• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUPAN KALSIUM, VITAMIN B 6, KEBIASAAN MAKAN KARBOHIDRAT KOMPLEKS, TINGKAT STRES HUBUNGANNYA DENGAN SINDROM PRAMENSTRUASI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASUPAN KALSIUM, VITAMIN B 6, KEBIASAAN MAKAN KARBOHIDRAT KOMPLEKS, TINGKAT STRES HUBUNGANNYA DENGAN SINDROM PRAMENSTRUASI."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ASUPAN KALSIUM, VITAMIN B6, KEBIASAAN MAKAN KARBOHIDRAT KOMPLEKS, TINGKAT STRES HUBUNGANNYA

DENGAN SINDROM PRAMENSTRUASI Rima Novelta

Pembimbing 1 : Erry Yudhya Mulyani, M.Sc Pembimbing 2 : Rachmanida Nuzrina, S.Gz., M.Gizi

Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul novelta21@gmail.com

Abstrak

Sindrom pramenstruasi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti rendahnya asupan vitamin dan mineral. Kebiasaan makan tidak sehat, kurang konsumsi karbohidrat, dan stres atau masalah emosional seperti depresi bisa meningkatkan risiko terjadinya sindrom pramenstruasi. Selain itu, perubahan hormon selama siklus menstruasi tampaknya menjadi penyebab penting dari sindrom pramenstruasi. Asupan kalsium dan vitamin B6 diukur dengan metode recall 24 jam, kebiasaan makan karbohidrat kompleks menggunakan food frequency, tingkat stres menggunakan kuesioner HARS, dan sindrom pramenstruasi menggunakan catatan harian sindrom pramenstruasi. Analisis bivariat dengan uji chi square. Hasil penelitian menyatakan ada hubungan yang signifikan antara asupan kalsium, vitamin B6, kebiasaan makan karbohidrat

kompleks, tingkat stres, dan sindrom pramenstruasi dengan nilai p < 0,05.

Abstract

Premenstrual syndrome can be caused by a variety of factors such as the low intake of vitamins and minerals. Unhealthy eating habits, less consumption of carbohydrates, and stress or emotional problems such as depression can increase the risk of premenstrual syndrome. In addition, hormonal changes during the menstrual cycle seems to be an important cause of premenstrual syndrome. The intake of calcium and vitamin B6 is measured by 24-hour recall method, the eating

habits of complex carbohydrates using food frequency questionnaires, stress levels using the HARS questionnaire, and premenstrual syndrome using daily diary of premenstrual syndrome. Analysis bivariate with chi square test. The results showed that there is a significant relationship between the intake of calcium, vitamin B6, complex carbohydrates, eating habits, stress levels, and

(2)

Pendahuluan

PMS atau sindrom pramenstruasi adalah suatu kondisi yang memanifestasikan sebagai gejala emosional, fisik dan perilaku dan mempengaruhi perempuan (Mandal, 2012). Kondisi ini berlangsung selama 5 sampai 10 hari sebelum menstruasi. Barclift (2010), terdapat beberapa gejala sindrom pramenstruasi yang biasa dialami perempuan diantaranya timbulnya jerawat, payudara membengkak dan terasa sakit jika ditekan, kelelahan, mengalami kesu-litan tidur, nyeri perut, kembung, konstipasi atau diare, sakit kepala atau pusing, perubahan nafsu makan, nyeri sendi, sulit berkonsentrasi, gangguan mood dan perasaannya menjadi lebih sensitif, dan gelisah.

Barclift (2010) menjelaskan bahwa perubahan hormon selama siklus menstruasi tampaknya menjadi penyebab penting dari sindrom pramenstruasi. Sindrom pramens-truasi dapat pula disebabkan oleh rendahnya asupan vitamin dan mineral. Selain itu, kebiasaan makan yang tidak sehat juga akan meningkatkan risiko terjadinya sindrom pramenstruasi. Nurmiaty,

dkk (2011), menjelaskan bahwa terdapat 24,6% remaja yang meng-alami sindrom pramenstruasi yang memiliki perilaku makan yang tidak sehat. Asupan tinggi lemak, tinggi karbohidrat, tinggi natrium, dan rendah kalsium akan meningkatkan risiko terjadinya PMS. Faktor penyebab berikutnya seperti keadaan stres.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara asupan kalsium, vitamin B6,

kebiasaan makan karbohidrat kom-pleks, tingkat stres dan sindrom pramenstruasi pada siswi SMP Negeri 191 Jakarta

Metode

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 191 Jakarta pada bulan Februari tahun 2016. Penelitian ini merupakan studi analitik yang dilakukan dengan desain penelitian secara Cross Sectional.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa perempuan kelas VIII yang telah mengalami menstru-asi di SMP Negeri 191 Jakarta yang berjumlah 262 orang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 82 orang. Pengambilan sampel menggunakan cara systematic random sampling.

(3)

Variabel terikat pada penelitian ini adalah sindrom pramenstruasi. Variabel bebas pada penelitian ini adalah asupan kalsium, asupan vitamin B6, kebiasaan makan

karbo-hidrat kompleks, dan tingkat stres. Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari Sindrom pramenstruasi diperoleh dengan cara wawancara kepada responden menggunakan kuesioner sindrom pramenstruasi, asupan kalsium dan asupan vitamin B6 diperoleh dengan metode recall 24

jam melalui wawancara dan dicatat pada kuesioner recall, kebiasaan makan karbohidrat kompleks di-peroleh melalui wawancara meng-gunakan kuesioner Food Frequency, tingkat stres diperoleh dengan menggunakan kuesioner kriteria HARS. Data menggunakan skala ordinal dan menggunakan analisis bivariat chi square.

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis pada tabel 1 menunjukkan bahwa dari 90 responden siswi SMP Negeri 191 Jakarta terdapat 79,1% (72 responden) berusia 14 tahun.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia

Usia n %

13 Tahun 15 16,5 14 Tahun 72 79,1 15 Tahun 3 3,3

Total 90 100 Hasil analisis pada tabel 2 menunjukkan sindrom pramenstruasi pada siswi SMP Negeri 191 Jakarta dari 90 responden terdapat 45,6% (41 responden) mengalami sindrom pra-menstruasi kategori ringan.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Sindrom Pramenstruasi Sindrom Pramenstruasi n % PMS Ringan 41 45,6 PMS Sedang 49 54,4 Total 90 100 Hasil analisis pada tabel 3 menunjukkan bahwa responden dengan kategori asupan kalsium baik sebanyak 41,1% atau 37 orang dari total responden sebanyak 90 orang. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Asupan

Kalsium

Kalsium n %

Baik 37 41,1 Kurang 53 58,9 Total 90 100

Hasil analisis pada tabel 4 ditemukan sebanyak 42 orang respon-den respon-dengan asupan vitamin B6

tergolong kategori baik atau sebesar 46,7%.

(4)

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Asupan Vitamin B6 Vitamin B6 n % Baik 42 46,7 Kurang 48 53,3 Total 90 100

Berdasarkan tabel 5 analisis data menunjukkan bahwa kebiasaan makan karbohidrat kompleks pada responden di SMP Negeri 191 Jakarta sebanyak 53,3% (48 responden) tergolong memiliki kebiasaan yang baik.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Karbohidrat Kompleks Kebiasaan Makan Karbohidrat Kompleks n % Baik 48 53,3 Kurang Baik 42 46,7 Total 90 100 Pada tabel 6, hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat stres pada responden di SMP Negeri 191 Jakarta terdapat 63 orang responden yang memiliki tingkat stres ringan (71,1%) dan responden lainnya sebanyak 26 orang (28,9%) memiliki tingkat stres sedang.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Tingkat Stres

Tingkat Stres n % Stres Ringan 64 71,1 Stres Sedang 26 28,9 Total 90 100

Hasil uji korelasi chi square

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan kalsium dengan sindrom pramenstruasi responden dimana nilai p = 0,008, p < α 0,05. Hal itu menun-jukkan bahwa responden yang memiliki asupan kalsium rendah dapat mengalami gejala sindrom pramenstruasi yang lebih berat.

Tabel 7. Hubungan Asupan Kalsium dan Sindrom Pramenstruasi Asupan Kalsium Sindrom Pramenstruasi Total PMS Sedang PMS Ringan n n n Kurang 35 18 53 Baik 14 23 37 Total 49 41 90 Kalsium diketahui memiliki fungsi memperbaiki kerusakan pola hormonal yang terjadi selama siklus menstruasi, memperbaiki kadar neu-rotransmitter, serta ketegangan otot polos. Pada penelitian yang dilakukan oleh Christiany, dkk (2009) menunjukkan adanya hubungan signifikan (p= 0,021) antara asupan kalsium dengan sindrom pramens-truasi.

Bendich (2000) menyatakan bahwa dari berbagai macam suplemen khusus yang dapat mengurangi

(5)

gejala-gejala pramenstruasi, manfaat yang paling menonjol hanya terlihat dari kalsium. Dari sebuah studi diketahui bahwa wanita yang rutin menambah suplemen kalsium (1000 mg/hari) atau magnesium (250 mg/ hari) pada pola makannya, lebih kecil beresiko mengalami PMS (London, 1991).

Tabel 8. Hubungan Asupan Vitamin B6 dan Sindrom

Pramens-truasi Asupan Vitamin B6 Sindrom Pramenstruasi Total PMS Sedang PMS Ringan n n n Kurang 31 17 48 Baik 18 24 42 Total 49 41 90 Hasil uji korelasi chi square

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan vitamin B6 dengan sindrom

pramenstruasi responden dimana nilai p = 0,039, p < α 0,05. Hal itu menunjukkan bahwa responden yang mengalami gangguan sindrom pra-menstruasi dapat dipengaruhi dari asupan vitamin B6 yang kurang.

Vitamin B6 diperlukan dalam

penanganan sindrom pramenstruasi. Vitamin B6 bekerja sama dengan

vitamin B lain seperti niasin, asam

folat, dan sianokobalamin dalam menangani gejala menstruasi (MK Berman, 1990 dan J Kliejen J, et al, 1990 dalam Arisman, 2009). Wyatt,

et al (1999) dalam sebuah jurnal tentang menjelaskan bahwa vitamin B6 efektif digunakan sebagai vitamin

oral dalam terapi untuk menurunkan gejala emosional atau depresi pada sindrom pramenstruasi dengan dosis sekitar 2 mg perhari.

Vitamin B6 diyakini lebih efektif daripada magnesium dalam mengatasi gejala yang berhubungan dengan depresi. Namun, gejala retensi air dan kecemasan lebih dikontrol oleh magnesium (Ebrahimi, et al

2012).

Vitamin B6 juga berperan

sebagai koenzim dan metabolisme protein termasuk di dalamnya adalah asam amino triptofan yang berkaitan dengan serotonin, karena serotonin disintesis dari asam amino triptofan

dengan bantuan vitamin B6

(Han-kinson, 2005). Hormon serotonin dapat dicukupi dengan vitamin B6,

sehingga bila kandungan vitamin B6

tubuh tercukupi maka akan dapat mengontrol produksi hormon ini, sehingga otak merasa lebih rileks dan

(6)

tenang menjelang menstruasi (Jacobs, 2000).

Masoumi, et al (2016), menemukan bahwa pemberian kalsium dan vitamin B6 dapat

mengontrol gejala sindrom pramenstruasi, sehingga sangat dianjurkan bagi wanita yang mengalami sindrom pramenstruasi. Doll, et al (2006) dalam penelitian-nya menemukan bahwa pyridoxine

dapat mengatasi gejala emosional seperti merasa kelelahan, depresi iritabilitas, dan gelisah.

Tabel 9. Hubungan Kebiasaan Makan Karbohidrat Kompleks dan Sindrom Pramenstruasi Kebiasaan Makan Karbohidrat Kompleks Sindrom Pramenstruasi Total PMS Sedang PMS Ringan n n n Kurang Baik 28 14 42 Baik 21 27 48 Total 49 41 90 Hasil uji korelasi chi square

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan karbohidrat kompleks dengan sindrom pramenstruasi responden dimana nilai p = 0,029, α < 0,05. Hal itu menun-jukkan bahwa kebiasaan makan karbohidrat kompleks dapat

mem-pengaruhi timbulnya gelaja-gejala sindrom pramenstruasi.

Karbohidrat berkaitan dengan PMS terutama dalam mengatasi masalah perubahan mood, hal ini karena karbohidrat secara konsisten mempertahankan kadar serotonin (suatu zat kimia otak) sehingga dengan memakan makanan yang mengandung karbohidrat terutama karbohidrat kompleks akan lebih dapat mengendalikan perubahan

mood (Christensen, 1993).

Studi yang dilakukan oleh Wurtman et al (1994), menyatakan bahwa konsumsi makanan tinggi kabohidrat selama fase luteal dapat meningkatkan keluhan emosi pada penderita sindrom pramenstruasi sehingga disarankan untuk meng-konsumsi karbohidrat dalam jumlah yang tidak berlebihan.

Tabel 10. Tabel Silang Hubungan Tingkat Stres dan Sindrom Pramenstruasi Tingkat Stres Sindrom Pramenstruasi Total PMS Sedang PMS Ringan n n n Stres Sedang 19 7 26 Stres Ringan 30 34 64 Total 49 41 90

(7)

Hasil uji korelasi chi square

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dan sindrom pra-menstruasi dimana nilai p = 0,024, p < α 0,05. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa keadaan stres dapat menyebabkan timbulnya gejala-gejala sindrom pramenstruasi.

Khomsan (2006) menyatakan bahwa pengaruh ketidakseimbangan hormon pada wanita yang mengalami sindrom pramenstruasi dapat menim-bulkan gejala ansietas dan depresi. Remaja yang cenderung mengalami stres dalam kehidupan sehari-hari juga berhubungan dengan frekuensi gejala premenstruasi. Stres menye-babkan penyimpangan pada penge-luaran beta-endorphin yang dapat menyebabkan beberapa gejala PMS (Nurmiaty, 2011). Endorphin ber-fungsi mengatur berbagai ber-fungsi fisiologi seperti transmisi nyeri, emosi, kontrol nafsu makan dan sekresi hormon. Perubahan kadar

endorphin memberikan efek penting pada mood dan perilaku (Mayo, 1999).

Kesimpulan

Ada hubungan yang signifikan antara asupan kalsium, vitamin B6,

kebiasaan makan karbohidrat kompleks, tingkat stres, dan sindrom pramenstruasi dengan nilai p<0,05. Kemudian Siswi di SMP Negeri 191 Jakarta disarankan agar senantiasa makan makanan bergizi, sehat, seimbang, serta mengkonsumsi ma-kanan sumber karbohidrat kompleks makanan sumber kalsium dan ma-kanan sumber vitamin B6 setiap hari

atau setidaknya pada hari-hari menjelang menstruasi.

Daftar Pustaka

Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan.Jakarta : EGC.

Barclift, Songhai. 2010. Premens-trual Syndrom. Department of Health and Human Services United States. 20(9) ; 117-122. Bendich, A. 2000. The Potential for

Dietary Supplements to reduce Premenstrual Syndrome (PMS) Symptoms. J Am Coll Nutr. 19(1):3-12.

Christensen, L. (1993). Effects of Eating Behaviour on Mood: A Review of the Literature International Journal of Eating Disorders USA. 14(5) : 171-183. Christiany, Irene., Hakim, Moham-mad., Sudargo, Toto. (2009).

(8)

Status Gizi, Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium dan Magnesium) Hubungannya dengan Syndrom Premenstruasi pada Remaja Putri SMU Sejahtera di Surabaya.

Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 6(1) ; 29-34.

Doll, Hellen, et al. 2006. Pyridoxine (vitamin B6) and the

pre-menstrual syndrome : a rando-mized crossover trial. Journal of the Royal College of General Practitioners.

Ebrahimi, Elham, et al. (2012). Effects of Magnesium and Vitamin B6 on the Severity of Premenstrual Syndrome Symptoms. Journal of Caring Sciences. 1(4), 183-189.

Hankinson ES, et.al. (2005). Calcium and Vitamin D Intake Risk of Incident Premenstrual Syndrome. Arch Intern Med. 165(11):12-52. Jacobs, M. D, Susan Thys. 2000.

Micronutrients and the Premenstrual Syndrome: The Case for Calcium. Journal Of The American College Of Nutrition. 19(9) : 220–227.

Khomsan, A. 2006. Solusi Makanan Sehat. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

London RS., Bradley, Chiamori. (1983). The effect of alpha-tocopherol on premenstrual symptomatology: a doubleblind study. Journal American College Nutrition. 4(14), 193-209. Mandal, Ananya. 2012. Sindrom

Pramenstruasi (PMS) dan Pre-menstrual Dysphoric Disorder (PMDD). News Medical 10(6) ; 111-115.

Masoumi, Seyedeh Zahra, et al. 2016. Effect of Combined Use of Calcium and Vitamin B6 on Premenstrual Syndrome Symp-toms : a Randomized Clinical Trial. Journal of Caring Scien-ces. 5(1) : 67-73.

Mayo, JL. (1999). Premenstrual Syndrome: A Natural Approach to Management. Applied Nutritional Science Report. 11(4), 283-300.

Nurmiaty, dkk. 2011. Perilaku Makan dengan Kejadian Sindrom Premenstruasi pada Remaja. Yogyakarta : Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 27, No. 2, Juni 2011

Wurtman JJ, Brzezinski A, Wurtman RJ, Laferrere B. 1994. Effect of Nutrient Intake on Premenstrual

(9)

Depression. British Journal Obstetrics Gynecology. 33(11) ; 201-227.

Gambar

Tabel  4.  Distribusi  Frekuensi  Asupan  Vitamin B 6  Vitamin B 6 n  %  Baik  42  46,7  Kurang  48  53,3  Total  90  100

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan pertumbuhan dan perkembangan secara kualitatif penambahan 100 ppm glutamin pada eksplan tunas aksilar tebu (Saccharum officinarum) varietas THA

Fungsi preposisi pada kategori frase prepositional terdiri dari fungsi sebagai konstituent kalimat, sebagai postmodifier klausa kata benda dan klausa kata sifat,

Perlakuan lainnya yaitu Phrogonal 666, Phronical 626, Phronical 646, dan Phronical 446, nyata lebih baik dibandingkan dengan kontrol tetapi tidak berbeda

Wawancara merupakan pertemuan dua pihak atau lebih untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat diaplikasikan maknanya dalam suatu topik tertentu.

Sedang untuk siswa yang tidak aktif akan mendapatkan teguran-te- guran baik lewat pembina pramuka atau- pun oleh Waka Kesiswaan diteruskan ke- pada Wali Kelas

Hasil penelitian yang diperoleh, konsep diri digambarkan dari: (1) identitas diri yang meliputi status kesehatan dan peran dalam rumah tangga; (2) citra tubuh yang

Sedangkan yang menjadi peluang yaitu, besarnya potensi dana yang dapat diperoleh dari sektor zakat hal ini karena mayoritas penduduk kota Banda Aceh beragama

Apa yang dipahami Barat tersebut bisa dipahami karena sistem ekonomi negara-negara blok Barat saat itu yang menganut leissez-faire, dimana negara hanya sebagai