• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Dentalgia

Dentalgia berasal dari kata dent- yang berarti gigi dan -algia yang berarti nyeri sehingga dapat diartikan sebagai nyeri pada gigi atau lebih umum disebut sakit gigi. Dentalgia mengacu pada rasa sakit di sekitar gigi atau rahang sebagai akibat dari kerusakan gigi (karies) dan penyakit gusi yang terbagi menjadi radang gusi (gingivitis) dan kerusakan pada jaringan lunak dan tulang disekitar gusi (periodontitis). Selain menimbulkan nyeri yang menjalar pada mulut penderitanya, dentalgia dapat mengakibatkan stres sehingga meimbulkan kecemasan, nyeri yang mengganggu, serta kecemasan dalam menjalani aktivitas sehari-hari(11).

2.2 Klasifikasi Dentalgia 2.2.1 Karies dan Abses Gigi

Penyakit gigi dan mulut yang menjadi masalah utama di Indonesia adalah karies(12). Karies didefinisikan sebagai demineralisasi beberapa jaringan gigi seperti enamel, dentin, dan sementum akibat terpapar hasil fermentasi yang bersifat asam (pH < 5,5) oleh bakteri-bakteri sejenis Streptococcus mutans dan

Lactobacillus sp. yang merusak struktur keras pada jaringan tersebut. Tiga jaringan ini apabila semakin rusak akan menimbulkan lubang (kavitis) pada gigi(13).

Dentalgia akibat infeksi bakteri jika tidak segera ditangani akan berlanjut pada penumpukan nanah (pus) yang terdiri dari jaringan rusak, sisa-sisa bakteri mati, dan sel darah putih disertai pembengkakkan pada jaringan gigi dalam yang disebut abses. Gejala-gejala abses ditandai dengan rasa pahit pada mulut, nafas bau, rasa nyeri, tidak nyaman, dan sakit ketika mengunyah, demam, gigi sensitif terhadap rangsangan panas atau dingin, serta bengkak pada rahang atas atau bawah(14).

(2)

2.2.2 Gingivitis dan Periodontitis

Gingivitis merupakan inflamasi pada tempat pelekatan gigi pada gusi (gingival) yang diakibatkan oleh plak yang berisi bakteri sub-gingiva meliputi bakteri Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Bacteroides forsythus, Fusobacterium nucleatum, Selenomonas, Campylobacter, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Capnocytophaga, dan Eikenella corrodens(15).

Gambaran klinis gingivitis umumnya berupa jaringan gingival menjadi merah dan lunak, mudah berdarah bila disentuh, perubahan kontur gingiva, terbentuknya plak atau kalkulus, serta terjadi tanpa kerusakan jaringan alveolar atas. Gingivitis merupakan tahapan awal terjadinya suatu peradangan jaringan pendukung gigi (periodontitis) yang terjadi karena efek jangka panjang dari penumpukan plak. Gingivitis merupakan suatu kondisi yang umum pada

Dentalgia dan dapat pulih apabila diobati, namun jika tidak ditangani maka gingivitis dapat berlanjut menjadi periodontitis. Pada stadium ini, gigi penderita akan lepas dengan sendirinya. Penderita gingivitis jarang merasakan nyeri atau sakit sehingga hal ini menjadi alasan utama gingivitis kronis kurang mendapat perhatian(16).

2.2.3 Gigi Sensitif

Gigi sensitif menunjukkan adanya hipersensitivitas pada syaraf gigi berupa rasa ngilu akibat lapisan dentin dan akar gigi yang terbuka karena adanya rangsangan dan luar seperti, panas, dingin, serta asam, khususnya di daerah gigi yang kehilangan lapisan periodontal. Hipersensitivitas dentin dapat dihubungkan dengan adanya abrasi ketika menggosok gigi, penyakit periodontal, erosi dari makanan atau asam, serta dapat diakibatkan karena peningkatan scalling dan resesi gusi. Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya perlindungan dentin oleh sementum(17).

Salah satu cara pemulihan gigi sensitif adalah dengan menutup tubulus dentin (saluran penghubung permukaan dentin dengan saraf pada pangkal dentin) untuk mencegah pemicu rangsangan dari luar diantaranya dengan menggunakan kalsium oksalat yang terkandung pada beberapa pasta gigi(18). Sikat gigi khusus

(3)

dengan bulu sikat yang lembut, batang sikat yang lentur, dan kepala sikat gigi yang lebih kecil digunakan untuk penderita gigi sensitif supaya tidak menimbulkan rasa sakit dan pendarahan gusi ketika menggosok gigi(19).

2.2.4 Tumbuh Gigi

Pertumbuhan pada gigi ditandai dengan munculnya tonjolan gigi yang menembus jaringan gusi atau disebut erupsi. Proses erupsi adalah proses fisiologis yang terjadi ketika masa pertumbuhan dimulai pada saat anak berusia 6 sampai 7 tahun ditandai dengan erupsi gigi molar pertama pada rahang mulut bagian bawah. Rasa nyeri dapat muncul pada gigi yang mengalami erupsi secara diagonal sehingga bersinggungan dan saling menekan dengan deretan gigi lain atau gigi yang gagal muncul ke posisi yang tepat dan tetap tumbuh di bawah gusi atau tulang rahang (impaksi). Peradangan dan pembengkakan dapat terjadi di daerah sekitar gusi dan disertai rasa sakit ketika gigi molar (gigi besar di bagian belakang rahang) mengalami erupsi(20).

2.3 Tatalaksana Terapi Dentalgia

Terapi merupakan suatu tindakan kesehatan yang dilakukan oleh individu atau suatu kelompok untuk mengembalikan kemampuan fungsional tubuh yang mengalami gangguan, baik itu berupa gangguan fisik atau mental yang bersifat sementara atau bersifat permanen pada aktivitas kehidupan, produktivitas, dan pemanfaatan waktu luang sehari-hari. Terapi yang dilakukan di masyarakat dapat berupa upaya seperti peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara berkesinambungan supaya dapat terbentuk derajat kesehatan yang optimal(21).

Keberhasilan sebuah terapi didapatkan dari kerjasama yang baik dari pihak tenaga kesehatan maupun pasien. Hasil yang baik dari perawatan didasari dari motivasi atau dorongan yang kuat dari dalam diri pasien dan dipengaruhi oleh kualitas juga sikap konsisten dari tenaga kesehatan dalam memenuhi kebutuhan dan harapan pasien ketika melakukan terapi(22).

(4)

2.3.1 Terapi Farmakologis

Terapi menggunakan obat-obatan dikatakan berhasil jika memberikan efek sembuh pada pasien. Terapi secara farmakologis digunakan sebelum dilakukan terapi operatif, terutama pada pasien dentalgia yang mengalami inflamasi pada jaringan di sekitar giginya dengan gejala infeksi sistemik, seperti demam dan

malaise. Pada kondisi tersebut, dokter gigi umumnya akan meresepkan pereda nyeri sebagai pengobatan awal pada kebanyakan kasus dentalgia(23). Obat-obatan pereda nyeri yang digunakan untuk mengatasi dentalgia diantaranya :

a. Paracetamol 450 mg : dosis 1 - 2 tablet setiap 3x sehari. Tidak direkomendasikan pada anak-anak dibawah umur 12 tahun.

b. Diklofenak (Natrium atau Kalium Diklofenak) : dosis untuk Diklofenak tablet 25 mg yaitu 1 - 2 tablets setiap 3x sehari, sedangkan Diklofenak tablet SR 75 mg yaitu 1 tablet setiap 2x sehari.

c. Tramadol : dosis 1 - 2 kapsul setiap 4x sehari dan tidak boleh diberikan melebihi 8 kapsul (400 mg) per hari. Tidak direkomendasikan pada anak-anak dibawah umur 16 tahun.

d. Naproxen : dosis awal diberikan 2 tablet lalu menjadi 1 tablet setiap 6 - 8 jam, atau 2 tablet setiap 12 jam dan tidak boleh diberikan melebihi 5 tablet per hari. Tidak direkomendasikan pada anak-anak dibawah umur 12 tahun. e. Asam Mefenamat : dosis awal diberikan 2 kapsul lalu menjadi 1 kapsul setiap 4 jam dan tidak boleh diberikan dengan durasi lebih dari 1 minggu. Tidak direkomendasikan pada anak-anak dibawah umur 14 tahun.

f. Ibuprofen : dosis 1 - 2 tablet setiap 6 - 8 jam 3 x sehari, tidak boleh diberikan melebihi 6 tablet per hari. Dosis anak (sirup 100 mg/5 ml) dengan berat badan 10 mg/kg setiap 6 - 8 jam 3 x sehari, tidak boleh diberikan melebihi 1,2 g (60 mL) per hari.

g. Paracetamol 500 mg tablet (merk dagang Panadol®)

Dosis 1 - 2 tablet setiap 4 - 6 jam 4x sehari, tidak boleh diberikan melebihi 8 tablet per hari. Anak-anak (sediaan sirup 120 mg/5 ml atau tablet 120 mg) dengan berat badan 10 - 15 mg/kg/dosis setiap 4 - 6 jam setiap 4x sehari(24).

(5)

2.3.2 Antibiotik untuk Dentalgia

Antibiotik sesuai kemampuannya dibagi menjadi dua, yaitu mekanisme yang mampu untuk membunuh kuman (bakteriosida) dan mekanisme yang dapat menghambat pertumbuhan kuman (bakteriostatika). Antibiotik yang termasuk golongan bakteriosida antara lain Penisilin, Sefalosporin, Aminoglikosida, Kotrimoksazol, Rifampisin, Isoniazid, dan lain-lain. Antibiotik dengan sifat bakteriostatika antara lain Sulfonamida, Tetrasiklin, Kloramfenikol, Eritromisin, Trimetropim, Linkomisin, Klindamisin, Asam Paraminosalisilat, dan lain-lain. Keberhasilan pengobatan, khususnya antibiotik dipengaruhi tindakan pengobatan rasional yang meliputi ketepatan pengobatan, dosis tepat, lama penggunaan yang tepat, serta biaya yang tepat(25).

Amoksisilin merupakan obat golongan antibiotik lini pertama yang diberikan pada abses gigi akibat infeksi bakteri Streptococcus spp. atau beberapa bakteri jenis gram negatif lainnya dengan dosis 1 kapsul 250 mg diberikan setiap 3x sehari untuk dewasa dan anak umur 5-18 tahun, dosis untuk anak-anak usia 6 bulan sampai 1 tahun diberikan 62,5 mg setiap 3x sehari, dan untuk usia 1-5 tahun dapat diberikan 125 mg setiap 3x sehari atau dapat diberikan Phenoxymethyl-penicillin. Metronidazole tablet 200 mg dan Erythromycin tablet 250 mg diberikan pada pasien dengan kondisi alergi penisilin. Antibiotik lini kedua yang diberikan contohnya seperti Clindamycin 150 mg, Co-amoxiclav tablet 125 mg dan 250 mg, atau Clarithromycin tablet 250 mg(26).

Pemberian obat golongan antibiotik tidak dapat dibenarkan apabila diberikan tanpa resep dokter. Permasalahan terkait dengan terapi dentalgia

menggunakan antibiotik yang terjadi di negara berkembang adalah berupa penggunaan antibiotik yang masih dilakukan secara tidak bertanggung jawab dan tidak rasional sehingga menyebabkan timbulnya banyak efek samping dan mendorong munculnya bakteri resisten meskipun telah diatur dalam peraturan dan perundang-undangan pemerintah tentang penggunaan antibiotika(27).

2.3.3 Terapi Dentalgia secara Nonfarmakologis

(6)

penyebab dentalgia dan memperkirakan penanganan yang dilakukan secaraepat dan efisien untuk mengatasi masalah tersebut. Beberapa tindakan tersebut biasanya ditujukan untuk menghilangkan rasa sakit tanpa menggunakan obat-obatan, contohnya seperti terapi fisik, terapi psycho-neuroimmunology, dan pengendalian faktor biologis. Tujuan dari terapi fisik adalah inaktivasi titik pemicu nyeri, relaksasi otot, serta rehabilitasi otot. Teknik terapi fisik yang berguna dalam mengobati disfungsi otot dan nyeri yaitu pijat(28).

Menyikat gigi penting dilakukan untuk mengontrol plak, mengurangi peradangan gusi, memicu keratinisasi epitel mulut, meningkatkan sirkulasi kapiler gingiva, proliferasi fibroblast, dan mengurangi inflamasi sel serta mampu menghapus hingga 1 mm plak subgingiva namun tidak efektif untuk wilayah interproksimal sehingga metode membersihkan gigi menggunakan tusuk gigi lebih efektif terhadap area tersebut(29).

Kompres dingin dengan es yang dibungkus dalam 2 x 2 inci kasa persegi dapat langsung diterapkan pada lokasi mulut yang mengalami dentalgia. Metode ini dapat memberikan bantuan sementara berupa efek mati rasa dari dingin sehingga meredakan rasa nyeri dentalgia(30). Cara lainnya untuk meredakan nyeri yang terasa ketika mengalami dentalgia adalah berkumur air garam. Tindakan ini merupakan tindakan turun temurun yang dilakukan masyarakat ketika merasakan rasa sakit yang menyengat. Tindakan berkumur dengan air garam dilakukan berdasarkan mitos dan kepercayaan bahwa di dalam air garam terdapat antibakteri yang dapat membunuh kuman penyebab dentalgia sehingga nyeri gigi dapat berkurang(11).

2.3.4 Tanaman Herbal untuk Dentalgia

Tanaman herbal masih digunakan pada zaman sekarang ini oleh beberapa masyarakat dengan anggapan bahwa beberapa jenis tanaman obat mempunyai khasiat untuk mengobati penyakit tertentu. Pada tahun 2013 tercatat sebanyak 11 tanaman herbal yang dapat digunakan untuk mengatasi dentalgia(31). Tanaman herbal yang secara ilmiah dapat dimanfaatkan untuk membunuh mikroorganisme bakteri pada dentalgia adalah Beluntas (Pluchea indica less), Jarak (Jatropha

(7)

Curcas L.)(32)dan Cengkeh (Syzygium aromaticum)(33). Herbal yang dapat digunakan sebagai pereda rasa nyeri pada dentalgia contohnya kulit kayu pohon Weru (Albizia procera), akar rumput Blumea fistulosa, serta akar Tapak Liman (Elephantopus scaber) dengan cara dikunyah untuk mendapatkan efek pereda nyeri instan(34).

2.3.5 Terapi Operartif Gigi

Penyebab dentalgia terkadang tidak dapat ditemukan dengan mudah oleh dokter gigi (idiopatik). Pada kasus tersebut, dokter gigi umumnya akan berupaya untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dengan berbagai cara seperti meresepkan beberapa jumlah obat. Selebihnya, kegagalan pemberian terapi

dentalgia secara farmakologis sangat mungkin dilanjutkan dengan perawatan bagian gigi yang sakit bahkan dapat dilakukan tindakan terhadap gigi (tindakan operatif) seperti cabut gigi (28).

Pencabutan gigi dilakukan hanya ketika semua alternatif perawatan tidak memungkinkan untuk dilakukan karena resiko tinggi komplikasi yang dapat ditimbulkan serta prosedur penatalaksanaan yang rumit karena harus melakukan pemeriksaan secara seksama terhadap keadaan gigi, jaringan sekitar gigi, dan kondisi umum pasien sebelum melakukan tindakan. Pencabutan gigi lebih dipilih pasien dengan keyakinan bahwa jika dilakukannya pencabutan terhadap gigi yang sakit maka penyebab dentalgia dapat dihilangkan tanpa disertai kekambuhan kembali terhadap penyakitnya(35).

Faktor yang melatarbelakangi pasien dentalgia harus segera diekstraksi antara lain karena terjadinya dempetan antar gigi (supernumerary teeth/crowding teeth), penyakit periodontal kronis, gigi fraktur, gigi yang dapat menyebabkan abses periapikal, gigi dengan karies yang dalam, gigi yang terletak pada garis fraktur, gigi yang mengalami impaksi, ekstraksi untuk tujuan ortodontik, profilaksis, dan prostetik, sebelum perawatan radioterapi pada tumor ganas, serta gigi yang mempunyai sisa akar. Terapi dengan ekstraksi dikatakan berhasil dengan ideal jika dilakukan tanpa disertai rasa sakit, dapat meminimalkan trauma pada jaringan sekitar gigi, serta dapat menyembuhkan secara normal luka

(8)

pencabutan pasca operasi tanpa menimbulkan permasalahan lain pada pasien(23). Struktur gigi yang rusak akibat karies gigi tidak dapat pulih oleh sendirinya. Terapi konservatif gigi selain ekstraksi bagian yang rusak dari jaringan gigi adalah tambal gigi (tooth-filling) yang dilakukan untuk merekonstruksi gigi dan memulihkan fungsi fungsional dan fisiologis gigi dengan pertimbangan menjaga keutuhan gigi dan mengurangi resiko komplikasi menggunakan bahan komposit yang cocok untuk lingkungan gigi pasien (36).

2.4 Desa Pakembinangun, Daerah Istimewa Yogyakarta

Pakembinangun merupakan sebuah desa dengan jumlah penduduk berdasarkan laporan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Yogyakarta pada akhir bulan Desember tahun 2014 adalah 6.713 jiwa yang terletak di kecamatan Pakem kabupaten Sleman, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia dengan jumlah 10 padukuhan dintaranya dusun Demen, Duwetsari, Kertadadi, Pakemgede, Pakemtegal, Paraksari, Purwowidari, Sambi, Sempu, dan Sukunan(37).

Tabel 2. Pembagian Padukuhan di Desa Pakembinangun

No. Padukuhan Nama Dusun No. Padukuhan Nama Dusun

1 Demen 1. Demen 6 Pakemtegal -

2. Tegalsari 7 Purwodadi 1. Banjarsari 2 Duwetsari 1. Duwetsari 2. Purwodadi 2. Padasan 8 Sambi - 3. Padukan. 9 Sempu 1. Sambirejo 3 Kertodadi 1. Balong 2. Sempu 2. Kertodadi 10 Sukunan 1. Labasan 3. Wonogiri 2. Pakemwinangun 4 Paraksari - 3. Pesanggrahan 5 Pakemgede 1. Gambiran 4. Sukunan 2. Kregan 3. Pakemgede

Gambar

Tabel 2. Pembagian Padukuhan di Desa Pakembinangun

Referensi

Dokumen terkait

Edukasi pada program acara Asyik Belajar Biologi dalam Mata Pelajaran. IPA

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian berjudul Jenis-jenis Tumbuhan Mangrove di Desa Lebo Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Moutong dan

Surat Perjanjian Kerja (Kontrak)/Perjanjian Sub Kontrak (Asli), untuk Perjanjian Sub Kontrak harus membawa bukti Kontrak Asli antara perusahaan pemberi Sub Kontrak

Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pada Bagian Administrasi Pembangunan Setda Kota Sabang Tahun Anggaran

Pada lahan hutan dilakukan pengambilan sampel tanah di tiga titik yang berbeda yang disesuaikan dengan kelerengan, sedangkan pada lahan kakao (Theobroma cacao L.)

Pokja ULP/Panitia Pengadaan Barang dan Jasa yang dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar Nomor : 027/80/KEP/IV/2015 Tanggal 27

Dengan ini memberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian oleh Panitia Pengadaan untuk pengadaan jasa konsultansi pada Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Semarang Tahun

Ketidak hadiran sesuai dengan jadwal tersebut serta tidak dapat memperlihatkan data asli / legalisir sesuai dengan dokumen penawaran/sistem SPSE, maka perusahaan