BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENDAHULUAN
Pada bab ini akan menjelaskan teori tentang stainless steel, Korosi, serta fungsi dan macam-macam dari Inhibitor yang perlu diketahui dan dipelajari untuk mendukung dalam penelitian yang akan di buat sehingga proses penelitian lebih di mengerti dan dipahami. Semua karakteristik dan efisiensi akan dijelaskan di bab ini.
2.2 STAINLESS STEEL
Baja tahan karat (Stainless Steel) didefinisikan sebagai alloy yang terbentuk dari besi dan karbon dengan konsentrasi antara 0.5 % - 2 %. Stainless Steel adalah suatu baja yang mengandung lebih dari 11 % kromium, biasanya diantara 11,5% - 27%, dan stainless steel juga mengandung nikel, vanadium, molybdenum dan niobium dalam jumlah terbatas (DA Silaen, 2015).Stainless Steel secara mendasar bukanlah logam mulia seperti halnya emas (Au) & Platina (Pt) yang hampir tidak mengalami korosi karena pengaruh kondisi lingkungan, Kromium nantinya akan membentuk lapisan pelindung antikorosi (protective layer) atau kromium-oksida bersama dengan oksigen yang berasal dari udara atau air (Sulaeman, 2012).
Karena Stainless Steel lebih tahan terhadap korosi banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti bidang industri, alat-alat medis dan rumah tangga, salah satu contohnya yaitu di aplikasikan pada Bipolar plate stack PEM fuel cell. Salah satu type Stainless Steel yang banyak digunakan yaitu Stainless Steel type 316, Stainless steel 316 secara khusus efektif pada lingkungan yang mengandung
tingkat keasaman cukup tinggi, melindungi dari korosi yang disebabkan oleh sulfur, belerang, klorida, asam cuka, asam formiat, dan asam tartarat, juga terhadap asam sulfat dan klorida alkali.Stainless Steel type 316 adalah chromium-nickel Stainless
Steel yang mengandung 2-3% molybdenum. Kandungan Molybdenum meningkatkan
ketahanan terhadap korosi,sertaketahanan terhadap suhu tinggi (Mohammad, 2014).
2.2.1 Karakteristik Stainless Steel
1. Persen Krom Tinggi
Stainless steel memiliki kandungan chromium minimal 10,5%. Kandungan unsur chromium ini merupakan pelindung utama gejala yang disebabkan pengaruh kodisi lingkungan.
2. Tahan Korosi
Jika logam lain memerlukan galvanis untuk melindungi dari korosi, stainless steel memiliki sifat tahan korosi secara alami tanpa metode pabrikasi. Sifat tahan karat
stainless steel diperoleh karena adanya kandungan unsur chromium yang
tinggi.Stainless steel memiliki lapisan okasida yang stabil pada permukaannya sehingga tahan terhadap pengaruh oksigen.Lapisan oksida ini bersifat self-healing (penyembuhan diri) yang tetap utuh meskipun permukaan benda dipotong atau dirusak.
3. Minim perawatn dan tahan lama
Peralatan yang terbuat dari stainless steel tidak membutuhkan perawatan yang kompleks.Karakteristik stainless steel yang tahan karat membuatnya lebih awet atau tahan lama dan tidak mudah rusak karena oksidasi.
4. Kekerasan dan Kekuatan Tinggi
Bila dibandingkan dengan baja ringan, Stainless Steel cenderung memiliki kekutan tarik tinggi.Stainless Steel duplex memiliki kekuatan tarik lebih tinggi dari Stainless Steel austenitik.
5. Cryogenic Resistance (Resistensi terhadap suhu rendah)
Resistensi cryogenic diukur dengan keuletan atau ketangguhan pada sub nol suhu. Pada suhu rendah kekuatan tarik stainless steel austenitik lebih tinggi daripada suhu kamar secara subtstansial.
6. Tampilan Menarik
Stainless steel bewarna perak mengkilap sehingga barang-barang yang terbuat dari stainless steel tampak lebih menarik.Karakteristik stainless steel yang memiliki tampilan menarik membuatnya sering digunakan untuk peralatan pada berbagai bidang kehidupan manusia.
2.2.2 Klasifikasi Dan Komposisi Stainless Steel
Klasifikasi Stainless Steel didasarkan pada struktur metalurginya, yaitu Austenitik, Ferritik, Martensitik, Duplek dan Precipitation Hardening.
1. Austenitik Stainless Steel
Stainless Steel memiliki mikrostruktur face centre cubic. Penambahan 8 % nikel pada
alloy ini mencegah transformasi austenit ke martensit saat pendinginan, sehingga austenit lebih stabil walaupun pada suhu kamar. Tipe AISI 304 L SS dan 303 banyak digunakan sebagai bahan dasar braket ortodonti dengan komposisi 18- 20 % kromium (Cr), 8-10 % Nikel, sedikit Mangan, Silikon dan karbon 0,003 %. AISI 303 adalah tipe austenitik stainless steel pertama yang merupakan campuran 18 % kromium dan 8 % nikel dan sedikit Selenium. Sedangkan tipe 316L SS memiliki kandungan Nikel tinggi 2-3 % Molybdenum dan karbon yang lebih rendah untuk menambah resistensi terhadap korosi intergranular. Tipe AISI 302 dengan komposisi 17-19 % kromium, 8-10 % Nikel dan 0,08 % karbon biasanya digunakan untuk kawat ortodonti.
2. Ferritik StainlessSteel
Steel Alloy ini adalah tipe AISI 400 dengan sifat ketahanan korosi yang cukup baik
walaupun tidak sebaik austenitic SS disebabkan kandungan kromium yang lebih rendah. Komposisi kromium 11,5 – 27 %, karbon 0,20 % dan tanpa nikel. Pada perubahan temperatur, jenis alloy ini tidak menimbulkan perubahan fase ke keadaan padat, maka logam ini tidak mengeras dengan pemanasan.
3. 3. Martensitik Stainless Steel
Sama halnya dengan jenis Ferritik Stainless Steel, jenis Martensitik juga dikategorikan tipe AISI 400. Akan tetapi sifat Martensitik berbeda dengan tipe Ferritik, tipe Martensitik dapat dikeraskan dengan cara dipanaskan (heat treatment) sehingga memiliki sifat kekerasan yang baik tetapi ketahanan korosi paling rendah dibandingkan dengan tipe Austenitik dan Ferritik SS. Komposisinya mengandung kromium 12-14 %, Molybdenum 0,2-1 %, Nikel 0- 2 % dan karbon 0,1 – 1 %.
4. Precipitation Hardening Stainless Steel
Precipitation Hardening (PH) stainless steel adalah kombinasi optimal dari sifat-sifat
martensitik dan austenitik yaitu lebih kuat dan ketahanan korosi yang baik. Kekuatan (tensile strength) yang tinggi disebabkan oleh proses heat treatment yang menghasilkan presipitat (endapan) salah satu atau lebih Copper, Aluminium, Titanium, Niobium dan Molybdenum yang memang ditambahkan ke dalam alloy Stainless Steel. Alloy ini digunakan bila diperlukan kombinasi kekuatan tinggi dan resistensi korosi.
5. Duplex Stainless Steel
Stainless Steel memiliki bentuk mikrostruktur campuran austenitik dan
ferritik.Kombinasi dari kedua tipe tersebut menghasilkan kekuatan dua kali lipat lebih baik daripada austenitik dan tidak mudah fraktur dibandingkan dengan ferritik stainless steel.Selain itu, sifat tahan korosi dalam mulut terutama korosi karena gaya/tekan (stress corrosion cracking) lebih baik daripada austenitik stainless steel. Komposisinya mengandung kromium yang tinggi 18-30 %, Molybdenum yang tinggi 0,1-4,5 % dan Nikel lebih rendah 1,3- 6%, tembaga dan besi. Nitrogen ditambahkan untuk menambah kekuatan dan tahan korosi.Tipe 2304 dan 2205 Duplex stainless
steel digunakan sebagai bahan dasar braket ortodonti dan indikasi untuk pasien yang
alergi nikel.Penelitian Plat dkk melaporkan bahwa 2205 Duplex stainless steel lebih tahan korosi dibandingkan tipe AISI 316 L sebagai bahan dasar braket ortodonti.
Gambar 2.1Struktur Stainless Steel
(Sumber : Silaen, 2015)
2.3 PENGERTIAN KOROSI
Korosi merupakan kerusakan yang terjadi pada suatu material akibat reaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses korosi melibatkan 2 reaksi simultan yakni oksidasi dan reduksi (redoks). Ketika specimen logam murni (disebut elektroda) ditempatkan pada medium cairan (disebut elektrolit) yang tidak mengandung ionion specimen, maka ion logam akan cenderung larut ke dalam medium dan permukaan logam yang hilang ionnya akan memulai proses redeposisi untuk mempertahankan sifat logam tersebut, transfer ion logam ke medium cairan disebut proses oksidasi (hilangnya elektron) dan redeposisi yang menyebabkan reduksi (Mohandas, 2015).
Tingkat korosi logam dipengaruhi oleh komposisi material serta reaksi kimia dari cairan tempat logam tersebut dicelupkan atau lingkungan sekitarnya.Permukaan karakteristik elektroda sebelum dan setelah korosi diperiksa dengan mikroskop elektron scanning, mikroskop kekuatan atom, dan X-ray fotoelektron spektroskopi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa gas mulai berkembang pada elektroda grafit ketika potensi anodik polarisasi lebih tinggi (Huijun, 2011).Korosi didefinisikan sebagai penurunan mutu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya. Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami reduksi. Peristiwa korosi sendiri merupakan proses elektrokimia, yaitu proses (perubahan / reaksi kimia) yang melibatkan adanya aliran listrik (Mohandas, 2015).
Meskipun stainless steel dikenal sebagai campuran logam yang tahan korosi, namun proses pembuatan yang beda menghasilkan kualitas yang berbeda-beda juga, sehingga akan mempengaruhi tingkat ketahanan korosi dan tidak membuat stainless steel tidak dapat mengalami korosi. Pada nyatanya stainless steel dapat mengalamiKorosi sumuran (pitting corrosion)(Mohandas, 2015).
2.3.1 Jenis Jenis Korosi
Terdapat beberapa jenis proses korosi yang dapat terjadi pada logam terkait dengan waktu pemakaian dan lingkungan rongga mulut yang antara lain :
1. Korosi merata ( uniform attack )
Pada kondisi normal, braket logam stainless steel diselubungi lapisan oksida kromium yang mencegah terjadinya penetrasi agen korosi.Akan tetapi, pada beberapa kasus lapisan tersebut rusak akibat ekspos braket terhadap klorida.Umumnya korosi ini terjadi hampir di semua tingkat logam tetapi dalam tingkat yang berbeda dan dapat tidak terdeteksi hingga mengenai sebagian besar logam.
Gambar 2.2Korosi merata
3. Korosi celah ( crevice corrosion)
Korosi ini dapat terjadi pada pesawat lepasan bila kawat atau komponen sekrup ekspansi memasuki akrilik.Diskolorasi kecoklatan dapat timbul di bawahpermukaan akrilik yang berkontak dengan logam.Hal ini diperkirakan disebabkan oleh bakteri dan biofilm permukaan antara kawat dan akrilik, sehingga mengakibatkan korosi celah dari logam.
Gambar 2.3korosi celah
(Sumber : Wibowo, 2012)
4. Korosi galvanik ( galvanic corrosion)
Dalam ortodonti, korosi galvanik dapat timbul bila dua logam yang berbeda disatukan dalam pembuatan braket atau posted archwire. Dalam kasus pesawat lepas, kedua logam juga dapat berperan dalam korosi galvanik, namun situasi tersebut diperparah oleh adanya bagian sambungan yang disolder. Hal ini karena bagian sambungan solder aktif secara mekanis sehingga menyebabkannya lebih rentan terhadap korosi.
Gambar 2.4korosi galvanic
5. Korosi fretting (Fretting corrosion)
Korosi fretting terjadi di area kontak logam yang mengalami beban berkelanjutan.Misalnya pada pertemuan archwire/slot braket. Selama aplikasi beban, kedua logam mengalami proses cold welding dari tekanan pada pertemuan antara keduanya. Aplikasi kontinu tekanan demikian pada pertemuan tersebut akan menyebabkan bagian persambungan mengalami keausan, merusak lapisan oksida permukaan pelindung dan menyebabkan logam menjadi rentan terhadap korosi.
Gambar 2.5korosi fretting
(Sumber : Fatonah, 2011)
6. Korosi sumuran (pitting corrosion )
Pada tingkat mikroskopis, braket ortodonti dapat memiliki banyak pit dan celah. Keadaan tersebut diperkirakan meningkatkan kerentanannya terhadap korosi karena mampu menampung mikroorganisme pembentuk plak. Mikroorganisme menyebabkan penurunan pH lokal dan pengurangan oksigen yang kemudian mempengaruhi proses pasifasi.
Gambar 2.6korosi sumuran
(Sumber : Wibowo, 2012)
Korosi logam tidak dapat dicegah, tetapi dapat dikendalikan seminimal mungkin.Ada tiga metode umum untuk mengendalikan korosi, yaitu pelapisan (coating), proteksi katodik, dan penambahan zat Inhibitor korosi.
2.3.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Korosi
Faktor yang mempengaruhi korosi dibedakan menjadi 2: 1. Berasal dari bahan itu sendiri, antara lain:
kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk Kristal, unsur-unsur kelumit yang ada dalam bahan, dan teknik pencampuran bahan.
2. Berasal dari lingkungan. Antara lain:
Tingkat pencemaran udara. Gas-gas polutan yang ada bisa membentuk asam nitrat dan asam sulfat. Oleh sebab itu, udara menjadi bersifat korosif dan berikatan dengan apa saja termasuk komponen-komponen renik di dalam peralatan elektronik.
Air, tanah, Suhu dan kelembaban.
Atmosfer (desa, kota, industri). Penguapan dan pelepasan bahan-bahan korosif ke udara dapat mempercepat proses korosi.
Uap dan gas (klorin, ammonia, hydrogen sulfat). Udara dalam ruangan yang terlalu asam atau basa dapat mempercepat proses korosi peralatan yang ada dalam ruangan tersebut.
Asam-asam mineral (HCl, asam sulfat, dsb), fluor,hydrogen fluoride beserta persenyawaannya dikenal sebagai bahan korosif.
Asam-asam organik (asam asetat, asam sitrat)
Alkali Amonia (NH3) merupakan bahan yang digunakan dalam industri dimana
pada kondisi suhu dan tekanan normal, bahan ini berada dalam gas dan sangat mudah terlepas ke udara.
2.3.3 Korosi pada Stainless Steel
Korosi pada stainless steel adalah kromium oksida yang secara otomatis terbentuk pada permukaan bahan sehubungan dengan afinitas kromium yang tinggi untuk bergabung dengan oksigen.Lapisan kromium oksida ini bersifat pasif (secara kimiawi tidak aktif), kuat (melekat secara erat di permukaan stainless steel tersebut) dan memperbaharui dirinya sendiri(Emeka, 2012).
Gambar 2. 7lapisan kromium pada stainless steel
(Sumber : Sulaeman, 2012)
Lapisan Kromium adalah lapisan yang melindungi stainless steel dari korosi.Lapisan tersebut berupa bahan film yang dapat memperbaharui dirinya sendiri.Apabila film ini hilang atau rusak (sebagaimana yang sering terjadi ketika permukaan stainless steel terkena mesin atau tergores), film tersebut dapat membentuk kembali dirinya sendiri. Walaupun demikian kondisi lingkungan tetap menjadi penyebab kerusakan tersebut. Pada keadaan dimana protective layer tidak dapat lagi terbentuk, maka korosi pada stainless steelakan tetap terjadi. Sifat logam sendiri mudah melepaskan elektron dimana korosi merupakan melarut/bereaksinya logam
dengan oksigen atau bahan lain dan korosi akan terjadi lebih cepat dengan hadirnya zat elektrolit, misal suatu asam atau larutan garam(Sulaeman, 2012).
2.3.4 Faktor Korosi Pada Stainless Steel
1. Terbentuknya lubang-lubang kecil/ halus pada tangki dan pipa-pipa sehingga menyebabkan kebocoran cairan ataupun gas. Hal ini perlu diperhatikan apabila gas atau cairan yang tersimpan dalam alat-alat industri farmasi berbahaya apabila terkena tubuh, nantinya bisa melukai manusia disekitarnya.
2. Menurunnya kekuatan material disebabkan penyusutan, pengurangan ketebalan volume material sehingga ‘strength‘ juga menurun, akibatnya dapat terjadi retak, bengkok, patah dan sebagainya. Umur dari alat-alat yang terbuat dari stainless steel akan menjadi singkat karena alat tidak bisa digunakan kembali akibat kerusakan tersebut.
3. Permukaan material menjadi tidak menarik disebabkan kerak karat ataupun lubang-lubang. Alat yang berasal dari satinless steel akan terkesan usang, sehingga tidak meyakinkan kualitas dari penggunaan alat tersebut.
4. Terbentuknya karat-karat yang mungkin mengkontaminasi zat atau material lainnya. Alat industri farmasi yang mengalami korosi cukup berbahaya bila digunakan karena alat-alat tersebut memiliki kontak langsung dengan bahan-bahan dasar sediaan farmasi yang ditakutkan karat yang timbul akan mengkontaminasi bahan-bahan tersebut dan bisa saja mempengaruhi fungsi dari bahan tersebut.
2.3.5 Proteksi Korosi
Dengan dasar pengetahuan tentang elektrokimia proses korosi yang dapat menjelaskan mekanisme dari korosi, dapat dilakukan usaha-usaha untuk pencegahan terbentuknya korosi. Banyak cara sudah ditemukan untuk pencegahan terjadinya korosi diantaranya adalah dengan cara proteksi katodik, coating, pembalutan dan penggunaan Chemical
Proteksi Katiodik
Untuk mencegah terjadinya proses korosi atau setidak-tidaknya untuk memperlambat proses korosi tersebut, maka dipasanglah suatu anoda buatan di luar logam yang akan diproteksi. Daerah anoda adalah suatu bagian logam yang kehilangan elektron.Ion positifnya meninggalkan logam tersebut dan masuk ke dalam larutan yang ada sehingga logam tersebut berkarat. Terlihat disini karena perbedaan potensial maka arus elektron akan mengalir dari anoda yang dipasang dan akan menahan melawan arus elektron dari logam yang didekatnya, sehingga logam tersebut berubah menjadi daerah katoda. Inilah yang disebut Cathodic Protection(Savour, 2016). Dalam hal diatas elektron disuplai kepada logam yang diproteksi oleh anoda buatan sehingga elektron yang hilang dari daerah anoda tersebut selalu diganti, sehingga akan mengurangi proses korosi dari logam yang diproteksi. Anoda buatan tersebut ditanam dalam suatu elektrolit yang sama (dalam hal ini tanah lembab) dengan logam (dalam hal ini pipa) yang akan diprotekasi dan antara dan pipa dihubungkan dengan kabel yang sesuai agar proses listrik diantara anoda dan pipa tersebut dapat mengalir terus menerus (Gokhan, 2012).
Metode Pelapisan (Coating)
Metode pelapisan adalah suatu upaya mengendalikan korosi dengan menerapkan suatu lapisan pada permukaan logam besi.Misalnya, dengan pengecatan atau penyepuhan logam.Penyepuhan besi biasanya menggunakan logam krom atau timah.Kedua logam ini dapat membentuk lapisan oksida yang tahan terhadap karat (pasivasi) sehingga besi terlindung dari korosi.Pasivasi adalah pembentukan lapisan film permukaan dari oksida logam hasil oksidasi yang tahan terhadap korosi sehingga dapat mencegah korosi lebih lanjut (Neha, 2013).
Paduan logam juga merupakan metode untuk mengendalikan korosi.Baja stainless steel terdiri atas baja karbon yang mengandung sejumlah kecil krom dan nikel.Kedua logam tersebut membentuk lapisan oksida yang mengubah potensial reduksi baja menyerupai sifat logam mulia sehingga tidak terkorosi (Savour, 2016).
2.3.6 Pemakaian Bahan-Bahan Kimia (Chemical Inhibitor)
Untuk memperlambat reaksi korosi digunakan bahan kimia yang disebut Inhibitor Corrosion yang bekerja dengan cara membentuk lapisan pelindung pada permukaan metal. Lapisan molekul pertama yang tebentuk mempunyai ikatan yang sangat kuat yang disebut chemis option.Corrosion Inhibitor umumnya berbentuk fluid atau cairan yang diinjeksikan pada production line (Sharma, 2015).
Karena inhibitor tersebut merupakan masalah yang penting dalam menangani kororsi maka perlu dilakukan pemilihan inhibitor yang sesuai dengan kondisinya. Material Corrosion Inhibitor terbagi 2, yaitu :
a. Inorganik Inhibitor
Inhibitor yang diperoleh dari mineral-mineral yang tidak mengandung unsur karbon dalam senyawanya. Material dasar dari inorganik inhibitor antara lain kromat, nitrit, silikat, dan pospat (Sharma, 2015).
b. Organik Inhibitor
Inhibitor yang diperoleh dari hewan dan tumbuhan yang mengandung unsur karbon dalam senyawanya. Material dasar dari organik inhibitor antara lain: Turunan asam lemak alifatik, yaitu: monoamine, diamine, amida, asetat, oleat, senyawa-senyawa amfoter(Neha, 2013).
2.4 INHIBITOR
Inhibitor adalah zat kimia yang ditambahkan ke dalam suatu lingkungan korosif
dengan kadar sangat kecil (ukuran ppm) guna mengendalikan korosi. Inhibitor korosi dapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme pengendaliannya, yaitu Inhibitor anodik, Inhibitor katodik, Inhibitor campuran, dan GreenInhibitor(Sharma, 2015).
Inhibitor kimia sintetik pada umumnya mahal dan beracun bagi manusia dan linkungan, Inhibitor dari ekstra tanaman hijau selain banyak tersedia, murah dan ramah lingkungan, beberapa ekstra tanaman dapat dipakai untuk menghambat laju korosi pada metal (P. Neha, 2013). Daun Piper Guineense (PG) dapat menurunkan
laju korosi baja ringan dalam 1 M HCL dan 0,5 M H2SO4, hasil penelitian
menunjukan bahwa PG menghambat korosi secara katodik dan reaksi parsial anodik dari proses korosi melalui adsorpsi dari ekstrak bahan organik pada antarmuka logam (Emeka, 2012).
2.4.1 Jenis – Jenis Inhibitor
1) Inhibitor anodik
Inhibitor anodik adalah senyawa kimia yang mengendalikan korosi dengan cara
menghambat transfer ion-ion logam ke dalam air. Contoh inhibitor anodik yang banyak digunakan adalah senyawa kromat dan senyawa molibdat(Gokhan, 2012). 2) Inhibitor katodik
Inhibitor katodik adalah senyawa kimia yang mengendalikan korosi dengan cara
menghambat salah satu tahap dari proses katodik, misalnya penangkapan gas oksigen (oxygen scavenger) atau pengikatan ion-ion hidrogen. Contoh inhibitor katodik adalah hidrazin, tannin, dan garam sulfit (Neha, 2013).
3) Inhibitor campuran
Inhibitor campuran mengendalikan korosi dengan cara menghambat proses di katodik
dan anodik secara bersamaan. Pada umumnya inhibitor komersial berfungsi ganda, yaitu sebagaiInhibitor katodik dan anodik.Contoh inhibitor jenis ini adalah senyawa silikat, molibdat, dan fosfat (Savour, 2016).
.
4) Green Inhibitor
Green Corrosion Inhibitoradalah suatuInhibitor yang bersifat biodegradable yang
berfungsi untuk memproteksi logam dan paduan sehingga laju korosi dapat berkurang,
gum merupakan salah satu Inhibitor Green yang dapat menghambat laju korosi pada
logam(Sharma, 2015). Dari beberapa studi literatur ada beberapa jenis Green Inhibitor yang dapat digunakan untuk proteksi logam baja atau steel sehingga dapat mengurangi laju korosi diantaranya PG, Aloe Vera dan Arabic Gum (Neha, 2013).
Salah satu inhibitor yang dapat digunakan adalah Inhibitor Arabic Gum,
Arabic Gum atau Gum Acacia (GA) adalah partikular yang menarik karena aman
digunakan, mempunyai kelarutan tinggi. Selain itu, Arabic Gum mempunyai senyawa organik dan ditemukan dapat menjadi Inhibitor yang baik untuk baja ringan (Abu-Dalo,2012).Arabic Gum memiliki struktur molekul yang besar sehingga efektif untuk digunakan sebagai Inhibitor yang lebih efektif untuk steel(Neha, 2013).
2.4.2 Arabic Gum
Gum Arabic, juga dikenal sebagai Gum Akasia, chaar gund, char ghoond, atau meska,
adalah karet alami yang terbuat dari getah mengeras dari berbagai jenis pohon akasia. Awalnya, Gum Arabic dikumpulkan dari Acacia Nilotica yang disebut pohon Arabic
Gum. Pada saat ini arabic gum dominan dikumpulkan dari spesies terkait, yaitu acacia
Senegal dan vachellia (acacia) seyal. Produsen panen karet secara komersial dari pohon liar, terutama di Sudan (80%) dan diseluruh Sahel, dari Senegal ke Somalia meskipun secara historis dibudidayakan di saudi dan asia barat. Gum arab adalah campuran kompleks glikoprotein dan polisakarida. Ini adalah sumber asli dari gula arbinosa dan ribosa, yang kedua nya pertama kali ditemukan dan di isolasi,Gum
Arabic digunakan terutama di industri makanan sebagai stabilisator. Gum arab adalah
bahan utama dalam litograf tradisional dan digunakan dalam pencetakan, produksi cat, lem, kosmetik dan berbagai aplikasi industri, termasuk kontrol viskositas dalam tinta dan industri tekstil dan bahan yang lebih murah (Abu-Dalo, 2012).
Gum Arabic (GA)yang terdiri dari polisakarida dan glikoprotein, diterpkan
sebagai dual fungsi pengikat. Pertama, kelompok hidroksil hepolysaccharide pada
Arabic Gum sangat penting dalam memastikan dinding kuat. Kedua, sama halnya
dengan fungsi serat dalam beton (FRC), rantai glikoprotein memberikan toleransi mekanik lanjut untuk ekspansi(Gelman, 2015).
Kebanyakan Inhibitor asam adalah senyawa organik yang mengandung nitogen, sulfur atau oksigen dalam molekul senyawa organik tersebut. Reaksi pengghambat ini disebabkan adanya pembentukan film perlindungan pada permukaan
logam yang menghalagi logam dari senyawa korosif yang ada dalam larutan(Abu-Dalo, 2012).
Sejumlah besar studi ilmiah telah menjadikan untuk korosi baja ringan dan penggunaan senyawa organik sebagai Inhibitor korosi dalam media asam. Karena sebagian besar inhibitor sintetis organik ini mahal dan tidak ramah lingkungan. Investigasi dan evaluasi zat alami (Inhibitor organik) terus mendapat perhatian karena kehadiran atom hetero seperti nitrogen, sulfur, dan oksigen dalam struktur mereka. Banyak peniliti memeriksa berbagai zat alami sebagai Inhibitor korosi untuk logam yang berbeda diberbagai lingkungan (Abu-Dalo, 2012).
Gum Acacia (GA) adalah partikular yang menarik karena aman digunakan,
kelarutan tinggi dalam air da ukuran molekul yang tinggi. Ini adalah bahan multifraction yang terdiri dari polisakarida bercabang. Pada umumnya mengandung 42% galactosyl, 27% arabinosyl, 15% ramnosyl, 14,5% glucuronosyl, dan 1,5% metyl-glucoronosyl dan protein polisakaridayang kompleks sebagai komponen minor.
GA terdiri dari 3 fraksi utama, yan pertama adalah polisakarida bercabang (MW = 3 x
105) yang terdiri dari galtoksa backbone dengan cabang terkait dari arabinose dan
rhamnose, yang berakhir pada asam glukronat ( ditemukan di alam sebagai magnesium, kalium dan garam kalsium). Kedua yaitu fraksi yang lebih kecil adalah berat molekul tinggi arabicnogalaten_protein kompleks (GAGP –GA glikoprotein) dimana rantai arabicnogalaten adalah kovalen terkait dengan rantai protein melalui kelompok hidroksiprolin. Arabicnogalactan mengandung -13% (dengan mol) asam glucoronic. Ketiga yaitu frkasi terkecil (-1% dari total) memiliki kandungan protein tertinggi(-50 wt%) adalah glikoprotein yang berbeda dalam komposisi asam amino dari GAGP kompleks. Bahan ini diperoleh dari pohon acacia yang tumbuh di daerah yang membentang dari senegal ke sudan di afrika. Namun, komposisinya dapat bervariasi dengan sumbernya, usia pohon, lingkungan tanah dan kondisi iklim. Selain itu Gum Acacia ditemukan menjadi Inhibitor yang baik untuk baja ringan dan di kedua media asam dan basa (Abu-Dalo, 2012).
Gambar 2.8Struktur monosakarida (A), molekul segmen Arab Gum (B) (Sumber : Abu-Dalo, 2012)
Pada digambar diatas menunjukan struktur monosakarida (A), segmen arabic gum molekul (B). Polisakarida backbone terdiri dari D-galactopyranose (GALP), dengan cabang-cabang terkait L-Arabifuranose (Araf), L-Rhamnopyranose (RHAP), dan Asam D-Glucuronic (GA).
2.4.3 Metode Kehilangan Berat ( Weight Loss)
Metode kehilangan berat yaitu perhitungan laju korosi dengan mengukur kehilangan berat akibat korosi yang terjadi.Metode ini menggunakan jangka waktu penelitian hingga mendapatkan jumlah kehilangan akibat korosi yang terjadi(M. A. Abu-Dalo, 2012).
Metode ini adalah mengukur berat awal dan berat akhir dari sampel uji setelah melakukan pengujian, kekurangan berat dari pada berat awal merupakan nilaikehilangan berat(Abu-Dalo, 2012).
2.4.4 Potensiostat
Potensiostat adalah salah satu alat yang digunakan dalam teknik elektroanalitik untuk mengidentifikasi, mengukurdan karakterisasi senyawa kimia organik, anorganik maupun biokimia. Potensiostat berfungsi untuk mengontrol tegangan pada sel elektrokimia. Dalam operasinya potensiostat dihubungkan dengan sensor berupa elektroda yang dimasukkan ke dalam sel elektrokimia. Prinsip kerja potensiostat adalah mengusahakan tegangan tertentu pada elektroda kerja terhadap elektroda
referensi dengan cara mengalirkan arus melalui elektroda pengimbang. Dengan potensiostat, dapat diketahui hubungan antara tegangan dan arus dari sampel yang akan dianalisis. Pada saat ini potensiostat telah menjadi instrumen dasar bagi laboratorium elektrokimia modern (Kustija Jaja, 2014). Potensiostat merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur arus yang melewati pasangan elektroda kerja dan elektroda kounter dan selalu menjaga keseimbangan beda potensial antara elektroda kerja dan elektroda pembanding Potensiostat mengukur arus yang mengalir antara elektroda kerja dan elektroda pembanding. Variabel yang dikontrol oleh potensiostat adalah potensial sel, sedangkan variabel yang diukur adalah arus sel(Rawe, 2011).
Gambar 2.9Diagram Blok SistemPotensiostat
(Sumber : Jaja, 2014)
a) Signal Generator (Pembangkit Sinyal) Pembangkit sinyal ini menghasilkan perbedaanpotensial antara elektroda kerja dengan elektroda pembanding. Perbedaan potensial dibentuk dari potensial tunggal atau potensial yang dikontrol oleh komputer. Output digital ke analog (D/A) mengubah bilangan yang dihasilkan komputer kedalam potensial. Pemilihan yang tepat dari urutan bilangan memungkinkan komputer menghasilkan potensial yang konstan, potensial yang linier dan gelombang sinusdatar (sinusoidal). Bilangan dari eksitasi potensial menghasilkan variasi yang berbeda dari voltammetri.
b) Elektrometer Rangkaian elektrometer mengukur beda potensial antara elektroda kerja dengan elektroda pembanding. Outputnya memiliki dua fungsi yaitu
potensial sel dibutuhkan. Elektrometer yang ideal memiliki arus input nol dan memiliki impedansi input yang tidak terbatas.
c) The I vs E conventer (pengubah arus ke potensial) Pengubah arus ke potensial merupakan rangkaian pengikut arus untuk mengukur arus sel dan menampilkan sebagai potensil. Potensial output, Eout diperoleh dari arus sel X resistor
feedback.
d) The Power Amplifier (Daya Amplifier) Daya amplifier atau pengontrol amplifier dari potensiostat berfungsi mengatur potensial pada elektroda kounter–elektroda kerja untuk mencapai selisih yang tepat pada elektroda pembanding-elektroda kerja. Pengontrol amplifier membandingkan potensial sel yang diukur dengan potensial yang diharapkan dan mengendalikan arus yang masuk kedalam sel untuk memaksa potensialnya menjadi sama. Potensial yang diukur adalah input yang masuk ke dalam input negatif dari pengontrol amplifier.
e) Perekam Data(The Recorder) Merupakan peralatan sederhana untuk menampilkan dan merekam potensiostat dalam bentuk chart recorder output atau voltmeteter digital.
2.4.5 Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM (Scanning Electron Microscope) adalah salah satu jenis mikroscop electron yang menggunakan berkas electron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis. Prinsip kerja dari SEM ini adalah dengan menggambarkan permukaan benda atau material dengan berkas electron yang dipantulkan dengan energy tinggi. Permukaan material yang disinari atau terkena berkar electron akan memantulkan kembali berkas electron atau dinamakan berkas electron sekunder ke segala arah. Tetapi dari semua berkas electron yang dipantulkan terdapat satu berkas electron yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detector yang terdapat di dalam SEM akan mendeteksi berkas electron berintensitas tertinggi yang dipantulkan oleh
benda atau material yang dianalisis. Selain itu juga dapat menentukan lokasi berkas electron yang berintensitas tertinggi itu (Abed, 2012).
Ketika dilakukan pengamatan terhadap material, lokasi permukaan benda yang ditembak dengan berkas elektron yang ber intensitas tertinggi di – scan keseluruh permukaan material pengamatan. Karena luasnya daerah pengamatan kita dapat membatasi lokasi pengamatan yang kita lakukan dengan melakukan zoon – in atau zoon – out. Dengan memanfaatkan berkas pantulan dari benda tersebut maka informasi dapat di ketahui dengan menggunakan program pengolahan citra yang terdapat dalam computer.
Scanning Electron Microscope (SEM) memiliki resolusi yang lebih tinggi
dari pada mikroskop optic. Hal ini di sebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang memiliki electron lebih pendekdek daripada gelombang optic. Karena makin kecil panjang gelombang yang digunakan maka makin tinggi resolusi mikroskop.
SEM mempunyai depthoffield yang besar, yang dapat memfokuskan jumlah sampel yang lebih banyak pada satu waktu dan menghasilkan bayangan yang baik dari sampel tiga dimensi. SEM juga menghasilkan bayangan dengan resolusi tinggi, yang berarti mendekati bayangan yang dapat diuji dengan perbesaran tinggi.
Kombinasiperbesaranyanglebihtinggi, resolusi yang lebih besar,dankomposisi serta informasi kristallografi membuat SEM merupakan satu dari peralatan yang paling banyak digunakan dalam penelitian, R&D industri khususnya industri semikonductorElektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai 200nm sedangkan elektron bisa mencapai resolusi sampai 0,1 – 0,2nm. Dibawah ini diberikan perbandingan hasil gambar mikroskop cahaya Dengan elektron. Disamping itu dengan menggunakan elektron kita juga bisa mendapatkan beberapa jenis pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi. Jika elektron mengenai suatu benda maka akan timbul dua jenis pantulan yaitu pantulan elastis dan pantulan non elastis.
Pada sebuah (SEM) terdapat beberapa peralatan utama antara lain:
1.Pistol elektron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari unsur yang mudah melepas elektron misal tungsten.
2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang bermuatan negatif dapat dibelokkan oleh medan magnet.
3. Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada molekul udara yang lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar oleh tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan molekul udara menjadi sangat penting.