• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN GERAKAN UDARA UNTUK MENCIPTAKAN KENYAMANAN TERMAL DI RUANG LUAR BANGUNAN REKTORAT UNPAR BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN GERAKAN UDARA UNTUK MENCIPTAKAN KENYAMANAN TERMAL DI RUANG LUAR BANGUNAN REKTORAT UNPAR BANDUNG"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PENGENDALIAN GERAKAN UDARA UNTUK MENCIPTAKAN

KENYAMANAN TERMAL DI RUANG LUAR BANGUNAN REKTORAT

UNPAR BANDUNG

Mira Dewi Pangestu

Alumna S1 dan S2 Program Studi Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan Staf Akademik Program Studi Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan

Abstract

Besides attending classes, students also perform extracurricular activities which are usually outdoor, e.g at corridors, halls, etc. Outdoor thermal comfort is generally inadequate for such activities, especially related to airflow speed. In order to achieve acceptable comfort level, airflow speed and direction can be engineered through site planning, mainly building shape and orientation, vegetation, and also countour design, all contributing to outdoor airflow control utilizing difference in air pressure.

This research aims to understand the effect of site planning to thermal comfort on rectorate building's outdoor space, to pinpoint site of the outdoor space to be reconditioned, and to determine how to recondition that site in order to achieve thermal comfort.

This research is performed by exisiting condition simulation and recondition of selected outdoor space site through experimental method using CFD (Computational Fluid Dynamics) software.

Based on the findings from the simulation, surrounding buildings and vegetation are able to control airflow going to rectorate building, while building shape contributes to venturi effect which speed up airflow. Site recondition using vegetation results in improvement on airflow quality, though not enough to decrease airflow speed. In contrast, recondition using horizontal fins is able to improve airflow quality while in the same time significantly decrease airflow speed.

Key Words: outdoor, airflow control, site planning, simulation, UNPAR rectorate building

Bandung

Abstrak

Selain kuliah, mahasiswa juga melakukan kegiatan lainnya termasuk kegiatan ekstrakurikuler yang umumnya dilakukan di ruang luar kampus, seperti pada ruang di antara bangunan, teras, selasar atau koridor. Kenyamanan termal di ruang luar kampus umumnya tidak memadai jika digunakan untuk beraktivitas, terutama kondisi kecepatan gerakan udara seringkali di luar batas nyaman. Untuk dapat mencapai tingkat kenyamanan termal yang diinginkan, perlu dilakukan pengendalian arah dan kecepatan gerakan udara melalui desain penataan tapak, terutama dalam desain bentuk dan tata letak dari bangunan dan tanaman, serta pengolahan permukaan tanah, yang mampu mengkondisikan gerakan udara eksternal dengan memanfaatkan perbedaan tekanan udara.

Penelitian bertujuan untuk menemukan pengaruh penataan tapak terhadap kenyamanan termal pada ruang luar bangunan rektorat, dan sekaligus menentukan lokasi ruang luar bangunan yang akan direkondisi, serta menemukan bentuk rekondisi desain penataan tapak yang dapat mengoptimalkan gerakan udara untuk menunjang kenyamanan termal di ruang luar bangunan tersebut.

(4)

Penelitian dilakukan melalui simulasi kondisi eksisting dan rekondisi desain penataan tapak dengan metode eksperimental menggunakan software CFD (Computational Fluid Dynamic).

Berdasarkan hasil simulasi kondisi eksisting di ruang luar bangunan rektorat, bangunan sekitar dan pepohonan pada tapak dapat mengendalikan aliran udara yang menuju ke bangunan rektorat, sedangkan bentuk bangunan rektorat menyebabkan efek venturi yang dapat meningkatkan kecepatan gerakan udara. Dari hasil rekondisi desain dengan menggunakan tanaman dapat memperbaiki kualitas gerakan udara yang terbentuk, namun tidak cukup untuk merubah kecepatan gerakan udara. Sebaliknya, rekondisi dengan menggunakan sirip horizontal selain dapat memperbaiki kualitas udara yang terbentuk, juga dapat menurunkan kecepatan gerakan udara secara signifikan. Kata Kunci: ruang luar, pengendalian gerakan udara, penataan tapak, simulasi, bangunan rektorat UNPAR Bandung

1.

Pendahuluan

Diawali dari pengalaman pribadi sebagai dosen dalam beraktivitas keseharian saat melintas di lorong bangunan rektorat UNPAR Bandung. Gerakan udara seringkali berhembus dengan kencang, membuat udara terasa dingin di wajah, rambut terganggu, dan ketidaknyamanan secara termal mulai terasa. Sementara banyak mahasiswa berkumpul untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti bersantai sambil bersosialisasi atau menunggu kuliah, diskusi, koneksi internet hingga kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan secara berkelompok. Lalu terbersit pertanyaan sejauh mana penataan tapak mempengaruhi arah dan kecepatan gerakan udara di ruang luar bangunan utama dari kampus UNPAR tersebut. Mengingat pentingnya peranan ruang luar bagi mahasiswa, adakah cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan gerakan udara di ruang luar, agar mahasiswa dapat beraktivitas dengan nyaman.

Kenyamanan termal adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat beraktivitas dengan nyaman, tidak merasa panas dan juga tidak merasa dingin. Kenyamanan termal ini dibutuhkan oleh setiap individu termasuk mahasiswa agar dapat melakukan aktivitasnya secara optimal. Kenyamanan termal tidak hanya dipengaruhi oleh kecepatan gerakan udara tapi juga oleh elemen-elemen iklim lainnya, seperti temperatur udara, temperatur radiasi matahari serta kelembapan udara, tapi juga oleh faktor-faktor subyektif, seperti jenis aktivitas yang dilakukan serta jenis pakaian yang dikenakan. Dari faktor-faktor pengaruh tersebut, hanya kecepatan gerakan udara yang cenderung bersifat dinamis, mudah dan cepat berubah serta mampu mempengaruhi kondisi faktor lainnya.

Berdasarkan kemampuannya, gerakan udara berperan besar dalam menciptakan kenyamanan termal pada bangunan, dan sebaliknya gerakan udara yang tidak terkendali dapat menjadi masalah bagi kenyamanan termal di ruang luar. Untuk mencapai tingkat kenyamanan termal yang diinginkan perlu dilakukan usaha-usaha pengendalian arah dan kecepatan gerakan udara di ruang luar melalui penataan tapak secara optimal. Desain penataan tapak diwujudkan dalam bentuk dan tata letak bangunan, bentuk dan tata letak tanaman, pengolahan permukaan tanah dan elemen tapak lainnya, yang mampu mengkondisikan gerakan udara eksternal dengan memanfaatkan perbedaan tekanan udara.

Gerakan udara dapat dimengerti perilakunya melalui simulasi komputer, yang mempunyai kemampuan lebih baik dalam menggambarkan distribusi, pola dan kecepatan gerakan udara, serta mempunyai variabel yang lebih beragam

(5)

daripada menggunakan fasilitas terowongan angin. Simulasi awal dilakukan pada model pertama dengan kondisi yang sama seperti di lapangan, untuk mempelajari pengaruh penataan tapak terhadap perilaku gerakan udara pada tapak dan ruang luar bangunan. Selain itu juga untuk menentukan lokasi ruang luar yang akan dijadikan model kedua untuk direkondisi, yaitu lokasi ruang luar bangunan dengan kondisi iklim yang ekstrim, terutama kecepatan gerakan udara berada di luar batas nyaman.

Simulasi berikutnya bertujuan untuk merekondisi penataan tapak dalam mengoptimalkan gerakan udara sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas kenyamanan termal pada model kedua tersebut. Topografi, bangunan sekitar dan orientasi bangunan, serta tingkat keterbukaan, dimensi, bentuk dan elemen-elemen pembentuk ruang luar lainnya, begitu juga dengan ketinggian pengamatan, merupakan variabel yang tidak berubah.

Eksperimen dilakukan dengan arah gerakan udara yang datang dari barat untuk musim hujan dan dari timur untuk musim kemarau, dengan sudut 10° ke arah utara terhadap fasad bangunan, dan dengan besaran kecepatan gerakan udara rata-rata terbesar dari dua musim dalam lima tahun terakhir dari data BMG stasiun Bandung. Untuk variabel penataan tapak, pada simulasi dapat dilakukan dengan elemen bangunan, elemen tanaman, atau elemen pengolahan permukaan tanah, tergantung dari kondisi gerakan udara yang harus dikendalikan. Kriteria desain pada simulasi tersebut secara teoritis didasarkan pada kemampuan dari masing-masing elemen dalam mengendalikan gerakan udara. Optimasi desain penataan tapak ditentukan oleh peningkatan kualitas distribusi, pola dan kecepatan gerakan udara yang terbentuk pada tahapan simulasi.

Dari hasil simulasi kondisi eksisting ditemukan bahwa elemen-elemen pada tapak terutama tanaman dapat menurunkan AV (kecepatan gerakan udara) dominan yang berasal dari barat, namun AV meningkat kembali saat aliran udara memasuki bangunan karena pengaruh dari bentuk bangunan itu sendiri. Perilaku arah dan kecepatan gerakan udara sangat bergantung pada bentuk dari elemen-elemen ruang luar yang dilaluinya. Besaran AV dari timur lebih rendah daripada dari barat. Berdasarkan arah datang aliran udara, terdapat perbedaan distribusi aliran udara dan besaran AV pada area ruang luar yang sama, yang tentunya akan mempengaruhi kenyamanan termal di ruang luar tersebut. Dari hasil simulasi kondisi eksisting, juga ditemukan bahwa rentang AV pada lokasi lorong bangunan rektorat mempunyai besaran AV yang tertinggi.

Dari hasil simulasi rekondisi dengan tanaman yang ditempatkan di sekitar lorong bangunan rektorat, dapat mengurangi distribusi aliran udara yang menuju skala manusia, namun besaran AV tetap sama dengan simulasi kondisi eksisting. Dari hasil simulasi rekondisi dengan sirip horizontal yang ditempatkan pada lorong bangunan rektorat, selain dapat mengurangi distribusi aliran udara yang menuju skala manusia, juga dapat menurunkan kecepatan gerakan udara secara signifikan.

2.

Gerakan Udara

2.1 Prinsip Gerakan Udara

Gerakan udara adalah fenomena tiga dimensi. Bila udara di sekitar bangunan bergerak, kecepatan dan pola gerakannya dapat berkurang, bertambah, terhalang, terarah, dibelokan dan tersaring (Boutet,1987:55). Secara internal, gerakan udara dikendalikan oleh daya mengapung dalam arah vertikal

(6)

karena perbedaan suhu, dan daya tekan dalam arah horizontal karena perbedaan tekanan, yang diubah oleh inersia (kelembaman) dan pergesekan. Secara eksternal, topografi, tanaman dan bangunan mempengaruhi gerakan udara, dengan cara mengubah kecepatan dan pola aliran udara.

Pola aliran dari gerakan udara dibagi dalam empat kategori, yaitu laminer (udara bergerak lurus sejajar dengan kerapatan massa yang sama), turbulen (udara mengalami pembelokan dan kerapatan massanya tidak sama), terpisah (udara bergerak lurus sejajar dengan kerapatan massa yang tidak sama) dan eddy (gerakan udara melingkar dengan pola turbulensi di sekelilingnya). Pola laminer dapat berubah menjadi pola turbulen bila permukaan topografi semakin kasar. Bangunan juga dapat menyebabkan pola gerakan udara turbulen dan pola terpisah.

(a) Udara akan selalu mengalir dari daerah bertekanan tinggi / suhu rendah ke daerah bertekan rendah / suhu tinggi

(b) Udara mempunyai massa dan momentum, cenderung untuk terus bergerak pada arahnya dan arahnya akan berubah bila menemui penghalang

(c) Efek gerakan udara pada tapak sangat besar, sehingga bila dibelokkan oleh suatu peng-halang, misalnya oleh pohon atau bangunan cenderung akan kembali ke arah dan kecepatan semula

(d) Gerakan udara laminer akan bergerak dengan kecepatan yang sama bersama arus udara di dekatnya. Halangan kecil tidak akan banyak mengubah arus laminer, tapi halangan besar akan mengubah arus laminer menjadi turbulen. Arus udara yang berdekatan akan berputar (olakan /arus eddy) dengan arah yang tidak dapat ditentukan

(e) Efek Bernouille menye-babkan tekanan udara turun bila arusnya dipercepat. Seperti pada sayap pesawa terbang, udara bagian atas harus menempuh jarak lebih besar sehingga tekanannya menurun dibanding-kan dengan di sisi bawahnya. Perbedaan ini yang membuat sayap terangkat

(f) Efek Venturi membuat kecepatan udara bertambah bila arus udara laminer melewati lubang yang lebih kecil, karena volum udara yang ada tetap sama. Bila terjadi turbulensi, penurunan tekanan dan pertambahan kecepatan akan berkurang

Figur 1. Prinsip-prinsip dasar dalam mengendalikan gerakan udara (Moore,1993:178-179)

2.2 Gerakan Udara dan Bangunan

Desain arsitektural membentuk daerah olakan tekanan positif di sisi muka angin (windward) dan daerah olakan tekanan negatif di sepanjang sisi dinding yang sejajar dengan arah gerakan udara, dan di sisi bayangan angin (leeward).

(7)

Figur 2. Gerakan udara di sekitar bangunan akan membentuk zona tekanan positif dan negatif (Boutet,1987:51 dan Evans,1980:65)

Daerah eddy adalah daerah di bawah gerakan udara (downwind) atau daerah di atas gerakan udara (upwind), di antara permukaan bangunan dengan titik tempat terjadinya gerakan-gerakan partikel udara yang sebagian bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan semula. Tepat pada titik balik arah gerakan udara, secara teoritis disebut ’titik diam’ atau area relatif tenang. Daerah eddy disebut juga sebagai daerah bayangan angin, dimana kecepatan gerakan udara menurun dan terjadi arus eddies, bisa terbentuk pada sisi windward dan juga pada sisi leeward. Daerah eddy pada sisi leeward umumnya lebih besar daripada di sisi windward. Secara mendasar, panjang daerah bayangan angin ditentukan oleh kedalaman bangunan dari arah datangnya angin, tinggi, sudut atap, dan bentuk permukaan windward dari bangunan.

Bangunan tinggi yang bagian dasarnya diangkat sehingga terbentuk kolong di bawah bangunan, akan mengurangi tekanan tinggi pada daerah windward, karena sebagian udara dapat mengalir melalui kolong bangunan tersebut.

Figur 3. Bangunan tinggi dengan bagian dasarnya diangkat (Moore,1993:181)

Lorong pada bangunan dapat

menangkap, menyalurkan dan

melajukan aliran dari gerakan udara. Bila aliran udara memasuki lorong dalam arah sebaliknya dari yang diperkirakan, massa udara akan menyebar dan mengganggu, sehingga dapat atau tidak dapat menghasilkan efek seperti yang diharapkan.

Figur 4. Untuk mencapai gerakan udara yang optimal pada lorong maka ukuran inlet dan

outlet harus sama atau ukuran outlet lebih besar

(8)

Bangunan dengan posisi tegak lurus terhadap arah aliran udara akan menerima seluruh kecepatannya pada sisi windward. Sedangkan pada bangunan dengan posisi 45° terhadap arah aliran udara, kecepatannya akan berkurang sampai 50%, dan dalam perhitungan umumnya digunakan faktor koreksi sebesar 66% (Olgyay,1992:100)

2.3 Gerakan Udara dan Tanaman

Elemen lansekap seperti pepohonan, semak, dinding dan pagar dapat menciptakan area-area dengan tekanan tinggi dan rendah. Dengan demikian maka penataan lansekap pada ruang terbuka pasti akan mempengaruhi pola dan kecepatan aliran udara di sekitar tapak dan bangunan. Hal mendasar yang perlu diperhatikan adalah tetap mempertahankan aliran udara seperti yang diinginkan, dengan cara mengarahkan dan mengatur kecepatan gerakan udara melalui elemen lansekap. Pemilihan dan perletakan yang tepat dari tanaman dapat mengurangi dan meningkatkan kecepatan gerakan udara melalui elemen lansekap di sekitar tapak dan bangunan (Olgyay,1992:100).

Figur 5. Peran tanaman dalam mengendalikan gerakan udara (Boutet, 1987:48)

Figur 6. Tanaman mempengaruhi pola gerakan udara (Boutet, 1987:77)

Sebuah bukaan pada penahan angin dari tanaman yang memanjang

akan mempengaruhi kecepatan

gerakan udara pada daerah sisi muka angin dan daerah bayangan angin. Kecepatan gerakan udara yang melalui bukaan akan mencapai 120% dari kecepatan gerakan udara bebas.

Figur 7. Pengaruh dari penahan angin yang terputus. (Melaragno, 1982:378)

Pohon, besar dan kecil untuk digunakan mahkotanya atau bagian bawahnya. Pohon secara umum diklasifikasikan berdasarkan tingginya, yaitu di bawah dan lebih dari 6 meter. Pohon besar dan kecil dapat menyaring, menurunkan kecepatan aliran udara ke dalam bangunan, mengarahkan dan meningkatkan aliran udara di area tertentu (Robinette,1983:118).

(9)

3.

Simulasi Kondisi Eksisting

Simulasi dengan menggunakan komputer bertujuan untuk mendapatkan gambaran dari pola, distribusi, arah dan kecepatan gerakan udara yang terjadi di tapak dan ruang luar bangunan rektorat UNPAR. Simulasi akan dibuat dengan langkah pengerjaan berikut ini :

- Modelling, yaitu pembuatan model tapak dan bangunan tiga dimensi terskala dengan menggunakan software Virtual Environment 5.3.1 dari perusahaan Integrated Environmental Solution Ltd (IES) lengkap dengan bukaan-bukaan

pada bangunan. Figur 8. Model tapak dan bangunan tiga dimensi terskala

- Meshing, yaitu pembuatan grid pada model untuk pengaturan arah gerak fluida (udara) dengan software IES Virtual Environment 5.3.1, pada lokasi dengan kategori pinggiran kota/suburbs, dengan arah aliran udara datang dari barat dan timur, dan dengan besaran kecepatan gerakan udara rata-rata terbesar dari dua musim dalam kurun tahun 2003 hingga tahun 2007 dari data BMG stasiun Bandung, yaitu sebesar 2,1 m/detik.

Figur 9. Grid pengaturan arah gerakan udara (kiri); Simulasi arah datang aliran udara dari barat dan timur (kanan)

- Perhitungan dinamika fluida (Computational Fluida Dynamic), yaitu proses kalkulasi simulasi oleh komputer untuk menghasilkan data berupa arah dan kecepatan gerakan udara yang terjadi pada model bangunan. Simulasi dilakukan dengan mengambil sampel pengukuran sebanyak 400 x.

Ruang luar bangunan rektorat terdiri dari teras, area drop-off, lorong yang menembus bangunan, area tangga dan area belakang. Dalam pengambilan data pengukuran, dipilih penampang horizontal setinggi kepala dalam posisi duduk di lantai, yaitu 75 cm, dan penampang vertikal yang memotong titik-titik pengukuran. Hasilnya berupa grafik berwarna yang menjelaskan kinerja dari arah dan kecepatan gerakan udara.

Analisis akan mempelajari pengaruh bentuk dan tata letak

bangunan serta tanaman, dan

pengolahan permukaan tanah terhadap perilaku gerakan udara pada tapak dan ruang luar bangunan. Hasil analisis akan menentukan lokasi ruang luar

(10)

Figur 11. Prilaku gerakan udara pada tapak

dengan aliran udara dari barat (dua kiri) dan dari timur (dua kanan)

Deretan bangunan bertingkat di seberang bangunan rektorat dan tiga buah pohon pada tapak dapat menurunkan kecepatan aliran udara dari lembah di belakangnya (barat) secara signifikan, sedangkan pagar teralis tanpa semak tidak mempengaruhi AV. Setelah melewati tapak, aliran udara kembali meningkat saat memasuki teras, area drop-off, dan lorong bangunan. Sirip beton horisontal pada area drop-off dapat menurunkan AV dan mengarahkan aliran udara menuju ke permukaan lantai lorong bangunan, sehingga AV pada permukaan lantai lebih tinggi daripada AV di area plafon.

Setelah membentur sirip horisontal, aliran udara dari timur akan memasuki lorong bangunan dengan AV yang semakin meningkat terutama pada area di bawah jembatan. Atap datar berbahan polycarbonate pada area tangga dapat mengurangi AV yang mengalir masuk di bawahnya, sehingga AV pada area ini cukup rendah dan sesaat kemudian akan meningkat ketika memasuki lorong bangunan.

Figur 12. Prilaku gerakan udara pada teras dan area drop-off dengan aliran udara dari barat (dua kiri) dan dari timur (dua kanan)

Distribusi aliran udara di teras lebih banyak pada skala ketinggian manusia dan AV pada area plafon sama besar dengan AV pada permukaan lantai, sedangkan distribusi aliran udara di area drop-off lebih banyak pada area plafon dengan AV lebih rendah daripada AV pada permukaan lantai. Rentang AV dari titik-titik ukur di teras lebih tinggi daripada di area drop-off. Sedangkan pada simulasi gerakan udara dari timur, rentang AV dari titik-titik ukur pada teras dan area drop-off hampir sama, namun dengan besaran AV yang jauh lebih rendah daripada dengan simulasi gerakan udara dari barat, karena berada pada daerah bayangan angin.

Figur 13. Prilaku gerakan udara pada sisi utara lorong dan sisi selatan lorong bangunan dengan aliran udara dari barat (dua kiri) dan dari timur (dua kanan)

Distribusi aliran udara di sisi utara lorong bangunan lebih banyak pada garis ketinggian manusia, sedangkan di sisi selatan pada skala ketinggian manusia, baik pada simulasi gerakan udara dari barat maupun dari timur. Terjadi

(11)

dua kali peningkatan AV karena efek venturi pada saat aliran udara memasuki lorong bangunan dan memasuki area di bawah jembatan. AV tertinggi terjadi setelah aliran udara melewati jembatan pada simulasi gerakan udara dari barat dan saat aliran udara memasuki area di jembatan pada simulasi gerakan udara dari timur. Besaran AV pada titik-titik ukur hampir merata.

Figur 14. Prilaku gerakan udara pada area tangga dan area belakang bangunan dengan aliran udara dari barat (dua kiri) dan dari timur (dua kanan)

Pola gerakan udara dari barat yang semula mengarah ke sisi selatan lorong bangunan, setelah meninggalkan lorong berbelok ke arah utara pada area tangga, plasa dan sebagian lagi menuju ke area belakang bangunan rektorat. Terjadi begitu banyak persinggungan arah udara setelah melewati jembatan dan distribusi aliran udara lebih banyak menuju ke arah utara dari plasa. Pada sisi utara tangga, aliran udara yang berbelok pada awalnya melambat tapi kemudian segera meningkat menuju area belakang bangunan.

Pola aliran udara laminer dari timur dengan AV hampir merata, melambat pada anak tangga teratas. Distribusi aliran udara lebih banyak berasal dari arah plasa dan sebagian berasal dari area belakang bangunan rektorat yang berbelok ke area tangga dan kemudian menerus ke lorong bangunan.

Distribusi aliran udara di belakang bangunan cenderung menuju ke arah utara pada simulasi gerakan udara dari barat dan menuju ke arah selatan pada simulasi gerakan udara dari timur. Besaran AV di titik-titik ukur pada gerakan udara dari timur jauh lebih rendah daripada gerakan udara dari barat, walaupun sama-sama berada pada daerah bayangan angin.

4. Simulasi Rekondisi Desain

Dari hasil analisis simulasi kondisi eksisting diperoleh data rentang kecepatan gerakan udara (AV) pada masing-masing area ruang luar bangunan rektorat.

Tabel 1. Rentang kecepatan gerakan udara (AV) di ruang luar bangunan rektorat Rentang Kecepatan Gerakan Udara (AV) - m/det

Teras Area

drop-off Lorong Area tangga Area belakang Hasil simulasi (angin barat) 0.7 – 1.0 0.5 - 1.2 0.7 - 1.57 0.18 – 1.2 0.18 – 1.2 Hasil simulasi (angin timur) 0.27– 0.54 0.14 – 0.8 0.8 – 1.2 0.18 – 0.8 0.14– 0.54

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa area lorong bangunan rektorat mempunyai rentang AV terbesar dengan AV maksimal tertinggi dibandingkan dengan area lainnya, sehingga kondisi ruang luar tersebut berada di luar batas nyaman. Dengan demikian maka hasil analisis simulasi kondisi eksisting menentukan area lorong bangunan sebagai model dalam simulasi rekondisi desain berikut ini :

(12)

- Eksperimen bertujuan untuk merekondisi penataan tapak dalam mengoptimalkan gerakan udara di lorong bangunan rektorat, sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas kenyamanan termal pada ruang luar tersebut. - Topografi, bangunan sekitar dan orientasi bangunan, serta tingkat

keterbukaan, dimensi, bentuk dan elemen-elemen pembentuk ruang luar lainnya, begitu juga dengan ketinggian pengamatan, merupakan variabel yang tidak berubah.

- Berdasarkan pengamatan terhadap

perilaku gerakan udara melalui simulasi kondisi eksisting, dapat disimpulkan bahwa distribusi aliran udara yang berbelok dan meningkat kecepatannya pada saat memasuki lorong bangunan harus dikendalikan arah dan kecepatannya.

- Pengendalian dilakukan untuk mengurangi distribusi aliran udara yang menuju skala manusia, dan mengurangi kecepatannya dari maksimal 1,57 m/detik menjadi tidak lebih dari 1,50 m/detik. Pengendalian ini hanya dapat dilakukan melalui dua alternatif elemen penataan tapak yaitu melalui elemen tanaman dan elemen bangunan seperti sirip horizontal. Sedangkan melalui elemen pengolahan permukaan tanah, pemakaian lantai beton sikat bertekstur kasar seperti pada kondisi eksisting sudah optimal dalam menurunkan kecepatan gerakan udara, walaupun tidak signifikan. Upaya lain seperti dengan perbedaan level lantai atau penanaman rumput sulit untuk dilakukan, karena lorong bangunan dimaksimalkan sebagai lobby penerima terbuka dan fungsi jalur sirkulasi yang membutuhkan permukaan yang keras dan rata.

Figur 16. Model simulasi rekondisi dengan menggunakan tanaman (kiri) dan sirip horizontal (kanan)

Figur 17. Prilaku gerakan udara dari barat pada tapak dalam simulasi dengan tanaman (kiri) dan sirip horizontal (kanan)

- Distribusi aliran udara dengan pola laminer lebih banyak melalui area bawah kanopi pohon daripada di area atas pohon.

- Daerah bayangan angin dari pohon lebih panjang dan semakin mendekati lorong bangunan.

(13)

- AV meningkat dari 0,35 m/detik menjadi 0,52 m/detik ketika aliran udara melalui area bawah kanopi pohon, dan semakin meningkat setelahnya hingga mencapai 1,2 m/detik karena efek venturi saat aliran udara memasuki lorong bangunan.

- AV di area atas pohon juga meningkat dari 0,87 m/detik hingga 1,57 m/detik, namun saat aliran udara memasuki lorong bangunan dan melewati area di atas jembatan, AV kembali menurun menjadi 0,7 m/detik.

- Distribusi aliran udara lebih merata daripada kondisi eksisting dan tidak mengarah ke permukaan lantai tapi lurus menuju ke area di bawah jembatan.

- Hanya sebuah pohon di sisi utara di depan lorong bangunan yang dimungkinkan untuk ditanam, karena keterbatasan lahan untuk menanam dan juga untuk memaksimalkan jalur sirkulasi mahasiswa.

- Distribusi aliran udara di atas area drop-off dan area plafon lorong bangunan lebih rapat, sedangkan pola dan kecepatannya sama dengan kondisi eksisting.

- Kecepatan aliran udara yang membentur sirip horisontal hasil rekondisi menurun secara signifikan hingga mencapai paling rendah 0,18 m/detik dan meningkat kembali menjadi 0,35 m/detik saat memasuki lorong bangunan.

Figur 18. Prilaku gerakan udara dari barat pada sisi utara lorong dalam simulasi dengan tanaman (kiri) dan sirip horizontal (kanan)

- Distribusi aliran udara laminer berada pada skala ketinggian manusia, sehingga lebih sedikit distribusi aliran udara yang terkonsentrasi menuju area di bawah jembatan akibat dari efek venturi.

- Pembelokan aliran udara oleh bidang miring pada area drop-off diteruskan melalui mahkota pohon, sehingga arah aliran udara mendatar dan lurus sejajar dengan bidang lantai.

- AV yang meningkat saat memasuki lorong bangunan menurun kembali dari 1,2 m/detik menjadi 1,0-0,87 m/detik, kemudian meningkat lagi menjadi 1,2 m/detik saat akan meninggalkan area di bawah jembatan. Setelah itu AV menurun seketika menuju 1,0 m/detik dan segera meningkat kembali pada kecepatan semula yaitu 1,2 m/detik pada saat meninggalkan lorong bangunan.

- AV pada permukaan lantai di area tengah lorong merata berkisar 1,0 - 1,2 m/detik.

- AV pada setiap titik ukur merata yaitu sebesar 1,0 m/detik.

- Distribusi aliran udara laminer berada pada skala garis ketinggian manusia, dan lebih merenggang pada skala ketinggian manusia dalam posisi duduk, sehingga lebih sedikit distribusi aliran udara yang terkonsentrasi pada area di bawah jembatan akibat dari efek venturi.

- Sirip horisontal dapat mengurangi arah aliran udara yang menuju ke permukaan lantai.

- AV yang meningkat saat memasuki lorong bangunan menurun kembali dari 1,0 m/detik menjadi 0,87 m/detik, kemudian meningkat lagi menjadi 1,0 m/detik saat akan meninggalkan area di bawah jembatan. Setelah itu AV menurun seketika menuju 0,87 m/detik dan segera meningkat kembali pada kecepatan semula yaitu 1,0 m/detik pada saat meninggalkan lorong.

- AV pada permukaan lantai di area tengah lorong merata berkisar 0,53 - 1,0 m/detik

- AV pada titik-titik ukur berkisar antara 0,53-1,0 m/detik

(14)

Figur 19. Prilaku gerakan udara dari barat pada sisi selatan lorong dalam simulasi dengan tanaman (kiri) dan sirip horizontal (kanan)

- Distribusi aliran udara laminer yang melalui skala ketinggian manusia lebih sedikit dan renggang.

- Pembelokan aliran udara oleh dinding miring pada area drop-off diteruskan melalui mahkota pohon, sehingga AV menurun menjadi 0,7 m/detik namun kemudian meningkat kembali menjadi 1,0 m/detik, dan menjadi 1,57 m/detik saat akan meninggalkan lorong bangunan.

- AV pada permukaan lantai merata berkisar 1,0 - 1,2 m/detik .

- Distribusi aliran udara laminer memenuhi hingga ketinggian di garis bawah jembatan.

- Pembelokan aliran udara oleh dinding miring pada area drop-off dipantulkan kembali oleh sirip horisontal hasil rekondisi, sehingga arah aliran udara lurus sejajar dengan bidang lantai.

- AV pada permukaan lantai merata berkisar 0,53 - 1,0 m/detik

Figur 20. Prilaku gerakan udara dari timur pada tapak dalam simulasi dengan tanaman (kiri) dan sirip horizontal (kanan)

- Aliran udara dari timur saat memasuki lorong bangunan mempunyai rentang kecepatan antara 0,27-1,36 m/detik.

- Distribusi aliran udara laminer lebih banyak melalui area bawah kanopi pohon daripada di area atas pohon.

- AV aliran udara dari lorong pada ketinggian skala manusia dalam posisi duduk, menurun dari 0,95 m/detik menjadi antara 0,8-0,68 m/detik saat melalui area bawah kanopi pohon, dan menurun lagi hingga 0,53 m/detik setelah meninggalkan pohon dan menuju ke area parkir terbuka. Area muka bangunan rektorat merupakan daerah bayangan angin dengan AV yang rendah hingga mencapai 0,14 m/detik.

- Distribusi aliran udara pada daerah muka angin dari pohon menumpuk dan merapat karena aliran udara terhambat, dan kemudian menerus melalui mahkota pohon. AV aliran udara pada ketinggian skala manusia dalam posisi berdiri ini melambat.

- Distribusi aliran udara laminer yang akan memasuki lorong bangunan terhambat oleh sirip horisontal hasil rekondisi, sehingga AV pada area di atas atap polycarbonate menurun dari 0,95 m/detik menjadi 0,4 m/detik. Sebaliknya, pada kondisi eksisting AV meningkat dari 0,68 m/detik menjadi 0,95 m/detik.

- AV pada area plasa di antara 0,54-0,8 m/detik, sedangkan pada kondisi eksisting di antara 0,6-0,8 m/detik.

- AV pada area tangga meningkat dari 0,54 m/detik menjadi 0,8 m/detik, sedangkan pada kondisi eksisting menurun dari 0,68 m/detik menjadi 0,54 m/detik.

- Kecepatan aliran udara yang memasuki area plafon sama dengan kondisi eksisting yaitu menurun dari 1,0 m/detik menjadi 0,54 m/detik.

(15)

Figur 21. Prilaku gerakan udara dari timur pada sisi utara lorong dalam simulasi dengan tanaman (kiri) dan sirip horizontal (kanan)

- Distribusi aliran udara lebih melebar pada skala garis ketinggian manusia, sehingga tidak semua aliran udara terkonsentrasi untuk berbelok ke area drop-off.

- AV pada permukaan lantai sama besar dengan AV pada titik-titik ukur, yaitu antara 0,8-0,9 m/detik dan menurun setelah meninggalkan lorong bangunan hingga 0,53 m/detik.

- Penurunan AV pada area plafon lebih besar yaitu dari 0,53-0,4 m/detik pada saat meninggalkan lorong bangunan.

- Distribusi aliran udara yang berada tepat pada skala garis ketinggian manusia menjadi lebih merata ke arah posisi duduk, dan tidak semua aliran udara terkonsentrasi untuk berbelok ke area drop-off.

- AV pada permukaan lantai sama besar dengan AV pada titik-titik ukur, yaitu antara 0,8-0,9 m/detik dan menurun setelah meninggalkan lorong bangunan hingga 0,53 m/detik.

- Penurunan AV pada area plafon lebih besar yaitu dari 0,4-0,27 m/detik pada saat aliran udara melewati sirip horisontal dan meninggalkan lorong bangunan.

Figur 22. Prilaku gerakan udara dari timur pada sisi selatan lorong dalam simulasi dengan tanaman (kiri) dan sirip horizontal (kanan)

- Distribusi aliran udara tetap sama dengan kondisi eksisting.

- AV pada permukaan lantai sama besar dengan AV pada titik-titik ukur, yaitu antara 0,8-1,0 m/detik dan menurun setelah meninggalkan lorong bangunan hingga 0,68 m/detik.

- AV tertinggi mencapai hingga 1,0 m/detik terutama saat memasuki area di bawah jembatan karena mengalami efek venturi.

- Distribusi aliran udara lebih merapat pada garis ketinggian kepala manusia dalam posisi berdiri.

- AV pada permukaan lantai sama besar dengan AV pada titik-titik ukur, yaitu antara 0,8-0,9 m/detik dan menurun setelah meninggalkan lorong bangunan hingga 0,53 m/detik.

- AV tertinggi mencapai hingga 1,0 m/detik terutama saat memasuki area di bawah jembatan karena mengalami efek venturi.

5.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil simulasi kondisi eksisting yang dilakukan pada ruang luar bangunan rektorat, dapat disimpulkan :

- Elemen-elemen pada tapak terutama tanaman dapat menurunkan kecepatan gerakan udara dominan yang berasal dari barat, namun AV meningkat

(16)

kembali saat aliran udara memasuki bangunan karena pengaruh dari bentuk bangunan itu sendiri, termasuk pada lokasi belakang bangunan.

- Terdapat perbedaan disrtibusi aliran udara dan besaran AV pada area ruang luar yang sama. Besaran AV dari hasil simulasi dengan gerakan dari timur lebih rendah daripada dengan gerakan dari barat. Jadi perilaku arah dan kecepatan gerakan udara sangat bergantung pada bentuk dari elemen-elemen ruang luar yang dilaluinya, dan terutama juga pada posisi ruang luar terhadap arah datang aliran udara sehingga pada ruang luar yang sama akan mempunyai kondisi arah dan kecepatan gerakan udara yang berbeda, yang tentunya akan mempengaruhi kenyamanan termal di ruang luar tersebut. - Pada lokasi lorong bangunan dimana efek venturi terjadi, baik pada gerakan

udara dari barat maupun dari timur, aliran udara merapat dan terkonsentrasi menuju ke area di bawah jembatan.

- Besaran rentang AV di depan bangunan dan pada titik-titik ukurnya lebih besar pada gerakan udara dari barat daripada gerakan udara dari timur. Hal ini karena posisi lokasi depan bangunan frontal terhadap datangnya gerakan udara dari barat, sedangkan saat gerakan udara dari timur, lokasi ini merupakan daerah bayangan angin.

- Kecepatan gerakan udara dari timur yang masuk melalui celah antara bangunan rektorat dengan atap datar dari area belakang bangunan cukup tinggi, terlebih lagi saat bergabung dengan aliran udara yang datang dari kedua ujung lorong area ini. Sehingga sekalipun gerakan udara dari timur terhalang oleh Gedung Serbaguna, namun besaran AV minimal pada gerakan udara dari timur tetap lebih besar daripada gerakan udara dari barat. - Gerakan udara dari timur terhalang oleh bangunan workshop, dan juga oleh

atap datar pada area tangga, sehingga rentang AV pada lorong bangunan beserta titik-titik ukurnya lebih kecil daripada gerakan udara dari barat yang melalui ruang terbuka parkir dengan sedikit hambatan.

Berdasarkan hasil simulasi rekondisi desain dengan tanaman yang dilakukan pada ruang luar bangunan rektorat, dapat disimpulkan :

Distribusi aliran udara menjadi lebih sedikit yang terkonsentrasi menuju ke area di bawah jembatan, sehingga efek venturi juga berkurang, namun demikian batas minimal AV menjadi lebih tinggi daripada kondisi eksisting, dan rentang AV pada titik ukur tidak berubah. Rentang AV di area lorong bangunan dan pada titik-titik ukurnya dengan gerakan udara dari timur lebih rendah daripada dari barat, hal ini sesuai dengan kondisi eksisting. Jadi rekondisi desain dengan menggunakan tanaman memang dapat memperbaiki kualitas distribusi, pola dan arah gerakan udara yang terbentuk, terutama yang menuju skala manusia, namun tidak ada perubahan yang signifikan pada kecepatan gerakan udara.

Berdasarkan hasil simulasi rekondisi desain dengan sirip horizontal yang dilakukan pada ruang luar bangunan rektorat, dapat disimpulkan :

Distribusi aliran udara menjadi lebih sedikit yang terkonsentrasi menuju ke area di bawah jembatan, sehingga efek venturi juga berkurang. Rentang AV pada area lorong bangunan dan pada titik-titik ukurnya, baik pada gerakan udara dari barat maupun dari timur lebih rendah daripada kondisi eksisting dan kondisi setelah dilakukan rekondisi dengan tanaman. Jadi rekondisi dengan menggunakan sirip horisontal tidak saja dapat memperbaiki kualitas distribusi,

(17)

pola dan arah gerakan udara yang terbentuk, namun juga dapat menurunkan kecepatan gerakan udara secara signifikan.

6.

Penutup

Sebagaimana di ruang dalam, beraktivitas di ruang luar pun membutuhkan kenyamanan termal, namun kondisi kenyamanan termal di ruang luar umumnya tidak memadai. Elemen pembentuk ruang luar yang terbatas menyebabkan intervensi iklim, terutama kecepatan gerakan udara seringkali di luar batas nyaman.

Interaksi antara bangunan dan lingkungan demikian kompleksnya, terutama dalam hal pergerakan udara pada skala iklim tapak. Saat aliran udara bertiup di sekitar bangunan, kecepatan dan pola pergerakannya akan dikurangi, ditingkatkan, dihalangi, diarahkan, dibelokkan dan disaring, tergantung dari elemen-elemen yang dilaluinya. Pemanfaatan aliran udara ini dapat menciptakan lingkungan yang nyaman secara iklim.

Sekalipun variasi aliran udara demikian luas, namun pola aliran udara umumnya dapat diramalkan, diubah dan diarahkan dalam ruang dan bangunan. Untuk mencapai pengendalian pergerakan udara yang berarti, perancang harus menggunakan bentuk bangunan bersama dengan topografi di sekelilingnya, tanaman, pagar dan bagian luar dari bangunan yang dapat diatur. Karakter tiga dimensional yang kompleks dari pergerakan udara, dapat dengan mudah diperkirakan dan dikendalikan bila prinsip dan teknik dasarnya dapat dimengerti. Pergerakan udara merupakan hal penting yang utama dalam kaitannya dengan kenyamanan manusia khususnya di ruang luar bangunan.

Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam hal solusi desain untuk mengendalikan pergerakan udara yang berlebihan. Dengan kondisi termal dan kondisi fisik ruang luar yang memadai untuk melakukan beragam kegiatan dapat mendorong lebih banyak lagi mahasiswa yang akan memanfaatkan ruang luar, sehingga fungsi kampus dalam menyelenggarakan pendidikan dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif dan dinamis.

Pembentukan atmosfir lingkungan dan penyediaan fasilitas sama pentingnya dengan perencanaan kurikulum mata kuliah, dan arsitektur kampus seharusnya selaras dan dapat memberikan kontribusi untuk mendukung tujuan tersebut.

Melalui penelitian ini juga diharapkan perencanaan ruang luar dapat memenuhi persyaratan perencanaan kampus yang mendukung dan memajukan misi perguruan tinggi, diantaranya adalah :

- Memanfaatkan potensi iklim dan topografi

- Menciptakan keamanan dan kenyamanan secara fisik dan psikologis.

Dengan demikian, kampus secara arsitektural dapat mengekspresikan kualitas kehidupan akademik dan keberadaan ruang luar selain dapat meningkatkan kualitas kehidupan di lingkungan kampus, juga dapat menampilkan kesan dengan identitas spesifik yang tak lekang oleh waktu bagi kampus itu sendiri. Desain kampus yang berhasil harus dapat mengantisipasi kebutuhan saat ini dan mampu beradaptasi pada perubahan di kemudian hari, tanpa kehilangan atribut fisik yang sudah menjadi identitas sejak awal.

(18)

Acuan

Boutet, S. Terry. 1987. Controlling Air Movement. A Manual for Architects and Builders. New York : McGraw-Hill Book Company.

Evans, Martin. 1980. Housing, Climate and Comfort. New York : Halsted Press.

Melaragno, Michele. 1982. Wind in Architectural and Environmental Design. New York: Van Nostrand Reinhold Company.

Moore, Fuller. 1993. Environmental Control Systems heating cooling lighting. New York : McGraw Hill Inc.

Olgyay, Victor. 1992. Design With Climate: A Bioclimatic Approach to Architectural Regionalism. New York : Van Nostrand Reinhold.

Robinette, Gary O. 1983. Landscaping Planning for Energy Conservation. New York : Van Nostrand Reinhold Company.

Gambar

Figur 1. Prinsip-prinsip dasar dalam mengendalikan gerakan udara (Moore,1993:178-179)
Figur 2. Gerakan udara di sekitar bangunan akan membentuk zona tekanan positif dan negatif  (Boutet,1987:51 dan Evans,1980:65)
Figur 12.  Prilaku gerakan udara pada teras dan area drop-off    dengan aliran udara dari barat (dua kiri) dan dari timur (dua kanan)
Tabel 1. Rentang kecepatan gerakan udara (AV) di ruang luar bangunan rektorat  Rentang Kecepatan Gerakan Udara (AV) - m/det  Teras  Area
+5

Referensi

Dokumen terkait

petugas berangkat menuju lokasi barang yang akan diambil contohnya. b) Menyerahkan dokumen surat tugas dan memberikan penjelasan secukupnya tentang pekerjaan yang akan

diterapkan oleh guru di kelas untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada materi bangun ruang sisi datar, baik siswa laki-laki maupun siswa perempuan, (2)

Berdasarkan hasil uji pada media padat pikovskaya dari beberapa sumber P yang digunakan dapat dilihat bahwa isolat bakteri pelarut fosfat yang diperoleh

Simpulan dalam penelitian ini adalah, berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas melalui penerapan permainan injak ekor dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan

Kajian awalan ini melibatkan pemahaman terhadap isu-isu jenayah semasa sama ada jenayah kekerasan dan jenayah harta benda yang melibatkan ancaman kepada aspek keselamatan

Hasil wawancara di atas sesuai dengan pendapat dari Devito (dalam Wahyudi, 2016) yang menjelaskan bahwa pola komunikasi bintang lebih menekankan pada semua

Pada tahun 2009 ini Kebun Raya “Eka Karya” Bali menggandeng kembali Universitas Udayana, beserta Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia dan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali

Oleh karena itu, Hadis-hadis yang ada dan sering digunakan oleh mereka yang mengharamkan musik-nyanyian dapat disimpulkan ternilai sahih tapi tidak eksplisit-detail