I . Malang: Universitas Negeri Malang

Jajanankuliner. 2013. Lontong. Available

online at

http://jajanankuliner.net/lontong/ (diakses tanggal 16 Mei 2015) Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia

Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

Makanansehat. 2012. Pengaruh Boraks terhadap Kesehatan. Available

online at

http://www.makanansehat.web.id/2 012/06/pengaruh-borax-terhadap-kesehatan.html (diakses tanggal 16 Mei 2015).

Morie, Indigo. Titrasi Asam Basa. 7 April 2008.

http://belajarkimia.com/2008/04/tit rasi-asam-basa/. Diakses pada tanggal 16 Mei 2015

Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kedua. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.

Winarno, FG. Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Yuliarti, N. 2007. Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta.

United State Pharmacopeia. 1990. USP 29-NF 24. Rockville.

Gambar

Gambar 2. Organoleptis serbuk boraks

Referensi

Dokumen terkait