• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahapan analisa pasang surut adalah sebagai berikut: 1. Menguraikan komponen-komponen pasang surut. 2. Penentuan tipe pasang surut yang terjadi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tahapan analisa pasang surut adalah sebagai berikut: 1. Menguraikan komponen-komponen pasang surut. 2. Penentuan tipe pasang surut yang terjadi."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

B

B

A

A

B

B

I

I

I

I

K

K

O

O

N

N

D

D

I

I

S

S

I

I

F

F

I

I

S

S

I

I

K

K

2 2..11.. PPAASSAANNGGSSUURRUUTT 2 2..11..11 UUmmuumm

Pengetahuan tentang pasang surut penting di dalam penentuan elevasi muka air rencana untuk perencanaan bangunan pantai dan pelabuhan, mengetahui tipe pasang surut yang terjadi dan peramalan fluktuasi muka air. Data masukan untuk analisa pasang surut ini adalah data hasil pengamatan pasang surut di lapangan.

Tahapan analisa pasang surut adalah sebagai berikut: 1. Menguraikan komponen-komponen pasang surut. 2. Penentuan tipe pasang surut yang terjadi.

3. Meramalkan fluktuasi muka air akibat pasang surut. 4. Menghitung elevasi muka air penting.

Fluktuasi muka air akibat pasang surut diuraikan menjadi komponen-komponen harmonik penyusunnya. Besaran yang diperoleh adalah amplitudo dan fasa setiap komponen. Metode yang biasa digunakan untuk menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah metode admiralty dan least square. Bagan alir analisa data pasang surut dapat dilihat pada Gambar 2. 1.

Pengamatan pasang surut dilakukan pada lokasi yang representatif dengan lama pengamatan 15 x 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan cara memasang alat duga muka air yang dibaca setiap jam. Elevasi hasil pengamatan muka air selanjutnya diikatkan pada bench mark.

(2)

Mulai

Data

Pengamatan pasang surut 15 x 24 jam

Komponen pasang surut

Amplitudo dan beda fasa

Tipe pasang surut (Bil. Formzahl)

Peramalan fluktuasi muka air

Klasifikasi pasang surut

Elevasi muka air

HHWL (Highest High Water Level) MHWS (Mean High Water Spring) MHWL (Mean High Water Level)

MSL (Mean Sea Level) MLWL (Mean Low Water Level) MLWS (Mean Low Water Spring) LLWL (Lowest Low Water Level)

Elevasi muka air rencana

Hasil Tipe pasang surut Grafik fluktuasi muka air Elevasi muka air rencana

Selesai

Grafik fluktuasi muka air

(3)

2

2..11..11..11 GGaayyaaPPeemmbbaannggkkiittPPaassaannggSSuurruutt

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Bumi berotasi sendiri dalam mengelilingi matahari dalam waktu 24 jam, sedangkan bulan berotasi sendiri dalam mengelilingi bumi pada saat yang bersamaan dalam waktu 24 jam 50 menit. Selisih 50 menit ini menyebabkan besar gaya tarik bulan bergeser terlambat 50 menit dari tinggi air yang ditimbulkan oleh gaya tarik matahari.

Besar pengaruh bulan dan matahari terhadap permukaan air laut di bumi disesuaikan dengan gaya-gaya yang bekerja satu sama lainnya. Adanya gaya tarik bulan dan matahari menyebabkan lapisan air yang semula berbentuk bola menjadi ellips. Peredaran bumi dan bulan pada orbitnya menyebabkan posisi bumi-bulan-matahari selalu berubah setiap saat. Revolusi bulan terhadap bumi ditempuh dalam waktu 29.5 hari (jumlah hari dalam satu bulan menurut kalender tahun kamariah, yaitu tahun yang didasarkan pada peredaran bulan). Pada sekitar tanggal 1 dan 15 (bulan muda dan purnama) posisi bumi-bulan-matahari kira-kira berada pada satu garis lurus (Gambar 2. 2) sehingga gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling memperkuat. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut purnama (pasang besar, spring tide), di mana tinggi pasang surut lebih besar dibandingkan pada hari-hari yang lain. Sedangkan sekitar tanggal 7 dan 21 (seperempat dan tiga perempat revolusi bulan terhadap bumi) di mana bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap bumi (Gambar 2. 3) maka gaya tarik bulan terhadap bumi saling mengurangi. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut perbani (pasang kecil, neap tide) di mana tinggi pasang surut kecil dibandingkan dengan hari-hari yang lain.

M Bm a b c d

Bulan Purnama Bulan Mati

Bl Bl

a : tanpa pengaruh bulan dan matahari

b : pengaruh matahari c : pengaruh bulan

d : pengaruh bulan dan matahari

(4)

M Bm a b c d Seperempat Pertama Seperempat Akhir Bl Bl

a : tanpa pengaruh bulan dan matahari

b : pengaruh matahari c : pengaruh bulan

d : pengaruh bulan dan matahari

Gambar 2. 3 Kedudukan Bumi-Bulan-Matahari Saat Pasang Perbani 2

2..11..11..22 KKoommppoonneennPPaassaannggSSuurruutt

Dalam memperkirakan keadaan pasang surut terdapat banyak komponen-komponen yang mempengaruhi pasang surut. Komponen utama adalah akibat gaya tarik bulan dan matahari (lunar dan solar komponen). Komponen lainnya adalah komponen non astronomis.

Komponen pasang surut yang ada sebanyak 9 (sembilan). Penjabaran ke delapan komponen pasang surut tersebut seperti pada Tabel 2. 1. Hasil penguraian pasang surut adalah parameter amplitudo dan beda fasa masing-masing komponen pasang surut.

Tabel 2. 1 Komponen Pasang Surut

Komponen Simbol Periode

(jam) Keterangan

Utama bulan M2 12.4106

Utama matahari S2 12.0000

Bulan akibat variasi bulanan jarak bumi-bulan N2 12.6592 Matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasi matahari-bulan K2 11.9673

Matahari-bulan K1 23.9346

Utama bulan O1 25.8194

Utama matahari P1 24.0658

Utama bulan M4 6.2103

Matahari-bulan MS4 6.1033

Pasang Surut Semi Diurnal

Pasang Surut Diurnal

Perairan Dangkal

2

2..11..11..33 MMeettooddaaPPeerraammaallaannPPaassaannggSSuurruutt

Ada beberapa metoda yang biasa digunakan dalam peramalan pasang surut diantaranya adalah metoda admiralty, metoda harmonik, dan metoda kuadrat terkecil (least square).

(5)

peramalan harus sekecil-kecilnya, sehingga jumlah selisih kuadrat antara peramalan dengan data pengamatan harus minimum.

Kita misalkan jumlah konstituen adalah satu, sehingga persamaan modelnya menjadi:

= = + + = k i k i i i t Z A t B t Z 1 1 1 1 0 cos

ω

sin

ω

2. 1

Misalkan data pengamatan kita adalah D, maka persamaan errornya akan menjadi: 2 2 (Z D) t− =

ε

= = − + + = k i k i i i t B t D A Z 1 2 1 1 1 0 2 ( cos

ω

sin

ω

)

ε

2. 2

berhubung jumlah konstituen, k=1, maka persamaan di atas menjadi: 2 1 1 1 1 0 2 ( cos sin ) D t B t A Z + + − =

ω

ω

ε

Untuk mendapatkan harga minimum, maka persamaan di atas diturunkan secara parsial untuk setiap variabelnya.

( )

D t B t A Z Z0 = → 0+ 1 1 + 1 1 = 2 sin cos 0

ω

ω

δ

ε

δ

( )

Z A t B t t D t A1 0 1 1 1 1 1 1 2 cos cos ) sin cos ( 0

ω

ω

ω

ω

δ

ε

δ

= + + =

( )

t D t t B t A Z B1 0 1 1 1 1 1 1 2 sin sin ) sin cos ( 0

ω

ω

ω

ω

δ

ε

δ

= + + =

Misalkan q adalah jumlah pengamatan dan p adalah nomor pengamatan, maka ketiga persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut:

= = = + + q p p q p p p B t D t A Z 1 1 1 1 1 1 0 cos sin ) (

ω

ω

2. 3

[

]

= = = + + q p p p q p p p p B t t D t t A Z 1 1 1 1 1 1 1 1

0 cos sin )cos cos

(

ω

ω

ω

ω

2. 4

[

]

= = = + + q p p p q p p p p B t t D t t A Z 1 1 1 1 1 1 1 1

0 cos sin )sin sin

(

ω

ω

ω

ω

2. 5

(6)

⎪ ⎪ ⎪ ⎭ ⎪ ⎪ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪ ⎪ ⎪ ⎨ ⎧ = ⎪ ⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡

= = = = = = = = = = = q p p p q p p p q p p q p p p q p p p q p p q p p p q p p p q p p q p p q p p t D t D D B A Z t t t t t t t t t t t t q 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 sin cos sin sin sin cos sin cos sin cos cos cos sin cos

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

ω

2. 6

Matriks di atas dapat diselesaikan dengan bantuan Eliminasi Gauss sehingga nilai Z0, A1, dan B1 dapat ditemukan.

Penyelesaian di atas dapat pula diterapkan pada persamaan gerak harmonik dengan 9 buah konstanta. Untuk mempermudah, penyelesaian di atas dapat dilakukan dengan bantuan komputer.

2

2..11..11..44 TTiippeePPaassaannggSSuurruutt

Dengan didapatkannya nilai amplitudo dari komponen pasang surut, dapat ditentukan tipe pasang surut yang terjadi pada lokasi, yaitu dengan menghitung bilangan Formzahl (F) dengan persamaan sebagai berikut:

F = 1 1 2 2 AO AK AM AS + + 2. 7 di mana: AO = amplitudo komponen O1

AK1 = amplitudo komponen K1 AM2 = amplitudo komponen M2

AS2 = amplitudo komponen S2

Macam tipe pasang surut berdasarkan bilangan Formzahl dapat dilihat pada Tabel 2. 2 berikut.

(7)

Tabel 2. 2 Tipe Pasang Surut

Bilangan Formzall

(F) Tipe Pasang Surut Keterangan

F < 0.25 Pasang harian ganda (semidiurnal)

Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan ketinggian yang hampir sama dan terjadi berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.

0.25 < F < 1.5 Campuran, condong ke semi diurnal Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan ketinggian dan periode yang berbeda.

1.5<F<3.0 Campuran, condong ke diurnal

Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut dengan ketinggian yang berbeda. Kadang-kadang terjadi 2 kali air pasang dalam 1 hari dengan perbedaan yang besar pada tinggi dan waktu.

F < 3.0 Pasang harian tunggal (diurnal) Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit

2

2..11..11..55 EElleevvaassiiMMuukkaaAAiirrRReennccaannaa

Penentuan muka air dilakukan dengan menggunakan komponen pasang surut yang telah dihasilkan. Dari penentuan tersebut dapat ditentukan beberapa elevasi muka air penting seperti pada Tabel 2. 3. Dari beberapa elevasi muka air tersebut, dipilih salah satu muka air yang akan digunakan sebagai acuan dalam perencanaan yang disebut elevasi muka air rencana.

Tabel 2. 3 Elevasi Muka Air

Elevasi Muka Air Keterangan

HHWL (Highest High Water Level) Air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati. MHWS (Mean High Water Spring) Rata-rata muka air tinggi saat purnama.

MHWL (Mean High Water Level) Rerata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun.

MSL (Mean Sea Level) Muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. MLWL (Mean Low Water Level) Rerata dari muka air rendah selama periode 19 tahun.

MLWS (Mean Low Water Spring) Rata-rata muka air rendah saat purnama.

LLWL (Lowest Low Water Level) Air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

2

2..11..22 AAnnaalliissaaDDaattaaPPaassaannggSSuurruuttLLookkaassiiSSttuuddii

Pengamatan pasang surut muka air laut telah dilaksanakan di lokasi studi dari tanggal 23 Maret 2004 s.d 5 April 2004 (Tabel 2.4).

(8)

Tabel 2.4 Data Pengamatan Pasang Surut (cm) Tanggal Maret 2003 April 2003 Jam 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 2 3 4 5 00.00 130 98 80 65 60 88 76 68 58 107 96 118 130 141 133 01.00 140 104 86 68 73 96 79 65 52 81 86 93 100 97 102 02.00 135 103 84 70 79 101 85 63 48 64 75 80 87 38 85 03.00 99 96 79 69 81 101 92 65 52 47 57 58 73 23 60 04.00 53 72 71 68 82 99 100 70 55 38 41 43 56 21 38 05.00 31 49 59 61 81 96 111 82 74 37 30 26 43 22 26 06.00 25 39 55 65 78 92 125 90 85 49 29 23 32 30 22 07.00 39 27 51 64 75 89 126 102 105 79 31 67 19 70 25 08.00 58 31 67 67 75 87 125 108 115 100 60 105 22 97 52 09.00 80 60 86 85 80 89 111 109 114 119 123 151 150 150 127 10.00 127 95 103 108 101 94 105 108 110 120 125 159 168 174 160 11.00 162 153 131 125 117 102 102 105 94 111 138 140 165 177 186 12.00 182 169 161 140 129 112 101 96 86 97 134 118 150 167 181 13.00 175 177 167 156 142 124 103 84 79 81 121 82 120 108 141 14.00 162 163 160 160 150 137 108 83 76 73 105 60 105 80 112 15.00 111 134 147 152 157 148 117 85 76 64 83 47 77 46 70 16.00 76 118 131 140 145 150 129 101 80 58 71 32 59 30 40 17.00 36 80 111 131 124 135 138 114 93 60 56 27 42 11 26 18.00 25 38 69 124 113 120 129 122 114 84 44 26 30 8 14 19.00 20 31 44 115 95 105 131 129 129 118 45 30 19 10 9 20.00 26 30 40 89 80 92 110 123 135 143 108 38 30 40 35 21.00 44 35 43 67 75 81 93 97 135 144 151 91 77 92 75 22.00 60 45 50 58 75 77 84 81 130 136 151 147 110 135 107 23.00 84 68 59 57 81 76 74 64 119 112 133 146 144 140 135

Data kondisi pasang surut pada lokasi studi diolah dari data hasil pengamatan elevasi muka air yang didapat dari survey. Kondisi hasil pengamatan terhadap perubahan tinggi

muka air jam-jaman tersebut kemudian diolah dengan menggunakan metode Least

square. Dengan bantuan komputer maka dapat dihitung komponen pasang surut dan hasilnya disajikan pada Tabel 2.5.

(9)

Tabel 2.5 Komponen Pasang Surut di Lokasi Studi Konstanta Amplitudo Fasa

(cm) (°) S0 89.9 284.6 M2 40.4 278.9 S2 20.6 349.2 N2 5.0 337.2 K1 26.2 291.8 O1 13.0 284.6 M4 4.7 181.1 MS4 5.4 202.4 K2 5.6 349.2 P1 8.7 291.8 di mana:

M2 = komponen utama bulan (semi diurnal)

S2 = komponen utama matahari (semi diurnal)

N2 = komponen bulan akibat variasi bulanan jarak bumi-bulan (semi diurnal)

K2 = komponen matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasi matahari-bulan

(semi diurnal)

K1 = komponen matahari-bulan (diurnal)

O1 = komponen utama bulan (diurnal)

P1 = komponen utama matahari (diurnal)

M4 = komponen utama bulan (kuartel diurnal)

MS4 = komponen matahari-bulan

Dengan didapatkannya nilai amplitudo dari komponen pasang surut, dapat ditentukan tipe pasang surut yang terjadi pada lokasi, yaitu dengan melakukan perhitungan Formzahl(F) dengan persamaan 2.7 sebagai berikut:

2 2 1 01 AS AM AK A F + + =

Hasil penentuan tipe pasang surut untuk lokasi studi berdasarkan bilangan Formzahl (F) dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.6 Tipe Pasang Surut Lokasi Studi Amplitudo A (cm) Bilangan Formzahl Tipe

F = O1 + K1 Pasang Surut O1 K1 M2 S2 M2 + S2

(10)

Hasil penaksiran pasang surut dibandingkan dengan data pengamatan pasang surut lokasi survei dapat disimak pada gambar berikut ini.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 50 100 150 200 250 300 350 400 Jam ke-Ti nggi Muk a A ir ( c m )

Jam Data asli Ramalan

Gambar 2.4 Perbandingan Pasang Surut Hasil Survei dan Hasil Peramalan Pantai Nusa Penida

Hasil penaksiran dibaca untuk menentukan elevasi-elevasi acuan pasang surut disajikan pada Tabel 2.7. Dari elevasi penting pasang surut yang ada, maka ditetapkan nilai LLWL sebagai datum (elevasi nol acuan).

Tabel 2.7 Elevasi Muka Air Acuan Nusa Penida

No Jenis Elevasi Acuan Referensi MSL (m) Referensi LLWL (m) 1 Highest High Water Level 1.103 2.150

2 Mean High Water Spring 0.926 1.973 3 Mean High Water Level 0.480 1.527

4 Mean Sea Level 0.000 1.047

5 Mean Low Water Level -0.427 0.620 6 Mean Low Water Spring -0.811 0.236

(11)

2

2..22 AANNGGIINN

2

2..22..11.. UUmmuumm

Posisi bumi terhadap matahari yang berbeda-beda dan berubah-ubah sepanjang tahun akan menyebabkan perbedaan temperatur pada beberapa bagian bumi. Hal ini akan menciptakan perbedaan tekanan udara pada bagian-bagian bumi tersebut. Gerakan udara dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah disebut dengan angin.

Angin merupakan pembangkit gelombang laut. Oleh karena itu data angin dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi dan arah gelombang di lokasi. Data angin yang diperlukan adalah data angin maksimum harian tiap jam berikut informasi mengenai arahnya yang diperoleh dari Badan Geofisika dan Meteorologi setempat. Data angin diklasifikasikan berdasarkan kecepatan dan arah yang kemudian dihitung besarnya persentase kejadiannya. Arah angin dinyatakan dalam bentuk delapan penjuru arah mata angin (Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat dan Barat Laut). Kecepatan angin disajikan dalam satuan knot, di mana:

1 knot = 1 mil laut / jam

1 mil laut = 6080 kaki (feet) = 1853,18 meter 1 knot = 0,515 meter / detik

(12)

Gambar 2. 5 Bagan Alir Analisa Data Angin.

2.2.2. Analisa Data Angin pada Lokasi Studi

Data yang digunakan adalah data angin harian maksimum tahun 1980 – 1994 dari Stasiun Klimatologi Bandara Ngurah Rai Denpasar.

Mulai

Data Angin harian maksimum

(15 tahun)

Pengelompokan menurut bulan

Pengelompokan menurut interval kecepatan

Persentase kejadian harian maksimum bulanan

Hasil

Gambar Windrose tiap bulan selama 15 tahun

(13)

Tabel 2.8. Persentase Kejadian Data Angin berdasarkan Kejadian Musiman Persentase Kejadian Angin dalam Persen (%)

Musim Angin Barat Transisi

Arah Jan Feb Rata-rata Mar

Calm 0.00 0.24 0.12 0.00 Utara 2.80 0.47 1.63 0.65 Timur Laut 0.43 0.47 0.45 0.86 Timur 8.60 9.91 9.25 27.10 Tenggara 7.53 4.48 6.00 16.13 Selatan 2.58 1.89 2.23 3.87 Barat Daya 26.24 21.46 23.85 21.51 Barat 46.45 55.66 51.06 24.73 Barat Laut 5.38 5.42 5.40 5.16 Total 100.00 100.00

Persentase Kejadian Angin dalam Persen (%)

Musim Angin Timur Transisi

Arah Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Rata-rata Nov Des Rata-rata

Calm 0.00 0.00 0.22 0.00 0.22 0.00 0.00 0.06 0.00 0.22 0.11 Utara 1.56 0.22 0.44 0.00 0.65 0.44 0.65 0.54 0.00 0.00 0.00 Timur Laut 0.44 0.00 0.00 0.00 0.65 0.00 0.00 0.00 0.00 0.43 0.22 Timur 42.22 49.89 51.78 47.53 49.03 37.78 32.04 34.91 20.67 9.46 15.06 Tenggara 33.11 44.09 44.22 49.46 48.17 51.56 43.87 47.71 26.89 3.44 15.16 Selatan 4.67 1.29 0.89 1.08 0.86 4.44 6.24 5.34 8.89 3.87 6.38 Barat Daya 5.78 1.29 0.89 0.43 0.22 2.44 8.17 5.31 22.22 30.75 26.49 Barat 10.44 3.23 1.11 1.51 0.22 3.33 9.03 6.18 19.56 47.10 33.33 Barat Laut 1.78 0.00 0.44 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.78 4.73 3.25 Total 100.00 100.00

Dari Tabel 2.8. dapat dilihat beberapa hal sebagai berikut:

ƒ Pada musim angin Utara di bulan Januari hingga Februari, angin bertiup dominan dari arah Barat (rata-rata 51.06 %) dengan kecepatan rata-rata 5 - 9 m/det.

ƒ Saat transisi menuju musim angin Timur di bulan Maret dimana komponen angin arah Barat agak melemah (24.73%) dan angin dari Timur menguat (27.10%).

ƒ Dari bulan April hingga Oktober di mana terjadi musim angin Timur sebagian besar angin dominan bertiup dari arah Tenggara (rata 47.71%) dengan kecepatan rata-rata 5 - 7 m/det.

ƒ Pada bulan November terjadi kondisi transisi menuju musim angin Barat di mana komponen angin arah Barat menguat (30.33%), sebaliknya dari arah Tenggara melemah (15.16%).

(14)

Hasil analisa data angin disajikan dalam bentuk persentase kejadian statistik total (semua tahun data yang berhasil dikumpulkan) sebagaimana Tabel 2.9. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa angin Timur merupakan angin dominan (34.69%) dengan kecepatan 9 – 11 meter/detik.

Tabel 2.9 Total Presentase Kejadian Angin Maksimum Ngurah Rai Tahun 1980 – 1994

Frekuensi Kejadian Angin dalam Persen Kecepatan Angin (m/detik)

Arah Calm 1-3 3-5 5-7 7-9 9-11 >11 Jumlah

- 0.00 - - - - - 0.00 0.00 Utara 0.00 0.00 0.00 0.14 0.14 0.21 0.14 0.62 Timur Laut - 0.00 0.00 0.03 0.07 0.14 0.02 0.26 Timur - 0.00 0.09 1.62 9.52 12.45 11.02 34.69 Tenggara - 0.00 0.02 1.21 6.51 10.50 11.17 29.41 Selatan - 0.00 0.02 0.60 1.10 1.07 0.48 3.27 Barat Daya - 0.00 0.07 1.02 2.91 3.82 3.37 11.19 Barat - 0.00 0.07 1.31 3.72 4.29 9.14 18.53 Barat Laut - 0.00 0.00 0.24 0.48 0.40 0.90 2.01 Total - 0.00 0.26 6.16 24.45 32.87 36.24 100.00 Kumulatif 0.00 0.00 0.26 6.42 30.87 63.75 100.00 100.00

Hasil pengolahan persentase kejadian angin yang telah dilakukan, kemudian disajikan dalam bentuk visual yang dikenal dengan nama windrose. Penggambaran windrose dilakukan untuk tiap bulannya, yang dapat dilihat di Lampiran A. Berikut dapat disimak mawar angin (windrose) maksimum harian selama 15 tahun.

(15)

Windrose Angin Maksimum Harian 1980 – 1994

Gambar 2.6 Windrose 15 Tahun Ngurah Rai

2

2..33 GGEELLOOMMBBAANNGG

2

2..33..11 UUmmuumm

Gelombang pada perairan dapat didefinisikan sebagai perubahan elevasi perairan secara harmonik yang ditimbulkan oleh beberapa gaya, yaitu gaya angin, gaya gempa di laut, kapal yang bergerak, dan lain-lain. Sketsa definisi gelombang dapat dilihat pada Gambar 2. 3 H=a/2 L d atau h SWL η C X Z z = -d

(16)

Dari gambar di atas, dapat dilihat beberapa hal:

x = koordinat horizontal

z = koordinat vertikal

h = kedalaman dihitung dari SWL

SWL = Still Water Level (muka air rata-rata)

)

,

( t

x

n

= a cos (kx-ωt) = elevasi muka air terhadap muka air rerata

a = amplitudo gelombang = (H/2)

H = tinggi gelombang = 2 a

L = panjang gelombang

T

= periode gelombang, interval waktu yang diperlukan oleh partikel kembali

pada kedudukan yang sama dengan kedudukan sebelumnya.

C = kecepatan rambat gelombang = L/T

k = angka gelombang = jumlah gelombang = (2π/L)

ω = frekuensi gelombang = (2π/T)

Beberapa karakteristik gelombang yang sering digunakan dalam berbagai analisa gelombang adalah perioda gelombang (T), tinggi gelombang (H), kecepatan gelombang (C), kecepatan sudut gelombang (ϖ), bilangan gelombang (k), dan arah gelombang. Perioda gelombang selalu merupakan besaran yang diketahui dan selalu tetap besarnya pada seluruh medan gelombang. Tinggi gelombang dapat diketahui pada suatu posisi dan pada posisi lain adalah merupakan suatu besaran yang dicari melalui analisa transformasi gelombang. Dengan diketahuinya perioda gelombang (T) dan kedalaman perairan (h), dapat dicari karakteristik gelombang yang lainnya. Persamaan yang menghubungkan antara T dan k dinyatakan dalam suatu persamaan implisit yang disebut dengan persamaan dispersi seperti di bawah ini:

( )

kh gk tanh

2 =

σ

2. 8

di mana: g = percepatan gravitasi h = kedalaman perairan

(17)

Dengan diketahuinya T dan h, maka k dapat dicari melalui persamaan dispersi di atas dengan bantuan metoda iterasi. Selanjutnya panjang gelombang dapat dicari sebagai berikut:

L

k = 2

π

dan T

π

σ

= 2 , maka persamaan dispersi di atas menjadi:

L L g T

π

π

π

2 tanh 2 2 2 = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 2. 9

Bila panjang gelombang di laut dalam diketahui, maka panjang gelombang di kedalaman perairan tertentu dapat ditentukan dengan bantuan tabel panjang gelombang yang dapat dilihat pada SPM Volume 1, 1984.

Dengan substitusi L = C x T ke persamaan panjang gelombang di atas, maka akan diperoleh: CT h gT C

π

π

2 tanh 2 = 2. 10

Sementara itu kecepatan grup gelombang, Cg, dapat dicari dengan persamaan di bawah

ini: C kh kh Cg ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = ) 2 sinh( 2 1 2 1 2. 11

Di antara beberapa bentuk gelombang tersebut, yang paling dominan adalah gelombang angin (gelombang yang dibangkitkan oleh gaya angin). Gelombang merupakan faktor penting di dalam perencanaan pelabuhan. Gelombang mempunyai energi, maka semua bangunan dalam perencanaan pelabuhan harus dapat memikul gaya gelombang tersebut. Fasilitas pelabuhan direncanakan dengan menggunakan gaya perencanaan tersebut. Selain itu, gelombang juga bisa menimbulkan arus dan transpor sedimen di sekitar daerah pantai. Layout pelabuhan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga sedimentasi di pelabuhan dapat dihindarkan.

2

2..33..22 KKllaassiiffiikkaassiiGGeelloommbbaanngg

Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air d dan panjang gelombang L, gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam seperti pada Tabel 2.10. Klasifikasi ini dilakukan untuk menyederhanakan rumus-rumus yang merepresentasikan karakteristik gelombang.

(18)

Tabel 2.10 Klasifikasi Gelombang Menurut Kedalaman Relatif Klasifikasi d/L 2πd/L Tanh (2πd/L) Laut dalam D/L > ½ > π ≈ 1 Laut transisi 1/25 < d/L < ½ 1/4 sampai π Tanh (2πd/L) Laut dangkal d/L < 1/25 < ¼ ≈ 2πd/L 2 2..33..33 KKaarraakktteerriissttiikkGGeelloommbbaanngg

Seperti pasang surut, angin, dan fenomena proses fisik lainnya gelombang juga memiliki beberapa karakteristik, seperti cepat rambat gelombang, panjang gelombang, kecepatan gelombang, percepatan gelombang, dan lain-lain. Setiap karakteristik ini diwakili masing-masing oleh sebuah persamaan matematik tertentu. Persamaan-persamaan tersebut didapat dari penurunan persamaan dispersi. Adapun persamaan karakteristik gelombang yang akan umum digunakan dalam perencanaan pelabuhan studi kasus secara lengkap berdasarkan kedalaman relatifnya dapat dilihat pada Tabel 2.11

Tabel 2.11 Persamaan Cepat Rambat dan Panjang Gelombang Menurut Kedalaman Relatif Laut Dalam (d/L > ½) Laut Transisi (1/25 < d/L < ½) Laut Dangkal (d/L < 1/25) Cepat rambat gelombang 2π gT C0= ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = L πd 2 tanh π 2 gT C C= gd Panjang gelombang π 2 gT L 2 0= ⎟ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = L πd 2 tanh π 2 gT L 2 gd T L= 2 2..33..44 AAnnaalliissaaDDaattaaGGeelloommbbaanngg

(19)

Salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan melakukan pengolahan data angin. Prediksi gelombang disebut hindcasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi yang telah lampau dan forecasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi hasil prediksi. Prosedur penghitungan keduanya sama, perbedaannya hanya pada sumber data meteorologinya.

Gelombang laut yang akan diramal adalah gelombang di laut dalam suatu perairan yang dibangkitkan oleh angin, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya perairan di dekat pantai. Hasil peramalan gelombang berupa tinggi dan perioda gelombang signifikan untuk setiap data angin. Data-data yang dibutuhkan untuk meramal gelombang terdiri dari:

1. Data angin yang telah dikonversi menjadi wind stress factor (UA). 2. Panjang fetch efektif.

(20)

Selesai Mulai

Data:

Fetch efektif, Kecepatan angin max, Arah angin, Durasi

Konversi kecepatan angin

Penentuan jenis pembentuk gelombang

Terbatas fetch Pembentukan

sempurna Terbatas waktu

H1/3 & T1/3 max H1/3 → 12 gelombang (H1/12...H1) Penentuan H maksimum untuk periode ulang 25 thn Hasil

H rencana untuk periode ulang 25 tahun Durasi angin minimum

(21)

a. Penentuan Wind Stress Factor (UA)

Data angin yang berupa kecepatan perlu dikoreksi untuk mendapatkan wind stress factor (UA). Adapun koreksi tersebut meliputi:

1. Koreksi Elevasi

Data angin yang digunakan adalah data angin yang diukur pada elevasi 10 m dari permukaan tanah. Apabila angin tidak diukur pada elevasi tersebut, maka harus dikoreksi dengan persamaan:

7 1 10 10 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = z u u z 2. 12 di mana:

u10 = kecepatan angin hasil koreksi elevasi (m/s)

uz = kecepatan angin yang tidak diukur pada ketinggian 10 m (m/s)

z = elevasi alat ukur (m)

2. Koreksi Durasi

Data angin yang tersedia biasanya tidak disebutkan durasinya atau merupakan data hasil pengamatan sesaat. Kondisi sebenarnya kecepatan angin adalah selalu berubah-ubah meskipun pada arah yang sama. Untuk melakukan hindcasting, diperlukan juga durasi atau lama angin bertiup, di mana selama dalam durasi tersebut dianggap kecepatan angin adalah konstan. Oleh karena itu, koreksi durasi ini dilakukan untuk mendapatkan kecepatan angin rata-rata selama durasi angin bertiup yang diinginkan.

Berdasarkan data hasil pengamatan angin sesaat, dapat dihitung kecepatan angin rata-rata untuk suatu durasi angin tertentu, dengan prosedur sebagai berikut:

a. Diketahui kecepatan angin sesaat adalah uf. Akan ditentukan kecepatan angin

dengan durasi t detik (ut).

b. 1 1609det f u t = 2. 13 c. Menghitung u3600. c u uf = 3600

(22)

d. c u u3600 = f 2. 14 dengan: ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = t c 1.277 0.296tanh 0.9log 45 untuk 1 < t < 3600 detik 5334 . 1 log 15 . 0 1+ − = t c untuk 3600 < t < 36000 detik

e. Menghitung ut, t = durasi yang ditentukan.

c u ut = 3600

c

u

u

=

t 3600 2. 15 dengan:

⎟⎟

⎜⎜

+

=

t

c

1.277 0.296tanh 0.9log 45 untuk 1 < t < 3600 detik 5334 . 1 log 15 . 0 1

+

=

t

c

untuk 3600 < t< 36000 detik di mana

uf = kecepatan angin maksimum hasil koreksi elevasi (m/s)

ut = kecepatan angin rata-rata untuk durasi angin yang diinginkan (m/s) t = durasi waktu yang diinginkan (detik)

3. Koreksi Stabilitas

Apabila terdapat perbedaan temperatur antara udara dan laut, maka kecepatan angin efektif dapat diperoleh dengan melakukan koreksi stabilitas sebagai berikut:

t t

R

u

u

=

. 2. 16 di mana: Rt = rasio amplifikasi

ut = kecepatan angin hasil koreksi durasi (m/s)

Apabila data perbedaan temperatur tidak diketahui, maka SPM 1984 menyarankan penggunaan RT = 1,1.

(23)
(24)

Setelah data kecepatan angin melalui koreksi-koreksi di atas, maka data tersebut

dikonversi menjadi wind stress factor (UA) dengan menggunakan persamaan di

bawah ini:

1.23

A 0.71

U

=

U

2. 18

di mana:

U = kecepatan angin hasil koreksi-koreksi sebelumnya (m/s)

UA = wind stress factor (m/s)

b. Daerah Pembentukan Gelombang (Fetch Efektif)

Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki arah dan kecepatan angin yang relatif konstan. Karakteristik gelombang yang ditimbulkan oleh angin ditentukan juga oleh panjang fetch.

Fetch efektif di titik tertentu adalah area dalam radius perairan yang melingkupi titik tersebut di mana dalam area tersebut angin bertiup dengan kecepatan konstan dari arah manapun menuju titik tersebut.

Penghitungan panjang fetch efektif ini dilakukan dengan menggunakan bantuan peta topografi lokasi dengan skala yang cukup besar, sehingga dapat terlihat pulau-pulau atau daratan yang mempengaruhi pembentukan gelombang di suatu lokasi. Penentuan titik fetch diambil pada posisi laut dalam dari lokasi perairan yang ditinjau. Ini karena gelombang yang dibangkitkan oleh angin terbentuk di laut dalam suatu perairan, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya dasar perairan di dekat pantai.

Pada peramalan gelombang, data yang digunakan adalah data-data besar kecepatan angin maksimum harian berikut arahnya yang kemudian diproyeksi ke delapan arah mata angin utama. Selain itu juga dibutuhkan informasi tentang panjang fetch efektif untuk delapan arah mata angin utama.

Untuk menghitung panjang fetch digunakan prosedur sebagai berikut: 1. Tarik garis fetch untuk suatu arah.

2. Tarik garis fetch dengan penyimpangan sebesar 50 dan –50 dari suatu arah sampai pada batas areal yang lain. Pengambilan nilai 50 ini dilakukan mengingat adanya

(25)

akhirnya memiliki 9 garis fetch.

3. Ukur panjang fetch tersebut sampai menyentuh daratan terdekat, kalikan dengan

skala peta.

4. Panjang fetch efektif adalah:

= = = k i i k i i i F Feff 1 1 cos cos

α

α

2. 19 di mana:

Fi = panjang fetch ke-i

α

i = sudut pengukuran fetch ke-i

i = nomor pengukuran fetch

k = jumlah pengukuran fetch

c. Peramalan Tinggi dan Perioda Gelombang

Untuk menentukan tinggi gelombang dan perioda gelombang, digunakan data hasil hindcasting yang berupa Feff dan UA. Kedua parameter tersebut digunakan ke dalam tiga persamaan berikut sesuai dengan prosedur peramalan gelombang dari SPM 1984:

2 1 2 2 0016 . 0 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = A eff A mo U gxF g xU H 2. 20 3 1 2 2857 . 0 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = A eff A p U gxF g xU T 2. 21 4 3 2 2 7.15 10 8 . 68 x U gxF x U gxt A eff A ≤ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = 2. 22 di mana:

Hmo = tinggi gelombang signifikan menurut energi spektral (m)

TP = perioda puncak spektrum (detik)

g = percepatan gravitasi bumi = 9.81 (m/s2)

UA = wind stress factor (m/s)

(26)

T = durasi angin yang bertiup (detik)

Adapun prosedur peramalan gelombang adalah sebagai berikut:

1. Analisa perbandingan pada persamaan 2.22 di atas. Jika tidak memenuhi

persamaan tersebut, maka gelombang yang terjadi merupakan hasil pembentukan gelombang sempurna. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya menggunakan persamaan-persamaan berikut:

g xU H A mo 2 2433 . 0 = 2. 23 g xU T A p 134 . 8 = 2. 24

Jika hasil analisa perbandingan memenuhi persamaan 2.22 di atas, maka gelombang yang terjadi merupakan hasil pembentukan gelombang tidak sempurna. Pembentukan gelombang tidak sempurna ini ada 2 (dua) jenis, yaitu pembentukan gelombang terbatas fetch dan terbatas durasi. Untuk membedakannya perlu diketahui terlebih dahulu durasi kritis (tc), sebagai berikut:

3 2 2 8 . 68 ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = A eff A c U gxF g xU t 2. 25

2. Periksa durasi data yang ditentukan (t), lalu bandingkan terhadap durasi kritis (tc).

d. Jika t ≥ tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil

pembentukan terbatas fetch. Pada pembentukan jenis ini, durasi angin yang bertiup cukup lama. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.20 dan 2.21.

e. Jika t < tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil

pembentukan terbatas durasi. Pada pembentukan ini, durasi angin yang bertiup tidak cukup lama. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.20 dan 2.21 dengan terlebih dahulu mengganti panjang Feff dengan Fmin berikut ini:

2 3 2 min 6 . 68 ⎟⎟ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = A A xU gxt g U F 2. 26

(27)

2.3.4.2 Statistik Gelombang dengan Metode Rayleigh

Salah satu kontribusi berharga dalam deskripsi statistik gelombang laut adalah bahwa distribusi tinggi gelombang dapat didekati dengan distribusi Rayleigh (Longuet-Higgins,1952).

Kondisi gelombang pada suatu perairan bersifat acak. Untuk perencanaan bangunan pantai diperlukan suatu tinggi gelombang tertentu yang mewakili. Untuk mendapatkan gelombang monokromatik tersebut dilakukan analisis statistik untuk memperoleh Hp. Setelah data diurutkan dari terbesar ke terkecil, maka Hp adalah harga rata-rata m data terbesar, dimana p adalh m/N.

Tahapan analisis tersebut adalah :

1. Mengurutkan data dari terbesar ke terkecil 2. Menjumlahkan data m terbesar

3. Menghitung Hp

Bila terdapat 15 data (N = 15) yang telah diurutkan dari besar ke kecil maka 3

/ 1

H = (H1+H2+H3+H4+H5)/5, dimana m = 5 sehingga p = 5/15 = 1/3.

Hp dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:

p

H = Cp. Hrms 2.27

dimana:

Hp = tinggi gelombang m maksimum dari N data

Cp = koefisien koreksi untuk Hp

= ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + p erfc p p 1 ln 2 1 ln

π

Hrms = tinggi gelombang root mean square = 2 / 1 1 2 1 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡

= N i Hi N

(28)

Gambar 2.11 Bagan Alir Analisa Statistik Gelombang dengan Metode Rayleigh

Untuk mempermudah perhitungan, nilai Cp dihitung dengan bantuan komputer (software

Fortran). Nilai Cp dapat dilihat pada Tabel 2.12 berikut ini.

Tabel 2.12 Nilai koefisien Cp

1/p Hp/Hrms 1 1.851 2 1.649 3 1.517 4 1.416 5 1.331 6 1.256 7 1.189 8 1.126 9 1.066 10 1.008 11 0.949 12 0.886

(29)

2.3.4.3 Analisa Frekuensi Gelombang

Penentuan tinggi gelombang rencana dengan periode ulang tertentu dapat dihitung menggunakan metode analisa frekuensi. Beberapa metoda yang sangat dikenal antara lain adalah Metoda Normal, Log Normal, Gumbell, Pearson Type III dan , Log Pearson Type III. Metoda yang dipakai nantinya harus ditentukan dengan melihat karakteristik distribusi gelombang daerah setempat. Periode ulang yang akan dihitung pada masing-masing metode adalah untuk periode ulang 2, 3, 5, 10, 25, 50,100 serta 200 tahun.

a. Metode Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal dikenal pula dengan nama distribusi Gauss yang mempunyai rumus sebagai berikut:

Xt = X + K. SX 2. 28

di mana:

Xt = tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)

X = gelombang maksimum rata-rata

SX = standar deviasi

K = faktor variabel reduksi Gauss untuk Distribusi Normal

b. Metode Distribusi Log Normal 2 Parameter

Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu dengan mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variat X. Untuk distribusi log normal dua parameter mempunyai persamaan transformasi:

Log Xt = LogX + K. SlogX 2. 29

di mana:

Log Xt = nilai logaritmik tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)

LogX = nilai logaritmik tinggi gelombang maksimum rata-rata

SlogX = standar deviasi logaritmik nilai X

k = faktor variabel reduksi Gauss untuk distribusi Log Normal 2 Parameter

Apabila perhitungan tanpa nilai logaritmik, dapat digunakan persamaan berikut:

Xt = X + k. SX 2. 30

(30)

Xt = nilai tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)

X = nilai tinggi gelombang maksimum rata-rata

SX = standar deviasi nilai X

k = nilai karakteristik distribusi Log Normal 2 Parameter yang nilainya

bergantung dari koefisien variasi (CV)

CV =

X

SX 2. 31

c. Metode Distribusi Log Normal 3 Parameter

Distribusi Log Normal 3 Parameter dapat dituliskan sebagai:

Xt = X + K.SX 2. 32

di mana:

Xt = nilai tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)

X = nilai tinggi gelombang maksimum rata-rata

SX = standar deviasi nilai X

k = nilai karakteristik distibusi Log Normal 3 Parameter yang nilainya

bergantung dari koefisien kemencengan (CS)

d. Metode Distribusi Gumbell.

Metoda distribusi Gumbell yang banyak digunakan dalam analisa frekuensi mempunyai rumus: Xt = X + K. Sx 2. 33 K = (Yt - Yn)/Sn. 2. 34 Yt = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + 1 -T T log 2.303 0.834 - 2. 35 di mana:

Xt = tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)

X = tinggi gelombang maksimum rata-rata

(31)

Sn = deviasi standar dari reduksi variat, nilainya tergantung dari jumlah data

e. Metode Distribusi Pearson III

Metode ini memiliki bentuk kurva seperti bel. Mode terletak pada titik nol dan nilai X terletak −aX ≤∞. Persamaan distribusi Pearson III dapat dijelaskan sebagai berikut:

Xt = X+ K.Sx 2.36

dimana:

Xt = tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)

X = tinggi gelombang maksimum rata-rata

Sx = standar deviasi

K = faktor sifat distribusi Pearson III yang merupakan fungsi dari Cs (koefisien skewness)

Nilai Cs yang diperoleh digunakan untuk mendapatkan nilai KT dari tabel. Persamaan distribusi Pearson III akan merupakan garis lengkung apabila digambarkan pada kertas peluang normal.

f. Metode Distribusi Log Pearson Type III

Metoda ini mempunyai persamaan sebagai berikut:

Log Xt = logX + K.S 2. 37

dimana:

Log Xt = logaritmik tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun

logX = logaritmik tinggi gelombang maksimum rata-rata.

= n X log ∑ 2. 38

SlogX = standar deviasi =

1 n ) logX (logX 2 − − 2. 39

K = karakteristik dari distribusi Log Pearson III yang nilainya bergantung pada

(32)

CS = koefisien skewness = 3 2 Si 2) 1).(n (n logX) (logX − − − ∑ 2. 40

Apabila nilai CS = 0, maka distribusi Log Pearson III identik dengan distribusi Log Normal sehingga distribusi kumulatifnya akan tergambar sebagai garis lurus pada kertas grafik log normal.

Perioda gelombang rencana bisa didapatkan dengan cara memetakan tinggi gelombang yang didapat dari analisa frekuensi di atas ke scatter diagram perioda gelombang.

2.3.4.4 Analisa Data Gelombang pada Lokasi Studi

A. Fetch Efektif

Fetch angin perairan masing-masing lokasi studi dibuat dengan titik pusat yang dianggap

mewakili koordinat zona perairan laut dalam. Penggambaran fetch angin untuk lokasi

studi dapat dilihat pada Gambar 2.12 berikut ini.

Gambar 2.12 Fetch Daerah Mentigi, Kutampi, Nusa Penida

(33)

Tabel 2.13 Panjang Fetch Efektif Lokasi Studi Arah Fetch eff (m)

Utara 35,472.000 Timur Laut 63,603.000 Timur 64,201.000 Tenggara 42,285.000 Selatan 0.000 Barat Daya 0.000 Barat 0.000 Barat Laut 9,996.000 B. Gelombang Rencana

Perhitungan atau peramalan gelombang rencana dilakukan dengan menggunakan data angin harian maksimum yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Bandara Ngurah Rai Denpasar.

Hasil peramalan tinggi gelombang maksimum untuk tiap tahun berdasarkan arah dapat dilihat pada Tabel 2.14.

Tabel 2.14. Harga Tinggi Gelombang Maksimum Tahunan Per Arah Tahun Utara Timur Laut Timur Tenggara Barat Laut

1980 0.374 0.758 1.050 1.072 0.696 1981 0.000 0.000 1.050 1.170 0.805 1982 0.649 0.420 1.730 1.021 0.857 1983 0.000 0.290 1.590 1.021 0.857 1984 0.000 0.000 1.730 0.915 0.857 1985 0.470 0.000 1.730 0.915 0.696 1986 0.470 0.000 1.730 0.915 0.696 1987 0.370 0.000 1.730 0.915 0.857 1988 0.562 0.000 1.730 0.915 0.696 1989 0.562 0.000 1.730 0.915 0.696 1990 0.391 0.390 1.590 1.054 0.801 1991 0.352 0.000 1.460 0.695 0.294 1992 0.436 0.185 1.460 0.802 0.648 1993 0.480 0.390 1.050 0.855 0.987 1994 0.606 0.577 1.460 1.191 1.418

Untuk menentukan tinggi gelombang dengan perioda ulang tertentu digunakan analisa frekuensi dengan menggunakan metode distribusi Normal, Normal 2 parameter, Normal 3 parameter, Gumbel, Pearson III, Log Pearson III. Data masukkan untuk analisa adalah gelombang tertinggi. Hasil perhitungan analisa frekuensi tinggi gelombang dengan

(34)

beberapa metode untuk periode ulang H2, H5, H10, H25, H50 dan H100 dapat dilihat pada Lampiran B.

Dari analisa, maka tinggi gelombang berdasarkan perioda ulang untuk lokasi Nusa Penida adalah sebagai berikut

Tabel 2.15 Tinggi Gelombang Berdasarkan Perioda Ulang H (m)

Tr Utara Timur Laut Timur Tenggara Barat Laut

200 0.66 1.37 1.83 1.31 1.54 100 0.65 1.20 1.83 1.27 1.45 50 0.64 1.03 1.82 1.23 1.35 25 0.63 0.86 1.81 1.19 1.25 10 0.60 0.63 1.78 1.13 1.10 5 0.56 0.44 1.74 1.07 0.98 3 0.51 0.30 1.68 1.01 0.87 2 0.43 0.17 1.59 0.95 0.77

Dalam perencanaan dermaga ini digunakan periode ulang 25 tahun. Untuk gelombang dengan fetch tertentu, perioda gelombang dicari berdasarkan tinggi gelombang rencana dengan menggunakan rumus

2 1 2 2 0016 . 0 ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = A eff A mo U gxF g xU H 2.41 3 1 2 2857 . 0 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = A eff A p U gxF g xU T 2.42

Sedangkan untuk gelombang yang panjang fetch-nya tidak terbatas digunakan rumus dari Pierson – Moskovitz

19,66 H

T2 = 2.43

Dengan menggunakan rumus diatas diperoleh harga perioda gelombang rencana untuk ke-5 arah datang gelombang seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.16

(35)

Tabel 2.16 Tinggi dan Periode Gelombang Rencana Arah H (m) T (dtk) Utara 0.63 3.654 Timur Laut 0.86 4.364 Timur 1.81 6.674 Tenggara 1.19 5.253 Barat Laut 1.25 5.403 C. Waverose

Tinggi gelombang yang diperoleh dari hasil peramalan gelombang dengan menggunakan data angin yang ada kemudian dikelompokkan menurut bulan kejadian. Langkah selanjutnya dicari persentase kejadian tinggi dan periode gelombang setiap bulannya menurut besar dan arahnya.

Hasil peramalan gelombang disajikan dalam bentuk persentase kejadian statistik total tahun 1980 – 1994 sebagaimana Tabel 2.17. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa selama kurun waktu sesuai dengan tahun data yang diperoleh terlihat gelombang dominan untuk Nusa Penida berasal dari arah Timur (34,18%) dengan tinggi gelombang antara 1,4 – 1,8 m.

Tabel 2.17 Presentase Kejadian Gelombang Total Nusa Penida Tahun 1980 – 1994

Persentase Kejadian Tinggi Gelombang Tinggi Gelombang (m)

Arah Calm 0.2-0.6 0.6-1.0 1.0-1.4 1.4-1.8 1.8-2.2 >2.2 Jumlah

- 33.50 - - - 33.50 Utara - 0.10 0.17 0.26 0.10 0.03 0.26 0.92 Timur Laut - 0.00 0.03 0.07 0.14 0.00 0.02 0.26 Timur - 0.09 1.61 9.43 12.25 5.49 5.32 34.18 Tenggara - 0.02 3.03 6.68 13.43 3.42 2.56 29.14 Selatan - 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Barat Daya - 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Barat - 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Barat Laut - 0.72 0.80 0.43 0.05 0.00 0.00 2.00 Total - 0.92 5.64 8.87 25.98 0.00 8.15 100.00 Kumulatif 33.50 34.42 40.06 71.61 82.91 91.85 100.00 100.00

Persentase Kejadian Ada Gelombang : 66.50%

(36)

Berikut dapat disimak mawar gelombang (waverose) selama 15 tahun di lokasi studi.

Waverose Gelombang Maksimum Harian Tahun 1980 – 1994

Gambar 2.13 Waverose 15 Tahun di Nusa Penida

2.4. TRANSFORMASI GELOMBANG

2.4.1. Umum

Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju laut dangkal akan mengalami transformasi yang diakibatkan oleh adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Di laut dalam, gelombang menjalar tanpa dipengaruhi oleh dasar laut. Namun di laut transisi dan laut dangkal, dasar laut mempengaruhi pergerakan gelombang.

Gelombang yang merambat dari perairan dalam menuju perairan dangkal akan mengalami 3 peristiwa utama, yaitu refraksi, shoaling, dan breaking, di mana ketiga peristiwa tersebut mengakibatkan perubahan pada arah perambatan dan tinggi gelombang.

a. Refraksi

(37)

dengan membentuk sudut terhadap batimetri berubah arah dan front gelombang cenderung berevolusi sejajar pantai atau ray akan tegak lurus pantai. Di daerah perairan dangkal, apabila ditinjau suatu garis puncak gelombang, bagian puncak gelombang yang berada di air yang lebih dangkal akan menjalar dengan kecepatan yang lebih kecil daripada bagian dari puncak gelombang yang berada di air yang lebih dalam. Akibatnya garis puncak gelombang akan membelok dan berusaha untuk sejajar dengan garis kedalaman laut. Garis orthogonal gelombang, garis yang tegak lurus dengan garis puncak gelombang dan menunjukkan arah penjalaran gelombang, juga akan membelok dan berusaha untuk menuju tegak lurus garis kontur dasar laut. Efek pembelokan ini disebut sebagai refraksi. Sketsa deskripsi refraksi gelombang pada kontur lurus dan sejajar dapat dilihat pada Gambar 2.14

Kontur kedalaman x 0 α Ortogonal gelombang 0 b b L 0 L α x Pantai

Gambar 2. 14 Refraksi Gelombang pada Kontur Lurus dan Sejajar

Fenomena refraksi ini sangat penting untuk dipelajari dalam teknik pantai dan pelabuhan karena:

1. Transpor sedimen pantai sangat bergantung pada arah gelombang, sehingga dalam

melakukan analisa transpor sedimen pantai harus benar-benar diketahui sudut datang gelombang. Demikian juga halnya dengan analisa gelombang, perlu diketahui sudut datang gelombang.

2. Peristiwa refraksi juga dapat mengakibatkan perubahan tinggi gelombang. Untuk

(38)

(konvergen), dan pada kondisi kontur lain dapat mengakibatkan penyebaran energi gelombang (divergen). Kondisi konvergen dapat menyebabkan tinggi gelombang makin besar, sedangkan pada kondisi divergen terjadi pengurangan tinggi gelombang.

Hal yang penting dari analisa refraksi adalah pengaruh refraksi terhadap tinggi, arah dan distribusi energi gelombang yang terjadi di perairan dangkal. Analisa penghitungan refraksi dimulai dengan menentukan tinggi gelombang terbesar beserta perioda dan arah gelombang tersebut. Dilatarbelakangi oleh hukum konservasi energi, di mana energi gelombang di perairan dalam sama dengan energi gelombang di perairan dangkal, dapat ditentukan tinggi gelombang yang terjadi di perairan dangkal. Analisa refraksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan ketentuan yang terdapat di dalam SPM 1984. Untuk garis kontur yang sederhana dan sejajar pantai, parameter-parameter yang penting dalam analisa refraksi ini adalah:

1. Persamaan Hukum Snellius.

1 1 2 2 sin sin

α

⎟⎟

α

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = C C 2. 44 2. Koefisien Refraksi.

α

α

cos cos 0 0 = = b b Kr 2. 45

3. Tinggi gelombang akibat refraksi. 1

2 K H

H = r 2. 46

di mana:

α

1 = sudut antara garis puncak gelombang dengan kontur dasar di mana

gelombang melintas.

α

2 = sudut yang sama diukur saat garis puncak gelombang melintas dasar

kontur berikutnya.

C1 = kecepatan gelombang pada kedalaman kontur pertama.

C 2 = kecepatan gelombang pada kedalaman kontur kedua.

(39)

b. Shoaling

Dalam perjalanan gelombang dari perairan dalam menuju perairan dangkal terjadi perubahan kecepatan, yaitu menjadi lebih lambat. Perubahan ini selain mengakibatkan perubahan arah, juga mengakibatkan pembesaran tinggi gelombang, di mana peristiwa tersebut dikenal sebagai shoaling.

Penghitungan koefisien tinggi gelombang akibat shoaling ini dinyatakan dengan persamaan berikut: 2 1 ) 2 tanh( ) 2 sinh( 2 1 1 ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = kh kh kh Ks 2. 47

atau dapat juga dihitung dengan:

2 1 g g S C C K = 2. 48

Tinggi gelombang akibat refraksi dan shoaling adalah: 1

2 K K H

H = r S 2. 49

c. Breaking

Gelombang memasuki perairan yang lebih dangkal akan mengalami shoaling dan pada akhirnya akan pecah. Peristiwa pecah ini akan terjadi terus menerus sampai mencapai

tinggi gelombang stabil, yaitu pada tinggi gelombang HS = 0.4 h. Jarak mulai pecah

sampai dengan menjadi stabil pada umumnya adalah 0.5 L. Hal ini terjadi terus menerus sampai gelombang mencapai pantai.

Gelombang pecah terjadi di laut dalam dan laut dangkal. Kapan gelombang mulai pecah di laut dalam dinyatakan oleh Michell (1893) dengan persamaan berikut:

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ≥ L h L H 2

π

tanh 142 . 0 0 0 2. 50

Hal ini dapat terjadi bila sudut yang dibentuk oleh puncak gelombang sebesar 1200. Pada sudut batas ini, kecepatan partikel di puncak gelombang hampir sama dengan kecepatan rambat gelombang. Penambahan kecuraman sudut puncak gelombang akan mengakibatkan kecepatan partikel di puncak gelombang lebih besar daripada cepat

(40)

rambat gelombang, sehingga terjadilah ketidakstabilan yang menyebabkan gelombang pecah. Persamaan ini juga menyatakan tinggi gelombang maksimum yang dapat terjadi pada suatu kedalaman untuk suatu perioda gelombang.

Sementara itu, kriteria gelombang pecah di laut dangkal secara umum adalah sebagai berikut: 78 . 0 ≥ h H 2. 51

d. Wave Set-updan Wave Set-down

Akibat adanya gelombang, maka akan terjadi perubahan elevasi muka air rata-rata atau kedalaman rata-rata. Perubahan tersebut dengan wave set-up atau wave set-down. Wave set-up atau wave set-down ini dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut: x H h x

δ

δ

η

η

η

δ

δη

2 2 1 ) ( 1 16 3 + − = − =

2.

52

Kehilangan Energi akibat Friksi

Pada perairan pantai, friksi dengan dasar perairan cukup berpengaruh dalam mereduksi tinggi gelombang. Kehilangan energi akibat friksi dapat dihitung dengan persamaan:

) ' ( sinh 3 ) ( 4 3 3 kh gh x H f Eloss

π

σ

∆ = 2. 53

Tinggi gelombang yang dihasilkan adalah sebagai berikut: loss

f H E

H = 12− 2. 54

di mana:

f = koefisien gesek yang berkisar antara 0.010-0.015

h’= h + η 2. 55

e. Difraksi Gelombang

Difraksi adalah fenomena di mana energi dialihkan secara lateral sepanjang puncak gelombang apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau. Pada Gambar 2.27.a ditunjukkan apabila tidak terjadi difraksi

(41)

datang. Garis puncak gelombang di belakang rintangan akan membelok dan mempunyai busur lingkaran dengan pusatnya pada ujung rintangan. Pada daerah ini, tinggi gelombang akan berkurang, semakin jauh dari ujung rintangan maka berkurangnya tinggi gelombang akan semakin besar. Sedangkan untuk daerah di depan rintangan akan terjadi superposisi antara gelombang datang dan gelombang balik yang dikenal dengan short crested waves (gelombang hasil superposisi beberapa gelombang yang sudut datang/perginya tidak sama).

Puncak gelombang P L Arah Gelombang Rintangan Titik tinjau K' θ r β Perairan tenang Arah Gelombang Puncak gelombang P L Rintangan

a. Tidak Terjadi Difraksi b. Terjadi Difraksi

Gambar 2. 15 Pola Gelombang di Belakang Rintangan

Untuk mendapatkan model difraksi, maka perlu digunakan beberapa asumsi sebagai berikut:

1. Fluida adalah ideal (tidak mempunyai kekentalan dan tidak mampu mampat).

2. Gelombang amplitudo kecil (Teori Gelombang Linier).

3. Aliran tidak berputar.

4. Kedalaman di belakang rintangan adalah konstan.

5. Gelombang dipantulkan sempurna oleh rintangan.

Berdasarkan asumsi di atas, penghitungan difraksi gelombang berdasarkan jenis rintangan yang dilalui dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu difraksi gelombang melewati celah tunggal dan melewati dua celah.

ƒ Difraksi Gelombang Melewati Celah Tunggal

Contoh difraksi gelombang melewati celah tunggal dapat dilihat pada Gambar 2.27.a. Tinggi gelombang di suatu tempat di daerah terlindung tergantung kepada:

(42)

1. Jarak titik tersebut terhadap ujung rintangan r.

2. Sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut dengan ujung rintangan β.

3. Sudut antara arah penjalaran gelombang dan rintangan θ. Dengan demikian koefisien difraksi dapat didefinisi sebagai:

i

H K'.

H= 2. 56

dimana:

H = tinggi gelombang setelah difraksi

HI = tinggi gelombang datang

K’ = koefisien difraksi = f’(θ,β,r/L)

Nilai K’ untuk θ,β,r/L tertentu dapat dicari dengan menggunakan diagram difraksi. Langkah-langkah untuk menggunakan diagram difraksi adalah:

1. Hitung panjang gelombang (L).

2. Hitung jarak lokasi dari ujung rintangan (r). 3. Hitung r/L.

4. Tentukan arah gelombang.

5. Gunakan diagram difraksi untuk arah gelombang yang sesuai.

6. Bila arah gelombang tidak sama dengan yang ada pada diagram, lakukan interpolasi. ƒ Difraksi Gelombang Melewati Dua Celah

Untuk menentukan koefisien difraksi gelombang yang melewati dua celah digunakan grafik yang dikembangkan oleh Johnson (1952, 1953; dalam Wiegel 1964) yang menunjukkan kurva difraksi yang sama untuk arah gelombang datang tegak lurus sisi celah dan untuk berbagai perbandingan antara lebar celah B dan panjang gelombang L (B/L). Apabila lebar celah sama dengan lima kali panjang gelombang atau lebih, maka difraksi oleh kedua ujung celah tidak saling mempengaruhi sehingga teori difraksi untuk gelombang melewati celah tunggal dapat digunakan untuk kedua sisi.

(43)

2

2..44..22 SSiimmuullaassiiTTrraannssffoorrmmaassiiGGeelloommbbaanngg

2

2..44..22..11 UUmmuumm

Pada mulanya model numerik untuk simulasi proses refraksi menggunakan pendekatan lintasan gelombang (Wilson, 1996), di mana penghitungannya dilakukan dengan mengikuti lintasan gelombang mulai dari perairan dalam menuju perairan dangkal sampai syarat batas (gelombang pecah atau lintasan telah sampai pada batas perairan).

Pada prakteknya, pendekatan ini sulit dilakukan karena dari awal pemodel tidak tahu akan menuju ke mana lintasan gelombang yang akan diikutinya. Bila keadaan gelombang di suatu titik ingin diketahui maka harus ada lintasan yang menuju ke titik atau dekat titik tersebut. Oleh karena itu, harus dicoba banyak lintasan gelombang dan biasanya dibutuhkan interpolasi serta penyesuaian dari pemodel dalam menginterpretasikan pola lintasan gelombang di perairan yang ditinjau.

Peneliti numerik (Berkhoff, 1972 dan Lozano & Liu, 1980) mengembangkan model yang mampu memperhitungkan proses refraksi dan difraksi. Hal ini mengingat bahwa bila tinjauan model numerik melibatkan suatu konstruksi bangunan laut, konsep refraksi tidak berlaku di daerah yang terlindung oleh bangunan laut tersebut.

2

2..44..22..22 PPrroosseedduurrPPeemmooddeellaann

Adapun langkah-langkah untuk melakukan simulasi transformasi gelombang ini adalah sebagai berikut:

1. Membuat grid referensi.

Grid yang dibuat berbentuk persegi empat, dengan sumbu x membesar searah dengan arah datangnya gelombang dan sumbu y tegak lurus terhadap sumbu x. 2. Membuat data masukan.

Data masukan yang dibutuhkan berupa kedalaman di setiap titik grid referensi dan parameter gelombang di lokasi studi. Parameter gelombang di lokasi studi yang dimaksud adalah tinggi, perioda, dan arah datang gelombang dan disesuaikan dengan hasil analisa sebelumnya. Kedua data tersebut masing-masing dimasukkan ke dalam dua file yang berbeda.

(44)

Setelah semua data masukan disiapkan, maka selanjutnya adalah menjalankan program. Simulasi dijalankan untuk setiap arah gelombang datang yang berbeda. 4. Plot kontur tinggi gelombang.

Tinggi gelombang yang dihasilkan oleh program masih berbentuk deretan angka-angka spesifik berupa nilai tinggi gelombang untuk setiap titik grid referensi. Untuk lebih memudahkan maka hasil simulasi ditampilkan dalam bentuk peta kontur.

Prosedur pemodelan transformasi gelombang secara umum dirangkum dalam sebuah bagan alir yang dapat dilihat pada Gambar 2.16 berikut ini.

Gambar 2.16 Bagan Alir Pemodelan Transformasi Gelombang Selesai

Membuat Grid untuk Kawasan Studi

Run Ref/Dif

Output

Kontur Tinggi gelombang dan Arah di setiap node

Input Data 1. Batimetri di Tiap Node 2. H, T dan arah datang gelombang di lokasi studi

Plot Kontur Tinggi Gelombang dengan Surfer

(45)

2.4.2.3. Data Masukan dan Hasil Pemodelan

A

A.. DDaattaaMMaassuukkaann

Untuk membuat pemodelan transformasi gelombang yang terjadi di lokasi, dibutuhkan data-data yang mempengaruhi karakteristik perilaku gelombang di lokasi tersebut. Data yang digunakan dalam pemodelan transformasi gelombang ini antara lain adalah:

1. Peta Batimetri

Peta batimetri yang digunakan berasal dari hasil survei topografi dan batimetri yang telah dilaksanakan seperti yang disajikan pada gambar berikut ini.

(46)

Gambar 2.1 7 Pe ta Ba timet ri N us a Pe ni da

(47)

2. Data Gelombang di Laut Dalam

Data gelombang laut dalam yang digunakan adalah data gelombang maksimum untuk perioda ulang 25 tahun yang diperoleh dari hasil peramalan gelombang dari data angin

maksimum harian untuk lokasi Mentigi, Kutampi seperti yang ditunjukkan pada Tabel

2.18 ini.

Tabel 2.18 Tinggi dan Periode Gelombang Rencana Arah (0) H (m) T (dtk) L (m) h (m) Utara 0 0.63 3.65 20.85 10.42 Timur Laut 45 0.86 4.36 29.74 14.87 Timur 90 1.81 6.67 69.54 34.77 Tenggara 135 1.19 5.25 43.09 21.54 Barat Laut 315 1.25 5.40 45.58 22.79

Dikarenakan peta batimetri yang digunakan memiliki kedalaman maksimum hingga 50 m maka tidak perlu dilakukan transformasi gelombang secara manual untuk mencari tinggi gelombang di laut dalam, sehingga data tinggi dan periode gelombang dapat digunakan sebagai input pemodelan transformasi gelombang.

3. Grid Pemodelan

Grid yang digunakan dalam pemodelan ini dibuat pada peta batimetri di atas dan dapat dilihat pada Gambar 2.18 berikut ini.

(48)

Gambar 2 .18 Gr id yang Digunakan di Lokas i Studi

(49)

B. Hasil Pemodelan

Hasil simulasi tranformasi gelombang pada pekerjaan ini di lokasi Mentigi, Kutampi dapat dilihat pada Gambar2.19 – 2.23 berikut ini.

(50)

Gam b ar 2.1 9 Ko nt ur G elomba ng u ntu k Ar ah Da tan g Ut ar a

(51)

Ga m b ar 2. 2 0 Kont ur Gelom bang u nt uk Ar ah D at an g Ti mu r La ut

(52)

Gam b ar 2.2 1 Ko nt ur G elomba ng u ntu k Ar ah Da tan g Ti mu r

(53)

G ambar 2 .22 Kont ur Gelom bang u nt uk Ar ah D at an g Te ng ga ra

(54)

G ambar 2 .23 Kont ur Gelom bang u nt uk Ar ah D at an g Ba rat L au t

(55)

Dari kontur gelombang hasil pemodelan transformasi gelombang di atas, dapat dilihat tinggi gelombang di garis pantai daerah yang akan dijadikan dermaga adalah sebagai berikut:

Tabel 2.19 Tinggi Gelombang Hasil Pemodelan Ref-Dif Arah Tinggi Gelombang (m)

Utara 0.463 Timur Laut 0.535 Timur 0.741 Tenggara 0.605 Barat Laut 0.623 Maksimum 0.741

Gambar

Grafik fluktuasi   muka air
Tabel 2. 1   Komponen Pasang Surut
Tabel 2. 2  Tipe Pasang Surut
Tabel 2.4  Data Pengamatan Pasang Surut (cm)  Tanggal  Maret 2003  April 2003 Jam  22 23 24 25 26 27 28 29 30 31  1  2  3  4  5  00.00 130 98 80 65 60 88 76 68 58 107 96 118 130 141 133 01.00 140 104 86 68 73 96 79 65 52 81 86 93 100 97 102 02.00 135 103 8
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari percobaan yang telah dilakukan sebanyak 30 data uji didapatkan hasil keluaran sistem yang sesuai sebanyak 28 dimana ketidak sesuaian keluaran dari sistem

Rendahnya penemuan jenis burung di lokasi Anak Sungai Sibau karena pendeknya jalur pengamatan serta karakter sungainya yang merupakan sungai kecil.. Penemuan jenis burung

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil belajar kimia siswa pada kelas yang diberi perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

Berdasarkan Tabel 4.1 didapatkan hasil rata-rata bacaan dan kuat tekan kolom I di Sayung untuk setiap zona pada umur 12 bulan, Peneliti membagi setiap sisi kolom

Hasil dari penelitian ini yang didapat adalah bahwa Gereja Setan bukanlah sebuah gereja pada umumnya, melainkan sebuah sekte yang mereka namakan sebuah gereja dan itu

Hasil penentuan jenis gerakan dan jumlah perulangan gerakan yang telah diproses mikrokontroler utama (ATMega 32) dikirim kemikrokontroler pengendali motor DC servo

(6) Apabila Anggota Direksi dan atau Pegawai tidak dapat melaksanakan pembayaran angsuran dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam SKTJM sebagaimana dimaksud pada

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keripik singkong merupakan salah satu produk makanan ringan yang banyak digemari