163
DESAIN PRIMER PCR IN SILICO UNTUK
AMPLIFIKASI GEN rbcL PADA GENUS Mangifera
Suparman
Laboratorium Biologi FKIP Universitas Khairun, Ternate [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan studi bioinformatika untuk mendapatkan sekuen primer gen rbcL pada genus tanaman Mangifera. Gen rbcL merupakan gen barcode yang digunakan untuk identifikasi dan pembeda antar jenis pada kelompok tumbuhan tingkat tinggi juga dapat digunakan untuk rekonstruksi filogenentik tumbuhan. Metode yang digunakan dalam mendapatkan primer optimal ialah dengan cara in silico yakni simulasi dengan computer menggunakan informasi website genebank yang menyediakan berbagai gen. Desain primer gen rbcL dimulai dengan mengunduh sekuen DNA dari gen rbcL Mangifera indica dari GenBank dan mengkopy dalam bentuk pasta sebagai acuan untuk mencari daerah lestari. Primer dibuat dengan dua arah pembacaan DNA : forward F) dan primer reverse (rbcL-R). Primer didesain dengan menggunakan software primer designer yakni Genamics Expression dan selanjutnya primer dikonfirmasi secara insilico menggunakan perangkat lunak blast primer pada NCBI untuk mengetahui posisi akurat penempelan primer pada gen rbcL secara bioinformatika. Primer gen rbcL yang dihasilkan ialah CTTGGCAGCATTCCGAGTA untuk primer forward dan TCACAAGCAGCAGCCAGTTC untuk primer reverse. Prediksi suhu optimal annealing ialah 61-64 derajat celsius. Produk PCR yang didapatkan sepanjang 1272 bp.
Kata kunci : Mangifera, primer rbcL, studi bioinformatika
Genus Mangifera merupakan salah satu dari 70 genus dalam famili Anacardiaceae (Judd, dkk. 2002), dan termasuk genus yang memiliki anggota spesies terbesar, yakni 69 spesies yang telah diidentifikasi (Kostermans dan Bompard, 1993). Kebanyakan dari spesies tersebut tersebar di Pulau Kalimantan, Sumatra, Jawa, dan Semenanjung Malaysia (Mukerjee, 1953). Spesies dari genus
Mangifera yang dikenal umum adalah Mangga
(Mangifera indica). Mangga memiliki nilai komersil sebagai buah konsumsi, karena itu sebagian besar orang mengenal Mangifera sebagai Mangga. Saat ini terdapat sekitar 1500 varietas Mangga (Krishnan, dkk. 2002). -Anggota Mangifera lain seperti Mangifera
odorata (Kuweni), M. caesia (Binjai/wani), M. foetida (Bacang/Limus) kurang dikenal, padahal spesies-spesies tersebut dimanfaatkan sebagai buah konsumsi di beberapa daerah,
seperti pada M. caesia yang dikonsumsi dan telah teridentifikasi sebanyak 22 kultivar di Bali (Rai, dkk. 2008). Spesies lain seperti M.
decandra (Konyot besi), M. dewildei (Berhul),
dan M. minor (Mangga liar) telah digunakan sebagai sumber kayu dan bahan obat-obatan karena mengandung zat Fitokimia, Fenol, dan Terpenoid (Kostermans dan Bompard, 1993). Semakin banyaknya spesies yang dikenal akan semakin menambah pemanfaatannya.
Semua spesies anggota genus
Mangifera diduga berasal dari satu nenek
moyang yang sama, tetapi Kostermans dan Bompard (1993), menyatakan bahwa
Mangifera diturunkan dari dua nenek moyang
yang berbeda. Perbedaan dugaan ini akan menyebabkan keraguan dalam klasifikasi
Mangifera. Menurut Hidayat (2011), klasifikasi antar spesies dalam genus
164
Mangifera masih tidak stabil, hal ini
dikarenakan kompleksitas dari organ vegetatif dan reproduktif genus tersebut. Klasifikasi genus Mangifera berdasarkan morfologi oleh Kostermans dan Bompar (1993) dibagi menjadi dua subgenus yakni Mangifera dan
Limus.
Klasifikasi Mangifera berdasarkan morfologi mengindikasikan keraguan pengelompokan (Yonemori, dkk. 2002), hal ini dapat dilihat pada uncertain position untuk 11 spesies yang telah diidentifikasi. Klasifikasi oleh Hou (1978) dan Mukherjee (1953), M.
longipes dimasukan ke dalam genus
Mangifera, tetapi Kosterman dan Bompard
(1993) tidak mencantumkan nama jenis M.
longipes dalam genus Mangifera karena
dianggap sinonim dari M. laurina. Mangifera
odorata diduga merupakan hasil dari persilangan antara M. indica dengan M.
foetida (Hou, 1978) tetapi Kosterman dan
Bompard (1993) menolak dugaan tersebut. Oleh karena itu perlu alternatif selain morfologi sebagai dasar klasifikasi sebagai penguat klasifikasi yang telah ada.
Penggunaan marker molekuler menurut Li (1997), dinilai menyediakan karakter yang lebih berlimpah dibandingkan morfologi dan fisiologi, serta lebih cepat, praktis, dan efisien dalam pengerjaan. Sistematika molekuler dengan menggunakan marker molekuler pada tanaman telah digunakan secara luas sebagaimana pada organisme lain dalam determinasi hubungan filogenetik (Asahina, dkk. 2010). Pada sistematika Angiospermae pendekatan filogenetik dengan karakter molekuler telah digunakan dan efektif dalam mengelompokan
takson yang belum terselesaikan oleh dengan
karakter fenetik (Reddy, 2009). Salah satu marker molekuler yang banyak digunakan dalam filogentik tumbuhan yakni rbcL. Gen
rbcL tanaman merupakan pengkode sub unit
besar riboluse-1,5-bisphosphate carboxylse (RubisCo) yang berada di genom kloroplas (Judd, dkk. 2001) dan merupakan gen yang universal pada hampir semua tanaman,
sehingga penggunaanya akan efektif mengenali keragaman dalam semua tanaman.
Penggunaan marker rbcL pada analisis filogenetik yang dipadukan dengan marker lain diantara spesies dalam satu genus telah dilakukan, seperti pada spesies anggota Zygophyllum family Zygophyllaceae (Bellstedt, dkk. 2008), Caragana family Leguminoseae (Zhang, dkk. 2009) dan efektif dalam memberikan informasi filogenetik diantara spesies yang diuji. Gen rbcL merupakan salah satu gen yang direkomendasikan oleh Consortium Barcode
of Life (CBOL) pada tahun 2009 sebagai
marker molekuler barcode pada tanaman, rekomendasi ini memerkuat alasan penggunaan rbcL dalam analisis filogenetik dan kekerabatan tanaman.
Markah molekuler dapat dianalisis menggunakan Polimerase Chain Reaction yang dikenal dengan PCR yakni metode perbanyakan DNA dengan tiga langkah utama yakni denaturasi, annealing dan extensi. Proses perbanyakn DNA mengikuti kaidah pangkat dua. Proses PCR memerlukan primer, yakni sederet sekuen DNA pendek sebagai pengenal DNA target yang selanjutnya memperpanjang dan memperbanyak DNA target.
Desain primer dapat dibuat dengan menggunakan konstruksi secara insiliko berbasis ilmu bioinformatika. Olah karena itu, untuk keperluan isolasi sekuen gen rbcL dari DNA Mangifera maka perlu di lakukan desain primer untuk mengamplifikasi gen rbcl yang dapat di gunakan untuk semua anggota genus
Mangifera. Penelitian ini adalah penelitian
awal pada penelitian filogenetik pada genus mangifera untuk menjawab latarbelakang penelitian.
METODE PENELITIAN Desain primer gen rbcL.
Penelitian ini merupakan penelitian berbasis in silico dalam mendesain primer PCR dengan menggunakan analisis
165 bioinformatika. Pengambilan dan pengolahan data yang tersedia pada website penyedia gen dan layanan pengolahan/analisis gen dan DNA. Proses PCR (Polymerase Chain
Reaction) memerlukan sepasang primer sebagai pemicu terbentuknya DNA baru yang mirip gen target seperti proses replikasi DNA.
Berikut gambaran proses pembentukan gen target saat amplifikasi, jumlah molekul DNA double stranded yang dihasilkan sesuai dengan hitungan pangkat dua dari siklus amplifikasi yang dilakukan.
Jumlah siklus Jumlah target M o l e k u l D N A y a n g
Gambar 1. Gambaran proses PCR dan amplifikasi gen target serta penambahan jumlah fragment sejalan dengan panambahan siklus (Primerose, Twyman and Old : 2003)
Gambar 2. Prinsip umum dan proses PCR (Handoyo dan Rudiretna, 2001)
Desain primer gen rbcL dimulai dengan mengunduh sekuen DNA dari gen
rbcL Mangifera indica yang tersedia di
GenBank. Gen dicopy dalam bentuk pasta dan dijadikan acuan untuk mencari daerah lestari. Primer yang dibuat yakni primer untuk dua arah pembacaan DNA yakni primer forward (rbcL-F) dan primer reverse (rbcL -R). Desain
166 primer dibuat dengan ketentuan persen GC dari masing-masing primer harus di atas 50%, perbedaan suhu mealting antara kedua primer maksimal 4ºC. Panjang masing-masing primer berkisar antara 15 basa sampai 25 basa. Desain primer juga harus menghindari struktur sekunder dan primer dimer (Claverie dan Notredame, 2007).
Primer diharapkan dapat menempel pada bagian ujung kedua pasangan basa gen
rbcL, sehingga menghasilkan panjang gen
hasil amplifikasi yang maksimal, setelah mengikuti aturan tersebut, selanjutnya primer didesain dengan menggunakan software
primer designer yakni Genamics Expression
dan selanjutnya primer dapat di ujicoba atau dikonfirmasi secara insilico menggunakan perangkat lunak blast primer pada NCBI untuk mengetahui posisi akurat penempelan primer pada gen rbcL secara bioinformatika.
Sekuen gen rbcL yang didapatkan berdasarkan primer pada Tabel 2 yakni berupa sekuen parsial gen rbcL yang berjumlah 1272 basa dare 1460 basa untuk total gen rbcL). Penggunaan sekuen parsial pada gen rbcL dalam filogenetik tanaman diantarnya digunakan oleh beberapa peneliti, diantaranya oleh Asahina, dkk. (2009), Barrachlough, dkk. (1996), Duvall, dkk. (1993), Reddy (2009), dan Setoguchi dkk. (1998).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
DNA templet/cetakan yang dijadikan acuan merupakan sekuen gen rbcL yang terdapat di NCBI bersumber dari Aguilar and Sosa (2004). Desain primer yang dilakukan menghasilkan beberapa pasangan primer (F dan R) sebagai berikut :
No Primer Panjang Panjang Produk GC Tm* Struktur Sekunder Dimer Jumlah hasil Blast basa basa % oC 1 F CTTGGCAGCA TTCCGAGTA 19 1272 52.63 51.82 / 63.9 Tidak Tidak >475 R CAGCCAGTTCA TCACAAGCAG 21 52.38 56.9/ 69.45 Tidak Tidak
2
F AAAGCCCTGC GCGCTCTACG 20
875
65 60.11 / 72.52 Lemah Tidak
>500 R GCTACGGAAC CCGGCGCATT 20 65 60.11 / 73.87 MODERATE Tidak
3
F AAAGCCCTGC GCGCTCTACG 20
872
65 60.11 / 72.52 Lemah Tidak
>500 R GGCGCATTTCC ACGGAACCC 20 65 60.3 / 75.76 MODERATE Tidak
4
F CGAGGAAGCA AGTTCCACC 19
1235
57.89 54.92 / 67.05 MODERATE Tidak
>500 R CAGTTCAGGAC AAGCAGCAGC 21 57.14 57.31 / 67.14 Tidak Tidak
5
F AAAGCCCTGC GCGCTCTACG 20
875
65 60.11 / 72.52 WEAK Tidak
>500 R CAGTTCAGGAC AAGCAGCAGC 21 57.14 57.31 / 67.14 Tidak Tidak
6
F ATTCCGAGTA CTTGGCAGC 19
1272
52.63 51.82 / 63.9 Tidak Tidak
>475 R TCACAAGCAG CAGCCAGTTC 20 52.38 55.4 / 66.73 Tidak Tidak
Tabel 1. Primer hasil yang didapat menggunakan software genamic expression, terdiri dari enam pasang primer.
167 Berdasarkan primer yang didesain dengan metode insiliko, maka profil suhu prediksi amplifikasi gen rbcL untuk PCR dari genom daun tanaman Mangifera diperkirakan sebagai berikut:
Gambar 3. Hasil Rekayasa Desain Profil Suhu Penempelan Primer rbcL Pada Gen Target
Pembahasan
Primer hasil desain secara insilico terdapat enam pasang yang direkomendasikan. Pada empat pasang primer tersebut terdapat struktur sekunder yang diprediksikan terbentuk pada saat proses amplifikasi pada saat PCR, yakni pasangan primer 2, 3,4 dan 5. Struktur sekunder dapat menggangu proses amplifikasi, sehingga gen rbcL yang teramplifikasi tidak sempurna dan primer tidak menempal pada DNA templet. Pada dasarnya adabbeerapa yang harus dihindari dalam mendesain primer PCR yakni : struktur sekunder dan pengulangan basa.
Struktur sekunder meliputi; 1). Hairpins : terbentuknya struktur loop/hairpin pada primer sebaiknya dihindari, namun sangat sulit untuk memperoleh primer tanpa memiliki struktur hairpin. Hairpin pada ujung 3' dengan ΔG (energi yang dipelukan untuk memecah struktur hairpin) = -2 kcal/mol dan hairpin internal dengan ΔG = -3 kcal/mol masih dapat ditoleransi; 2). Self Dimer : primer dapat berikatan dengan primer lainnya yang sejenis disebut dengan dimer. self-dimer pada ujung 3' dengan ΔG = -5 kcal/mol dan self- dimer pada bagian internal dengan ΔG= -6 kcal/mol masih dapat ditoleransi. 3). Cross Dimer : Primer dapat beriktan dengan primer pasangannya (reverse dan forward) sehingga disebut cross dimmers. Cross dimmer re homologous. Optimally a 3' end cross dimer with a ΔG of - 5 kcal/mol and an internal cross dimer pada ujung 3' dengan ΔG = -5 kcal/mol dan self- dimer pada bagian internal dengan ΔG= -6 kcal/mol masih dapat ditoleransi.
Pengulangan basa/repeats : primer sebaiknya tidak memiliki urutan pengulangan dari 2 basa dan maksimum pengulangan 2 basa sebanyak 4 kali masih dapat di toleransi. Misalnya ATATATAT. Primer juga sebaiknya tidak memiliki urutan basa yang di ulang terus menerus. Pengulangan basa berurutan sampai 4 kali masih dapat di toleransi. Misalnya AGCGGGGGATGGGG memiliki urutan basa G diulang 5 kali berturut-turut.
Secara manual, suhu annealing optimum sangat mempengaruhi hasil pcr. Ta Opt ini dapat dihitung dengan cara Ta Opt =
Primer ukuran Panjang Produk GC Tm Struktur Sekunder Dimer Basa Basa % oC Forward (rbcL-F) CTTGGCAGCATTCCGAGTA 19 1272 53 64 NONE NO Reverse (rbcL-R) TCACAAGCAGCAGCCAGTTC 20 1272 52 67 NONE NO
Tabel 2. Sepasang primer terbaik hasil desain primer gen rbcL setelah dikonfirmasi dengan blast primer NCBI
168 0.3 x(Tm of primer) + 0.7 x(Tm of product) – 25.
PRIMER HASIL PEMBUATAN HASIL PENEMPELAN
Gambar 4. Penggambaran penempelan sekuen primer pada sekuen gen target.
PANJANG BASA HASIL PCR, SUHU OPTIMAL
Panjang basa produk hasil PCR ialah 1272 bp. Panjang basa produk DNA target gen
rbcL yang dihasilkan merupakan gen parsial
yakni hanya 1272 bp dari 1460 bp gen rbcL. Ini merupakan hasil terpanjang dibandingkan dengan primer lainnya. Suhu annelaing optimal ialah diprediksikan antara 61 sampai 64 derajat celsius. Gen parsial dapat digunakan untuk identifikasi tanaman, rekonstruksi pohon filogenetik dan uji taksonomi tumbuhan.
Gen rbcL merupakan gen yang
moderate conserve artinya memliki kelestarian
gen yang cukup kuat tetapi jika dibandingkan dengan gen conserve lain, tidak terlalu kuat sehingga dapat di gunakan untuk identifikasi dan membedakan jenis dari tumbuhan. Sekuen DNA barkode memegang peran tambahan yang penting dalam alur kerja taksonomi sehingga barkoding DNA tidak dapat tergantikan untuk analisis taksonomi yang menyeluruh (Hajibabaei, et al. 2007)
Sekuen DNA dari beberapa jenis tumbuhan atau dari beberapa speciemen dapat digunakan untuk rekonstruksi dan analisis filogenetika. Filogenetika merupakan satua bagian yang penting dalam analisis taksonomi yang menyeluruh, karena menyediakan informasi kekerabatan berdasarkan sejarah evolusi gen dan jenis dari masing-masing sampel.
Hasil desain primer gen rbcL ini, pada penelitian selanjutnya akan diguanakan untuk rekonstruksi pohon filogenetik genus
Mangifera. Sehingga akan di isolasi genom
dare beberapa sampel tanaman dare genus mangifera sesuai yang tersedia dan telah diidentifikasi di laboratorium. Langkah selanutnya akan di analisis kekerabatan antar jenis dare genus mangifera. Hal ini sesuai dengan latar belakang penelitian yang digambarkan oleh penulis mengenai ketidakjelasan pengelompokan dari anggota genus mangifera.
Hasil desain primer gen rbcL akan berguna dalam isolasi gen dan amplifikasi melalui proses PCR gen rbcL. Hasil tersebut selanjutnya akan digunakan untk analisis filogenetik yang dapat memberikan informasi kekerabatan berdasarkan urutan DNA gen
rbcL. Hal ini tentu membutuhkan keakuratan
dalam mendesain dan menghasilkan primer gen rbcL sehingga menghasilkan produk PCR yang akurat.
KESIMPULAN
Primer gen rbcL yang optimal ialah
CTTGGCAGCATTCCGAGTA untuk primer
forward dan TCACAAGCAGCAGCCAGTTC untuk primer reverse. Suhu optimal berdasarkan perhitungan DNA calculator ialah 61-64 derajat celsius. Produk PCR yang didapatkan sepanjang 1272 bp.
DAFTAR PUSTAKA
Aguilar, C.J. and Sosa,V. 2004. The evolution of toxic phenolic compounds in a group of Anacardiaceae genera. Taxon Journal 53 (2), p:357-364, www.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/45 935396 diakses : 15 Agustus 2010. Asahina, H., Shinozaki, J., Masuda, K.,
Morimitsu, Y., dan Satake, M. 2010. Identification of medicinal Dendrobium species by phylogenetic analyses using
mat K and rbcL sequences. The Japanese Society of Pharmacognosy and Springer. J Nat Med, 64, p:133–138.
169 Barrachlough, T.G., Harvey, P.H., dan Nee, S.
(1996) : Rate of rbcL gene sequences evolution and species diversification in flowering plants (Angiospermae). The
Royal Society. Proc. R. Soc. Lond. B
263, 589-591.
Bellstedt, D.U., van Zyl, L., Marais, E.M., Bytebier, B., de Villiers, C.A., Makwarela, A.M., dan Dreyer, L.L. (2008) : Phylogenetic relationships, character evolution and biogeography of Southern African members of
Zygophyllum (Zygophyllaceae) based on
three plastid regions. Molecular Phylogenetics and Evolution 47 : 932–
949. Elsevier Inc
Claverie, J.M., dan Notredame, C. (2007) :
Bioinformatics for Dummies 2nd edition.Wiley Publishing, Inc. Indianapolis.
Duvall, M.R., Learn, G.H., Eguiarte, L.E., Jr., dan Clegg, M.T., (1993) : Phylogenetic analysis of rbcL sequences identifies
Acorus calamus as the primal extant
monocotyledon, Proc. Natl. Acad. Sci (90): 4641-4644.
Hajibabaei, M., Singer, G.A.C., Hebert, P.D.N dan Hickey, D.A. 2007. DNA barcoding: how it complements taxonomy, molecular phylogenetics and population genetics. Trends in Genetic.
Handoyo, D., dan Rudiretna A. 2001. Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (Pcr).Unitas, Vol. 9, No. 1, p: 17-29.
Hidayat, T., dan Pancoro, A. 2001. Molecular Phylogenetic Study of Anacardiaceae Based on Variation of the Internal Transcribed Spacer Region Sequences.
Hayati, Vol. 8, No.4, p : 98-l0l
Hidayat, T., Pancoro, A., Kusumawaty, D., dan Eiadthong, W. 2011. Molecular Diversification and Phylogeny of Mangifera (Anacardiaceae) in Indonesia and Thailand. Proceeding of the International Conference on Advanced Science, Engineering and information Technology : 88-91, Putrajaya, Malaysia.
Hou, D. 1978. Anacardiaceae (revisions).
Flora Malesiana, Series I, 8(3), p:
395-548.
Jena, R.C., Samal, K.C. and Das, B.K. 2010. Opimization of DNA isolation and PCR protocol for RAPD analysis of
Mangifera indica L. Journal of Agricultural Technology, Vol. 6(3), p:
559-571.
Judd, W.S., Campbel, C.S., Kellog, E. A., Stevens, P. F., dan Donoghue, M. J. 2002. Plant Systematics : Phylogenetic
Approach, 2nd edition. Sinauer Associates, Inc. Publisher, Sunderland, Massachusets-USA.
Kostermans, A. J. G. H., dan Bompard, J. M. 1993. The manggoes : Their Bothany,
Nomenclature, Horticulture and Utilization. IBPGR Academic Press.
Harcourte Brace & Company. London. Krishnan, A.G., Nailwal, T.K., Shukla, A.,
Pant, R.C. 2009. Mango (Mangifera
indica L.) Malformation an unsolved
mystery. Researcher 1(5). [http:/www/scienpub.net/researcher] akses : 9 Maret 2011.
Li, W., dan Graur, D. 1991. Fundamental of
Molecular Evolution. Sinauer Associates, Inc.
Mukherjee, S.K. 1953. Origin, Distribution, and Phylogenetic affinity of the species of Mangifera L. Journal of the Linnean
Society, Botany. LV, p: 65-83.
Primerose, S.B., Twiman, R.M., Old., R.W. 2003. Principles of gene manipulation (six edition). Balckwell scince ltd.
Rai, I.N., Wijana, G. dan Semarajaya, C.G.A. 2008. Identifikasi Variabilitas Genetik Wani Bali (Mangifera caesia Jack.) dengan Analisis Penanda RAPD. Jurnal
Hortikultura, 18(2), p: 125-134.
Reddy, B.U. 2009. Molecular phylogeny of Angiospermic plant families using rbcL gene Sequences. International Journal
of Bioinformatics Research, 1(2) :
pp-27-36.
Setoguchi, H., Osawa, T.A., Pintaud, J.C., Jaffre, T. dan Veillon, J.M. 1998.
170 Phylogenetic Relationships within Araucariaceae Based on rbcL Gene Sequences. American Journal of Botany 85(11), p: 1507–1516.
Yonemori, K., Honso, C., Kanzaki, S., Wiadthong, W., dan Sugiura, A. 2002. Phylogentic relathionship of mangifera species revealed by ITS sequences of nuclear ribosomal DNA and a possibility of their hybrid origin. Plant Syst. Evol. 231, p: 59-75.
Zhang, M., Fritsch, P.W., dan Cruz, B.C. 2009. Phylogeny of Caragana (Fabaceae) based on DNA sequence data from rbcL, trnS–trnG, and ITS. Journal
Molecular Phylogenetics and Evolution