• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA INKUBATOR BAYI DENGAN VARIASI TIPE DINDING DAN OVERHEAD SCREEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA INKUBATOR BAYI DENGAN VARIASI TIPE DINDING DAN OVERHEAD SCREEN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak—Kenyaman termal ruang inkubator bayi dapat ditingkatkan dengan memberikan modifikasi geometri inkubator seperti penambahan overhead screen dan pemberian dinding ganda. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tipe dinding dan penambahan overhead screen terhadap distribusi temperatur dan kehilangan panas pada bayi. Penelitian ini berbasis Computational Fluid Dynamics (CFD) berdasarkan data pengukuran fisis inkubator AMECARE di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Surabaya. Hasil simulasi terverifikasi dengan data pengukuran dan hasil penelitian secara eksperimen yang memiliki tren kehilangan panas konveksi dan radiasi identik. Berdasarkan hasil simulasi, inkubator dinding ganda memiliki kehilangan panas total 8 -10 Watt lebih rendah dibandingkan inkubator dinding tunggal. Temperatur rata-rata ruang inkubator dinding ganda 0,2 – 0,3 oC lebih rendah dari nilai temperatur yang diharapkan. Penambahan overhead screen pada inkubator dinding tunggal menyebabkan temperatur ruang lebih rendah 0,3 – 0,5oC dari nilai yang diharapkan serta menurunkan kehilangan panas total hingga 9 Watt. Sedangkan pada inkubator dinding ganda, penambahan overhead screen selain dapat menurunkan temperatur ruang hingga 1,07oC juga menyebabkan kehilangan panas total meningkat 2 – 5 Watt.

Kata kunci— Inkubator, Tipe dinding, Overhead screen, Kehilangan panas total, CFD.

I. PENDAHULUAN

ermasalahan kesehatan pada bayi baru lahir (postnatal) menjadi penyebab tingginya angka kematian bayi prematur atau berat lahir rendah di negara berkembang seperti Indonesia yaitu sekitar 26% dari seluruh bayi berat lahir rendah yang lahir. Sedangkan menurut data dunia kelahiran prematur mencapai 75-80% dari seluruh bayi yang meninggal pada usia kurang dari 28 hari [1]. Hipotermia dan hipertermia merupakan salah satu gangguan kesehatan dan penyebab kematian [2] pada bayi baru lahir yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan termal pada tubuh bayi. Hal ini terjadi karena mekanisme produksi panas dan kehilangan panas (termoregulasi) pada bayi tidak seimbang akibat lingkungan sekitar bayi baru lahir yang kurang optimal. Padahal hipotermia ataupun hipertermia yang diderita oleh bayi tersebut berisiko menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan metabolisme tubuh, gangguan pertumbuhan dan IQ, trauma dingin, dan bahkan kematian [2, 3].

Perawatan pada bayi membutuhkan kondisi lingkungan temperatur netral (Neutral Temperature Environment, NTE). Kondisi NTE dicapai ketika temperatur lingkungan yang mampu menjaga temperatur tubuh normal dengan pengeluaran kalori dan konsumsi oksigen yang minimal [4]. Permasalahan hipotermia dan hipertermia yang diakibatkan oleh tidak

tercapainya kondisi NTE dapat disebabkan oleh metode perawatan dan ruang perawatan yang kurang mendukung. Selama ini perawatan yang dianggap baik untuk kesehatan dan psikologis bayi [1] adalah skin to skin care (metode kanguru). Metode ini dinilai dapat mempertahan-kan temperatur tubuh bayi dalam range normal [5] meskipun demikian penelitian lain [6] menerangkan bahwa metode ini menimbulkan risiko terjadinya hipertermia yang lebih besar dibandingkan perawatan dengan inkubator.

Inkubator merupakan ruang perawatan bagi bayi baru lahir. Inkubator digunakan bagi bayi berat lahir rendah dan prematur untuk menghabiskan waktunya hingga kondisi tubuh normal seperti bayi cukup bulan. Namun rata-rata inkubator bayi memiliki distribusi temperatur dan panas pada ruangan inkubator yang kurang baik karena tertimbun pada matras bayi [7, 8]. Distribusi temperatur dan panas yang tidak baik ini berujung pada tidak tercapainya kenyamanan termal bagi bayi. Hal ini mengakibatkan gangguan termoregulasi tubuh bayi (kehilangan panas tubuh akibat perpindahan panas dan massa). Belum lagi penggunaan alat-alat elektronik dalam inkubator telah diteliti dapat memperburuk kualitas dan kuantitas detak jantung bayi. Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, dipersempit permasalahan bahwa peran inkubator adalah sangat vital dalam upaya awal perawatan pada bayi [3].

Rata-rata inkubator bayi yang ada di Indonesia merupakan inkubator dengan geometri sederhana berdinding kaca atau akrilik lapis tunggal. Model inkubator seperti ini telah digunakan di benua Eropa sejak tahun 1970 [9] dan memungkinkan masih banyak menyebabkan kondisi NTE tidak tercapai. Kondisi ini dikarenakan pada inkubator berdinding tunggal, aliran udara dikenakan langsung pada bayi melalui ventilasi di dalam ruang inkubator. Aliran udara yang secara langsung mengenai tubuh bayi dapat memperbesar kehilangan panas baik secara konveksi, radiasi, dan evaporasi. Untuk mengatasi hal tersebut, inkubator bayi mulai dikembangkan dengan menggunakan dinding berlapis ganda dimana aliran udara panas dialirkan diantara kedua dinding tersebut [10, 11]. Modifikasi ini terbukti memiliki keuntung-an yaitu mengurkeuntung-angi kehilkeuntung-angkeuntung-an pkeuntung-anas evaporatif berlebih, mengurangi produksi panas, dan mengurangi kehilangan panas radiatif dibandingkan inkubator dengan dinding lapis tunggal [12 – 14]. Selain itu inkubator berdinding ganda juga dapat mereduksi konsumsi oksigen meskipun tidak sangat signifikan. Cara lain untuk mengurangi kehilangan panas pada inkubator berdinding tunggal adalah menambahkan overhead

screen di dalam inkubator [15]. Adanya overhead screen

dapat mengurangi kecepatan aliran udara dari dinding atas inkubator menuju tubuh bayi yang dapat mengurangi laju kehilangan panas evaporatif.

ANALISIS DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA

PADA INKUBATOR BAYI DENGAN VARIASI TIPE DINDING DAN

OVERHEAD SCREEN

Ruri Agung Wahyuono

1),

Ridho Hantoro

2),

Gunawan Nugroho

3)

Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri

ITS Surabaya Indonesia 60111, email: r_agung_w@ep.its.ac.id1), hantoro@ep.its.ac.id2), gunawan@ep.its.ac.id3)

(2)

dx dT kA Qcond

T

A

h

Q

conv

Mengingat cukup tingginya angka kelahiran dan kematian bayi baru lahir serta besarnya risiko kesehatan akibat masalah termal pada bayi maka penting dilakukan penelitian tentang masalah distribusi temperatur dan kehilangan-kehilangan panas pada bayi baru lahir yang dirawat di dalam inkubator. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi pengaruh modifikasi tipe dinding dan penambahan overhead screen inkubator terhadap distribusi temperatur ruang inkubasi dan kehilangan-kehilangan panas pada tubuh bayi berat lahir rendah dengan merujuk geometri dan dimensi inkubator yang umumnya ada pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di Indonesia.

II. DASAR TEORI

A. Termoregulasi pada Bayi Berat Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari atau sama dengan 2,5 kg. Secara umum, BBLR dapat dikelompokkan menjadi prematuritas dan dismaturitas. Prematuritas adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilannya. Sedangkan dismaturitas adalah bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya untuk usia kehamilannya [16].

Termoregulasi pada BBLR merupakan suatu pengaturan fisiologis tubuh mengenai keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga temperatur tubuh dapat dipertahankan secara konstan. Tujuan utama termoregulasi adalah mengendalikan lingkungan untuk mempertahankan tercapainya kondisi lingkungan temperatur netral dan meminimalkan pengeluaran energi [2]. Mekanisme termo-regulasi sangat penting bagi bayi baru lahir (neonates) karena mekanisme pengaturan panas yang tidak sempurna akan meningkatkan risiko bayi terkena hipotermia dan hipertemia terutama jika mengalami stress. Terutama pada bayi berat lahir rendah, karena organ-organ tubuhnya belum terbentuk sempurna maka sangat rentan terhadap permasalahan termal tubuh bayi.

B. Moda Kehilangan Panas pada Bayi

Pada saat lahir, kehilangan panas pada BBLR sangat besar melebihi kemampuan produksi panas yang minimal, sehingga menyebabkan tidak tercapainya keseimbangan termal tubuh bayi. Pada Gbr. 1 ditunjukkan perbedaan produksi panas pada bayi baru lahir normal dengan bayi berat lahir rendah pada umur 1 – 7 hari pasca kelahiran.

Gbr. 1. Produksi panas oleh bayi pada lingkungan yang hangat selama satu minggu usia pasca kelahiran [9].

Berdasarkan gambaran tersebut maka produksi panas pada tubuh bayi merupakan fungsi massa dan umur bayi.Produksi panas pada tubuh bayi berdasarkan pendekatan empiris dirumuskan sebagai berikut [15]:

64

,1

0522

,

0

m

p

Q

M (1)

dengan m adalah massa bayi dalam kg dan p adalah umur bayi dalam satuan hari. Mekanisme atau moda kehilangan panas pada bayi berat lahir rendah meliputi konduksi, konveksi, evaporasi, dan radiasi [17].

Konduksi

Konduksi didefinisikan sebagai perpindahan energi dari molekul-molekul dari tubuh ke molekul-molekul dari objek solid yang bersentuhan langsung dengan tubuh. Bayi yang dibaringkan di atas matras diperkirakan 10% permukaan tubuhnya berkontak langsung dengan matras. Aliran panas melalui matras oleh konduksi termal diberikan pada persamaan berikut,

(2) dengan Qcond adalah aliran panas konduksi (W), k adalah konstanta konduktivitas termal untuk matras (W m-1 K-1), A

adalah luas permukaan konduktif yang dilalui aliran panas (m2), dan dT/dx adalah gradien temperatur terhadap jarak

kontak pada matras.

Konveksi

Konveksi adalah perpindahan energi termal dari molekul-molekul tubuh bayi ke molekul-molekul-molekul-molekul dari udara yang berdekatan dan disebabkan beberapa variabel meliputi posisi bayi (tertekuk atau lurus), luas permukaan tubuh, berat badan, temperatur dan arus udara pada inkubator, serta keadaan kulit epidermis bayi. Kehilangan panas konveksi ini dirumuskan sebagai berikut:

(3) dengan Qconv adalah aliran panas konveksi (W), h adalah konstanta konveksi termal (W m-2 K-1), A adalah luas

permukaan konveksi yang dilalui aliran panas (m2), dan T

adalah perbedaan temperatur (K).

Radiasi

Kehilangan panas akibat radiasi didefinisikan sebagai laju total kehilangan panas dalam bentuk gelombang elektromagnetik antara tubuh dan permukaan lingkungan yang tidak bersentuhan dengan tubuh misalnya dinding inkubator. Kehilangan panas akibat radiasi tergantung pada beberapa faktor, termasuk temperatur kulit, permukaan relatif dan geometri bagian tubuh terkena radiasi, jarak dan sudut ke objek iradiasi, emisivitas kulit bayi, dan emisivitas objek iradiasi.

Evaporasi

Evaporasi merupakan perpindahan panas total oleh energi terbawa pada molekul-molekul air dari permukaan kulit dan saluran respirasi ke udara lingkungan yang lebih kering. Besarnya evaporasi dipengaruhi umur kehamilan bayi serta

(3)

fg V

evp

m

h

Q

umur pasca kelahiran dan perbedaan antara tekanan parsial uap air sekitar permukaan kulit bayi dan udara lingkungan. Kehilangan panas evaporasi dirumuskan sebagai berikut [15]:

(4)

dengan Qevp adalah aliran panas evaporasi (W), mvadalah laju evaporasi (kg/s), dan hfg adalah entalpi penguapan air (kJ/kg).

C. Kenyamanan Termal di Dalam Inkubator Bayi

Secara umum, Peter Hoppe [18] memaknai kenyamanan termal dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan

thermophysiological, pendekatan keseimbangan panas, dan

pendekatan psikologis. Pendekatan keseimbangan panas digunakan untuk menyatakan kenyamanan termal bayi di dalam inkubator. Kenyaman termal dicapai apabila aliran panas ke dan dari badan bayi seimbang dan temperatur kulit serta tingkat berkeringat badan ada dalam rentang nyaman. Variabel-variabel yang menentukan kenyamanan termal adalah variabel personal dan variabel iklim ruang. Variabel personal yang meliputi laju metabolisme yang diwujudkan dalam variabel aktivitas dan laju insulasi pakaian yang diwujudkan dalam variabel cara berpakaian. Variabel iklim ruang meliputi temperatur udara, temperatur radiasi rata-rata, kelembaban udara relatif; dan pergerakan udara atau kecepatan angin.

Kelembaban relatif yang diijinkan dalam inkubator bayi adalah 50 – 60 %. Sedangkan untuk nilai-nilai temperatur untuk perkembangan bayi dalam inkubator telah distandarkan oleh WHO seperti pada tabel berikut.

TABELI

REKOMENDASITEMPERATURPADAINKUBATORSESUAIUSIA[17]

Berat

Badan Bayi Temperatur Inkubator Sesuai Usia Pasca Kelahiran 35oC 34oC 33oC 32oC

< 1,5 kg 1-10 hari 11 hari - 3

minggu 3 - 5 minggu > 5 minggu

1,5 - 2,0 kg 1 - 20 hari 11 hari - 4

minggu > 4 minggu

2,1 - 2,5 kg 1 - 2 bulan 3 hari - 3

minggu > 3 minggu

> 2,5 kg 1 - 2 hari > 2 hari

Pada kasus tertentu, inkubator bayi berdinding tunggal, temperatur inkubator ditingkatkan 1oC setiap perbedaan

temperatur 7oC antara ruangan dan inkubator (WHO 2008). D. Pemodelan Perpindahan Panas dan Massa pada Bayi

Pada pemodelan perpindahan panas dan massa setidaknya memenuhi persamaan konservasi energi, momentum, dan massa (kontinuitas). Model-model matematis yang merepresentasikan proses fisis perpindahan panas dan massa dijelaskan sebagai berikut [20].

Persamaan Energi

Persamaan energi secara umum dinyatakan dengan persamaan berikut:

 

eff

h j j j eff S J h T k p E E t                  

        . . . . (5)

dengan keff adalah konduktivitas efektif yang besarnya sama

dengan k + kt (kt adalah konduktivitas termal akibat adanya

turbulensi aliran fluida), dan J adalah fluks panas akibat j

difusi spesies j. Tiga suku pertama pada ruas kanan (5) berturut-turut merepresentasikan perpindahan energi akibat konduksi, difusi spesies, dan disipasi viskositas. Sedangkan Sh merupakan panas yang dihasilkan oleh reaksi kimia dan sumber panas lain.

Pada area padatan (tubuh bayi), persamaan perpindahan energi dinyatakan dalam bentuk:

h S T k h v h t       ) .( ) .( ) (

(6)

dengan  adalah densitas padatan, h adalah entalpi sensibel, k adalah konstanta konduktivitas bayi, T adalah temperatur padatan, dan Sh dalah sumber panas volumetrik. Suku kedua pada ruas kiri persamaan tersebut merepresentasikan perpindahan energi secara konveksi oleh pergerakan rotasi dari bayi. Ruas kanan persamaan energi tersebut merupakan fluks panas akibat konduksi dan sumber panas volumetrik dari tubuh bayi.

Apabila tidak terdapat reaksi kimia yang melibatkan spesies tertentu, maka semua suku – suku pada (5) dan (6) yang diakibatkan fraksi spesies dapat diabaikan. Dengan demikian perhitungan numerik untuk analisis perpindahan panas dapat disederhanakan sebagai berikut:

dt dT c T k 

 (7)

dengan T adalah temperatur (K), k adalah konduktivitas termal (W/m K), adalah densitas (kg/m3), c adalah kalor jenis

(W/kg.K), dan t adalah waktu (s). Turunan dari ruas kanan (7) merupakan turunan total dari:

z T u y T u x T u t T dt dT z y x            u T t T    . (8)

dengan ux, uy, dan uz adalah komponen kecepatan dari vektor

kecepatan u (m/s) pada arah x, y, dan z. Oleh karena analisis dilakukan pada keadaan tunak, maka suku pertama pada (8) dapat dihilangkan.

Persamaan kontinuitas dan momentum

Persamaan (7) dan (8) dapat dikomplemenkan dengan persamaan kontinuitas dan momentum berikut ini [17].

0

.

u

(9) u p F dt du 2     

(10)

dengan p adalah tekanan (N/m2), F adalah gaya pada tubuh

bayi.

(4)

Pada kasus ini hanya terdapat gaya pada komponen vertikal Fz sebesar g pada sumbu z (lihat Gbr. 2), g adalah percepatan

gravitasi (m/s2), dan adalah viskositas dinamik (N s/m2). Model Boussinesq

Pada banyak aliran konveksi alami, konvergensi dari perhitungan numerik dapat semakin cepat dicapai dengan menggunakan model Boussinesq. Model ini membuat nilai densitas fluida (pada kasus ini adalah udara) sebagai fungsi temperatur. Persamaan matematis untuk model Boussinesq dapat dinyatakan sebagai berikut:

0

01 TT

(11)

dengan  adalah koefisien ekspansi termal (1/K), T0 dan

0

merepresentasikan parameter operasi. Pendekatan ini akurat selama perubahan densitas nyata adalah kecil. Dengan kata lain, pendekatan Boussinesq adalah valid ketika

. 1 ) (TT0 

III. METODE

Proses penelitian ini menggunakan simulasi Computational

Fluid Dynamics (CFD). Model turbulensi yang digunakan

adalah persamaan Reynold-Average Navier-Stokes (RANS). Model turbulensi RANS k-omega SST (Shear-Stress

Transport) digunakan dalam simulasi ini karena bilangan

Reynold aliran udara di dalam inkubator sangat rendah. Alur penelitian ditunjukkan pada Gbr. 3 berikut.

Mulai

Mendapatkan disain-geometri dan beberapa nilai variabel fisis dalam inkubator bayi di

BPFK Surabaya

Menggambar geometri inkubator bayi (tanpa bayi) dengan perangkat lunak CAD Pendefinisian bidang batas pada geometri dan

pengecekan mesh Mesh baik Tidak Ya Data-data variabel fisis inkubator bayi (Temp, RH, airflow)

Inisiasi variabel fisis pada inkubator bayi

Verifikasi Tidak

A

Simulasi distribusi temperatur di inkubator bayi dengan CFD

Konvergen Tidak Ya Ya A Mengumpulkan data properti fisis komponen inkubator

Mementukan modifikasi tipe dinding dan overhead screen

pada inkubator bayi Menggambar geometri inkubator termodifikasi dengan CAD dan penentuan

kondisi batas

Mesh baik

TIdak

Simulasi distribusi temperatur dan kehilangan panas pada bayi

dengan CFD Inisiasi variabel fisis pada

inkubator bayi

Konvergen

Tidak

Analisis dan pembahasan Penyusunan Laporan Tugas

Akhir Selesai

Gbr 3. Diagram alir penelitian perpndahan panas dan massa pada inkubator bayi

Penjelasan secara lebih detil dari langkah-langkah pengerjaan penelitian ini adalah sebagai berikut.

A. Disain dan Geometri Inkubator

Disain dan geometri inkubator bayi yang menjadi rujukan dalam penelitian ini adalah inkubator AMECARE di BPFK Surabaya. Disain inkubator bayi ini dimodelkan dengan geometri tiga dimensi yang telah disederhanakan mengguna-kan perangkat lunak Gambit. Ukuran ruang utama inkubator pada pemodelan ini adalah panjang (x) sebesar 76 satuan, lebar (y) sebesar 46 satuan, dan tinggi (z) bagian depan 31 satuan dan bagian belakang 45 satuan. Geometri inkubator dan hasil pemodelan dari ruang inkubator bayi dapat di lihat pada Gbr. 4 berikut ini.

(a) (b)

Gbr 4. Disain inkubator bayi: (a) model asli dan (b) hasil pemodelan dengan menggunakan perangkat lunak Gambit.

Inkubator kosong ini selanjutnya disimulasikan untuk pemberian udara panas dengan pengaturan temperatur ruang

(5)

sebesar 32oC, 33oC, dan 35oC. Apabila data hasil simulasi

terverifikasi oleh data pengukuran dengan hasil yang baik (toleransi kesalahan maksimum 5%), maka langkah penelitian dilanjutkan dengan memodelkan bayi di dalam empat model inkubator (skala 1:1) yaitu inkubator dinding tunggal, dinding tunggal dengan overhead screen, dinding ganda, dan dinding ganda dengan overhead screen. Hasil pemodelan ini dapat dilihat pada Gbr. 5 berikut.

(a) (b)

(c) (d)

Gbr. 5. Geometri inkubator (a) dinding tunggal, (b) dinding tunggal dengan

overhead screen, (c) dinding ganda, dan (d) dinding ganda dengan overhead screen.

Pada pemodelan inkubator yang telah dimodifikasi, geometri overhead screen dibuat pada jarak 3 satuan dari dinding atas. Dinding ganda juga dibuat pada jarak 3 satuan dari dinding terluar sisi depan hingga belakang melalui dinding atas. Pada inkubator dinding ganda dengan overhead

screen, pemasangan screen dipilih pada jarak 2 satuan dari

dinding atas bagian dalam. Bayi dimodelkan dengan panjang lebih kurang 40 cm dan luas permukaan tubuh 0,098 m2. B. Diskritisasi Geometri Inkubator dan Bayi

Langkah selanjutnya setelah pemodelan geometri inkubator dan bayi adalah melakukan diskritisasi volume pada masing-masing inkubator. Pada diskritisasi ini digunakan tipe mesh tetrahedral-hibrid. Pada inkubator dengan penambahan bayi dilakukan pemisahan (split) volume yang masih terkoneksi. Metode diskritisasi ini dilakukan untuk menghasilkan hasil simulasi yang lebih baik karena analisis ditekankan pada daerah dekat permukaan kulit bayi.

Pada Gbr. 6 ditunjukkan penampang depan inkubator dengan bayi yang telah didiskritisasi. Hasil pemisahan volume dapat dilihat pada garis horisontal berwarna hijau di atas bayi setinggi 11,5 satuan dari dasar inkubator. Pada keempat gambar tersebut terlihat bahwa kerapatan elemen volume diskrit pada volume bagian bawah dan atas inkubator berbeda. Elemen volume diskrit bagian bawah inkubator (meliputi bayi dan matras) lebih rapat dibandingkan sebelah atasnya. Pada bagian bawah interval jarak diskritisasi adalah 0,8 satuan sedangkan interval jarak diskritisasi bagian atas adalah 1,2 satuan.

(a) (b)

(c) (d)

Gbr. 6. Diskritisasi geometri inkubator dan bayi di dalam inkubator (a) dinding tunggal, (b) dinding tunggal dengan overhead screen, (c) dinding ganda, dan (d) dinding ganda dengan overhead screen.

Hasil diskritisasi pada inkubator dinding tunggal mengha-silkan 457.890 elemen. Pada inkubator dinding tunggal dengan overhead screen dihasilkan 454.876 elemen. Pada inkubator dinding ganda dihasilkan elemen sebanyak 453.112 elemen dan hasil diskritisasi inkubator dinding ganda dengan

overhead screen menghasilkan 452.264 elemen.

C. Pengukuran Besaran Fisis Temperatur dan Kecepatan Aliran Udara dan Verifikasi Hasil Simulasi

Pengukuran temperatur dan kecepatan aliran udara berguna untuk memverifikasi data hasil simulasi menggunakan CFD. Data pengukuran untuk verifikasi diambil di empat titik pengukuran temperatur yang merepresentasikan temperatur udara di kepala (T1), abdomen (T2), kaki (T3), dan matras (T4).

Kecepatan aliran udara diukur di satu titik yang merepresentasikan aliran udara dekat dengan abdomen bayi. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur standar ANSI/AAMI 1136 – 1997 yaitu incu analyzer sebagaimana ditunjukkan oleh Gbr. 7 di bawah ini.

Gbr. 7. Alat ukur standar variabel fisis di dalam inkubator, incu analyzer, BPFK.

Pengukuran ini dilakukan untuk tiga pengaturan temperatur ruang 32oC, 33oC, dan 35oC. Masing-masing titik diambil

data pengukuran sebanyak 10 kali dan diambil nilai rata-rata temperatur pada masing-masing titik serta kecepatan aliran udara. Data pengukuran ini selanjutnya ditambahkan faktor koreksi dari sertifikat kalibrasi yang diterbitkan oleh BPFK

(6)

Surabaya. Data pengukuran yang telah dikoreksi ini yang selanjutnya digunakan sebagai data pemverifikasi.

D. Penentuan Jenis Kondisi Batas

Penentuan kondisi batas merupakan tahapan penyelesaian CFD. Tahapan penyelesaian ini menggunakan perangkat lunak Fluent metode 3ddp (3 dimensions double precision). Skala diskritisasi pada tahap penyelesaian ini adalah 1 skala satuan mewakili panjang 1 cm. Simulasi dilakukan dalam keadaan tunak (steady). Persamaan fisis yang digunakan dalam simulasi ini adalah persamaan energi, viskositas model k-omega SST, dan radiasi model DO (Discrete Ordinates). Model radiasi DO digunakan karena adanya bahan yang bersifat mengabsorpsi dan bahan semi transparan seperti dinding inkubator. Pada geometri tubuh bayi dimasukkan nilai emisivitas dari tubuh bayi sebesar 0,95 dan fluks panas sebesar 1,70264 Watt. Adapun pendefinisian material penyusun dinding inkubator mengacu pada tabel di bawah ini.

TABELII

PROPERTI FISIKA KONDISI BATAS DINDING INKUBATOR BAYI,

MATERIAL SEMITRANSPARAN [15]

Properti fisika Nilai

Massa jenis (kg/m3) 1,450

Kapasitas panas (J/kg K) 0,960

Konduktivitas panas (W/m K) 0,036

Koefisien absorpsi (m-1) 220,000

Emisivitas internal 0,920

Keterangan: *) nilai parameter fisika diambil dari referensi.

Domain dari inkubator bayi adalah fluida berupa udara. Nilai dari properti fisika yang dimasukkan pada pendefinisian material udara dalam Fluent sedikit berbeda dengan nilai

default basis data Fluent. Hal ini disebabkan pemodelan ini

menggunakan pendekatan Boussinesq. Dengan menggunakan pendekatan ini, konvergensi solusi numerik diharapkan cepat tercapai. Nilai properti fisika dari udara dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

TABEL III

PROPERTI FISIKA KONDISI BATAS UDARA DI DALAM INKUBATOR [15]

Properti Fisika Nilai

Luas area masukan udara panas (m2) 0.00645

Luas area keluaran infiltrasi (m2) 0.6 x 10-5

Massa Jenis (kg/m3)* 1,225

Pengaturan temperatur udara masukan (oC) 32; 33; 35

Kapasitas Panas (J/kg K)* 1,006

Konduktivitas panas (W/m K)* 0,0268

Viskositas udara (kg/ms)* 1,9 x 10-5

Koefisien ekspansi termal (K-1)* 0,003326

Keterangan: *) nilai parameter fisika diambil dari referensi.

Pada pendefinisian kondisi batas matras inkubator bayi, dipilih panas pada matras tidak berkontribusi pada radiasi dan moda perpindahan panas yang lain. Hal ini diasumsikan bahwa kondisi adiabatik terjadi antara matras dan tubuh bayi. Kondisi adiabatik terjadi pada kondisi tunak karena telah

tercapai kesetimbangan panas diantara tubuh bayi dan bidang matras. Pada kondisi batas yang lain dimasukkan nilai-nilai parameter fisis berbeda-beda setiap pengaturan temperatur ruang inkubator bayi. Pada tabel berikut, ditunjukkan perbedaan nilai parameter fisis setiap pengaturan temperatur ruang.

TABEL IV

NILAI PARAMETER FISIS BEBERAPA KONDISI BATAS INKUBATOR PADA PENGATURAN TEMPERATUR RUANG TERTENTU.

Kondisi Batas Nilai parameter fisis pada: 32oC 33oC 35oC Kecepatan masukan udara panas (m/s) 0,15 0,14 0,09

Temperatur masukan udara panas (K) 305,75 306,93 309,50

Temperatur keluaran infiltrasi (K) 304,23 305,46 308,51

Temperatur dinding luar (K) 304,42 305,50 307,50

Temperatur dinding dalam(K) * 304,51 305,76 307,92

Temperatur screen (K) ** 304,40 305,63 307,74

Keterangan: *) inkubator dengan dinding ganda, **) inkubator dengan overhead screen.

Langkah selanjutnya pada pengendali solusi (control

solution) untuk semua persamaan dipilih pengkopelan

tekanan-kecepatan moda simple dan second order upwind untuk diskritisasinya. Pada simulasi ini tidak dilakukan perubahan terhadap nilai batas konvergensi (under relaxation

factor) dari nilai standarnya. Besarnya nilai under relaxation

ini mempengaruhi proses iterasi yaitu menentukan cepat lambatnya konvergensi perhitungan numerik. Pada penelitian kali ini nilai faktor relaksasi yang digunakan adalah nilai standar.

E. Visualisasi Hasil Simulasi dengan CFD

Visualisasi hasil tahapan penyelesaian dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak CFD post ANSYS 12.1. Hasil simulasi yang ditampilkan dalam bentuk kontur adalah temperatur, fluks panas radiasi, koefisien perpindahan panas pada dinding. Kontur temperatur dari hasil simulasi diambil pada dua bidang yang berpotongan melalui simetri tubuh bayi. Pada kontur temperatur bidang yang diambil dapat dievaluasi apakah temperatur udara telah memenuhi temperatur ruang yang diharapkan pada inkubator.

Kehilangan panas secara radiasi dapat divisualisasikan dengan menunjukkan kontur fluks panas radiasi. Kehilangan panas secara konveksi dapat ditunjukkan dengan kontur koefisien perpindahan panas pada dinding dalam kasus ini permukaan tubuh bayi (Fluent manual, 2006). Besarnya laju kehilangan panas secara evaporasi adalah tetap namun banyaknya panas yang hilang karena evaporasi ditentukan oleh kuantitas aliran udara yang mengalir pada sekitar tubuh bayi. Untuk melihat kuantitas aliran udara ini digunakan visualisasi path line kecepatan udara dengan off point yang sama pada semua simulasi.

IV. HASIL PENELITIAN

Hasil simulasi awal mengenai distribusi temperatur telah terverifikasi dengan data pengukuran untuk menentukan nilai-nilai kondisi batas pada inkubator bayi serta hasil simulasi

(7)

akhir mengenai kehilangan panas telah terverifikasi dengan hasil penelitian lain yang dilakukan secara eksperimental.

A. Verifikasi Hasil Simulasi dengan Pengukuran

Verifikasi simulasi CFD inkubator bayi berguna untuk bahwa hasil simulasi ini benar-benar mendekati keadaan fisis di dalam inkubator yang sebenarnya. Verifikasi dilakukan pada temperatur udara ruang pada tiga titik (T1, T2, dan T3),

temperatur matras T4, dan kecepatan aliran udara.

31.5 32 32.5 33 33.5 34 34.5 35 35.5 30 32 34 36 38

Pengaturan Temperatur (derajat Celcius)

31.5 32 32.5 33 33.5 34 34.5 35 35.5 30 32 34 36 38

Pengaturan Temperatur (derajat Celcius)

T e m p e ra tu r P e n g u k u ra n d a n S im u la s i C F D ( d e ra ja t C e lc iu s )

Temp. Pengukuran Titik 1 Temp. Simulasi CFD Titik 1

Temp. Pengukuran Titik 2 Temp. Simulasi CFD Titik 2

Gbr. 8. Verifikasi temperatur hasil simulasi CFD pada titik pengukuran T1 dan T2 terhadap data pengukuran.

Berdasarkan Gbr. 8 dapat diinterpretasikan bahwa pada kedua titik pengukuran, nilai temperatur pengukuran dan simulasi memiliki kesalahan yang sangat kecil. Pada titik T1,

kesalahan hasil simulasi terkecil adalah 0,86% dan kesalahan terbesar adalah 2,42%. Sedangkan pada titik T2, kesalahan

hasil simulasi terkecil adalah 0,36% dan kesalahan terbesar adalah 0,83%. 31.5 32 32.5 33 33.5 34 34.5 35 35.5 30 32 34 36 38 31.5 32 32.5 33 33.5 34 34.5 35 35.5 30 32 34 36 38

Pengaturan Temperatur (derajat Celcius)

T e m p e ra tu r P e n g u k u ra n d a n S im u la s i C F D ( d e ra ja t C e lc iu s )

Temp. Pengukuran Titik 4 Temp. Simulasi CFD Titik 4 Temp. Pengukuran Titik 3 Temp. Simulasi CFD Titik 3

Gbr. 9. Verifikasi temperatur hasil simulasi CFD pada titik pengukuran T3 dan T4 terhadap data pengukuran.

Pada Gbr. 9 ditunjukkan hasil verifikasi temperatur hasil simulasi untuk titik T3 dan T4. Pada titik T3, kesalahan hasil

simulasi terkecil adalah 0,54% untuk pengaturan temperatur 35oC dan kesalahan simulasi terbesar adalah 2,37% untuk

pengaturan temperatur 33oC. Pada titik T

4, kesalahan hasil

simulasi terkecil adalah 0,44% untuk pengaturan temperatur 35oC dan kesalahan simulasi terbesar adalah 0,51% untuk

pengaturan temperatur 32oC. Berbeda dengan verifikasi hasil

simulasi temperatur, pada hasil simulasi kecepatan aliran udara pada titik yang sama dengan titik pengukuran terdapat nilai error yang cukup besar. Pada pengaturan temperatur ruang 32oC, besarnya kecepatan aliran udara pada hasil

simulasi 5,50% lebih tinggi dari hasil pengukuran. Pada pengaturan temperatur ruang 33oC, kecepatan aliran udara

hasil simulasi 3,37% lebih tinggi dari data pengukuran. Nilai kesalahan kecepatan aliran udara hasil simulasi terbesar pada pengaturan temperatur 35oC yaitu 20% lebih rendah dari data

pengukuran. 31.5 32 32.5 33 33.5 34 34.5 35 35.5 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Pengaturan Temperatur (derajat Celcius)

K ec ap at an A lir an U da ra P en gk ur an d an S im ul as i ( m /s )

Kecepatan Udara Hasil Pengukuran Kecepatan Udara Hasil Simulasi

Gbr. 10. Verifikasi kecepatan aliran udara hasil simulasi CFD terhadap data pengukuran.

Nilai kesalahan yang cukup besar pada hasil simulasi kecepatan aliran udara terhadap data pengukuran dikarenakan resolusi pada alat ukur adalah 0,01 ms-1 sedangkan ketelitian

hasil simulasi hingga 0,001 ms-1. Namun demikian, secara

keseluruhan kesalahan hasil simulasi terhadap data pengkuran sangatlah kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa hasil simulasi telah terverifikasi dengan hasil yang baik.

B. Distribusi Temperatur

Hasil visualisasi distribusi temperatur pada area disekitar tubuh bayi dapat dilihat pada Gbr. 11 di bawah ini. Distribusi yang ditampilkan pada gambar tersebut adalah distribusi temperatur pada pengaturan temperatur ruang 32oC, hasil ini

identik untuk semua pengaturan temperatur.

(a) (b)

(c) (d)

Gbr. 11. Kontur distribusi temperatur (K) pada pengaturan temperatur ruang 32oC dalam inkubator (a) dinding tunggal, (b) dinding tunggal dengan overhead screen, (c) dinding ganda, (d) dinding ganda dengan overhead screen.

Distribusi temperatur yang paling baik dimiliki oleh inkubator dinding tunggal dengan penurunan temperatur rata-rata ruang yang tidak signifikan 0,1 – 0,3oC. Pada model

inkubator yang lain, terutama inkubator dinding ganda dengan

overhead screeni terjadi penurunan temperatur rata-rata ruang

yang sangat signifikan. Pada temperatur 35oC, nilai temperatur

rata-rata ruang pada inkubator model ini dapat turun 0,5 – 1,07oC yang berarti bahwa pada pengaturan temperatur yang

(8)

lebih rendah dari yang diharapkan. Oleh karena itu, pengkondisian ruang menjadi tidak sesuai dengan salah satu kriteria kenyamanan termal yang diharapkan.

C. Distribusi Aliran Udara

Distribusi aliran udara di dalam inkubator dianalisis untuk mengetahui pengaruh aliran udara terhadap kehilangan panas secara evaporasi dan konveksi pada tubuh bayi. Profil aliran udara di lapisan batas (boundary layer) sangat menentukan besarnya perpindahan panas secara konveksi. Pada temperatur 32oC, penambahan overhead screen pada inkubator dinding

tunggal menambah kecepatan aliran udara balik ke tubuh bayi yaitu dari 0,00332m/s menjadi 0,01592 m/s. Pada inkubator dinding ganda, penambahan overhead screen tidak menyebabkan peningkatan yang signifikan kecepatan aliran udara balik menuju tubuh bayi. Kuantitas aliran udara juga berkurang sangat signifikan seperti Gbr. 12.

(a) (b)

(c) (d)

Gbr. 12. Path line kecepatan udara (m/s) pada pengaturan temperatur 32oC di dalam inkubator (a) dinding tunggal, (b) dinding tunggal dengan overhead

screen, (c) dinding ganda, (d) dinding ganda dengan overhead screen.

Keadaan distribusi aliran udara yang sama juga didapati dalam inkubator pada temperatur ruang 33oC. Terdapat

perbedaan distribusi aliran udara di dalam inkubator dinding tunggal pada temperatur ruang 35oC. Magnitudo kecepatan

aliran udara yang menuju ke tubuh bayi berkurang dari 0,00465 m/s menjadi 0,00262 m/s. Sebaliknya pada inkubator dinding ganda, penambahan overhead screen menyebabkan kecepatan aliran udara balik cukup signifikan yaitu dari 0,00304 m/s menjadi 0,01379 m/s.

D. Kehilangan Panas Radiasi

Kehilangan panas secara radiasi diamati pada kontur fluks panas radiasi yang terlihat pada badan bayi. Fluks kehilangan panas radiasi pada tubuh bayi merupakan interaksi radiatif tubuh bayi dengan benda-benda padat semi transparan yang mengelilinginya seperti dinding luar inkubator, dinding dalam inkubator, matras, dan overhead screen. Hasil simulasi kehilangan panas radiasi pada tubuh bayi di dalam empat model inkubator untuk setiap pengaturan temperatur ruang ditunjukkan oleh Gbr. 13.

Pada gambar tersebut ditunjukkan fluks panas radiasi pada bayi untuk setiap model inkubator dalam temperatur ruang 32oC. Pada inkubator dinding tunggal, adanya overhead

screen dapat menurunkan kehilangan panas radiasi sekitar 0,9

W/m2. Sedangkan pada inkubator dinding ganda, penambahan

overhead screen justru meningkatkan fluks kehilangan panas

radiasi pada tubuh bayi yang cukup signifikan sebesar 1,89 W/m2.

(a) (b)

(c) (d)

Gbr. 13. Kontur fluks panas radiasi bayi (W/m2) pada pada pengaturan temperatur 32oC di dalam inkubator (a) dinding tunggal, (b) dinding tunggal dengan overhead screen, (c) dinding ganda, (d) dinding ganda dengan

overhead screen.

Perbandingan fluks panas radiasi tubuh bayi pada masing-masing model inkubator untuk setiap pengaturan temperatur ruang dapat dilihat pada gambar berikut.

31.51 32 32.5 33 33.5 34 34.5 35 35.5 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2

Pengaturan temperatur (derajat Celcius)

K e h il a n g a n p a n a s r a d ia s i (W ) Dinding tunggal

Dinding tunggal dengan overhead screen Dinding ganda

Dinding ganda dengan overhead screen

Gbr.14. Kehilangan panas tubuh bayi secara radiasi (W) di dalam empat model inkubator pada masing-masing temperatur ruang inkubator.

Untuk inkubator yang sama, Gbr. 14. menunjukkan besarnya kehilangan panas tubuh bayi secara radiasi pada pengaturan temperatur 32oC, 33oC, dan 35oC. Pada inkubator

dinding tunggal, kehilangan panas radiasi meningkat cukup signifikan (0,4W) pada temperatur ruang 33oC dan kembali

turun sebesar 0,1W pada temperatur 35oC. Pada inkubator

dinding tunggal dan inkubator ganda yang dilengkapi

overhead screen memiliki kecenderungan yang sama yaitu

peningkatan kehilangan panas secara radiasi dengan semakin tingginya temperatur ruang. Secara keseluruhan, kehilangan panas secara radiasi di dalam inkubator dinding ganda relatif lebih rendah dibandingkan tiga model inkubator lainnya.

E. Kehilangan Panas Konveksi dan Evaporasi

Hasil simulasi fluks panas secara konveksi telah didapatkan berdasarkan kontur koefisien perpindahan panas dinding. Sebagaimana dijelaskan pada tinjauan pustaka, fluks panas konveksi ini sangat ditentukan oleh posisi bayi (tertekuk atau

(9)

lurus), luas permukaan tubuh, berat badan, temperatur dan aliran udara pada inkubator. Pada kasus ini besarnya kecepatan aliran udara dan perbedaan temperatur di sekitar tubuh bayi cukup berpengaruh besar pada kehilangan panas konveksi. Gambaran fluks panas konveksi tubuh bayi yang direpresentasikan oleh kontur koefisien perpindahan panas permukaan tubuh bayi ditunjukkan pada gambar-gambar berikut.

(a) (b)

(c) (d)

Gbr. 15. Kontur koefisien konveksi tubuh bayi (W/m2K) pada pengaturan temperatur 32oC di dalam inkubator (a) dinding tunggal, (b) dinding tunggal dengan overhead screen, (c) dinding ganda, (d) dinding ganda dengan

overhead screen.

Pada kontur koefisien konveksi tubuh bayi untuk tiga variasi pengaturan temperatur ruang, didapatkan profil koefisien konveksi yang tidak banyak berbeda. Nilai rata-rata koefisien konveksi pada permukaan tubuh bayi juga tidak berbeda signifikan. Grafik kecenderungan besarnya kehilangan panas konveksi pada masing-masing model inkubator untuk setiap temperatur ruang dapat dilihat pada Gbr. 16 berikut. 31.5 32 32.5 33 33.5 34 34.5 35 35.5 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

Pengaturan Temperatur (derajat Celcius)

K e h ila n g a n P a n a s K o n v e k s i (W ) Dinding Tunggal

Dinding Tunggal - Overhead Screen Dinding Ganda

Dinding Ganda - Overhead Screen

Gbr. 16. Kehilangan panas tubuh bayi secara konveksi (W) di dalam empat model inkubator pada masing-masing temperatur ruang inkubator.

Dibandingkan dengan kehilangan panas secara radiasi, maka besarnya kehilangan panas secara konveksi relatif jauh lebih kecil. Pada inkubator dinding tunggal, kehilangan panas secara konveksi cenderung menurun dengan meningkatnya temperatur ruang. Sedangkan pada tiga model inkubator lainnya memiliki kecenderungan kehilangan panas konveksi yang meningkat namun tidak signifikan. Pada inkubator dinding ganda baik yang menggunakan overhead screen maupun tidak memiliki fluks kehilangan panas yang sangat

rendah yaitu 0,18 – 0,22 Watt. Sedangkan pada kedua model inkubator berdinding tunggal memiliki fluks kehilangan panas yang lebih tinggi yaitu pada rentang 0,21 – 0,68 Watt.

F. Pembahasan

Berdasarkan kriteria distribusi temperatur yang paling baik, inkubator dinding tunggal tanpa overhead screen memiliki distribusi temperatur yang baik pada tiga temperatur ruang yang diteliti yaitu 32oC, 33oC, dan 34oC. Temperatur udara

rata-rata ruang inkubator dinding tunggal relatif lebih mendekati dengan nilai pengaturan temperatur ruang inkubator dibandingkan dengan temperatur udara rata-rata pada model inkubator yang lain. Bahkan pada inkubator dinding ganda dengan overhead screen, temperatur udara ruang dapat mencapai 1oC lebih rendah dari temperatur yang

diharapkan sehingga menyebabkan kehilangan panas berlebih baik secara konveksi, radiasi, konduksi, maupun evaporasi.

Distribusi temperatur yang lebih baik pada inkubator dinding tunggal disebabkan karena semua aliran udara dapat dibalikkan menuju bagian bawah (tubuh bayi) setelah mencapai dinding teratas inkubator. Oleh karena udara yang lebih panas selalu ada di lapisan permukaan yang lebih tinggi, maka udara panas yang dikeluarkan oleh masukan udara panas inkubator juga dapat didistribusikan kembali ke permukaan yang lebih rendah oleh aliran udara balik. Berbeda dengan model inkubator yang lain, adanya bebedapa lapisan batas (sekat) pada inkubator menyebabkan aliran udara yang paling panas tertahan di celah dinding dalam atau screen dengan dinding terluar karena udara panas ini selalu ada di bagian paling atas. Dengan demikian aliran udara yang kembali ke bagian bawah permukaan menjadi tidak lebih panas dari yang diharapkan, dalam hal ini ditunjukkan penurunan temperatur udara.

Kehilangan panas akibat radiasi tergantung pada beberapa faktor, termasuk temperatur kulit, permukaan relatif dan geometri bagian tubuh terkena radiasi, jarak dan sudut ke objek iradiasi, emisivitas kulit bayi, dan emisivitas objek iradiasi. Pada simulasi kehilangan panas radiasi untuk inkubator dinding tunggal dan inkubator dinding tunggal dengan overhead screen terjadi penurunan sama seperti hasil penelitian Ginalski dkk (2007). Objek iradiasi terdiri dari dinding terluar inkubator dan screen dimana selisih temperatur antara dinding terluar dengan tubuh bayi lebih tinggi dari pada selisih temperatur screen dengan tubuh bayi sehingga panas radiasi yang dipancarkan oleh bayi juga lebih tinggi untuk inkubator tanpa overhead screen.

Pada inkubator dinding ganda, hampir setiap sisi tubuh bayi dilingkupi oleh dinding dalam atau screen tambahan yang menyebabkan total permukaan teradiasi oleh dinding luar inkubator banyak berkurang. Hal inilah yang menjadi alasan signifikan turunnya kehilangan panas secara radiasi pada inkubator dinding ganda. Ketika overhead screen ditambahkan pada dinding dalam inkubator dinding ganda, kehilangan panas secara radiasi kembali meningkat untuk temperatur ruang 32oC dan 33oC. Kondisi ini disebabkan oleh temperatur

screen yang menjadi lebih rendah dari temperatur bayi karena

panas tertimbun pada celah antara dinding dalam dan dinding luar inkubator seperti pada penjelesan sebelumnya. Jadi, penambahan overhead screen pada inkubator dinding ganda menjadi tidak efektif.

(10)

Kehilangan panas secara konveksi pada tubuh bayi tidak banyak mengalami perbedaan pada keempat model inkubator bayi yang diteliti. Hal ini disebabkan profil aliran udara yang hampir sama serta selisih temperatur tubuh dan udara di permukaan tubuh bayi yang tidak berbeda secara signifikan. Kehilangan panas secara evaporasi diasumsikan sama karena besarnya kehilangan panas evaporasi hanya disebabkan oleh massa dan umur pasca kelahiran bayi namun juga dipengaruhi oleh kecepatan udara dekat kulit bayi.

31.5 32 32.5 33 33.5 34 34.5 35 35.5 12 14 16 18 20 22 24 26 28

Pengaturan Temperatur (derajat Celcius)

F lu k s K e h ila n g a n P a n a s R a d ia s i d a n K o n v e k s i (W /m 2) Dindinding Tunggal

Dinding Tunggal - Overhead Screen Dinding Ganda

Dinding Ganda - Overhead Screen

Gbr. 17. Kehilangan panas tubuh bayi secara konveksi dan radiasi (W) di dalam empat model inkubator pada masing-masing temperatur ruang inkubator.

Pada Gbr. 17 ditunjukkan tren kehilangan panas kering (dalam penelitian ini hanya konveksi dan radiasi) di dalam inkubator bayi pada temperatur ruang 32oC, 33oC, dan 34oC.

Tren kehilangan panas ini digunakan sebagai data simulasi yang akan diverifikasi dengan hasil penelitian secara eksperimental agar hasil modifikasi terhadap inkubator dinding tunggal ini dapat merepresentasikan kondisi fisis secar riil apabila modifikasi inkubator benar-benar dibuat. Verifikasi hasil simulasi modifikasi inkubator dan adanya bayi sebagai sumber panas di dalam inkubator telah dilakukan dengan membandingkan penelitian secara eksperimental oleh Hey dan Katz tahun 1970 serta penelitian Elabbasi dkk. pada tahun 2004. Kedua penelitian tersebut menggunakan inkubator dengan dinding tunggal.

31.5 32 32.5 33 33.5 34 34.5 35 35.5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 Pengaturan Temperatur (oC) K e h ila n g a n P a n a s K o n v e k s i d a n R a d ia s i (W /m 2)

Penelitian Elabbasi dkk dengan Manekin Penelitian Hey dan Katz

Gbr. 18. Fluks kehilangan panas radiasi dan konveksi pada penelitian secara eksperimen dengan manikin bayi dan bayi berat lahir [9, 20]

Hasil penelitian secara eksperimental pada Gbr. 18 menunjukkan bahwa kehilangan panas secara konveksi dan radiasi pada temperatur 32oC, 33oC, dan 35oC memiliki

kecenderungan meningkat pada temperatur 33oC kemudian

menurun signifikan pada temperatur 35oC. Kecenderungan ini

juga ditunjukkan pada hasil simulasi pada inkubator dinding tunggal baik dengan ataupun tanpa overhead screen. Sedangkan pada inkubator dinding ganda kecenderungan kehilangan panas konveksi dan radiasi terus turun pada temperatur 33oC dan 35oC. Ketidakseimbangan antara

produksi panas dan kehilangan panas pada tubuh bayi ditunjukkan pada Gbr. 19 berikut.

31.5 32 32.5 33 33.5 34 34.5 35 35.5 2.4 2.6 2.8 3 3.2 3.4 3.6 3.8 4

Pengaturan temperatur (derajat Celcius)

K e ti d a k s e im b a n g a n p a n a s t o ta l (W ) Dinding tunggal

Dinding tunggal dengan overhead screen Dinding ganda

Dinding ganda dengan overhead screen

Gbr. 19 . Ketidakseimbangan produksi dan kehilangan panas tubuh bayi (W) di dalam empat model inkubator pada masing-masing temperatur ruang inkubator.

Pada gambar di atas, ketidakseimbangan panas terbesar dialami oleh bayi yang dirawat pada inkubator bayi dinding tunggal. Margin ketidakseimbangan panas di dalam inkubator dinding tunggal cukup besar dibandingkan model inkubator lainnya pada temperatur ruang 32oC dan 33oC. Sedangkan

pada temperatur ruang inkubator 35oC, ketidakseimbangan

panas tidak berbeda secara signifikan pada masing-masing model inkubator. Dari keseluruhan inkubator yang dianalisis, inkubator dinding ganda memiliki ketidak seimbangan panas paling rendah diantara model inkubator lainnya.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan perpindahan panas dan massa pada bayi di dalam empat model inkubator, maka dapat ditarik kesimpulan antara lain.

 Penambahan dinding dalam pada inkubator dinding tunggal dapat menyebabkan penurunan temperatur rata-rata ruang inkubator yang tidak signifikan yaitu sebesar 0,2 – 0,3oC. Penambahan dinding dalam pada inkubator

dinding tunggal menyebabkan kehilangan panas pada tubuh bayi berkurang sangat signifikan sebesar 8 – 10 Watt.

Penambahan overhead screen pada inkubator dinding tunggal menyebabkan penurunan temperatur rata-rata ruang sekitar 0,3 – 0,5oC dan menyebabkan kehilangan

panas total semakin berkurang 5 – 9 Watt. Pada inkubator ganda, penambahan overhead screen dapat menurunkan temperatur rata-rata ruang secara signifikan hingga 1,07oC

serta kehilangan panas total pada tubuh bayi mengalami peningkatan 2 - 5 Watt.

 Inkubator dinding ganda merupakan model inkubator dengan distribusi temperatur dan aliran udara yang baik serta menyebabkan kehilangan panas total yang paling minimum sehingga mendukung tercapainya kondisi

(11)

VI. DAFTAR PUSTAKA

[1] Pustika Efar. 2008. Metode Kangguru: “Inkubator” Alami Untuk Bayi Prematur, dikutip dari

http://tanyadokteranda.com/artikel/metode-kangguru-inkubator-alami-untuk-bayi-pre-matur.html (diakses pada

tanggal 10 Agustus 2010).

[2] Indrasanto, E., N. Dharmasetiawati, R. Rohsiswanto, R. K. Kaban. 2010. Termoregulasi Neonatus, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dikutip dari http://www.hsp-prs.org/Jakarta/2010/J3214/ (diakses pada tanggal 28 Agustus 2010).

[3] McCall EM, Alderdice FA, Halliday HL, Jenkins JG, Vohra S. 2006. “Interventions to prevent hypothermia at birth in preterm and/or low birth weight babies,” Evidence-Based Child Health 1: 287 – 324. DOI: 10.1002/ebch.5.

[4] Sauer, Dane, and Viser .1984. “New standards for neutral termal environment of healthy very low birth weight infants in week one of life,” Archives of Disease in Childhood. Vol: 59, pp.18 – 22. DOI:10.1136/adc.59.1.18.

[5] Johnston, C. C., B. Steven, J. Pinelli, S. Gibbins, F. Filion, A. Jack, S. Steele, K. Boyer, A. Veilleux. 2003. “Kangaroo Care Is Effective in Diminishing Pain Response in Preterm Neonates,” Archpediatrics

Adolesc Med. Vol. 157 pp. 1084 – 1088

[6] Johnston, C. C., B. Steven, J. Pinelli, S. Gibbins, F. Filion, A. Jack, S. Steele, K. Boyer, A. Veilleux. 2003. “Kangaroo Care Is Effective in Diminishing Pain Response in Preterm Neonates,” Archpediatrics

Adolesc Med. Vol. 157 pp. 1084 – 1088

[7] Yudiyana, I Nyoman. 2008. Analisis Distribusi Temperatur Pada Matras “Baby Incubator”. Tugas Akhir. Teknik Fisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

[8] Setiawan, Tri Dedi. 2008. Perancangan Sistem Pengendali Kelembaban dan Monitoring Temperatur pada Inkubator Bayi Berbasis PC. Tugas

Akhir Jurusan Teknik Fisika, ITS, Surabaya

[9] Hey, E. N. & Katz, G. 1970. “The optimum termal environment for naked babies,” Archives of Disease in Childhood. Vol. 45, pp. 328 – 334.

[10] Kobayashi, Shinichi, E. Koike and Kazuo Matubara. 1998. Infant Incubator. United States Patent, No. 5,797,833

[11] Koch, Joachim and Wolfgang Franz. 1998. Incubator for Tomographic Examinations. United States Patent, No. 5,800,335

[12] Chessex, P., S. Blouet and J. Vaucher. August 1998. Environmental temperature control in very low birth weight infants (less than 1000 grams) cared for in double-walled incubators. The Journal of Pediatrics, Vol. 113, Issue 2, pp. 373-380

[13] Laroia N, Phelps D. L, Roy J. 2007. Double wall versus single wall incubator for reducing heat loss in very low birth weight infants in incubators. Cochrane Database Syst Rev. Apr 18;(2):CD004215. [14] Yeh, T. F., S. Voora, L. D. Lilien, J. Matwynshyn, G. Srinivasan, R.S.

Pildes, 1980. Oxygen consumption and insensible water loss in premature infants in single- versus double-walled incubators. The Journal of Pediatrics, Vol.97, Issue 6. Pp. 967-971

[15] Ginalski, Maciej K., A. J. Nowak, L. C. Wrobel. 2007. A combined study of heat and mass transfer in an infant incubator with an overhead screen. Medical Engineering & Physics, Vol. 29, pp. 531–541

[16] Samosir, Asinanila D. (2009). Pengetahuan Mahasiswa D-III

Keperawatan Tentang Perawatan BBLR Di Dalam Inkubator Di Ruang Rawat Perinatologi RSUP HAM Medan. Skripsi. Universitas Sumatera

Utara.

[17] Dollberg, Shaul & Hoath, Steven B. 2001. “Temperature Regulation in Preterm Infants: Role of The Skin-Environment Interface,” NeoReviews 2:282. DOI: 10.1542/neo.2-12-e282.

[18] Sugini. 2004. Pemaknaan Istilah-istilah Kualitas Kenyaman-an Termal Ruang Dalam Kaitan Dengan Variabel Iklim Ruang, Universitas Islam Indonesia, LOGIKA. Vol. 1 No. 2

[19] Blazek, J. 2001. Computational Fluid Dynamics: Principles and

Applications. Elsevier Science Ltd: United Kingdom.

[20] Elabbassi, Elmountacer B. and Belghazi, Khalid. 2004. Dry heat loss in incubator: comparison of two premature newborn sized manikins.

Europe Journal of Applied Physiology 92: 679–682 DOI

10.1007/s00421-004-1130-5

Biodata Penulis

Nama : Ruri Agung Wahyuono NRP : 2408100014

TTL : Pasuruan, 21 Februari 1990 Alamat : Perum. Batumas Chandra Asri

E6/01 Pandaan, Pasuruan Riwayat Pendidikan :

 SDN Petungasri II Pandaan – Pasuruan (1996 – 1998)

 SDN Kepulungan III Gempol - Pasuruan (1998 – 2002)

 SMP Negeri 1 Pandaan - Pasuruan (2002 – 2005)

 SMA Negeri 1 Sidoarjo (2005 – 2008)

 Teknik Fisika-FTI-ITS (2008 – sekarang)

Gambar

TABEL IV

Referensi

Dokumen terkait