• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN MENTEGA DAN PERLAKUAN ph TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA EDIBLE FILM GLUTEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN MENTEGA DAN PERLAKUAN ph TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA EDIBLE FILM GLUTEN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2008, Hal 24-34 Vol. 3, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

PENGARUH PENAMBAHAN MENTEGA DAN PERLAKUAN pH TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA EDIBLE FILM GLUTEN

The Effect of Butter Addition and pH Treatment on Chemical Characteristic of Edible Gluten Film

Eny Sri Widyastuti1, Abdul Manab1 , Ria Ayunda Puspitasari2 1)

Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

2)

Alumni Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

diterima 1 November 2007; diterima pasca revisi 12 Januari 2008 Layak diterbitkan 23 Februari 2008

ABSTRACT

The purpose of this research to study the effect of the addition of butter and pH treatment on chemical characteristic of edible gluten film. The result showed that the addition of butter to edible gluten film gave a highly significant effect (P<0.01) on protein solubility, and gave a significant effect (P<0.05) on water content and lipid content, and didnot gave significant effect (P>0.05) on water activity. pH treatment gave a highly significant effect (P<0.01) on protein solubility and didnot gave significant (P>0.05) on water content, water activity and lipid content of edible gluten film. The interaction of addition of butter and pH treatment gave a highly significant effect (P<0.01) on protein solubility and give no significant (P>0.05) on water content, water activity and lipid content of edible gluten film. It could be concluded that the addition of butter and pH treatment decreased the water content and water activity, but increased lipid content and protein solubility.

Key words : edible film, gluten, butter, pH

PENDAHULUAN

Edible film merupakan bentuk lembaran tipis dari pembentukan bahan edible film yang dapat digunakan sebagai bahan pelapis makanan yang aman apabila termakan atau pada umumnya terbuat dari bahan yang dinyatakan aman oleh badan pangan dunia. Edible film yang sudah banyak beredar umumnya berasal dari bahan protein (Klahorst, 1999). Salah satu bahan protein yang digunakan sebagai pembuatan edible film yaitu protein gandum (wheat gluten).

Pembuatan edible film dari protein mempunyai kelebihan, yakni kemampuan dalam membentuk jaringan yang lebih

baik sehingga dapat memperbaiki sifat barrier. Karakteristik dari protein mudah membentuk matriks edible film sehingga sifat plastis dan elastis dapat terbentuk sempurna (Tanada-Palmu and Grosso, 2003).

Pembentukan struktur edible film terjadi dengan pemecahan ikatan disulfida selama dilakukan pemanasan dan dengan

pembentukan ikatan hidrogen dan

hidrofobik. Pembentukan ikatan

intermolekuler yang lebih dominan dalam gluten menghasilkan edible film yang

mudah robek, sehingga dibutuhkan

plasticizer berupa gliserol (Damodaran and Paraf, 1997). Penggunaan gliserol

(2)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2008, Hal 24-34 Vol. 3, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

kerapuhan dan meningkatkan fleksibilitas karena dapat menurunkan sifat kohesi edible film. Dengan penambahan gliserol, struktur edible film akan menjadi hidrofilik.

Pada pembuatan edible film gugus hidrofilik perlu untuk ditambahkan lipid untuk memperbaiki barrier terhadap transfer massa. Pengubahan struktur edible film menjadi hidrofobik diharapkan dapat menurunkan kelarutan protein dan

memperbaiki sifat menguntungkan

lainnya. Edible film gluten diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sebagai

bahan pelapis yang dapat

mempertahankan kualitas produk pangan yang dilapisinya dan dapat meningkatkan

gugus hidrofobik yaitu dengan

penambahan mentega.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas edible film, yakni pH larutan, tipe

pelarut dan perlakuan pemanasan.

Pengaturan pH larutan pada pembuatan edible film gluten berkaitan dengan pH isoelektrik gluten. Pada edible film yang dibuat pada pH isoelektrik gluten akan menghasilkan edible film yang kurang baik, ketebalan edible film tidak merata dan protein terkoagulasi menjadi partikel yang berukuran besar. Pada pengaturan pH larutan edible film yang rendah dapat menyebabkan jaringan intermolekuler yang tidak terbentuk dengan sempurna (Gennadios, Brandenburg, Weller and Testin, 1993).

Berdasarkan beberapa hal yang telah disebutkan, diantaranya pentingnya

gugus hidrofobik dan pembentukan

struktur jaringan edible film guna memperbaiki karakteristik edible film maka perlu dilakukan penelitian mengenai persentase penambahan mentega dan perlakuan pH pada pembuatan edible film gluten yang ditinjau dari karakteristik

kimia. Penambahan mentega dan

perlakuan pH pada edible film diharapkan dapat meningkatkan kualitas edible film gluten, sehingga dalam penggunaannya

sebagai bahan pelapis produk pangan dapat diterapkan dan mempertahankan kualitas produk pangan yang dilapisinya.

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui persentase penambahan

mentega dan perlakuan pH yang tepat di dalam pembuatan edible film gluten berdasarkan karakteristik kimia edible film gluten.

MATERI DAN METODE

Bahan yang digunakan untuk

pembuatan edible film gluten yaitu tepung terigu merek Kereta Kencana dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Bogasari Flour Mills Surabaya, mentega merek Anchor, aquades, NaCl, gliserol, lesitin, NH4OH, CH3COOH, dan NaOH 0,1 N yang berasal dari PT. Panadia Corporation, Jakarta.

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan edible film gluten yaitu timbangan analitik (Ohaus BC series dan

Mettler Instrumente type AJ150L,

Switzerland), lemari es (model MR 173 PG Mitsubishi Electric Corporation, Jepang), hot plate (Ikamag Ret, Janke dan Kuntel), magnetic stirrer, pH meter (Hanna Instrument), sentrifugator tipe BB

VV (Jouan Industries-Prancis),

sentrifugator model hettich mikro 22R merek Bench top refrigerated microliter centrifuge, spatula, gelas beker, pipet tetes, pipet ukur, pipet mikro, teflon (Rubina), gelas ukur, oven semi vakum (Memmert, Jerman), pompa vakum, Unit kjeldahl (Buchi, Switzerland), oven (WTB Binder tipe 53, Jerman), botol timbang, eksikator, rotronik, kertas saring, corong kaca dan erlenmeyer.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Percobaan Faktorial

menggunakan Rancangan Acak

Kelompok. Faktor pertama adalah

persentase penambahan mentega (M0

penambahan mentega 0%, M2

(3)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2008, Hal 24-34 Vol. 3, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

penambahan mentega 4%), faktor kedua adalah perlakuan pH (P4 perlakuan pada pH 4 dan P9 perlakuan pada pH9). Variabel penelitian meliputi Kadar air (Sudarmadji, Haryono, dan Suhardi, 1997), Aktivitas Air (Anonim, 1992), Kadar Lemak (Sudarmadji dkk., 1997) dan Kelarutan Protein (Morr, German, Kinsella, Regenstein, Van Buren, Kilara, Lewis and Mangino, 1985).

Tahapan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.Ekstraksi Gluten dari Tepung Terigu (Walker, 1994)

Melarutkan tepung terigu dan larutan NaCl 0,5M, perbandingan 1 : 10,

dilakukan pengadukan dengan

magnetic stirrer sampai homogen, selanjutnya dipanaskan (40°C, 60 menit) sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer, kemudian disentrifuse

(3000 rpm, 30 menit) sehingga

diperoleh hasilnya berupa residu. 2.Pembuatan Edible Flim Gluten

Pembuatan edible film gluten dilakukan dengan metode Hettiarachchy and Ziegler (1994), dimodifikasi dengan Tanada-Palmu, Helén and Hyvönen (2000); Kayserilio lu et al. (2003) dengan cara 9,375 gram gluten yang ditambahkan mentega sesuai dengan perlakuan yakni tanpa penambahan mentega, penambahan 2% dan 4% dari berat gluten yang telah dilakukan pencairan mentega dengan tween dan lesitin. Mentega tersebut ditambahkan dengan Tween 80 dan lesitin yang secara berurutan sebanyak 15% dan 10% dari mentega, lalu ditambahkan gliserol sebanyak 1,4363 gram.

Langkah selanjutnya adalah adonan

tersebut ditambahkan akuades

sebanyak 24 ml dan etanol 95% sebanyak 36 ml dan dihomogenkan. Setelah homogen, larutan dilakukan

pengaturan pH sesuai dengan

perlakuan yakni pH 4 dan pH 9 yang

kemudian dilakukan pemanasan pada suhu 75-76°C menggunakan hot plate dan diaduk menggunakan magnetic stirrer yang diatur pada kecepatan 250 rpm selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan pendinginan sampai suhu 30°C pada suhu ruang, kemudian dilakukan pencetakan pada teflon dengan penuangan larutan edible film gluten dengan ketebalan 1,5 mm dan

dilakukan pengeringan pada oven

berventilasi dengan suhu 35 ± 2°C selama 40 jam.

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam menggunakan Percobaan Faktorial dengan Rancangan Acak Kelompok, apabila hasil analisis tersebut menunjukkan perbedaan, maka analisis data akan diteruskan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Yitnosumarto, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Air Edible Film Gluten

Tingkat penambahan mentega

memberikan pengaruh yang nyata

(P<0,05), sedangkan perlakuan pH dan

interaksi antara keduanya tidak

memberikan pengaruh yang nyata

(P>0,05) terhadap kadar air edible film gluten. Rata-rata kadar air (%) edible film gluten seperti pada Tabel 1.

Pada penambahan mentega 2% dan

4% (M2 dan M4) menyebabkan

penurunan nilai kadar air edible film gluten dibandingkan edible film gluten dengan perlakuan tanpa penambahan mentega (M0). Rata-rata nilai kadar air edible film gluten pada M0 yaitu sebesar 30,4583%, M2 sebesar 25,8620% dan M4 sebesar 26,7094%. Kadar air pada M0 secara statistik lebih tinggi dibandingkan dengan M2 dan M4. Menurut Banerjee and Chen (1995), penambahan lipid pada larutan edible film yang berasal dari edible film hidrofobik menyebabkan edible film

(4)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2008, Hal 24-34 Vol. 3, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

memiliki kandungan air yang lebih rendah bila dibandingkan dengan edible film yang berasal dari protein saja.

Tabel 1. Rata-rata Kadar Air (%) Edible Film Gluten

Penambahan Perlakuan pH Rata-rata

Mentega pH 4 (P4) pH 9 (P9) 0% (M0) 2% (M2) 4% (M4) 30,9273 25,2121 26,0913 29,9892 26,5118 27,3275 30,4583n 25,8620m 26,7094m Rata-rata 27,4102 27,9428

Keterangan : Notasi yang berbeda (m,n) pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) Peningkatan kadar air dari edible film gluten disebabkan pada M0 tidak dilakukan penambahan mentega. Tanpa

penambahan mentega menyebabkan

edible film yang dihasilkan mempunyai gugus hidrofilik yang lebih banyak

dikarenakan tidak adanya mentega

sebagai pembentuk gugus hidrofobik. Komponen lipid membentuk selaput hidrofobik yang kuat menahan air (Krochta and Trezza, 2000). Semakin banyak mentega yang ditambahkan maka akan semakin meningkatkan kadar air edible film gluten, oleh karena itu nilai kadar air M4 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan M2. Menurut Waty (2007) karena banyaknya kandungan asam lemak jenuh yang dimiliki oleh mentega sehingga pada saat proses

pengeringan yang dilakukan

menyebabkan kurangnya interaksi antara protein dengan mentega.

Perlakuan pH tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05). Pada pH 4 (P4) mempunyai nilai kadar air lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pH 9 (P9), rata-rata nilai kadar air edible film gluten dengan P4 dan P9 secara

berurutan adalah 27,4102% dan

27,9428%. Rata-rata kadar air edible film

gluten P4 cenderung lebih rendah

dibandingkan dengan P9, meskipun secara statistik tidak berbeda tetapi perlakuan pH yang lebih asam cenderung menurunkan kadar air edible film gluten, hal ini disebabkan oleh struktur edible film dari protein berupa polimer dari protein-protein yang saling berinteraksi dengan gaya kohesi yang kuat (Damodaran and Paraf, 1997). Menurut Mawarwati dkk. (2001), semakin rendahnya pH edible film maka pengaruh gliserol yang ditambahkan sebagai plasticizer semakin kecil. Gliserol pada P9 akan mengisi ruang kosong antara rantai polimer, dengan demikian akan memilliki nilai kadar air yang tinggi. Gliserol bekerja sebagai plasticizer dalam edible film dengan cara merusak ikatan

hidrogen, menyebabkan pembentukan

protein -plasticizer dan mengganggu interaksi protein-protein (Galietta et al., 1998).

Pada interaksi antara penambahan

mentega dan perlakuan pH tidak

memberikan pengaruh yang nyata

(P>0,05) terhadap nilai kadar air edible film gluten. Interaksi antara penambahan mentega dan perlakuan pH didapatkan ratarata nilai kadar air sebesar 25,2121% 30,9273%. Edible film tanpa penambahan mentega dan perlakuan pH 4 (M0P<)

mempunyai nilai kadar air yang

cenderung lebih tinggi jika dibandingan dengan interaksi perlakuan yang lain, hal ini dimungkinan perlakuan M0P4 tidak dilakukan penambahan mentega sehingga gugus hidrofobik dari edible film tersebut rendah. Perlakuan penambahan mentega 2% dan pH 4 (M2P4) mempunyai nilai kadar air paling rendah. Pada perlakuan tersebut, gliserol dalam edible film kurang

berperan dalam kondisi asam

dibandingkan dengan kondisi basa dengan demikian M2P4 memiliki gugus hidrofobik yang lebih banyak.

Perlakuan P4 dengan berbagai

konsentrasi mentega yang berbeda

diperoleh garis regresi linier y = -1,2090x + 29,8282 yang menunjukkan bahwa

(5)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2008, Hal 24-34 Vol. 3, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

penambahan mentega pada setiap

persennya menyebabkan penurunan nilai kadar air edible film gluten sebesar

1,2090%. Garis regresi antara

penambahan mentega dan kadar air menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif (r) sebesar -0,7857 yang nyata (P<0,05). Korelasi negatif berarti dengan semakin banyaknya penambahan mentega pada setiap perlakuan pH menyebabkan nilai kadar air edible film gluten menurun. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,6174

menunjukkan bahwa penambahan

mentega berpengaruh terhadap kadar air edible film gluten sebesar 61,74%. Perlakuan P9 dengan berbagai konsentrasi mentega yang berbeda diperoleh garis regresi linier y = -0,6654x + 29,2737 dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,7318 menunjukkan bahwa penambahan

mentega pada setiap persennya

menyebabkan penurunan nilai kadar air edible film gluten sebesar 0,6654%. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,5356

menunjukkan bahwa penambahan

mentega berpengaruh terhadap kadar air edible film gluten sebesar 53,56%.

Pengaruh Perlakuan terhadap Aktivitas Air Edible Film Gluten

Tingkat penambahan mentega,

perlakuan pH dan interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap aktivitas air edible film gluten, rata-rata aktivitas air edible film gluten dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Aktivitas Air Edible Film Gluten

Penambahan Perlakuan pH Rata-rata

Mentega pH 4 (P4) pH 9 (P9) 0% (M0) 2% (M2) 4% (M4) 0,7800 0,7750 0,7797 0,7883 0,7633 0,7983 0,7842 0,7692 0,7890 Rata-rata 0,7782 0,7833

Rata-rata aktivitas air edible film gluten pada perlakuan tanpa penambahan mentega (M0) yaitu sebesar 0,7842, penambahan mentega 2% (M2) sebesar 0,7692, dan penambahan mentega 4% (M4) sebesar 0,7890. Rata-rata aktivitas air edible film dengan perlakuan M0 cenderung lebih tinggi dibandingkan M2 dan M4. peningkatan aktivitas air ini

disebabkan M0 mempunyai gugus

hidrofilik yang lebih banyak daripada M2 dan M4. Pada M2 cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan M0 dan M4. Penurunan nilai aktivitas air disebabkan M2 mempunyai sifat barrier yang baik terhadap uap air karena terjadi interaksi antara gugus hidrofobik dan emulsifikasi antara mentega dan protein gluten secara optimum. Menurut Maria et al., (2000); Kester and Fennema (1989) penambahan gugus hidrofobik (lipid) ke dalam gugus hidrofilik protein dalam edible film yaitu dengan membentuk kestabilan emulsi lipid atau melaminasi edible film dengan lipid ternyata mampu

meningkatkan kemampuan dalam

menghalangi terjadinya penguapan air.

Kemampuan dalam menghalangi

terjadinya penguapan air dapat

ditingkatkan dengan menambahkan

komponen lipid (Tanaka, Ishizaki, Suzuki, and Takai, 2001). Pada perlakuan M4, aktivitas air mengalami peningkatan dari

perlakuan M2 disebabkan karena

banyaknya kandungan asam lemak jenuh yang dimiliki oleh mentega sehingga pada saat proses pengeringan yang dilakukan menyebabkan kurangnya interaksi antara protein dengan mentega (Waty, 2007).

Pada perlakuan pH, tidak

memberikan pengaruh yang nyata

(P>0,05). pH 4 (P4) mempunyai nilai aktivitas air lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pH 9 (P9), rata-rata nilai aktivitas air edible film gluten dengan P4 dan P9 secara berurutan adalah 0,7782 dan 0,7833. Rendahnya nilai aktivitas air ini disebabkan oleh struktur edible film

(6)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2008, Hal 24-34 Vol. 3, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

dari protein berupa polimer dari protein-protein yang saling berinteraksi dengan gaya kohesi yang kuat (Damodaran and Paraf, 1997) dan adanya penurunan peran gliserol pada pH yang rendah. Menurut

Mawarwati dkk. (2001) semakin

rendahnya pH edible film maka peran

gliserol yang ditambahkan sebagai

plasticizer semakin kecil. Air pada perlakuan pH 4 (P4) dimungkinkan

mengalami penguapan selama

pengeringan sehingga pada perlakuan P4 aktivitas air yang dihasilkan juga lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pH 9 (P9). Pada perlakuan P9, gliserol dapat masuk ke dalam jaringan edible film gluten. Penambahan plasticizer ke dalam edible film dapat mengurangi penguapan air, meningkatkan pengikatan molekul air dan aktivitas air (Han, 2005).

Pada interaksi antara penambahan

mentega dan perlakuan pH tidak

memberikan pengaruh yang nyata

(P>0,05) terhadap nilai kadar air edible film gluten. Aktivitas air edible film yang dihasilkan dari penambahan mentega dan perlakuan pH serta interaksi keduanya

rata-rata sebesar 0,7633 0,7983.

Perlakuan penambahan mentega 2% dan

pengaturan pH 9 (M2P9) ternyata

memberikan nilai aktivitas air yang paling

rendah dan perlakuan penambahn

mentega 4% dan pengaturan pH 9 (M4P9) ternyata memberikan nilai aktivitas air yang paling tinggi. Aktivitas air pada edible film dapat dipengaruhi oleh bahan plasticizer, diantaranya gliserol. Gliserol merupakan plasticizer bersifat hidrofilik

yang dapat memperpanjang,

menambahkan air, dan membebaskan struktur edible film (Mahmoud and Savello, 1992).

Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Lemak Edible Film Gluten

Tingkat penambahan mentega

memberikan pengaruh yang nyata

(P<0,05) terhadap kadar lemak edible film

gluten. Pada pengaturan pH dan interaksi

antara keduanya tidak memberikan

pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak edible film gluten. Rata-rata kadar lemak (%) edible film gluten dan hasil uji BNT dapat dilihat pada Tabel 3.

Penambahan mentega 2% dan 4% (M2 dan M4) menyebabkan peningkatan nilai kadar lemak edible film gluten dibandingkan edible film gluten dengan perlakuan tanpa penambahan mentega (M0). Rata-rata nilai kadar lemak M0 yaitu sebesar 7,0253%, M2 sebesar 9,8768%, dan M4 sebesar 10,2614%. Kadar air pada M0 secara statistik lebih rendah dibandingkan dengan M2 dan M4. Semakin banyaknya kandungan lemak pada edible film diharapkan dapat memperbaiki struktur dan sifat edible film.

Tabel 3. Rata-rata Kadar Lemak (%) Edible Film Gluten

Penambahan Perlakuan pH Rata-rata Mentega pH 4 (P4) pH 9 (P9) 0% (M0) 2% (M2) 4% (M4) 6,2273 9,7166 9,8513 7,8233 10,0370 10,6716 7,0253m 9,8768n 10,2614n Rata-rata 8,5984 9,5106

Keterangan : Notasi yang berbeda (m,n) pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05)

Penambahan gugus hidrofobik

(lipid) ke dalam gugus hidrofilik protein

dalam edible film yaitu dengan

membentuk kestabilan emulsi lipid

ternyata mampu meningkatkan

kemampuan dalam menghalangi

terjadinya penguapan air (Maria et al., 2000; Kester and Fennema, 1989).

Semakin banyak mentega yang

ditambahkan maka akan semakin

meningkatkan kadar lemak edible film gluten, oleh karena itu nilai kadar lemak M4 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan M2. Kadar lemak yang lebih tinggi

(7)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2008, Hal 24-34 Vol. 3, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

dimungkinkan selain dari kontribusi lipid juga disebabkan karena penambahan gliserol pada pembuatan edible film gluten. Menurut Romero-Bastida et al. (2004), gliserol yang masuk ke dalam jaringan akan mengkontribusi lemak didalam edible film, namun gliserol tetap bersifat hidrofilik.

Pada perlakuan pH, tidak

memberikan pengaruh yang nyata

(P>0,05). pH 4 (P4) mempunyai nilai kadar lemak lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan pH 9 (P9), rata-rata nilai aktivitas air edible film gluten dengan P4 dan P9 secara berurutan adalah 8,5984% dan 9,5106%. Rata-rata kadar lemak edible film gluten P4 cenderung lebih rendah dibandingkan dengan P9, meskipun secara statistik tidak berbeda tetapi perlakuan pH yang lebih asam

cenderung menurunkan kadar lemak

edible film gluten. Penurunan nilai kadar lemak disebabkan pada perlakuan P4 terjadi koagulasi protein yang disebabkan rendahnya pH. Menurut Gennadios et al., (1993), pada pH 5-6 akan menghasilkan edible film akan tidak merata dan partikelnya berukuran besar yang berasal dari partikel protein yang terkoagulasi. Gliserol yang digunakan pada edible film

juga mempunyai peranan dalam

pengkontribusian lemak. Menurut

Mawarwati dkk. (2001), semakin

rendahnya pH edible film maka peran

gliserol semakin kecil sehingga

dimungkinkan pada saat pengeringan, air

pada perlakuan P4 lebih banyak

mengalami penguapan yang dikarenakan gliserol tidak banyak yang masuk ke dalam jaringan edible film.

Pada interaksi antara penambahan mentega dan perlakuan pH memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap nilai kadar lemak edible film gluten, rata-rata nilai kadar lemak sebesar 7,0253%

10,2614%. Perlakuan penambahan

mentega 4% dan pengaturan pH 9 (M4P9) mempunyai nilai kadar lemak paling

tinggi, hal ini disebabkan adanya kontribusi mentega yang paling banyak sehingga gugus hidrofobik yang dibentuk pada jaringan edible film semakin besar. Perlakuan tanpa penambahan mentega dan pengaturan pH 4 (M0P4) mempunyai nilai kadar lemak paling rendah, hal ini dimungkinkan kontribusi lipid yang tidak diperoleh dari penambahan mentega. Nilai

kadar lemak yang rendah juga

dikarenakan pada perlakuan M0P4 terjadi

koagulasi protein yang disebabkan

rendahnya pH yang digunakan. Pada pH 5-6 akan menghasilkan edible film yang kurang baik yang berasal dari partikel protein yang terkoagulasi (Gennadios et al., 1993).

Hubungan antara penambahan

mentega dan perlakuan pH yang berbeda terhadap kadar lemak edible film gluten. Perlakuan P4 dengan berbagai konsentrasi mentega yang berbeda diperoleh garis regresi linier y = 0,9060x + 6,7864 yang menunjukkan bahwa penambahan mentega

pada setiap persennya menyebabkan

peningkatan nilai kadar lemak edible film gluten sebesar 0,9060%. Garis regresi antara penambahan mentega dan kadar

lemak menunjukkan bahwa terdapat

korelasi yang positif (r) sebesar 0,8820 yang nyata (P<0,05). Korelasi positif

berarti dengan semakin banyaknya

penambahan mentega pada setiap

perlakuan pH menyebabkan nilai kadar lemak edible film gluten meningkat. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,7778 menunjukkan bahwa penambahan mentega berpengaruh terhadap kadar lemak edible film gluten sebesar 77,78%. Perlakuan P9 dengan berbagai konsentrasi mentega yang berbeda diperoleh garis regresi linier y = 0,7121x + 8,0865 yang menunjukkan bahwa penambahan mentega pada setiap persennya menyebabkan peningkatan nilai kadar lemak edible film gluten sebesar 0,7121%. Garis regresi antara penambahan mentega dan kadar lemak menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif (r)

(8)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2008, Hal 24-34 Vol. 3, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

sebesar 0,9524 yang sangat nyata

(P<0,01). Koefisien determinasi (R2)

sebesar 0,9071 menunjukkan bahwa

penambahan mentega berpengaruh

terhadap kadar lemak edible film gluten sebesar 90,71%.

Pengaruh Perlakuan terhadap

Kelarutan Protein Edible Film Gluten Penambahan lipid dan perlakuan pH serta interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kelarutan protein edible film gluten. Rata-rata kelarutan protein (%) edible film gluten dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Kelarutan Protein (%) Edible Film Gluten

Penambahan Perlakuan pH Rata-rata Mentega pH 4 (P4) pH 9 (P9) 0% (M0) 2% (M2) 4% (M4) 4,6962a

4,6746a 9,6951a 6,5001a 4,4982a 23,1928b 5,5982m

4,5864m 16,4440n Rata-rata 6,3553x 11,3970y

Keterangan :

- Notasi yang berbeda (a,b) menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01)

Notasi yang berbeda (m,n) pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01)

Notasi yang berbeda (x,y) pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01)

Perlakuan tanpa penambahan

mentega (M0) dan penambahan mentega 2% (M2) menyebabkan penurunan nilai kelarutan protein edible film gluten dibandingkan edible film gluten dengan perlakuan penambahan mentega 4% (M4). Rata-rata nilai kadar lemak M0 yaitu sebesar 5,5982%, M2 sebesar 4,5864%, dan M4 sebesar 16,4440%. Kelarutan protein pada M4 secara statistik lebih tinggi dibandingkan dengan M0 dan M2. Peningkatan kelarutan protein seiring dengan penambahan mentega disebabkan karena gugus hidrofob dan protein tidak

terjadi interaksi optimum seiring

ditambahkan mentega sehingga edible film yang dihasilkan mudah retak dan terlarut dalam air. Menurut Waty (2007), struktur edible film dari protein berupa polimer yang saling berinteraksi dengan gaya kohesi yang kuat. Penambahan lipid menyebabkan polimer ini berubah, yaitu tidak hanya ikatan antar protein tetapi juga terdapat bagian yang berikatan dengan rantai lemak yang bersifat hidrofob sehingga menyebabkan gaya kohesi edible film menjadi lemah dan mudah rapuh.

Pada perlakuan pH, memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01). pH 4 (P4) mempunyai nilai kelarutan protein

lebih rendah dibandingkan dengan

perlakuan pH 9 (P9), rata-rata nilai kelarutan protein edible film gluten dengan P4 dan P9 secara berurutan adalah

6,3553% dan 11,3970%. Rata-rata

kelarutan protein edible film gluten P4 lebih rendah dibandingkan dengan P9, perlakuan pH yang lebih asam cenderung menurunkan kelarutan protein edible film gluten. Pada P4 dimungkinkan protein mengalami koagulasi protein sehingga pembentukan jaringan pada edible film terganggu. Pengaruh pH pada suatu emulsi dan pembentukan edible film yaitu pada pembentukan jaringan pada stuktur protein (Shimizu et al., 1985). Pada pH 5-6 akan menghasilkan edible film yang tidak merata dan partikelnya berukuran besar yang berasal dari protein yang terkoagulasi (Gennadios et al., 1993). Koagulasi protein dapat terjadi pada pH yang rendah. Protein yang terdenaturasi berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik keluar, sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofilik terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikan terjadi khususnya bila larutan protein telah mendekati pH isoelektrik, dan akhirnya protein akan menggumpal dan mengendap (Winarno, 2002). Pada

(9)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2008, Hal 24-34 Vol. 3, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

perlakuan P9 merupakan kondisi yang lebih mendekati pH isoelektrik gluten sehingga protein di dalam perlakuan P9 lebih bersifat polar. Menurut Gliksman (1982), kelarutan ini dikarenakan pada pH titik isoelektrik komplek protein lebih polar, sehingga mudah larut. Protein gluten pada kondisi pH asam, nilai permeabilitas uap air menurun sehingga menyebabkan menurunnya kelarutan pada edible film (Gennadios et al., 1993). Pada penelitian Rusdi (2008), permeabilitas uap air pada pH 4 lebih rendah jika

dibandingkan pH 9 yakni 9,1229

g.mm/mm2 .jam untuk perlakuan pH 4

dan 14,2866 g.mm/mm2 .jam untuk

perlakuan pH 9.

Pada interaksi antara penambahan mentega dan perlakuan pH memberikan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kelarutan protein edible film gluten, rata-rata nilai kelarutan protein sebesar 4,4982 23,1928%. Interaksi pada

kedua perlakuan, secara statistik

menunjukkan adanya peningkatan

kelarutan yang sangat signifikan pada perlakuan penambahan mentega 4% dan pengaturan pH 9 (M4P9), peningkatan nilai kelarutan protein tersebut disebabkan

karena meningkatnya mentega yang

ditambahkan sehingga gugus hidrofob dan protein tidak terjadi interaksi optimum sehingga edible film yang dihasilkan mudah retak dan terlarut dalam air. Struktur edible film dari protein berupa polimer dari protein-protein yang saling berinteraksi dengan gaya kohesi yang kuat. Akibat adanya penambahan lipid menyebabkan polimer ini berubah, yaitu tidak hanya ikatan antar protein tetapi juga terdapat bagian yang berikatan dengan rantai lemak yang bersifat hidrofob sehingga menyebabkan gaya kohesi edible film menjadi lemah dan mudah rapuh.

Perlakuan P4 dengan berbagai

konsentrasi mentega yang berbeda

diperoleh garis regresi linier y = 1,2497x

+ 3,8559 dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,8642 menunjukkan bahwa

penambahan mentega pada setiap

persennya menyebabkan peningkatan nilai kelarutan protein edible film gluten sebesar 1,2497%. Koefisien determinasi (R2)

sebesar 0,7468 menunjukkan bahwa

penambahan mentega berpengaruh

terhadap kelarutan protein edible film gluten sebesar 74,68%. Perlakuan P9 dengan berbagai konsentrasi mentega yang berbeda diperoleh garis regresi linier y = 4,1732x + 3,0507 yang menunjukkan bahwa penambahan mentega pada setiap persennya menyebabkan peningkatan nilai kelarutan protein edible film gluten sebesar 4,1732%. Garis regresi antara penambahan

mentega dan kelarutan protein

menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif (r) sebesar 0,8131 yang nyata (P<0,05). Koefisien determinasi (R2)

sebesar 0,6612 menunjukkan bahwa

penambahan mentega berpengaruh

terhadap kelarutan protein edible film gluten sebesar 66,12%.

Kelarutan protein yang diharapkan pada edible film adalah yang rendah.

Rendahnya kelarutan protein dapat

diindikasikan bahwa edible film tersebut bersifat hidrofob yang tidak mudah larut dalam air.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Tingkat penambahan mentega yang

semakin tinggi pada pembuatan edible film gluten dapat meningkatkan kelarutan protein dan kadar lemak edible film gluten, tetapi dapat

menurunkan nilai kadar air dan

aktivitas air edible film gluten.

2. Perlakuan pH (pH 4 dan pH 9) pada pembuatan edible film gluten dapat meningkatkan kadar air, aktivitas air, kadar lemak dan kelarutan protein edible film gluten.

(10)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2008, Hal 24-34 Vol. 3, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

3. Interaksi antara tingkat penambahan mentega dan perlakuan pH dapat

menurunkan nilai kadar air dan

aktivitas air, tetapi dapat meningkatkan nilai kadar lemak dan kelarutan protein edible film gluten.

4. Perlakuan penambahan mentega 2% dan perlakuan pH 9 menghasilkan edible film gluten yang memiliki nilai kelarutan protein yang paling rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1992. Petunjuk Penggunaan Hygrometer. Pabrik Pembuatan Alat Hygrometer. Berlin.

Damodaran, S., and A. Paraf. 1997. Food protein and their application. Marcel Dekker, Inc. New York. Galietta, G., L. Di Gioia, S. Guilbert, and

B. Cuq. 1998. Mechanical and thermomechanical properties of films based on whey proteins as

affected by plasticizer and

crosslinking agents. J. Dairy Sci., 81 (2): 3123-3130.

Gliksman, M., 1982. Food hydrocolloids. CRC Press, Inc. Boca Ration.

Florida. In Mawarwati, S.,

Widjanarko, S. B. dan Susanto, T. 2001. Mempelajari karakteristik edible film berantioksidan dari germ gandum (Triticum aestivum

L.) dan pengaruhnya dalam

pengendalian pencoklatan pada irisan apel (Malus sylvestris). Biosain, 1 (1): 61-76.

Guilbert, S. 1986. Technology and application of edible film. In Tanada-Palmu, P., Helén, H. and Hyvönen, L. 2000. Preparation, properties and applications of wheat gluten edible films. Agric. and Food Sci. in Finland, 9: 23-35. Han, J. H. 2005. Innovations in food

packaging. Food Science and

Technology, International Series. Elsevier Academic Press.

Hettiarachchy, N. S. and G. R. Ziegler. 1994. Protein functional in food systems. Marcel Dekker, Inc. New York.

Kayserilio lu, B. S., U. Bakir, L. Yilmaz,

and N. Akka, 2003. Drying

temperature and relative humidity effects on wheat gluten film properties. J. Agric. Food Chem., 51 (4): 964-968.

Kester, J. J. and O. Fennema, 1986. An edible film of lipid and cellulose ether: barrier properties to moisture vapor transmision and structural evaluation. J. Food Sci., 54: 1383-1389. In Perez-Gago, M. B. and Krochta, J. M. 1999. Water vapor permeability of whey protein emulsion film as affected by pH. J. Food Sci., 64: 695-698.

Klahorst, S. J. ,1999. Credible edible film. http://www.davidson/edu/academic /biology/edible film.html. Akses tanggal 10 Agustus 2005.

Krochta, J. M., and T. A. Trezza, 2000. The gloss of edible coatings as affected by surfactants, lipid, relative humidity, and time. J. Food Sci., 65: 658-662.

Mahmoud, R. and P. A. Savello. 1992. Mechanical properties of and water vapor transferability through whey protein film. J. Dairy Sci., 75: 942-946.

Mawarwati, S., S. B. Widjanarko, dan T.

Susanto. 2001. Mempelajari

karakteristik edible film

berantioksidan dari germ gandum (Triticum aestivum L.) dan pengaruhnya dalam pengendalian pencoklatan pada irisan apel (Malus sylvestris). Biosain.,1 (1): 61-76.

Morr, C.V., B. German, J.E. Kinsella, J.M. Regenstein, J.P. Van Buren, A. Kilara, B.A. Lewis, and M.E. Mangino. 1985. A Collaborative study to develop a standardized

(11)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2008, Hal 24-34 Vol. 3, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

food protein solubility procedure. J. Food Sci., 50: 1715.

Romero-Bastida, C. A., M. O. Martin-Polo, G. Velazquez, and J. A. Torres. 2004. Effect of plasticizer,

pH and hydration on the

mechanical and barrier properties of zein and ethylcellulose films. Cienc. Tech. Aliment., 4: 251-256. Rusdi, M. F. 2008. Pengaruh Penambahan

dan Perlakuan pH terhadap

Karakteristik Edible Film Gluten. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Shimizu, M., M. Saito, and K. Yamauchi.

1985. Emulsifying and structural properties of -Lactoglobulin at different pH. Agricultural and Biological Chemistry., 49 : 189. In Fakhouri, F. M., Tanada-Palmu, P. S. and Grosso, C. R. F. 2004. Characterization of composite biofilms of wheat gluten and

cellulose acetate phthalate.

Brazilian J. Chem. engineering.,

21: 261-264.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi, 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi

Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Tanada-Palmu, P., H. Helén, and L.

Hyvönen, 2000. Preparation,

properties and applications of wheat gluten edible films. Agric. and Food Sci. in Finland, 9: 23-35. Tanada-Palmu, P. S. and C. R. F. Grosso,

2003. Development and

characterization of edible films based on gluten from semi-hard and

soft brazilian wheat flours

(Development of films based on gluten from wheat flours). Ciênc. Tecnol. Aliment., Campinas. 23 (2): 264-269.

Tanaka, M., S. Ishizaki, T. Suzuki and R.

Takai, 2001. Water Vapor

Permeability of Edible Film

Prepared from Fish Water Soluble Protein as Affected by Lipid Type. Journal of Tokyo University of Fisheries. 87: 31-37.

Walker, J. M., 1994. Methods in molecular biology. 32; Basic protein and peptide protocols. Humana Press, New Jersey.

Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yitnosumarto, S. 1993. Percobaan,

Perencanaan, Analisa &

Interprestasinya. Fakultas

Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Kadar Air (%) Edible  Film Gluten
Tabel 2. Rata-rata Aktivitas Air Edible  Film Gluten
Tabel  4.  Rata-rata  Kelarutan  Protein  (%)  Edible Film Gluten

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan di atas, strategi tempat yang dilakukan oleh pengelola Pasar Inis adalah membuat setting tempat menyatu dengan area persawahan yang menjadi daya tarik

Pemberdayaan Perempuan DP3A Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan Rasio kekerasan terhadap perempuan termasuk TPPO 0,01% Rp 40.000.000 Persentase

Sedangkan rata-rata hasil uji indeks keseragaman (E) sebesar 0,035 yang mendekati nilai 0, yang berarti komunitas plankton di perairan tambak tersebut tidak menyebar secara

Tenaga pendidik tersebut harus dapat digiring menjadi pendidik yang gemar membaca buku, karena membaca buku adalah salah satu kegiatan yang efektif untuk meningkatkan wawasan dan

Sedangkan, karakteristik informasi dalam sistem akuntansi digunakan untuk mengendalikan perilaku manajer dan pengambilan keputusan yang tepat (Antony, 1965 dalam Abernethy

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Fisioterapi pada Program Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Melihat jumlah pemuda yang ada di perkampungan Peneleh ini lebih banyak maka dalam peningkatan partisipasi bisa dilakukan dengan mengembangkan potensi dari pemuda untuk membentuk

Proses perubahan adalah upaya bersengaja menggumpulkan apa yang memberi hidup pada masa lalu (memori) dan apa yang member harapan untuk masa depan (imajinasi). Proses