1
(Sumber: http://keys.lucidcentral.org) Gambar 1. Gejala serangan
Helopeltis spp. pada daun pucuk
(Sumber: http://ilmuserangga.wordpress.com)
Gambar 2. Gejala serangan
Helopeltis spp. pada buah kakao
REKOMENDASI UMUM
PENGENDALIAN HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO1)
Oleh: Ir. Syahnen, MS 2) dan Muklasin, SP3)
1. Latar Belakang
Hama pengisap buah Helopeltis spp. (Hemiptera, Miridae) merupakan hama utama yang menduduki peringkat kedua setelah PBK (penggerek buah kakao, Conopomorpha cramerella Snell.; Lepidoptera, Lithocolletidae). Terdapat lebih dari satu spesies Helopeltis pada tanaman kakao, antara lain H. antonii, H. theivora, dan H. claviver. Serangan hama ini dapat menyebabkan penurunan produksi buah hingga sebesar 50-60% (Sulistyowati, 2009).
Serangga muda (nimfa) dan serangga dewasa (imago) menyerang tanaman kakao dengan cara menusukkan alat mulutnya (stilet) ke dalam jaringan tanaman dan menghisap cairan sel-sel di dalamnya. Bersamaan dengan tusukan tersebut Helopeltis spp., mengeluarkan racun dari dalam mulutnya yang dapat menyebabkan kematian jaringan tanaman di sekitar tusukan. Bagian tanaman yang diserang adalah daun muda, tangkai muda dan buah muda.
2. Gejala Serangan
Gejala serangan hama ini adalah munculnya bercak-bercak cekung berwarna coklat muda yang lama kelamaan berubah menjadi
kehitaman. Serangan pada pucuk atau ranting menyebabkan tunas ranting mengalami bercak-bercak cekung (Gambar 1). Bercak mula-mula bulat dan berwarna cokelat kehitaman, kemudian memanjang seiring dengan pertumbuhan tunas itu sendiri. Akibatnya, ranting tanaman akan layu, kering dan mati. Serangan pada tangkai buah yang masih muda dapat menyebabakan buah mati.
1) Rekomendasi pengendalian Helopeltis spp. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan
(BBP2TP) Medan, dikeluarkan pada Bulan April 2013
2)
POPT Ahli Madya pada BBP2TP Medan
2
Sedangkan serangan pada kulit buah menyebabkan kulit menjadi bercak-bercak berwarna hitam (Gambar 2).
3. Biologi Helopeltis spp.
Helopeltis spp. termasuk ke dalam ordo Hemiptera, famili Miridae. Serangga ini bertubuh kecil ramping dengan tanda yang spesifik yaitu adanya tonjolan berbentuk seperti jarum pada mesuskutelum (Gambar 3).
3.1. Stadium Telur
Telur diletakkan secara berkelompok 2-3 butir dengan panjang telur 0,45 mm - 0, 50 mm dalam jaringan tanaman yang lunak seperti bakal buah, ranting muda, bagian sisi bawah tulang,
daun, tangkai buah, dan buah yang masih muda. Setiap ekor serangga betina meletakkan telur rata-rata 18 butir. Keberadaan telur pada jaringan bagian tanaman ditandai dengan munculnya benang seperti lilin agak bengkok dan tidak sama panjangnya di permukaan jaringan tanaman. Dalam waktu 6-8 hari telur-telur tersebut mulai menetas menjadi nimfa.
3.2. Stadium Nimfa (Pradewasa)
Periode nimfa berkisar antara 11-13 hari. Instar pertama berwarna coklat bening, yang kemudian berubah menjadi coklat. Untuk nimfa instar kedua, tubuh berwarna coklat muda, antena coklat tua, tonjolan toraks mulai terlihat. Nimfa instar ketiga tubuhnya berwarna coklat muda, antena coklat tua, tonjolan pada toraks terlihat jelas dan bakal sayap mulai terlihat. Nimfa instar keempat dan kelima ciri morfologinya sama.
3.3. Stadium Imago (Dewasa)
Pada buah kakao, dari setiap 30 ekor nimfa yang menetas dapat diperoleh 24-29 ekor serangga dewasa, dengan perbandingan 1,30 betina dan 1 jantan. Lama hidup serangga betina berkisar antara 10-42 hari, sedangkan jantan 8-52 hari.
(Sumber: http://gaga.biodiv.tw/9505/x73.htm)
Gambar 3. Imago Helopeltis spp. dengan tonjolan berbentuk seperti jarum pada mesuskutelum
3
4. Strategi Pengendalian
4.1. Pengendalian Secara Kultur Teknis
4.1.1. Pemupukan yang Lengkap dan Seimbang
Pemupukan yang lengkap dan seimbang akan menjadikan tanaman tumbuh dengan baik serta memiliki daya tahan terhadap serangan Helopeltis spp. Pemupukan biasanya dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu pada saat musim penghujan atau pada akhir musim hujan. Pemupukan N secara berlebihan akan mengakibatkan jaringan tanaman menjadi lunak dan kandungan asam amino sangat tinggi sehingga disukai oleh Helopeltis spp. Sedangkan tanaman yang kekurangan unsur P dan K akan rentan terhadap serangan Helopeltis spp.
Tabel 1. Dosis pemberian pupuk pada berbagai umur
Umur/ Fase Satuan Jenis Pupuk
Urea TSP/ SP-36 KCl Kieserit Bibit g/bibit 5 7 4 4 0 – 1 th g/ph/th 25 33 20 40 1 – 2 th g/ph/th 45 60 35 40 2 – 3 th g/ph/th 90 120 70 60 3 – 4 th g/ph/th 180 240 135 75 >4 th g/ph/th 220 240 170 120
Sumber: Pusat Penelitian Kopi dan kakao Indonesia
4.1.2. Pemangkasan Tanaman Kakao
Pemangkasan yang teratur dengan membuang tunas air (wiwilan) akan mengurangi serangan Helopeltis spp. Helopeltis
spp. menyukai tunas muda untuk meletakkan telur dan berkembang. Dengan pemangkasan akan menyebabkan berkurangnya tempat yang disukai Helopeltis spp.
4.1.3. Sanitasi Tanaman Inang
Helopeltis spp. dapat hidup pada tanaman inang lain seperti kapok, rambutan, dadap, albasia, dan dari famili Leguminoceae.
4
Tanaman inang lain ini harus dibersihkan dari area perkebunan kakao.
4.1.4. Pengelolaan Tanaman Pelindung
Untuk mengurangi serangan Helopeltis spp. sebaiknya tanaman pelindung tidak terlalu lebat, sehingga sirkulasi udara berlangsung lancar. Helopeltis spp. tidak menyukai angin dan sinar matahari secara langsung.
4.1.5. Pemilihan Klon Unggul
Klon kakao unggul generasi ketiga, seperti kakao mulia ICCRI 01 dan ICCRI 02, kakao lindak ICCRI 03 dan ICCRI 04, merupakan klon unggul yang tahan terhadap Helopeltis spp. dan penyakit busuk buah (Ruruk dan Langsa, 2007).
4.2. Pengendalian Secara Mekanis dengan Penyarungan Buah
Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan penyarungan buah (kondomisasi). Penyarungan buah dilakukan dengan kantong plastik pada buah muda yang berukuran 8-12 cm. Bagian atas kantung plastik diikatkan pada tangkai buah, sedangkan bagian bawahnya dibiarkan terbuka. Besarnya plastik disesuaikan dengan buah agar perkembangan buah tidak terganggu.
5
4.3. Pengendalian Secara Hayati
3.3.1. Pemeliharaan Semut Hitam (Delichoderus thoracicus)
Semut hitam merupakan salah satu musuh alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama Helopeltis spp. Untuk mempercepat perkembang-biakan semut hitam dapat dilakukan pemasangan sarang-sarang buatan. Sarang dibuat dari daun kelapa kering yang dipotong-potong dan dimasukkan dalam potongan bambu. Kemudian daun kelapa diberi larutan gula pasir. Sebaiknya dipasang 3 sarang tiap pohon.
Untuk memindahkan semut hitam bisa juga dilakukan dengan memotong kulit kakao yang sudah mengandung kutu putih, dan
diletakkan pada tangkai kakao yang belum ada semut hitamnya.
3.3.2. Pemanfaatan Predator dan Parasitoid
Beberapa jenis predator yang dapat memangsa Helopeltis
spp. adalah dari kelompok belalang sembah (Mantidae), kepik (Reduviidae), dan laba-laba (Arachnidae). Parasitoid telur
Erythemelus helopeltidis rata-rata dapat memarasit telur Helopeltis
spp. sebesar 13%. Pada kondisi tertentu, tingkat parasitisme bisa mencapai 96.3%. Lalat (Leiophron helopeltidis) merupakan parasitoid penting pada nimfa Helopeltis spp., tingkat parasitismenya 30-40% pada musim hujan dan 50-60% pada musim kemarau.
3.3.3. Penyemprotan Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana
Penggunaan jamur entomopatogen B. bassiana dalam mengendalikan Helopeltis spp. dinilai cukup efektif. Dosis anjuran adalah 10 g/lt air B. bassiana dengan kandungan spora 108
(Sumber: http://wasi.org.vn/home/images/stories/Kien_den.jpg) Gambar 4. Semut hitam sebagai musuh alami Helopeltis spp.
(Sumber: http://ecoport.org/ep?SearchType=pdb&PdbID=111139)
Gambar 5. Pemasangan sarang buatan untuk perkembang-biakan semut hitam
6
spora/g. Aplikasi penyemprotan dilakukan sebanyak 3-5 kali pada saat populasi hama tinggi. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Helopeltis spp. yang disemprot B. bassiana akan terinfeksi dan mati setelah 2-5 hari dilakukan penyemprotan.
Gambar 7. Jamur Beauveria bassiana
3.3.4. Penyemprotan Pestisida Nabati
Pemanfaatan pestisida nabati mulai dikembangkan untuk mengendalikan Helopeltis spp., antara lain penggunaan minyak biji mimba, ekstrak biji srikaya, dan limbah tembakau.
3.4. Pengendalian Secara Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi harus dilakukan secara hati-hati, karena pengendaliannya yang tidak tepat justru akan meningkatkan populasi Helopeltis spp. Pengendalian kimiawi yang tidak tepat akan membunuh predator dan parasitoid hama tersebut. Oleh karena itu, penggunaan insektisida harus bijaksana dan harus berdasarkan sistem peringatan dini. Selain itu, juga harus tepat jenis, tepat dosis, tepat cara dan tepat waktu. Sedapat mungkin pengendalian secara kimiawi dihindarkan.
Penyemprotan pestisida kimiawi hanya dilakukan satu kali, yaitu bila populasi Helopeltis spp. benar-benar eksplosif. Selanjutnya pengendalian populasi digunakan cara pengendalian lain seperti dijelaskan di atas.
7
Tabel 2. Beberapa insektisida kimiawi yang dapat digunakan untuk mengendalikan Helopeltis spp.
Bahan Aktif Nama Dagang Cara Kerja
Deltametrin 25 g/l Decis 2,5 EC Racun kontak dan lambung Tiametoksam 25% Actara 25 WG Racun sistemik dan kontak BPMC 480 g/l Bassa 500 EC Racun kontak dan lambung MIPC 50% Mipcin 50 WP Racun kontak dan lambung Sipermetrin 50 g/l Sidametrin 50 EC Racun kontak dan lambung Alfametrin 15 g/l Fastac 15 EC Racun kontak dan lambung BPMC 460 g/l Hopcin 460 EC Racun kontak dan lambung Tiodikarb Larvin 75 WP Racun kontak dan lambung Metidation 25% Supracide 25 WP Racun kontak dan lambung Diazinon 600 g/l Diazinon 600 EC Racun kontak dan lambung
8
DAFTAR PUSTAKA
Atmadja, WR. 2003. Status Helopeltis antonii sebaga Hama pada Beberapa Tanaman Perkebunan dan Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian, 22(2), hal. 57-63. http://agricultureandaquatic.blogspot.com/2011/06/identifikasi-helopeltis-antonii-pada.html http://ilmuserangga.wordpress.com/2011/10/03/cara-penggolongan-hama-tanaman/ http://keys.lucidcentral.org/keys/sweetpotato/key/Sweetpotato%20Diagnotes/Medi a/Html/TheProblems/Pest-SuckingInsects/MiridBug/Mirid%20bug.htm http://gaga.biodiv.tw/9505/x73.htm
Pusat Perizinan dan Investasi, Sekretariat Jenderal, Departemen Pertanian, (2008). Pestisida Pertanian dan Kehutanan.
Ruruk, B dan Y. Langsa. 2007. Klon Unggul Kakao Nasional. BPTP Sulawesi Tengah.
Sulistyowati, E. 2009 Panduan Lengkap Budidaya Kakao. T. Wahyudi, T.R. Panggabean, dan Pujiyanto. Penebar Swadaya. Jakarta