• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alamat korespondensi Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo Hp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Alamat korespondensi Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo Hp"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Alamat korespondensi

Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo Hp. +85240088065

email: [email protected]

KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN LUMUT (BRYOPHYTA) PADA DATARAN

RENDAH KAWASAN SUAKA MARGASATWA NANTU KABUPATEN GORONTALO

Diversity of Mosses ( Bryophyta) In The Lowland Forest Wildlife Reserve Areas Nantu In Gorontalo District

Sri Wulandari Utiarahman1, Marini S. Hamidun2, Wirnangsi Uno3

Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo

ABSTRACT

In this research aims to know the types and diversity of mosses ( Bryophyta) in the lowland forest wildlife reserve areas nantu gorontalo district. This research method using exploratory method or cruising method. The result showed that the plant species of moss that is found 9 species of mosses( bryophyte). 7 types of moss leaves namely, the type of Antitricia californica, Rhizomnium nudun,

Schistostega pennata, Sphagnum fibriatum, Rhytidiopsis robusta, Junggermannia sp, Funaria hygrometrica.

As for liverworts or hepaticae found 2 types namely, metzgria furcata and marchantia polymorpha. Index of diversity in the lowland forest wildlife reserve areas nantu is 2.213 categorized in the level of diversity being. Result of measurement of environmental factors on lowland forest wildlife reserve areas nantu is at a temperature 28-30 C, humidity 80-85 %, and light intensity ranges from 0,07- 0,09 Cd.

Keywords : Diversity, mosses (Bryophyta), lowland forest, wildlife reserve Nantu.

PENDAHULUAN

Tumbuhan lumut (Bryophyta) merupakan salah satu tumbuhan tingkat rendah yang dapat beradaptasi di lingkungan yang lembab (Saputra, 2013). Hidup di atas tanah, batuan, kayu lapuk, pohon dan ada yang di dalam air.Keberadaan tumbuhan lumut saat ini masih kurang mendapatkan perhatian, hal ini dikarenakan sebagian besar orang mengenal tumbuhan lumut (Bryophyta) sebagai tumbuhan yang mengotori tempat dimana ia tumbuh, padahal lumut ini memiliki fungsi secara biologis yaitu merupakan tumbuhan perintis yang dapat tumbuh di berbagai lingkungan sebelum tumbuhan lain tumbuh. Tumbuhan lumut mampu hidup dalam lingkungan yang bervariasi, beberapa spesies diantaranya memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan obat-obatan dan juga berperan dalam mempertahankan kelembaban udara dalam ekosistem hutan serta membentuk tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tumbuhan lain (Kimball, 1999).

Tumbuhan lumut memiliki peran dalam ekosistem sebagai penyedia oksigen, penyimpan air karena sifat selnya yang

menyerupai spons. Keberadaan lumut didalam hutan memegang peranan sebagai pencegahan degradasi lahan. Lumut dapat menyerap air hujan dan mengurangi kemungkinan adanya banjir di musim semi dan kekeringan sungai dimusim kemarau (Kimball, 1999).

Tumbuhan lumut (Bryophyta) tidak dapat tumbuh pada habitat kering, kebanyakan hidup pada tempat yang kelembabannya tinggi, dan teduh. Dan kondisi ini terdapat pada kawasan hutan dataran rendah yang terletak pada ketinggian 0-500 mdpl dan suhu rata-rata 10- 300 C terdapat banyak jenis lumut yang tumbuh di tempat tersebut, Menurut Ellyzarti (2009), tumbuhan lumut juga memerlukan kelembaban yang relatif tinggi untuk menunjang pertumbuhan. Faktor-faktor lingkungan pada tempat hidupnya, seperti: suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan ketinggian berpengaruh pada keberadaan dan keanekaragaman tumbuhan lumut (Bryophyta).

Keanekaragaman merupakan karakterist -ik komunitas pada suatu lingkungan yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang

(3)

Alamat korespondensi

lainnya. Keanekaragaman mengarah pada keanekaragaman jenis yang dapat diukur melalui jumlah spesies didalam suatu komunitas dan melalui kelimpahan relatif jenis tersebut. Keanekaragaman jenis merupakan suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya (Soegianto, 1994).

Kawasan Suaka Margasatwa (SM) Nantu merupakan salah satu kawasan konservasi yang terdapat di Provinsi Gorontalo yang secara geografis, terletak pada 125o01’00’’-125015’00’’ Bujur Timur dan 01003’00’’-01034’00’’ Lintang Utara. Secara administratif SM Nantu mencakup wilayah Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, dan Kabupaten Gorontalo Utara, yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 325/Menhut-II/2010 dengan luas wilayah 51.507,33 Ha. (BKSDA SULUT, 2013)

Kawasan Suaka Margasatwa Nantu sebagian merupakan daerah dataran rendah dan sebagian lagi mempunyai topografi berbukit-bukit dan bergunung-gunung yang berada pada ketinggian maksimal 124-2065 mdpl, memiliki tingkat curah hujan yang tinggi mencapai 2.550 mm pertahun dan suhu udara berkisar antara 24-390C. Lingkungan pada dataran rendah di Kawasan Suaka Margasatwa Nantu menyediakan kondisi lingkungan dengan intensitas cahaya dan suhu udara yang relatif rendah serta kelembaban udara yang tinggi sehingga banyak tumbuh lumut (BKSDA SULUT, 2013)

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada dataran rendah di Kawasan Suaka Margasatwa Nantu. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Oktober 2014 – Juli 2015, mulai dari tahap persiapan sampai penyusunan laporan akhir penelitian.

Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah tumbuhan Lumut (Bryophyta) yang terdapat di Kawasan Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo Parameter yang Diamati

1. Jenis tumbuhan lumut (Bryophyta). Sumber Data

Observasi

Tahap awal yang dilakukan adalah observasi, bertujuan untuk memperoleh informasi awal mengenai lokasi penelitian, dan keadaan kawasan Suaka Margasatwa (SM) Nantu Kabupaten Gorontalo.

Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data mengunakan metode eksploratif atau metode jelajah, yaitu dengan menjelajahi area kawasan Suaka Margasatwa (SM) Nantu, Yang menjadi batas kawasan dengan menentukan stasiun berdasarkan lokasi dataran rendah dengan stasiun secara acak yaitu stasiun I, stasiun II, dan stasiun III dengan tahapan prosedur sebagai berikut :

1. Mempersiapkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian.

2. Menentukan stasiun pengambilan sampel dengan menggunakan teknik jelajah yaitu menjelajahi kawasan yang didasarkan habitat tumbuhan lumut masing-masing stasiun yaitu lingkungan yang lembab dan berada dekat dengan badan air (sungai) 3. Menjelajahi lokasi penelitian/pengamatan

seluas 100 m kiri sungai dan 100 m kanan sungai (Gambar 3.1) berjalan searah aliran sungai, hingga tidak ditemukan lagi spesies baru tumbuhan lumut. Mengukur faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya.

4. Setelah lumut ditemukan, membuat plot berukuran 5 x 5 m (gambar 3.1).

5. Pengambilan dokumentasi dilakukan dengan mendokumentasikan tumbuhan lumut dan mengambil sampel tumbuhan. Untuk pengambilan sampel tumbuhan lumut menggunakan pisau. Setelah diambil, substrat (tanah) dari tumbuhan

(4)

Alamat korespondensi

Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo Hp. +85240088065

email: [email protected]

lumut itu dibersihkan dan dikeringkan memakai tissue untuk menyerap air. Setelah itu dimasukkan dalam amplop dan mencatat kondisi lingkungannya. Oleh karena kawasan penelitian tidak bisa mengambil sampel tumbuhan, maka dalam penelitian, peneliti hanya mendokumentasi kan sampel tumbuhan lumut (Bryophyta). Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat Deskriptif kuantitatif. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode jelajah. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan data pengambilan sampel tumbuhan lumut

Langkah-langkah yang dilakukan dalam persiapan pengambilan sampel adalah sebagai berikut (a) Membagi lokasi menjadi 3 titik pengambilan sampel dengan menggunakan peta dasar. (b) nentuan titik koordinat pengambilan sampel dengan menggunkan GPS (Global

(5)
(6)

Alamat korespondensi

Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo Hp. +85240088065

email: [email protected] Analisis Data

Data yang diperoleh, dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Data diolah dengan menggunakan rumus struktrur komunitas yakni Indeks keanekaragaman (H). Berikut ini adalah rumus diversitas yang digunakan dalam perhitungan struktur komunitas.

Indeks keanekaragaman (Diversitas) dapat dihitung dengan menggunakan rumus Shannon dan Wiener:

H = - ∑ {(ni/n) Ln (ni/n)} Keterangan :

H = Indeks Keanekaragaman, ni = jumlah individu,

n = jumlah total individu.

Dengan Kriteria :

Nilai Indeks diversitas

Kriteria

H < 1 Menunjukkan bahwa keanekaraga man spesies adalah rendah atau sedikit, dimana produktivitas rendah, kondisi ekosistem rendah, dan tekanan ekologis rendah; H 1 s/d 3 Menunjukkan bahwa keanekaraga

man spesies adalah sedang, dimana produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, dan tekanan ekologis sedang;

H > 3 Menunjukkan bahwa keanekaraga man spesies adalah tinggi, dimana produktivitas tinggi, kondisi ekosistem tinggi, dan tekanan ekologis tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Spesies Tumbuhan Lumut (Bryophyta) Spesies tumbuhan lumut (Bryophyta) pada hutan dataran rendah Kawasan Suaka Margasatwa Nantu disajikan dalam Tabel 4.1

Spesies Habitat Spesies Pohon Inang Antitrichia californica Batu - Rhizomnium nudun Batu - Schistostega pennata Tanah dan batu - Sphagnum fibriatum

Pohon Artocarpus integer Rhytidiopsis robusta Pohon Palaquium sp Jungermannia sp Kayu lapuk dan batu - Funaria hygrometrica Pohon Palaquium sp Metzgria furcated Di Batu - Marchantia polymorpha

Pohon Artocarpus integer

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, ditemukan beberapa spesies lumut (Bryophyta) dan hidup di pohon, kayu lapuk, batu dan tanah yang lembab. Diperoleh 9 spesies lumut yakni 7 spesies lumut daun (Bryopsida) yakni, spesies Antitrichia californica, Rhizomnium

nudun, Schistostega pennata, Sphagnum fibriatum, Rhytidiopsis robusta, Jungermannia

sp., Funaria hygrometrica. Sedangkan untuk lumut hati atau Hepaticae ditemukan 2 spesies yakni Metzgria furcata dan Marchantia

polymorpha seperti yang disajikan pada Tabel

4.1

Indeks Keanekaragaaman Tumbuhan

Lumut (Bryophyta) Pada Hutan Dataran

Rendah Suaka Margasatwa Nantu

Kabupaten Gorontalo

Berdasarkan hasil penelitian dan identifikasi serta analisis dengan rumus Shannon-Wiener, maka nilai indeks keanekaragaman lumut

(Bryophyta) yang ditemukan pada maisng-masing stasiun I, stasiun II, dan stasiun III.

(7)

Alamat korespondensi

Dengan demikian indeks keanekargaman lumut (Bryophyta) yang terdapat pada hutan dataran rendah di Kawasan Suaka Margasatwa Nantu dikategorikan dalam tingkatan keanekaragaman sedang. Jumlah individu dari masing-masing spesies dan indeks keanekaragaman tumbuhan lumut (Bryophyta) yang diperoleh dengan menggunakan rumus Shannon-Wienner

(Fachrul, 2007), dapat disajikan dalam tabel 4.2 dibawah ini.

PEMBAHASAN

Hutan dataran rendah Kawasan Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo memiliki indeks keanekaragaman sedang. Hal ini disebabkan karena area ini terletak pada lokasi yang kondisi ekosistemnya cukup seimbang dan menunjang tumbuhnya spesies tumbuhan lumut (Bryophyta). Selain itu, terdapat beberapa tekanan ekologis yang sedang. Tekanan ekologis sedang yang dimaksud adalah adanya aktivitas masyarakat berada disekitar kawasan hutan yang melakukan kegiatan perkebunan. Aktivitas masyarakat berupa kegiatan perkebunan ini dapat diduga memberikan kontribusi terhadap munculnya tekanan ekologi yang sedang tersebut. Kondisi kegiatan perkebunan ini terlihat pada saat penulis melakukan pengambilan data di lokasi penelitian. Tekanan ekologis juga mempengaruhi kestabilan ekosistem. Karmana (2010) mengatakan bahwa indeks keanekaragaman menunjukkan kestabilan suatu komunitas, dimana kestabilan ini menunjukkan bahwa suatu komunitas akan relative stabil terhadap keanekaragaman.

Berdasarkan hasil penelitian pada hutan

dataran rendah Kawasan Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo ditemukan 9 spesies tumbuhan lumut diantaranya lumut musci 7 spesies yakni Antitrichia californica,

Rhizomnium nudun, Schistostega pennata, Sphagnum fibriatum, Rhytidiopsis robusta, Jungermannia sp, Funaria hygrometrica. Dan

lumut hati atau Hepaticae ditemukan 2 spesies yakni Marchantia polymorpha, dan Metzgria

furcata.

Sesuai tabel 4.2 spesies tumbuhan lumut (Bryophyta) dari 9 spesies yang paling banyak ditemukan yaitu spesies Antitrichia

californica sebanyak 124 koloni ini disebabkan

oleh faktor lingkungan yaitu suhu, intensitas cahaya dan kelembaban dapat menunjukan lajunya pertumbuhan spesies Antitrichia californica. Menurut (Ellyzarti 2009), pada

suhu rata-rata 20-30 °C terdapat banyak tumbuhan lumut yang tumbuh dengan suhu tersebut. Berdasarkan pengukuran faktor lingkungan di lokasi pada spesies Antitrichia

californica dengan suhu 28°C, kelembaban 85

% dengan intensitas cahaya 0,09 Cd, sehingga banyak tumbuh lumut yang hidup pada suhu tersebut. Sedangkan untuk jenis Sphagnum

fibriatum dan Metzgria furcata sangat rendah

pertumbuhan individunya, hal ini disebabkan cukup tingginya suhu lingkungan.

Pengukuran faktor lingkungan pada hutan dataran rendah kawasan Suaka Margasatwa (SM) Nantu Kabupaten Gorontalo terhadap suhu udara menunjukkan kisaran 28– 30 0C, keadaan suhu seperti ini masih mendukung pertumbuhan lumut. Sejalan dengan yang diungkapkan dalam Ellyzarti, (2009) bahwa pada suhu rata – rata 20 - 30 0C terdapat banyak jenis lumut yang tumbuh di tempat tersebut. Selain itu Ahmad D. S. dan Sugiyarto, (2001) menyatakan bahwa tumbuhan lumut biasa hidup pada tempat yang lembab sehingga suhunya biasa pada derajat yang rendah. Suhu udara merupakan faktor utama yang mempengaruhi struktur dan vegetasi tumbuhan. Selain itu Ellyzarti, (2009) menyatakan bahwa kelembaban udara juga mendukung pertumbuhan lumut, lumut memerlukan kelembaban yang relatif tinggi untuk menunjang pertumbuhan lumut yang dapat hidup pada kisaran kelembaban antara 70 – 98 % . Selain suhu dan kelembaban udara, intensitas cahaya juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan lumut. Damayanti, (2006) menyatakan bahwa semakin rendah intensitas cahaya yang sampai ke permukaan bumi, maka suhu akan semakin rendah dan kelembaban akan semakin tinggi Intensitas cahaya yang ada

pada dataran rendah kawasan Suaka Margasatwa (SM) Nantu Kabupaten Gorontalo berkisar antara 0.07 – 0,09 Candela. Dengan demikian pada dataran rendah kawasan Suaka Margasatwa (SM) Nantu Kabupaten Gorontalo masih memiliki potensi beragam spesies tumbuhan lumut (Bryophyta) yang tumbuh.

(8)

Alamat korespondensi

Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo Hp. +85240088065

email: [email protected]

Lumut (Bryophyta) yang ditemukan pada lokasi penelitian ada yang tumbuh pada substrat berupa pohon. Jenis pohon yang ditumbuhi lumut memiliki morfologi kulit pohon yang kasar mampu menyerap dan menyimpan air hujan sehingga air tersebut dapat diserap oleh tumbuhan lumut (Bryophyta). Selain itu terdapat juga pada kayu lapuk dan batu. Menurut Putrika (2012), tumbuhan lumut dapat hidup di mana saja. Hal ini menjelaskan bahwa tumbuhan lumut yang ditemukan banyak, tidak hanya terdapat pada pohon tapi juga di batu dan kayu yang lapuk dan akar pohon karena akar-akar pohon dengan lapisan tanah yang tipis mampu menahan spora-spora lumut yang jatuh, selanjutnya berkecambah dan tumbuh menjadi individu lumut baru.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa spesies lumut (Bryophyta) pada hutan dataran rendah Kawasan Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo ditemukan 9 spesies tumbuhan lumut yakni 7 spesies lumut daun yakni, spesies Antitrichia californica, Rhizomnium

nudun, Schistostega pennata, Sphagnum fibriatum, Rhytidiopsis robusta, Jungermannia

sp, Funaria hygrometrica. Sedangkan untuk lumut hati ditemukan 2 spesies yakni Metzgria

furcata dan Marchantia polymorpha.

Keanekaragaman tumbuhan lumut (Bryophyta) di hutan dataran rendah Kawasan Suakamargasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo memiliki nilai H’ = 2,213 jika didasarkan pada criteria indeks keanekaragaman menunjukkan ketegori sedang yang artinya produktivitas sedang, kondisi ekosistem cukup seimbang dan tekanan ekologis yang sedang.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad D.S; Sugiyarto. 2001. Keanekaragaman Spermatophyta di Hutan Alam

Alison M Kelly. 2006. Guide to Common

Macrolichens and Bryophytes of the Umatilla National Forest

Anonimus. 2007. Taman Hutan Raya R. Soeryo

JawaTimur.Artikel dari situs http://Dep

hub.go.id// (10 November 2014)

Anwar. 2000. Keanekaragaman Tumbuhan

Lumut Pada Dataran Rendah Hutan

Kidul, Yogyakarta. Skripsi.

Yogyakarta. (Diakses 25 Januari 2015) BKSDA, 2013. Rencana Pengelolaan Jangka

Panjang Suaka Margasatwa Nantu

Kabubaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Manado: Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Utara. Damayanti. 2006. Koleksi Bryophyta Taman

Lumut Kebun Raya Cibodas. UPT

Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas: Lembaga ilmu Pengetahuan Indonesia

Ellyzarti. 2009. Kekayaan Jenis Tumbuhan

Lumut di Gunung Pesawaran Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman, Propinsi Lampung. Jurnal Seminar

Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat. Lampung : Unila

Fachrul, 2007. Metode Penelitian Bioekologi. Bumi Aksara

Fitriani, Fani. 2015. Keanekaragaman Tumbuh

an Lumut Di Hutan Gunung Damar

SUB DAS Biyonga Kabupaten

Gorontalo.Skripsi. Universitas Negeri

Gorontalo. Gorontalo

Fremontia, 2003.A Journal Of The California

Native Plant Society, volume 31:3,

Special Issue: Bryophytes. (Diakses 25 Januari 2015)

Gradstein. 2006. keys to the liverworts and hornworts of java

Gradstein. 2005. Morfologi of bryophyta. Di dalam: churchill dan allen s.2001 Guider to the Bryophytes of Tropical America. Complilation of lecture Notes related to Biotrop 3 rd regional Training Course on Biodiversity Conservation of Bryopytes and Lichens. Bogor: SEAMEO Biotrop

(9)

Referensi

Dokumen terkait