• Tidak ada hasil yang ditemukan

hal perlakuan D (kontrol) tidak ditemukan sel telur. Tingkat Kematangan Gonad

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "hal perlakuan D (kontrol) tidak ditemukan sel telur. Tingkat Kematangan Gonad"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Tingkat Kematangan Gonad

Pengamatan Tingkat

Kematangan Gonad secara morfologi hasilnya disajikan pada Tabel 2. Secara morfologi, pada awal penelitian (hari ke 0) terlihat bahwa kematangan gonad berada pada TKG I, ovarium berwarna coklat muda dan butiran telur belum dapat dilihat dengan mata. Setelah diberikan perlakuan dengan pemberian hormon OODEV, maka TKG mulai meningkat sampai pada hari ke 28 berada pada TKG III dimana ukuran ovarium relatif lebih besar dan mengisi sampai sepertiga rongga perut dan butiran telur terlihat jelas.

Tabel 2.Rerata diameter telur induk ikan Perlakuan Rerata Diameter Telur

(mm) A 0,3±0,01087 B 0,8±0,2055 C 0,9±0,5766 D 0±0 Diameter Telur

Data rerata diameter sel telur terlihat bahwa perlakuan C lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya, ini disebabkan sel telur berkembang lebih cepat dibanding perlakuan yang lainnya ukuran sel telur lebih besar dari normalnya sedangkan pada

perlakuan D (kontrol) tidak ditemukan sel telur.

Fekunditas

Fekunditas adalah jumlah telur yang dihasilkan dalam satu siklus reproduksi, fekunditas juga menunjukan kualitas dari induk betina. Data fekunditas dapat dilihat pada Tabel 3. Pengamatan terhadap induk ikan patin selama proses penelitian dengan empat perlakuan yang diujicobakan diperoleh data banyaknya sel telur yang di keluarkan.

Tabel 3. Rerata Fekunditas Induk masing-masing perlakuan

Perlakuan RerataFekunditas (butir) A 1.208.510±78472,2

B 1.130.568±84082,8

C 805.697±547788,4

D 0±0

Gambar 2. Grafik fekunditas induk ikan patin dari empat perlakuan

(2)

Kualitas Air

Hasil pengukuran kualitas air pada awal dan akhir penelitian disajikan dalam tabel 4 berikut:

Tabel 4. hasil analisa kualitas air

No Parameter Awal peneliti an Akhir penelitian Pustaka 1 Suhu ( ̊C) 29,3 29,5 28-29 ̊C (Djariah, 2001). 2 pH 7,3 7,0 7,2-7,5 (Djariah, 2001). 3 DO (mg/l) 4,4 4,6 2-5 ppm (Djariah, 2001). 4 Amoniak (mg/l) 0,23 0,25 <1 ppm (Djariah, 2001).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Induksi Oodev memberikan pengaruh terhadap proses vitelogenesis dengan indikator pengamatan peningkatan Growth Rate, berat gonad, tingkat kematangan gonad, diameter telur dan fekunditas dari induk ikan patin yang diteliti dimana pemberian pakan kondisional.

2. Terjadi perkembangan reproduksi ditandai dengan rerata berat gonad menunjukkan lebih dari 10% (30 – 40%) dari rerata berat induk ikan patin yang diteliti.

3. Induksi Oodev menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Oodev yang diberikan akan memperbesar ukuran diameter telur dan TKG dari induk ikan patin.

Saran

1. Dapat disarankan pengunaan dosis Oodev 0,5 ml/ kg induk ikan patin untuk rematurasi karena dosis ini dinilai lebih ekonomis.

2. Untuk penelitian rematurasi menggunakan Oodev dapat dilakukan dengan komoditas ikan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Mackenzie, D., P. Thomas dan S.M. Farrar. 1989. Seasonal changes in thyroid and reproductive steroids hormones in female channel catfish, Ictalurus punctatus in pond culture. Aquaculture.78 : 63-80.

(3)

Ng,TB., and D. R. Idler 1984. Yolk formation and differetiantion in teleoteifishes. In W. S. Hoar, D. J. Randall and Donaldson (Eds). FishPhysiology Vol. IX. Academic Press, New York.

Siregar, M. 1999. Stimulasi pematangan gonad bakal induk betina ikan jambal Siam (Pangasius hypophthalmus) dengan hormoe hCG. Tesis program pascasarjana IPB. Bogor. 41 hal

Wiegand, M.D. 1984.Vitellogenesis in fishes p:233-241. In reproductive physiology of fish edited by Richer, G.J. and H.J.Goss.Proc.Of Intern Symposium.On Reprod. Physiol. Fish Centre for Agricultural Publishing and Documentation. Weginegen.

Zairin, M. Jr. Dkk. 2004. Pengaruh Pemberian Hormon aLH-RH Melalui Emulsi W/O/W LG (C-14) pada Perkembangan Gonad Induk Ikan Jambal Siam

(4)

EFISIENSI PEMBERIAN PERUPUK TERHADAP SERAPAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET

EFFICIENCY PERUPUK AGAINST THE ABSORPTION LIQUID WASTE RUBBER INDUSTRY

1)

Deddy Dharmaji 1)

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru

E-mail: deddyperikanan@gmail.com

ABSTRACT

This research was aimed to analyze the ability of perupuk (Phragmites karka Trin) in reducing the element of rubber industrial liquid waste polluters on the scale of the laboratory. The method used was the method of survey. The data from laboratory test were tabulated and analyzed descriptively and the level of efficiency was calculated. Referring to South Kalimantan Governor Regulation Number 36 in 2008, the results showed that, TSS parameters started to be effectively reduced on day 10 (T 1) with close to 84,33 mg/l (32.53%), BOD5 started to be effectively reduced on day 20 (T 2)

with close to 24.00 mg/l (99,29%), and COD started to be effectively reduced on day 20 (T 2) with close to 44,65 mg/l (98,90%) due to the levels were already below the value of the Quality Standard Liquid Waste (QSLW). Generally, time retention was best accomplished on day 30 (T 3) in reducing liquid waste rubber industry.

Keywords: Fitoremediasi, Rubber, Liquid Waste, Perupuk

PENDAHULUAN

Masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan

industri dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menurunkan kulitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air.

(5)

Menurut Sumarwoto (1989), pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) atau perairan umum lainnya oleh industri karena tidak mempunyai tempat dan alat pengolah limbah sehingga industri membuang limbahnya ke sungai.

Karakter air limbah industri karet dalam pengolahan karet sheet (Ribbed

Smoked Sheet / RSS) memerlukan air

yang banyak, yang berfungsi sebagai pengencer lateks, mencuci koagulan, merendam sheet dan mencuci bak-bak koagulasi, mesin gilingan, lantai pabrik dan lain sebagainya. Pada pengolahan karet sheet juga dipergunakan bahan-bahan kimia tertentu seperti asam semut, sehingga kemasaman air buangan berkisar antara 5 – 5,2 (BBKKP, 1982).

Menurut Chairuddin (1994), limbah cair karet mengandung bahan organik dan anorganik yang mudah terurai serta mengandung nutrien yang potensial. Limbah cair karet mengandung bahan organik yang berasal dari serum dan partikel karet yang belum terkoagulasi. Dalam serum terdapat protein, gula, lemak, garam organik dan mikroorganisme. Limbah hasil proses industri karet

memiliki polutan yaitu bahan yang dapat menimbukan polusi pencemaran/pengotoran yang sangat tinggi apabila tidak dilakukan pengelolaan yang tepat. Apabila limbah karet ini langsung dibuang ke perairan tanpa pengelolaan yang tepat, akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan perairan dan masyarakat di sekitarnya.

Menurut Muthurajah, John dan Lee (1973) di dalam Najamuddin (1996), limbah hasil prosessing pabrik karet memiliki sifat bahan pencemar yang sangat tinggi, yang kadar pencemarnya terhadap lingkungan perairan tergantung kepada kualitas air tempat pembuangan suatu jenis limbah. Pada proses pengolahan karet remah/crumb rubber, tergolong proses basah yang memerlukan air hampir pada setiap proses. Apalagi jika mengolah bahan baku dari karet rakyat, disebabkan tingginya kadar kotoran dalam bahan baku, pengolahan low

grade ini memerlukan air yang lebih

banyak daripada yang diperlukan untuk pengolahan high grade. Air untuk proses pengolahan karet remah, sebagian besar digunakan untuk pembersihan dan penggilingan. Untuk

(6)

proses pengolahan karet remah dibutuhkan air sebanyak 40 m3/ton karet. Pada umumnya air limbah pabrik karet remah bersifat asam dengan pH 5.5 – 6. Hal ini disebabkan pemakaian asam asetat atau asam format untuk proses penggumpalan lateks. Limbah cair hasil produksi karet mengandung Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen

Demand (BOD5), dan tingkat

keasaman (pH) yang tinggi, selain NH3-N, TSS, P-Total dan kandungan

logam Zn.

Industri karet dihadapkan pada kendala biaya pengolahan limbah cair yang cukup tinggi, memerlukan perawatan peralatan yang kontinyu, dan memerlukan tenaga ahli khusus untuk mengoperasikan instalasi pengolahan limbah. Oleh karena itu diusahakan untuk mendapatkan cara pengolahan limbah dengan biaya murah dan perawatan yang lebih mudah dan sederhana (Behera et al., 1984).

Kemajuan-kemajuan yang dicapai di bidang ilmu tumbuhan air telah berhasil memanfaatkan beberapa jenis tumbuhan air yang tersedia secara melimpah untuk digunakan sebagai

diversifikasi pengolah limbah cair berbasis fitoremediasi. Namun kenyataannya, penggunaan tumbuhan air harus disinergikan dengan perbaikan lingkungan tempat pengelolaannya. Pengembangan unit instalasi pengolahan air limbah berteknologi seperti sistem biofilm, sludge dan lumpur aktif dan macam teknologi lainnya yang saat ini telah banyak dikembangkan namun tergolong high cost dan biaya maintenance yang relatif besar dengan melibatkan tenaga ahli/operator yang terampil untuk mengelola unit instalasi tersebut.

Tumbuhan air sering dianggap gulma, karena pertumbuhan yang cepat dan doubling time (DT) pendek (Hisbi, 1992). Perupuk (Phragmites karka) dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengolah limbah cair, dapat menghilangkan bau serta nyamuk (Kurniadie, 2001). Tumbuhan purun tikus (Eleocharis dulcis) secara ekologis berperan sebagai tumbuhan biofilter yang dapat menetralisir unsur beracun dan kemasaman di lahan sulfat masam dengan menyerap Fe sebesar 80,0-1.559,5 ppm dan SO4

(7)

sebesar 7,88-12,63 ppm (Atika, dkk., 2009).

Pemanfaatan dan potensi tumbuhan air sebagai fitoremediasi dalam instalasi pengelolaan limbah cair industri belum banyak dikembangkan padahal jenis-jenis makrofita akuatik ini dianggap penting karena berkaitan dengan laju penyerapan nutrien dan unsur-unsur pencemar tumbuhan air tersebut. Efektivitas dan efesiensi pengolahan limbah cair industri terhadap laju penyerapan nutrien yang berarti pula proses pemiskinan kandungan parameter kimia air berdasarkan kemampuan makrofita akuatik dalam menyerap unsur-unsur pencemar dan nutrien dalam instalasi limbah. Instalasi pengolah limbah cair menggunakan tumbuhan air merupakan salah satu metode/sistem pengolah air limbah yang sifatnya ekonomis, mudah dan bersifat tepat guna.

Potensi daya reduksi makrofita akuatik lokal Purun Tikus (Eleocharis

dulcis), Perupuk (Phragmites karka)

dan Kiambang (Salvinia Molesta), Eceng gondok (Eichornia crassipers), Kangkung (Ipomea aquatica) belum banyak diteliti dalam perbaikan

kualitas perairan instalasi limbah industri karet, baik pengaruhnya terhadap kondisi parameter perairan, kandungan daya ekstraksi terbesar tanaman air dan kemampuan media hidup biota ikan serta kandungan logam berat dalam jaringan ikan yang berada di instalasi limbah.

Salah satu cara pengelolaan air limbah karet dengan teknologi murah dan mudah serta cocok diterapkan di Indonesia khususnya di Kalimantan Selatan adalah menggunakan berbagai gulma air seperti gelagah / perupuk

(Phragmites karka Trin) (John, 1984,

di dalam Kurniadie, 2001).

Penelitian mengenai gulma gelagah (perupuk : sebutan masyarakat lokal di daerah Kalimantan Selatan, telah banyak dilakukan, seperti pembuatan Instalasi Pengolah Limbah Biologis (IPALbio) dengan memanfaatkan gulma gelagah menunjukkan efisiensi-efisiensi pembersih yang tinggi diantaranya efisiensi pembersih BOD5 > 85%,

efisiensi pembersih COD > 81%, efisiensi pembersih NH4-N > 90%, dan

efisiensi pembersih bakteri coli > 99%. Hal ini menunjukkan bahwa perupuk dapat digunakan untuk mereduksi

(8)

limbah dari bahan organik dan anorganik (Kurniadie, 2001).

Kegunaan penelitian ini diharapkan diperolehnya cara pengolahan limbah cair industri karet secara biologis, dalam hal ini pemberian perupuk untuk mereduksi limbah cair industri karet yang dapat diaplikasikan dalam skala industri/home industri yang ada unit pengolahan maupun yang belum ada unit pengolahannya

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Limbah cair industri karet diambil di PT. Perkebunan Nusantara (PT. PN) XIII Persero, Kebun Danau Salak Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan, sedangkan sampel perupuk diambil di daerah Martapura Lama Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Perupuk yang telah diambil dari habitatnya kemudian diaklimatisasi selama ± 1 minggu. Setelah dilakukan aklimatisasi, perupuk ditimbang seberat 0,5 kg untuk selanjutnya ditanamkan ke masing-masing wadah (baskom

plastik) sebanyak 3 buah, yang sebelumnya telah diisi media tanam. Kemudian baskom plastik diisi dengan limbah karet dengan volume 10 l. Bobot biomassa tumbuhan uji dan volume air limbah yang diberikan pada penelitian ini menggunakan perbandingan 0,5 kg tumbuhan uji : 10 l air limbah.

Media tanam yang mengisi masing-masing baskom berturut-turut dari lapisan bawah berupa kerikil / batu ukuran 17 – 32 mm setinggi 4 cm, kerikil / batu ukuran 8 – 16 mm setinggi 4 cm, pasir dan tanah setinggi 8 cm, dan pasir setinggi 4 cm.

1. Uji laboratorium untuk menganalisa sampel limbah cair karet diambil dengan waktu retensi 10 hari selama ± 1 (satu) bulan, dimulai dari hari ke-0 (T 0) yaitu pada saat pengambilan limbah cair karet sebelum diujikan pada masing-masing baskom, hari ke-10 (T 1), hari ke-20 (T 2), dan hari ke-30 (T 3). Perlakuan waktu retensi setiap 10 hari, lebih ditekankan pada adaptasi perupuk pada media uji dalam mereduksi limbah karet.

(9)

Analisis Data

Parameter yang dianalisa di laboratorium meliputi TSS, BOD5,

COD. Kadar parameter TSS, BOD5,

COD selanjutnya disebandingkan dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 36 tahun 2008 tanggal 16 Oktober 2008 tentang Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Karet dan disebandingkan juga dengan hasil penelitian para ahli.

Untuk melihat efisiensi pemberian perupuk terhadap serapan air limbah karet, dilakukan perhitungan efisiensi serapan (Ihsan, 2003) berikut ini : Kontrol – Perlakuan Efisiensi = Kontrol X 100% Keterangan :

Kontrol = Nilai kualitas air sebelum diberi perlakuan

Perlakuan = Nilai kualitas air dengan pemberian perupuk (Phragmites karka Trin) pada waktu retensi hari ke-0, hari ke-1ke-0, hari ke-20 dan hari ke-30

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tumbuhan perupuk dapat menurunkan kadar TSS secara signifikan. Rataan kadar TSS hasil pengamatan fluktuasi TSS disajikan pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3, serta divisualisasikan pada Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3.

Tabel 1. Rataan kadar TSS hasil pengamatan (mg/l)

Baskom Waktu Retensi

(hari)

1 2 3

Rataan

Pergub Kal Sel No. 36 tahun 2008 tentang Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri

Karet Efisiensi (%) Hari ke-0 (T 0) = Kontrol 125 125 125 125,00 0,00 Hari ke-10 (T 1) 83 81 89 84,33 32,53 Hari ke-20 (T 2) 53 61 40 51,33 58,93 Hari ke-30 (T 3) 23 29 22 24,67 100 mg/l 80,27 Sumber : Data primer (data hasil analisa di laboratorium) yang diolah.

(10)

Gambar 1. Grafik fluktuasi kadar TSS hasil pengamatan.

Tabel 2. Rataan kadar BOD5 hasil pengamatan (mg/l) Baskom

Waktu Retensi (hari)

1 2 3

Rataan

Pergub Kal Sel No. 36 tahun 2008 tentang Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri

Karet Efisiensi (%) Hari ke-0 (T 0) = Kontrol 3400,00 3400,00 3400,00 3400,00 0,00 Hari ke-10 (T 1) 166,67 300,00 300,00 255,56 92,48 Hari ke-20 (T 2) 13,33 21,33 37,33 24,00 99,29 Hari ke-30 (T 3) 11,56 12,44 22,22 15,41 60 mg/l 99,55 Sumber : Data primer (data hasil analisa di laboratorium) yang diolah.

(11)

Tabel 3. Rataan kadar COD hasil pengamatan (mg/l) Baskom Waktu Retensi (hari) 1 2 3 Rataan

Pergub Kal Sel No. 36 tahun 2008

tentang Baku Mutu Limbah Cair

untuk Industri Karet Efisiensi (%) Hari ke-0 (T 0) = Kontrol 4063,76 4063,76 4063,76 4063,76 0,00 Hari ke-10 (T 1) 541,83 632,14 614,08 596,02 85,33 Hari ke-20 (T 2) 42,14 46,66 45,15 44,65 98,90 Hari ke-30 (T 3) 36,87 43,65 39,13 39,88 200 mg/l 99,02 Sumber : Data primer (data hasil analisa di laboratorium) yang diolah.

Gambar 3. Grafik fluktuasi kadar COD hasil pengamatan. Tabel 3. Pertumbuhan cacing rambut pada berbagai perlakuan

Ulangan Perlakuan A (ekor) Perlakuan B (ekor) Perlakuan C (ekor)

1 41094 56037 67245

2. 37358 53301 70981

3. 31132 57283 74716

Rerata 36528 55207 70981

Pembahasan

Kadar TSS pada hari ke-0 (T 0) sebesar 125 mg/l dan berangsur-angsur

turun hingga 30 hari (T 3) pada masing-masing baskom uji. Pada hari ke-10 (T 1) kadar TSS sebesar 84,33 mg/l, dimana kadarnya sudah di bawah

(12)

baku mutu limbah cair yang dipersyaratkan (Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 36 tahun 2008, yaitu sebesar 100 mg/l. Artinya perupuk sudah efektif dalam penyerapan TSS pada waktu retensi hari ke-10 (T 1).

Nilai efisiensi serapan TSS yang signifikan yaitu pada hari ke-10 (T 1) sebesar 32,53 %, hari ke-20 (T 2) sebesar 58,93 %, dan hari ke-30 (T 3) sebesar 80,27 %. Hal ini menunjukkan adanya kemampuan perupuk yang tinggi sebagai pereduksi TSS.

Tumbuhan perupuk dapat menurunkan kadar BOD5 secara signifikan. Rataan kadar BOD5 hasil pengamatan fluktuasi BOD5 disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2.

Kadar BOD5 pada hari ke-0 (T 0) sebesar 3400 mg/l dan berangsur-angsur turun hingga hari ke-30 (T 3) pada masing-masing baskom uji. Pada hari ke-20 (T 2) kadar BOD5 sebesar 24,00 mg/l, dimana kadarnya sudah di bawah baku mutu limbah cair yang dipersyaratkan (Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 36 tahun 2008), yaitu sebesar 60 mg/l. Artinya perupuk sudah efektif dalam

penyerapan BOD5 pada waktu retensi hari ke-20 (T 2). Nilai efisiensi serapan BOD5 yang signifikan yaitu pada hari 10 (T 1) sebesar 92,48 %, hari 20 (T 2) sebesar 99,29 %, dan hari ke-30 (T 3) sebesar 99,55 %. Hal ini menunjukkan adanya kemampuan perupuk yang tinggi sebagai pereduksi BOD5.

Tumbuhan perupuk dapat menurunkan kadar COD secara signifikan. Rataan kadar COD hasil pengamatan fluktuasi COD disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 3.

Kadar COD pada hari ke-0 (T 0) sebesar 4063,76 mg/l. Nilai COD ini masih di atas Baku Mutu menurut Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 36 tahun 2008, dimana kadar maksimum COD tidak boleh melebihi 200 mg/l. Setelah diberikan pemberian perupuk, kadar COD ini berangsur-angsur turun hingga hari ke-30 (T 3) pada masing-masing baskom uji. Pada hari ke-20 (T 2) kadar COD sebesar 44,65 mg/l, dimana kadarnya sudah di bawah baku mutu limbah cair yang dipersyaratkan. Artinya perupuk sudah efektif dalam penyerapan COD pada waktu retensi hari ke-20 (T 2).

(13)

Nilai efisiensi serapan COD yang signifikan yaitu pada hari ke-10 (T 1) sebesar 85,33 %, hari ke-20 (T 2) sebesar 98,90 %, dan hari ke-30 (T 3) sebesar 99,02 %. Hal ini menunjukkan adanya kemampuan perupuk yang tinggi sebagai pereduksi kadar COD.

Mengacu pada Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 36 Tahun 2008, parameter TSS mulai efektif direduksi pada hari ke-10 (T 1) dengan capaian 84,33 mg/l (32,53 %), BOD5 mulai efektif direduksi pada hari

ke-20 dengan capaian 24,00 mg/l (99,29 %), dan COD mulai efektif direduksi pada hari ke-20 dengan capaian 44,65 mg/l (98,90 %) karena kadar capaiannya sudah berada di

bawah nilai BMLC yang

dipersyaratkan. Waktu retensi terbaik pada 30 hari (T 3), dimana parameter TSS, BOD, dan COD sudah tereduksi. Dari penjelasan yang telah dikemukakan, perupuk mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menyerap limbah cair industri karet.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Efisiensi pemberian perupuk terhadap limbah cair industri karet pada parameter TSS mulai efektif direduksi pada hari ke-10 (T 1), BOD5 mulai efektif direduksi pada

hari ke-20 (T 2) dan COD mulai efektif direduksi pada hari ke-20 (T 2) karena kadar capaiannya sudah berada di bawah nilai Baku Mutu Limbah Cair. Secara umum waktu retensi terbaik dicapai pada hari ke-30 (T 3) dalam mereduksi limbah cair industri karet.

2. Besaran serapan perupuk terhadap limbah cair industri karet pada parameter TSS sebesar 84,33 mg/l (32,53 %), serapan terhadap parameter BOD5 mencapai 24,00

mg/l (99,29 %), dan serapan terhadap parameter COD mencapai 44,65 mg/l (98,90 %) karena kadarnya sudah berada di bawah nilai Baku Mutu Limbah Cair.

Saran

1. Dari hasil penelitian pada skala laboratorium, perbanding-an perbanding-antara bperbanding-anyaknya perupuk

(14)

dan air limbah yang direduksi dalam baskom adalah 0,5 kg : 10 l. Hal ini dapat diaplikasikan ke lahan sebenarnya dengan memperhatikan konversi kebutuhan perupuk berdasarkan volume buangan limbah.

2. Dalam pengelolaan limbah karet, disarankan untuk menanam perupuk, karena terbukti dapat mereduksi limbah cair industri karet.

DAFTAR PUSTAKA

Atika Setyorini, Krisdianto dan Syaiful Asikin. 2009. Biomassa Purun Tikus

(Eleocharis dulcis Trin.) Pada Tiga Titik Sampling Di Desa Puntik Kecamatan

Alalak Kabupaten Barito Kuala. Jurnal Bioscientiae Volume 6, Nomor 1, Januari 2009, Halaman 1-10

Behera, N.C., A.Y. Kulkarni, Jivendra and S.C. Jain. 1984. An economic and

simple process of upgrading paper mill effluent by water hyacinth (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms). Procedings of The International Conference on

Water Hyacinth, Hyderabad, India, Februari 7 – 11, 1983. United Nations Environment Programme. Nairobi. P. 713 – 732.

Balai Penelitian Barang Karet, Kulit, dan Plastik (BBKKP). 1982. Proses dan Family Tree, Pembuatan Barang-Barang Karet Serta Kemungkinan Pencemarannya. Balai Penelitian Barang Karet, Kulit dan Plastik. Yogyakarta. 30 halaman Chairuddin, G., 1994. Kualitas Air dan Pertumbuhan Eceng Gondok (Eichhornia

crassipes (Mart.) Solms) dalam Lagoon Limbah Karet. Institut Pertanian

Bogor. Tesis (tidak dipublikasikan). 150 halaman

Hisbi, D. 1992. Kekerabatan Fenetik Gulma Air yang Mengapung Bebas Pada Permukaan Air di Kalimantan Selatan. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Ihsan, M. 2003. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Islam Batik University Press. Surakarta.

Kurniadie, D. 2001. Pemanfaatan Gulma Air Phragmites karka Sebagai Alat Pembersih Air Limbah Rumah Tangga. Prosiding Konferensi Nasional XV. Himpunan Gulam Indonesia. Surakarta.

(15)

Najamuddin, A., 1996. Toksisitas Air Limbah Pabrik Karet PTP. XVIII (Persero) Danau Salak terhadap Hewan Uji Daphnia pulex. Universitas Lambung Mangkurat. Skripsi (tidak dipublikasikan).

Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 36 Tahun 2008 tanggal 16 Oktober 2008 tentang Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Karet.

Sumarwoto, O. 1989. Analisis Dampak Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Gambar

Tabel 2.Rerata diameter telur induk  ikan  Perlakuan  Rerata Diameter Telur
Gambar 1.  Grafik fluktuasi kadar TSS hasil pengamatan.
Tabel 3.  Rataan kadar COD hasil pengamatan (mg/l)  Baskom  Waktu  Retensi (hari)  1  2  3  Rataan

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama tiga bulan yaitu pada bulan Desember 2018 – Februari 2019 di Laboratorium Mikrobiologi, Bidang

Pemberian remisi terhadap narapidana korupsi harus bisa diajalankan, mengingat hal tersebut merupaan hak seorang narapidana yang sudah menjalani dan mempertanggung

13Rusn, Abidin Ibnu. “Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan”.. menjadi produk pendidikan. Apabila sebuah proses pendidikan menghasilkan orang-orang yang bertanggungjawab atas

kecuali kita telah mencari pola di antara asumsi-asumsi yang mendasari yang berbeda dari kelompok dan telah berusaha untuk mengidentifikasi mana paragigm oleh

Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik murid agar dapat mengambil pelajaran dari kejadian di masa lampau. Apabila kejadian tersebut merupakan

Soal selidik ini digunakan untuk mendapatkan maklumat yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativiti pelajar dalam mata pelajaran Reka Cipta di tiga buah

Dalam penentuan kawasan yang sesuai untuk wisata bahari di Pulau Kemujan digunakan metode overlay atau menumpang tindihkan berbagai parameter yang berpengaruh terhadap