• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain suatu organisasi dikatakan efektif bila tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli. Menurut Handayaningrat (1983) efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Hal serupa juga dinyatakan oleh Sigit (2003), bahwa efektivitas adalah ukuran sejauh mana tujuan organisasi dapat tercapai.

Pendapat ini sesuai dengan pendapat Mahsun (2006), yang mengatakan bahwa efektivitas adalah ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam usaha mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan tersebut mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan.

Sementara itu, menurut Richard M. Steers (1980), efektivitas merupakan suatu tingkatan kemampuan organisasi untuk dapat melaksanakan seluruh tugas-tugas pokoknya atau pencapaian sasarannya. Pernyataan Steers menegaskan bahwa efektivitas adalah tujuan akhir dari suatu organisasi. Organisasi-organisasi yang rasional, akan mengarahkan segala tindakannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan ditetapkan oleh organisasi. Bila suatu tujuan dan sasaran dapat

(2)

tercapai tepat pada waktunya, maka program tersebut dikatakan efektif. Namun sebaliknya, bila tujuan dan sasaran tidak dapat tercapai tepat pada waktunya, maka program tersebut dikatakan tidak efektif.

Bila dilihat dari aspek keberhasilan pencapaian tujuan, maka efektivitas memfokuskan pada tingkat pencapaian terhadap tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Hani Handoko (1993) mengatakan bahwa efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tingkat pelayanan dan derajat kepuasan masyarakat merupakan salah satu ukuran efektivitas. Ukuran ini tidak mempertimbangkan berapa biaya, tenaga dan waktu yang digunakan dalam memberikan pelayanan, tetapi lebih menitikberatkan pada tercapainya tujuan organisasi pelayanan publik.

Bila ditinjau dari aspek ketepatan waktu, maka efektivitas adalah tercapainya berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah dialokasikan untuk berbagai kegiatan (Siagian, 1992). Dari pendapat Siagian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa suatu kegiatan dikatakan efektif apabila penyelesaian kegiatan tersebut tepat pada waktu yang telah ditentukan. Dan suatu kegiatan dikatakan tidak efektif apabila penyelesaian atau penacapaian tujuan tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya.

Selanjutnya bila ditinjau dari aspek manfaat, maka Steers (Zainun, 1991) mendefenisikan efektivitas sebagai suatu usaha untuk mencapai suatu keuntungan manfaat dalam organisasi dengan segala cara. Ia menekankan bahwa semakin besar keuntungan yang diperoleh organisasi, maka organisasi itu semakin efektif.

(3)

Dengan demikian suatu kegiatan dikatakan efektif apabila kegiatan tersebut memberikan manfaat bagi organisasi dan masyarakat sesuai dengan kebutuhannya.

Bila ditinjau dari hasil yang dicapai, Sarwito (1987) mengatakan bahwa efektivitas sebagai sesuatu yang berhasil guna yaitu pelayanan baik atau mutu dan kegunaannya benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Secara rinci dapat dikatakan bahwa aktivitas seseorang atau organisasi dikatakan efektif apabila aktivitas atau perbuatan tersebut menimbulkan akibat sebagaimana yang dikehendaki atau direncanakan.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dipaparkan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa terdapat empat unsur dalam efektivitas, yaitu :

1. Pencapaian tujuan, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan atau sasaran sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Ketepatan waktu, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila penyelesaian atau pencapaian tujuan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

3. Manfaat, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila kegiatan tersebut memberikan manfaat bagi organisasi dan masyarakat sesuai dengan kebutuhannya.

4. Hasil, yaitu adanya hasil dari program yang telah terlaksana sesuai dengan harapan masyarakat.

(4)

2.1.2 Pendekatan Terhadap Efektivitas

Pendekatan efektivitas dilakukan dengan acuan berbagai bagian yang berbeda dari lembaga, dimana lembaga mendapatkan input atau masukan berupa berbagai macam sumber dari lingkungannya. Kegiatan dan proses internal yang terjadi dalam lembaga mengubah input menjadi output atau program yang kemudian dilemparkan kembali pada lingkungannya. Adapun pendekatan terhadap efektivitas adalah (Putra, 2001) :

1. Pendekatan Sasaran (Goal Approach)

Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran yang hendak dicapai.

2. Pendekatan Sumber (System Resource Approach)

Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan system agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dalam lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan seringkai bersifat langka dan bernilai tinggi.

(5)

3. Pendekatan Proses (Internal Process Approach)

Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancer dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.

4. Pendekatan Integratif (Integrative Approach)

Pendekatan ini merupakan gabungan dari ketiga pendekatan diatas yang muncul sebagai akibat adanya kelemahan dan kelebihan masing-masing pendekatan.

2.2 Pemberdayaan Masyarakat

2.2.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan dan meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang lebih besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai (Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, 2012).

(6)

Margono Slamet (2000) mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa hingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya tanpa adanya kesan bahwa perkembangan itu adalah hasil kekuatan eksternal, masyarakat harus dijadikan subjek bukan objek.

Menurut Suharto (2006), pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka mempunyai kekuatan atau kemampuan dalam: (a) memiliki akses terhadap sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (b) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

Tujuan utama pemberdayaan itu sendiri adalah memperkuat kekuasaan masyarakat miskin dan kelompok lemah lainnya. Mereka adalah kelompok yang pada umumnya kurang memiliki keberdayaan. Oleh karena itu, untuk melengkapi pemahaman mengenai pemberdayaan perlu diketahui konsep mengenai kelompok lemah dan ketidakberdayaan yang dialaminya. Beberapa kelompok yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya meliputi:

1. Kelompok lemah secara struktural, baik lemah secara kelas, gender, maupun etnis.

2. Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja, penyandang cacat, gay dan lesbian, masyarakat terasing.

3. Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami masalah pribadi atau keluarga.

(7)

4. Kelompok-kelompok tertentu yang mengalami diskriminasi dalam suatu masyarakat, seperti masyarakat kelas sosial ekonomi rendah, kelompok minoritas etnis, wanita, populasi lanjut usia, serta para penyandang cacat, adalah orang-orang yang mengalami ketidakberdayaan.

Di dalam melakukan pemberdayaan, keterlibatan pihak yang diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan masyarakat memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan (empowering) pihak yang diberdayakan dengan pengalaman merancang, melaksanakan, dan memepertanggungjawabkan upaya peningkatan diri ekonomi (Kartasamita, 1996).

Kartasasmita juga menyebutkan bahwa terdapat tiga sisi dalam upaya memberdayakan masyarakat, yaitu:

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya.

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang penting dilakukan adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.

(8)

3. Melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.

2.2.2 Pendekatan dalam Pemberdayaan Masyarakat

Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, menurut Kartasamita (1996) pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut:

1. Upaya harus terarah. Ini yang secara populer disebut pemihakan. Upaya ini ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya.

2. Program harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendakdan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu, sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya.

3. Menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang

(9)

dihadapinya. Juga lingkup bantuan menjadi terlalu luas jika penanganannya dilakukan secara individu. Oleh karena itu pendekatan kelompok ini adalah paling efektif dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien.

2.2.3 Strategi Pemberdayaan

Dalam kaitannya dengan masyarakat miskin, Suharto (2006) mengatakan terdapat lima strategi pemberdayaan yang disingkat menjadi 5P, yaitu:

1. Pemungkinan, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat miskin berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat miskin dari sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat.

2. Penguatan, memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat miskin dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat miskin yang menunjang kemandirian mereka.

3. Perlindungan, melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. 4. Penyokongan, memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat

(10)

Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat miskin agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.

5. Pemeliharaan, memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.

2.3 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat di perdesaan. Dalam pelaksanaannya, program ini memprioritaskan kegiatan bidang infrastruktur desa, pengelolaan dana bergulir bagi kelompok perempuan, kegiatan pendidikan, dan kesehatan bagi masyarakat di wilayah perdesaan. Program ini dikembangkan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak 1998 yang selama ini dinilai berhasil (Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, 2012).

(11)

Program pendukung PNPM Mandiri Perdesaan terdiri dari: 1. PNPM Generasi

2. PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan 3. PNPM Mandiri RESPEK (Papua) 4. PNPM Mandiri BKPG (Aceh) 5. PNPM Integrasi/P2SPP

6. PNPM Mandiri Respek Pertanian 7. PNPM Mandiri Pasca Bencana 8. PNPM Mandiri Pasca Krisis

2.3.1 Visi dan Misi PNPM Mandiri Perdesaan

Visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin pedesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan.

Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah:

1. Peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaan 2. Pelembagaan system pembangunan partisipatif 3. Pengefektifan fungsi dan peran pemerintah local

4. Peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat.

2.3.2 Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan

Di dalam Pedoman Umum PNPM Mandiri (2012) dijelaskan bahwa PNPM Mandiri memiliki dua tujuan yang ingin dicapai, yaitu tujuan umum dan

(12)

tujuan khusus. Berdasarkan pedoman tersebut, dapat ditarik bahwa tujuan umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di Perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Sedangkan tujuan khususnya meliputi:

1. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan.

2. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumberdaya lokal.

3. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif.

4. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat.

5. Melembagakan pengelolaan dana bergulir.

6. Mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa.

7. Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan pedesaan.

2.3.3 Prinsip Dasar PNPM Mandiri Perdesaan

Sesuai dengan Pedoman Umum PNPM Mandiri (2012), PNPM Mandiri mempunyai prinsip yang selalu menjadi landasan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan PNPM Mandiri. Prinsip PNPM Mandiri Perdesaan terdiri dari Prinsip-Prinsip PPK ditambah dengan beberapa prinsip lain yang merupakan

(13)

penekanan terhadap prinsip-prinsip yang telah ada dan dilakukan sebelumnya dalam PPK atau PNPM PPK. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:

1. Bertumpu pada Pembangunan Manusia. Setiap kegiatan diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya.

2. Otonomi. Masyarakat diberi kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi dalam menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola.

3. Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat, sesuai dengan kapasitasnya.

4. Berorientasi pada Masyarakat Miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan, harus mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung.

5. Partisipasi/Pelibatan Masyarakat. Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong-royong menjalankan pembangunan.

6. Kesetaraan dan Keadilan Gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan tersebut.

7. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin.

8. Transparansi dan Akuntabel. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan,

(14)

sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggung-gugatkan, baik secara moral, teknis, legasl maupun administratif.

9. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan, kegiatan mendesak dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya masyarakat, dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang terbatas.

10. Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan didorong untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar-pemangku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan.

11. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa depan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

2.3.4 Komponen PNPM Mandiri Perdesaan

Di dalam Pedoman Umum PNPM Mandiri (2012) disebutkan bahwa dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan terdapat komponen-komponen kegiatan yang merupakan unsur utama yang harus ada di dalam setiap program PNPM Mandiri Perdesaan. Komponen-komponen tersebut adalah :

1. Pengembangan Masyarakat. Serangkaian kegiatan untuk membangun kesadaran kritis masyarakat yang terdiri dari pemetaan potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat, perencanaan partisipatif, pengorganisasian, pemanfaatan sumber daya, pemantauan dan pemeliharaan hasil-hasil.

(15)

2. Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Berbentuk dana stimulan keswadayaan yang diberikan kepada kelompok masyarakat untuk membiayai sebagian kegiatan yang telah direncanakan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, terutama masyarakat miskin. 3. Peningkatan Kapasitas Pemerintah dan Pelaku Lokal Serangkaian kegiatan

untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pelaku lokal atau pemangku kepentingan lainnya agar mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan sinergi positif bagi masyarakat terutama kelompok miskin dalam menjalani kehidupannya secara layak. Kegiatan terkait dalam komponen ini antara lain seminar, pelatihan, lokakarya, kunjungan lapangan yang dilakukan secara selektif, dan sebagainya.

4. Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program. Komponen bantuan pengelolaan dan pengembangan program meliputi kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemerintah dan berbagai kelompok peduli lainnya dalam pengelolaan kegiatan seperti penyediaan konsultan manajemen, pengendalian mutu, evaluasi, dan pengembangan program.

2.3.5 Ruang Lingkup Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan

Ruang lingkup kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan dalam Pedoman Umum PNPM Mandiri (2012), pada dasarnya terbuka bagi semua kegiatan penanggulangan kemiskinan yang diusulkan dan disepakati masyarakat meliputi:

1. Penyediaan dan perbaikan prasarana/sarana lingkungan permukiman, sosial, dan ekonomi secara padat karya;

2. Penyediaan sumber daya keuangan melalui dana bergulir dan kredit mikro untuk mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat miskin. Perhatian

(16)

yang lebih besar perlu diberikan bagi kaum perempuan dalam memanfaatkan dana bergulir ini;

3. Kegiatan terkait peningkatan kualitas sumberdaya manusia, terutama yang bertujuan mempercepat pencapaian target MDGs;

4. Peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintahan lokal melalui penyadaran kritis, pelatihan ketrampilan usaha, manajemen organisasi dan keuangan, serta penerapan tata kepemerintahan yang baik.

2.4 Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) 2.4.1 Tujuan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan

Di dalam Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perdesaan (2011) dijelaskan bahwa kegiatan SPP memiliki dua tujuan yang ingin dicapai, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun kedua tujuan tersebut adalah:

1. Tujuan Umum

Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan rumah tangga miskin dan penciptaan lapangan kerja.

2. Tujuan Khusus

a. Mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha.

b. Memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi rumah tangga melalui pendanaan modal usaha.

(17)

2.4.2 Prinsip Simpan Pinjam Kelompok Perempuan

Prinsip Simpan Pinjam kelompok Perempuan merupakan acuan dalam setiap pola tindakan dan kebijakan bagi pelaksanaan kegiatan SPP. Adapun yang menjadi prinsip SPP adalah (Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perdesaan, 2011) :

1. Kemudahan, artinya masyarakat miskin dengan mudah dan cepat mendapatkan pelayanan pendanaan kebutuhan tanpa syarat agunan.

2. Terlembagakan, artinya dana kegiatan SPP disalurkan melalui kelompok yang sudah mempunyai tata cara dan prosedur yang baku dalam pengelolaan simpan dan pengelolaan pinjam.

3. Keberdayaan, artinya proses pengelolaan didasari oleh keputusan yang professional oleh kaum perempuan dengan mempertimbangkan pelestarian dan pengembangan dana bergulir guna meningkatkan kesejahteraan.

4. Pengembangan, artinya setiap keputusan pendanaan harus berorientasi pada peningkatan pendapatan sehingga meningkatkan pertumbuhan aktivitas ekonomi masyarakat pedesaan.

5. Akuntabilitas, artinya dalam melakukan pengelolaan dana bergulir harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.

2.4.3 Pendanaan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan

Di dalam pelaksanaan kegiatan SPP, terdapat dua sumber pendanaan yang diterima oleh SPP. Pendanaan tersebut antara lain (Standar Operasional Prosedur Perguliran Simpan Pinjam Kelompok Perempuan PNPM Mandiri, 2012) :

1. Bantuan Langsung Mandiri (BLM). SPP memperoleh alokasi dana maksimal 25% dari total dana BLM Kecamatan.

(18)

2. Dana bergulir. Merupakan dana yang berasal dari dana BLM PNPM Mandiri Perdesaan yang telah dikembalikan ke UPK sebagai pengelola dan digulirkan kembali ke masyarakat. Dana perguliran SPP hanya dapat digunakan untuk pendanaan kegiatan SPP.

2.4.4 Syarat Kelompok Penerima Manfaat

Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh kelompok perempuan yang ingin menerima manfaat dana pinjaman dari SPP. Di dalam Standar Operasional Prosedur Perguliran Simpan Pinjam Kelompok Perempuan PNPM Mandiri (2012) dijelaskan bahwa syarat-syarat kelompok tersebut adalah:

1. Kelompok beranggotakan seluruhnya perempuan.

2. Kelompok sudah berumur 1 tahun dan memiliki pengalaman mengelola simpan pinjam minimal 1 tahun dan berpotensi untuk berkembang.

3. Kelompok telah memiliki kepengurusan yang jelas (Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Anggota)

4. Kelompok telah melaksanakan pertemuan rutin minimal sekali dalam satu bulan.

5. Kelompok telah memiliki aturan kelompok secara tertulis (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga)

6. Kelompok beranggotakan minimal 7 orang penerima manfaat dan maksimal 20 orang

7. Kelompok tidak memiliki anggota yang tumpang tindih dengan anggota kelompok lain.

(19)

8. Kelompok tidak beranggotakan hanya keluarga dekat seperti nenek, ibu, putri, menantu, dll.

2.4.5 Tahapan Pengajuan Proposal

Untuk mengajukan proposal pinjaman, kelompok perempuan harus melalui tahapan-tahapan yang telah diterapkan dalam mekanisme pelaksanaan SPP dengan ketentuan sebagai berikut (Standar Operasional Prosedur Perguliran Simpan Pinjam Kelompok Perempuan PNPM Mandiri, 2012) :

1. Kelompok calon penerima manfaat mengajukan proposal pinjaman ke UPK yang diketahui dan disetujui oleh Kepala Desa, dengan melampirkan: a. Surat permohonan kredit.

b. Daftar pengurus dan anggota kelompok

c. Rekapitulasi data peminjam dan besar pinjaman yang diajukan d. Rencana angsuran kelompok

e. Aturan-aturan kelompok atau AD/ART

f. Surat pernyataan kesediaan anggota kelompok tanggung renteng

g. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas lain yang masih berlaku.

h. Foto copy Rekening tabungan kelompok jika ada.

2. Setelah proposal tersedia sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan maka usulan kelompok diverifikasi oleh Tim Verifikasi sesuai tahapan verifikasi (Mengacu pada SOP Tim Verifikasi)

3. Setelah proses Verifikasi selesai maka BKAD menggelar MAD Perguliran yang dihadiri oleh unsur pemerintah desa, unsur lembaga desa, BKAD, BP-UPK, TV dan unsur kelompok pengusul.

(20)

4. Kelompok yang lolos verifikasi berhak mengikuti MAD untuk dibuat perangkingan dikaitkan dengan daftar tunggu kelompok

5. Kelompok yang tidak lolos verifikasi, mendapatkan pembinaan dan penguatan untuk kemudian mengambil kesempatan ikut MAD berikutnya 6. Dalam MAD itu, kelompok lama yang baik (tidak menunggak),

mendapatkan prioritas dibandingkan kelompok baru, dan juga dirangkingkan diantara mereka

7. BKAD mengajukan ke Camat untuk menerbitkan Surat Penetapan Camat 2.4.6 Peraturan Pinjaman

Pada dasarnya besar pinjaman kelompok disesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha yang dilakukan oleh kelompok atau anggota serta kemampuan untuk mengembalikan pinjaman. Akan tetapi agar tidak lari dari sifat dan prinsip pengelolaan perguliran dana SPP ditentukan aturan sebagai berikut (Standar Operasional Prosedur Perguliran Simpan Pinjam Kelompok Perempuan PNPM Mandiri, 2012) :

1. Besar pinjaman kelompok baru ditetapkan maksimal Rp. 30.000.000,- 2. Besar pinjaman kedua dapat dilakukan sesudah pinjaman pertama telah

lunas, besar pinjaman kedua disesuaikan dengan kebutuhan kelompok. 3. Besaran pinjaman anggota juga sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan

anggota untuk melunasi pinjaman, akan tetapi agar tidak lari dari sifat dan prinsip pengelolaan perguliran dana maka ditetapkan pinjaman anggota kelompok maksimal Rp 10.000.000,-

4. Jangka waktu pinjaman maksimal 12 bulan

(21)

Angsuran pinjaman disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok penerima manfaat dengan salah satu pola berikut :

1. Angsuran Pokok dan Bunga setiap bulan

2. Angsuran Pokok per dua bulan dan Bunga per bulan 3. Angsuran Pokok per tiga bulan dan Bunga per bulan 4. Angsuran Pokok per empat bulan dan Bunga per bulan 5. Angsuran Pokok per enam bulan dan Bunga per bulan

Pengembalian atau penyetoran pinjaman (Pokok + Bunga) ke UPK dilakukan secara kolektif. Pengembalian pinjaman dibayarkan pemanfaat kepada pengurus kelompok (atau yang ditunjuk) untuk disetorkan kepada UPK melalui bendahara UPK. Jangka waktu pengembalian pinjaman adalah maksimal 12 bulan atau kurang sejak tanggal penerimaan dana.

2.4.7 Sanksi dan Denda

Di dalam Standar Operasional Prosedur Perguliran Simpan Pinjam Kelompok Perempuan PNPM Mandiri (2012) dijelaskan beberapa sanksi dan denda bagi kelompok maupun anggota kelompok yang tidak mematuhi peraturan yang telah diatur di dalam SPP. Adapun sanksi dan denda tersebut adalah:

1. Bagi kelompok anggota yang pengembaliannya kurang dari 100 % maka kelompok atau anggota tersebut tidak berhak untuk mendapatkan perguliran berikutnya.

2. Apabila terjadi keterlambatan dalam pengembalian pinjaman sebagaimana pasal 12 diatas, maka akan dikenakan denda sebesarnya 0,5 % perbulan dari pokok pinjaman.

(22)

3. Bagi kelompok atau anggota yang menungak lebih dari 6 kali angsuran maka kelompok atau anggota tersebut harus memberikan jaminan fisik yang nilainya sesuai dengan nilai tunggakan pinjaman, yang disertai dengan surat pernyataan penyerahan jaminan.

2.5 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah atau defenisi yang dipergunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995). Konsep menegaskan dan menetapkan apa yang akan diopservasi, dan juga memungkinkan peneliti untuk mengomunikasikan hasil-hasil penelitian (Suyanto, 2008). Agar memperoleh pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti, maka penulis mengemukakan defenisi konsep sebagai berikut :

1. Efektivitas adalah keberhasilan suatu program untuk dapat melaksanakan seluruh kegiatan atau aktivitasnya dalam rangka mencapai sasaran atau tujuan awal yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/ meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya.

3. PNPM Mandiri Perdesaan adalah kebijakan atau program yang dikeluarkan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan yang dikhususkan kepada masyarakat perdesaan dengan berbasis pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif.

(23)

4. Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) merupakan kegiatan pemberian modal usaha berupa simpan pinjam untuk kelompok perempuan dengan tujuan untuk mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha dan memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk meningkatkan ekonomi rumah tangganya melalui pendanaan modal usaha.

Referensi

Dokumen terkait

melakukan pengamatan dan pencatatan tentang karakteristik umum induk murai batu yang sudah siap berproduksi meliputi ciri-ciri fisik dari warna bulu, bentuk tubuh,

Seperti penelitian Andri yanto ( 2013) Pengaruh current ratio (CR), debt to equity ratio (DER) dan net profit margin (NPM) terhadap Return On Asset (ROA)

pada sisi lain terutama bagi sebagian masyarakat yang berusaha di sector primer, khususnya perkebunan ta- naman keras dan hasil laut serta usaha skala

10.Seorang anak laki-laki, 10 tahun, datang ke dokter dengan keluhan batuk tidak berdahak, disertai demam sejak 2 hari yang lalu.. Pasien mengeluh tenggorokan sakit sekali

Implementasi kebijakan kota layak anak di Kota Probolinggo sudah berjalan selama 10 bulan sejak disahkannya Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 36 Tahun 2013

Ketika seorang anak sekolah berada pada suatu keadaan lingkungan yang tidak mendukung dan atau menyenangkan dan memiliki konsep diri rendah maka sangat rentan

(open government), terutama melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (2015-2019), yang menggarisbawahi inovasi publik sebagai alat untuk memperbaiki kualitas layanan publik,