• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN ALGORITMA PERSEBARAN KLOROFIL-A, BIOMASA DAN KARBON LAMUN MENGGUNAKAN DATA SATELIT SENTINEL-2A DI PANTAI POKEMON DAN BOBBY KARIMUNJAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN ALGORITMA PERSEBARAN KLOROFIL-A, BIOMASA DAN KARBON LAMUN MENGGUNAKAN DATA SATELIT SENTINEL-2A DI PANTAI POKEMON DAN BOBBY KARIMUNJAWA"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGEMBANGAN ALGORITMA PERSEBARAN KLOROFIL-A, BIOMASA DAN KARBON LAMUN MENGGUNAKAN DATA SATELIT SENTINEL-2A

DI PANTAI POKEMON DAN BOBBY KARIMUNJAWA

SKRIPSI

Oleh:

YOAN TERESIA BR SEMBIRING 26010116120020

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA AQUATIK FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

(2)

ii Oleh:

YOAN TERESIA BR SEMBIRING 26010116120020

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Derajat Sarjana S1

pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Departemen Sumberdaya Akuatik, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG 2020

(3)

iii

biomasa dan Karbon Lamun Menggunakan Data Satelit Sentinel -2A di Pantai Pokemon dan Bobby Karimunjawa

Nama Mahasiswa : Yoan Teresia Br Sembiring Nomor Induk Mahasiswa : 26010116120020

Departemen/Program Studi : Sumberdaya Akuatik/Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan

Mengesahkan,

Dosen Pembimbing Utama Dosen Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Ir. Agus Hartoko, M.Sc Nurul Latifah, S.Kel, M.Si NIP. 19578161984031002 NIP. 198712022015042003

Dekan, Ketua,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Departemen Sumberdaya Akuatik Universitas Diponegoro

Prof. Dr. Ir. Tri Winarni Agustini M.Sc.,Ph.D NIP. 196508211990012001

Dr. Ir. Haeruddin, M.Si NIP. 196308081992011001

(4)

iv

Biomasa dan Karbon Lamun Menggunakan Data Satelit Sentinel -2A di Pantai Pokemon dan Bobby Karimunjawa

Nama Mahasiswa : Yoan Teresia Br Sembiring Nomor Induk Mahasiswa : 26010116120020

Departemen/Program Studi : Sumberdaya Akuatik/Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan Skripsi ini telah disidangkan di hadapan Tim Penguji

Pada Tanggal : 13 Maret 2020

Mengesahkan,

Ketua Penguji Sekretaris Penguji

Prof. Dr. Ir. Agus Hartoko, M.Sc Nurul Latifah, S.Kel, M.Si NIP. 19578161984031002 NIP. 198712022015042003

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. Ir. Djoko Suprapto, DEA Sigit Febrianto S.Kel, M.Si

NIP. 195104201978021002 NIP. 19890228011011056

Ketua Program Studi,

Ir. Siti Rudiyanti, M.Si NIP. 1

(5)

v

Dengan ini saya, Yoan Teresia Br Sembiring, menyatakan bahwa karya ilmiah/skripsi ini adalah asli karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai pemenuhan persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata satu (S1) dari Universitas Diponegoro maupun perguruan tinggi lainnya.

Semua informasi yang dimuat dalam karya ilmiah atau skripsi ini yang berasal dari karya orang lain, baik yang dipublikasikan atau tidak, telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis secara benar dan semua isi karya ilmiah/skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Semarang, Februari 2020 Penulis,

Yoan Teresia Br Sembiring NIM. 2601016120020

(6)

vi

Klorofil-a dan Karbon Lamun Menggunakan Data Satelit Sentinel -2A di Pantai Pokemon dan Bobby Karimunjawa (Agus Hartoko dan Nurul Latifah)

Blue carbon adalah salah satu upaya mecegahnya pemanasan global. Padang

lamun dalam proses fotosintesis memerlukan klorofil-a dan dapat menyimpan karbon dalam waktu yang tidak ditentukan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 di Pantai Pokemon dan Pantai Bobby Karimunjawa. Metode analisis karbon menggunakan metode Loss on Ignition (LOI). Hasil penelitian ditemukan adalah

Halodule pinifolia, Enhalus acoroides, Halophila ovalis dan Thalassia hemprichii.

Nilai kerapatan jenis masing – masing spesies yaitu 160,44 ind/m2, 26,22 ind/m2 dan 4,44ind/m2. Persentese penutupan total sebesar 47,89%. Nilai Klorofil pantai Pokemon tertinggi adalah pada lamun Enhalus acoroides sebesar 20,819 mg/ml dan klorofil-a terendah terdapat pada spesies Halodule pinifolia sebesar 5,854 mg/ml. Nilai klorofil-a pklorofil-adklorofil-a Pklorofil-antklorofil-ai Bobby tertinggi pklorofil-adklorofil-a Thklorofil-alklorofil-assiklorofil-a hemprichii dengklorofil-an sebesklorofil-ar 14,133 mg/ml dan nilai klorofil-a terendah pada jenis lamun Thalassia hemprichii sebesar 3,485 mg/ml. Nilai biomasa total yang terdapat pada pantai Pokemon yang tertinggi terdapat pada jenis lamun Enhalus acoroides sebesar 236,93 g/m2 dan nilai biomassa yang terendah terdapat pada jenis lamun Halodule pinifolia sebesar 75,91 g/m2. nilai

biomassa total lamun pantai Bobby tertinggi terdapat pada sebesar 264,48 g/m2 dan nilai biomassa terendah yaitu sebesar 97,62 g/m2. nilai karbon total pada pantai Pokemon tertinggi yaitu sebesar 136,82 gC/m2 dan karbon terendah yaitu sebesar 109,63 gC/m2. Karbon total tertinggi sebesar 114,01 gC/m2 dan karbon terendah yaitu sebesar 95,00 gC/m2

(7)

vii

Yoan Teresia Br Sembiring. 26010116120020. Development of Chlorophyll-a and Seagrass Carbon Algorithms Using Sentinel-2A Satellite Data at Pokemon and Bobby Beach on Karimun Jawa (Agus Hartoko and Nurul Latifah)

Blue carbon is one of the efforts to prevent global warming. Seagrass beds in the photosynthesis process require chlorophyll-a and can store carbon in an unspecified time. This research was conducted in October 2019 on Karimunjawa Island at Pokemon and Bobby Beach. The carbon analysis method used the Loss on Ignition (LOI) method. The results found were Halodule pinifolia, Enhalus acoroides, Halophila ovalis and Thalassia hemprichii. The density of each species was 160.44 ind/m2, 26.22 ind/m2, and 4,44 ind/m2. The percentage of total closure was 47.89%. The highest chlorophyll content at Pokemon Beach was found in Enhalus acoroides with 20.819 mg/ml and the lowest chlorophyll-a was found in Halodule pinifolia with 5.854 mg/ml. The highest chlorophyll-a content at Bobby Beach was in Thalassia hemprichii with 14.133 mg/ml and the lowest chlorophyll-a content was in Thalassia hemprichii at 3.485 mg/ml. The highest value of the total biomass contained at the Pokemon Beach was found in Enhalus Enhalus with 236.93 g/m2 and the lowest value

was found in Halodule pinifolia with 75.91 g/m2. The highest value of seagrass biomass at Bobby Beach was 264.48 g/m2 and the lowest was 97.62 g/m2. The highest total carbon value at Pokemon Beach was 136.82 gC/m2 and the lowest was 109.63 gC/m2.

The highest total carbon was114.01 gC/m2 and the lowest was 95.00 gC /m2. Keywords: Alogarithms, Carbon, Chlorophyll-a, Sentinel-2A,Karimunjawa

(8)

viii

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengembangan Alogaritma Persebaran Klorofil-a dan Karbon Lamun Menggunakan Data Satelit Sentinel -2A di Pantai Pokemon dan Bobby Karimunjawa”.

Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu :

1. Prof. Dr. Ir. Agus Hartoko, M.Sc selaku Dosen pembimbing utama yang banyak memberi saran serta masukkan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 2. Nurul Latifah, S. Kel, M.Si selaku dosen pembimbing anggota yang telah

membimbing dan memberi masukkan untuk penyelesaian skripsi ini.

3. Lembaga Balai Taman Nasional Karimunjawa yang telah membantu dan memberikan izin untuk melakukan penelitian di Karimunjawa.

4. Penguji yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini 5. Semua pihak yang telah ikut serta membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih memerlukan kritik dan saran dari pembaca demi kebaikan bersama.

Semarang, Februari 2020

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Skema dan Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Waktu dan Tempat ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Kondisi Umum Pulau Karimunjawa ... 7

2.2. Lamun di Karimunjawa ... 8

2.3. Klorofil pada lamun ... 12

2.4. Karbon pada Lamun ... 13

2.5. Citra Satelit Sentinel-2A ... 14

2.5.1. Algoritma Klorofil-a, Biomasa dan Karbon pada Lamun ... 15

2.5.2. Identifikasi lamun dengan Gelombang Elektromagnetik ... 16

III. MATERI DAN METODE ... 19

(10)

x 3.1.1. Alat ... 19 3.1.2. Bahan ... 19 3.2. Metode Penelitian ... 20 3.2.1. Lokasi Penelitian ... 20 3.3. Prosedur Penelitian ... 21

3.3.1. Pengamatan Kondisi Lamun ... 21

3.3.2. Pengambilan Sampel Lamun ... 22

3.4. Analisis Data ... 23

3.4.1. Pengukuran Klorofil-a ... 23

3.4.2. Pengukuran Biomasa Lamun ... 23

3.4.3. Pengukuran Karbon Lamun ... 23

3.4.4. Kerapatan dan Prensentase Penutupan Lamun ... 24

3.4.5. Indeks Keanekareagaman, Keseragaman dan Dominasi ... 25

3.4.6. Metode Pengukuran Data Klorofil-a Lamun ... 26

3.4.7. Pengukuran Biomassa Lamun ... 27

3.4.8. Metode Pengolahan Data Karbon Lamun ... 27

3.4.9. Metode Analisis Algoritma Klorofil-a, Biomasa dan Karbon dengan Sentinel-2A ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1. Hasil ... 32

4.1.1. Kondisi lamun di Pantai Pokemon dan Pantai Bobby di Karimunjawa .... 32

4.1.2. Konsentrasi klorofil-a ... 36

4.1.3. Konsentrasi Biomasa lamun ... 37

4.1.4. Konsentrasi Karbon lamun... 39

4.1.5. Modifikasi algoritma klorofil-a, biomasa dan karbon pada lamun ... 40

4.1.5.1. Algoritma klorofil-a ... 40

4.1.5.2. Algoritma Biomasa ... 44

4.1.5.3. Algoritma Karbon ... 48

4.1.6. Hubungan Antara Klorofil-a, Biomasa dan Karbon Lamun di Pantai Pokemon dan Bobby dengan Persamaan Polinomial dan Regresi Berganda……… 48

4.2. Pembahasan ... 51

4.2.1. Kondisi lamun di Pantai Pokemon dan Pantai Bobby di Karimunjawa .... 52

4.2.2. Klorofil-a Lamun di Pantai Pokemon dan Bobby ... 55

4.2.3. Biomasa lamun Pokemon dan Bobby ... 56

4.2.4. Karbon lamun Pokemon dan Bobby ... 57

4.2.5. Sebaran Klorofil-a, biomasa dan karbon lamun di pantai Pokemon dan Bobby dengan menggunakan citra Satelit Sentinel-2A ... 58

4.2.5. Hubungan Antara Klorofil-a, Biomasa dan Karbon Lamun di Pantai Pokemon dan Bobby ... 586

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1. Kesimpulan ... 61

(11)

xi

DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN ... 67

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema Pendekatan Masalah ... 1

2. Peta Batas Kawasan Pulau Karimujawa (MDI BTNKJ) ... 8

3. Bagian - bagian lamun ... 9

4. Panjang Gelombang Visible ... 17

5. Lokasi Penelitian 1 Pantai Pokemon dan 2 Pantai Bobby Kep Karimunjawa .. 21

6. Skema Line Transek ... 21

7. Skema Kuadran Transek ... 22

8. Diagram Penelitian ... 31

9. Grafik kerapatan lamun pantai Pokemon ... 32

10. Grafik kerapatan lamun di pantai Bobby ... 33

11. Grafik tutupan lamun pantai Pokemon ... 34

12. Grafik tutupan lamun di pantai Bobby ... 34

13. Grafik biomasa lamun di pantai Pokemon... 38

14. Grafik biomasa lamun di pantai Bobby ... 38

15. Grafik karbon lamun di pantai Pokemon ... 39

16. Grafik karbon lamun di pantai Bobby ... 40

(13)

xiii

18. Peta persebaran klorofil-a di Pantai Bobby ... 44

19. Peta persebaran biomasa di pantai Pokemon ... 46

20. Peta persebaran biomasa di pantai Bobby ... 47

21. Peta persebaran karbon di Pantai Pokemon ... 49

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis lamun di karimunjawa ... 11

2 Karakteristik Citra Sentinel-2A ... 15

3. Spektrum Cahaya dan Panjang Gelombang ... 16

4. Kategori Tutupan Lamun ... 24

5. Skala kondisi padang lamun berdasarkan kerapatan ... 25

6. Kerapatan Jenis Lamun di Pantai Pokemon ... 33

7. Kerapatan Jenis Lamun di Pantai Pokemon ... 33

8. Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman Pantai Pokemon ... 35

9. Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman Pantai Bobby ... 36

10. Klorofil-a Lamun Pantai Pokemon ... 36

11. Klorofil-a Lamun Pantai Bobby ... 37

12. Matriks Algoritma klorofil-a lamun pantai Pokemon ... 41

13. Matriks algoritma Klorofil-a lamun pantai Bobby ... 43

14. Matriks Algoritma biomasa lamun pantai Pokemon ... 45

15. Matriks Algoritma Biomasa Pantai Bobby ... 47

16. Matriks Algoritma Karbon Pantai Pokemon ... 48

17. Matriks Algoritma Karbon Pantai Bobby ... 50

18. Hasil Regresi Polinomial Pantai Pokemon ... 47

19. Hasil Regresi Polinomial Pantai Bobby ... 48

(15)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Parameter Kualitas Perairan Pantai Pokemon ... 68

2. Perhitungan Intensitas Cahaya Pantai Pokemon Error! Bookmark not defined. 3. Perhitungan Kerapatan dan Presentase Penutupan Lamun ... 70

4. Jumlah Tegakan Lamun ... 71

5. Penutupan Lamun ... 72

6. Perhitungan Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman ... 73

7. Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman Pantai Pokemon ... 74

8. Hasil Pengukuran Klorofil Lamun Pantai Bobby ... 75

9. Perhitungan Biomassa Lamun ... 76

10. Perhitungan Karbon Lamun di Pantai Pokemon dan Bobby ... 78

11. Luasan Lamun di Pantai Pokemon dan Bobby ... 81

12. Grafik Korelasi Klorofil-a, Biomasa dan Karbon Lamun ... 88 13. Hasil Regresi Berganda klorofil-a, Biomasa dan Karbon di Pantai Pokemon dan Bobby ... Error! Bookmark not defined.

14. Hasil Laboratorium Karbon ... Error! Bookmark not defined. 15. Titik Koordinat dan Nilai Digital Number setiap BandError! Bookmark not

defined.

16. Grafik Korelasi Kandungan Klorofil-a Lamun dengan digital number di Pantai Pokemon ... Error! Bookmark not defined.

17. Grafik Korelasi Kandungan Biomasa Lamun dengan digital number di Pantai Pokemon ... Error! Bookmark not defined.

(16)

xvi

18. Grafik Korelasi Kandungan KarbonLamun dengan digital number di Pantai Pokemon ... Error! Bookmark not defined.

19. Grafik Korelasi Kandungan Klorofil-a Lamun dengan digital number di Pantai Pokemon ... Error! Bookmark not defined.

20. Grafik Korelasi Kandungan Biomasa Lamun dengan digital number di Pantai Pokemon ... Error! Bookmark not defined. 21. Grafik Korelasi Kandungan KarbonLamun dengan digital number di Pantai Pokemon ... 89

22. Jenis Lamun di Pantai Pokemon dan Bobby ... 96 23. Dokumentasi Lapangan ... 97 24. Dokumentasi Laboratorium ... Error! Bookmark not defined.

(17)

1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lamun adalah salah satu tumbuhan air yang memiliki peranan yang sangat penting baik secara fisik maupun biologis. Produktifitas primer pada lamun sangat tinggi, lamun juga merupakan tempat pendaur zat hara, tempat untuk mencari makan dan menjadi tempat berlindung berbagai biota laut. Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang memiliki tiga bagian utama yaitu daun, rhizome dan akar. Lamun dapat tumbuh pada wilayah tropis dan ugahari. Lamun umumnya tumbuh di daerah yang terkena pasang surut . Hal ini diperkuat oleh (Pratiwi, 2012), yang menyatakan bahwa lamun memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi masyarakat dan sangat penting dalam proses fotosintesis dan membantu proses blue carbon.

Klorofil adalah pigmen yang mampu menyerap spektrum warna hijau sehingga dapat memantulkan dan membuat tanaman nampak berwarna hijau. Pigmen hijau yang terdapat pada lamun terletak pada sel- sel tanaman yaitu epidermis. Pigmen hijau ini berfungsi untuk menyerap cahaya dan tempat terjadinya fotosintesis pada lamun. Hal ini diperkuat (Zubra, 2019) yang menyatakan bahwa pusat berlangsungnya fotosintesis pada lamun adalah pada lapisan epidermis, pada lapisan ini terdapat kandungan klorofil yang sangat tinggi. Penyerapan nutrient dari lingkungan dilakukan pada lapisan epidermis yang terdapat pada daun.

Menurut (Mashoreng et al., 2019), klorofil pada lamun berfungsi untuk fotosintesis. Proses fotosintesis karbondioksida yang berasal dari atmosfer kemudian di transfer ke perairan laut melalui difusi karbondioksida atau bikarbonat (HCO3-)

(18)

2

faktor yang mempengaruhi penyerapan karbon adalah pH. Saat pH perairan 8,2 maka karbondioksida akan terbatas dan lamun akan menyerap dalam bentuk bikarbonat untuk proses fotosintesis. Karbon pada lamun berasal dari emisi karbon yang mengakibatkan adanya pemanasan global dan meyebabkan terjadinya perubahan iklim yang tidak menentu. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan proses fotosintesis. Hal ini diperkuat oleh (Khairunnisa et al., 2018) yang menyatakan proses fotosintesis pada lamun berperan penting dalam penyerapan karbon. Karbon akan disimpan dalam lamun selama lamun masih hidup. Penyimpanan karbon pada daerah pesisir dan vegetasi laut sebesar 234-450 Ton C/ tahun.

Menurut (Rosang & Wagey, 2016) menyatakan bahwa hasil ekstraksi pigmen dianalisis dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 380-700 nm. Pigmen tersebut adalah klorofil-a. pemisahan jenis pigmen menggunakan aseton. Jenis pigmen yang ada pada lamun adalah, feofitin dan karotenoid. Jenis lamun yang ada di Karimunjawa meliputi 8 jenis yaitu Cymodocea rotundata (Cr), Thalassia hemperichii (Th) , Syringodium isoetifolium (Si), Hophilla minor (Hm), Enhalus acroides (Ea),

Halophila ovalis (Ho), Cymodocea serrulata (Cs) dan Halodule pinifolia (Hp).

(Mashoreng et al., 2019) yang menyatakan bahwa Kandungan klorofil-a pada jenis-jenis tersebut juga berbeda hal ini juga di pengaruhi oleh morfologi daun lamun kandungan klorofil-a tertinggi adalah satu faktor penyebab cenderung lebih tingginya serapan karbon pada T.hemprichii dibanding C. rotundata proses fotosintesis menyebabkan di perairan lebih mengalokasikan klorofil biomassa. Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa morfologi daun yang sedang berpengaruh terhadap kandungan klorofil yang rendah pula dan produktivitasnya yang rendah .

(19)

3

Lamun juga dapat menyimpan karbondioksida melalui proses fotosintesis berdasarkan penelitian (Zulfikar et al., 2016) yang menyatakan bahwa karbon pada lamun tertinggi pada jenis E. acroides. (Baeti, 2019) yang menyatakan karbon terendah pada jenis lamun Syringodium isoetifolium 7,93 gC/m2. Semakin kecil morfologi lamun maka biomassa lamun semakin kecil dan karbon pada lamun juga semakin kecil. Menurut Riyani et al. (2018) yang menyatakan lamun T.hemprichii yang memiliki daun panjang hingga 1 meter. Tetapi karbon pada lamun tidak hanya ditentukan oleh biomassa tapi oleh kerapatan lamun juga Lamun jenis E. acoroides memiliki daun yang lebih tebal, lebar dan panjang, sehingga memiliki ruang fotosintesis yang lebih besar per individunya.

1.2. Skema dan Perumusan Masalah

Potensi padang lamun untuk menyerap karbondioksida autropogenik yang ada di atmosfer dalam mengurangi global warming sangatlah besar. Hal tersebut dikarenakan padang lamun sebagai blue carbon dapat meyerap dan menyimpan karbon dalan bentuk bikarbonat saat proses fotosintesis berlangsung, karena hal tersebut dapat disimpan dalam jaringan daun, rhizome, akar dan sedimen. Luasnya ekosistem padanglamun menjadikan peneliti membutuhkan waktu yang lama, biaya yang besar untuk meneliti kandungan klorofil-a dan karbon pada ekosistem lamun. Penggunaan teknologi pengindraan jauh dapat meneliti objek tanpa harus menyentuh objek secara langsung dapat menjadi alternatif yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Teknologi pengindraan jauh dilakukan denggan penggunaan algoritma sehingga dapat memprediksi kandungan karbon dan klorofil-a yang ada pada lamun. Penelitian algoritma karbon dan klorofil-a yang ada pada lamun didapatkan dengan

(20)

4

membandingkan antara hasil penelitian di lapangan dengan hasil citra satelit. Nilai algoritma tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kandungan nilai karbon dan klorofil-a sehingga algoritma ini dibuat untuk mengetahui nilai pada lokasi- lokasi yang tidak dilakukan pengamaan secara langsung. Selama ini belum ada penelitian tentang karbon pada lamun di Karimunjawa belum ada penelitian mengenai klorofil-a dan karbon menggunakan pendekatan SIG melalui citra satelit Sentinel-2A. maka perlu dilakukan penelitian persebaran klorofil-a pada lamun dilapangan kemudian dilakukan pengembangan algoritma klorofil-a dan estimasi karbon lamun berdasarkan alogaritma yang diperoleh dari regresi polinomial data lapangan dan data satelit Sentinel-2A di Karimunjawa.

(21)

1

Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah

(22)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui konsentrasi klorofil-a,biomasa dan karbon pada lamun di perairan pantai Pokemon dan pantai Bobby Karimunjawa

2. Pengembangan Algoritma data satelit Sentinel-2A klorofil-a, biomasa dan estimasi karbon lamun di perairan Pokemon dan pantai Bobby Karimunjawa

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar tentang daerah persebaran lamun dan kandungan klorofil-a dan analisis seberapa besar serapan karbon yang terdapat pada lamun yang ada di Karimunjawa diharapkan dapat memberikan informasi dasar pengolahan data satelit Sentinel-2A untuk daerah persebaran Lamun. 1.5. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Pulau Karimunjawa dan pengolahan data dilaksanakan pada tanggal 14 – 16 Oktober 2019 di Karimunjawa. Pengolahan data dilakukan di Lab Pemanfaatan Sumberdaya Ikan dan Laut pada tanggal 15-30 Oktober 2019. Pembuatan Algoritma di Lab SIG Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro pada tanggal 3-20 Januari 2020.

(23)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Pulau Karimunjawa

Diperkuat oleh (Saputra et al., 2016) yang menyatakanTaman Nasional Karimunjawa terdiri atas 27 (dua puluh tujuh) pulau besar maupun kecil. Pulau Karimunjawa merupakan pulau terbesar serta menjadi pulau utama di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Berdasarkan Surat keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor 79/IV/Set-3/2005 tentang Revisi Zonasi/Mintakat Taman Nasional Karimunjawa menetapkan Pulau Karimunjawa seluas 4.301,5 Ha ini, memiliki fungsi di daratan sebagai zona inti perlindungan pada hutan tropis dataran rendah dan hutan mangroove, zona permukiman, zona rehabilitasi di sebelah barat Pulau Karimunjawa, dan zona budidaya. Fungsi perairan di sekitar Pulau Karimunjawa adalah sebagai zona inti pada perairan Tanjung Bomang dan zona pemanfaatan perikanan tradisional.

(Nuzapril et al., 2017) menyatakan bahwa Karakatersitik perairan Karimunjawa yang terdiri dari ekosistem karang, mangrove dan lamun membuat produktivitas primer dipengaruhi banyak faktor, sehingga stasiun pengamatan berada sedikit ke arah laut lepas agar produktivitas primer dominan dipengaruhi konsentrasi klorofil-a. Penentuan stasiun pengamatan tersebut diharapkan dapat mengestimasi produktivitas primer perairan tidak hanya di sekitar pulau Karimunjawa saja tetapi dapat digunakan untuk seluruh perairan kepulauan Karimunjawa dengan asumsi nilai konsentrasi klorofil-a konstan.

(24)

Gambar 2. Peta Batas Kawasan Pulau Karimujawa (MDI BTNKJ) 2.2. Lamun di Karimunjawa

Lamun memiliki ciri- ciri yaitu tanaman laut yang sangat bergantung kepada cahaya matahari, terdapat pada periran pantai yang landai dan dataran lumpur atau pasir. Hal ini diperkuat oleh (Rosang & Wagey, 2016) Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan laut berbunga yang hidup secara tetap di lingkungan perairan pantai yang dangkal dan daerah yang masih terkena pasang surut. Selain berbunga, lamun juga memiliki biji dan menghasilkan buah. Lamun juga mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan zat-zat hara.

(25)

Klasifikasi Lamun (Tangke, 2010)

Divisi : Anthophyta Kelas : Angiospermae Famili : Potamogetonacea Subfamili : Zosteroideae

Genus : Zostera, Phyllospadix, Heterozostera Subfamili : Posidonioideae

Genus : Posidonia

Subfamili : Cymodoceoideae

Genus : Halodule, Cymodoceae, Syringodium, Amphibolis, Thalassodendrom

Gambar 3. Bagian - bagian lamun (Tangke, 2010)

1. Akar

Menurut (Tangke, 2010) yang menyatakan terdapat perbedaaan antara setiap jenis lamun seperti akar pada lamun Halophila dan Halodule memiliki diameter kecil dan memiliki krakterisktik tipis (fragile) yang bentuknya seperti rambut. Sedangkan akar

(26)

spesies Thalassodendron memiliki tekstur yang kuat dan berbentuk seperti kayu dengan sel epidermis.

2. Rhizoma dan batang

(Tangke, 2010), mengatakan bahwa sama seperti akar batang dan rhizome pada setiap spesies dari lamun memiliki perbedaan dan ciri khas masing- masing. Struktur rhizome dan batang bergantung pada sususann saluran dalam stele. Rhizome memiliki fungsi yang sama seperti akar yaitu untuk menancapkan tumbuhan lamun kedalam substrat dan berperan dalam reproduksi secara vegetative.

3. Daun

(Tangke, 2010), yang menyatakan bahwa daun lamun memiliki anatomi yang berbeda dari daun tumbuhan darat yaitu tidak adanya stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel ini berfungsi berfungsi untuk penyerapan nutiren langsung dari air laut yang menjadi sumber bikarbonat bagi lamun untuk menggunakan karbon inorganik pada proses fotosintesis.

Menurut (Wicaksono et.al., 2012) yang menyatakan bahwa Kepulauan Karimunjawa merupakan salah satu kepulauan dengan keragaman hayati spesies lamun yang tinggi. Menurut (Kuslani et al., 2014), paling tidak ada 7 spesies lamun yang hidup tersebar di Kepulauan Karimunjawa adalah Halodule uninervis, Cymodoceae

serrulata, Cymodoceae rotundata dan Halophila ovalis, Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Menurut (Ganefiani et al., 2019) yang Berdasarkan hasil

pengamatan dan identifikasi lamun di pulau Karimujawa ditemukan: Enhalus

acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis , Halophila minor, Halodule ovalis dan Syringodium isoetifolium.

(27)

Tabel. 1 Jenis lamun di karimunjawa

No. Gambar Spesies Ciri- ciri

1. Thalassia

hemperichii

Terdapat batang yang pendek dan dan berwarna hitam. Terdapat tannin pada daun .(seagrass-watch (e-book))

2.

Cymodocea rotundata

Terdapat 7- 15 helai daun pada setiap pangkal dan bagian ujung daun membulat. (seagrass-watch (e-book))

3. Syringodium

isoetifolium

Berbentuk silinder pada persilangan dan pada ujung daun meruncing ke suatu titik.

(seagrass-watch (e-book))

4. Hophilla minor

Terdapat kurang dari 8 daun setiap pangkal dan daun berbentuk oval kecil. (seagrass-watch (e-book))

5. Enhalus acroides

Berukuran panjang daun dapat mencapai 1 meter dan terdapat rambut pada rhizoma. (Hernawan

et al. 2017)

6. Halophila ovalis

Daun berbentuk oval dan permukaan daun tidak berambut. (Hernawan et al. 2017)

7. Cymodocea

serrulata

Tepi daun terdapat gerigi dan seludang daun berbentuk segitiga. (Hernawan et al. 2017)

(28)

8. Halophila ovalis

Daun berbentuk pipih panjang dan rhizome halus dengan bekas daun jelas menghitam. (Hernawan et al. 2017)

2.3. Klorofil pada lamun

(Handoko dan Yunie, 2013) yang mengatakan bahwa klorofil berada di kloroplas pada tumbuhan. Warna dari kloroplas berasal dari adanya klorofil-a dan klorofil-b yang dapat menyerap sinar merah. Karotenoid juga terdapat pada bagian kloroplas yang juga memiliki warna berkisar anatara kuning dan merah. Cahaya terbaik yang diserap oleh klorofil adalah spektrum cahaya tampak (visible light).

(Andika, 2018) menyatakan bahwa kandungan klorofil-a lebih tinggi pada pH control dan pH 7.78. Perbandingan lingkungan akan meyebabkan terjadinya perbedaan rasio antara klorofil -a dan klorofil b dan didalam satu helai daun lamun lebih banyak mengandung klorofil-a sehingga klroofil-a memiliki peranan penting dlam proses fotosintesis. pH pada perairan sangat mempengaruhi keadaan nilai kandungan dari klorofil yang terdapat pada lamun. Pembentukan pigmen pheophytin berdampak pada perubahan warna hijau menjadi coklat kehitam-hitaman. juga menambahkan pada media basa (pH > 8) klorofil-a sangat stabil terhadap temperatur, sedangkan pada media asam (pH < 8) klorofil-a tidak stabil, penurunan pH pada air laut yang terjadi ketika temperatur naik berdampak pada pemanasan jaringan daun yang mengakibatkan memudarnya warna daun.

Menurut (Zendrato et al., 2014) yang menyatakan bahwa klorofil-a adalah zat alami yang berwarna hijau yang terdapat pada daun tumbuhan. Klorofil-a pada daun

(29)

dapat digunakan utuk antioksidan. Klorofil-a dan karotenoid berada pada kloroplas terutama pada permukaan daun berdeketan dengan sel palisade.

2.4. Karbon pada Lamun

Menurut (Andika, 2018) yang menyatakan bahwa Penambahan CO32- untuk

menurunkan pH air laut bersifat sementara menggambarkan rendahnya konsentrasi CO2 bebas di air laut. Proses fotosintesis tumbuhan ditentukan oleh adanya pasokan

dan ketersediaan CO2. Berbeda dengan tumbuhan di daratan, lamun memperoleh

karbon yang berasal dari air laut, yang memiliki konsentrasi karbon anorganik tinggi . sedangkan tumbuhan darat mengambil karbondioksida melalui stomata, sedangkan tumbuhan lamun tidak memiliki stomata karena itu tergantung pada difusi sumber karbon melalui kutikula pada permukaan daun untuk pemanfaatan karbon. Masukan CO2 untuk fotosintesis dalam air laut dibatasi oleh kelarutan karbon dan

kesetimbangan.

Menurut (Fahruddin, 2017) pertambahan biomasa lamun dapat juga diartikan dengan laju pertumbuhan dari ekosistem lamun dan sering dinyatakan dalam gram berat kering per m2 . jika dikonversikan kedalam produksi biomasa ke dalam produksi

karbon makan akan didapat nilai berkisar 500- 1000 gC/m2/ tahun. Produksi yang didapatkan tidak termasuk kedalam hilangnya serasah dan adanya grazing oleh hewan yang memakan lamun sebagai makanannya.

(Ndari et al, 2019) mengatakan bahwa berat biomasa bawah substrat lebih besar dibandingkan dengan atas substrat hal ini di karenakan akar dan rhizome (bawah substrat) memiliki tekstur yang lebih padat sehingga biomasa yang daihasilkan lebih

(30)

berat dibandingkan daun (atas substrat). biomasa bawah substrat yang besar akan berguna untuk lamun dikarenakan lamun akan dapat menancap dengan kuat di substrat. 2.5. Citra Satelit Sentinel-2A

Menurut (Chulafak, 2017) Citra Sentinel adalah salah satu citra yang dapat dimanfaatkan untuk mengkaji wilayah pesisir. Citra satelit sentinel dapat di download secara gratis, citra sentinel termasuk ke dalam citra resolusi rendah. adalah Satelit Sentinel-1A dengan penginderaan radar dan pada tahun 2016, sebagai bagian dari konstelasi satelit Sentinel-1, Satelit Sentinel-1B diluncurkan Satelit Sentinel-1 merupakan Satelit yang membawa muatan SAR pada kanal C dan mempunyai mode pengambilan single polarization ataupun dual polarization Satelit lain pembawa pengindera SAR kanal C yaitu RADARSAT-2 dan Envisat ASAR.

Menurut (Yanuar et al., 2018) Sentinel-2A merupakan satelit pemantau muka bumi yang diluncurkan oleh badan Eropa, European Space Agency (ESA). Satelit dengan 13 kanal yang digunakan pada Sentinel-2A memiliki 3 resolusi berbeda, yakni 10 meter, 20 meter, dan 60 meter. Fungsi dari Satelit Sentinel-2A adalah serupa dengan Satelit Landsat, yakni untuk pembuatan desain tematik berkenaan dengan tata ruang, ekosistem, hingga perubahan tampak muka bumi (European Space Agency (ESA), 2017). Satelit Sentinel-2A memiliki 2 jenis satelit yaitu Sentinel-2A yang diluncurkan pada tanggal 23 Juni 2015 dan Sentinel 2B pada tanggal 7 Maret 2017, masing-masing mengitari daerah ekuator dan memiliki resolusi temporal hingga 5 hari. Selain itu waktu perekaman Sentinel-2A berdekatan dengan satelit Landsat. Level produk Sentinel-2A yang tersedia adalah Level 1C, dimana produk telah terkoreksi (Surface

(31)

Tabel 2. Karakteristik Citra Sentinel-2A Band Panjang Gelombang (µm) Resolusi Spasial (m) Fungsi

Band 1 – Coastal Aerosol 0,443

60

Studi pesisir dan aerosol

Band 2 – Blue 0,490 10 Melihat fitu permukaan air / kolom

air dangkal, batimetri

Band 3 – Green 0,560 10 Studi vegetasi di laut & di darat, serta sedimen

Band 4 – Red 0,665 10 Membedakan mineral dan tanah

(studi geologi)/ lereng vegetasi

Band 5 – Vegetation Red

Edge 0,705 20

Vegetasi spektral untuk menilai status vegetasi

Band 6 – Vegetation Red

Edge 0,740 20

Vegetasi spektral untuk menilai status vegetasi

Band 7 – Vegetation Red

Edge 0,783 20

Vegetasi spektral untuk menilai status vegetas

Band 8 – NIR 0,842 10 Studi garis pantai

Band 8A – Vegetation Red

Edge 0,865 20

Vegetasi spektral untuk menilai status vegetasi

Band 9 – Water Vapour 0,945 60 Studi deteksi uap air (water

Vapour)

Band 10 – SWIR – Cirrus 1,375 60 Peningkatan deteksi kontaminasi

awan cirrus

Band 11 – SWIR 1,610 20 Studi deteksi kandungan air tanah

dan vegetasi

Band 12 – SWIR 2,190 20 Studi deteksi kandungan air tanah

dan vegetasi Sumber: (Yanuar et al., 2018)

2.5.1. Algoritma Klorofil-a, Biomasa dan Karbon pada Lamun

Pembutan alogaritma klorofil-a, Biomasa dan Karbon pada Lamun dengan menggunakan persamaan polinomial. Persamaan polinomial ini didapatkan dari data

(32)

lapangan yang didapatkan dari hasil sampling dan data digital number yang diperoleh satelit. Hal ini diperkuat oleh Hartoko et al. 2019 yang menyatakan bahwa teknologi data satelit dapat diaplikasikan secara akurat untuk data lapangan sesuai dengan panjang gelombang band yang akan dipakai dalam penyususnan alogaritma

2.5.2. Identifikasi lamun dengan Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang memancar tanpa adanya media rambat yang membawa muatan energi listrik dan magnet. Pengindraan jauh menggunakan gelombang elktromagnetik meliputi gelombang mikro, inframerah dan cahaya tampak. Sedangkan gelombang elektromagnetik yang bisa menembus yaitu sepektrum cahaya tampak/ visible light .

Tabel 3. Spektrum Cahaya dan Panjang Gelombang

No. Band/Saluran Panjang Gelombang

(µm) 1. Ungu 0,4-0,446 2. Biru 0,446-0,500 3. Hijau 0,500-0,578 4. Kuning 0,578-0,592 5. Jingga 0,592-0,620 6. Merah 0,620-0,7

Sumber: Lillesand dan Kiefer, 1999

Terjadinya interaksi antara objek dan gelombang elektromagnetik menghasilkan data pengindraan jauh yang terekam oleh sensor. Setiap spectrum radiasi elektromagnetik mempunyai karakteristik tertentu dalam berinteraksi dengan objek.

(33)

Menurut Amran (2011) yang menyatakan pada saat mengenai objek proses pemantulan atau reflektansi gelombang elektromagnetik akan terjadi, sehingga terjadinya Transmisi (penerusan) dan Absorbansi (penyerapan). Objek tidak dapat dibedakan hanya dengan menggunakan satu panjang gelombang tetapi dapat dibedakan dengan menggunakan panjang gelombang yang lainnya. Terjadinya perbedaan panjang gelombang diakibatkan oleh adanya sebagian bagian energi yang dipantulkan akan diserap dan diteruskan.

Gambar 4. Panjang Gelombang visible (Atmanegara, 2014)

(Syariefa, 2014) mengatakan radiasi fotosintesis aktif yang sering disbut dengan PAR (Photosynthetically active radition). Radiasi fotisintesis aktif memiliki rentang panjang gelombang 400-700 nm. Sinar matahari memiliki panjang gelombang 200-1.500 nm, namun tidak semua dapat digunakan untuk proses fotosintesis oleh tumbuhan. Sinar yang digunakan pada proses fotosintesis adalah sinar kuning dan hijau, sinar merah dan jingga berfungsi untuk pembentukan ATP dan ADP, sinar ungu dan biru berfungsi untuk membuat protein dari energi. (Afrisal, 2016) bahwa fotosintesis akan terhambat jika intensitas cahaya matahari sangat tinggi melebihi nilai

(34)

optimum untuk lamun. Menurut (Widiastuti et al, 2004) mengatakan bahwa tanaman mengalami pertumbuhan optimal yaitu pada siang hari dengan nilai intensitas cahaya sebesar 32.000 Lux.

(Handoko dan Yunie, 2013) menyatakan laju fotosintesis berbanding lurus dengan intensitas cahaya jika intensitas cahaya mengalami penurunan maka laju fotosintesis akan mengalami penurunan sedangkan jika intensitas cahaya tinggi maka laju fotosintesis juga akan tinggi. (Susilawati et al, 2016) mengatakan bahwa jika intensitas cahaya yang terlalu tinggi akan mengakibatkan berkurangnya transpirasi yang berakibat pada pertumbuhan lamun menjadi terhambat

(35)

19

III. MATERI DAN METODE 3.1. Materi

Materi dalam penelitian ini adalah data citra satelit Sentinel-2A dengan data perekaman Oktober 2019 dengan lokasi perekaman kajian yaitu perairan Karimunjawa. Data yang digunakan adalah data fisika kimia yang didapatkan dari lapangan dan pengukuran di dalam laboratorium yang akan digunakan sebagai acuan pembanding nilai data lapangan dan data citra, serta data dalam pengolahan algortima pemetaan klorofil-a, biomasa dan karbon yang ada di Karimunjawa.

3.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Alat Sampling Lapangan

Alat sampling yang digunakan pada saat pengambilan data dilapangan adalah kuadran transek, rol meter, kertas pH, Termometer, kamera underwater, plastik zipper, GPS, dan refraktometer.

b. Alat untuk Laboratorium

Alat yang digunakan saat pengambilan data pada laboratorium adalah Spektrofotometer, oven, cawan, mortar dan timbangan

c. Alat untuk Analisis Data

Alat yang digunakan untuk menaganalisis data adalah seperangkat Pc untuk mengolah data keseluruhan, Microsoft word 2016 untuk penulisann laporan, Software,

Qgis 3.2, , Microsoft Ecxel 2016, ER Mapper 7.0.

3.1.2. Bahan

(36)

a. Bahan untuk Sampling Lapangan

Bahan yang dibutuhkan pada saat sampling adalah ceklis lamun dan seagraas

watch book

b. Bahan untuk Laboratorium

Bahan yang dibutuhkan pada saat dilaboratorium adalah Aseton c. Bahan untuk Analisis Data

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sentinel- 2A yang didapatkan dari web https://scihub.copernicus.eu/dhus/ dengan rekaman pada daerah Karimunjawa. Serta data pada bulan Oktober yang diperoleh dari pengambilan data di lapangan dan pengukuran di laboratorium .

3.2. Metode Penelitian

Menurut Gulo. (2000), yang menyatakan metode pengambilan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode exsplanatif yaitu metode yang bertujuan untuk menemukan penjelasan tentang suatu kejadian atau gejala terjadi dan mengakaji suatu faktor dari sebuah variabel. Penelitian ini menggunakan dua data yaitu data primer berupa persentase penutupan lamun, jenis lamun, suhu, salinitas, dan pH dan data sekunder berupa data citra satelit Sentinel-2A.

3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan sampel data lapangan lamun di bagi menjadi 2 lokasi. Lokasi 1 berada pada pantai bobi dan lokasi ke 2 berada di pantai pokemon. Setiap lokasi atau stasiun penelitian terdapat 3 line transek untuk lokasi pengambilan sampel denngan jarak antar titik 25 m dan jarak antara line transek sebesar 25 m.

(37)

Gambar 5. Lokasi Penelitian 1 Pantai Pokemon dan 2 Pantai Bobby Kep Karimunjawa

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pengamatan Kondisi Lamun

Pengamatan kondisi lamun dilakukan dengan membentangkan line transek sepanjang 100 m dengan jarak antara transek adalah 25 m dan jarak line antara line yang lainnya sepanajang 25 meter. Pengukuran lamun dimulai dari pertama kali lamun dijumpai.

(38)

Kuadran yang digunakan pada penelitian ini mengacu kepada buku panduan monitoring lamun COREMAP LIPI, 2014.Kaudran ini berukuran 50 cm x 50 cm yang terbuat dari pipa paralon.

Gambar 7. Dimensi Kuadran Transek 3.3.2. Pengambilan Sampel Lamun

Pengukuran data primer lamun adalah dengan pengambilan sampel lamun di Pulau Karimunjawa dengan 2 lokasi pengambilan sampel dengan 3 kali pengulangan ditempat yang sama setiap lokasi pada satu titik lokasi pengambilan sampel dengan membuat kuadran transek dengan ukuran 50 cm x 50 cm di bagi menjadi 4 sub plot. Menghitung persentase dan kerapatan lamun digunakan dengan ceklis lamun.. Hal ini diperkuat oleh (Rosang & Wagey, 2016) yang menyatakan pengambilan sampel dilakukan dengan menyelam pada kedalaman 2-5 meter, kemudian mencabut sampel langsung dari substratnya. Setelah diambil selanjutnya dibersihkan dengan air laut kemudian dimasukkan ke dalam plastik Zipper dan dimasukkan ke dalam kotak pendingin dan dibawa kelaboratorium untuk penelitian lebih lanjut.

(39)

3.4. Analisis Data

3.4.1. Pengukuran Klorofil-a

Sampel Lamun di tumbuk dengan menggunakan mortar kemudian masukkan kedalam tabung reaksi. Dimasukkan larutan aseton 10- 15 ml per botol sampel kemudian sampel dimasukkan kedalam kulkas selama 24 jam. Lakukan pengukuran dengan spektrofotometer dengan memasukan panjang gelombang (nilai absorbansi) pada spektrofotometer. Hal ini diperkuat oleh (Rosang & Wagey, 2016) yang menyatakan ekstrak pigmen total diserap dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 380-70 nm.

3.4.2. Pengukuran Biomasa Lamun

Pengkuran biomasa lamun dilakukan dengan menghitung tegakan lamun yang akan digunakan kemudian sampel lamun dipisah antara daun, akar dan rhizome kemudian di timbang sebagai nilai biomasa basah. (Hartati et al., 2017) yang menyatakan bahwa Kemudian sampel lamun dipotong menjadi 3 bagian yaitu daun, rhizome dan akar. Kemudian sampel di oven untuk dikeringkan dengan suhu 180o C selama 3 jam Setelah itu dilakukan penimbangan untuk mendapatkan berat kering lamun. Kemudian nilai biomasa kering dikalikan dengan kerapatan per unit lamun.

3.4.3. Pengukuran Karbon Lamun

Pengukuran karbon lamun dilakukan di laboratorium nutrisi dan pakan, Fakultas Perternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mencuci cawan porselin dan dibilas dan dikeringakan dengan menggunakan lab kering untuk memastiakan cawan yang digunakan bersih. Langkah

(40)

kedua yaitu dengan memasukkan cawan kedalam furnace salama 2-3 jam dengan suhu 5500C. Kemudian keluarkan cawan dari furnace dan di dinginkan dan ditimbang berat cawan kosong. Langkah ketiga adalah memasukkan sampel kedalam cawan sebanyak 1-2 gram kemudian dicatat sebagai berat cawan + berat sampel, kemudian sampel dimasukkan kedalam furnace selama 3-4 jam pada temperature 5500C sampai menajdi abu dengan ditandai dengan keputih abu-abuan. Keluarkan sampel dari furnace kemudian didinginkan di disikator dan di timbang kembali dan dicatat sebagai data berat cawan dan berat abu.

3.4.4. Kerapatan dan Prensentase Penutupan Lamun

Kerapatan lamun dihitung dengan cara menjumlahkan setiap tutupan lamun yang ada dalam setiap kotak kecil dan di jumlahkan. Perhitungan rata rata lamun dapat dihitung buku Monitoring Lamun COREMAP LIPI 2014 dengan persamaan:

Rata – rata Penutupan lamun (%) = Jumlah penutupan lamun seluruh transek

jumlah kuadrat seluruh transek

Kategori lamun dapat dilihat pada table buku Monitoring Lamun COREMAP LIPI 2014

Tabel 4. Kategori Tutupan Lamun

Presentase Penutupan (%) Kategori

0 – 25 Jarang

26 – 50 Sedang

51 – 75 Padat

76 – 100 Sangat padat

Sumber : Panduan Monitoring Padang Lamun (COREMAP LIPI, 2014)

Perhitungan kerapatan lamun juga harus melihat jenis dari setiap kotak kecil yang teradaapat dalam kuadran. Nilai presentase penutupan lamun dilihat dari lebarnya

(41)

helaian daun lamun dan kerapatan jenis lamun yang mempengaruhi tutupan substrat. Kerapatan lamun digunakan dengan persamaan sebagai berikut (Fahruddin et al., 2013)

Ki = Ni

A

Keterangan :

Ki : Kerapatan jenis ke-i (individu/m2) Ni : Jumlah total individu dari jenis ke-i (ind) A : Luas area total pengambilan sampel (m2)

Luas area total = 50 x 50 cm2 = 2500 cm2 = 0,25 m2

Kategori lamun dapat dilihat pada tabel berdasarkan (Braun-Blanquet (1965) dalam (Gosari & Haris, 2012)

Tabel 5. Skala kondisi padang lamun berdasarkan kerapatan Skala kondisi (ind/m2) Kerapatan

5 >175 Sangat Rapat

4 125-175 Rapat

3 75-125 Agak Rapat

2 25-75 Jarang

1 <25 Sangat Jarang

3.4.5. Indeks Keanekareagaman, Keseragaman dan Dominasi

Indeks keanekaragaman dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1996): H’= ∑ni=1(pi log2pi ) ; pi =ni

(42)

Keterangan:

H’ = Indeks keanekaragaman Ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah individu total

Pi = Proporsi frekuensi jenis ke-I terhadap jumlah total

Indeks keseragaman dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1996):

H`

H max ; H max = log S

Keterangan:

E = Indeks keseragaman H’= Indeks keanekaragaman S = Jumlah spesies

Indeks Dominasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1996): H’= ∑ni=1(pi2 )

Keterangan:

D = Indeks Dominasi Simpson

Pi = Proporsi jumlah ke I terhadap jumlah total 3.4.6. Metode Pengukuran Data Klorofil-a Lamun

Kurva hasil serapan digunakan untuk menghitung konsentrasi pigmen klorofil. Nilai konsentrasi klorofil dapat dihitung dengan menggunakan rumus yaitu :

(43)

Klorofil-a = ca x va

v x d

Keterangan:

E664 = Nilai absorbans pada panjang gelombang 664 nm E647 = Nilai absorbans pada panjang gelombang 647 nm E630 = Nilai absorbans pada panjang gelombang 630 nm. va = volume aseton

v = volume sampel air d = Diameter Cuvet

3.4.7. Pengukuran Biomassa Lamun

Perhitungan Persen Biomassa lamun digunakan persamaan (Duarte, 1990): B = W x D

Keterangan:

B = Biomassa (gr berat kering/m2)

W = Berat Kering lamun (gr/tunas) D = Kepadatan Lamun (tunas/m2)

Perhitungan Persen Carbon lamun digunakan persamaan (Helrich,1990):

3.4.8. Metode Pengolahan Data Karbon Lamun

Sampel lamun yang diambil adalah sampel lamun yang mendominasi pada setiap kuadran kemudian sampel dipisahkan dari daun, rhizome dan akar kemudian dipotong dan di timbang berat basah dan berat keringnya. Hal ini diperkuat oleh (Hartati et al., 2017) yang menyatakan bahwa perhitungan kandungan karbon sampel

(44)

jaringan lamun (daun, rhizoma dan akar) dianalisis dengan menggunakan metode pengabuan atau Loss On Ignition (LOI).

Kadar Abu = 𝐜−𝐚

𝐛−𝐚𝒙 𝟏𝟎𝟎 %

Keterangan: a = berat cawan

b = berat cawan + berat kering jaringan lamun c = berat cawan = berat abu jaringan lamun

Bahan organik dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Helrich,1990):

Kadar Bahan organik = [( 𝒃−𝒂)−(𝒄−𝒂)]

𝒃−𝒂 𝒙 𝟏𝟎𝟎%

Kadar karbon pada jaringan lamun dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Helrich,1990):

Kandungan Karbon = 𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝑩𝒂𝒉𝒂𝒏 𝑶𝒓𝒈𝒂𝒏𝒊𝒌

𝟏,𝟕𝟐𝟒

Keterangan:

1,724 = Konstanta nilai bahan organik

3.4.9. Metode Analisis Algoritma Klorofil-a, Biomasa dan Karbon dengan Sentinel-2A

Pembuatan algoritma dilakukan dengan menggunakan Microsoft excel yaitu dengan membuat grafik dengan perbandingan data klorofil-a lapangan dengan menggunakan band 3 dan band 4 Sentinel-2A. kemudian hasil persamaan yang didapatkan R2 yang terbesar menjadi persamaan yang terbaik yang dipakai dalam persamaan untuk melihat klorofil- a. Hal ini diperkuat oleh (Hartoko et al., 2015)yang

(45)

menyatakan Pengembangan algoritma spasial. Rasio band Band2 / Band3 menggunakan data GeoEye ditemukan dengan koefisien korelasi (r) tertinggi antara

GeoEye DN (Nomor Digital) dengan data lapangan, dibandingkan dengan Band-2, atau

Band-3.

Secara umum pengolah citra mengacu pada Hartoko, (2010). Prosedur pada Pengolahan data Satelit Sentinel-2A data sebaran klorofil-a, biomassa dan karbon di daerah Karimunjawa menggunakan bahan data satelit Sentinel-2A yang dapat diunduh di website https://scihub.copernicus.eu/dhus/, dan dilakukan pengolahan data menggunakan software Qgis 3.2.3, dan ER Mapper 7.0. Berikut adalah tahapanya : a) Data satelit Sentinel-2A di export dapat menggunakan sofware QGIS 3.2.3.

dengan cara band-band yang terdapat di dalam folder diexport dengan output

filetype .tif;

b) Pengolahan data yang sudah dapat dibuka di ER Mapper, dilakukan pemilihan atau analisis setiap band yang lebih teliti dalam membaca konsentrasi nilai lapangan yang didapatkan dari daerah penelitian. Band yang digabungkan untuk mendapatkan nilai klorofil adalah band 432

c) Penggabungan band dilakukan dengan menggabungkan band terpilih, dan disimpan dengan format .ers menggunakan ER Mapper, disimpan dengan nama RGB_432_Pokemon dan RGB_432_Bobby.ers

d) File RGB_432_Pokemon dan RGB_432_Bobby dibuka lagi di Er Mapper, dan dilakukan digitasi “Region_0” pada daerah kajian dan diinput rumus untuk langkah cropping data citra. Rumus tersebut adalah “if inregion (‘nama_region’)

(46)

e) Hasil cropping disimpan dengan tipe file .ers, dan null value diisi dengan 0. f) File cropping diolah kembali dengan memasukan rumus algoritma yang

didapatkan (menggunakan persamaan polynomial dari kombinasi data insitu dan data satelit) untuk mengubah nilai digital number menjadi nilai konsentrasi real dari satelit, lalu dilakukan ISOCLASS Classifications,untuk mengetahui persebaran kerapatan warna yang akan menampilkan digital numbers tiap titik dalam gambar persebarannya. Klasifikasi data bertujuan untuk membagi sebaran menjadi beberapa kelas, dengan konsentrasi digital number yang berbeda dan warna yang berbeda;

g) Pengolahan data sudah terlaksana dan sudah mendapatkan nilai konsentrasi klorofil-a,biomasa dan karbon pada data hasil, maka dilakukan layouting peta;

(47)

Lamun di Pantai Pokemon dan Bobby Karimunjawa

Gambar 8. Diagram Penelitian

3

1

Pengumpulan data lapangan dan data satelit Sentinel-2A

Klorofil-a, biomasa dan karbon lamun di pantai pokemon dan

bobby Karimunjawa

Pengembangan Algoritma Klorofil-a, biomasa dan karbon pantai Pokemon dan Bobby Karimunjawa

Pembuatan Peta Persebaran klorofil-a,biomasa dan karbon

Lamun di Pantai Pokemon karimunjawa

Klorofil-a lamun Biomasa dan Karbon lamun

Sampel klorofil-a,biomasa dan karbon diambil yang paling dominan di setiap kuadran

Klorofil-a : Metode Spektrofotometer

Biomasa dan karbon:

pengabuan (loss on ignition)

1. Data sentinel-2A

2. Croping (Pemotongan) citra 3. Membuat Training Area 4. Membuat Alogaritma ( Membuat persamaan polinomial dengan data lapangan dan data digital number

5. Klasifikasi

Alogaritma klorofil-a,biomasa dan karbon pantai Pokemon dan

Bobby Karimunjawa

Overlay

Layouting

Classification

Peta persebaran klorofil-a, biomasa, dan kabron pantai

Pokemon dan Bobby Karimunjawa

Nilai estimasi Klorofil-a, Karbon dan biomasa lamun pantai Pokemon dan Bobby Karimunjawa

(48)

32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil

4.1.1. Kondisi lamun di Pantai Pokemon dan Pantai Bobby di Karimunjawa Kerapatan lamun total yang terdapat pada pantai Pokemon didapatkan nilai tertinggi terdapat pada kuadran 4 yaitu kerapatan total sebesar 260 ind/m2 dan kerapatan terendah terdapat pada kuadran 9 dengan kerapatan total sebesar 68 ind/m2.

Gambar 9. Grafik kerapatan lamun pantai Pokemon

Kerapatan lamun total yang terdapat pada pantai Bobby didapatkan nilai tertinggi terdapat pada kuadran 1 yaitu kerapatan total sebesar 240 ind/m2 dan kerapatan terendah terdapat pada kuadran 7 dengan kerapatan total sebesar 56 ind/m2.

0 50 100 150 200 250 300 1 2 3 4 5 6 7 8 9 kerap at an Kuadran

(49)

Gambar 10. Grafik kerapatan lamun di pantai Bobby

Kerapatan jenis lamun yang ditemukan di pantai Pokemon adalah Halodule

pinifolia, Enhalus acoroides dan Halophila ovalis. Kerapatan lamun tertinggi di Pantai

Pokemon terdapat pada Halodule pinifolia sebesar 160,44 individu/m2 dan terendah pada Halophila ovalis pada 4,44 individu/m2.

Tabel 6. Kerapatan Jenis Lamun di Pantai Pokemon

Line Jenis Kerapatan (Ind/m2) Kategori

1. Halodule pinifolia 160,44 Rapat

2. Enhalus acoroides 26,22 Jarang

3. Halophila ovalis 4,44 Sangat Jarang

Kerapatan jenis Lamun yang ditemukan di pantai Bobby adalah Thalassia

hemprichii dan Enhalus acoroides. Kerapatan Lamun tertinggi di Pantai bobby terdapat

pada Thalassia hemprichii sebesar 126,66 individu/m2 dan terendah pada Enhalus

acoroides pada 3,55 individu/m2

Tabel 7. Kerapatan Jenis Lamun di Pantai Bobby

Line Jenis Kerapatan (Ind/m2) Kategori

1. Thalassia hemprichii 126,66 Rapat

2. Enhalus acoroides 3,55 Sangat Jarang

0 50 100 150 200 250 300 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ke ra p at an Kuadran

(50)

Hasil perhitungan penutupan lamun di pantai Pokemon didapatkan bahwa nilai tutupan lamun tertinggi terdapat pada jenis lamun Halodule pinifolia yaitu sebesar 70 % dan tutupan lamun terendah pada Halophila ovalis yaitu sebesar 1 %

Gambar 11. Grafik tutupan lamun pantai Pokemon

Hasil perhitungan penutupan lamun di pantai Bobby didapatkan bahwa nilai tutupan lamun tertinggi terdapat pada jenis lamun Thalassia hemprichii yaitu sebesar 95 % dan tutupan lamun terendah pada Enhalus acoroides yaitu sebesar 5 %

Gambar 12. Grafik tutupan lamun di pantai Bobby 70%

29%

1%0%

Holodule pinifolia Enhalus acoroides Halophila ovalis

95% 5%

(51)

Indeks keanekaragaman lamun di Pantai Pokemon relatif rendah, dengan kisaran nilai sebesar 0,28- 0,58. Berdasarkan kategori keanekaragaman menurut Wilhm dan Dorris (1986) adalah H’< 1 keanekaragaman rendah, 1< H’ < 3 keanekaragaman sedang dan H’> 3 keanekaragaman tinggi.

Indeks keseragaman pada Pantai Pokemon cukup tinggi yaitu berkisar antara 0,238- 0,31045. Keseragaman pantai Pokemon cukup tinggi dimana nilai e <0,4 dikategorikan keseragaman populasi kecil, 0,4 < e < 0,6 dikategorikan populasi sedang dan e >0,6 keseragaman populasi tinggi. Hal ini dikarenakan pantai Pokemon masih sangat jarang dikunjungi sehingga kualitas lamun yang ada di pantai Bobby masih sangat terjaga.

Tabel 8. Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman Pantai Pokemon Line Keanekaragaman Keseragaman

H’ Kategori E Kategori

1. 0,46 Rendah 0,238 Rendah 2. 0,28 Rendah 0,14361 Tinggi

3. 0,58 Rendah 0,31045 Tinggi

Indeks keanaekaragaman lamun di Pantai Bobby relatif rendah, dengan nilai sebesar 0,40 masuk kedalam kategori rendah. Indeks keseragaman pada Pantai Bobby cukup rendah yaitu 0,3573 termasuk kedalam kategori rendah. Hal ini terjadi dikarenakan pantai Bobby merupakan pantai yang sangat banyak dikunjungi sehingga hal tersebut mempengaruhi kualitas dari padang lamun yang ada di pantai Bobby.

(52)

Tabel 9. Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman Pantai Bobby

Line Keanekaragaman Keseragaman

H’ Kategori E Kategori

1 0 Rendah 0 Rendah

2 0 Rendah 0 Rendah

3 0,40 Rendah 0,3573 Tinggi

4.1.2. Konsentrasi klorofil-a

Hasil pengukuran klorofil-a didapatkan bahwa nilai klorofil di pantai Pokemon didapatkan bahwa nilai klorofil-a yang tertinggi terdapat pada jenis Enhalus acoroides dengan nilai klorofil-a sebesar 20,819 mg/ml dan nilai klorofil terendah pada Halodule

pinifolia dengan nilai klorofil-a sebesar 5,854 mg/ml.

Tabel 10. Klorofil-a Lamun Pantai Pokemon

Line Kuadran Jenis Lamun Hasil (mg/ml)

1. 1 Halodule pinifolia 13,868 2 aolodule pinifolia 5,854 3 Enhalus acoroides 11,881 2. 4 Halodule pinifolia 14,394 5 Halodule pinifolia 9,751 6 Halodule pinifolia 12,986 3. 7 Halodule pinifolia 12,962 8 Halodule pinifolia 13,572 9 Enhalus acoroides 20,819

Hasil pengukuran klorofil-a didapatkan bahwa nilai klorofil di pantai Bobby didapatkan bahwa nilai klorofil-a yang tertinggi pada jenis Thalassia hemprichii dengan nilai klorofil-a sebesar 14,133 mg/ml dan nilai klorofil terendah pada Thalassia

(53)

hemprichii dengan nilai klorofil-a sebesar 3,485 mg/ml. nilai klorofil-a pada pantai

Bobby memiliki nilai yang berbeda sedangkan jenis lamun yang didaptkan sama hal ini dapat terjadi dikarenakan pantai perbedaan dari morfologi lamun itu sendiri, kerapatan dan kualitas perairan di pantai Bobby yang keruh diakibatkan karena pantai Bobby merupakan tempat wisata di karimunjawa.

Tabel 11. Klorofil-a Lamun Pantai Bobby

Line Jenis Lamun

Kuadran Hasil (mg/ml) 1. 1 Thalassia hemprichii 7,095 2 Thalassia hemprichii 8,673 3 Thalassia hemprichii 6,240 2. 4 Thalassia hemprichii 12,534 5 Thalassia hemprichii 14,133 6 Thalassia hemprichii 3,485 3. 7 Enhalus acoroides 3,716 8 Thalassia hemprichii 9,153 9 Thalassia hemprichii 9,504

4.1.3. Konsentrasi Biomasa lamun

Nilai konsentrasi biomasa lamun di pantai Pokemon didapatkan bahwa nilai atas substrat yang terdiri dari daun lamun dengan nilai sebesar 39 % dan bawah substrat terdiri dari akar dan rhizome dengan nilai sebesar 61 %. Nilai atas substrat lebih kecil dibandingkan dengan nilai bawah substrat.

(54)

Gambar 13. Grafik biomasa lamun di pantai Pokemon

Hasil pengukuran konsentrasi nilai biomasa Bobby didapatkan bahwa nilai biomasa atas substrat yang terdiri dari daun lamun dengan nilai sebesar 39 % dan bawah substrat terdiri dari akar dan rhizome dengan nilai sebesar 61 %. Nilai bawah substrat lebih besar dibandingkan dengan nilai dari atas substrat.

Gambar 14. Grafik biomasa lamun di pantai Bobby 808,21 513,22 Bawah Substrat Atas Substrat 39% 61%

(55)

4.1.4. Konsentrasi Karbon lamun

Nilai konsentarasi pengukuran karbon lamun di pantai Pokemon didapatakan bahwa nilai atas substrat lebih kecil dibandingkan dengan nilai bawah substrat. nilai karbon tertinggi terdapat pada kuadran 9 yaitu sebesar 136,82 gC/m2 dan karbon terendah terdapat pada line 1 yaitu sebesar 109,63 gC/m2

Gambar 15. Grafik karbon lamun di pantai Pokemon

Hasil pengukuran didapatkan bahwa nilai karbon di pantai Bobby didapatkan bahwa nilai dari karbon atas substrat lebih kecil dibandingkan dengan nilai bawah substrat yang lebih besar. Nilai karbon tertinggi pada line 1 kuadran 1 yaitu sebesar 114,01 gC/m2 dan karbon terendah terdapat pada kuadran 9 yaitu sebesar 95,00 gC/m2

0 20 40 60 80 100 120 140 160 1 2 3 4 5 6 7 8 9 N ilai k ar b o n gC /m 2 Dimensi

(56)

Gambar 16. Grafik karbon lamun di pantai Bobby

4.1.5. Modifikasi algoritma klorofil-a, biomasa dan karbon pada lamun 4.1.5.1. Algoritma klorofil-a

A. Algoritma Klorofil-a pantai Pokemon

Pengolahan algoritma pada penelitian dilakukan berdasarkan DN (digital

Number) yang didapatkan dari satelit Sentinel-2A dan nilai yang diperoleh dari

pengukuran di lapangan. Pemodelan alogaritma dapat dilakukan dengan metode singe band yaitu pada penelitian ini band yang digunakan adalah band 4 (band merah, 0,665 µm) band ini berfungsi untuk mengetahui serapan klorofil-a, band 3 (band hijau, 0,560 µm) band ini berfungsi untuk melihat pigmen klorofil yang terdapat pada lamun dan band 2 (band biru, 0,490 µm) band ini berfungsi untuk melihat sedimentasi dan kekeruhan air. Metode yang kedua dapat dilakukan dengan band rationing atau pembagian yang dilakukan antara dua band. Metode ketiga yang dapat dilakukan adalah dengan cara melakukan thresholding atau selisih dari dua band. Metode yang

0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 N ilai Ka rb o n gC/m 2 Axis Title

(57)

keempat dapat dilakukan dengan metode average atau nilai dari dua band yang akan dirata- ratakan. Pemodelan algoritma dibuat dengan menggunakan regresi polinomial dan pengukuran data lapangan. Berikut adalah matriks yang didapatkan untuk mengetahui sebaran klorofil-a, biomasa dan karbon lamun.

Tabel 12. Matriks Algoritma klorofil-a lamun pantai Pokemon Data satelit Persamaan R2 r B4 Klorofil = 0,0001(B4)2 - 0,3301(B4) + 269,23 0,743 0,861 B2 Klorofil = 0,000000005(B2)2 - 0,2962(B2) + 291,79 0,596 0,772 B3 Klorofil = 0,0017(B3)2 - 6,9646(B3) + 7093,6 0,277 0,526 B2/B3 Klorofil = 290,32 (B2/B3)2 – 553,26 (B2/B3) + 274,72 0,628 0,792 B3/B2 Klorofil = 386,65 (B3/B2)2 – 804,4 (B3/B2)+ 429,44 0,638 0,798 B4/B3 Klorofil = -36,308 (B4/B3)2 – 140,41 (B4/B3) + 83,912 0,694 0,835 B3/B4 Klorofil = -36,308 (B3/B4)2 – 140,41 (B3/B4) + 83,912 0,701 0,837 B4/B2 Klorofil = 1641,5 (B4/B2)2 – 2978,8 (B4/B2) + 1362,7 0,158 0,397 B2/B4 Klorofil = 1194,4 (B2/B4)2 – 2639,2 (B2/B4) + 1469 0,182 0426

Algoritma klorofil-a di pantai Pokemon yang digunakan pada persamaan

polynomial yang didapatkan adalah adalah rationing dari B3/B4 dengan R2 = 0,701 (r = 0,837 ) dikarenakan band 3 merupakan band dengan panjang gelombang untuk melihat vegetasi laut dan didarat dan band 4 panjang gelombang untuk vegetasi. Rumus yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

(58)

Klorofil-a = -36,308 *(INPUT1/ INPUT1)2 – 140,41 *(INPUT1/INPUT2) + 83,912

Keterangan:

INPUT1 = Band 3 (band hijau, 0,560 µm)

INPUT1 = Band 4 ( band biru, 0,490 µm)

Gambar 17. Peta persebaran klorofil-a di pantai Pokemon B. Algoritma Klorofil-a pantai Bobby

Hasil yang didapatkan dari persamaan regresi polinomial adalah band B2/B4. Algoritma klorofil-a Pantai Bobby yang didapatkan adalah dengan menggunakan metode rationing band B2/B4 dengan R2 yang tertinggi adalah 0,520 yang berarti jika

koefisien determinasi mendekati 1 maka artinya pengaruh yang besar terhadap variabel bebas terhadap variabel terikat. (r = 0,721) dengan korelasi kuat dan bernilai positif, hal ini dikarenakan band 2 merupakan band yang dengan spekrtum warna biru yang berfungsi untuk menembus air dan band 4 merupakan band dengan spekrtum merah yang

(59)

berfungsi untuk mengetahui serapan klorofil-a dari lamun. sehingga menghasilkan rumus sebagai berikut:

Klorofil-a = 455,02 (B2/B4)2 - 823,72 (B2/B4) + 375,48 Keterangan:

INPUT1 = Band 2 (band merah, 0,665 µm)

INPUT1 = Band 4 ( band biru, 0,490 µm)

Tabel 13. Matriks algoritma Klorofil-a lamun pantai Bobby

Data satelit Persamaan R2 r

B4 Klorofil-a = 0,0132(B4)2 – 68,217 (B4) + 90904 0,225 0,504 B2 Klorofil-a = -0,2634 (B2)2 + 1092,4 (B2) – 0,06 0,501 0,707 B3 Klorofil-a = 0,000000005 (B3)2 + 0,0787 (B3) -276 0,076 0,275 B2/B3 Klorofil-a = 17,241 (B2/B3)2 – 21,739 (B2/B3) +12,601 0,034 0,184 B3/B2 Klorofil-a = 17,241 (B2/B3)2 – 21,739 (B2/B3) +12,601 0,035 0,187 B4/B3 Klorofil-a = -50,42 (B4/B3)2 + 82,16 (B4/B3) – 23,001 0,194 0,440 B3/B4 Klorofil-a = -45,694 (B3/B4)2 +112,83 (B3/B4)-58,501 0,189 0,434 B4/B2 Klorofil-a = 425,73 (B4/B2)2 – 941,46 (B4/B2) + 522,56 0,511 0,714 B2/B4 Klorofil-a = 455,02 (B2/B4)2 - 823,72 (B2/B4) + 375,48 0,520 0,721

(60)

Gambar 18. Peta persebaran klorofil-a di Pantai Bobby 4.1.5.2. Algoritma Biomasa

A. Algoritma Biomasa di Pantai Pokemon

Algoritma yang digunakan pada pantai Pokemon pada persamaan polinomial yang didapatkan dari nilai lapangan dan nilai digital number yang didapatkan dari nilai satelit Sentinel-2A. Didapatkan untuk biomasa adalah band B3/B4 yang dengan nilai R2= 0,3447 (r = 0,587), metode yang digunakan adalah metode band rationing dengan nilai r yang didapatkan berkorelasi sedang . Band 3 memiliki fungsi untuk melihat studi vegetasi dilaut dan di darat sedangkan band 4 berfungsi untuk melihat vegetasi . rumus algoritma yang didapatkan adalah sebagai berikut:

(61)

Keterangan:

INPUT1 = Band 3 (hijau, 0,560 µm)

INPUT1 = Band 4 ( band biru, 0,490 µm)

Tabel 14. Matriks Algoritma biomasa lamun pantai Pokemon

Data satelit Persamaan R2 R

B4 Biomasa = -0,004 (B4)2 + 15,241 (B4) - 14264 0,544 0,738 B2 Biomasa = 0,00000005 (B2)2 – 0,0925(B2) + 51,464 0,099 0,314 B3 Biomasa = 0,0289 (B3)2 – 117,4 (B3) + 118737 0,184 0,428 B2/B3 Biomasa = 1541,9 (B2/B3)2 – 2959,1 (B2/B3) + 1558,2 0,072 0,268 B3/B2 Biomasa = 2122,9 (B3/B2)2 – 4385,9 (B3/B2) + 2403,2 0,075 0,274 B4/B3 Biomasa = -10206 (B4/B3)2 + 19251 (B4/B3) – 8893,5 0,331 0,578 B3/B4 Biomasa = -10206 (B3/B4)2 + 19251 (B3/B4) – 8893,5 0,344 0,587 B4/B2 Biomasa = 5137,7 (B4/B2)2 – 8742,8 (B4/B2) + 3851,5 0,101 0,318 B2/B4 Biomasa = 4282 (B2/B4)2 – 9938,6 (B2/B4) + 5900,4 0,103 0,320

(62)

Gambar 19. Peta persebaran biomasa di pantai Pokemon B. Algoritma Biomasa di Pantai Bobby

Algoritma yang digunakan pada pantai Bobby didapatkan pada persamaan polinomial untuk biomasa pantai Bobby adalah band B3/B2 yang dengan nilai R2= 0,2986 (r = 0,545) dengan menggunakan metode band rationing dengan korelasi sedang, dengan rumus algoritma sebagai berikut:

Biomasa = -14699 *(INPUT1/INPUT2)2 + 28395 *(INPUT1/INPUT2) – 13537

Ketrangan:

INPUT1 = Band 3 (hijau, 0,560 µm)

Gambar

Gambar 2. Peta Batas Kawasan Pulau Karimujawa (MDI BTNKJ)  2.2.  Lamun di Karimunjawa
Gambar 3. Bagian - bagian lamun (Tangke, 2010)
Tabel 2. Karakteristik Citra Sentinel-2A  Band  Panjang  Gelombang  (µm)  Resolusi Spasial (m)  Fungsi
Gambar 4. Panjang Gelombang visible (Atmanegara, 2014)
+7

Referensi

Dokumen terkait