• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TI JAUA PUSTAKA A. TA AMA ILES-ILES. 1. Botani Iles-Iles

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TI JAUA PUSTAKA A. TA AMA ILES-ILES. 1. Botani Iles-Iles"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

II. TIJAUA PUSTAKA

A. TAAMA ILES-ILES

1. Botani Iles-Iles

Sejarah penyebaran iles-iles dan sejenisnya adalah berasal dari India dan Srilangka. Melalui Indocina, Malaka dan Sumatera akhirnya iles-iles menyebar di Jawa sampai Filipina dan Jepang (Sunarto, 1986). Menurut Indo (1983) dalam Ermiati dan Laksmanahardja (1996), iles-iles yang termasuk ke dalam marga Amorphophallus, terdiri atas 80 jenis. Di Indonesia, yang banyak dijumpai adalah A. campanulatus, A. oncophyllus, A. variabilis, A. spectabilis, A. decumsilvae, A. mulleri dan A. titanium yang dikenal sebagai bunga bangkai (Sufiani, 1993).

Iles-iles biasanya tumbuh alami di daerah vegetasi sekunder, di tepi-tepi hutan dan belukar, hutan jati, atau hutan desa. Tanaman tersebut dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian hingga 700 m diatas permukaan laut, namun paling baik pada ketinggian antara 100-600 m diatas permukaan laut. Rata-rata suhu optimal bagi iles-iles berkisar dari 25 - 35oC, dengan suhu optimal tanah 22 - 30oC. Jenis tanah liat berpasir dengan pH 6 - 7,5 sangat cocok bagi iles-iles, sedangkan tanah liat tidak cocok, karena menghambat perkembangan umbi. Walaupun demikian tanaman jenis tersebut lebih menyukai tanah-tanah dengan drainase baik (tidak tergenang air) dengan kandungan humus yang tinggi. Pada iles-iles yang dibudidayakan di hutan rakyat atau lahan perorangan, disarankan tanaman dibudidayakan pada galian dengan ukuran tertentu, diberikan pupuk, terutama pupuk kandang dan penyiangan terhadap rumput gulma (Wikipedia, 2008)

Terik sinar matahari tidak baik bagi tanaman iles-iles yang hanya membutuhkan cahaya maksimum hingga 40 %. Di hutan tanaman tersebut dapat ditemukan berada di bawah pohon penaung. Terik sinar matahari berlebihan dapat menyebabkan daun menjadi layu dan tanaman tidak tumbuh optimal, bahkan mati (Gumbira-Sa’id dan Rahayu, 2009). Menurut Syaefullah (1990), tanaman iles-iles dapat ditanam bersama-sama dengan tanaman pisang, jahe, pinang, kacang tanah dan jagung serta cocok sebagai tanaman sela di perkebunan karet, cengkeh, kopi, cokelat, kelapa sawit, dan jati.

(2)

Jenis iles-iles yang dibudidayakan dan dipergunakan sebagai bahan makanan dan industri adalah A. campanulatus, A. oncophyllus, dan A. variabilis. Di Pulau Jawa, A. campanulatus disebut suweg sedangkan A. variabilis dan A. oncophyllus disebut Iles-iles, acung (Sunda), Badur (NTB), Lacong atau kruwu (Madura). Suweg ternyata tidak mengandung glukomanan dan berbatang halus, sedangkan iles-iles banyak mengandung glukomanan terutama jenis spesies A. oncophyllus dan berbatang kasar (Ohtsuki, 1968). Suweg sudah biasa ditanam di pekarangan sebagai sumber pangan di musim paceklik terutama di daerah Jawa Tengah, sedangkan iles-iles tumbuh di hutan-hutan secara liar dan tidak dapat dimakan sebelum diolah dulu. Secara morfologi, suweg berdaun hijau tanpa bulbil, A. variabilis atau iles-iles putih berdaun hijau tua tanpa bulbil dan A. oncophyllus berdaun hijau tua serta mempunyai bulbil pada setiap pangkal segmen (Syaefullah, 1990). Tanaman A. oncophyllus dan bulbil yang dimilikinya dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

(Sumber : http://wanamitra.blogspot.com)

Iles-iles kuning (Amorphophallus oncophyllus) banyak ditemukan dalam jumlah besar yaitu disebelah utara Gunung Tangkuban Perahu dan Bukit Tunggul, sekitar Gunung Cereme, sebelah selatan Pekalongan yaitu di daerah sebelah utara Pegunungan Kendeng dan di lereng selatan Gunung Raung. Selain tersebar di Pulau Jawa, A. oncophyllus tersebar pula di luar pulau jawa yaitu di daerah Sulawesi dan Flores (Soedarsono dan Abdulmanap, 1963).

Amorphophallus variabilis banyak terdapat di daerah sekitar Purwekerto, Surakarta, Surabaya dan beberapa daerah di Pulau Madura. Disamping itu,

Gambar 1. Tanaman A. oncophyllus Gambar 2. Bulbil Tanaman A. oncophyllus Bulbil

(3)

terdapat pula di pegunungan kapur dan hutan-hutan tropis. Umbi suweg tersebar di seluruh pulau Jawa. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak dijumpai tanaman suweg akan tetapi belum dibudidayakan secara besar-besaran melainkan sebagai tanaman sampingan. Suweg juga banyak tersebar di Filipina, Malaysia sampai ke Pasifik dan telah dibudiyakan di daerah Chitoor dan Taluk (Kriswidarti, 1980). Adapun pelaku-pelaku bisnis umbi penghasil glukomanan berasal dari Kendal, Semarang, Purwodadi, Kudus, Pati, Solo, Sukoharjo di Jawa Tengah, Madiun, Trenggalek, Pacitan, Jombang, Jember, Banyuwangi, dan Surabaya di Jawa timur, dan Bandung, Tasikmalaya dan Aceh (LMDH Perhutani, 2009).

Pada kegiatan budidaya iles-iles, perbanyakan tanaman secara vegetatif dari bagian-bagian umbi adalah yang paling umum dilakukan karena mudah dan dapat dengan cepat dilakukan. Walaupun demikian kelemahan penggunaan umbi dalam budidaya adalah dibutuhkannya sejumlah besar umbi (kira-kira dapat mencapai 25 % dari hasil panen). Pada tanaman iles-iles kuning, bulbil dapat digunakan juga untuk perbanyakan tanaman. Di seluruh permukaan kulit bulbil memungkinkan tumbuh tunas sebagai batang baru. Pada masa tumbuh, tunas dapat tumbuh dan berkembang normal dari bulbil yang dipotong hingga tinggal 20 %, dengan syarat bulbil tersebut tidak busuk. Pada masa panen bulbil dikumpulkan dan disimpan untuk penanaman pada saat memasuki musim hujan. Selain itu, perkembangbiakan secara vegetatif dapat juga dilakukan dengan umbi batang, sedangkan perkembangbiakan secara generatif dilakukan dengan biji. Perkembangbiakan dengan biji jarang dilakukan karena biji sulit diperoleh dalam jumlah yang banyak dan hanya 60 % dari seluruh biji yang mampu berkecambah (Gumbira-Sa’id, 2009).

2. Morfologi Umbi

Menurut Ohtsuki (1968) bagian yang sangat berharga dari iles-iles adalah umbi batangnya yang terletak di dalam tanah. Seperti pada tanaman keladi (Caladium bicolor) atau talas (Colacasia esculenta), tanaman iles-iles (Amorphophallus sp) sumber makanan disimpan dalam umbi, hampir habis digunakan untuk pertumbuhan bunga, kemudian bunganya layu dan hancur.

(4)

Tanaman mengalami masa istirahat setelah masa pembungaan selama kurang lebih dua bulan, maka tumbuhlah sebuah tunas besar menjadi sebuah daun majemuk beserta tangkainya yang kemudian membentuk umbi baru di atas umbi lama. Umbi lama kemudian mengkerut dan habis. Proses tumbuh tersebut lazim disebut pertumbuhan vegetatif (Sufiani, 1993). Masa istirahat Tanaman A. oncophyllus dengan munculnya buah dapat dilihat pada Gambar 3.

Besarnya umbi yang terbentuk di dalam tanah tergantung kepada keadaan pertumbuhan vegetatif (daun dan tangkainya). Semakin besar dan luas bagian daunnya, semakin besar proses fotosintesis yang terjadi dan semakin besar pula umbi yang akan terbentuk. Untuk proses tersebut, maka peranan berbagai unsur iklim seperti cahaya, udara dan air di dalam tanah adalah sangat penting (Sufiani, 1993). Salah satu jenis umbi iles-iles dapat dilihat pada Gambar 4.

Umbi iles-iles berbentuk bulat dan memiliki serabut-serabut akar. Pada umumnya umbi dari tanaman Aracea, jika dibelah akan terlihat jaringan parenkim yang disusun oleh sel-sel berdinding tipis. Menurut Ohtsuki (1968), jika irisan umbi iles-iles diamati di bawah mikroskop akan terlihat sebagian besar umbi tersusun oleh sel-sel manan. Sel-sel manan berukuran 0,5 – 2 mm; lebih besar

Gambar 3. Gambar Pembuahan Iles - Iles

(5)

10 – 20 kali dari sel pati. Satu sel manan berisi satu butir manan. Manan tidak memberikan warna jika ditambahkan larutan iodium. Sel-sel manan dikelilingi oleh sel berdinding tipis yang berisi granula pati.

3. Komposisi Kimia Umbi

Menurut Ohtsuki (1968), Amorphophallus oncophyllus mempunyai kadar glukomanan yang paling tinggi yaitu sekitar 65%, sedangkan varietas yang lain yaitu A. variabilis mengandung glukomanan 15 % dan A. campanulatus tidak mempunyai kandungan glukomanan. Salah satu komponen penyusun umbi iles-iles yang mempunyai fungsi dan peranan penting adalah bagian karbohidrat yang terdiri dari pati, glukomanan, serat kasar dan gula bebas. Komponen lainnya dari umbi iles-iles yang perlu mendapat perhatian dalam pananganannya adalah kalsium oksalat. Kristal kalsium oksalat pada umbi dapat menyebabkan rasa gatal (Ohtsuki, 1968). Kristal kalsium oksalat, merupakan produk buangan dari metabolisme sel yang tidak digunakan lagi olah tanaman (Lowson,1962). Menurut Essau (1965), kristal kalsium oksalat terdapat di dalam dan luar sel manan. Pada Tabel 1 di bawah ini, dapat dilihat komposisi gizi umbi iles-iles kuning (A. oncophyllus).

Tabel 1. Komposisi Gizi Umbi Iles-Iles Kuning (A.oncophyllus)

Nutrisi Jumlah (per 100 g umbi) Air (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat kasar (g) Abu (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Natrium (mg) Kalium (mg) Tiamin (mg) Riboflavin (mg) Niacin (mg) Vitamin C (mg) 80,0 6,3 0,2 3,6 4,0 4,3 50,0 21 0,7 4,7 100 0,05 0,02 1,6 6,0

(6)

4. Glukomanan

Glukomanan termasuk ke dalam golongan hemiselulosa yang didefinisikan sebagai heteropolisakarida dari campuran heksosa dan pentosa serta bersama dengan selulosa membangun dinding sel tanaman dalam jaringan lignin (Gong, 1991). Menurut Wenzl (199

satuan gula yang berbeda. Jenis hemiselulosa selalu dipilah berdasarkan satuan gula yang ada. Hemiselulosa ditemukan dalam tiga kelompok yaitu xilan, mannan, dan galaktan. Xilan dijumpai dalam bentuk arabinoxilan, glukur

arabinoglukoronoxilan. Manan ditamui sebagai gluk sedangkan galaktan relatif lebih jarang,

arabinogalaktan. Glukomanan ikatan β-1,4-glikosidik

perbandingan 1:1,6, serta sedikit bercabang dengan ikatan

(Ratcliffe, 2005). Menurut Teramoto dan Fuchigami (2000), glukomanan mempunyai cabang pada rantai utama C

unit. Bobot molekul glukomanan sekitar 1,0 x glukomanan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur Glukomannan (http://www.glucomannan .com) Menurut Ohtsuki (1968),

manosa sebanyak 67% dan D

dengan cara hidrolisa asetolisis dari glukomanan menghasilkan trisakarida yang tersusun atas dua D-manosa dan satu D

metilasi, menunjukan bahwa glukomanan terdiri atas komponen penyusun berupa D-glukopiranosa dan D

Manosa

Glukomanan termasuk ke dalam golongan hemiselulosa yang didefinisikan sebagai heteropolisakarida dari campuran heksosa dan pentosa serta bersama dengan selulosa membangun dinding sel tanaman dalam jaringan lignin (Gong, 1991). Menurut Wenzl (1990), hemiselulosa terdiri dari dua sampai tujuh satuan gula yang berbeda. Jenis hemiselulosa selalu dipilah berdasarkan satuan gula yang ada. Hemiselulosa ditemukan dalam tiga kelompok yaitu xilan, mannan, dan galaktan. Xilan dijumpai dalam bentuk arabinoxilan, glukur

arabinoglukoronoxilan. Manan ditamui sebagai glukomanan dan galaktomanan, n galaktan relatif lebih jarang, tetapi selalu ada dalam bentuk

Glukomanan merupakan heteropolisakarida yang mempunyai bentuk kosidik yang terdiri dari D-glukosil dan D-manosil dengan perbandingan 1:1,6, serta sedikit bercabang dengan ikatan

Menurut Teramoto dan Fuchigami (2000), glukomanan mempunyai cabang pada rantai utama C-3 dengan panjang cabang dua sampai tiga

molekul glukomanan sekitar 1,0 x 104 – 1,2 x glukomanan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur Glukomannan (http://www.glucomannan .com) Ohtsuki (1968), dalam satuan molekul glukomanan terdapat D osa sebanyak 67% dan D-glukosa 33%. Hal tersebut merupakan hasil analisa dengan cara hidrolisa asetolisis dari glukomanan menghasilkan trisakarida yang manosa dan satu D-glukosa. Berdasarkan hasil analisis secara metilasi, menunjukan bahwa glukomanan terdiri atas komponen penyusun berupa

glukopiranosa dan D-manopiranosa dengan ikatan β

Manosa Glukosa Glukosa

Glukomanan termasuk ke dalam golongan hemiselulosa yang didefinisikan sebagai heteropolisakarida dari campuran heksosa dan pentosa serta bersama dengan selulosa membangun dinding sel tanaman dalam jaringan lignin ulosa terdiri dari dua sampai tujuh satuan gula yang berbeda. Jenis hemiselulosa selalu dipilah berdasarkan satuan gula yang ada. Hemiselulosa ditemukan dalam tiga kelompok yaitu xilan, mannan, dan galaktan. Xilan dijumpai dalam bentuk arabinoxilan, glukuronoxilan, atau omanan dan galaktomanan, tetapi selalu ada dalam bentuk

mempunyai bentuk manosil dengan perbandingan 1:1,6, serta sedikit bercabang dengan ikatan β-1,6-glikosidik Menurut Teramoto dan Fuchigami (2000), glukomanan cabang dua sampai tiga 1,2 x 104. Struktur

Gambar 5. Struktur Glukomannan (http://www.glucomannan .com) lekul glukomanan terdapat D-glukosa 33%. Hal tersebut merupakan hasil analisa dengan cara hidrolisa asetolisis dari glukomanan menghasilkan trisakarida yang osa. Berdasarkan hasil analisis secara metilasi, menunjukan bahwa glukomanan terdiri atas komponen penyusun berupa manopiranosa dengan ikatan β-1,4-glikosidik.

(7)

Glukomanan ternyata mempunyai sifat-sifat antara selulosa dengan galaktomanan yaitu dapat mengkristal dan dapat membentuk struktur serat-serat halus. Keadaan di atas mengakibatkan glukomanan mempunyai manfaat yang lebih luas daripada selulosa dan galaktomanan.

Berbeda dengan pati dan selulosa, glukomanan dapat larut dalam air dingin dengan membentuk massa yang kental, sedangkan bila massa yang kental tersebut dipanaskan sampai menjadi gel, maka glukomanan tidak dapat larut kembali di dalam air. Larutan glukomanan dalam air mempunyai sifat merekat, tetapi bila ditambahkan asam asetat atau asam pada umumnya, maka sifat merekat akan hilang sama sekali. Larutan glukomanan dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi oleh etanol dan kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan asam khlorida encer. Bentuk kristal yang terjadi sama dengan bentuk kristal glukomanan di dalam umbi, tetapi bila glukomanan dicampur dengan larutan alkali (khusunya Na, K, Ca) maka akan segera terbentuk kristal baru dan membentuk massa gel. Kristal baru tersebut tidak dapat larut dalam air (walaupun sampai 100oC ataupun dengan larutan asam encer. Dengan timbal asetat, larutan glukomanan akan membentuk endapan putih stabil. Glukomanan mempunyai sifat istimewa yaitu pengembangan glukomanan di dalam air mencapai 138-200% dan terjadi secara cepat, sedangkan pati hanya mengembang 25%. Kekentalan larutan glukomanan dua persen sama dengan gum arab empat persen (Ohstuki, 1968).

B. PEGOLAHA TEPUG GLUKOMAA

Menurut Suyatno (1991) dalam Sufiani (1993), glukomanan dapat diperoleh dalam kadar yang cukup tinggi jika dikeringkan secepatnya. Kay dalam Syaefullah (1990) menambahkan bahwa kadar air umbi iles-iles relatif tinggi, yakni 70-85 % yang menyebabkan bagian dalamnya mudah rusak oleh aktivitas enzim, sehingga penyimpanan umbi sebaiknya dilakukan dalam bentuk produk kering. Selain untuk menahan aktivitas enzim, produk kering lebih tahan umur simpannya dan memudahkan dalam pengangkutan, penanganan serta penggunaan selanjutnya.

Adapun pengolahannya adalah dengan cara mengupas terlebih dahulu kulit umbi, kemudian dibersihkan dari segala kotoran yang melekat dan dicuci sampai

(8)

bersih. Umbi selanjutnya dipotong tipis-tipis setebal kira-kira 5-7 mm dengan pisau yang tajam. Umbi yang telah diiris-iris tersebut jangan sampai luka dan terkena air lagi, agar supaya irisan umbi tersebut tidak rusak dan terlihat ‘koreng’ yang dapat menyebabkan turunnya mutu serta tidak laku dijual. Irisan umbi kemudian dijemur untuk dikeringkan (Trubus, (1982) dalam Ermiati dan Laksmanahardja (1996)).

Menurut Soedarsono dan Abdulmanap (1963), mata tunas yang terdapat pada umbi dihilangkan dan susut bahan yang terjadi sekitar 17%. Pengeringan terhadap umbi dilakukan sampai didapat kadar air maksimum 12%.

Dalam pengirisan dilakukan dengan arah melintang. Pengirisan yang terlalu tipis dibawah lima milimeter akan menyebabkan umbi lengket dan menyulitkan pengambilannya, sedangkan bila terlalu tebal diatas sepuluh milimeter proses pengeringan berjalan lambat dan hasil irisan kurang baik penampakannya. Beberapa persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh hasil irisan baik antara lain umbi segar bermutu baik, tebal irisan yang tepat dan seragam, teknik pengeringan yang baik dan kontrol pengeringan yang intensif.

Pengeringan umbi iles-iles dapat dilakukan dengan sinar matahari atau dengan alat pengering. Pengering dengan sinar matahari lebih mudah dan murah namun mudah pula dikotori oleh debu dan pasir. Bila cuaca baik dan tidak mendung maka pengeringan cukup selama dua sampai tiga hari atau 16 jam pengeringan efektif (Murtinah, 1977)

Pengeringan secara buatan lebih mahal namun menghasilkan irisan-irisan yang bersih dan kecepatan pengeringan dapat dipertahankan karena tidak dipengaruhi oleh cuaca. Murtinah (1977) melaporkan bahwa pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 70 oC selama 16 jam dapat memberikan hasil kadar manan yang optimum, akan tetapi keripik yang merupakan irisan-irisan umbi iles-iles yang telah dikeringkan, mempunyai kandungan glukomanan yang lebih rendah (18,15%) dibandingkan dengan pengeringan sinar matahari (22,79%) dalam waktu yang sama. Untuk mengetahui irisan umbi iles-iles telah kering dapat dilakukan secara visual dengan cara mematahkannya. Bila telah berbunyi “krek” maka umbi tersebut telah kering (Jumali, 1980)

(9)

Keripik di atas merupakan bahan baku tepung iles-iles yang dapat dipisahkan tepung glukomanannya. Dalam pembuatan tepung iles-iles dan pemisahan glukomanan dari gaplek kering tersebut dapat dilakukan secara mekanis ataupun secara kimia. Pembuatan secara mekanis dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu 1) penggerusan dengan penghembusan, 2) penggerusan dengan pengayakan, dan 3) penggosokan, sedangkan secara kimia, digunakan bahan kimia untuk melarutkannya. Pada cara pertama, keripik terlebih dahulu digiling untuk dijadikan tepung, kemudian baru dilakukan pemisahan berdasarkan bobot jenis dan ukuran partikel. Glukomanan merupakan polisakarida yang mempunyai bobot jenis serta ukuran partikel terbesar dan bertekstur lebih keras dibandingkan dengan partikel-partikel komponen tepung iles-iles lainnya. Dengan demikian cara penghembusan akan menyebabkan glukomanan akan jatuh dekat dengan dengan pusat blower, sedangkan komponen-komponen tepung lainnya yang lebih ringan (dinding sel, garam oksalat, dan pati) ditiup dengan blower dan akan jatuh lebih jauh. Pada cara kedua, keripik yang digiling kemudian diayak. Bagian yang halus akan turun melalui ayakan sedangkan glukomanan akan tertinggal di ayakan. Pada cara ketiga, keripik yang telah digiling menjadi tepung kemudian digosok diantara dua kain terpal oleh alat penggosok yang dilengkapi dengan ayakan (ukuran lubang 0,5-0,8 mm) dan penghisap. Hal ini mengakibatkan fraksi kecil (dinding sel, garam oksalat dan pati) terhisap oleh penghisap dan glukomanan (fraksi besar) akan terkumpul tepat di bawah ayakan (Murtinah, 1977). Ekstraksi glukomanan secara kimiawi masih jarang dilakukan, karena biayanya mahal dan membutuhkan peralatan yang cukup rumit. Cara yang paling sederhana adalah dengan pengkristalan kembali dengan etanol.

C. HIDROLISIS PATI SECARA EZIMATIS (α-AMILASE)

Penggunaan enzim dalam proses hidrolisis berkembang luas disebabkan oleh beberapa kelebihannya dibandingkan dengan penggunaan larutan asam. Enzim dalam jumlah sedikit dapat mengencerkan sejumlah besar pati, sehingga biaya yang dibutuhkan relatif lebih murah (Pomeranz, 1991). Enzim bekerja secara spesifik pada percabangan tertentu, produk yang dihasilkan sesuai dengan keinginan. Kondisi proses yang dapat dikontrol, dan dihasilkan sedikit produk

(10)

samping dan abu serta kerusakan warna yang dapat diminimalkan (Norman, 1981).

Enzim adalah molekul biopolimer yang merupakan protein, tersusun atas serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim yang digunakan dalam penelitian adalah enzim α-amilase. Alfa-amilase dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Enzim tersebut menghidrolisis secara acak ikatan α-1,4 glikosidik, baik yang terdapat pada amilosa maupun amilopektin. Produk utama hidrolisis α-amilase berupa oligosakarida yang mengandung enam sampai tujuh maltosa (Alais dan Linden, 1991). Jika waktu reaksi diperpanjang, dekstrin atau unit oligosakarida tersebut terpotong-potong menjadi unit yang lebih kecil menjadi campuran glukosa, maltosa, maltotriosa dan ikatan lain.

Mekanisme kerja α-amilase terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Hal ini diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua terjadi pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan tidak acak. Pada tahap di atas pembentukan relatif sangat lambat, sedangkan pada molekul amilopektin kerja α-amilase akan menghasilkan glukosa, maltosa dan satu seri α-limit dekstrin, serta oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih glukosa yang mengandung ikatan α-1,6-glikosidik. Selain itu, α-amilase dapat menyebabkan penurunan viskositas yang drastis juga dapat menurunkan intensitas warna biru iod (Reilly, 1985). Menurut Robyt (1984), degradasi α-amilase terhadap substrat pati dapat terjadi melalui tiga tipe mekanisme serangan di bawah ini :

a. Rantai Tunggal (Single chain), enzim menyerang satu polimer kemudian mendegradasi secara sempurna baru menyerang polimer lain.

b. Serangan Rantai Ganda (Multi chain attack), enzim menyerang satu polimer, melepaskan produk pertama, kemudian menyerang polimer lain, melepaskan produk kedua dan seterusnya menyerang polimer lainnya. c. Serangan Berganda (Multiple attack), enzim menyerang satu polimer

kemudian beberapa kali memecahkan hasil degradasi pertamanya, selanjutnya menyerang polimer lain dan seterusnya.

(11)

D. STADAR MUTU TEPUG GLUKOMAA

Dalam penggunaan tepung glukomanan untuk dijadikan produk lain terutama bahan pangan, Jepang sebagai salah satu produsen terbesar dalam pengolahan umbi iles-iles menjadi tepung glukomanan telah menetapkan suatu standar tepung glukomanan. Penetapan standar tersebut dilakukan oleh Assosiasi Konyaku Jepang yang bertujuan untuk meningkatkan mutu produk serta menciptakan harga transaksi yang stabil (Assosiasi Konyaku Jepang, 1976). Standar mutu tepung glukomanan yang telah dikeluarkan oleh Assoasiasi Konyaku Jepang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Mutu Tepung Glukomanan Murni dari Iles-iles

Sumber : Assosiasi Konyaku Jepang (1976)

Karakteristik Mutu

Utama I II

Bobot per karung (kg) Kadar Air (%) Derajat tumbuk Warna Bahan tambahan Jumlah Kandungan SO2 (g/kg) 20 < 12 Sangat halus Putih mengkilap Negatif < 0,6 20 < 14 Halus Putih Negatif < 0,6 20 < 18 Agak halus Agak putih Negatif < 0,9

Gambar

Gambar 3. Gambar Pembuahan Iles - Iles
Tabel 1. Komposisi Gizi Umbi Iles-Iles Kuning (A.oncophyllus)

Referensi

Dokumen terkait

earnings manipulation in Indonesia using M-score and stock

Kemahiran Membaca merupakan kebolehan murid membaca bahan sastera dan bukan sastera dengan sebutan dan intonasi yang betul dan lancar serta memahami bahan yang dibaca..

pada siswa dengan kreativitas tinggi, model pembelajaran GI menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama dengan model pembelajaran PBL dan TPS, model

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat sebuah mesin humidifier sederhana dengan menggunakan mist maker sebagai komponen utama untuk menghasilkan uap yang

Detta examensarbete utgörs av en fallstudie av lekplatsutveckling i Falkenbergs kommun, där två kommuner, Malmö och Varberg, valts ut som inspirerande referenser. Genom

Dalam kegiatan mengasosiasi/ mengolah informasi terdapat kegiatan menalar. Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah

Untuk Tahap selanjutnya sesuai dengan Dokumen Pemiihan / Lelang, maka Panitia akan melakukan proses pembuktian kualifikasi terhadap daftar isian dokumen kualifikasi yang

Untuk data selang waktu antar kerusakan pada komponen karet mounting didapatkan berdistribusi lognormal, maka akan digunakan uji kolmogorov-smirnov, dimana akan didapatkan