• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORM OF IMPERATIVE SENTENCE IN MINANGKABAU LANGUAGE, SUPAYANG VILLAGE, PAYUNG SEKAKI DISTRICT, SOLOK REGENCY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FORM OF IMPERATIVE SENTENCE IN MINANGKABAU LANGUAGE, SUPAYANG VILLAGE, PAYUNG SEKAKI DISTRICT, SOLOK REGENCY"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 FORM OF IMPERATIVE SENTENCE IN MINANGKABAU LANGUAGE, SUPAYANG

VILLAGE, PAYUNG SEKAKI DISTRICT, SOLOK REGENCY

Nurfitra Anska 1, Iman Laili2, Eriza Nelfi2 1)

Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Bung Hatta E-mail : [email protected]

2)

Dosen Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Bung Hatta

_____________________________________________________________________________ Abstract

Imperative sentence is sentence which contains command to others to do something or sentence which used to get response based on speaker willingness. The problem on this research is how to form of imperative sentence in Minangkabau language, Supayang village, Payung Sekaki district, Solok regency. This research is aim to describe form of imperative sentence in Minangkabau language Supayang village, Payung Sekaki district, Solok regency. This research used Muchlis’ theory (2010). This research used descriptive method. The data of this research are collected by using elicitation technique. The analysis is conducted by applying distributional method including deletion technique, reserve technique, and wide technique. The result of analysis shows that there are nine imperative sentences found in Minangkabau language, Supayang village, Payung Sekaki district, Solok Regency, they are (1) intransitive imperative sentence in verb, adjective, and prepositional phrase categories; (2) active transitive imperative sentence which lost prefix man ‘men’ – nya; (3) passive imperative sentence which passive verb; (4) polite imperative sentence used toloang ‘tolong’ and co ‘coba’; (5) prohibitive imperative sentence used joan ‘jangan’ and joangla ‘janganlah’; (6) imperative-declarative and imperative-interrogative sentence; (7) request imperative used ntak ‘minta’ and tariakan ‘ambilkan’; (8) asking and hope imperative sentence pek ‘ayo’, kaniak ‘mari’, and ncak ‘hendaknya’; and (9) permit imperative sentence used pidian ‘biar’ and biananla ‘biarkanlah’.

Keyword : imperative sentence, Minangkabau language

_____________________________________________________________________________ Pendahuluan

Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Chaer (2007:32) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Komunikasi itu

dilakukan dengan menggunakan kalimat sesuai dengan situasi dan kondisi.

Menurut Alwi dkk. (2010:317) kalimat merupakan satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Chaer (2011:327) menyatakan bahwa kalimat merupakan satuan bahasa yang berisi suatu pikiran atau amanat yang lengkap.

(2)

2 Menurut Muslich (2010:130) kalimat

dapat dibedakan atas dua macam, yaitu kalimat dilihat dari segi bentuknya dan kalimat dilihat dari segi maknanya. Kalimat dilihat dari segi bentuknya dibagi atas dua, yaitu kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat dilihat dari segi maknanya dibagi atas empat, yaitu (a) kalimat deklaratif, (b) kalimat imperatif, (c) kalimat interogatif, dan (d) kalimat interjektif. Dalam penelitian ini, penulis membahas kalimat imperatif.

Kalimat imperatif adalah kalimat yang berisi perintah kepada orang lain untuk melakukan sesuatu atau kalimat yang dipakai untuk mendapatkan tanggapan sesuai dengan kehendak penuturnya (Sibarani, 1997:124). Kalimat imperatif biasanya diakhiri dengan tanda seru (!) dalam penulisannya, sedangkan dalam bentuk lisan kalimat imperatif ditandai dengan intonasi tinggi. Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi kalimat imperatif mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak berbicara (Sibarani, 1997:125).

Muslich (2010:140) menyatakan bahwa kalimat imperatif adalah kalimat yang maknanya memberikan perintah untuk melakukan sesuatu. Bentuk kalimat yang dikaji dalam penelitian ini adalah bentuk kalimat imperatif dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang, Kecamatan Payung

Sekaki, Kabupaten Solok. Perhatikan contoh di bawah ini.

(1) Oi, kaniakla kau duduak! hai, kemarilah kamu duduk ‘Hai, kemarilah kamu duduk!’

(2) Toloang campakan sarok ko tolong buangkan sampah ini ka setan!

ke bawah

‘Tolong buangkan sampah ini ke bawah!’.

(3) Tariakan kaing tu ciek! ambilkan baju itu satu ‘Ambilkan baju itu!’

Data (1), (2), dan (3) adalah kalimat imperatif, tetapi diungkapkan dengan bentuk yang berbeda. Pada data (1) dan (2) partikel -la ‘lah’ dan toloang ‘tolong’ sama-sama bermakna memperhalus perintah. Di samping itu, pada kalimat ini partikel -la ‘-lah’ juga digunakan seseorang untuk mempertegas perintah kepada orang yang diperintah. Kata toloang ‘tolong’ digunakan untuk memperhalus perintah kepada orang yang

diperintah.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik mengkaji kalimat imperatif dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok. Di samping itu, sudah ada kecenderungan dari masyarakat untuk tidak menggunakan sapaan ketika memerintah seseorang. Hal itu dapat

(3)

3 dilihat pada contoh (2) dan (3) yang tidak

menggunakan kata sapaan. Sepanjang pengetahuan penulis, bentuk kalimat imperatif di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok belum pernah diteliti.

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah penulis lakukan, Penelitian mengenai kalimat imperatif dalam bahasa Minangkabau pernah dilakukan oleh Nenti (2005) dengan judul “Kalimat Perintah dalam Bahasa Minangkabau Dialek Pasaman”. Hasil yang diperoleh dari penelitian tentang bentuk kalimat perintah dalam bahasa Minangkabau Dialek Pasaman adalah kalimat perintah taktransitif yang ditandai dengan verba dasar dan ajektiva dasar, frase ajektival, frase verbal yang berprefiks ber- dan meng, dan frase preposisional. Kalimat perintah transitif ditandai dengan poi ‘pergi’, kalimat perintah halus yang ditandai dengan kata mohlah ‘marilah’ dan toloang ‘tolong, kalimat perintah ajakan dan harapan yang ditandai dengan kata nah ‘mari’ dan kok dapek ‘hendaknya’, kalimat perintah pembiaran yang ditandai dengan kata bialah ‘biarlah’.

Sementara itu, Gusti (2013) membahas kalimat imperatif dengan judul “Kalimat Imperatif Bahasa Minangkabau di Lubuk Malako Solok Selatan”. Hasil penelitiannya adalah kalimat imperatif halus ditandai dengan

kata bo ‘coba’ , tolong ‘tolong’, dan suwun ‘pinjam’. Kalimat imperatif langsung ditandai dengan kata baliak ‘ pulang’, bak ‘bawa’, dan ambin ‘ambil’. Kalimat imperatif larangan ditandai dengan kata jan ‘ jangan’, janlah’ ‘janganlah’. Kalimat imperatif permintaan ditandai dengan kata agia ’minta’. Kalimat ajakan dan harapan ditandai dengan kata naiakla ‘naiklah’, buaok ‘berharap’.

Penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Perbedaan itu dapat lihat dari segi objek, lokasi penelitian, dan teori yang digunakan.

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk kalimat imperatif dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok.

Metodologi

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dekriptif. Menurut Sudaryanto (1993:62) metode deskriptif menyarankan, bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret : paparan seperti adanya.

(4)

4 Metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data pada penelitian ini adalah metode simak. Menurut Sudaryanto (1993:133) disebut metode simak karena memang berupa penyimakan: dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Selanjutnya, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data ialah teknik simak bebas libat cakap, teknik pancing, teknik catat, dan teknik rekam. Teknik rekam dilakukan bersamaan dengan teknik simak libat cakap dan simak bebas libat cakap. Ketika percakapan sedang berlangsung, dilakukan pula perekaman dengan tape recorder atau handycam.

Hasil dan Pembahasan

Kalimat yang dibahas pada artikel ini adalah kalimat imperatif dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok.

Kalimat imperatif yang ditemukan dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok ada sembilan macam, yaitu (1) kalimat imperatif taktransitif, (2) kalimat imperatif transitif aktif, (3) kalimat imperatif pasif, (4) penghalusan kalimat imperatif, (5) bentuk ingkar pada kalimat (6) kalimat imperatif-deklaratif dan imperatif-interogatif, (7) kalimat imperatif permintaan, (8) kalimat

imperatif ajakan dan harapan, dan (9) kalimat imperatif pembiaran.

1. Kalimat Imperatif Taktransitif

Di dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok ditemukan kalimat imperatif taktransitif yang dapat diungkapkan dengan verba dasar, ajektiva dasar, dan frase preposisional.

A.Verba Dasar

Kalimat imperatif taktransitif dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok yang dimulai verba dasar dapat terlihat pada data berikut.

(4) Minun ka dangau, Niang! minum ke rumah, Kak

‘Minum ke rumah, Kak!’

Kalimat imperatif taktransitif pada data (4) dimulai oleh kata minun ‘minum’ yang merupakan verba dasar. Data (4) dikatakan kalimat imperatif taktransitif karena data (4) tidak memiliki objek. Verba dasar minun ‘minum’ pada data (4) dapat dilesapkan seperti (4a) berikut.

(4a) Ka dangau Niang! ke rumah Kak ‘Ke rumah Kak!’

(5)

5 Pelesapan verba dasar minun ‘minum’ tersebut

menyebabkan data (4a) berubah maknanya walaupun data tersebut tetap berbentuk kalimat imperatif yaitu imperatif ajakan karena jawaban dari sebuah pertanyaan. Selanjutnya, pada data (4) verba dasar minun ‘minum’ dapat dipindahkan di tengah kalimat seperti (4b) berikut.

(4b) Ka dangau minun, Niang! Ke rumah minum, Kak ‘Ke rumah minum, Kak!’

Perpindahan posisi verba dasar minun ‘minum’ seperti data (4b) tidak mengubah makna kalimat. Selanjutnya, data (4) juga dapat diperluas dengan menambahkan partikel –la ‘lah’ setelah kata minun ‘minum’ seperti terlihat pada (4c) berikut.

(4c) Minunla ka dangau Niang! minumlah ke rumah Kak ‘Minumlah ke rumah Kak!’

Perluasan kalimat pada data (4c) dengan menambahkan partikel –la ’lah’ lebih mempertegas perintah yang disampaikan. B. Ajektiva

Pada data (5) dan (6) kalimat imperatif taktransitif ditandai oleh ajektiva dasar dan ajektiva turunan.

a. Ajektiva Dasar

Dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok ditemukan kalimat ajektiva dasar, seperti terlihat pada data berikut.

(5) Gageh jalan tu stek! cepat jalan itu sedikit ‘Cepat jalan sedikit!’

Kalimat pada data (5) merupakan bentuk kalimat imperatif taktransitif ajektiva dasar yang dimulai oleh kata gageh ‘cepat’. Data (5) dikatakan kalimat imperatif taktransitif ajektiva dasar karena tidak memiliki objek. Ajektiva dasar gageh ‘cepat’ pada data (5) tidak dapat dilesapkan seperti (5a) berikut. (5a) ⃰Jalan stek!

jalan sedikit ‘Jalan sedikit!’

Pelesapan ajektiva dasar gageh ‘cepat’ menyebabkan data (5a) tidak mempunyai makna. Jadi, gageh ‘cepat’ merupakan unsur inti dalam kalimat tersebut. Di samping itu, data (5) dapat menjadi (5b) dengan membalikkan penanda imperatifnya di tengah kalimat seperti berikut.

(5b) Jalan tu gageh stek! jalan itu cepat sedikit ‘Jalan cepat sedikit!’

Perpindahan posisi penanda imperatif seperti data (5b) di atas tidak mempengaruhi makna kalimat dari data (5). Selanjutnya, data (5) dapat diperluas dengan menambahkan partikel –la ‘lah’ setelah kata gageh ‘cepat’ (5c) berikut.

(5c) Gagehla jalan tu stek! cepatlah jalan itu sedikit ‘Cepatlah jalan sedikit!’

(6)

6 Perluasan penanda imperatif gageh ‘cepat’

dengan menambahkan partikel –la ‘-lah’ menyebabkan data (5c) lebih mempertegas perintah yang disampaikan.

b. Ajektiva Turunan

Dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok ditemukan kalimat imperatif ajektiva turunan seperti terlihat pada data berikut.

(6) Parancakan dangau di ate tan! baguskan rumah di atas ‘Baguskan rumah di atas!’

Kalimat imperatif taktransitif pada data (6) dimulai oleh kata parancak ‘baguskan’ ajektiva turunan. Pada data (6) dikatakan kalimat imperatif taktransitif karena data (16) tidak memiliki objek. Ajektiva turunan pada data (6) tidak dapat dilesapkan seperti terlihat pada data (6a) berikut.

(6a) ⃰Dangau di ate tan! rumah di atas ‘Rumah di atas!’

Pelesapan pada data (6a) menyebabkan kalimat tersebut tidak mempunyai makna. Selanjutnya, data (6) dapat dibalik posisinya dengan meletakkan penanda imperatif di akhir kalimat seperti data (6b) berikut.

(6b) Dangau di ate tan parancakan! rumah di atas baguskan ‘Rumah di atas baguskan!’

Pada data (6b) di atas meskipun posisi penanda imperatifnya dibalikkan maknanya tidak berubah. Selanjutnya, data (6) dapat diperluas dengan menambahkan partikel –la ‘lah’ setelah kata parancak ‘baguskan’ seperti terlihat pada data (6c) berikut.

(6c) Parancakanla dangau di ate tan! baguskanlah rumah di atas ‘Baguskanlah rumah di atas!’

Perluasan pada data (6c) dengan menambahkan partikel –la ‘lah’ lebih mempertegas perintah yang disampaikan. C. Frasa Preposisional

Pada data (7) kalimat imperatif taktransitif ditandai dengan frasa preposisional, seperti terlihat pada data berikut.

(7) Mailang ka mudiak cacah, Niang! pergi ke atas sebentar, Kak ‘Pergi ke atas sebentar, Kak!’

Kalimat pada data (7) yang ditandai oleh kata ka mudiak ‘ke atas’ merupakan kalimat imperatif taktransitif frasa preposisional. Frasa ka mudiak ‘ke atas’ pada data (7) dikatakan frasa preposisional karena kata ka ‘ke’ merupakan kata depan. Frasa ka mudiak ‘ke atas’ pada data (7) dapat dilesapkan seperti data (7a) berikut.

(7a) Mailang cacah, Niang. pergi sebentar, Kak ‘Pergi sebentar, Kak’.

(7)

7 Pelesapan pada data (7a) menyebabkan

makna kalimat berubah menjadi kalimat deklaratif. Di samping itu, penanda ka mudiak ‘ke atas’ pada data (7) dapat dibalik posisinya dengan meletakkan penandanya di awal kalimat seperti terlihat pada data (7b) berikut.

(7b) Ka mudiak mailang cacah, Niang! ke atas pergi sebentar, Kak ‘Ke atas pergi sebentar, Kak!’

Meskipun frasa preposisional ka mudiak ‘ke atas’ dipindahkan posisinya seperti (7b)_makna kalimat tidak berubah. Artinya, data (7b) tetap merupakan kalimat imperatif berkategori frasa preposisional. Selain itu, data (7) dapat pula diperluas dengan menambahkan partikel –la ‘lah’ setelah frasa preposisional ka mudiak ‘ke atas’ seperti terlihat pada data (7c) berikut.

(7c) Mailang ka mudiakla cacah, Niang! pergi ke ataslah sebentar, Kak ‘Pergi ke ataslah sebentar, Kak!’

Perluasan pada data (7c) lebih mempertegas perintah yang disampaikan dan tidak mengubah makna. Informasi perintah yang disampaikn sama dengan makna kalimat pada data (7).

2. Kalimat Imperatif Transitif Aktif

Pada data (8) kalimat imperatif transitif aktif ditandai dengan verba yang sudah dihilangkan prefiks man ‘men’ –nya. Perhatikan data berikut.

(8) La, endek tapung ka pasa tan! La, giling tepung ke pasar! ‘La, giling tepung ke pasar!’

Kalimat pada data (8) merupakan kalimat imperatif transitif aktif yang ditandai dengan verba endek ‘giling’ yang sudah dihilangkan prefiks man ‘men’ –nya. Di samping itu, sebagai kalimat imperatif transitif aktif, data (8) juga ditandai dengan nomina tapung ‘tepung’ di belakang verba endek ‘giling’ sebagai objeknya. Jadi, pada kalimat imperatif transitif aktif terdapat dua penanda, yaitu endek ‘giling’ dan tapung ‘tepung’. Dua penanda endek tapung ‘giling tepung’ ini dapat dilesapkan seperti (8a) berikut.

(8a) Ka pasa tan, La? ke pasar, La ‘Ke pasar, La?’

Pelesapan dua penanda endek tapung ‘giling tepung’ menyebabkan data (8a) berubah maknanya yaitu menjadi kalimat interogatif. Selanjutnya, dua penanda tersebut juga dapat dibalik posisinya seperti (8b) berikut.

(8b) Ka pasa endek tapung tan, La! ke pasar giling tepung, La ‘Ke pasar giling tepung, La!’

Perpindahan posisi endek tapung ‘giling tepung’ pada (8b) sama sekali tidak mengubah makna kalimat tersebut. Artinya, data (8b) tetap merupakan kalimat imperatif transitif aktif. Penanda endek tapung ‘giling tepung’

(8)

8 dapat pula diperluas dengan partikel –la ‘lah’.

Untuk jelasnya, perhatikan data (8c). (8c) Endekla tapung ka pasa tan, La!

gilinglah tepung ke pasar, La ‘Gilinglah tepung ke pasar, La!’

Perluasan penanda endek tapung ‘giling tepung’ menambahkan penekanan makna kalimat dan tidak mengubah makna kalimat. 3. Kalimat Imperatif Pasif

Verba bentuk pasif yang ditemukan di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok adalah sebagai berikut.

(9) Ditanoan lu ka e, Da! ditanyakan dulu ke dia, Bang ‘Ditanyakan dulu sama dia, Bang!’

Kalimat pada data (9) merupakan salah satu bentuk kalimat imperatif pasif yang dimulai dengan kata ditanoan ‘ditanyakan’. Penanda ditanoan ‘ditanyakan’ pada data (9) dikatakan kalimat imperatif pasif karena verbanya bentuk pasif digunakan dengan maksud meminta orang lain melakukan sesuatu untuknya tetapi tidak secara langsung. Penanda imperatif ditanoan ‘ditanyakan’ pada data (9) tidak dapat dilesapkan seperti data (9a) berikut.

(9a) ⃰Lu ka e, Da! dulu ke dia, Bang ‘Dulu sama dia, Bang!

Pelesapan pada data (9a) menyebabkan kalimat tersebut tidak memiliki makna.

Selanjutnya, penanda pada data (9) dapat dibalik posisinya dengan meletakkan penanda di tengah kalimat seperti (9b) beikut.

(9b) Ka e ditanoan lu, Da! ke dia ditanyakan dulu, Bang ‘Sama dia tanyakan dulu!’

Makna kalimat pada data (9b) tidak berubah meskipun penanda imperatif dibalik posisinya. Selain itu, kalimat (9) dapat diperluas dengan menambahkan partikel –la ‘lah’ seperti terlihat pada data berikut.

(9c) Ditanoanla lu ka e, Da! ditanyakan dulu ke dia, Bang ‘Ditanyakan dulu sama dia!’

Perluasan penanda ditanoan ‘ditanyakan’ tidak mengubah makna kalimat.

4. Kalimat Imperatif Halus

Di dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok ditemukan kalimat imperatif halus seperti terlihat pada data berikut.

(10) Toloang dibarasian kuruak tu! tolong dibersihkan kamar mandi itu ‘Tolong dibersihkan kamar mandi itu!’

Data (10) merupakan kalimat imperatif halus yang dimulai dengan kata toloang ‘tolong’. Penanda toloang ‘tolong’ pada data (10) dapat dilesapkan dengan menghilangkan penanda imperatifnya seperti terlihat pada data (10a) berikut.

(9)

9 (10a) Dibarasian kuruak tu!

dibersihkan kamar mandi itu ‘Dibersihkan kamar mandi itu!’

Pelesapan penanda imperatif toloang ‘tolong pada data (10a) menyebabkan perintah yang diucapkan lebih tegas. Di samping itu, penanda toloang ‘tolong’ pada data (10) juga dapat dibalik posisinya dengan meletakkan penandanya di tengah kalimat. Untuk jelasnya, perhatikan data (10b) berikut.

(10b) Kuruak tu toloang dibarasian! kamar mandi itu tolong dibersihkan ‘Kamar mandi itu tolong dibersihkan!’

Perpindahan posisi penanda imperatif toloang ‘tolong’ sama sekali tidak mengubah makna kalimat. Artinya, data (10b) tetap merupakan kalimat imperatif halus. Penanda toloang ‘tolong’ dapat pula diperluas dengan menambahkan partikel –la ‘lah’ seperti terlihat pada data (10c) berikut.

(10c) Toloangla dibarasian kuruak

tolonglah dibersihkan kamar mandi tu!

itu

‘Tolonglah dibersihkan kamar mandi itu!’

Perluasan pada penanda toloang ‘tolong’ lebih memperhalus perintah yang disampaikan dan tidak mengubah makna kalimat.

5. Kalimat Imperatif Larangan

Di dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok ditemukan kalimat imperatif larangan yang terbagi atas dua, yaitu kalimat imperatif larangan tanpa deklaratif dan kalimat imperatif larangan-deklaratif.

a. Kalimat Imperatif Larangan tanpa Dekratif

Kalimat imperatif larangan tanpa deklaratif ditandai dengan joan ‘jangan’, seperti data berikut.

(11) Joan serakan sarok ka kincia,Diak! jangan buang sampah ke sungai,Dik ‘Jangan buang sampah ke sungai, Dik!’

Kalimat pada data (11) merupakan kalimat imperatif larangan yang dimulai dengan kata joan ‘jangan’. Penanda joan ‘jangan’ pada data (10) dapat dilesapkan seperti terlihat data berikut.

(11a) Serakan sarok ka kincia, Diak! buang sampah ke sungai, Dik ‘Buang sampah ke sungai, Dik!’

Pelesapan penanda joan ‘jangan’ menyebabkan data (11a) berubah maknanya menjadi kalimat imperatif transitif aktif. Di samping itu, penanda pada data (11) juga dapat dibalik posisinya dengan meletakkan kata joan

(10)

10 ‘jangan’ di tengah kalimat seperti terlihat pada

data (10b) berikut.

(11b) Diak, joan serakan sarok ka dik, jangan buang sampah ke kincia!

sungai

‘Dik, jangan buang sampah ke sungai!’

Perpindahan penanda joan ‘jangan’ pada (11b) sama sekali tidak mengubah makna kalimat tersebut. Artinya, data (11b) tetap merupakan kalimat imperatif larangan. Akan tetapi, penekanan kalimat imperatif terletak pada sapaan diak ‘dik’. Penanda imperatif joan ‘jangan’ dapat pula diperluas dengan dengan menambahkan partikel –la ‘lah’ seperti terlihat pada data (11c) berikut.

(11c) Joanla serakan sarok ka kincia, janganlah buang sampah ke sungai, Diak!

diak

‘Janganlah buang sampah ke sungai, Dik!’

Perluasan pada penanda imperatif joan ‘jangan’ menjadi joanla ‘janganlah’ lebih mempertegas perintah yang disampaikan.

b. Kalimat Imperatif Larangan- Deklaratif

Dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok ditemukan kalimat imperatif larangan-deklaratif yang ditandai

dengan kata joangla ‘janganlah’, seperti terlihat pada data (12) berikut.

(12) Joanglah malawan jo ka Induak, janganlah melawan kepada Ibu, badoso wak dek nyo!

berdosa kita olehnya

‘Janganlah melawan kepada Ibu, berdosa kita!’

Kalimat pada data (12) tergolong kalimat imperatif larangan-deklaratif. Kata joangla ‘janganlah’ pada klausa pertama menandai kalimat imperatif larangan dan klausa kedua badoso wak deknyo ‘berdosa kita’ adalah klausa deklaratif. Klausa deklaratif dapat dilesapkan seperti data (12a) berikut.

(12a) Joangla malawan jo ka janganlah melawan kepada induak!

ibu

‘Janganlah melawan kepada Ibu!’

Pelesapan klausa deklaratif sama sekali tidak mengubah makna kalimat tersebut. Artinya, data (12a) tetap merupakan kalimat imperatif larangan. Data (12) dapat menjadi data (12b) dengan membalikkan klausa deklaratif di depan kalimat. Untuk jelasnya, perhatikan data berikut.

(12b) Badoso wak deknyo, joangla berdosa kita olehnya, janganlah malawan ka induak! melawan kepada Ibu

Berdosa kita olehnya, janganlah melawan kepada Ibu!’

(11)

11 Perpindahan klausa imperatif larangan tidak

mengubah makna kalimat tersebut. Artinya, data (12b) tetap merupakan kalimat imperatif larangan-deklaratif.

6. Kalimat Imperatif-Deklaratif dan Imperatif -Interogatif

Di dalam bahasa Minangkabau Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok ditemukan kalimat imperatif-deklaratif dan imperatif-interogatif.

a. Kalimat Imperatif-Deklaratif

Dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok ditemukan kalimat imperatif-deklaratif seperti terlihat pada data (13) berikut.

(13) Mailang sae surang, den ndak dapek pergi sendiri, saya tidak bisa danganan kau do!

menemani kamu

‘Pergi sendiri, saya tidak bisa menemani Kamu!’

Kalimat pada data (13) tergolong kalimat imperatif-deklaratif. Kata mailang ‘pergi’ pada klausa pertama menandai kalimat imperatif, klausa kedua adalah klausa deklaratif tersebut ditandai dengan subjek den ‘saya’ dan ndak dapek danganan ‘tidak bisa menemani’ sebagai predikat. Klausa deklaratif pada data (13) dapat dilesapkan, seperti (13a) di bawah ini.

(13a) Mailang sae surang! pergi sendiri ‘Pergi sendiri!’

Pelesapan klausa deklaratif menyebabkan data (13a) berubah menjadi kalimat imperatif yang maknanya lebih tegas daripada data (13). Selanjutnya, data (13) dapat menjadi data (13b) dengan membalikkan klausa deklaratif di depan kalimat. Untuk jelasnya, perhatikan data berikut.

(13b) Den ndak dapek danganan kau saya tidak bisa menemani kamu, do mailang sae surang!

pergi sendiri

‘Saya tidak bisa menemani kamu, pergi saja sendiri!’

Perpindahan klausa deklaratif pada data (13b) sama sekali tidak mengubah makna kalimat tersebut. Artinya, data (13b) tetap merupakan kalimat imperatif-deklaratif. Selain itu, data (13) juga dapat diperluas dengan menambahkan partikel –la ‘lah’ setelah kata mailang ‘pergi’. Untuk lebih jelasnya, perhatikan data (13c) berikut.

(13c) Mailangla sae surang, den ndak pergilah sendiri, saya tidak dapek danganan kau do

bisa menemani kamu

‘Pergilah sendiri saya tidak bisa menemani kamu!’

Perluasan –la ‘-lah’ pada verba mailang ‘pergi’ pada data (13c) menambah penegasan makna kalimat yang disampaikan.

(12)

12 b. Kalimat Imperatif-Interogatif

Dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok ditemukan kalimat imperatif-interogatif seperti terlihat pada data (14) berikut.

(14) Antaan onda tu ka tampek antarkan motor itu ke tempat pabasuan, bapo bayienyo! pencucian, berapa bayarnya

Antarkann motor itu ketempat pencucian, berapa bayarnya!’

Kalimat pada data (14) tergolong kalimat timperatif-interogatif. Kata ‘antaan’ antarkan pada klausa pertama menandai kalimat imperatif dan klausa kedua adalah klausa interogatif. Klausa interogatif tersebut ditandai dengan subjek bapo ‘berapa’ dan bayienyo ‘bayarnya’ sebagai predikat. Klausa interogatif dapat dilesapkan, seperti (14a) di bawah ini. (14a) Antaan onda tu ka tampek

antarkan motor itu ke tempat pabasuan!

pencucian

‘Antarkan motor itu ke tempat pencucian!’

Pelesapan klausa interogatif menyebabkan data (14a) berubah menjadi kalimat imperatif yang maknanya lebih mempertegas perintah. Penanda antaan ‘antarkan’ pada klausa imperatif posisinya dapat dibalik dengan meletakkan penanda tersebut di tengah

kalimat, seperti terlihat pada data (14b) berikut.

(14b) Onda tu antaan ka tampek honda itu antarkan ke tempat pabasuan, bapo bayienyo!

pencucian, berapa bayarnya ‘Honda itu antarkan ke tempat pencucian, berapa bayarnya!’

Perpindahan posisi penanda antaan ‘antarkan’ pada data (14b) sama sekali tidak mengubah makna kalimat. Artinya, data (14b) tetap merupakan kalimat imperatif-interogatif. Selanjutnya, penanda data (14) dapat pula diperluas dengan menambahkan partikel –la ‘lah’ setelah kata antaan ‘antarkan’. Untuk lebih jelasnya, perhatikan data (14c) berikut.

(14c) Antaanla onda tu ka tampek antarkanlah motor itu ke tempat pabasuan, bapo bayienyo!

pencucian, berapa bayarnya ‘Antarkan motor itu ketempat pencucian,berapa bayarnya!’

Perluasan penanda pada data (14c) dengan menambahkan partikel -la ‘-lah’ pada verba antaan ‘antarkan’ lebih mempertegas perintah yang disampaikan.

7. Kalimat Imperatif Permintaan

Dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok ditemukan kalimat imperatif permintaan seperti terlihat pada data (15), berikut.

(13)

13 (15) Ntak garan tan stek!

minta garam sedikit ‘Minta garam sedikit!’

Penanda ntak ‘minta’ pada data (15) merupakan kalimat imperatif permintaan. Kata ntak ‘minta’ dikatakan kalimat imperatif permintaan karena pada kata ntak ‘minta’ menyatakan perbuatan meminta. Penanda data (15) tidak dapat dilesapkan seperti data (15a) berikut.

(15a) ⃰Garan tan stek! garam sedikit ‘Garam sedikit!’

Pelesapan penanda ntak ‘minta’ pada data (15a) maknanya tidak berubah dan masih merupakan kalimat imperatif permintaan. Selanjutnya, penanda data (15) dapat pula dibalik posisinya dengan meletakkan kata ntak ‘minta’ di tengah kalimat. Untuk lebih jelasnya, perhatikan data berikut.

(15b) Garan tan ntak stek! garam minta sedikit ‘Garam minta sedikit!’

Perpindahan posisi penanda ntak ‘minta’ sama sekali tidak mengubah makna kalimat. Artinya, data (15b) tetap merupakan kalimat imperatif permintaan. Di samping itu, data (15) juga dapat diperluas dengan menambahkan partikel –la ‘lah’ setelah kata ntak ‘minta’ seperti data (15c) berikut.

(15c) Ntakla garan tan stek! mintalah garam sedikit ‘Mintalah garam sedikit!’

Perluasan penanda ntak ‘minta’ menambahkan penekanan makna kalimat dan tidak mengubah makna kalimat.

8. Kalimat Imperatif Ajakan dan Harapan

Dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok ditemukan kalimat imperatif ajakan dan harapan seperti terlihat pada data (16) berikut.

(16) Pek mailang wak lai! ayo pergi kita lagi ‘Ayo pergi kita lagi!’

Kalimat pada data (16) merupakan salah satu bentuk kalimat imperatif ajakan yang dimulai dengan pek ‘ayo’. Kata pek ‘ayo’ pada data (16) dikatakan kalimat imperatif ajakan karena kata pek ‘ayo’ menyatakan perbuatan mengajak. Pada data (16) dapat dilesapkan seperti data (15a) di bawah ini.

(16a) Mailang wak lai! pergi kita lagi ‘Pergi kita lagi!’

Pelesapan pada penanda pek ‘ayo’ sama sekali tidak mengubah makna kalimat. Artinya, data (16a) tetap berbentuk kalimat imperatif ajakan. Di samping itu, penanda juga dapat diperluas

(14)

14 dengan menambahkan partikel –la ‘lah’

setelah kata pek ‘ayo’ seperti terlihat pada data (16b) berikut.

(16b) Pekla mailang wak lai! ayolah pergi kita lagi ‘Ayolah pergi kita lagi!’

Perluasan penanda pek ‘ayo’ dengan partikel –la ‘-lah’ dengan partikel –la ‘lah’ menyebabkan kalimat imperatif ajakan lebih tegas.

9. Kalimat Imperatif Pembiaran

Dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok ditemukan kalimat imperatif pembiaran seperti terlihat pada data (17) berikut ini.

(17) Pidian den nan maurus dangau biar saya yang mengurus rumah tu!

itu

‘Biar saya yang mengurus rumah itu!’

Kalimat pada data (17) merupakan salah satu bentuk kalimat imperatif pembiaran yang dimulai dengan kata pidian ‘biar’. Kata pidian ‘biar’ pada data (17) dikatakan kalimat imperatif pembiaran karena pidian ‘biar’ menyatakan perbuatan tidak melarang. Pada data (17) dapat dilesapkan dengan menghilangkan penanda imperatifnya, sehingga menjadi data (17a) berikut.

(17a) Den nan maurus dangau tu! saya yang mengurus rumah itu ‘Saya yang mengurus rumah itu!’

Pelesapan penanda pidian ‘biar’ mempengaruhi makna kalimat. Artinya, data (17a) tidak berbentuk kalimat imperatif pembiaran tetapi berbentuk kalimat deklaratif. Selanjutnya, penanda data (17) juga dapat dibalik posisinya dengan meletakkan kata pidian ‘biar’ di tengah kalimat. Untuk jelasnya, perhatikan data (17b) berikut.

(17b) Dangau tu pidian den nan rumah itu biar saya yang maurus!

mengurus

‘Rumah itu biar saya yang mengurus!’

Perpindahan penanda imperatif pidian ‘biar’ sama sekali tidak mengubah makna kalimat tersebut. Artinya, data (17b) masih merupakan kalimat imperatif pembiaran. Selain itu, penanda pada data (17) dapat diperluas dengan menambahkan partikel –la ‘lah’ setelah kata pidian ‘biar’ sehingga menjadi kalimat (17c) di bawah ini.

(17c) Pidianla den nan maurus biarlah saya yang mengurus dangau tu!

rumah itu

‘Biarlah saya yang mengurus rumah itu!’

Perluasan pada data (17c) dengan menambahkan partikel –la ‘-lah’ lebih menegaskan perintah yang disampaikan.

(15)

15 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa bentuk kalimat imperatif dalam bahasa Minangkabau di Nagari Supayang, Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok seperti berikut.

a. Kalimat imperatif taktransitif yang ditandai dengan verba dasar seperti maing ‘main’ minun ‘minum’, ajektiva dasar gageh ‘capek’, dan frasa preposisional yang ditandai dengan ka mudiak ‘ke atas’. Di samping itu, juga ditemukan kalimat imperatif transitif aktif dan kalimat imperatif pasif.

b. Kalimat imperatif halus yang ditandai dengan toloang ‘tolong’, co ‘coba’, kalimat imperatif larangan ditandai oleh joan ‘jangan’ dan joangla ‘janganlah’. Kalimat imperatif permintaan ditandai oleh ntak ‘minta’ dan tariak ‘ambil’. c. Kalimat imperatif ajakan dan harapan

ditandai oleh pek ‘ayo’, kaniak ‘mari’, dan ncak ‘hendaknya’. Kalimat pembiaran yang ditandai dengan pidian ‘biar’ dan biananla ‘biarkanlah’

d. Kalimat imperatif-deklaratif yang ditandai dengan imbauan ’panggilkan’ dan kalimat imperatif-interogatif yang ditandai dengan antaan ‘antarkan’ dan salang ‘pinjam’. Ucapan Terima Kasih

Alhamdulillah, segala puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, atas

rahmat dan karunia-Nya serta kekuatan dan petunjuk yang telah dilimpahkan kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Bentuk Kalimat Imperatif dalam Bahasa Minangkabau di Nagari Supayang Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok”. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu pesyaratan memperoleh Gelar Sarjana Humaniora.

Dalam melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini, peneliti mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada: Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Bung Hatta yang telah memberikan izin untuk penelitian; Ketua dan Sekretaris Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Bung Hatta yang telah memfasilitasi sarana dan prasarana guna pembelajaran: Ibu Dra. Iman Laili, M.Hum. sebagai Pembimbing I dan Ibu Dra. Eriza Nelfi, M.Hum sebagai Pembimbing II sekaligus PA peneliti yang telah memberikan motivasi, saran, ide-ide, arahan, bimbingan dan kritik kepada peneliti, serta meluangkan waktu untuk penulisan skripsi ini.

(16)

16 Daftar Pustaka

Alwi, Hasan, dkk. 2010. Tata Bahasa Baku Bahasa Indoneia. Jakarta: BalaiPustaka.

Chaer, Abdul. 2007. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

.2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Gusti, Fitri Irda. 2013. ”Kalimat Imperatif Bahasa Minangkabau Di Lubuak Malako Solok Selatan”. Skripsi. Padang: Universitas Bung Hatta.

Muslich, Masnur. 2010. Garis-Garis Besar

Tatabahasa Baku Bahasa

Indonesia. Bandung: PT Rafika Aditama.

Nenti, Syafri. 2005. ”Kalimat Perintah dalam Bahasa Minangkabau Dialek Pasaman”. Skripsi. Padang: Universitas Bung Hatta.

Sibarani, Robert. 1997.Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan: USU Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

(17)

Referensi

Dokumen terkait