BPK
Kebijakan Anggaran untuk
Kesejahteraan Rakyat:
dari Formulasi hingga Evaluasi
Surabaya, 26 Nov 2015
PEMBUKAAN
UUD 1945
Memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa
Salah satu tujuan negara
Salah satu tujuan negara
Indikator kesejahteraan harus dipenuhi
Angka kemiskinan dan pengangguran berkurang
Gini ratio mendekati angka o (merata)
5
BPK RI
UUD 45 Pasal 23 Ayat (1)
APBN sebagai wujud keuangan negara
harus dikelola secara terbuka,
bertanggung jawab dan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
6
BPK RI
Laporan Realisasi APBN Tahun 2014
Realisasi pendapatan Pemerintah sebesar
Rp1.550,49 triliun
atau naik sebesar
7,75%
jika dibandingkan tahun 2013 sebesar
7
BPK RI
Belanja negara tahun 2014
belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah yang seluruhnya berjumlah Rp1.777,18 triliun atau 94,69% dari
anggaran sebesar Rp1.876,87 triliun.
Belanja negara juga mengalami kenaikan sebesar Rp126,62 triliun atau 7,67% jika dibandingkan tahun 2013 sebesar
Naiknya anggaran
tidak
berjalan selaras
dengan prinsip tata kelola keuangan, yakni
efektif
,
efisien,
dan
ekonomis
“The budget is a reflection of and the means
by which the basic goals of government and
society are achieved.
The budgetary process is complicated by the
fact that we often try to achieve separate
policy goals through the use of one policy
instrument: the budget”
Jumlah keuangan negara yang demikian besar
apakah telah dipergunakan secaraekonomis
, efisien, dan efektif, serta berdampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat?
Pemerintah selalu berupaya membuat kebijakan
politik anggaran yang memang ditujukan untuk
menyejahterakan rakyat.
Apakah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
tersebut dapat maksimal terwujud?
Berdasar data yang dikeluarkan oleh CLSA Asia-Pacific
Markets, Indonesia menempati skor
4,5
(skor terendah)
untuk rules and regulations
Harus ada
korelasi
antara kebijakan
politik anggaran dengan peningkatan
kesejahteraan
UU No.17 Tahun 2003
Sebelumnya: Indische Comptabiliteitswet
UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
dan
UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
keuangan negara harus dikelola dan dipertanggungjawabkan oleh para penyelenggara negara, sehingga tujuan bernegara seperti yang diamanatkan
Tata kelola anggaran belum mampu secara efektif menggambarkan peningkatan kesejahteraan rakyat yang signifikan
Kesejahteraan rakyat juga seringkali tidak tergambar dalam pengelolaan keuangan negara yang terwujud dalam APBN dan
keuangan daerah terwujud dalam APBD
Banyak ditemukan persoalan pada tataran implementasi
Bagaimana
BPK sebagai lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara bisamemastikan
ataumemberikan penilaian
(
assurance
)
melalui pemeriksaannya mengenai peningkatan kesejahteraan rakyat seperti yang diamanatkan dalam UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab KeuanganNegara
Outlook : Siklus Anggaran
Pendapatan dan Belanja
Hal penting dalam proses penyusunan RAPBN
Siklus APBN
Kondisi ekonomi domestik dan internasional yang tercermin dalam asumsi dasar ekonomi makro
Berbagai kebijakan APBN dan pembangunan
Parameter konsumsi komoditas bersubsidi
Kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara
Laporan Hasil Pemeriksaan atas
Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP) Tahun 2014
LKPP merupakan bentuk pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN oleh Pemerintah Pusat
Laporan Realisasi APBN
Neraca
Laporan Arus Kas
Catatan atas Laporan Keuangan
dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan
negara dan badan lainnya
Sesuai dengan UU, BPK
memeriksa LKPP tersebut
dalam waktu
dua bulan
sejak menerima LKPP dari
22
Wajar Dengan Pengecualian
(qualified opinion)
OPINI LKPP
2014
LKPP 2014 tidak mencapai target opini WTP
seperti ditetapkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2010-2014
Hasil reviu atas pelaksanaan transparansi fiskal
menunjukkan Pemerintah sudah memenuhi sebagian
besar kriteria transparansi fiskal yang ditunjukkan
dengan pemenuhan level
advanced
dan
good
sebanyak 30 kriteria atau 83,33% dari keseluruhan
kriteria dan level basic pada enam kriteria atau hanya
16,67% dari keseluruhan kriteria sesuai dengan
pedoman dan praktik-praktik, baik transparansi fiskal
yang diterbitkan oleh International Monetary Fund.
24
Review atas pelaksanaan
transparansi fiskal
Kriteria Fiscal Transparency Code (FTC) Tahun 2014 yang diterbitkan oleh International Monetary Fund (IMF)Mencakup:
Dalam pemenuhan pilar pelaporan fiskal, level
transparansi fiskal yang berada pada kondisi
advanced
dan
good
sebanyak 10 kriteria.
Namun, Pemerintah masih harus melaksanakan
upaya perbaikan untuk meningkatkan
transparansi fiskal dengan mengungkapkan
seluruh fasilitas pengeluaran pajak dan
menyusun Laporan Statistik Keuangan
Pemerintah (LSKP) berdasarkan data Laporan
Keuangan (audited) dan konsisten antar
Outlook : Siklus Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Tahun 2015
penetapan APBD harus tepat waktu
pemerintah daerah harus memenuhi jadwal proses
penyusunan APBD
KUA dan PPAS yang telah disepakati bersama akan menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menyusun, menyampaikan dan membahas
rancangan APBD Tahun Anggaran 2015
Penyusunan APBD Tahun Anggaran (TA) 2015
juga harus memperhatikan beberapa hal
No. URAIAN WAKTU LAMA
1) Penyusunan RKPD Akhir bulan Mei 2)
Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh Ketua TAPD kepada kepala daerah
Minggu I bulan Juni 1 minggu 3) Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh kepala daerah kepada
DPRD
Pertengahan bulan Juni 6 minggu 4) Kesepakatan antara kepala daerah dan DPRD atas Rancangan KUA dan Rancangan
PPAS
Akhir bulan Juli 5) Penerbitan Surat Edaran kepala daerah perihal Pedoman penyusunan RKA-SKPD
dan RKA-PPKD
Awal bulan Agustus 8 minggu 6) Penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD dan RKA-PPKD serta penyusunan
Rancangan Perda tentang APBD
Awal bulan Agustus sampai dengan akhir bulan September
7) Penyampaian Rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD Minggu I bulan Oktober 2 bulan
No. URAIAN WAKTU LAMA
8) Pengambilan persetujuan bersama DPRD dan kepala daerah Paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
8) Menyampaikan Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Perkada tentang Penjabaran APBD kepada MDN/Gub untuk dievaluasi
3 hari kerja setelah persetujuan bersama
10) Hasil evaluasi Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Perkada tentang Penjabaran APBD
Paling lama 15 hari kerja setelah Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Perkada tentang Penjabaran APBD diterima oleh MDN/Gub
11) Penyempurnaan Rancangan Perda tentang APBD sesuai hasil evaluasi yang ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPRD tentang penyempurnaan Rancangan Perda tentang APBD
Paling lambat 7 hari kerja (sejak diterima keputusan hasil evaluasi)
12) Penyampaian keputusan DPRD tentang penyempurnaan Rancangan Perda tentang APBD kepada MDN/Gub
3 hari kerja setelah keputusan pimpinan DPRD ditetapkan
13) Penetapan Perda tentang APBD dan Perkada tentang Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi
Paling lambat akhir Desember (31 Desember)
14) Penyampaian Perda tentang APBD dan Perkada tentang Penjabaran APBD kepada MDN/Gub
Paling lambat 7 hari kerja setelah Perda dan Perkada ditetapkan
Laporan Hasil Pemeriksaan atas
Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (LKPD) Tahun 2014
Opini atas LKPD Tahun 2014
Opini atas LKPD Tahun 2014
Opini atas LKPD Tahun 2014
Opini atas LKPD Tahun 2014
Opini Jumlah LKPD % WTP 251 49,80% WDP 230 45,64% TW 4 0,79% TMP 9 3,77% 31
49,80% dari 504 LKPD
yang mendapat WTP
Formulasi dan Evaluasi BPK :
Pemeriksaan Untuk Mendorong
Pemeriksaan BPK dapat
mendorong
penggunaan keuangan negara secara
transparan
dan
akuntabel
untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat
Pemeriksaan
Keuangan
Pemeriksaan
Kinerja
PDTT
Pemeriksaan
BPK
35Pemeriksaan
Keuangan
BPK mampu mendorong perbaikan kualitas laporan keuangan, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Untuk
pemerintah daerah, BPK memberikan opini WTP atas 251 (49,80%) LKPD, termasuk LKPD Provinsi Kalimantan Utara yang
baru kali pertama menyusun LK, opini WDP atas 230 (45,64%) LKPD, opini TW atas 4 (0,79%) LKPD, dan opini TMP atas 19
(3,77%) LKPD.
Secara umum, kualitas laporan keuangan pemerintah makin
meningkat. Ini terlihat dari perolehan opini WTP yang makin
banyak dari 44 entitas di tahun 2009 (57%) menjadi 61
entitas di tahun 2014 (70,93%). Adapun di pemerintah
daerah, tahun 2009 LKPD yang memperoleh opini WTP
sebanyak 15 entitas (3%) dan pada tahun 2014 meningkat
menjadi 251 (49,80%).
Tingginya harapan dari masyarakat yang menginginkan jika suatu entitas sudah memperoleh opini WTP maka sudah seharusnya tidak
ada korupsi di entitas tersebut
BPK terus meningkatkan kualitas pemeriksaan dengan meningkatkan pemahaman atas audit berbasis risiko (risk based audit /RBA) dan
melaksanakannya dalam pemeriksaan.
Tantangan yang dihadapi BPK dalam
pemeriksaan keuangan
BPK juga sudah mengembangkan pemeriksaan dengan berbasis pada teknologi informasi sehingga pemeriksaan bisa dilakukan dengan
cakupan pemeriksaan yang lebih luas dan tidak terbatas pada sejumlah sample terbatas.
BPK juga memprioritaskan pemeriksaannya pada bidang-bidang yang menjadi prioritas pembangunan nasional seperti yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
40
Pemeriksaan BPK
Bidang pendidikanKesehatan
Penanggulangan kemiskinan
Infrastruktur
Ketahanan pangan Ketahanan pangan Lingkungan hidup41
Tujuan pemeriksaan atas
bidang-bidang kegiatan yang menjadi prioritas
pembangunan tersebut adalah untuk
menilai aspek ekonomis, efisiensi, dan
efektifitas, serta kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan.
Objek Pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2014
135
Objek Pemerintah Pusat
479
Objek Pemda dan BUMD
37
Objek BUMN dan badan lainnya
651
Objek Pemeriksaan
Berdasarkan jenis pemeriksaan
73
Pemeriksaan Keuangan233
Pemeriksaan Kinerja345
PDTT651
Objek Pemeriksaan 43Hasil Pemeriksaan
BPK Semester II Tahun 2014
Ketidakpatuhan 7.789 kasus SenilaiRp40,55
triliun Kelemahan SPI2.482
kasus7.950
temuan 44Masalah Ketidakpatuhan
3.293 masalah berdampak pada pemulihan keuangan negara/daerah/perusahaan (atau berdampak finansial)
senilai
Rp14,74
triliun 45 masalah yang mengakibatkan kerugian Rp1,42 triliun potensi kerugian Rp3,77 triliun kekurangan penerimaan Rp9,55 triliun3.150 masalah ketidakpatuhan yang mengakibatkan ketidakekonomisan, ketidakefisienan, dan