• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon..."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan ... 40

Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon ... 54

Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan ... 54

Tabel IV.4 Komposisi pegawai berdasarkan jenis kelamin ... 55

Tabel V.1 Data Jenis Kelamin dan Pendidikan Terakhir Informan ... 57

Tabel V.2 Data Nomor Induk Pegawai (NIP), Golongan dan Jabatan Informan57 Tabel V.3 Data Profil Pejabat Pemko Medan ... 60

(2)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Peningkatan jumlah PNS berdasarkan jenis kelamin ... 9 Gambar II.1 Model Kebijakan Van Meter dan Van Horn ... 22 Gambar IV.1 Bagan Organisasi Pemerintah Kota Medan ... 43 Gambar IV.2 Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

Kota Medan ... 45 Gambar V.1 Ruang P2TP2A Kota Medan ... 67 Gambar V.2 Ruang Rapat Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan

(3)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pengajuan Judul Skripsi

Lampiran 2 Surat Permohonan Pengajuan Judul Skripsi Lampiran 3 Surat Penunjukan Dosen Pembimbing Lampiran 4 Undangan Seminar Proposal

Lampiran 5 Jadwal Seminar Proposal

Lampiran 6 Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Lampiran 7 Berita Acara Seminar Proposal

Lampiran 8 Surat Izin Penelitian dari Fakultas ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan

Lampiran 9 Surat Rekomendasi Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan ke Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan

Lampiran 10 Laporan Bimbingan Skripsi

Lampiran 11 Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional

Lampiran 12 Peraturan Walikota Medan Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan

Lampiran 13 Rencana Strategis Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan Tahun 2011-2015

Lampiran 14 Keputusan Walikota Medan Nomor 463/1084.K tentang Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Medan Tahun 2012

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada berbagai aspek kehidupan di seluruh dunia, meskipun fakta menunjukkan adanya kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender pada beberapa dekade terakhir ini. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi di berbagai negara atau wilayah. Tidak ada satu wilayah pun di negara-negara berkembang dimana perempuan telah menikmati kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial dan ekonomi. Kesenjangan gender terjadi begitu luas dalam hal kendali atas sumber daya, dalam kesempatan ekonomi, dalam kekuasaan, dan dalam partisipasi politik. Meskipun perempuan dan anak perempuan menjadi pemikul langsung beban terberat dari ketidaksetaraan ini, beban itu akan diderita juga oleh masyarakat, dan pada akhirnya akan merugikan setiap orang (Bank Dunia, 2000:1).

Dalam praktiknya program pemberdayaan sering sekali mengalami permasalahan, salah satunya adalah tidak meratanya program pemberdayaan yang diterima oleh masyarakat. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu adanya pembedaan peran perempuan dan laki-laki (gender). Dalam hal ini, yang membentuk pembedaan antara laki-laki dan perempuan adalah konstruksi sosial dan kebudayaan, bukan konstruksi yang dibawa sejak lahir. Jika “jenis kelamin” adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, maka “gender” adalah

(5)

2

sesuatu yang dibentuk karena pemahaman yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Meningkatkan kesetaraan gender adalah bagian penting dari strategi pembangunan yang mengupayakan pemberdayaan semua orang (laki-laki dan perempuan) untuk melepaskan diri dari kemiskinan serta meningkatkan taraf hidup (Bank Dunia, 2000:1).

Bangsa yang maju mengakui perlunya perbaikan kualitas, status dan peran perempuan dalam pembangunan untuk meningkatkan keadilan sosial dan memenuhi hak-hak asasi manusia yang setara antara perempuan dan laki-laki. Peningkatan kualitas perempuan menjadi dasar untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan bagi suatu bangsa. Analisa ini memberikan bukti bahwa rendahnya pendidikan dan keterampilan perempuan, derajat kesehatan dan gizi yang rendah, serta terbatasnya akses terhadap sumber daya pembangunan akan membatasi produktivitas bangsa, membatasi pertumbuhan ekonomi, dan mengurangi efisiensi pembangunan secara keseluruhan.

Pemberdayaan perempuan dan tercapainya kesetaraan gender merupakan masalah hak asasi manusia dan ketidakadilan sosial, dan salah bila dipersepsikan sebagai isu perempuan saja, karena masalah dan kondisi sosial tersebut merupakan persyaratan dalam proses pembangunan masyarakat yang adil dan kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan (Sadli dalam Ihromi, dkk., 2006:7). Seiring dengan perubahan pada masyarakat, peningkatan peranan wanita memiliki tantangan yang berubah. Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini ternyata belum mampu mendorong terwujudnya kesetaraan gender khususnya bagi perempuan. Hasil pembangunan menunjukkan, dalam hampir di semua

(6)

3

sektor pembangunan, pencapaian perempuan jauh tertinggal dibandingkan dengan lawan jenisnya, walaupun sebenarnya kebijakan dan program pembangunan telah menganut anti-diskriminasi gender.

Kesulitan untuk mewujudkan kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan menurut UNDP disebabkan karena adanya beberapa alasan yaitu : 1. Kurangnya komitmen politik; 2. Salah arah kebijakan; dan 3. Ketidakefisienan dalam pelaksanaan kebijakan di lapangan. Kendala-kendala yang berasal dari nilai-nilai ideologi yang dominan yaitu ideologi patriarki juga memberi kontribusi yang cukup besar sebagai faktor yang mempersulit upaya untuk mewujudkan kesetaraan antara kaum perempuan dan laki-laki (Singarimbun 1996 dalam Nugroho, 2008:156).

Di Indonesia, konsep gender sudah lama mendapat perhatian, yaitu dimulai dari perjuangan Raden Ajeng Kartini, pada masa sebelum Indonesia merdeka, dimana kaum perempuan tidak diperbolehkan untuk mengikuti pendidikan sekolah. Di Indonesia, kesempatan perempuan tetap lebih sedikit dibanding dengan kesempatan untuk laki-laki karena faktor tradisi dan budaya. Pandangan umum yang terjadi adalah laki-laki dianggap sebagai kepala keluarga sedangkan perempuan sebagai manajer rumah tangga.

Indonesia telah memiliki seperangkat aturan hukum yang bertujuan untuk menghapuskan diskriminasi gender menuju hadirnya kesetaraan gender, di antaranya adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi

(7)

4

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of Discrimination Against Women), dan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional. Konstitusi dan peraturan perundang-undangan inilah yang diharapkan dapat mempercepat penghapusan diskriminasi gender. Namun demikian, perangkat hukum tersebut sesungguhnya tidaklah cukup karena belum ada satu payung hukum yang mampu menjadi sandaran utuh bagi penghapusan diskriminasi gender. Hal inilah yang mengakibatkan bangsa Indonesia belum dapat memaksimalkan upaya penghapusan diskriminasi gender.

Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional menginstruksikan kepada semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk melaksanakan PUG dan dilanjutkan dengan diintegrasikannya perspektif gender ke dalam perencanaan pembangunan, serta munculnya berbagai kegiatan yang berbasis gender. Tujuan ditetapkannya Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender ini adalah supaya terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini ditetapkan karena memang kaum perempuan cenderung memiliki kesempatan yang terbatas untuk membekali dirinya dengan sumber daya yang ada, yang akhirnya berujung pada kurangnya keterlibatan mereka pada masalah kebijakan dan program pembangunan nasional.

(8)

5

Berdasarkan Human Development Report (HDR) tahun 2007/2008, angka gender-related development index (GDI) Indonesia adalah 0,721. Angka GDI tersebut telah meningkat bila dibandingkan dengan angka GDI dalam HDR tahun 2006 yaitu sebesar 0,704. Hasil tersebut mengindikasikan adanya peningkatan akses perempuan terhadap pembangunan terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Namun, jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, GDI Indonesia masih termasuk rendah, hanya lebih tinggi Myanmar dan Kamboja. Meskipun telah meningkat, nilai GDI Indonesia masih lebih rendah juga bila dibandingkan dengan nilai HDI pada tahun yang sama yaitu sebesar 0,728. Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan data Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (KNPP) juga menunjukkan kesenjangan yang relatif besar jika dibandingkan dengan data HDR. Angka GDI tahun 2005 adalah 0,651, meningkat menjadi 0,653 pada tahun 2006 dan meningkat lagi menjadi 0,658 pada tahun 2007. Sedangkan angka HDI pada tahun 2005 adalah 0,696, pada tahun 2006 adalah 0,701 dan pada tahun 2007 adalah 0,706. Nilai gender empowerment measurement (GEM) Indonesia berdasarkan laporan pembangunan manusia berbasis gender (KNPP-BPS) juga menunjukkan peningkatan, yaitu dari 0,613 pada tahun 2005 menjadi 0,618 pada tahun 2006, dan 0,621 pada tahun 2007.

Kondisi dari kesenjangan nilai angka-angka tersebut juga merupakan cerminan dari kondisi yang terjadi di kota Medan, dimana nilai dari angka-angka tersebut menunjukkan masih adanya perbedaan manfaat yang diterima oleh perempuan jika dibandingkan dengan laki-laki, baik dalam hal mengakses

(9)

6

pendidikan, berpartisipasi di bidang politik, kedudukan dalam jabatan publik, ketenagakerjaan, maupun pendapatan.

Banyak usaha yang dilakukan pemerintah dalam hal pengarusutamaan gender. Salah satunya adalah memiliki menteri pemberdayaan perempuan dengan harapan bias gender dapat diselesaikan. Pemerintah juga telah berupaya menerapkan kesetaraan gender di Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh Indonesia dengan mengikuti pertemuan beberapa negara dan menghasilkan program tujuan pembangunan millenium (Millenium Development Goals). Prioritas ke-3 dari tujuan pembangunan millenium itu adalah kesetaraan gender. Walaupun begitu perjuangan perempuan untuk mendapatkan kesetaraan gender masih menghadapi beribu kendala. Dari Konferensi di Beijing (1995), yang diinformasikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, teridentifikasi 12 isu keprihatinan yaitu :

“Masalah perempuan dan kemiskinan terutama dikarenakan kemiskinan struktural akibat kebijakan pembangunan dan sosial budaya yang berlaku, keterbatasan kesempatan pendidikan dan pelatihan bagi kaum perempuan untuk Meningkatkan posisi tawar menawar menuju kesetaraan gender, masalah kesehatan dan hak reproduksi perempuan yang kurang mendapat perlindungan dan pelayanan yang memadai, kekerasan fisik / non fisik terhadap perempuan baik dalam rumah tangga maupun di tempat kerja tanpa mendapat perlindungan secara hukum, perempuan di tengah wilayah konflik dan kerusuhan, banyak yang menjadi korban kekejaman dan kekerasan politik yang bertikai, terbatasnya akses kaum perempuan untuk berusaha di bidang ekonomi produktif, termasuk mendapatkan modal dan pelatihan usaha, keikutsertaan perempuan dalam merumuskan dan mengambil keputusan dalam keluarga, masyarakat dan negara masih sangat terbatas, terbatasnya lembaga-lembaga dan mekanisme yang dapat

(10)

7

memperjuangkan kaum perempuan baik sektor pemerintah maupun non pemerintah (swasta), perlindungan dan pengayoman terhadap hak-hak azasi perempuan secara sosial maupun hukum masih lemah, keterbatasan akses kaum perempuan terhadap media massa, sehingga ada kecenderungan media informasi menggunakan tubuh wanita sebagai media promosi dan eksploitasi murahan, kaum perempuan paling rentan terhadap pencemaran lingkungan seperti air bersih, sampah industri dan lingkungan lainnya, terbatasnya kesempatan dalam mengembangkan potensi dirinya dan kekerasan terhadap anak perempuan (BKKBN. Isu Global Gender. 2007:13).”

Setiap kebijakan publik, seperti halnya pengarusutamaan gender ini, hanya akan menjadi rentetan catatan, jika tidak diimplementasikan. Dengan demikian, tahap implementasi merupakan tahap yang penting, sehingga kinerjanya harus senantiasa dipantau. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan (BPPKB) adalah salah satu badan yang mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan urusan Pemerintah daerah di bidang Pemberdayaan Perempuan, perlindungan anak dan keluarga berencana. Dalam hal ini, peneliti akan terfokus pada kinerja bidang pemberdayaan perempuan dalam pelaksanaan salah satu fungsinya yaitu dalam melaksanakan pengarusutamaan gender.

Masalah rendahnya representasi perempuan dalam arena pembuatan keputusan publik di segala tingkatan di Indonesia terkhusus di Kota Medan menjadi persoalan yang penting bagi perempuan untuk mengartikulasikan kepentingannya.Dampak dari ketimpangan antara laki-laki dan perempuan pada tubuh birokrasi menimbulkan setidaknya 4 (empat) implikasi negatif, yaitu :

(11)

8

1. Perempuan sebagai salah satu sumber daya insani pembangunan memiliki kualitas rendah sehingga tidak memiliki daya saing, akibatnya produktifitasnya rendah.

2. Posisi perempuan jauh tertinggal dibanding laki-laki di seluruh sektor pembangunan, seperti politik, pendidikan, ketenagakerjaan, ekonomi, kesehatan, hukum dan pertahanan keamanan.

3. Di tengah masyarakat, baik di lingkungan keluarga dan umum, muncul perilaku kekerasan terhadap perempuan (violence) dan perdagangan orang (trafiking). Perempuan memiliki beban ganda, dimana kaum perempuan terlibat dalam pekerjaan rumah tangga (domestik) dan di sektor publik juga bekerja untuk menambah penghasilan keluarga.

4. Perempuan memiliki akses, peran dan kontrol yang rendah pada semua dimensi pembangunan sehingga hasil pembangunan belum dinikmati secara adil oleh kaum perempuan (Marpaung 2008:5).

Pada tubuh birokrasi juga masih ditemukan stereotip mengenai ketidaksetaraan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat dibuktikan dari jumlah PNS laki-laki dan perempuan yang terdapat pada grafik dibawah ini :

(12)

9

Gambar I.1 : Peningkatan jumlah PNS berdasarkan jenis kelamin

(http://www.bkn.go.id/en/profil/unit-kerja/inka/direktorat-pengolahan- data/profil-statistik-pns/pertumbuhan-jumlah-pns-dirinci-menurut-jenis-kelamin-tiap-tahunnya.html, diakses pada tanggal 22 Mei 2015)

Melalui PUG, pemerintah diharapkan dapat bekerja lebih efisien dan efektif dalam memproduksi kebijakan-kebijakan publik yang adil dan responsif gender untuk perempuan dan laki-laki. Kebijakan dan pelayanan publik serta program dan perundang-undangan yang adil dan responsif gender akan membuahkan manfaat yang adil bagi mereka. Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) menghendaki bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam proses pembangunan, akses yang sama terhadap pelayanan serta memiliki status sosial dan ekonomi yang seimbang.

Meskipun sampai pada saat ini telah banyak kemajuan pembangunan yang telah tercapai, namun pada kenyataannya kesenjangan gender masih terjadi di berbagai bidang pembangunan. Kesenjangan gender tersebut tentunya sangat merugikan kaum perempuan. Oleh karena itulah upaya pemberdayaan perempuan

(13)

10

mutlak diperlukan untuk meningkatkan status dan kedudukan perempuan di berbagai bidang pembangunan.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Kinerja Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana dalam melaksanakan pengarusutamaan gender di kota Medan”.

I.2 Fokus Masalah

Dalam penelitian kualitatif perlu dibuat batasan masalah yang berisi fokus atau pokok permasalahan yang akan diteliti. Ini bertujuan untuk memperjelas dan mempertajam pembahasan. Penelitian ini difokuskan kepada bidang pemberdayaan perempuan pada BPPKB yang memiliki fungsi dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender di Kota Medan.

I.3 Rumusan Masalah

Masalah merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian dimana penulis mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal-hal yang akan dicari jawabnya melalui kegiatan penelitian (Arikunto, 2002:47).

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah Kinerja Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana dalam melaksanakan pengarusutamaan gender di kota Medan ?”

(14)

11 I.4 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui bagaimana kinerja Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana dalam melaksanakan pengarusutamaan gender di kota Medan.

I.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa didapatkan dari penelitian ini adalah :

a. Secara subjektif, bermanfaat bagi peneliti dalam melatih kemampuan menulis karya ilmiah dan untuk meningkatkan serta mengembangkan kemampuan berpikir penulis dalam menganalisa masalah-masalah serta menetapkan teori-teori yang ada sebagai hasil dari teori yang telah diperoleh di bangku kuliah terhadap praktek lapangan.

b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang berguna bagi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan.

c. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi pelengkap referensi maupun bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin mengadakan penelitian di bidang yang sama.

(15)

12 I.6 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : KERANGKA TEORI

Bab ini memuat tentang teori-teori yang dipakai, seperti teori implementasi, kinerja implementasi dan pengarusutamaan gender.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian yang berupa sejarah singkat, visi dan misi, tugas dan fungsi serta struktur organisasi.

(16)

13 BAB V : ANALISIS TEMUAN

Bab ini berisi tentang penjelasan dan penguatan terhadap temuan dengan cara mengutip pendapat-pendapat dari informan yang dianggap kredibel.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang dianggap perlu untuk kemajuan objek penelitian.

Gambar

Gambar I.1 : Peningkatan jumlah PNS berdasarkan jenis kelamin

Referensi

Dokumen terkait

Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Jembrana adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah Kabupaten Jembrana yang berkaitan dengan kawasan perdesaan

Tujuan dari tugas akhir ini adalah mendapatkan skema analisis hasil images untuk membantu clinicans dengan membantu menghemat waktu untuk memberikan diagnosis

Berdasarkan analisis tersebut maka ditetapkan program rancangan awal rencana kerja yang meliputi Program Administrasi Perkantoran, Program Peningkatan Sarana dan Prasarana

Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan

Guru menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran tentang topik yang akan diajarkan (Vidio yang dikirim). Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan langkah pembelajaran

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada TUHAN YESUS KRISTUS karena berkat dan bantuanya skripsi ini dapat penulis kerjakan dan selesaikan dengan judul Analisis

Adapun sikap belajar siswa kelas VIII Sekolah menengah Pertama Negeri 01 Bandar adalah sebagai berikut sikap belajar siswa bervariasi, berdasarkan hasil penelitian