• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN BIOLOGI & BIOLOGI FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA, Tanggal 19 November 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN BIOLOGI & BIOLOGI FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA, Tanggal 19 November 2013"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PROSIDING SEMINAR NASIONAL

PENDIDIKAN BIOLOGI & BIOLOGI

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

,

Tanggal 19 November 2013

ISBN: 978-602-95166-2-3

Tim Reviewer

:

1. Prof. Djukri

2. Prof. Bambang Subali

3. Dr. Heru Nurcahyo, M.Kes

4. Sukiya, M.Si

5. Surachman, M.S

6. Siti Umniyatie, M.Si

Tim editor :

1. Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc 2. Agus Wibowo, S.Si

Tema:

“CURRENT BIOLOGICAL RESEARCH &

EDUCATION IN LIFE SUPPORTING SYSTEM CONSERVATION"

Jurusan Pendidikan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Yogyakarta

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta 2013 ini dapat disusun dalam waktu yang telah ditentukan. Seluruh makalah yang ada dalam prosiding ini merupakan kumpulan makalah yang telah lolos seleksi tim reviewer dan telah disampaikan dalam kegiatan seminar nasional yang diselenggarakan pada tanggal 19 Oktober 2013 di Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas MIPA UNY.

Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi FMIPA UNY 2013 mengangkat tema “Current Biological Research and Education in Life Supporting System Conservation” . Makalah utama yang ditampilkan dalam seminar ini adalah : (1) “Study in Biodiversity and Its Conservation” yang disampaikan oleh Dr. Alexandra Landmann dari NGO Jerman, (2) “The Ecosystem and Ecotoxicology” yang disampaikan oleh Prof. Saberi Othman dari UPSI Malaysia, dan (3) “Current

Research and Innovation In Biology Education” yang disampaikan oleh Prof. I.G.P.Suryadharma dari Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA, UNY. Selain makalah utama, juga disampaikan hasil kajian dan penelitian dalam bidang Pendidikan Biologi dan Biologi yang dilakukan oleh para guru dan peneliti di berbagai sekolah, perguruan tinggi, serta lembaga penelitian.

Semoga prosiding ini dapat ikut berperan dalam penyebaran hasil kajian dan penelitian dalam bidang Pendidikan Biologi dan Biologi, sehingga dapat diakses oleh pembaca yang lebih luas dan bermanfaat bagi pekembangan bangsa.

November, 2013

(3)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi, Jurdik Biologi FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 19 November 2013

ISBN: 978-602-95166-2-3

iii SAMBUTAN KETUA PANITIA

Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur kita haturkan ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia dan rahmah-Nya, Seminar Nasional Biologi dan Pendidikan Biologi dengan tema “Current Biological Research and Education in Life Supporting System

Conservation” ini insyaAllah dapat terselenggara dengan baik dan lancar.

Banyak penelitian Biologi yang telah dilakukan oleh para akademisi, baik di bidang Pendidikan Biologi mapun Biologi murni, yang semuanya itu perlu didiseminasikan atau dikomunikasikan di forum ilmiah, sehingga hasil penelitian tersebut dapat lebih dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Salah satu caranya adalah dengan seminar nasional. Melalui forum ini, juga diharapkan para akademisi dapat saling berbagi pengalaman dalam hal kajian maupun penelitian Biologi dan Pendidikan Biologi.

Ada 40 artikel ilmiah yang terseleksi dan akan dipaparkan sebagai artikel pendamping dalam sesi paralel di seminar nasional ini, yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia, sedangkan dari Universitas Negeri Yogyakrta sendiri ada...makalah. Selain presentasi oral, juga ada presentasi poster hasil PKM para mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Yogyakarta yang turut tampil. Selain peserta pemakalah, juga terdapat peserta biasa yang diperkirakan jumlahnya mencapai 150 orang, yang terdiri dari pemerhati Biologi, para guru Biologi, dosen dan mahasiswa. Kami menghaturkan terima kasih atas partisipasi para hadirin, peserta, pemakalah, tamu undangan dan anggota panitia serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dengan peran masing-masing sehingga seminar nasional ini dapat terlaksana dengan baik.

Kami juga menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pemakalah utama, Prof Dr. Saberi Othman (Universiti Pendidikan Sultan Idris, Malaysia), Dr. Alexandra Landman (NGO dari Jeman), dan Prof. Dr. IGP Suryadarma (Universitas Negeri Yogyakarta), yang telah meluangkan waktu untuk membagikan ilmu dan pengalamannya di forum ilmiah ini.

Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan di sana-sini dalam penyelenggaraan seminar nasional ini, untuk itu saya mewakili penitia mohon maaf atas segala kekurangan tersebut. Kami juga mengharapkan sumbangan pemikiran untuk penyelengaraan seminar nasional di tahun-tahun berikutnya yang lebih baik, dari sisi kuantitas maupun kualitasnya.

Demikian pengantar dari saya. Akhirnya, saya ucapkan selamat berseminar. Dan semoga seluruh rangkaian acara seminar nasional pada hari ini dapat berjalan dengan baik dan lancar, serta mendapatkan ridho dan dinilai sebagai ibadah oleh Allah SWT. Amin.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Ketua Panitia Dr. Tien Aminatun

(4)

SAMBUTAN DEKAN FMIPA UNY Assalamu’alaikum wr. wb.

Para peserta seminar yang berbahagia, selamat datang di FMIPA UNY.

Sebagai agenda rutin tiap tahun, Jurusan Pendidikian Biologi FMIPA UNY mengadakan Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi dengan tema “Current Biological Research and Education In life Supporting System Conservation”. Tema ini mengangkat peran pentingnya penelitian biologi dan pendidikan biologi dalam mendukung sistem konservasi lingkungan sebagai wujud antisipasi menghadapi krisis lingkungan yang kita hadapi.

Para hadirin yang berbahagia, kemandirian suatu bangsa mustahil akan tercapai apabila pendidikan di negara tersebut tidak berjalan dengan baik dan tidak pula ditopang oleh perkembangan dan kemajuan teknologi. Kita semua tahu bahwa kemajuan teknologi akan terwujud apabila didukung oleh perkembangan ilmu-ilmu dasar yang kuat dan kokoh. Untuk mencapai hal itu tidak bisa lepas dari bagaimana proses pembelajaran ilmu-ilmu dasar dilaksanakan di sekolah-sekolah ataupun di perguruan tinggi dan juga bagaimana penelitian-penelitian yang berkaitan dengan ilmu-ilmu dasar dan teknologi dikembangkan. Berkaitan dengan hal tersebut maka Jurdik Biologi FMIPA UNY menyelenggarakan seminar ini dengan salah satu tujuannya adalah untuk mempertemukan para peneliti, pendidik dan juga praktisi serta para pemerhati pendidikan untuk saling sharing hasil penelitian yang sudah dilaksanakan. Dengan demikian kita bisa mengetahui sejauh mana perkembangan ilmu-ilmu dasar dan juga teknologi yang sedang berkembang di negara kita tercinta ini, sehingga dengan mengetahui kondisi yang ada maka kita dapat mengambil sikap bagaimana untuk menyelenggarakan pendidikan yang mencerahkan dan yang menopang menuju tercapainya kemandirian bangsa.

Saya ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada para nara sumber dan juga para peserta seminar ini atas partisipasinya. Kami mohon maaf apabila dalam penyelenggaraan seminar ini ada banyak kekurangan dan akhir kata semoga kemandirian bangsa yang kita idam-idamkan bersama dapat segera terwujud . Amin. Selamat berseminar dan wassalamu’alaikum wr. wb.

Dekan FMIPA UNY Dr. Hartono, M.Si

(5)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi, Jurdik Biologi FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 19 November 2013

ISBN: 978-602-95166-2-3 v DAFTAR ISI Halaman Halaman Sampul i Halaman Editor ii

Kata Pengantar iii

Sambutan iv

Daftar Isi v

Makalah Utama:

Environmental Health and Ecotoxicology

Oleh :Prof. Dr. Saberi Othman(University Pendidikan Sultan Idris Malaysia)

U-1

Kekerabatan Manusia dan Alam

Oleh :Dr Alexandra Landmann( ngo Jerman)

U-13 Membangun Aliran Kehidupan melalui Alur Keunikan

Keanekaragaman Hayati

Oleh :I G P Suryadarma(Jurdik Biologi FMIPA UNY)

U-16

Makalah Paralel:

BIDANG BIOLOGI

1. Agung Budiantoro, M. Si dan Dedi Wijayanti, M. Hum. B-1

Pemberdayaan Masyarakat Menuju Ekowisata Konservasi Penyu di Pantai Goa Cemara Patihan Gadingsari Sanden Bantul (Program KKN PPM DIKTI 2013)

2. Agung Kurniawan, Tri Warseno, dan Ni Putu Sri Asih B-9

Keanekaragaman Jenis Araceae Di Kawasan Hutan Bukit Tapak, Cagar Alam Batukahu, Bali

3. Anisa Linangkung1 Tenti Kurniawati2 B-17

Hubungan Persepsi Pasien Tentang Praktik Profesional Perawat dengan Kepuasan Pasien di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

4. Anna Rakhmawati, Evy Yulianti, Eli Rohaeti B-33

Seleksi Bakteri Termofilik Pasca Erupsi Merapi sebagai Penghasil Enzim Amilase dan Protease

5. Arif Lutfi Ahzani, Lusiawati Dewi, Lydia Ninan Lestario B-35

Penghambatan Oksidasi Dan Kandungan Fenolik Total Dalam Fermentasi Tempe Kedelai Dengan Penambahan Tepung Labu Kuning (Curcubita moschata D.)

6. Aryogi dan Lukman Affandhy B-49

Keragaman dan Potensi Sumber Daya Genetik, serta Sistem Konservasi yang Dibutuhkan untuk Pemanfaatan Sapi Potong Lokal Indonesia

7. Astuti B-61

Uji Ketahanan Bakteri Asam Laktat AST 6 Streptococcus thermophilus dari Saluran Pencernaan Ikan Terhadap Suhu

(6)

8. Ciptono dan Tri Harjana B-73 Pengaruh Pemberian Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus

niruri, L.) terhadap Ukuran Dan Struktur Histologik Kelenjar

Prostat Tikus Jantan (Rattus norvegicus,L.).

9. Dedi Yulianto Raharjo, Pekik Pabayita,W.S. Brams Dwandaru, Evy Yulianti

B-85 Preparasi dan Isolasi DNA Plasmid Bakteri E.coli sebagai

Nanopartikel

10. Dyan Meiningsasi Siswoyo Putri dan Tri Warseno B-91

Konservasi Rhododendron di Kebun Raya “EKA KARYA” Bali

11. Evy Yulianti, Anna Rakhmawati, Kartika Ratna Pertiwi B-97

Uji Aktivitas Antimikrobia Isolat Bakteri Termofilik Pasca Erupsi Merapi

12. Hendro Kusumo EPM B-103

Inventarization of Floor Vegetation at Environment of Quarry, Sekotong, West Lombok

13. Hikmah B-121

Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap Kesehatan Mental dan Reproduksi Perempuan di Rifka Annisa Yogyakarta Tahun 2013

14. Lusiawati Dewi, Susanti Pujihastuti, Herlina Puspita Sari B-129

Pengaruh Penambahan Inokulum Tempe dan Tepung Belut terhadap Kualitas Tempe ditinjau dari Kadar Protein, Lemak, Abu dan Air

15. Meiga Anggraini, Widaryati B-139

Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Keberhasilan Penyembuhan Luka pada Pasien Pasca Operasi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

16. Mochamad Arief Soendjoto, Mila Rabiati, Usman, Hafizh Muhardiansyah B-155 Sebaran dan Status Bekantan (Nasalis larvatus) di Kabupaten

Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan

17. Nabila Fatma, Mamnu’ah B-165

Pengaruh Manajemen Koping Positif Terhadap Skor Kontrol Diri Remaja di SMK Muhammadiyah 1 Bantul

18. Novi Febrianti, Yohn Ade Ardiyansyah B-175

Pengaruh Jus Buah Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.)

terhadap Gambaran Histopatologik Testis Mencit (Mus musculus) Strain Swiss yang Dipaparkan Asap Rokok

19. Riefani maulana khalid1, Soendjoto M. Arief B-181

Keragaman Burung Air di Kawasan NPLCT Arutmin Indonesia Tanjung Pemancingan Kotabaru, Kalimantan Selatan

20. Rikhsan Kurniatuhadi, Anto Budiharjo, Tri Retnaningsih Soeprobowati B-195 Studi Bioremoval Merkuri oleh Konsorsium Bakteri Resisten

Merkuri Indigenus Danau Biru Singkawang Provinsi Kalimantan Barat

(7)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi, Jurdik Biologi FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 19 November 2013

ISBN: 978-602-95166-2-3

vii

21. Riyan Sudrajad , Mamnu’ah B-205

Pengaruh Pelatihan Keterampilan Sosial Terhadap Keinginan Bunuh Diri Pada Remaja di SMA N 1 Patuk Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta

22. Santoso Sastrodihardjo, Lusiawati Dewi dan Andi Permadi Santoso B-215 Substitusi Pemanis Rendah Kalori Pada Fermentasi Teh

Kombucha

23. Siti Mariyam, Kartika Ratna Pertiwi B-223

Profil Personal Health Behavior Mahasiswa Jurusan Pendidikan

Biologi FMIPA UNY

24. Sutomo dan I Nyoman Peneng B-233

Struktur dan Komposisi Tumbuhan Bawah di Petak VII C Koleksi Kebun Raya Eka Karya Bali serta Dominansi Jenis Eksotik-Invasif Eupatorium riparium

25. Sutomo, Dini Fardilla & I.N. Lugrayasa B-241

Principle Component Analysis Variabel Mikroklimat untuk

Mengetahui adanya Efek Tepi pada Kawasan Hutan yang Terganggu di Gunung Pohen Cagar Alam Batukahu Bali

26. Sutomo, I.D.P Darma dan Dini Fardila B-245

Laju Dekomposisi Seresah Daun Dua Jenis Tanaman Reboisasi Altingia excelsa Noronha dan Bischofia javanica Blume di Kebun Raya “Eka Karya” Bali

27. Tien Aminatun dan Djuwanto B-251

Keanekaragaman Laba-laba sebagai Musuh Alami pada Ekosistem Sawah Organik dan Konvensional

28. Trianik Widyaningrum dan Fytroh Sulistyowati B-263

Pengaruh Komposisi Campuran Tepung Jeroan Ikan Patin (Pangasius pangasius) dan Pellet Terhadap Pertumbuhan dan

Kadar Protein Ikan Nila (Oreochromis iloticus)

BIDANG PENDIDIKAN BIOLOGI

29. Amir Fatah B-273

Reidentifikasi Fungsi, Spesifikasi Kendaraan dan Gaya Berkendara dalam Rangka Menekan Angka Pencemaran Udara

30. Andang Syaifudin, Dian Noviar B-281

Efektivitas Model Pembelajaran Proyek Berbasis Jelajah Alam Sekitar (JAS) Terhadap Minat dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Semester 2 Di SMA Negeri 2 Banguntapan

31. Anjarwati B-291

Upaya Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui Peran Guru di Sekolah

32. Bambang Subali & Siti Mariyam B-301

Pengembangan Tes Kreativitas Keterampilan Proses Sains Tentang Aspek Kehidupan pada IPA SD

33. Dian Sudi Hadiningrum dan Paidi B-311

Studi Kesiapan SMAN Kota Magelang untuk Implementasi Pembelajaran Biologi Berbasis Masalah

(8)

34. Hilarius Jago Duda B-321

Penerapan Model Praktikum Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Mahasiswa

35. Kartika Chrysti S B-333

Lesson Study dalam Upaya Penerapan Model Research Based Learning untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA di Sekolah

Dasar

36. Mia Wahyuningsari, Baskoro Adi Prayitno, Bowo Sugiharto B-341

Profil Pengetahuan dan Kebutuhan akan Pendidikan Seksual Siswa SMP di Surakarta

37. Nani Aprilia B-353

Peningkatan Kemandirian Belajar Mahasiswa melalui Penggunaan Model Cooperative Learning pada Kegiatan Lesson Study Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi

38. Paidi, Yuni Wibowo, Anna Rachmawati B-365

Analisis Tingkat Kemampuan Metakognitif Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA UNY

39. Puguh Karyanto, Suwarno B-379

Peningkatan Pemahaman Konsep Rantai Makanan dengan Memadukan Materi Belajar Ekosistem dan Pengelolaan Lingkungan malalui Pemahaman Karakteristik Ekofisiologi Hama Tikus Sawah sebagai Sumber Belajar

40. Risanti Dhaniaputri B-387

Kajian Mata Kuliah Ilmu Alamiah Dasar Sebagai Pembangun Kesadaran Cinta Lingkungan Bagi Mahasiswa

(9)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi, Jurdik Biologi FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 19November 2013 ISBN: 978-602-95166-2-3

B-155

Sebaran dan Status Bekantan (Nasalis larvatus) di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan

Mochamad Arief Soendjoto 1), Mila Rabiati 2), Usman 3), Hafizh Muhardiansyah 4)

1) Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat, Jalan Ahmad Yani Km 36 Banjarbaru 70714, Telp./Fax. +625114772290, surel: masoendjoto@gmail.com

2, 3, 4) Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Selatan, Jalan Sungai Ulin No. 28 Banjarbaru 70714, Telp. +625114772408, Fax. +625114773370

Abstrak

Bekantan (Nasalis larvatus) adalah maskot fauna Provinsi Kalimantan Selatan.Sebaran dan kondisinya di Kabupaten Hulu Sungai Tengah belum didata.Penelitian bertujuan untuk menginventarisasi lokasi hunian bekantan, menduga populasi bekantan, dan mengidentifikasi faktor yang menurunkan populasinya.Data dikumpulkan melalui wawancara dengan masyarakat dan survei langsung ke lokasi.Dari 18 lokasi, bekantan ditemukan langsung di 4 lokasi dengan populasi keseluruhan 55 individu. Di 9 lokasi lain bekantan memang tidak ditemukan, tetapi kondisi habitat memungkinkan bekantan tetap bertahan dan bisa ditemukan pada survei mendatang. Di 1 habitat lain bekantan tidak ditemukan dan kondisi habitat menunjukkan status primata ini yang mengarah ke punah secara lokal. Di 4 lokasi sisanya, bekantan punah lokal dan permanen.Faktor yang menurunkan populasi primata ini adalah konversi lahan, perusakan habitat, pemburuan bekantan, dan kebakaran lahan/hutan.

Kata kunci: bekantan, lokasi, Nasalis larvatus, populasi, status

PENDAHULUAN

Bekantan (Nasalis larvatus) adalah primata langka, endemik Borneo, dan menurut IUCN (2013), bahkan hampir punah (endangered). Primata ini memiliki ciri khas: hidung mancung, perut buncit, dan warna rambut kemerahan.

Walaupun telah ditetapkan sebagai maskot fauna Provinsi Kalimantan Selatan oleh Gubernur Kalimantan Selatan pada tahun 1990, sebarannya di seluruh provinsi ini belum banyak didokumentasikan. Yang sudah didokumentasikan adalah bekantan di kawasan konservasi, seperti Cagar Alam (CA) Gunung Kentawan, CA Teluk Kelumpang, Selat Laut, dan Selat Sebuku, Suaka Margasatwa (SM) Kuala Lupak, SM Pleihari Tanah Laut, dan Taman Hutan Raya Sultan Adam (BKSDA Kalsel, 2008). Selain itu, bekantan ditemukan juga di luar kawasan konservasi, seperti di beberapa lokasi wilayah Kabupaten Barito Kuala (Soendjoto et al., 2001), Kabupaten Balangan (Soendjoto dan Nazaruddin, 2012), dan Kabupaten Tabalong (Soendjoto et al., 2003).

Dari 2 kota dan 11 kabupaten di Kalimantan Selatan, Hulu Sungai Tengah adalah kabupaten yang sebaran bekantannya belum diketahui. Sebaran itu harus segera diinventarisasi dan sekaligus harus diwaspadai, karena aktivitas manusia cenderung menurunkan populasi primata ini dari tahun ke tahun.

IUCN (2013) mengemukakan bahwa populasi bekantan cenderung menurun.Soendjoto (2013) menduga populasi bekantan di Kalimantan Selatan diperkirakan 3.600 - 5.400 ekor.Jumlah

(10)

B-156

Banjarmasin) yang dihuni bekantan, di setiap kota/kabupaten terdapat 15 lokasi, dan setiap lokasi dihuni satu kelompok dengan 20-30 individu.Asumsi ini berdasarkan pada survei lapangan di Kabupaten Tabalong (18 lokasi), Kabupaten Barito Kuala (10), dan Kabupaten Balangan (13).

Tujuan penelitian adalah menginventarisasi lokasi hunian bekantan, menduga populasi bekantan, dan mengidentifikasi faktor yang menurunkan populasi bekantan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Datanya menambah temuan berkaitan dengan lokasi hunian dan populasi bekantan di tiga kabupaten lain yang sudah diinventarisasi.

BAHAN DAN METODE

Data dikumpulkan di wilayah kabupaten yang luasnya 1.472 km2 dan memiliki 11 kecamatan pada tanggal 29 Juni – 3 Juli 2013.Metode yang digunakan adalah wawancara kepada masyarakat dan survei langsung ke lapangan.Melalui wawancara, digali informasi tentang keberadaan bekantan dan lokasinya.Lokasi disurvei dan selanjutnya dicatat koordinatnya, tipe dan kondisi habitat, populasi bekantan, dan faktor yang diindikasikan mengubah populasi bekantan. Data dianalisis secara kualitatif melalui pembandingan dengan data dari pustaka lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Melalui jalan beraspal, jalan dengan pengerasan, jalan tanah, dan jalan setapak di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 18 lokasi disurvei (Tabel 1).

1. Di 4 lokasi, bekantan ditemukan langsung dan secara keseluruhan terdiri atas 4 kelompok —1 kelompok di antaranya terpisah sementara dalam 2 subkelompok— dengan jumlah 55 individu.

2. Di 9 lokasi, primata ini tidak ditemukan. Walaupun demikian, kondisi lapangan menunjukkan bahwa bekantan dipastikan ada dan masih bisa ditemukan pada survei-survei berikutnya. 3. Di 1 lokasi bekantan tidak ditemukan. Walaupun bekantan pernah ditemukan sekitar 3 bulan

lalu sebelum survei ini dilakukan, lokasinya yang terletak di tepi jalan trans-Kalimantan dan dikelilingi permukiman serta habitatnya yang telah berubah menjadi persawahan menunjukkan bahwa status bekantan di sini (Hutan Padang Sirangut) mengarah ke punah secara lokal. 4. Di 4 lokasi sisanya kemungkinan besar bekantan tidak akan pernah ditemukan lagi. Dengan

kalimat lain, bekantan di sini bisa dipastikan punah secara lokal dan permanen. 5.

Tabel 1. Lokasi, habitat, dan populasi bekantan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah

No. Lokasi Habitat Populasi

1 Hutan Padang Sirangut, Desa Kapuh Padang, Kecamatan Haruyan. Terletak di tepi kanan jalan trans-Kalimantan (Banjarmasin – Tanjung). Koordinat pengamat (UTM): 314105, 9705580.

• Rawa.

• Sebagian besar rawa telah menjadi lahan pertanian untuk tanaman pangan (padi).

• Lainnya berupa hutan yang ditumbuhi rumbia (Metroxylon sago), sengkuang, rambutan

• Lokasi didatangi, tetapi bekantan tidak ditemukan. • Info masyarakat: bekantan (1

individu) dijumpai sekitar Maret 2013.

• Pakannya daun sengkuang dan rambutan.

(11)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi, Jurdik Biologi FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 19November 2013 ISBN: 978-602-95166-2-3

B-157

(Nephelium lappaceum), dan tanaman hortikultura lainnya.

• Kemungkinan besar bekantan di sini mendekati punah secara lokal.

2 Gunung Ambilik, Desa Batu Panggung, Kecamatan Haruyan.

Koordinat pengamat (UTM): 324468, 9700481.

• Karst yang ditutupi dominan dengan tanah; masyarakat menyebut karst seperti ini gunung. • Ketinggian karst dari lahan

sekelilingnya sekitar 100 m. • Vegetasi di atas karst antara lain

adalah kayu kacang.

• Vegetasi utama di sekeliling karst adalah karet (Hevea brasiliensis).

• Lokasi didatangi, tetapi bekantan tidak ditemukan. • Info masyarakat: 2 individu

bekantan terlihat makan 3 hari lalu pada Juni 2013 (sebelum survei ini).

3 Rajang Waki, Desa Pasting, Kecamatan Hantakan. Koordinat pengamat (UTM): 326108, 9704508.

• Karst.

• Bebatuan tampak lebih dominan daripada tanahnya; masyarakat menyebut karst seperti ini rajang. • Ketinggian karst dari permukaan

tanah sekelilingnya sekitar 100 m. • Vegetasi di atas karst, antara lain

alaban (Vitex pubescens), kariwaya (Ficus binnendykii). • Batuan di kaki (dasar) karst

ditambang untuk bahan konstruksi bangunan atau jalan.

• Amatan langsung: 4 bekantan (1 jantan , 1 betina, 2 anak). • Info masyarakat: 4 tahun lalu

(2009), 1 individu bekantan ditemukan mati jatuh dari ketinggian dan terantuk bebatuan di bawahnya. • Diduga bekantan ini jatuh

setelah melompat dan gagal menggapai tangkai pohon yang menjadi tujuan lompatan.

4 Rajang Mampuli, Desa Pasting, Kecamatan Hantakan.

Koordinat pengamat (UTM): 326305, 9704780

• Karst. Ketinggian karst dari lahan sekelilingnya sekitar 10 m. • Vegetasi di atas karst antara lain

kariwaya.

• Karst hampir rata dengan lahan sekelilingnya, karena ditambang. • Lahan sekelilingnya ditumbuhi

karet.

• Lokasi didatangi, tetapi bekantan tidak ditemukan. Info masyarakat: bekantan

dijumpau beberapa hari sebelum survei dilakukan (2013).

5 Gunung Pagat dan Gunung Batu Tawar (Gunung Batu Panggung), Desa Pagat, Kecamatan Batu Benawa. Koordinat pengamat (UTM): 324372, 9708698.

• Lahan bergelombang dengan dua karst mencolok.

• Vegetasi karst antara lain kariwaya.

• Vegetasi di sekeliling karst antara lain alaban, karet, kemiri

(Aleurites moluccana), kariwaya, dan babirik. • Amatan langsung: • Subkelompok 1: 17 individu (3 jantan, 3 betina, 11 anak/remaja) • Subkelompok 2: 2 individu (1 jantan, 1 TT)

(12)

B-158

wisata dengan pemandangan utamanya dua karst tersebut (masyarakat menyebutnya gunung) dan Sungai Barabai selebar 50 m.

6 Rajang Kaliwang, Desa Ogut atau Tanah Abang, Kecamatan Batang Alai Timur.

Koordinat pengamat (UTM): 332319, 9715487.

• Karst. Vegetasi karst tidak diketahui.

• Rajang terlihat dari jalan tanah selebar 5-7 m yang

menghubungkan Desa Ogut dan Desa Batu Tangga.

• Lokasi tidak didatangi, karena membutuhkan waktu 1 jam ke lokasi dari jalan desa. • Info masyarakat: ada.

7 Karst di belakang kantor Balai Penyuluhan Pertanian Sulang’ai, Kecamatan Batang Alai Timur.

Koordinat pengamat (UTM): 337396, 9716130.

• Karst yang dikelilingi hutan karet dan kebun pisang

• Info masyarakat : bekantan sering ditemukan di lahan tanaman karet dan pisang di belakang/dekat kantor BPP

8 Gunung Punuk dan Gunung Batu Sawar, Hutan Tapin Banyu Tajun, Desa Nateh, Kecamatan Batang Alai Timur.

Koordinat pengamat (UTM): 338862, 9719882.

• Karst. Vegetasi di atasnya antara lain kariwaya dan kemiri. • Lahan di sekeliling karst ditanami

tanaman pertanian (padi, kacang-kacangan, terong) dan tanaman keras (karet).

• Amatan langsung: 11 individu (1 jantan, 10 TT)

9 Karst di Desa Batu Kajang (Batu Tangga), Kecamatan Batang Alai Selatan. Sungai yang mengalir di bawahnya adalah Sungai Pituin. Koordinat pengamat (UTM): 334986, 9718825.

• Karst yang terdiri atas tujuh bukit, sehingga dinamai Jajar Pitu. • Satu bukit yang terletak di paling

ujung (barat daya) adalah Rajang Kaliwang.

• Di sekeliling karst ditanami tanaman pertanian (padi), tanaman hortikultura (pisang), tanaman keras (karet).

• Lokasi didatangi, tetapi bekantan tidak ditemukan. • Info masyarakat: ada bekantan.

10 Gunung Apui dan Hutan Saung Bantai, Kecamatan Batang Alai Selatan. Terdapat aliran Sungai Apui.

Koordinat pengamat (UTM): 334309, 9718759.

• Karst. Bagian dari Jajar Pitu. • Lahan di sekeliling karst ditanami

karet, pisang, • Karst tidak ditambang.

• Lokasi didatangi, tetapi bekantan tidak ditemukan. • Info masyarakat: terdapat lebih

dari 20 individu.

11 Baruh Bindrang, Desa Tapuk, Kecamatan Limpasu.

• Baruh seluas 0,75 ha (25 borong) tidak dapat ditanami, kecuali

• Amatan langsung: 21 individu (5 jantan, 10 TT, 6 anak)

(13)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi, Jurdik Biologi FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 19November 2013 ISBN: 978-602-95166-2-3

B-159

Koordinat pengamat (UTM): 331891, 9727086.

Kurang lebih 300 m di sebelah timur laut terdapat Kampung Karuh, Desa Lok Batu, Kecamatan Batumandi, Kabupaten Balangan

selama kemarau panjang. Vegetasinya antara lain merapat (Combretocarpus rotundatus) dan kantung semar (Nepenthes sp.). • Lahan di sekeliling baruh

ditanami antara lain tanaman pangan (pare, terong), tanaman keras (karet).

• Kepala Desa melarang masyarakat membunuh bekantan.

12 Baruh Puayan, Desa Kabang, Kecamatan Limpasu. Luas baruh menurut masyarakat 10 ha.

Koordinat pengamat (UTM): 332299, 9725947

• Baruh ini tidak dapat ditanami sama sekali, walaupun musim kemarau.

• Vegetasinya antara lain rumbia, mahang (Macaranga sp.), merapat, loa (Ficus glomerata), tiwadak banyu (Artocarpus teysmanii), dan rengas (Gluta rengas).

• Lahan di sekelilingi baruh adalah persawahan (padi) dan

hutan/kebun karet.

• Kades melarang pembunuhan bekantan

• Lokasi didatangi, tetapi bekantan tidak dijumpai

13 Baruh Kiyas, Kampung Kalubut, Desa Karatungan, Kecamatan Limpasu. Koordinat pengamat (UTM): 327224, 9727149.

Sekitar 100 m di sebelah timur terdapat baruh Tambak, Kampung Sungai Tabuk, Desa Karatungan serta baruh Gayaba, Kampung Gayaba, Desa Keratungan, Kecamatan Limpasu

• Baruh yang vegetasinya antara lain belangeran (Shorea

belangeran), rengas, karamunting (Melastoma sp.).

• Lahan di sekelilingnya ditanami karet.

• Karetnya merupakan hasil peremajaan sekitar 7 tahun lalu. • Baruh Tambak (± 200 ha) terbakar

tahun 1997 selama 2 bulan, sehingga vegetasinya habis. • Vegetasi yang tumbuh sekarang

adalah suksesi.

• Pohon-pohon berkayu yang ada sekarang tidak seperti kondisi sebelum kebakaran.

• Lokasi didatangi, tetapi bekantan tidak ditemukan. • Namun, satu orang pemilik lahan yang kebetulan ada di situ mengatakan bahwa dia baru saja melihat 3 bekantan besar (kemungkinan jantan semua).

• Bekantan sering diburu atau ditembak oleh masyarakat Dayak (Labuhan) untuk dikonsumsi.

• Hewan lain yang juga ditemukan adalah bajing besar (tangka).

(14)

B-160

mencapai tinggi 15 m.

14 Hutan Mungkur Panjang, Desa Mungkur Panjang, Kecamatan Ilung.

Koordinat pengamat (UTM): 325158, 9726629

• Vegetasi baruh, tetapi kering pada musim kemarau.

• Baruh dikelilingi lahan yang tumbuhan pokoknya karet.

• Lokasi didatangi, tetapi bekantan tidak ditemukan. • Info masyarakat: bekantan

lebih dari 20 individu

15 Hutan Desa Batu Panggung, Kecamatan Haruyan. Koordinat pengamat (UTM): 323593, 969917

• Hutan sekunder, hutan karet • Kehadiran bekantan pernah dicatat oleh masyarakat pada tahun 2009 atau sekitar 4 tahun lalu

16 Rawa Desa Rasau, Kecamatan Pendawan, Koordinat pengamat (UTM): 316892, 9714598

• Hutan rawa yang saat ini sebagian besar berubah menjadi lahan pertanian

• Pernah dihuni bekantan sekitar 10 tahun atau 2003.

• Bangkal (Nauclea sp.) dan mahang adalah dua dari banyak tumbuhan yang tumbuh di rawa ini, tetapi ditebangi oleh masyarakat untuk memerluas lahan pertanian tanaman pangan (padi) dan tanaman hortikultura (jeruk).

• Bekantan yang masih bertahan diburu/diusir oleh masyarakat dengan bantuan anjing, ditangkap untuk dijadikan peliharaan, atau ditembak. 17 Rawa Desa Kayu Rabah,

Kecamatan Pendawan, Koordinat pengamat (UTM): 308520, 9718571

• Hutan rawa yang saat ini sebagian besar berubah menjadi lahan pertanian

18 Rawa Desa Mahang Paku, Kecamatan Pendawan. Koordinat pengamat (UTM): 308668, 9715906

• Hutan rawa yang saat ini berubah menjadi lahan pertanian atau rawa monoton (vegetasinya rerumputan dan beberapa tumbuhan berkayu dengan ketinggian di bawah 3 m)

Catatan: TT = tidak teridentifikasi

Masih ada wilayah di kabupaten ini yang tidak disurvei. Wilayah tersebut berada di pegunungan, masih berhutan lebat, dan daerah tangkapan air (sumber/mata air) dari beberapa sungai yang mengaliri Kabupaten Hulu Sungai Tengah atau kabupaten lain. Akses untuk menjangkau wilayah ini hanya jalan setapak atau jalan rintis.

Pembahasan

Di sebagian besar lokasi yang disurvei, bekantan tidak ditemukan langsung. Namun, ini tidak berarti bahwa di lokasi itu tidak ada bekantan.

1. Bekantan sensitif atas kehadiran manusia. Primata ini menjauh atau menghindar untuk bersembunyi, bila mendengar suara atau melihat sosok manusia yang mendekatinya.

2. Bekantan tidak selalu berada di satu tempat tertentu. Primata ini selalu berkeliling atau berpindah dari tempat tertentu ke tempat lain sebagai strategi untuk menghadapi keterbatasan

(15)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi, Jurdik Biologi FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 19November 2013 ISBN: 978-602-95166-2-3

B-161

akan jumlah dan keragaman pakan serta air (Soendjoto et al., 2006a) dan sekaligus menghindar dari predator (termasuk dalam hal ini, manusia).

3. Walaupun arboreal, bekantan tidak selalu berada di pepohonan. Bekantan bisa beristirahat pada tengah hari (jam 09.00-15.00) di strata pohon dengan ketinggian kurang dari 15 m (Soendjoto et al., 2006a). Pada strata tersembunyi inilah bekantan sulit ditemukan oleh peneliti.

Semua atau 4 kelompok bekantan yang ditemukan memiliki individu jantan dan individu betina.Kondisi ini merupakan syarat minimum kelestarian bekantan, walaupun primata ini memiliki karakter sosiobiologi lainnya. Rasio kelamin bekantan bervariasi; di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah 1:1,5 (Bismark, 1981), di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur 1:2,55 (Bismark, 1995), di Samboja Koala, Kalimantan Timur antara 1:3 dan 1:6 (Alikodra, 1997), dan di Sungai Kinabatangan, Borneo-Malaysia antara 1:7,1 dan 1:7,3 (Boonratana, 1999).

Secara umum populasi bekantan di kabupaten ini menghuni habitat yang berupa hutan karet, baruh atau karst. Hutan karet adalah lahan yang tanaman pokoknya karet. Di hutan karet terawat (atau lebih cocok disebut kebun), yang terlihat dominan adalah karet dan rerumputan yang tingginya sekitar 5 cm atau hampir rata dengan permukaan tanah. Penebasan dilakukan secara teratur. Beberapa tumbuhan liar yang bermanfaat atau yang batangnya berdiameter besar biasanya dibiarkan. Misalnya rotan, aren, beringin, dan kariwaya. Sebaliknya, lahan hutan yang tidak dirawat ditumbuhi karet dan juga berbagai spesies tumbuhan alami dengan tinggi tak-seragam. Dalam kondisi demikian, sebutan hutan lebih sesuai daripada kebun.

Baruh adalah hamparan lahan yang permukaannya mencekung atau lebih rendah daripada permukaan lahan sekitarnya, sehingga digenangi air secara berkala atau permanen menyerupai danau (Soendjoto et al., 2002, 2005). Sebagian baruh bisa ditanami dengan tanaman pangan atau budidaya, terutama selama musim kemarau. Namun, lainnya tidak bisa ditanami sama sekali. Genangan airnya cukup dalam dan bahkan penggenangan terjadi sepanjang tahun. Baruh seperti ini ditumbuhi beragam tumbuhan alami.

Karst adalah bukit berbatu (kapur). Hampir semua karst tidak bisa ditanami karena yang tampak dominan atau terlihat langsung di atas permukaan tanah adalah bebatuan. Kemiringan karst pun relatif curam (lebih dari 75o), sehingga penanaman tidak memungkinkan. Apabila terdapat lapisan tanah, ketebalannya pun relatif tipis. Tumbuhan yang mampu hidup adalah kelompok perdu atau tumbuhan yang tumbuh dengan kondisi lebih kecil daripada kondisi normal (tumbuhan kerdil atau berdiameter kecil).

Beberapa spesies tanaman dan tumbuhan alami diidentifikasi sebagai sumber pakan bekantan. Karet (tanaman keras), kacang panjang (tanaman pertanian), serta kariwaya, loa, dan tiwadak banyu (tumbuhan liar) adalah sumber pakan bagi bekantan di hutan karet Kabupaten Tabalong (Soendjoto et al., 2002, 2006b), karamunting dan merapat di Sarawak, Malaysia (Salter et

al., 1985), rengas di delta Sungai Mahakam, Kalimantan Timur (Alikodra dan Mustari, 1994), karet dan alaban di Samboja Koala atau sekitar Hutan Lindung Bukit Soeharto, Kalimantan Timur (Alikodra, 1997), dan mahang di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah (Yeager, 1989).

(16)

B-162

sumber pakan membuat bekantan mampu bertahan dan melangsungkan kehidupan spesiesnya. Realitasnya, banyak hal terjadi yang pada akhirnya mencerai-beraikan kelompok bekantan dan sekaligus menurunkan populasi.

Empat faktor eksternal teridentifikasi di lapangan.

1. Pengubahan habitat atau konversi lahan. Lahan berhutan yang memfasilitasi kehidupan bekantan dikonversi menjadi lahan pertanian/budidaya yang lebih berorientasi pada kebutuhan ekonomi masyarakat dan membuat bekantan menjauh dari habitatnya.

2. Perusakan habitat. Bebatuan yang membentuk Rajang Waki atau Rajang Mumpuli ditambang atau dipecah dengan bantuan mesin menjadi bongkahan-bongkahan. Bongkahan ini dimanfaatkan sebagai bahan fondasi bangunan atau jalan raya.

3. Pemburuan bekantan. Bekantan ditembak, ketika primata ini dianggap sebagai hama pemakan daun karet-muda atau dijadikan bahan pangan (konsumsi) oleh etnis Dayak. Di beberapa lokasi dalam wilayah Kabupaten Barito Kuala bekantan juga dianggap sebagai hama (Soendjoto et al., 2001), sedangkan di beberapa lokasi Kabupaten Tabalong primata ini dikonsumsi (Soendjoto et al., 2003). Selain itu, bekantan pun ditangkap hidup-hidup untuk dimanfaatkan sebagai hewan peliharaan. Namun, alaman menunjukkan bahwa tidak ada bekantan yang dipelihara (dalam kurungan atau sangkar) dapat hidup lama.

4. Kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan atau lahan dipicu lebih dominan oleh aktivitas masyarakat daripada proses alami. Dalam penyiapan lahan untuk penanaman tanaman pangan atau tanaman pertanian, masyarakat biasanya membabat tumbuhan tak-dikehendaki dan selanjutnya membakarnya. Kejadian yang sering terjadi pembakaran —walaupun dalam skala kecil— tidak terkendali atau tidak dikendalikan, sehingga merembet dan membakar bahan organik di lahan sekitarnya. Tiupan angin yang kencang dan keringnya bahan organik sekitarnya menambah luas areal terbakar. Kebakaran tidak hanya menghanguskan tumbuhan sebagai sumber-utama pakan fauna, tetapi juga bisa mematikan fauna terutama yang tidak bisa melarikan diri atau mengusir fauna dari habitat asalnya; tak terkecuali dalam hal ini adalah bekantan. Kebakaran hutan mematikan satwa di dalam hutan, mengganggu kehidupan satwa dan kehidupan organisme tanah, serta memusnahkan habitat dan pakan satwa (Yuningsih, 2004). Konversi hutan dan kebakaran memicu hilangnya habitat primata (Purba, 2008). Kebakaran hutan tahun 1997/1998 memicu penurunan kualitas habitat orangutan serta menimbulkan korban orangutan dalam jumlah signifikan (Suhud dan Saleh, 2007).

Hal yang menarik adalah adanya aturan untuk tidak membunuh bekantan. Aturan dibuat oleh Pembakal (Kepala Desa). Walaupun belum didalami, aturan ini setidaknya cukup ampuh untuk mencegah penurunan populasi bekantan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Bekantan ditemukan di 4 lokasi, tetapi tidak ditemukan di sebagian besar lokasi lainnya. Di lokasi-lokasi terakhir ini, terdapat 3 status bekantan: diprediksi masih bisa ditemukan, mengarah ke punah lokal, serta punah secara lokal dan permanen.

(17)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi, Jurdik Biologi FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 19November 2013 ISBN: 978-602-95166-2-3

B-163

Populasi bekantan menurun, karena konversi lahan, perusakan habitat, pemburuan bekantan, dan kebakaran lahan/hutan.

Saran

Survei atau penelitian detail perlu dilakukan untuk mengevaluasi kondisi habitat dan populasi bekantan di lokasi yang terinventarisasi dari survei ini atau memerdalam pengetahuan tentang perilaku bekantan pada kondisi alami. Pada sisi lain, survei perlu dilanjutkan ke lokasi yang tidak sempat disurvei.

Harus dibangkitkan kesadaran masyarakat dan ditingkatkan koordinasi antar-instansi untuk melestarikan bekantan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih dihaturkan kepada Bapak Adib Gunawan, Kepala BKSDA Kalsel yang memfasilitasi kegiatan.Kegiatan ini dibiayai oleh BKSDA Kalsel.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 1997. Populasi dan perilaku bekantan (Nasalis larvatus) di Samboja Koala, Kalimantan Timur.Media Konservasi 5(2):67-72.

Alikodra, H.S. and A.H. Mustari. 1994. Study on ecology and conservation of proboscis monkey (Nasalis larvatus Wurmb) at Mahakam River delta, East Kalimantan: behaviour and habitat function. Annual Report of Pusrehut 5:28-38.

Bismark. 1981. Preliminary survey of the proboscis monkey at Tanjung Puting Reserve Kalimantan. Tigerpaper 8(1):26.

Bismark, M. 1995. Analisis populasi bekantan (Nasalis larvatus).Rimba Indonesia 30(3):14-23. BKSDA Kalsel.2008. Kawasan Konservasi Kalimantan Selatan.Banjarbaru: Balai Konservasi

Sumber Daya Alam Kalimantan Selatan.

Boonratana, R. 1999. Dispersal in proboscis monkey (Nasalis larvatus) in the Lower Kinabatangan, Northern Borneo.Tropical Biodiversity 6(3):179-187.

IUCN. 2013. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2013.1.<www.iucnredlist.org>. [Diakses: 04 Agustus 2013].

Purba, D.M. 2008.Hentikan eksploitasi terhadap monyet ekor panjang.Siar Indonesia (2):5.

Salter, R.E., N.A. MacKenzie, N. Nightingale, K.M. Aken, and P. Chai P.K. 1985. Habitat uses, ranging behaviour, and food habitats of the proboscis monkey, Nasalis larvatus (van Wurmb), in Sarawak. Primates 26 (4): 436-451.

(18)

B-164

Soendjoto, M.A., Djami’at, Johansyah, dan Hairani. 2002. Bekantan juga hidup di hutan karet.

Warta Konservasi Lahan Basah 10(4):27-28.

Soendjoto, M.A., H.S. Alikodra, M. Bismark, dan H. Setijanto. 2003. Persebaran dan status habitat bekantan (Nasalis larvatus) di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Media

Konservasi 8(2):45-5l.

Soendjoto, M.A., H.S. Alikodra, M. Bismark, dan H. Setijanto. 2005. Vegetasi tepi-baruh pada habitat bekantan (Nasalis larvatus) di hutan karet Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Biodiversitas 6(1):40-44.

Soendjoto, M.A., H.S. Alikodra, M. Bismark, dan H. Setijanto. 2006a. Aktivitas harian bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) di hutan karet Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.Biota 11(2):101-109.

Soendjoto, M.A., H.S. Alikodra, M. Bismark, dan H. Setijanto. 2006b. Jenis dan komposisi pakan bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) di hutan karet Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.Biodiversitas 7(1):34-38.

Soendjoto, M.A., M. Akhdiyat, Haitami, dan I. Kusumajaya. 2001. Persebaran dan tipe habitat bekantan (Nasalis larvatus) di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Media

Konservasi 7(2):55-61.

Soendjoto, M.A. dan Nazaruddin. 2012. Distribution of the proboscis monkey (Nasalis larvatus) in Balangan District, South Kalimantan, Indonesia. Tigerpaper 26(2):1-7.

Suhud, M. dan C. Saleh.2007. Dampak Perubahan Iklim terhadap Habitat Orangutan. Jakarta: WWF-Indonesia.

Yeager, C.P. 1989. Feeding ecology of the proboscis monkey (Nasalis larvatus).International

Journal of Primatology 10(6):497-530.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Erlina Sari (2010), siswa mengalami kesulitan berkaitan dengan prinsip jarak dari titik ke garis, prinsip jarak dari titik ke bidang, prinsip jarak dua

Sistem e-learning yang ada sekarang ini umumnya menyajikan presentasi materi pembelajaran yang sama untuk setiap pengguna karena menganggap bahwa karakteristik semua

Ide penelitian ini dimotivasi oleh tulisan Malik at al [1] yang membicarakan produk kartesius pada struktur subgrup fuzzy, dan ideal fuzzy pada ring, sehingga definisi

Seluruh makalah yang ada dalam prosiding ini merupakan kumpulan makalah yang telah lolos proses seleksi yang dilakukan tim reviewer dan telah disampaikan

S Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo Eksperimentasi Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share) Terhadap Prestasi Belajar Matematika

Perilaku inatensi pada responden terlihat pada tabel 6. Rentang perilaku hiperaktivitas pada 30 responden adalah dari rendah sampai dengan sangat tinggi.. Sebanyak 4

Apabila digunakan filamen pemanas pada aliran gas nitrogen dengan laju 50 sccm dan tekanan parsial nitrogen 0,15 mbar, ternyata orientasi bidang kristal (1011)

Google Maps akan menghasilkan sebuah aplikasi pencarian rute terpendek yang memudahkan pengguna karena akan mendapat gambaran yang lebih detail tentang rute yang