Tugas 7
KL 4111 – BANGUNAN PANTAI
Dosen : Andojo Wurjanto, Ph.D
Ivan Pranata
15511018
PROGRAM STUDI TEKNIK KELAUTAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014
Tugas Bangunan Pelindung Pantai
Sea Level Rise dan Subsidence
Sea Level Rise
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) adalah lembaga internasional yang didirikan oleh PBB yaitu United Nation Environment Program (UNEP) dan World Meteorological Organization (WMO) pada tahun 1988 untuk menyediakan pengetahuan yang jelas mengenai perubahan iklim dari sudut pandang ilmu pengetahuan serta dampaknya terhadap sosio-ekonomi.
Ribuan ilmuwan dan ahli dari berbagai Negara di dunia berkontribusi untuk menganalisis perubahan iklim di bumi dan menyarankan untuk tindakan penanggulangan.
Bahasan IPCC
1. Perubahan muka air di masa lalu
Muka air laut di masa Paleo sekitar 3 juta tahun terakhir melampaui 5 m di atas muka air saat ini. Saat temperature lebih panas sekitar 5 oC dari masa pra-industri. Ada kepercayaan yang tinggi bahwa maksimum kenaikan muka air laut pada masa intergrasial berkisar 5 m dan tidak mmelampaui 10 m dari muka air saat ini.
Data permukaan air laut permukaan air laut berperan menuntukan perubahan dari abad ke 19 sampai abad 20 dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi. Data ini juga menunjukan bahwa permuakan muka air laut global senantiasa meningkat sejak awal abad ke 20. Dengan rentang antara 0.000 – 0.002 mm/tahun sebelum 1900, 1.5 – 1.9 mm/tahun pada tahun 1901 – 1920 dan 1950 – 1993, dan 2.8 – 3.6 mm/ tahun pada tahun 1920 – 1950 dan 1993 – 2010.
2. Pemahaman perubahan muka air laut
Ekspansi termal laut dan mencairnya gletser telah menjadi kontributor dominan terhadap kenaikan permukaan laut global pada abad ke-20. Pengamatan sejak tahun 1971 menunjukan bahwa ekspansi termal dan gletser menjelaskan 75% dari kenaikan yang diamati.
Proyeksi ekspansi termal dan keseimbanga massa eprmukaan Greenland memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Tingkat kepercayaan menengah pada pemodelan proyeksi kehilangan massa gletser dan keseimbangan massa permukaan Atlantik.
Perkiraan berdasarkan model mengenai termal ekspansi di laut dan kontribusi gletser menunjukan bahwa kenaikan muka air yang relative besar sejak tahun 1993 merupakan dampak dari efek radiative dan meningkatkan hilangnya es di gletser.
3. Cadangan energi bumi
Perkiraan Independen mengenai RF efektif dari sistem iklim, penyimpanan panas, dan pemanasan permukaan dikombinasikan untuk memberikan cadangan energi untuk bumi dengan perkiraan sensitivitas iklim. Peningkatan penyimpanan panas terbesar di sistem iklim selama beberapa dekade terakhir terjadi di lautan. Hal ini menjadi dasar yang kuat bagi pengamatan untuk mendeteksi iklim.
4. Proyeksi kenaikan muka air laut global
Terdapat kecenderungna bahwa besarnya kenaikan muka air laut global dapat melampaui besarnya kenaikan dari hasil observasi yang dilakukan antara tahun 1971 – 2010 berdasar semua scenario (RCP) akibat peningkatan suhu di laut dan berkurangnya massa es dari gletser dan lapisan es.
Kenaikan muka air laut global rata-rata untuk periode 2081 - 2100 berada dalam kisaran 5 sampai 95% dibandingkan dengan 1986 – 2005. Angkanya dapat mencapai 16mm/tahun. Hampir dipastikan bahwa kenaikan muka air laut akan terus terjadi sampai setlah tahun 2100. Besarnya kenaikan muka air laut bergantung pada emisi di masa depan. Berdasarkan proses model, kenaikan muka air pada tahun 2300 kurang dari 1 m dibandingkan dengan masa pre-industrial. Dan dengan scenario RCP 8.5, kenaikannya berkisar antara 1 m sampai 3 m. Jumlah ekspansi termal di laut semakin lama semakin meningkat, tetapi kontribusi gletser terhadap kenaikan muka air laut semakin berkurang karena jumlah gletser yang semakin sedikit.
Bukti yang tersedia menunjukan bahwa global warming yang berkepanjangan dapat mengakibatkan lapisan es di Greenland hilang secara total dalam 1 milenium dan menyebabkan kenaikan muka air laut hingga 7 m.
5. Proyeksi kenaikan muka air laut regional
Pada abad ke-21 dan seterusnya dimungkinkan bahwa kenaikan muka air laut akan memiliki pola yang signifikan. Pada beberapa daerah local dan regional akan terlihat dampak perubahan muka air laut akibat kenaikan muka air laut secara global. Pada periode satu decade, perubahan muka air laut regional dapat berbeda 100% dari perubahan global. Pada akhir abad ke-21 kenaikan muka air laut di dunia akan positif, hanya beberapa regional yang akan mengalami penurunan yaitu di lokasi dekat gletser.
6. Proyeksi kenaikan muka air laut ekstrim dan permukaan gelombang pada abad 21
Terdapat kecenderungan terjadinya perubahan muka air laut ekstrim pada beberapa daerah pada awal abad ke-21. Hal ini merupakan dampak dari kenaikan muka air laut global. Dan ada sedikit kemungkinan kejadian pada daerah badai dan storm surge.
Data SLR di masa lalu yang digunakan IPCC
Data SLR masa lalu yang digunakan IPCC merupakan rekaman data yang digunakan untuk melihat sensitivitas SLR terhadap perubahan iklim yang terjadi untuk memahami hubungan antar perubahan iklim dan kenaikan muka air laut.
1. The Geological Record a. The Middle Pliocene
Terdapat keyakinan bahwa pada masa pertengahan Pliocene, temperature rata-rata global lebih hangat 2-3.5oC dibandung temperature saat ini. Muka air laut tidak lebih dari 20 m jika disbanding dengan kondisi saat ini.
b. Marine Isotope Stage 11
Suhu pada saat tersebut dipercaya lebih tinggi berkisar antara 1.5 – 2.0 oC, dan perkiraan muka air global lebih tinggi antara 6 – 15 m disbanding saat sekarang. c. The last Interglacial Period
Selama masa interglacial periode terakhir, rata-rata suhu bumi tahunan 1 oC dengan permukaan air laut lebih tinggi berkisar 6 m – 8.8 m diatas permukaan laut. Diketahui bahwa perubahan muka air laut setelah abad ke-20 adalah 1.5 – 1.9 mm/tahun.
d. The Late Holocene
Pada periode ini fluktuasi muka air laut tidak melebihi 0.25 m dalam rentang beberapa ratus tahun.
2. The Instrumental Method
Metode ini terutama terdiri dari pengukuran tide gauge selama 2-3 abad terakhir dan sejak awal 1990an pengukuran menggunakan radar altimeter berbasis satelit.
a. The Tide Gauge Record (1700-2012) b. The Satellite Altimeter Record (1993–2012)
Gambar a). Paleo sea level data for the last 3000 years from Northern and Southern Hemisphere sites. The effects of glacial isostatic adjustment (GIA) have been removed from these records. Light
green = Iceland (Gehrels et al., 2006), purple = Nova Scotia (Gehrels et al., 2005), bright blue = Connecticut (Donnelly et al., 2004), blue = Nova Scotia (Gehrels et al., 2005), red = United Kingdom (Gehrels et al., 2011), green = North Carolina (Kemp et al., 2011), brown = New Zealand (Gehrels et
Gambar b). Paleo sea level data from salt marshes since 1700 from Northern and Southern Hemisphere sites compared to sea level reconstruction from tide gauges (blue time series with uncertainty) (Jevrejeva et al., 2008). The effects of GIA have been removed from these records by
subtracting the long-term trend (Gehrels and Woodworth, 2013). Ordinate axis on the left corresponds to the paleo sea level data. Ordinate axis on the right corresponds to tide gauge data. Green and light green = North Carolina (Kemp et al., 2011), orange = Iceland (Gehrels et al., 2006), purple = New Zealand (Gehrels et al., 2008), dark green = Tasmania (Gehrels et al., 2012), brown =
Gambar c). Yearly average global mean sea level (GMSL) reconstructed from tide gauges by three different approaches. Orange from Church and White (2011),blue from Jevrejeva et al. (2008), green
from Ray and Douglas (2011) (see Section 3.7).
Gambar d). Altimetry data sets from five groups (University of Colorado (CU), National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), Goddard Space Flight Centre (GSFC), Archiving, Validation and Interpretation of Satellite Oceanographic (AVISO), Commonwealth Scientific and Industrial Research
Gamabr e). Comparison of the paleo data from salt marshes (purple symbols, from (b)), with tide gauge and altimetry data sets (same line colours as in (c) and (d)). All paleo data were shifted by mean of 1700–1850 derived from the Sand Point, North Carolina data. The Jevrejeva et al. (2008)
tide gauge data were shifted by their mean for 1700–1850; other two tide gauge data sets were shifted by the same amount. The altimeter time series has been shifted vertically upwards so that their mean value over the 1993–2007 period aligns with the mean value of the average of all three
tide gauge
Skenario SLR di Masa Depan Menurut IPCC
Terdapat empat scenario yang digunakan oleh IPCC dalam memprediksi SLR di masa depan. Empat tersebut antara lain RCP 2.6, RCP 4.5, RCP 6.0, RCP 8.5.
Pada semua scenario, laju kenaikan pada awal proyeksi RCP (2007-2013) adalah sekitar 3,7 mm/tahun, sedikit lebih besar dari kisaran 2.8 – 3.6 mm/ tahun. Pada semua scenario, ekspansi termal merupakan kontribusi berbesar yang diperhitungkan. Lalu gletser merupakan terbesar kedua. Pada akhir abad ke-21, mereka memiliki perkiraan kenaikan muka air laut sekitar 0,25 m, dengan RCP2.6 memberikan paling sedikit kenaikan (0,40 [0,26 untuk 0,55] m) dan RCP8.5 memberikan kemungkinan terbesar (0,63 [0,45-0,82] m). RCP4.5 dan RCP6.0 memiliki hasil yang mirip pada akhir abad (0.47 [0,32-0,63] m dan 0,48 [0,33-0,63]] m masing-masing), tapi RCP4.5 memiliki tingkat yang lebih besar dari kenaikan sebelumnya di abad daripada RCP6.0. Pada 2100, rentang kemungkinan
adalah 0,44 [0,28-0,61] m (RCP2.6), 0,53 [0,36-0,71] m (RCP4.5), 0,55 [0,38-0,73] m (RCP6.0), dan 0,74 [0,52-0,98] m (RCP8.5).
Dalam RCP 2.6 menjadi tiba-tiba konstan (proyeksi sental 4.5 mm/tahun. Sedangkan percepatan menggunakan RCP8.5 mencapai 8-16 mm/tahun.
Penyebab SLR
Menurut IPCC, terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab Sea Level Rise, antara lain:
Perubahan temperature dan salinitas air laut
Perubahan massa air dan es antara darat dan laut
Perubahan medan gravitasi dan pergerakan vertical seabed yang dikaitkan dengan deformasi bumi visco-elastik
Transfer massa permukaan dari darat ke laut
Proses Anthropogenik yang mempengaruhi perubahan pada air permukaan dan air tanah Namun menurut IPCC yang paling mempengaruhi sea level rise adalah perubahan temperature di laut dan massa air dan es yang ada di laut dan di darat efek dari global warming di bumi.
Opsi Menghadapi Bencana Akibat Daya Rusak Laut
Referensi tentang Opsi Fight – Retreat – Adapt
Strategi menghadapi kenaikan muka air laut berupa fight, retreat dan adapt bermula dari tulisan berjudul Strategies for Adaption to Sea Level Rise dalam laporan IPCC pertama yang ditulis oleh J. Dronkers, J. T. E. Gilbert, L.W. Butler, J.J. Carey, J. Campbell, E. James , C. McKenzie, R. Misdorp, N. Quin, K.L. Ries, P.C. Schroder, J.R. Spradley, J.G. Titus, L. Vallianos, dan J. von Dadelszen pada tahun 1990. http://papers.risi ngsea.net/federa l_reports/IPCC- 1990-adaption- to-sea-level-rise.pdf
Lalu selanjutnya dibahas dalam Coastal zones and small islands dalam Impacts, Adaptations and Mitigationof Climate Change: Scientific-Technical Analyses yang ditulis sebagai kontribusi untuk Working Group II Laporan Assesmen Kedua IPCC yang ditulis oleh Bijlsma, L., C.N. Ehler, R.J.T. Klein, S.M. Kulshrestha, R.F. McLean, N. Mimura, R.J. Nicholls, L.A. Nurse, H. Pérez Nieto,E.Z. Stakhiv, R.K. Turner dan R.A. Warrick pada tahun 1996. Sumber ini banyak digunakan dalam pembahasan strategi menghadapi bencana pada beberapa artikel lain dan lebih dikenal dengan Bijlsma et al 1996.
Selain itu juga terdapat karangan dalam bahasa Indonesia yang membahas tentang hal tersebut. Buku ini dibuat oleh Otto S.R. Ongkosongo yang berjudul ‘Strategi Menghadapi Risiko Bencana di Wilayah Pesisir Akibat Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Global’.
Dalam referensi-referensi di atas dibahas tiga strategi yang dapat diambil untuk menghadapi kenaikan muka air laut. Ketiga opsi tersebut yaitu retreat, accommodate dan protect.
1. Retreat
Retreat yang dimaksud dalam kasus ini adalah meninggalkan lahan dan struktur yang berada di daerah rawan dan memindahkan penduduk yang berada di lokasi tersebut. Hal yang perlu dilakukan dalam menjalankan opsi ini diantaranya:
Mencegah pembangunan di daerah yang dekat dengan pantai
Memungkinkan pengembangan berlangsung pada kondisi bahwa hal itu akan ditinggalkan jika perlu
Tidak ada peran pemerintah secara langsung selain melalui penarikan subsidi dan rovision informasi tentang risiko yang terkait
Contoh yang dapat dilakukan adalah transmigrasi.
Before After
2. Accommodate
Yang dimaksud dengan accommodate dalam kasus ini adalah tetap menggunakan/menghuni daerah yang rawan. Untuk mengatasi kenaikan muka air laut yang terjadi, yang dapat dilaukan adalah dengan menambah elevasi dari bangunan untuk disesuaikan dengan elevasi air sehingga tidak tergenang. Tidak lupa dengan memperhitungkan pasang surut dan storm surge sehingga tetap dapat mengakomodir pada kondisi ekstrim. Contoh yang dapat dilakukan adalah dengan rumah panggung.
Before After
Bangunan diatas ditinggikan untuk mengatasi kenaikan elevasi muka air laut. Hal tersebut merupakan salah satu contoh dari accommodate (adapt).
3. Protect
Protect berarti melakukan pertahanan pada daerah yang rentan akan dampak SLR terutama pada pusat penduduk, aktivitas ekonomi dan sumber daya alam. Opsi ini mellibatkan langkah defensive untuk melindungi kawasan terhadap genangan, banjir pasang, efek gelombang intrusi air laut dan hilangnya sumber daya alam. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan meambangun struktur baik struktur keras ataupun soft structure. Contoh dari opsi protect adalah pembangunan tanggul, polder, seawall, dan meningkatkan elevasi struktur pelindung yang sudah ada, pengisian material pantai.
Penerapan Opsi untuk Kasus Pesisir Jakarta
Pada kawasan pesisir Jakarta, besarnya SLR mencapai 0,5 cm/tahun dan subsidence sebesar 7,5 cm/ tahun. Dalam 50 tahun maka total SLR dan subsidence yang terjadi mencapai 400cm atau sebesar 4 m. perubahan sebesar itu tentu akan mengakibatkan banyak pesisir Jakarta tergenang air laut. Hal ini perlu diatasi menggunakan cara yang tepat karena Jakarta merupakan ibu kota Negara dan juga memiliki kegiatan ekonomi dan social yang sangat tinggi.
Terdapat tiga pilihan cara yang dapat diterapkan pada kasus SLR dan subsidence di Jakarta berdasarkan Bijlsma et al 1996 yaitu retreat, accommodate dan protect.
Untuk opsi retreat, yang perlu dilakukan pada kawasan pesisir Jakarta adalah mengosongkan kawasan yang rawan dan memindahkan orang ke tempat yang tidak terkena dampak SLR dan subsidence.
Opsi ini sangat sulit untuk diaplikasikan di Jakarta sangat banyak wilayah di Jakarta khususnya Jakarta Utara yang perlu dikosongkan dan dipindahkan. Hal ini tentu membutuhkan biaya yang sangat tinggi, namun yang jadi masalah utamanya adalah orang tidak dapat dengan mudah dipindahkan, bahkan orang yang menghuni bantaran kali saja sulit untuk dipindahkan, apalagi dari kawasan yang relative sudah berkembang.
2. Accommodate
Untuk opsi akomodate, yang perlu dilakukan adalah menyesuaikan elevasi bangunan agar tidak tergenang air laut. Penyesuaian elevasi ini sulit untuk dilaksanakan di Jakarta apalagi dengan besarnya 4 m karena sebagian besar bangunan di Jakarta merupakan bangunan permanen seperti apartmen dan perkantoran yang tidak bisa dengan mudah diatur elevasinya. Opsi ini hanya dapat dilaksanakan pada kawasan pesisir yang masih tergolong sepi dan bangunan yang ada bukanlah merupakan bangunan permanen.
3. Protect
Opsi protect merupakan pilihan yang paling tepat untuk mengatasi dampak bencana SLR dan subsidence di kota besar dengan tingkat ekonomi yang tinggi. Sehingga nilai sosio-ekonomi wilayah tersebtut tidak menurun. Proteksi yang dapat diterapkan untuk kawasan pesisir Jakarta adalah dengan membuat sistem tanggul polder sehingga kawasan pesisir Jakarta tidak terkena dampak kenaikan permukaan air laut yang terjadi. Maka rencana pemerintah untuk membangun NCICD merupakan langkah yang tepat untuk menghadapi SLR dan subsidence yang terjadi di Jakarta.
Adaptasi Bangunan Pengaman Pantai
Dengan mengambil angka moderat, gabungan SLR dan subsidence sebesar 5 cm per tahun, dalam waktu 20 tahun maka akan terjadi perbedaan sekitar 1 m. untuk mengatasi perbedaan elevasi sebesar 1 m, perlu dilakukan adaptasi terhadap bangunan pengaman pantai yang berupa pemecah gelombang, revetment dan groin.
Pada struktur rubble mound, ukuran armor tidak terpengaruh dengan adanya perbedaan elevasi sebesar 1 m tersebut karena rumus Hudson yang digunakan untuk menghitung berat armor adalah sebagai berikut:
( ) Dimana:
W = berat dalam Newton atau pound untuk satu buah unit armor pada lapisan lindung
wr = berat unit armor dalam N/m3 atau dalam lb/ft3, bisa juga menggunakan satuan massa jenis yaitu
kg/m3 atau dalam slugs/ft3 untuk mendapatkan W dalam massa kg atau slugs H = Tinggi gelombang desain bias dalam m atau ft
Sr = spesifik gravity dari armor unit relative terhadap air (Sr = wr / ww)
ww = berat jenis dari air, untuk air tawar = 9800 N/m3(62.4 lb/m3) , air laut = 10047 N/m3(64 lb/m3)
ϴ = sudut kemiringan struktur terhadap sumbu horizontal dalam derajat
KD = Koifisien stabilitas bergantung pada bentuk armot, kekerasan, ketajaman sudut, dan derajat
interlocking. Kondisi awal:
Pantai dengan kemiringan 1:80
Tinggi gelombang di laut dalam, H0 = 2 m
Periode gelombang T0 = 6 detik
Kedalaman lokasi breakwater, d = 4 m
Berat Jenis armor, wr = 27.000 N/m3 = 2755 kg/m3
Berat jenis air, ww = 10.047 N/m3
Kemiringan breakwater , ϴ = 33,7o 1. Menghitung tinggi breakwater
Tinggi breakwater dihitung melalui perhitungan run up pada break water. Rumus perhitungan run up: dimana
√ ⁄
dan
Dimana:
Rmax = run up maksimum di breakwater = kemiringan pantai
= irribaren number
= tinggi gelombang di laut dalam = panjang gelombang di laut dalam
Sehingga ( √ ⁄ ) ( √ ⁄ )
Dengan Rmax = 0,57 m, maka puncak pemecah gelombang dibuat 1 m diatas permukaan laut.
2. Menghitung Berat Unit Armor W
( )
( )
Untuk material batu alam, berdasar tabel maka KD diambil untuk batu alam dengan permukaan dan ujung kasar dan kondsi gelombang pecah yaitu 1,9 dan = 1,5, maka:
( )
Dibutuhkan batu alam dengan massa 1610 kg
Untuk lapisan under layer massa material yang digunakan =
Untuk inti massa material yang digunakan =
3. Menghitung lebar puncak
( ) ⁄
N yang digunakan adalah 2 berdasar tabel adalah 1,0
( )
⁄
Maka lebar puncak breakwater adalah 1,67 m
4. Menghitung tebal lapisan
( ) ⁄
Tebal lapisan lindung:
( )
⁄
Tebal lapisan kedua:
( )
⁄
Berdasar perhitungan di atas, maka didapat dimensi breakwater yang sesuai untuk kondisi pantai tersebut. Gambar potongan melintang breakwater berdasar perhitungan di atas adalah sebagai berikut:
Adaptasi struktur rubble mound yang berlaku untuk ketiganya:
Menyesuaikan elevasi puncak, ditambah 1 meter
Lebar puncak struktur tetap
Adaptasi bangunan pantai tersebut akan dibahas satu per satu di bawah ini: 1. Pemecah Gelombang
Adaptasi yang perlu dilakukan untuk menghadapi SLR dan subsidence yang besarnya mencapai 1 m pada pemecah gelombang adalah
mengubah dimensi breakwater
menyesuaikan elevasi puncak breakwater,
lebar puncak tetap,
menyesuaikan lebar bawah dengan kemiringan struktur.
Gambar Potongan Detail Breakwater
Gambar Denah Breakwater 2. Revetment
Pada revtmen yang perlu dilakukan adalah:
Menyesuaikan lokasi dan dimensi revetment dengan garis pantai yang baru
Menyesuaikan elevasi puncak revetmen
Lebar puncak tetap
Gambar Potongan Revetment
Gambar Potongan Detail Rcevetment
Gambar Denah Revetment 3. Groin
Pada groin yang perlu dilakukan adalah:
Menyesuaikan elevasi puncak groin
Lebar puncak groin tetap
Menyesuaikan bagian groin yang menempel pada garis pantai dengan daris pantai yang baru
Gambar Potongan Groin
Gambar Potongan Detail Groin