• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. proses yang dinamis, dengan proses tujuan masa depan yang tak terbatas. Dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. proses yang dinamis, dengan proses tujuan masa depan yang tak terbatas. Dalam"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Traktor

Sejarah menunjukkan bahwa proses mekanisasi pertanian adalah suatu proses yang dinamis, dengan proses tujuan masa depan yang tak terbatas. Dalam suatu sistem yang kompetitif, setiap pabrik mesin-mesin pertanian harus secara terus menerus memperbaiki produknya dan menciptakan produk baru agar posisi perusahaannya tetap menguntungkan (Daywin dkk, 2008).

Praktek penggemburan tanah sebelum penanaman telah berlangsung sejak lama. Dibeberapa daerah penggemburan sangat sulit dilakukan karena kondisi tanah yang tidak mendukung. Petani telah mengatasi masalah ini dengan menggunakan alat berat. Dibeberapa daerah yang biaya tenaga kerjanya tidak terlalu tinggi, banyak lahan digemburkan dengan menggunakan tenaga manusia. Pada saat mesin pengolah tanah belum tersedia, beberapa kuda digunakan untuk mengolah lahan. Namun selama pengolahan lahan dengan menggunakan tenaga kuda, luas olahan yang diperoleh masih terlalu kecil, mesin pengolahan tanah dapat mengolah lahan dalam ukuran yang lebih luas (Burton, 1997).

Jumlah penduduk yang semakin bertambah telah dan akan terus membutuhkan bahan makanan dan serat yang semakin banyak dan kenaikan produksi pertanian yang terjadi juga telah didorong oleh kemajuan di bidang non enjinering seperti bibit unggul, pemupukan dan budidaya tanaman yang lebih baik. Akan tetapi yang paling utama adalah meningkatnya penggunaan mekanis dan semakin efektifnya penggunaan mesin pertanian (Daywin dkk, 2008).

Mesin dapat membantu pekerja agar pekerjaan lebih aman dan dengan tingkat produktifitas tinggi. Semakin besar ukuran dan jumlah mesin, maka

(2)

semakin banyak pekerjaan yang dapat diselesaikan per orangnya. Inilah dasar untuk meningkatkan produktifitas per orang dalam industri pertanian. Proses mekanisasi ini telah berlangsung dan mengalami peningkatan signifikan sejak 1950 (Herbs, 1980).

Klasifikasi Traktor

Menurut cara penggandengan peralatannya, maka traktor tangan dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:

a. Integrated mounted tractor (tipe unit); peralatannya langsung dihubungkan dengan poros (as) dengan transmisi.

b. Trailing type (tipe gusur); peralatannya digandengkan dengan traktor hanya dengan bantuan pen (pasak) saja. Jadi bekerjanya berdasarkan kekuatan tarik maju kedepan dari traktor.

c. Combination type (tipe kombinasi); dapat digunakan sebagai tipe unit maupun tipe gusur (Sugeng, 1998).

Menurut Rizaldi (2006) klasifikasi traktor dibedakan menjadi dua macam, yaitu berdasarkan kegunaan dan jenis roda penggeraknya.

1. Traktor berdasarkan kegunaannya a. General purpose tractor b. Special purpose tractor c. Industrial tractor d. Plantation tractor e. Garden tractor

(3)

2. Traktor berdasarkan roda penggeraknya A. Traktor roda kepyak (crawler tractor)

a. Standard crawler tractor

b. Low ground pressure tractor (LGP) c. Swam crawler tractor

d. Extra swam crawler tractor

e. Special application crawler traktor B. Traktor roda karet (ban)

a. Single axle b. Double axle

Traktor Tangan

Traktor roda dua atau traktor tangan (power tiller/hand tractor) adalah mesin pertanian yang dapat dipergunakan untuk mengolah tanah dan lain-lain. Pekerjaan pertanian dengan alat pengolah tanahnya digandengkan/dipasang di bagian belakang mesin (Hardjosentono dkk, 2000).

Alat ini mempunyai efisiensi tinggi, karena pembalikan dan pemotongan tanah dapat dikerjakan dalam waktu yang bersamaan. Traktor roda dua merupakan mesin serba guna karena dapat juga berfungsi sebagai tenaga penggerak untuk alat-alat lain seperti pompa air, alat prosesing, gandengan (trailer) dan lain-lain (Hardjosentono dkk, 2000).

Tanah dan Air

Pada saat pengolahan tanah dimulai, yaitu dari sejak air dimasukkan ke lapangan sampai tiba saatnya tanah dibajak/diluku untuk pertama kali, kehilangan

(4)

air oleh perkolasi, yaitu hilangnya air oleh peresapan melewati lubang pori dari lapisan atas ke lapisan bawah tanah adalah cukup tinggi. Untuk menghindarkan kehilangan air melalui perkolasi itu, segera setelah jenuh dengan air, digaru atau disisir dengan maksud agar tanah setelah dilakukan pembajakan pertama yang masih merupakan bongkahan besar dipecah menjadi bagian yang sekecil-kecilnya sehingga merupakan lumpur yang lunak serta halus sekali, jadi merupakan koloid. Koloid inilah yang nantinya menutup lobang kecil/pori-pori yang terdapat pada tanah, sehingga kehilangan air oleh perkolasi berkurang secara berangsur-angsur (Siregar, 1981).

Penyiapan lahan untuk budidaya padi dapat ditempuh dengan beberapa cara. Secara manual penyiapan lahan dilakukan menggunakan tangan dan alat sederhana. Secara mekanis menggunakan bajak (ploughing) dan garu (harrowing). Cara yang banyak digunakan pula adalah secara kimiawi yaitu dengan herbisida. Namun dapat pula digunakan gabungan dari cara-cara tersebut (Noor, 1996).

Evaluasi terhadap mudah tidaknya lahan dikerjakan sangat bergantung kepada sistem pengelolaan tanah dan air yang digunakan atau direncanakan. Penyiapan lahan dan pekerjaan lain termasuk penyiangan dan pemanenan dapat dilakukan secara manual tanpa kendala spesifik pada kebanyakan tipe lahan dan tanah. Kesulitan dijumpai pada lahan berbatu dan miring, meskipun hanya sebagian kecil dari daerah lahan sawah aktual dan potensial. Masalah juga dijumpai pada penyiapan lahan berlumpur (boggy) yang berdrainase buruk, karena kemudahan untuk dilewati (trafficability) sepanjang tahun amat rendah (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).

(5)

Capaian penggunaan alat olah tanah ialah untuk mengerjakan (mengubah, memindahkan, atau membentuk) tanah sebagaimana dikehendaki untuk memperoleh kondisi tanah tertentu. Tiga faktor rancangan abstrak yaitu kondisi awal tanah, bentuk alat, dan cara gerak alat akan mengendalikan atau menentukan pengolahan tanahnya. Hasil dari ketiga faktor masukan independen tersebut ditunjukkan oleh dua faktor keluaran yaitu kondisi akhir tanah dan gaya yang dibutuhkan untuk mengolah tanah. Kelima faktor tersebut seluruhnya berkaitan langsung dengan kepentingan perancang peralatan olah tanah (Tas, 2008).

Tingkatan paling rendah dari mekanisasi yakni penggunaan binatang penarik (terutama kerbau atau sapi) untuk pembajakan dan pelumpuran serta pengangkutan hasil panen dari lahan. Kendala yang ada mungkin seperti pengerjaan secara manual, yaitu trafficability yang buruk pada lahan berlumpur dan tingginya energi yang dibutuhkan pada tanah-tanah berliat halus (terutama Vertisol) sehingga waktu yang tersedia bagi lahan untuk dapat dikerjakan amat terbatas (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).

Tujuan Pengolahan Tanah

Sebelum pembajakan, sawah harus digenangi air terlebih dahulu. Pembajakan dimulai dari tepi atau dari tengah petakan yang dalamnya antara 12-20 cm. Tujuan pembajakan adalah:

a. Mematikan dan membenamkan rumput

b. Membenamkan bahan-bahan organis seperti pupuk hijau, pupuk kandang dan kompos sehingga bercampur dengan tanah

(6)

Tujuan pembajakan kedua adalah: a. Meratakan tanah

b. Meratakan pupuk dasar yang dibenamkan

c. Pelumpuran agar menjadi lebih sempurna (Sugeng, 1998).

Dengan menggunakan garu, gumpalan-gumpalan tanah dipecahkan sedemikian rupa sehingga tanah itu merupakan bubur yang sangat lunak. Bubur yang sangat lunak ini terdiri dari butiran-butiran tanah yang sekecil-kecilnya. Pada lingkaran butir-butir tersebut, yang disebut koloid, melekat elektrolit berbagai zat hara seperti Ca, K, Mg yang kelak diperlukan tanaman melalui penyerapan oleh akar. Lebih kecil butiran-butiran itu maka makin banyak zat hara yang melekat sebagai elektrolit pada lingkaran tubuhnya dan lebih banyak zat hara yang tersedia untuk diserap oleh akar (Siregar, 1981).

Tujuan lain dari pada memecahkan gumpalan tanah sampai butir-butir yang sekecil-kecilnya ialah agar jarak antara dua butir tanah itu sekecil mungkin. Jika jarak antara kedua butir tanah itu sekecil mungkin, maka pori dalam tanah dengan sendirinya menjadi kecil pula dan lebih kecil pori dalam tanah lebih baik, oleh karena pori yang lebih kecil itu akan menghambat air menyusup ke bagian bawah tanah (Siregar, 1981).

Alat Pengolahan Tanah Primer

Peralatan yang digunakan oleh petani untuk memecah dan meremahkan tanah sampai suatu kedalaman dari 6 sampai 36 inci (15,2 sampai 91,4 cm) dikenal dengan alat pengolah tanah primer, yang mencakup bajak singkal, bajak piringan, putar, pahat, dan bajak bawah tanah (Smith dan Wilkes, 1990).

(7)

Alat pengolah tanah pertama adalah alat-alat yang pertama sekali digunakan yaitu untuk memotong, memecah dan membalik tanah. Alat-alat tersebut ada dikenal beberapa macam, yaitu bajak singkal. bajak piring, bajak pisau berputar, dan bajak chisel (Daywin dkk, 2008).

Bajak singkal

Bajak singkal ditujukan untuk pemecahan banyak tipe tanah dan cocok sekali untuk pembalikan tanah serta penutupan sisa-sisa tanaman. Telapak bajak secara keseluruhan merupakan hal yang sangat esensial untuk pembajakan yang baik, pemotongan oleh mata bajak dan sedikit pengangkatan irisan alur, pengendalian sisi samping, kemantapan bajak, sementara singkal menyelesaikan pengangkatan, penggemburan, dan pembalikan pemotongan tanah paliran. Terutama pada singkal-lah tergantung pembajakan yang berhasil. Lengkung dan panjang singkal menentukan derajat kegemburan yang diberikan kepada tanah potongan paliran (Smith dan Wilkes, 1990).

Pada saat bergerak maju, maka pisau akan memotong tanah dan mengarahkan potongan/keratin tersebut ke bagian singkal. Singkal akan menerima potongan tanah, dan karena kelengkungannya maka potongan tanah akan dibalik dan dipecah. Kelengkungan singkal ini berbeda untuk kondisi dan jenis tanah yang berbeda agar diperoleh pembalikan dan pemecahan tanah yang baik (Daywin dkk, 2008).

Alat Pengolahan Tanah Sekunder

Pengolahan tanah kedua diartikan sebagai pengadukan tanah sampai jeluk yang komperatif tidak terlalu dalam. Peralatan pengolahan lahan pertama mungkin digunakan untuk pengolahan lahan kedua. Bajak satu arah dan beberapa

(8)

jenis bajak brujul dapat disesuaikan dan diperlengkapi dengan alat-alat tambahan, sehingga dapat digunakan untuk pengolahan lahan kedua pada jeluk yang lebih dangkal (Smith dan Wilkes, 1990).

Garu

Garu adalah peralatan yang digunakan untuk meratakan tanah dan memecahkan bongkahan-bongkahan tanah, mengaduk tanah, mencegah dan membinasakan gulma. Di bawah kondisi tertentu, garu dapat digunakan untuk menutup biji. Ada tiga jenis utama garu, yaitu garu piringan, garu gigi paku dan garu gigi pegas (Smith dan Wilkes, 1990).

Garu rotari ada dua macam, yaitu garu rotari cangkul dan garu rotari silang. Garu rotari cangkul merupakan susunan roda yang dikelilingi oleh gigi berbentuk pisau yang dipasangkan pada as dengan jarak tertentu dan berputar vertikal. Putaran roda garu ini disebabkan oleh tarikan traktor. Garu rotari silang terdiri dari gigi-gigi yang tegak lurus terhadap permukaan tanah dan dipasang pada rotor. Rotor diputar horisontal, yang gerakannya diambil dari putaran PTO. Dengan menggunakan garu ini, penghancuran tanah terjadi sangat intensif (Daywin dkk, 2008).

Kedalaman Olah Tanah

Seperti halnya diketahui, lapisan bunga tanah (top soil) tidaklah sama untuk semua jenis tanah. Ada tanah yang lapisan bunganya tebal dan ada juga tanah yang lapisan bunganya tipis. Lepas dari tebal tipisnya bunga tanah itu, dalamnya pengolahan tanah yaitu: dangkal, sedang, atau dalam, akan mempengaruhi hasil pertanaman. Ini dapat dibuktikan dengan angka-angka sebagai tersebut pada tabel di bawah ini.

(9)

Tabel 1. Pengaruh dalamnya pengolahan tanah terhadap hasil

Dalamnya pengolahan tanah (cm) Hasil (gram/rumpun)

8 12.4 12 18.2 16 20.8 20 23.2 24 26.4 28 27.9 32 27.5

Angka-angka yang disajikan menunjukkan bahwa pengolahan tanah yang terbaik ialah di sekitar 30 cm. Bandingkanlah pengolahan sedalam 28 cm dan 32 cm. Yang ini berarti dalam praktek dengan pencangkulan tanah hampir sama dengan satu kali saja mengayunkan cangkul yang panjangnya kurang lebih 30 cm (Siregar, 1981).

Bajak pada prinsipnya mempunyai fungsi yang sama dengan cangkul. Bajak berguna untuk memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan tanah. Dalam pembajakan tanah biasanya ditentukan oleh jenis tanaman dan ketebalan lapisan tanah atas. Kedalaman lapisan olah tanah untuk tanaman padi lebih kurang 18 cm (IRRI) bahkan ada tanah yang harus dibajak lebih dalam lagi sekitar 20 cm (AKK, 1990).

Untuk padi sawah, kedalaman pembajakan konvensional sejak adanya manusia dan tenaga ternak hanya 10 sampai kurang 15 cm saja. Karena itu selalu ada air irigasi yang cukup untuk tanaman di atas dan di dalam lapisan olah atau top soil. Petakan sawah harus benar-benar datar dan rata, karena sifat-sifat permukaan air, sehingga petakan sawah yang dibuat kecil akan mempermudah pembuatan lapisan olah datar dan rata (Daywin dkk, 2008).

Pengolahan tanah meliputi pekerjaan penyiapan/pengolahan lahan sehingga siap ditanami. Pengolahan tanah secara umum dapat dibedakan menjadi

(10)

pengolahan tanah primer (pengolahan tanah pertama) dan pengolahan tanah sekunder (pengolahan tanah kedua), meskipun pada kenyataannya pembedaan tersebut kurang tegas (bisa saling tumpang tindih). Perbedaan antara pengolahan tanah primer dan pengolahan tanah sekunder biasanya didasarkan pada kedalaman pengolahan serta hasil olahannya. Pengolahan tanah pertama biasanya mempunyai kedalaman olah yang lebih dalam (>15 cm) dengan bongkah tanah hasil pengolahan lebih besar, sedangkan pengolahan tanah kedua mengolah tanah lebih dangkal (< 15 cm) serta hasil olahannya sudah halus dengan permukaan tanah yang relatif rata (siap untuk ditanami). Pada kenyataannya pengolahan tanah tidak harus dua kali, mungkin ada yang hanya satu kali, ada pula yang sampai 3 atau 4 kali sebelum lahan menjadi siap untuk ditanami. Dalam hal ini alat-alat pengolahan tanah yang ke-3 atau ke-4 akan masih digolongkan sebagai alat-alat pengolahan tanah kedua (Tas, 2008).

Genangan Air Pengolahan

Sebelum dilakukan pencangkulan, terlebih dahulu sawah harus digenangi air, sambil dilakukan perbaikan pada pematang. Begitu pula bila dilakukan pembajakan, air harus tergenang di sawah. Ketika penggaruan/penyisiran dilakukan, genangan air dikurangi dipetakan sawah , yaitu tinggi air sekitar 2 cm dari permukaan (Rasyid, 1991).

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pertanaman padi dimana tanahnya diolah dengan mempergunakan air dalam jumlah yang cukup banyak senantiasa lebih tinggi daripada hasil pertanaman dimana tanahnya diolah secara kering ataupun dengan persediaan air yang serba kurang. Kenyataan ini dapat dibuktikan dengan angka sebagai dicantumkan di bawah ini.

(11)

Tabel 2. Pengaruh pengolahan tanah dengan mempergunakan air yang cukup banyak dan air yang serba kurang terhadap hasil

Cara pengolahan tanah Penghasilan (kw/ha)

Varietas Mas Varietas Genjah Raci Tanah diolah dengan

genangan air yang cukup

26,9 100% 25 100%

Tanah diolah dengan persediaan air yang serba kurang

20,7 77% 13,6 54%

(Siregar, 1981).

Pola Pengolahan Tanah

Menurut Rizaldi (2006), pola pengolahan lahan tanah erat hubungannya dengan waktu yang hilang karena belokan selama pengolahan tanah. Pola pengolahan harus dipilih dengan tujuan untuk memperkecil sebanyak mungkin pengangkatan alat. Karena pada waktu diangkat alat tidak bekerja. Oleh karena itu harus diusahakan bajak atau garu tetap bekerja selama waktu operasi di lapangan. Makin banyak pengangkatan alat sewaktu belok, makin rendah efisiensi kerjanya. Pola pengolahan tanah yang banyak dikenal dan dilakukan adalah pola spiral, pola tepi, pola tengah dan pola alfa. Pola spiral paling banyak digunakan karena pembajakan dilakukan terus-menerus tanpa pengangkatan alat.

Menurut Tas (2008), dalam melakukan pengolahan tanah, perlu menggunakan pola-pola tertentu. Tujuan dari pola pengolahan tanah ini adalah agar lebih efektif dan efisien. Dengan menggunakan pola yang sesuai, diharapkan waktu yang terbuang pada saat pengolahan tanah (pada saat implemen pengolahan tanah diangkat) sesedikit mungkin, lahan yang diolah tidak diolah lagi sehingga diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih efisien. Hasil pengolahan tanah (khususnya untuk pembajakan) bisa merata. Bagian lahan yang diangkat tanahnya

(12)

akan ditimbun kembali dari alur berikutnya. Sehingga diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih efektif.

Belok di ujung atau di sudut suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan waktu yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Tidak peduli apakah suatu lapang dikerjakan pulang balik, dari tepi ke tengah ataukah digarap dengan mengelilingi titik pusatnya, jumlah waktu belok per satuan luas untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama pada ketiga cara di atas. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan 1800 per putaran, sedang kedua cara lainnya mencakup empat belokan 900 per putaran. Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik juga dipengaruhi oleh ketidakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di head land, kekasaran daerah belok dan lebar alat (Siregar, 2010).

Pada pengolahan lahan dengan menggunakan pola tengah, pembajakan dilakukan dari tengah membujur lahan. Pembajakan kedua pada sebelah hasil pembajakan pertama. Traktor diputar ke kanan dan membajak rapat dengan hasil pembajakan pertama. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kanan sampai ke tepi lahan. Pola ini cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit. Diperlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara manual (dengan cangkul). Dengan pola ini akan menghasilkan alur balik (back furrow), yaitu alur bajakan yang saling berhadapan satu sama lain. Sehingga akan terjadi

(13)

penumpukan lemparan hasil pembajakan, memanjang di tengah lahan. Pada tepi lahan alur hasil pembajakan tidak tertutup oleh lemparan hasil pembajakan (Tas, 2008).

Pembajakan dengan pola tepi dilakukan dari tepi membujur lahan, lemparan hasil pembajakan ke arah luar lahan. Pembajakan kedua pada sisi lain pembajakan pertama. Traktor diputar ke kiri dan membajak dari tepi lahan dengan arah sebaliknya. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kiri sampai ke tengah lahan. Pola ini juga cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit. Diperlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara manual (dengan cangkul). Dengan pola ini akan menghasilkan alur mati (dead furrow)., yaitu alur bajakan yang saling berdampingan satu sama lain. Sehingga akan terjadi alur yang tidak tertutup oleh lemparan hasil pembajakan, memanjang di tengah lahan. Pada tepi lahan lemparan hasil pembajakan tidak jatuh pada alur hasil pembajakan (Tas, 2008).

Membajak dengan sistem balik rapat dapat dilakukan dengan cara berikut. 1. Pada tanah kering mula-mula harus dibuat scratch pada kedua ujung

petakan. Pada tanah basah tidak perlu dibuat karena akan menyebabkan selipnya traktor. Pada tanah basah scratch nya hanya dibuat dengan membajak secara dangkal.

2. Membajak dimulai dari salah satu tepi petakan, pada tanah ditinggalkan strip (garis) selebar 2 jejak. Garis ini berguna untuk jalannya traktor pada waktu akan mengerjakan head land.

(14)

3. Apabila pekerjaan sudah selesai, pembajakan dilakukan pada salah satu head land. Kalau head land yang pertama selesai dikerjakan, maka kerjakan pula head land yang lain dengan sekaligus membajak strip tanah yang dibuat pada langkah pertama tadi.

4. Untuk menghindari kecelakaan terbaliknya traktor, pada waktu menjalankan apabila menyeberangi petakan atau bagian-bagian lain sawah yang tidak sama tingginya, kalau jalannya menurun traktor harus berjalan mundur, tapi kalau jalannya naik, traktor harus maju.

Membajak dengan sistem berkeliling dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Putaran keliling sebaiknya berlawanan arah dengan jarum jam.

2. Pada putaran pertama, pembajakan tanah dilakukan pada tepi petakan dan diusahakan betul-betul rapat dengan pematang. Slice dilemparkan kearah kiri atau kearah tengah petakan.

3. Pada putaran kedua sampai keempat cara berbelok berpusing kearah lebih dalam. Slice dilemparkan kearah kanan atau kearah pematang.

4. Pada putaran kelima dan selanjutnya cara berbelok biasa tidak seperti putaran sebelumnya. Traktor meninggalkan petakan dengan meninggalkan open furrow/dead furrow (Sugeng, 1998).

Pada pengolahan lahan dengan pola keliling tengah, pengolahan tanah dilakukan dari titik tengah lahan. Berputar ke kanan sejajar sisi lahan, sampai ke tepi lahan. Lemparan pembajakan ke arah dalam lahan. Pada awal pengolahan, operator akan kesulitan dalam membelokan traktor. Pola ini cocok untuk lahan yang berbentuk bujur sangkar, dan lahan tidak terlalu luas. Diperlukan lahan untuk berbelok pada kedua diagonal lahan. Lahan yang tidak terbajak tersebut,

(15)

dibajak pada 2 sampai 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak, diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Tas, 2008).

Pada pengolahan tanah dengan pola keliling tepi, pengolahan tanah dilakukan dari salah satu titik sudut lahan. Berputar ke kiri sejajar sisi lahan, sampai ke tengah lahan. Lemparan pembajakan ke arah luar lahan. Pada akhir pengolahan, operator akan kesulitan dalam mebelokan traktor. Pola ini cocok untuk lahan yang berbentuk bujur sangkar, dan lahan tidak terlalu luas. Diperlukan lahan untuk berbelok pada kedua diagonal lahan. Lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 4 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak terbajak, diolah dengan cara manual (dengan cangkul) (Tas, 2008).

Kapasitas Pengolahan Tanah

Penerapan alat dan mesin pertanian pada dasarnya adalah untuk memberikan kontribusi pada peningkatan efisiensi produksi tersebut. Ketidakselarasan antara desain dan ukuran alsintan dengan kondisi spesifik wilayah penerapannya akan mengakibatkan rendahnya kapasitas kerja alsintan yang akhirnya akan memperbesar inefisiensi penggunaan sumber daya. Dalam pengolahan tanah, hingga saat ini pemilihan tipe penggerak maupun implement yang digunakan belum sepenuhnya didasarkan atas pertimbangan teknis (soil-tools interaction) dan ekologi wilayah. Sebagai akibatnya, hal tersebut mengarah pada kurang maksimalnya unjuk kerja alsintan yang digunakan, yang akhirnya mengarah pada rendahnya efisiensi penggunaan sumber daya dan tingginya biaya operasional per luas penggarapan (Hendriadi dkk, 2002).

(16)

Kapasitas optimum dari peralatan pertanian tergantung dari faktor-faktor: 1. Jumlah hari kering untuk bekerja

2. Kecepatan kerja

3. Waktu yang tersedia untuk operasi lapang 4. Persentase keuntungan yang bakal didapat (Daywin dkk, 2008).

Kapasitas lapang suatu alat/mesin dibagi menjadi dua yaitu kapasitas lapang teoritis atau kemampuan kerja suatu alat di dalam sebidang tanah jika berjalan maju sepenuhnya, waktunya 100 % dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum (100%) serta kapasitas lapang efektif yaitu rata-rata kerja dari alat di lapangan untuk menyelesaikan suatu bidang tanah dengan luas lahan yang diolah dengan waktu kerja total (Darun, 1990).

Persamaan untuk menentukan kapasitas lapang adalah sebagai berikut : KLT = W . V ... (1) dimana :

KLT = Kapasitas lapang teoritis (m2/jam) W = Lebar kerja alat (m)

V = Kecepatan (m/jam)

KLE =

... (2)

dimana :

KLE = Kapasitas lapang efektif (ha/jam) L = Luas lahan (ha)

T = Total waktu tempuh (jam) (Yunus, 2004).

(17)

Efisiensi Traktor

Efisiensi suatu traktor tergantung dari kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis yang dinyatakan dalam bentuk (%). Persamaan yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pengolahan tanah adalah sebagai berikut :

Efisiensi = ...(3)

dimana :

KLE = Kapasitas lapang efektif KLT = Kapasitas lapang teoritis (Yunus, 2004).

Pada saat mengolah tanah menggunakan traktor dan alat bajak maka akan diperoleh tanah terolah dengan luas tertentu dan selesai ditempuh dalam waktu tertentu, sehingga kemampuan kerja lapang mengolah tanah tersebut atau yang dapat dinyatakan dalam satuan luas tanah terolah persatuan waktu. Semakin luas tanah yang diselesaikan dalam waktu yang semakin singkat maka dikatakan bahwa pekerjaan mengolah tanah tersebut mempunyai efisiensi tanah yang tinggi (Yunus, 2004).

Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi hendaknya dilakukan: a. Pemeliharaan traktor dan alat-alatnya dengan seksama

b. Pemilihan operator/driver yang berpengalaman

(18)

Bahan Bakar

Ditinjau dari segi bahan bakar, dalam hal ini bahan bakar minyak yang disingkat BBM, yang pertama diingat bahwa kinerja optimal yang diperoleh seorang pengemudi dari bekerjanya mesin kendaraan adalah bergantung kepada dua sifat utama BBM, yaitu:

1. Dapat memberikan campuran bahan bakar-udara dalam perbandingan yang benar (yang biasanya diatur oleh karburator atau injektor).

2. Dapat memberikan pembakaran secara “normal” pada saat yang tepat di dalam siklusnya (Wartawan, 1997).

Penghematan bahan bakar dapat terjadi pada mesin berkecepatan lambat, asalkan tidak kelebihan beban. Umumnya pada penurunan 20% putaran mesin, dapat menghemat 15%-30% bahan bakar. Penghematan yang lebih besar dapat diwujudkan apabila putaran mesin dikurangi lagi hingga diatas 20%. Namun, kemungkinan overloading pada mesin semakin besar. Kebanyakan traktor kehilangan daya pada saat putaran mesin lebih kecil dari 20%. Penurunan putaran mesin dibawah 20% menyebabkan traktor kehilangan tenaga (Koelsch, 1978).

Slip Roda Traktor

Berdasarkan SNI 0738:2010, slip roda dapat dihitung dengan rumus: Slip roda = ... (4) dimana:

L1 = Jarak yang ditempuh untuk 5 kali putaran roda traktor tanpa mengolah tanah

L2 = Jarak yang ditempuh untuk 5 kali putaran roda traktor dengan mengolah tanah

(19)

Analisis Ekonomi dan Kelayakan Usaha

Analisis ekonomi digunakan untuk mengetahui besarnya biaya pengoperasian traktor. Dengan begitu, maka dapat dihitung besarnya keuntungan ataupun kerugian finansial jika menggunakan traktor.

Biaya pokok = ...(5) dimana:

BT = Total biaya tetap (Rp/thn) BTT = Total biaya tidak tetap (Rp/jam) x = Total jam kerja per tahun (jam) C = Kapasitas kerja alat (jam/ha)

Biaya tetap

Menurut darun (2002), biaya tetap terdiri atas: 1. Biaya penyusutan (metode garis lurus)

D = ...(6) dimana:

D = Biaya penyusutan (Rp/thn) P = Nilai awal alat (Rp)

S = Nilai akhir alsintan 10% dari P (Rp) n = Umur ekonomi (thn)

2. Biaya bunga modal dan asuransi

I = ...(7) dimana:

(20)

3. Biaya pajak

Di negara kita belum ada ketentuan besar pajak secara khusus untuk mesin dan peralatan pertanian, namun beberapa literatur menganjurkan bahwa biaya pajak alsin diperkirakan 2% pertahun dari nilai awalnya.

4. Biaya gudang/garasi

Biaya gudang atau garasi diperkirakan berkisar antara 0,5-1%, rata-rata diperhitungkan 1% dari nilai awal (P) pertahun (Darun, 2002).

Biaya tidak tetap

Komponen-komponen dari biaya tidak tetap pada penelitian yang dilaksanakan mencakup:

1. Bahan bakar

Biaya bahan bakar dapat dihitung dengan mengalikan konsumsi bahan bakar traktor dengan harga pasar.

Biaya bahan bakar = Konsumsi bahan bakar x Harga bahan bakar 2. Biaya oli

Biaya oli dihitung dengan membagi penggunaan oli dengan luas olahan. 3. Biaya operator

Biaya operator dapat diperkirakan dari gaji harian dibagi dengan jam kerja.

Break event point

Break event point (analisa titik impas) umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing), dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol. Bila pendapatan produksi berada di sebelah kiri titik impas

(21)

maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila di sebelah kanan titik impas akan memperoleh keuntungan (Pudjosumarto, 1998).

Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan. Untuk menentukan produksi titik impas, dapat digunakan rumus:

N ...(8) dimana:

N = Jumlah produksi minimal untuk mencapai titik impas (Ha) F = Biaya tetap per tahun (Rp)

R = Penerimaan dari tiap unit produksi (harga jual) (Rp) V = Biaya tidak tetap per unit produksi (Rp) (Darun, 2002).

Net present value

Net present value (NPV) adalah selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan metode analisis finansial dengan kriteria investasi. NPV adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan (Pudjosumarto, 1998).

Secara singkat rumus net present value adalah:

CIF – COF > 0...(9) dimana:

CIF = Cash in flow COF = Cash out flow

(22)

Sementara itu keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan (%) bertindak sebagai tingkat bunga modal dalam perhitungan:

Penerimaan (CIF) = Pendapatan x (P/A, I, n) + Nilai akhir x (P/F, I, n) ... (10) dan

Pengeluaran (COF) = Investasi + Pembiayaan (P/A, I, n) ... (11) Kriteria NPV yaitu:

1. NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan

2. NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak menguntungkan

3. NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan (Darun, 2002).

Internal rate of return (IRR)

Internal rate of return (IRR) digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu. Internal rate of return adalah suatu tingkatan discount rate, dimana diperoleh B/C ratio = 1 atau NPV = 0. Berdasarkan harga dari NPV = X (positif) atau NPV = Y (positif) dan NPV = X (positif) atau NPV = Y (negatif), dihitunglah harga IRR dengan menggunakan rumus berikut:

IRR = p % + x (q% - p%) (positif dan negatif) ... (12) dan

(23)

dimana:

p = Suku bunga bank paling atraktif q = Suku bunga coba-coba (> dari p) X = NPV awal pada p

Referensi

Dokumen terkait

berdasar urutan nukleotida terhadap spesies mamalia air pembanding selanjutnya divisualisasikan dalam bentuk filogram menggunakan metode Neighbor joining dengan

Pada rajungan di India, IKG cenderung tinggi pada bulan Februari-Maret dan Oktober- Januari untuk betina, sedangkan Juni-Juli dan Oktober-November untuk jantan

Parameter yang diamati ialah tinggi tanaman, saat muncul tunas cabang, panjang cabang, diameter batang, jumlah daun, luas daun, saat muncul bunga, saat bunga

(2) di MTs N kendal dalam proses pelaksanaan supervisi masih belum optimal mengacu pada permendiknas nomor 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah lebih

2013.. Tren berolah raga telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia saat ini, salah satunya adalah melakukan fitness. Setiap melakukan latihan, banyak orang membawa

Pada pengamatan berat segar dari panen pertama sampai panen kedua diperoleh bahwa perlakuan yang memberikan pengaruh paling baik terhadap berat segar yaitu perlakuan (A 3 P 3

Seluruh Staff Jurusan teknik Industri yang telah banyak membantu dalam hal memberikan informasi dengan baik.. Papa dan Mama tersayang yang telah mengasihi, membesarkan, dan

Dalam hal terdapat Nota Hasil Intelejen (NHI) atau Nota Informasi (NI), maka dilakukan prosedur penetapan jalur merah, pemeriksaan fisik barang, penelitian dan