• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE LEAN PROJECT MANAGEMENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN METODE LEAN PROJECT MANAGEMENT"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN METODE LEAN PROJECT MANAGEMENT DALAM PERENCANAAN PROYEK KONSTRUKSI PADA PEMBANGUNAN GEDUNG SDN BEKTIHARJO II

SEMANDING TUBAN

Ratih Indri hpasari, Prof. Ir. Moses L. Singgih, MSc., MReg.Sc., Ph.D Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email: ratih.07098@yahoo.com ; moses@ie.its.ac.id

ABSTRAK

Di dalam pelaksanaan proyek, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu berhasil dan gagal. Dikatakan berhasil apabila tepat waktu dan tepat anggaran, dan dikatakan gagal apabila terlambat atau anggaran proyek membengkak. Keterlambatan pada proyek dapat disebabkan ketidakproduktifan elemen-elemen yang terlibat dalam pelaksanaan proyek, yang pada akhirnya tidak dapat memberi nilai tambah pada produk akhir atau lebih dikenal dengan istilah Non Value-Adding Activities (waste).

Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut diperlukan perbaikan perencanaan dengan menggunakan pendekatan Lean project management (LPM), yang didalamnya dilakukan pengidentifikasian waste, resiko dan estimasi kebutuhan proyek (waktu, sumber daya, dan biaya), estimasi waktu dilakukan dengan menggunakan metode penjadwalan Critical Chain Project Managament (CCPM).

Berdasarkan hasil identifikasi dengan melihat kondisi lapangan dan karakteristik proyek pembangunan gedung SDN Bektiharjo II Semanding Tuban, didapatkan waste yang berpotensi muncul saat pelaksanaan proyek yaitu waiting dan defect.Waiting dan defects pada proyek ini disebabkan karena faktor cuaca dan faktor lokasi proyek yang rawan pencurian, Untuk menghindari hal tersebut ditempuh beberapa tindakan yaiu dengan menitipkan gudang penyimpanan material dan peralatan kepada tokoh masyarakat sekitar dengan member imbalan., untuk masalah kondisi cuaca buruk, dapat mengajukan surat keterlambatan kepada pihak pemerintah daerah (pemilik proyek). Adanaya waste akan mengakibatkan keterlambatan prroyek, untuk itu perlu adanya safety time (buffer time) yang terdapat dalam penjadwalan dengan metode CCPM. Dari hasil penanganan waste dengan menggunakan penjadwalan CCPM didapatkan penghematan waktu pengerjaan proyek sebesar 11 hari dan penghematan biaya sebesar Rp. 5.913.374.

Kata Kunci : Lean project management, Waste, Critical Chain.

ABSTRACT

One key to the success of a Construction project is the careful and structured planning. Defining the system must be effective, to the environment or project. In general, project failures can be caused by many things, both the external and internal projects. Examples of failure in case of delay in project completion. The late on the project can be caused by less productivity of elements involved in the implementation of the project, which ultimately can not add value to the final product, or better known as Non-Value Adding Activities, which in the world of construction is referred to as waste. Not only that, the delay factor can also result from a variety of unexpected obstacles, so the time required to complete a longer project (not in accordance with the schedule).

To overcome these obstacles should be repaired by using the approaches for dealing with these constraints, using the approach of Lean project management (LPM), in which made the identification of waste, risk and estimated needs of the project (time, resources, and cost). Time estimation is done by using the method of critical chain project management (CCPM).

Based on the resultsof identification by looking at field conditions and characteristic of the building construction SDN Bektiharjo II Semanding Tuban, obtained waste of potencially occur during execution of the project that is waiting and defect, and from the handling of waste by using CCPM schedulling of project time savings gained by 11 days and savings fee of Rp. 5.913.374.

(2)

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Dalam pelaksanaan proyek konstruksi tidak terlepas dari kendala ataupun kegagalan konstruksi. Kegagalan konstruksi dapat disebabkan oleh rendahnya kinerja ataupun produktiftas para tenaga kerja dan juga perencanaan proyek yang kurang matang. Walaupun kegagalan tersebut tidak dapat dilihat secara nyata, namun jika berlangsung dengan intensitas yang besar dan terus-menerus maka kegagalan tersebut dapat terakumulasi dan dampaknya akan terlihat pada akhir proyek, misalnya saja keterlambatan pengerjaan proyek dari jadwal yang direncanakan dan penambahan anggaran biaya dari yang semula direncanakan. Segala sesuatu di dalam suatu proyek yang tidak menambah nilai, sebaliknya menambah biaya disebut dengan pemborosan

(waste). Untuk mengatasi hal ini dapat

diterapkan pendekatan Lean Project Management (LPM). Di dalam LPM terdapat

prinsip-prinsip yang dapat diterapkan dalam perencanaan dan pengerjaan proyek.

Ketidakproduktifan inilah yang pada akhirnya tidak dapat memberi nilai tambah pada produk akhir atau lebih dikenal dengan istilah

Non Value-Adding Activities, yang di dalam

dunia konstruksi disebut sebagai waste. Faktor lain yang menyebabkan adanya Non

Value-Adding Activities adalah ketidakefektifan oleh

beberapa faktor yang terlibat dalam pelaksanaan proyek (man, method, machine, material,

environment), sehingga dapat memicu

keterlambatan dalam penyelesaian proyek. Tidak adanya perencanaan yang baik dan terstruktur juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada terlambatnya proses konstruksi, yang selanjutnya dapat berakibat pada berkurangnya kepercayaan masyarakat, dalam hal ini adalah owner terhadap kinerja dari penyedia jasa konstruksi CV. Chandra Setya Karya, merupakan badan usaha swasta yang bergerak di bidang perdagangan umum, perdagangan jasa, perindustrian, pertambangan, kehutanan, dan konstruksi. Dalam bidang konstruksi, CV. Chandra Setya Karya melakukan pengerjaan proyek dengan metode-metode tradisional atau hanya berbekal ilmu lapangan (otodidak), tanpa melakukan identifikasi dan pengaplikasian metode yang

terstruktur. Menurut hasil wawancara dengan pihak CV. Chandra Setya Karya, sekitar 25% dari keseluruhan proyek yang dikerjakan, khususnya proyek pemerintah, terjadi keterlambatan yang diakibatkan sering munculnya kendala-kendala yang tidak terduga, baik kendala teknis maupun non

tekniskonstruksi.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang difokuskan pada penelitian ini adalah mendefinisikan dan menganalisa faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan proyek, baik dari segi sumber daya, risiko, biaya, dan waktu. Studi kasus dilakukan pada proyek pembangunan gedung SDN Bektiharjo 2 yang di kerjakan oleh kontruksi CV. Chandra Setya Karya. Selanjutnya yaitu melakukan perencanaan dalam pelaksanaan proyek dengan menggunakan pendekatan Lean project management dengan menerapkan prinsip-prinsip yang ada di dalamnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan

1.3 Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah :

1. Mengidentifikasi waste yang berpotensi terjadi dengan memberikan langkah prefentif.

2. Mengidentifikasi risiko yang berpotensi muncul selama pelaksanaan proyek. 3. Mengestimasi biaya, sumber daya, dan

waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proyek.

4. Mengaplikasikan metode Critical chain

Project Management (CCPM) untuk

perencanaan penjadwalan proyek. 1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi perusahaan

Pihak manajemen dapat melakukan perencanaan proyek lebih terstrukur dengan menerapkan prinsip Lean

project management, sehingga

pelaksanaan proyek lebih efektif dan efisien.

2. Bagi penulis

Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dari hasil penelitian dalam perencanaan proyek.

(3)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Batasan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :

1. Penelitian dilakukan pada perencanaan pembangunan gedung SDN Bektiharjo 2 di kecamatan Semanding kabupaten Tuban yang akan dikerjakan oleh CV. Chandra Setya.

2. Waste yang diidentifikasi adalah waste

yang berpotensi terjadi selama pelaksanaan proyek (sesuai dengan karakterisitik proyek).

3. Waste yang diamati adalah 8 macam waste menurut Womark and Jones

(1996).

4. Prinsip Lean project management yang diterapkan dalam penelitian disesuaikan dengan skala dan karakteristik proyek. 5.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Detail proyek tidak ada perubahan, sesuai dengan surat kontrak.

2. Metodologi Penelitian

Pada tahap ini penentuan topik penelitian didasarkan pada permasalahan yang terjadi di CV. Chandra Setya Karya. Objek penelitian dipilih karena di CV tersebut perencaan proyeknya belum terstruktur dengan baik, sehingga dalam pelaksanaan proyek, sering kali ditemui banyak kendala yang tidak diduga sebelumnya dan juga banyak terdapat non value

added activity (waste) saat pelaksanaan proyek.

Hal-hal tersbut membuat pengerjaan proyek terhambat sehingga penyelesaian proyek tidak sesuai jadwal (terlambat) dan mengakibatkan anggaran biaya proyek membengkak. Topik yang diambil dalam penelitian ini adalah Lean

project management (LPM). LPM ini

merupakan pendekatan dalam perencanaan proyek, dengan fokus untuk meminamasi waste, mengidentifikasi permasalahan, serta mengestimasi segala kebutuhan yang berkaitan dengan proyek, sehingga pelaksanaan proyek dapat terlaksana dengan lebih efektif dan efesien.

2.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah Pada tahap identifikasi dan perumusan masalah ini terdiri atas beberapa sub tahapan yang akan dilakukan yaitu identifikasi masalah,

study literature dan studi lapangan.

2.1.1 Identifikasi Masalah

Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di CV. Chandra Setya Karya. Dimana sebagian dari proyek yang sudah dikerjakan mengalami keterlambatan, karena perencanaan yang kurang matang. 2.1.2 Studi Literatur dan Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan di tempat proyek berlangusng dan di kantor CV. Chandra Setya Karya, dengan melihat kondisi eksisiting dan wawancara dengan pihak – pihak yang terlibat dalam pengerjaan proyek nantinya. Dengan dilakukan studi lapangan diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan penilitian yang telah dirumuskan.

2.1.3 Perumusan Masalah Dan Penetapan Tujuan Penelitian

Mendefinisikan permasalahan yang terjadi pada objek amatan, sehingga dapat menentukan perbaikan dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian

3. Pengumpulan dan Pengolahan Data 3.1 Pengumpulan Data

Pada tahap ini dijelaskan tentang tahapan pengumpulan dan pengelolaan data dari permasalahan yang ada di dalam objek amatan. Untuk pengumpulan dan pengolahan data menggunakan pendektan metodologi yang terdapat di dalam prinsip-prinsip Lean project

management.

3.2 Pengolahan Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, tahap selanjutnya adalah pengolahan data yang dimulai dengan membuat bagan WBS, identifikasi resikp, identifikasi peristiwa resiko, dan mengestimasi sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proyek.

3.2.1 Gambaran umum proyek

Dalam Proyek pembangunan gedung SDN Bektiharjo II merupakan proyek pemerintah daerah kota Tuban di kecamatan Semanding yang bernilai Rp. 900.000.000,00. Sumber dana dari proyek ini yaitu dari PAPBD (Perubahan Anggaran Pendapatn dan Belanja Daerah). Di dalam proyek ini terdapat 5 macam jenis pekerjaan utama, yaitu pekerjaan persiapan, pekerjaan pembangunan kantor, pekerjaan pembangunan kelas, pekerjaan bak air, dan pekerjaan lain-lain. Gedung yang akan dibangun terdiri hanya satu lantai (tidak tingkat), sehingga tidak membutuhkan alat

(4)

berat, cukup menggunakan peralatan sederhana, misalnya cangkul, ayak pasir, molen, dll.

Lokasi lapangan proyek yang akan dibangun yaitu terletak 1 km dari jalan utama, hal ini berarti akan memudahkan proses pendistribusian material. Medan menuju lokasi pun cukup baik dan dapat dikatakan tanpa hambatan, begitu pula dengan kondisi lapangannya sendiri, kontur tanah dan kondisi tanah lapangan cukup baik, tidak berbatu dan rata, sehingga memudahkan para pekerja pada saat memindahkan material dari satu tempat ketempat yang lain. Hal ini tentu saja dapat menghindari peristiwa perpindahan transportasi berlebihan dan gerkan yang tidak diperlukan, baik saat dilapangan (pekerja) maupun saat menuju lapangan atau di dalam waste dikenal dengan sebutan execcesive transportation dan

unnecessary motion. Pekerja yang digunakan

pada proyek ini yaitu rencananya akan menggunakan pekerja yang sudah pernah bekerjasama dengan pihak pelaksana pada proyek sebelumnya, sehingga pemahaman pekerja dalam penggunaan peralatan dan prosedur setiap aktivitas proyek tidak diragukan lagi, dan tidak perlu terjadi pengulangan pekerjaan akibat kesalahan prosedur. Hal ini dapat dikatakan sebagai upaya penghindaran peristiwa unnapropriate processing dan over

production. Pemasokan bahan material juga

akan disesuaikan dengan standarisasi yang terdapat dalam surat kontrak kerja, sehingga kemungkinan untuk kelebihan bahan material kecil, atau yang bisaanya disebut unnecessary

inventory. Design gedung dikerjakan sesuai

dengan design arsitektural dari pemerintah daerah, oleh sebab itu kemungkinan adanya ketidakcocokan atau ketidakpuasan konsumen dalam hal design sangat kecil. Pelaksanaan proyek dimulai pada tanggal 1 Juli 2011 sampai batas waktu yang diberikan. Batas waktu untuk yang diberikan untuk menyelesaikan pengerjaan proyek ini yaitu 50 (lima puluh) hari kalender dan untuk masa pemeliharaan selama 180 hari (seratus delapan puluh) hari kalender (terhitung penyerahan hasil pekerjaan pertama). Berikut ini dapat dilihat dari gambar 3.1 kondisi eksisting lokasi pembangunan proyek sebelum dilakukan pengerjaan.

Gambar 3.1 Kondisi Kontur Tanah

3.2.2 Work Breakdown Structure (WBS) Pengelompokan aktivitas-aktivitas proyek harus dikerjakan dan ditentukan berdasarkan gambar struktural dan gambar arsitektural, gambar struktural yang dimaksud adalah dengan menggunakan sistem Work

breakdown structure (WBS). WBS

menunjukkan aktivitas-aktivitas proyek secara keseluruhan, yang digunakan sebagai dasar penentuan volume, durasi aktivitas, biaya proyek dan juga digunakan sebagai pedoman penjadwalan. Bagan WBS proyek pembangunan gedung SDN Bektiharjo II secara umum dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Work Breakdown Structure Proyek Pembangunan Gedung SDN II Bektiharjo 3.2.3 Identifikasi Waste

Identifikasi waste, atau yang dibidang kontruksi disebut Non Value Added Activity bertujuan untuk mengidentifikasi waste yang berpotensi terjadi saat pelaksanaan proyek. Identifikasi dilakukan berdasarkan kondisi lapangan yang akan dibangun dan karakteristik proyek melalui wawancara pada pihak-pihak terkait (pimpinan perusahaan, tenaga ahli, konsultan, pekerja lapangan). Wawancara tersebut bertujuan untuk mengeksplor informasi mengenai risiko-risiko yang berpotensi muncul dan berpengaruh pada pelaksanaan proyek pembangunan gedung SDN Bektiharjo II ini. Identifikasi tersebut diolah dengan menggunakan diagram Fish Bone dan formulasi

if then, hal ini dilakukan agar pihak kontraktor

mempunyai persiapan dan ketepatan dalam mengambil tindakan baik tindakan korektif maupun preventif, sehingga tidak banyak waktu dan cost yang terbuang. Fish Bone diagram digunakan untuk mengetahui akar penyebab

waste, yang dilihat dari segi manusia (man),

(5)

(method), material, dan lingkungan (environment). Penyusunan Fish Bone diagram dilakukan melalui wawancara dan

brainstorming dengan pihak CV. Chandra Setya

Karya berdasarkan kondisi lapangan dan karakteristik proyek yang akan dikerjakan dan pengalaman dari proyek serupa sebelumnya. Identifikasi waste dilakukan berdasarkan waste yang paling berpengaruh dan berpotensi terjadi pada proyek yang digunakan sebagai objek amatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak CV. Chandra Setya Karya dan dengan melihat kondisi lapangan dan karakteristik proyek, waste yang paling berpotensi muncul dan berpengaruh pada proyek pembangunan Gedung SDN Bektiharjo II dari 8 waste yang telah didefinisikan oleh Womack dan Jones 1996 adalah waiting dan defects. Waiting, yaitu kondisi dimana aktivitas proyek tertunda sehingga dapat berpotensi mengakibatkan keterlambatan dalam menyelesaikan kegiatan proyek. Adapun Faktor-faktor penyebab dari kondisi waiting pada proyek ini dapat dilihat pada gambar 3.3 berikut ini.

Gambar 3.3 Fish Bone Diagram Waiting

Defects, defects pada proyek yaitu

terjadi ketika pada saat pelaksanaan proyek terjadi kerusakan pada fisik bangunan, material,

property yang sebagian besar pada proyek ini

diakibatkan karena faktor cuaca sehingga diperlukan waktu dan biaya yang lebih untuk pengerjaan ulang (rework). Pada umumnya musim hujan terjadi antara bulan Oktober hingga Maret, namun pada kenyataanya musim hujan dapat terjadi kapan saja, sehingga pihak pelaksana harus lebih waspada. Penyebab terjadinya defects pada proyek ini dapat dilihat pada gambar 3.4 berikut ini

Gambar 3.4 Fish Bone Diagram Defects Dari gambar diagram Fish Bone di atas dapat dilihat peyebab-penyebab munculnya

waste waiting dan defects yang berpotensi

terjadi pada objek amatan. Dari peristiwa penyebab munculnya waste tersebut kemudian di olah ke dalam formulasi if then untuk dapat mengetahui tindakan-tindakan apa yang dapat ditempuh dengan tujuan untuk meminimumkan atau bahkan menghilangkan waste, baik langkah preventif maupun korektif yang dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini :

Tabel 3.1 Identifikasi waste

Dari tabel di atas didapatkan beberapa solusi tindakan untuk setiap penyebab terjadinya waste. Untuk penyebab yang memiliki lebih dari satu solusi dan diimplementasikan pada saat yang sama (yang bertanda kuning) akan di olah ke dalam matriks evaluasi untuk mendapatkan solusi terbaik berdasarkan kriteria dan ketentuan yang sudah ditetapkan sebelumnya, sehingga nantinya tiap-tiap peristiwa penyebab terjadinya waste hanya memiliki satu solusi terbaik.

(6)

3.2.4 Matriks Evaluasi

Matriks evaluasi bertujuan untuk mengetahui solusi mana yang layak dipilih berdasarkan beberapa kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya dengan melakukan pembobotan. Dari pembobotan tersebut akan didapatkan scoring tiap-tiap solusi, sehingga dapat diputuskan solusi mana yang dapat “GO” atau “NOT GO”. Matriks evalusi hanya digunakan pada peristiwa yang memiliki lebih dari satu alternatif solusi dengan waktu implementasi yang bersamaan (pra pelaksanaan, saat pelaksanaan, atau pasca pelaksanaan). Ada dua penyebab yang memenuhi kedua kriteria tersebut yaitu penyebab waiting karena “cuaca buruk” dan “peralatan rusak”. Kedua penyebab tersebut kemudian di olah ke dalam matriks evalusi untuk mendapatkan solusi terbaik menurut beberapa kriteria. Untuk kriteria yang “NOT GO” dapat dijadikan sebagai solusi cadangan jika solusi pertama tidak dapat diimplementasikan, urutan solusi sesuai dengan bobot dari masing-masing.

Tabel 3.2 Matriks Evaluasi Cuaca Buruk

Tabel 3.3 Matriks Evaluasi Peralatan Hilang

Weight factor menggambarkan bobot tiap-tiap

kriteria (1 sampai 10) berdasarkan prioritas

pelaksana proyek, semakin tinggi bobot kriteria tersebut, maka dianggap semakin penting (diutamakan). Ranking pada tiap-tiap solusi dilakukan pembobotan juga (1 sampai 10) berdasarkan kriteria yang di tetapkan. Pembobotan pada ranking solusi menyatakan bahwa semakin besar bobot yang diberikan maka dianggap semakin baik, misalnya semakin besar bobot yang diberika pada kriteria waktu maka semakin singkat waktu yang dibutuhkan. Setelah dilakukan evaluasi dengan menggunakan matriks evaluasi, didapatkan solusi terbaik dari penyebab “cuaca buruk” adalah mengajukan surat keterlambatan dengan menyerahkan bukti-bukti berupa dokumentasi kepada pihak pemilik proyek, sedangkan untuk penyebab “peralatan / material hilang” solusi terbaikya yaitu menitipkan kepada masyarakat sekitar dengan memberikan biaya yang pantas. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, untuk kriteria yang “NOT GO” dapat digunakan sebagai solusi alternatif jika solusi utama tidak dapat diimplementasikan.

3.2.5 Managing variation

Variasi di dalam proyek diartikan ketidakpastian, untuk itu pihak pelaksana perlu memanage variasi, dengan cara mestimasi sebelum pelaksanaan proyek baik dari segi biaya, dan waktu, sumber daya yang digunakan. Tujuan mengestimasi adalah agar manajemer proyek dapat meramalakan atau memperkirakan waktu, biaya, dan sumber daya yang dibutuhkan saat pelaksanaan proyek. Estimasi bertindak sebagai standar untuk membandingkan antara kenyataan dan rencana di sepanjang umur proyek. Yang pertama dilakukan adalah mengestimasi biaya proyek dari kebutuhan material dan tenaga kerja (sebelum PPN 10% dan dana kontingensi), dengan tujuan agar pihak pelaksanaa dapat memperkirakan apakah total biaya proyek sesuai dengan nilai proyek yang sudah ditentukan pihak pemilik proyek atau justru melampaui. Estimasi biaya dilakukan dengan merinci kebutuhan material dan tenaga kerja dari tiap jenis pekerjaan. Berikut rincian biaya secara umum dari proyek pembangunan SDN Bektiharjo II dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut ini.

Kriteria Weight factor Cuaca Buruk Mengajukan surat pengajuan keterlambatan pengerjaan Melakukan oercepatan saat cuaca normal

Ranking Weighted score Ranking Weighted score Biaya 8 9 72 3 24 Waktu 8 6 48 4 32 Dampak terhadap hasil 7 8 56 5 35 Resiko 6 7 42 5 30 TOTAL 218 121

GO/NOT GO GO NOT GO (GO II)

Kriteria Weight factor

Peralatan/material hilang Menempatkan staff keamanan di gudang penyimapanan Menitipkan kepeda tokoh masyarakat dengan memberi imbalan Ranking Weighted score Ranking Weighte d score Biaya 8 6 48 7 56 Waktu 8 7 56 7 56 Dampak terhadap hasil 7 6 42 7 49 Resiko 6 7 42 7 42 TOTAL 188 203

(7)

Tabel 3.4 Rincian biaya proyek

Dari rincian biaya di atas didapatkan total biaya proyek (sebelum PPN 10% dan dana kontingensi) sebesar Rp. 771.136.737,00 juta, total biaya setelah PPN yaitu Rp. 848.250.410,00 sedangkan nilai dari proyek yang akan dikerjakan sebesar Rp. 900.000.000,00. Hal ini berarti biaya proyek dapat diterima karena tidak melampaui nilai proyek yang telah ditetapkan oleh pihak pemilik proyek.

Setelah melakukan estimasi biaya, dilakukan estimasi penjadwalan dengan menggunakan kurva S dan Critical chain

Project Management. Kurva S bertujuan untuk

mengetahui perkembangan (sudah mencapai berapa persen dari total keseluruhan pekerjaan) dan tingkat kerumitan tiap-tiap pekerjaan, sehingga pihak pelaksana dapat mengetahui pekerjaan mana yang memebutuhkan perhatian lebih. Semakin tinggi bobot dari pekerjaan tersebut maka tingkat kerumitan semakin tinggi pula. Tingkat kerumitan ini berpacu pada perbandingan antara total biaya tiap pekerjaan dengan total biaya proyek. Hasil pembobotan dapat dilihat pada tabel 3.5. Berikut hasil kurva S dari proyek pembangunan SDN Bektiharjo II

Gambar 3.5 Kurva S

Selanjutnya yaitu melakukan penjadwalan dengan metode Critical Chanin Project

Management (CCPM). Tujuan dari

penjadwalan CCPM ini adalah untuk menghindari masalah-masalah yang terjadi pada proyek, misalanya saja student syndrome,

parkinson’s law effects atau dapat disebut schedule syndrome yang dapat mengakibatkan

keterlambatan. Kelemahan metode penjadwalan existing salah satunya adalah pemberian waktu terlalu lama panjang karena waktu cadangan diletakkan pada setiap aktivitas, sehingga sumber daya cenderung untuk menghabiskan waktu yang ada (parkinson’s law effects), padahal pekerjaan dapat dilakukan lebih cepat dari itu atau bahkan pekerja cenderung melakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh pada akhir-akhir batas waktu pekerjaan saja (stundent syndrome). Tentu saja hal-hal ini dapat memicu keterlambatan pengerjaan proyek.

Pengidentifikasian waste pada pengelolahan data sebelumnya bertujuan untuk mengetahui tingkat dampak waste yaitu waiting dan defects, yang merupak waste yang paling berpotensi dan berpengaruh terhadap durasi proyek. Dengan mengetahui dampak tersebut, maka akan dibuat rekomendasi perbaikan melalui penjadwalan CCPM seperti yang telah dijelaskan di atas.

Sebelum dilakukan penjadwalan menggunakan CCPM, dapat dilihat jadwal existing dari proyek pembangunan gedung SDN Bektiharjo II.

Tabel 3.5 Penjadwalan Eksisting

CCPM merupakan perkembangan dari metode Critical Path Management (CPM), perbedaan secara teoritis terletak pada peletakkan waktu cadang. Critical chain merupakan serangkaian pekerjaan terpanjang yang dapat mewakili keseluruhan durasi proyek. Pada penjadwalan CCPM ini menurut digunakan estimasi 50/50, karena menurut Goldartt’s penggunaan estimasi 50/50 akan memperkecil kerja hukum Parkinson, student

syndrome, dan perlindungan diri, dan pada

gilirannya dapat menigkatkan tingkat produktivitas tiap-tiap tugas individual. Dengan

No.

Uraian

Pekerjaan

Jumlah

1 PEKERJAAN PERSIAPAN Rp 7,788,000.00

2 PEKERJAAN KANTOR Rp 377,444,697.60

3 PEKERJAAN KELAS B Rp 333,725,125.60

4 PEKERJAAN BAK AIR Rp 15,753,911.10

5 PEKERJAAN LAIN-LAIN Rp 32,953,911.10

(8)

cara yang sama, jadwal waktu yang dimampatkan mengurangi kemungkinan efek tongkat estafet. Namun pada proyek pada proyek ini digunakan estimasi 80/20, karena jika menggunakan estimasi 50/50 kebutuhan jumlah pekerja akan membengkak.

Di dalam CCPM terdapat buffer time yaitu waktu penyangga, yang digunakan untuk melindungi ketidakpastian yang berpotensi menimbulkan keterlambatan target penyelesaian proyek. Goldartt merekomendasikan agar buffer time dimasukkan ke dalam jadwal untuk bertindak sebagai “alat penahan goncangan” untuk melindungi tanggal penyelesaian proyek terhadap durasi tugas yang mengambil waktu lebih panjang dari estimasi 50/50.

Penentuan ukuran buffer dapat dilakukan melalui metode square Root of the Sum of

Square (SSQ) (Herroelen, 2001). Metode ini

menggunakan dua parameter waktu yakni waktu standar rata-rata yang diasumsikan sebagai waktu yang masih menyimpan waktu cadangan (S) dan waktu tercepat (A) yang diasumsikan tanpa waktu cadangan. Rumus dari SSQ tersebut adalah :

...(1) Dalam menentukan critical chain yang digunakan untuk menentukan aktivitas kritis yaitu dengan mengidentifikasi aktivitas mana yang berpengaruh pada kegiatan proyek lainnya, dan yang memiliki lintasan terpanjang. Dari hasil identifikasi penjadwalan didapatkan bahwa aktivitas kritis pada proyek ini adalah pekerjaan pondasi, untuk itu perlu dialokasikan

feeding buffer sebelum pekerjaan pondasi,

dengan tujuan agar variasi dari pekerjaan tersebut menggangu aktivitas kritis. Pada tabel 3.7 berikut ini dapat dilihat perhitungan alokasi

feeding buffer untuk pekerjaan pondasi dan project buffer.

Tabel 3.7 Perhitungan project buffer

Tabel 3.8 Perhitungan feeding buffer

Jenis Pekerjaan

Optimistic

(A) Most Likely (S) (S-A)/2

(S-A)/2 x (S-A)/2

Project buffer

Pekerjaan pondasi

7

8

1

1

2

Gambar 3.6 Penjadwalan dengan metode CCPM

Gambar 3.7 Gantt chart penjadwalan dengan metode CCPM

Dari penjadwalan CCPM, didapatkan bahwa panjang durasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek 49 hari (termasuk buffer time) hal ini tentu saja jauh lebih singkat dibandingkan dengan jadwal eksisting yaitu sepanjang 50 hari. Setelah mengetahui jadwal proyek, maka pihak pelaksana dapat melakukan estimasi tenaga kerja pada setiap pekerjaan. Kebutuhan jumlah pekerja berbanding terbalik dengan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk meyelesaikan suatu pekerjaan, semakin singkat (sedikit) waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan maka kebutuhan pekerja semakin banyak, begitu pula sebaliknya. Berikut dari tabel 3.7 dapat dilihat kebutuhan tenaga kerja pada tiap-tiap aktivitas. :

Jenis Pekerjaan Optimistic (A) Most Likely (S) (S-A)/2 (S-A)/2 x (S-A)/2

PEKERJAAN PERSIAPAN 3 3 0 0

PEKERJAAN TANAH DAN URUGAN 2 3 1 1

PEKERJAAN PONDASI 7 8 1 1

PEKERJAAN PASANG DINDING DAN PLESTERAN 6 8 2 4

PEKERJAAN BETON 2 2 0 0

PEKERJAAN KAYU (BENGKERAI) 4 6 2 4

PEKERJAAN LANGIT-LANGIT 4 6 2 4

PEKERJAAN PENUTUP ATAP 5 5 0 0

PEKERJAAN PLITURAN DAN PENGECATAN 3 4 1 1

PEKERJAAN PENUTUP LANTAI DAN DINDING 5 5 0 0

PEKERJAAN KUNCI DAN KACA 1 1 0 0

PEKERJAAN SANITASI 1 2 1 1

PEKERJAAN INSTALASI LISTRIK 1 1 0 0

PEKERJAAN PAVING KELILING GEDUNG 4 4 0 0

PEKERJAAN BAK AIR 1 1 0 0

PEKERJAAN LAIN-LAIN 1 1 0 0 16 8 P ro je ct b u ff er

(9)

Tabel 3.7 Kebutuhan rata-rata pekerja per hari pada tiap pekerjaan

Jenis Pekerjaan Jenis Pekerja Jumlah

PEKERJAAN PERSIAPAN

Pekerja 4

Tukang kayu 4

Kepala tukang kayu 1

Mandor 1 PEKERJAAN TANAH DAN URUGAN Pekerja 15 Mandor 2 PEKERJAAN PONDASI Tukang batu 10

Kepala tukang batu 1

Mandor 1 Pekerja 26 PEKERJAAN PASANG DINDING DAN PLESTERAN Tukang batu 6

Kepala tukang batu 1

Mandor 1

Pekerja 11

PEKERJAAN BETON

Pekerja 4

Kepala tukang batu 1

Tukang batu 1 Mandor 1 PEKERJAAN KAYU (BENGKERAI) Pekerja 7 Tukang kayu 14

Kepala tukang kayu 1

Mandor 1

PEKERJAAN LANGIT-LANGIT

Pekerja 9

Tukang kayu 9

Kepala tukang kayu 3

Mandor 1

PEKERJAAN PENUTUP ATAP

Pekerja 9

Tukang kayu 8

Kepala tukang kayu 1

Mandor 1 Tukang batu 1 PEKERJAAN PLITURAN DAN PENGECATAN Tukang cat 9

Kepala tukang cat 1

Pekerja 4

Mandor 1

Kepala tukang batu 2

PEKERJAAN PENUTUP LANTAI DAN DINDING

Tukang batu 11

Kepala tukang batu 1

Pekerja 17 Mandor 1 PEKERJAAN KUNCI DAN KACA Tukang kayu 7 Pekerja 1

Kepala tukang kayu 1

PEKERJAAN SANITASI

Pekerja 5

Tukang batu 2

Kepala tukang kayu 1

PEKERJAAN PAVING KELILING GEDUNG

Tukang batu 7

Pekerja 14

PEKERJAAN BAK AIR Pekerja 3

Mandor 1

3.2.6 Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko berfungsi untuk mendapatkan area-area dan proses-proses teknis yang memiliki risiko yang potensial untuk selanjutnya dianalisa. Secara garis besar tahapan identifikasi risiko adalah merinci risiko-risiko yang ada sampai level yang detail dan kemudian menentukan signifikansinya

(potensinya) dan penyebabnya, melalui program survei dan penyelidikan terhadap masalah-masalah yang ada. Risiko-risiko yang telah dirinci ini kemudian digolongkan dalam kategori-kategori.

Pada dasarnya identifikasi risiko diawali dengan menyusun daftar kejadian--kejadian tidak diharapkan di proyek yang mungkin menyebabkan kegagalan dalam mencapai sasaran proyek. Sumber informasi mengenai kejadian-kejadian yang tidak diharapkan diperoleh dari sumber yang objektif, yaitu kejadian pada proyek-proyek sebelumnya yang tercatat dalam rekord-rekord proyek. Yang kedua yakni sumber yang subjektif, yaitu pengalaman para pakar terkait yang dapat diperoleh melalui wawancara. Menurut (Gray and Larson, 2000), penyusunan identifikasi risiko dapat berasal dari opini para pakar (expert opinion) atau dari estimasi berdasarkan perasaan (good feeling) para pakar berdasarkan pengalamannya.

Dari kedua sumber informasi tersebut direkap menjadi satu, sehingga didapatkan daftar kejadian-kejadian yang tidak diharapkan yang berpotensi terjadi pada proyek pembangunan SDN Bektiharjo II ini. Berikut ini merupakan peristiwa risiko yang dikhawatirkan terjadi saat pelaksanaan proyek.

Tabel 3.8 Identifikasi Peristiwa Risiko

Dari daftar kejadian risiko di atas kemudian dilakukan risk priority number pada setiap indikator risiko, yang dimana risk priority

number diberikan sesuai hasil wawancara

dengan para pakar yang terakit dengan proyek serupa (konsultan, direktur, tenaga ahli, dan pekerja lapangan). Risk priotity number terletak pada range 1 sampai 5 pada tiap-tiap indakator.

Ekternal tidak dapat

diprediksi Acts of God dan natural hazard Eksternal dapat

diprediksi

Masalah dalam penyediaan sumberdaya (material; tenaga kerja; alat)

Kondisi keuangan proyek yang buruk Kondisi waktu pelaksanaan proyek yang buruk

K3

Pencurian; kelalaian; ketidakjujuran Kerusakan alat; properti; fisik proyek

R

e

s

i

k

o

Internal non-teknis

(10)

Berikut ini dapat dilihat dari tabel 3.9 form penilaian risiko dari proyek pembangunan gedung SDN Bektiharjo II, yang dilakukan oleh pihak CV. Chandra setya Karya. Pembobotan dilakukan oleh orang yang benar-benar mengetahui kondisi lapangan dan lingkungan yang dapat mempengaruhi proyek.

Tabel 3.9 Form Penilaian resiko

Pada tabel form penilaian risiko di atas juga dilakukan Failure Mode and Effects Analysis (FMEA), tujuannya yaitu mengetehaui peristiwa risiko apa yang kemungkinan besar terjadi, berdampak buruk, dan mempunyai tingkat kesulitan penanganan yang tinggi. Semakin tinggi nilai FMEA, maka pihak pelaksana harus semakin waspada terhadap peristiwa risiko tersebut. Setalah dilakukan FMEA kemudian tiap-tiap peristiwa risiko diplotkan ke dalam matriks tingkat keparahan risiko, yang berfungsi untuk mengetahui terletak di zona manakah risiko tersebut. Sehingga pihak pelaksana dapat lebih waspada. Matriks dibuat dengan memasukkan dampak dan kemungkinan peristiwa risiko, dan dibuat sesuai dengan pembobotan form penilaian risiko sebelumnya (array 5x5) dengan masing- masing unsur mewakili serangkaian dampak yang berbeda. Matriks dibagi menjadi zone merah, kuning, dan hijau yang mewakili risiko utama, sedang, dan minor, berturut-turut. Dari gambar 3.8 berikut ini dapat dilihat matriks tingkat keparahan risiko.

Gambar 3.8 Matriks Tingkat Keparahan Risiko

4. Analisis dan Interpretasi Hasil 4.1 Analisa Waste

Identifikasi waste mengacu pada 8 macam

waste seperti yang telah didefinisikan oleh

Womack dan Jones (1996) yang terdapat di dalam proyek. Waste yang diidentifikasi hanya

waste yang berpotensi terjadi sesuai dengan

keadaan dan karakteristik proyek yang akan dikerjakan. Dari hasil identifikasi melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait, didapatkan bahwa waste yang berpotesi muncul yaitu waiting dan defects. Faktor cuaca yang tidak menentu dan lokasi proyek yang terkenal rawan pencurian merupakan ancaman terbesar dalam pelaksnaan proyek ini. Efek cuaca buruk juga dapat mengakibatkan kerusakan pada material, property, dan kondisi fisik proyek, sehingga dapat mengakibatkan defects dan

waiting pada pekerjaan tersebut dan dapat

berpengaruh pada kelancaran pekerjaan setelah itu (mengalami kemunduran) karena peralatan yang digunakan rusak atau karena adanya kesalahan maka perlu dikerjakan ulang dari awal. Tentu saja apabila hal ini terjadi, jelas akan dapat mengakibatkan pemborosan biaya dan waktu sehingga dapat merugikan pihak pelaksana (pembengkakan biaya proyek dan keterlambatan proyek). Untuk mengatasi hal-hal tersebut perlu tindakan-tindakan yang perlu dilakukan, baik itu merupakan tindakan preventif maupun tindakan korektitif. Berikut ini tabel 4.1, merupakan tabel rekomendasi tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh pihak pelaksana setelah dilakukan evaluasi dengan matriks evaluasi dan sesuai dengan identifikasi dengan formulasi if then yang dilakukan pada bab sebelumnya.

Tabel 4. 1 Rekomendasi Solusi Penyebab Waste Setelah Evaluasi Controling Waste If Then When Material/Peralatan hilang Menitipkan ke tokoh masyarakat sekitar dengan memberikan imbalan Saat pelaksanaan Cuaca buruk/bencana alam Mengajukan surat pengajuan keterlambatan Saat pelaksanaan Keterlambatan penurunan anggaran proyek Mengunakan dana talangan Saat pelaksanaan

Indikator (peristiwa) resiko Kemungkinan Dampak Deteksi kesulitan FMEA Kapan

Acts of God dan natural hazar d 2 5 5 50 Setiap saat

Masalah dalam penyediaan sumberdaya

(material; tenaga kerja; alat) 3 4 2 24

Sebelum dan saat pelaksanaan Kondisi keuangan proyek yang buruk 2 4 2 16 Sebelum dan saat

pelaksanaan Kondisi waktu pelaksanaan proyek yang

buruk 2 4 3 24 Saat pelaksanaan K3 1 4 4 16 Saat pelaksanaan Pencurian; kelalaian; ketidakjujuran 3 4 3 36 Setiap saat Kerusakan alat; properti; fisik proyek 1 4 2 8 Saat pelaksanaan

5

4

3

2

Acts of God and natural hazzard 1 K3 1 2 3 4 5 K E M U N G K I N A N D A M P A K Kondisi waktu pelaksanaan proyek yang buruk Pencurian; kelalaian; ketidakjujuran

Kerusakan alat properti; fisik proyek Kondisi keuangan proyek yang buruk Masalah dalam penyediaan sumberdaya

(11)

4.3 Analisa Risiko

Ketika suatu peristiwa risiko telah dikenali dan dinilai, berikutnya adalah membuat sebuah keputusan untuk merepons dengan tepat peristiwa tersebut. Respons terhadap risiko dapat dikelompokkan sebagai respons pengurangan (mitigating), penghindaran (avoiding), pemindahan (transferring), berbagi (sharing) dan menahan (retaining). Selain merespons, setiap peristiwa risiko juga perlu adanya perencanaan kontingensi yaitu sebuah rencana alternatif yang akan digunakan jika suatu peristiwa risiko yang diperkirakan belum terjadi atau bahkan telah terjadi. Rencana kontingensi diharapkan dapat berperan sebagai tindakan yang dapat mengurangi atau memperkecil dampak negatif dari peristiwa risiko. Dampak negatif dari peristiwa risiko tersebut merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya waste, dan juga sebaliknya, timbulnya waste juga dapat memicu terjadinya peristiwa risiko. Untuk mengetahui tindakan apa dan bagaimana pihak pelaksana dapat mengatur peristiwa risiko yang telah diidentifikasi sebelumnya, maka dapat digunakan tools matriks respons risiko seperti tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Matriks Respon Risiko

4.3.1 Analisa FMEA Peristiwa Risiko Dari hasil FMEA yang dilakukan berdasarkan pada hasil kali skor keseluruhan antara dampak, kemungkinan, dan deteksi kesulitan didapatkan bahwa yang memiliki skor tertinggi yaitu peristiwa risiko Acts of God dan

natural hazard dengan bobot 50 dengan rincian

kemungkinan 2, dampak 5, dan deteksi 5, peristiwa risiko tersebut dapat diartikan sebagai risiko yang mustahil (tidak mungkin) untuk diditeksi dan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan proyek, namun berpeluang kecil untuk terjadi kecuali pengerjaan dilakukan pada lokasi yang rawan bencana dan saat musim hujan. Untuk peristiwa risiko yang memiliki bobot terkecil yaitu sebesar 4, adalah peristiwa risiko masalah Hal-hal teknis proyek yang mengalami perubahan dari owner dengan skor 12 dan rincian sebagai berikut, kemungkinan 2, dampak 3, dan deteksi kesulitan 2. Hal ini berarti risiko tersebut dapat diartikan sebagi peristiwa risiko yang berpengaruh cukup namun kecil kemungkinannya untuk terjadi, karena desain sudah disepakati oleh kedua belah pihak sebelum pelaksanaan, kecuali pada saat controlling oleh pihak pemerintah daerah setelah sekian persen pekerjaan terlaksan, merasa ada yang tidak sesuai. Pengaruh jika peristiwa ini terjadi cukup besar, karena akan mempengaruhi kegiatan laiinnya dan mengakibatkan waiting akibat menunggu redesain dari pemerintah daerah sehingga dapat berpotensi keterlambatan proyek.

4.3.2 Analisa Matriks Tingkat Keparahan Risiko

Matriks tingkat keparahan risiko berfungsi untuk menggolongkan tingkat keparahan risiko yang berbeda-beda, risiko mana yang terletak pada zona hijau / risiko minor (dampak dan kemungkinan kecil), zona kuning / risiko sedang (dampak dan kemungkinan sedang), atau zona merah / risiko utama (dampak dan kemungkinan tinggi). Dari hasil pengeplotan pada matriks tingkat keparahan risiko, didapatkan bahwa peristiwa risiko yang terletak pada zona hijau tidak ada, sedangkan yang terletak pada zona kuning antara lain, Pencurian, kelalaian, pencurian, kerusakan properti, fisik proyek, kondisi keuangan yang buruk, dan K3. Peristiwa risiko yang terletak pada zona merah atau risiko utama yaitum acts of God and natural hazard. Dari

Indikator (peristiwa)

resiko

Kemungkinan Rencana

Kontingensi Pemicu

Acts of God dan

natural hazard Mengurangi

Mengajukan surat keterlambatan pengerjaan Cuaca buruk (tidak menentu) Masalah dalam penyediaan sumberdaya (material; tenaga kerja; alat) Penghindaran Menganalisa kebutuhan sumber daya pra

pelaksanaan Kurang persiapan dari pihak pelaksana Kondisi keuangan proyek yang buruk Penghindaran Menganalisa kebutuhan biaya proyek dengan menyertakan dana kontingensi / Memakai dana talangan Penurunan anggaran proyek terlambat Kondisi waktu pelaksanaan proyek yang buruk Penghindaran Membuat penjadwalan dengan memberikan buffer time Kurang persiapan dan salah menganalisa K3 Asuransi Asuransi K3 tidak sesuai dengan standarisasi Kecurangan; kelalaian; ketidakjujuran (pencurian material) Penghindaran Menitipkan ke warga sekitar Lokasi proyek, bulan ramadhan

(12)

pengeplotan ini, pihak pelaksana dapat lebih memperhatikan peristiwa-peristiwa risiko mana yang merupakan peristiwa risiko utama, sedang atau minor pada proyek ini, sehingga pelaksana dapat lebih waspada dan siap dalam menghadapi risiko apapun, khususnya pada risiko yang terletak padsa zona merah. Penanganan dapat dilakukan dengan eksekusi rencana kontingensi yang telah dipaparkan pada matriks respon risiko.

4.3.3 Analisa Biaya dengan waste dan risiko Dari hasil estimasi biaya yang telah dilakukan pada bab sebelumnya didapatkan total biaya yaitu sebesar Rp. 771.136.737,7, (sebelum PPN 10%) sedangkan nilai dari proyek ini adalah Rp. 900.000.000,00. Namun total biaya tersebut hanya mencakup kebutuhan material dan tenaga kerja, tidak termasuk dana untuk kontingensi (dana cadangan) yang berfungsi untuk mengkaver risiko proyek yang telah diidentifikasi maupun yang belum diketahui. Ukuran dan jumlah cadangan kontingensi tergantung pada ketidakpastian pada proyek dan pada besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengeksekusi rencana kontingensi atau tindakan perbaikan jika terjadi hal yang tidak diharapkan (peristiwa risiko dan

waste).

Dana cadangan kontingensi umumnya di bagi menjadi dana cadangan anggaran dan dana cadangan manajemen, tujuannya yaitu untuk pengendalian. Cadangan anggaran ditetapkan untuk menutup risiko-risiko yang telah diidentifikasi, sedangkan cadangan manajemen ditetapkan untuk menutup risiko-risiko yang tidak dikenal (belum diketahui). Kerana semua persitiwa risiko probabilistik , maka dana kontingensi tidak dimasukkan dalam baseline untuk masing-masing aktivitas atau paket kerja, dana kontingensi diaktifkan hanya saat risiko itu terjadi. Jika sebuah risiko yang dikenali telah terjadi maka dana dana yang dialokasikan pada risiko tersebut harus dikurangkan dari cadangan anggaran, dan apabila risiko itu terjadi, dana dipindahkan dari cadangan dan ditambahkan ke

baseline biaya. Berikut ini dapat dilihat pada

tabel 4.3 rincian dana kontingensi yang dibutuhkan untuk proyek ini berdasarkan standarisasi UMR 2011 Kabupaten Tuban dan hasil diskusi dengan pihak CV. Chandra Setya Karya.

Tabel 4. 3 Rincian Kebutuhan Dana Kontingensi

Dari uraian dana kontingensi di atas dapat dilihat bahwa dana yang di hanya dikendalikan oleh pelaksana (sumber dana) yaitu dana untuk biaya penitipan gudang kepada warga sekitar sebesar Rp. 1.000.000 dan biaya jamsostek sebesar Rp. 184.000, nilai tersebut didaptkan dari perhitungan nilai kontrak : 11 = x , kemudian nilai x dicocokkan pada tabel yang tersedia di Bank Jatim. Sehingga didapatkan total dana kontingensi yang harus disediakan pihak pelaksana yaitu sebesar Rp. 1.184.000, karena untuk cadangan anggaran merupakan tanggung jawab manajer proyek dan anggota tim yang bertanggung jawab mengimplementasikan tindakan perbaikan. Namun untuk dana talangan itu bersifat dana pinjaman yang sementara yang di sediakan oleh pihak pelaksana akibat dana dari pemerintah tidak kunjung turun, sebab jika tidak ada dana maka proyek tidak dapat berlangsung. Dana talangan ditetapkan sebesar 20% dari total anggaran proyek (setelah PPN 10%), hal ini dikarenakan, pada pembayaran pertama (uang muka) di surat kontrak, dilakukan pembayaran 30% dari total anggaran, sedangkan pada kontrak di sebutkan bahwa pihak pelaksana dan pemilik proyek menyetujui bahwa pembayaran dilakukan dengan sistem termyn yang didasarkan pada prestasi pekerjaan sebagaimana tertuang dalam dokumen kontrak. Untuk cadangan manajemen dibuat setelah cadangan anggaran diidentifikasi dan dana proyek ditetapkan. Cadangan manajemen dikendalikan oleh manajer proyek dan pemilik proyek. Pemilik dapat internal (manajemen puncak) atau di luar organisasi proyek. Cadangan manajemen pada proyek ini ditetapkan sebesar 10% dari total anggaran proyek (setelah PPN 10%), hal ini di putuskan berdasarkan kondisi, waktu pelaksanaan dan kompleksitas proyek.

Cadangan Anggaran Biaya Pemegang Kendali

Biaya penitipan kepada warga sekitar Rp 1,000,000.00 Pelaksana

Dana Talangan Rp 169,600,000.00Pelaksana (hanya sementara) Asuransi (Jamsostek) SDM Rp 184,000.00Pelaksana

Cadangan Manajemen Rp 84,800,000.00Pelaksana dan pemilik proyek

TOTAL Rp 255,584,000.00 Dana Kontingensi Proyek

(13)

4.4 Biaya yang dapat dihemat dari metode panjadwalan CCPM dan pengurangan waste

Dari hasil penjadwalan dengan menggunakan metode CCPM dibanding dengan penjadwlan eksisitng didapatkan percepatan pengerjaan hingga kurang lebih 11 hari (dengan asumsi bahwa buffer time tidak digunakan sama sekali) tentu saja hal ini berpengaruh pada total biaya tenaga kerja yang dikeluarkan. Dengan adanya percepatan 11 hari maka pihak pelaksana dapat menghemat biaya tenaga kerja selama 11 hari, berikut rincian dari perhitungan penghematan biaya tersebut, dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini

Tabel 4. 4 Total biaya tenaga kerja perhari

Dari perhitungan dari tabel di atas, didapatkan bahwa total biaya rata-rata tenaga kerja perhari yaitu sebesar Rp. 645.216 Jika penghematan dari proses reschedule dengan menggunakan metode CCPM sebanyak 11 hari maka pengehematan yang didapatkan sebanyak

Penghematan = Jumlah hari x Total biaya rata-rata tenaga kerja/hari

11 x Rp. 645.216 = Rp. 7.097.374

4.5 Analisa Sumber daya Proyek Terhadap Waste

Sumber daya proyek disini lebih difokuskan pada sumber daya manusia (SDM) langsung (yang melakukan pelaksanaan pekerjaan proyek). SDM langsung yang dibutuhkan ada beberapa macam seperti tukang batu, tukang kayu, tukang cat, dll seperti yang sudah dipaparkan pada bab sebelumnya. Jumlah dan alokasi tenaga kerja berpengaruh terhadap aktivitas proyek. Ketika suatu pekerjaan dilakukan secara parallel dengan resources yang sama, maka mengakibatkan multitasking. Untuk menghindari hal demikian maka alokasi tenaga kerja dan pembagian kebutuhan tiap-tiap pekerjaan harus ditetapkan, karena jika terjadi

multitasking maka dapat menyebabkan waktu

tunggu (waiting) yang pada akhirnya mempengaruhi ketepatan penyelesaian suatu proyek secara keseluruhan. Untuk menghindari hal tersebut, penulis merekomendasikan untuk melakukan pembagian pekerjaan menjadi 2 tim besar, diingat ada 2 paket kerja yang memiliki urutan dan rincian pekerjaan yang hamper sama, sehingga kedua pekerjaan tersebut dapat dilakukan secara bersama dengan tim yang berbeda. Keuntungan yang lainnya yaitu dapat mempersingkat waktu pekerjaan. Rekomendasi lainnya yaitu dengan membuat urutan pekerjaan yang tidak bertabrakan pada penggunaan

resources yang sejenis dan pekerjaan tersebut

tidak dipengaruhi oleh pekerjaan seleumnya (tidak ada aktivitas pendahulu), misalnya yaitu pada pekerjaan dinding (memasang bata) membutuhkan tukang batu, sedangkan pekerjaan kayu (membuat kusen) tidak membutuhkan tukang batu melainkan tukang kayu, sehingga kedua pekerjaan ini bisa dilakukan secara bersama, karena kedua pekerjaan tersebut tidak saling mendahului, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat.

4.6 Analisa Pengaruh Waste dan Risiko terhadap Penjadwalan

Berdasarkan karakteristik dan kondisi proyek, ada 2 macam waste yang berpotensi muncul saat pelaksanaan, yaitu waiting dan

defects. Begitu pula dengan peristiwa risiko

yang telah diidentifikasi, didapatkan 10 peristiwa risiko yang berpotensi terjadi. Antara

waste dan peristiwa risiko sangat erat kaitannya.

Adanya waste dapat menyebabkan peristiwa risiko, dan juga sebaliknya, atau bahkan dapat dikatakan antara waste dan peristiwa risiko itu sama. Adapun tiap-tiap penyebab-penyebab

waste maupun peristiwa risiko akan

mengakibatkan bertambahnya waktu kerja yang dapat mengakibatkan keterlambatan proyek. Untuk itu tiap-tiap penyebab terjadinya waste dan peristiwa risiko perlu di perkirakan waktu yang dibutuhkan untuk panjang waktu tiap-tiap tindakan penangan berdasarkan hasil diskusi dan brainstorming dengan pihak pelaksana pihak CV. Chandra Setya Karya. Berikut pada tabel 4.5 hasil diskusi mengenai panjang durasi untuk tiap-tiap waste.

Jenis Pekerja Jumlah rata-rata yang dibutuhkan/hariHarga satuan tenaga kerjaBiaya tenaga kerja perhari

Pekerja 9 28500Rp 256,500

Tukang Kayu 3 42500Rp 130,076

Kepala Tukang Kayu 1 48000Rp 26,834

Tukang Batu 3 37500Rp 100,149

Kepala Tukang Batu 1 39500Rp 39,500

Tukang Cat 1 35000Rp 22,500

Kepala Tukang Cat 1 38500Rp 38,500

Mandor 1 45000Rp 31,157

645,216 Rp

(14)

Tabel 4.5 Estimasi Pemakaian Project buffer Akibat Adanya

Jenis Waste (Waiting dan Defects)

Waktu yang dibutuhkan (hari)

Wating Material 1

waiting Peralatan 1

Waiting karena cuaca 1 -- 2

Rework Karena defects akibat

cuaca 1 -- 3

Dari hasil identifikasi waktu yang dibutuhkan untuk penanganan tiap-tiap waste berhubungan dengan monitoring pemakaian durasi project buffer, yang diakibatkan adanya ketidakpastian yang terjadi yaitu timbulnya

waste selama pelaksanaan proyek, yang dapat

mengakibatkan keterlambatan pekerjaan bahkan proyek. Oleh karena itu apabila pihak pelaksana mengetahui potensi waste, maka laju pemakaian durasi proyek dapat dikendalikan berdasrkan penghematan durasi hasil dari upaya mereduksi potensi penyebab waste. Seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.5 sebelumnya yang menunjukkan potensi pengurangan durasi

project buffer yang terjadi. Pihak pelaksana

perlu mengontrol untuk mengambil tindakan terkait dengan penggunaan durasi project

buffer, yakni dengan melihat seberapa besar

durasi yang termakan, yang dapat diuraikan pada tabel 4.6 berikut ini :

Tabel 4. 6 Prosentase Pemakaian Durasi Project

buffer

Pemakaian durasi project buffer akibat adanya waste berdasarkan tabel 4.5 dan 4.6 dapat memberikan informasi bagi pihak pelaksana dalam mengambil tindakan yang terkait dengan pengendalian saat pelaksanaan proyek, khususnya dalam mengendalikan penyebab waste dan peristiwa risiko. Dengan menekan terjadinya waste, maka secara langsung dapat menekan pemakaian durasi

project buffer. Zona pemakaian project buffer

pada tabel 4.6 mengidentifikasi kapan dan bagaimana pihak pelaksana perlu mengambil tindakan, khusunya jika pemakaian buffer telah mencapai zona merah.

4. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diberikan pada penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil wawancara dan

brainstorming dengan pihak CV. Chandra setya Karya dengan melihat kondisi proyek (karakteristik maupun kondisi eksisting), bahwa waste atau kegiatan non value added yang berpotensi muncul pada proyek pembangunan SDN Bektiharjo II adalah

waiting dan defects. Kondisi cuaca yang

tidak menentu merupakan faktor utama penyebab timbulnya defects, adanya

defects tersebut dapat mengakibatkan waiting pada aktivitas proyek. Waiting

juga disebabkan adanya pencurian bahan material maupun peralatan yang diakibatkan karena lokasi pengerjaan proyek yang dikenal rawan pencurian. Untuk menghindari hal-hal tersebut ditempuh berbagai tindakan, baik preventif maupun korektif, untuk menghidari pencurian ditempuh dengan tindakan menitipkan gudang penyimpanan kepada tokoh masyarakat sekitar dengan member imbalan, dan untuk masalah kondisi cuaca, dapat mengajukan surat keterlambatan kepada pihak pemerintah daerah (pemilik proyek). Adanya waste akan mempengaruhi waktu penyelesaian (semakin lama), oleh sebab itu dibutuhkan buffer time (waktu cadangan) sebagai pengaman waktu penyelesaian proyek dan estimasi waktu yang pas (50/50, 80/20, atau 90/10 dari total durasi proyek) yang dapat diterapkan dalam metode penjadwalan

Critical Chain Project Management

(CCPM).

2. Untuk peristiwa risiko yang berpotensi muncul pada proyek ini menurut hasil wawancara dan kondisi eksisting proyek yaitu yang paling utama adalah masalah Acts of God and Natural

Hazard, karena peristiwa risiko tersebut

Zona pemakaian Project Buffer Project Buffer (hari) Durasi yang telah terpakai (hari)

0%-33% 8 <3

34%-67% 8 3 sampai 6

(15)

sulit untuk diprediksi (misalnya bencana alam, banjir, dll).

3. Dari hasil Estimasi biaya, didapatkan total biaya yang dibutuhkan sebanyak Rp. 771.136.737, dana kontengensi sebesar Rp. 255.584.000 namun sumber dana kontingensi yang murni disediakan oleh pihak pelaksana yaitu Rp. 1.184.000 yang terdiri dari biaya jamsostek, dan biaya penitipan gudang kepada masyarakat sekitar. Penghematan biaya tenaga kerja yang didapatkan melalui penjadwalan menggunakan metode CCPM dengan menghasilkan percepatan 11 hari (termasuk buffer time) yaitu Rp. 7.097.374, sehingga uang tambahan yang didapat oleh pihak pelaksana adalah Rp. 7.097.374 – Rp 1.184.000 = Rp. 5.913.374. Berdasarkan hasil perhitungan dan penjadwalan dengan metode CCPM, kebutuhan rata-rata tenaga kerja perhari yaitu sebanyak kurang lebih 19 pekerja, dengan rincian 9 pekerja, 3 tukang kayu, 1 kepala tukang kayu, 3 tukang batu, 1 kepala tukang batu, 1 tukang cat. 1 kepala tukang cat, dan 1 mandor. Namun tentu saja komposisi dan jumlah pekerja tiap harinya berbeda-beda.

4. Dalam mengaplikasi metode CCPM didapatkan percepatan waktu pengerjaan pada penjadwalan sebesar 11 hari dibanding dengan penjadwalan eksisiting (asumsi jika buffer time tidak digunakan).

1. Daftar Pustaka

Anggraeni, Nyoman. 2009. Penerapan Metode Penjadwalan Critical chain Dan Lean Construction Dalam Perencanaan Dan Pengendalian Proyek Konstruksi (Studi Kasus : PT. Adhi Karya (Persero), Tbk), Tugas Akhir. Jurusan Teknik Industri ITS, Surabaya

Bevilacqua, M., Ciarapica, F.E., Giaccheta, G. 2008. Crtical Chain and risk Analysis Applied to High-Risk Industry Maintanance: A Case Study. Internasional Journal Of Project Management.

Covey, S.R. 1989. The Seven Habits of Highly Effective People. Simon & Schuster, New York.

Goldartt, E.M. 1997. Critical chain. Massachusetts : North River Press. Gray, C. and Larson, E. 2006. The

Managerial Process 3th Edition. McGraw-Hill Company, New York. Iszar, Y. 2004. Upaya Peningkatan

Ketepatan Jadwal Delivery Produk Di PT. Industri Kereta Api Madiun (Studi Kasus : Proyek Container Wagon Thailand), Thesis. Jurusan Teknik Industri ITS, Surabaya

Jan, Shu-Hui and Ho, S. Ping. 2006. Construction Project buffer Management In Scheduling Planning and Control. ISARc

Steyn, H. 2002. Project Management Application Of Tthe Theory Of Constraintts Beyond Critical chain Schedulling. Internasiona Journal of Project Management, 75-80.

Leach, Larry. 2005. Lean project management : Eight Principles for Success. Advanced Projects, 5239 South Pegasus Way Boise, Idaho 83716.

Ohno, T. 1988. Toyota Production System: Beyond Large-Scale Production. Portland, OR: Productivity Press.

Womack, J. and Jones, D. 1996. Lean Thinking: Banish Waste And Create Wealth in Your Corporation. New

Gambar

Gambar 3.1  Kondisi Kontur Tanah
Gambar 3.3 Fish Bone Diagram Waiting
Tabel 3.2 Matriks Evaluasi Cuaca Buruk
Tabel 3.4 Rincian biaya proyek
+7

Referensi

Dokumen terkait

Spektroskopi Fourier Transform Infrared pada prinsipnya sama dengan spektroskopi infra merah, hanya saja pada spektroskopi FTIR ditambahkan alat optik (fourier transform)

Interaksi antara surfaktan dengan polimer kationik dapat diilustrasikan sebagai berikut : Surfaktan non ionik memiliki gugus polar yang dapat larut dalam air (hidrofilik) dan

Spektrofotometer Serapan Atom adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu unsur yang terdapat dalam cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu

Bagi peserta didik yang tidak memiliki Kartu Keluarga karena Keadaan Tertentu, dapat digantikan dengan Surat Keterangan Domisili.. Keadaan Tertentu yang

Dalam kurun waktu satu tahun mulai dari bulan April 2014 sampai dengan Maret 2015, spektrum klinis pasien ditinjau dari jenis kelamin, kelompok usia, hasil pemeriksaan NS1,

Pembuatan Peta Potensi Daerah Resapan SubDAS Hulu Kali Konto menggunakan teknik tumpang tindih dari ketiga peta parameter fisik lahan yang berpengaruh terhadap kemampuan

Asuransi Takaful Keluarga Banda Aceh selama 30 hari kerja.Produk Takafulink Salam dalam Investasi Alia merupakan program asuransi dengan cara berinvestasi bagi

Jika kita mengambil rumah sebagai contoh kasus, perhitungannya adalah sebagai berikut. Dalam syariah Islam, barang milik perkongsian bisa disewakan kepada siapa