• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGERTIAN DAN CONTOH PENERAPAN ASPEK LEGAL ETIK DALAM KEPERAWATAN ANESTESI. Disusun untuk Memenuhi Tugas Etika dan Aspek Legal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGERTIAN DAN CONTOH PENERAPAN ASPEK LEGAL ETIK DALAM KEPERAWATAN ANESTESI. Disusun untuk Memenuhi Tugas Etika dan Aspek Legal"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGERTIAN DAN CONTOH PENERAPAN ASPEK LEGAL ETIK DALAM KEPERAWATAN ANESTESI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Etika dan Aspek Legal

Disusun oleh:

Ardina Putri (P071202140)

Herlina Tri Astuti (P07120214013) Nissa Kurniasih (P071202140)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA

D-IV KEPERAWATAN 2016

(2)

BAB I

(PENDAHULUAN) A. Latar Belakang

Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan adanya pemberi pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang aman, efektif dan ramah terhadap mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka masyarakat akan menempuh jalur hukum untuk membelahak-haknya.

Kebijakan yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk mendapatkan persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan. Institusi telah membentuk berbagai komite etik untuk meninjau praktik profesional dan memberi pedoman bila hak-hak klien terancam. Perhatian lebih juga diberikan pada advokasi klien sehingga pemberi pelayanan kesehatan semakin bersungguh-sungguh untuk tetap memberikan informasi kepada klien dan keluarganya bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan.

Selain dari pada itu penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi. Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradgima sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan, maka perawat berada pada posisi kunci dalam reformasi kesehatan ini. Hal ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan, dan hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di rumah sakit maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat. Hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI tentang kegiatan perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005) dan 60% tenaga kesehatan adalah perawat

(3)

yang bekerja pada berbagai sarana/tatanan pelayanan kesehatan dengan pelayanan 24 jam sehari, 7 hari seminggu, merupakan kontak pertama dengan sistem klien.

B. Tujuan

1. TujuanUmum

Mahasiswa mampu memahami konsep legal etik keperawatan. 2. Tujuan Khusus

 Mahasiswa mampu mengetahu dan memahami difinisi etika

 Mahasiswa mampu mengetahu dan memahami Isi dari prinsip– prinsip legal dan etis

 Mahasiswa mampu mengetahu dan memahami Masalah Legal Dalam Keperawatan

 Mahasiswa mampu mengetahu dan memahami Landasan Aspek Legal Keperawatan

 Mahasiswa mampu mengetahu dan memahami Aplikasi Aspek Legal Dalam Keperawatan

 Mahasiswa mampu mengetahu dan memahami contoh kasus terkait dengan etik dan legal beserta penyelesaiannya.

(4)

BAB II (PEMBAHASAN)

PENERAPAN ASPEK LEGAL ETIK DALAM KEPERAWATAN ANESTESI

A. Konsep Legal Etik

Pengertian Etika keperawatan (nursing ethic) merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika

keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan.

Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat sebagai profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja membutuhkan kesabaran. Kemampuannya untuk ikut mengatasi masalah-masalah kesehatan tentu harus juga bisa diandalkan. International Council of Nurses (ICN) mengeluarkan kerangka kerja kompetensi bagi perawat yang mencakup tiga bidang, yaitu bidang Professional, Ethical and Legal Practice, bidang Care Provision and Management dan bidang Professional Development “Setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat utama, yaitu kompetensi yang diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual yang bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan yang penting kepada masyarakat”. (Budi Sampurna, Pakar Hukum Kesehatan UI 2006) Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal yang ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan, pemahaman tentang implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kristis perawat. Perawat perlu memahami hukum untuk melindungi

(5)

hak kliennya dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang profesional.

Pasal 60 huruf c UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan B. Isi dari prinsip – prinsip legal dan etik adalah :

1. Autonomi ( Otonomi )

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya. Berprilaku sesuai dengan perjanjian hukum, peraturan-peraturan dan moralitas, berhubungan dengan hukum legal.(Webster’s, 1998).

Contohnya seorang perawat anestesi membuat keputusan sendiri, prinsip moral ini sebagai dasar perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan cara menghargai pasien. Misalnya : seorang perawat anestesi apabila akan melakukan anestesi harus memberitahukan kepada pasien apa itu anestesi, cara kerja, lokasi anestesi, serta efek dari anestesi itu sendiri.

Pasal 23 PMK no. 31 tentang Pekerja Perawat Anestesi Pasal 38 huruf d UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan Pasal 69 UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

2. Beneficience (Berbuat baik)

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh

(6)

diri dan orang lain. Terkadang,dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.

Contoh : seorang perawat anestesi memberi jenis, dosis, dan lokasi anestesi dengan tepat serta memonitor keadaan umum pasien pasca anestesi

Pasal 58 ayat 1a UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 59 UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

Pasal 61 UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 66 UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

3. Justice ( Keadilan )

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai inidirefleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. d. Nonmal eficience ( Tidak Merugikan ) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.

Contoh : dalam keperawatan anestesi terkait tindakan pembedahan, sebelum operasi pasien harus mendapat penjelasan tentang persiapan pembedahan baik pasien di Ruang VIP maupun di ruang kelas 3, apabila perawat hanya memberikan kesempatan salah satunya maka perawat melanggar prinsip justice ini.

Pasal 2 UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan Pasal 2 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

Pasal 44 ayat 2 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

4. Veracity ( Kejujuran )

Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran. Nilai diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.

Contoh : pada saat serah terima pasien pasca bedah kepada perawat bangsal, perawat anestesi melaporkan secara tepat tentang kondisi

(7)

pasien tersebut dan tetap berada di dekat pasien sampai kondisi cukup aman untuk memindahkan tanggung jawab perawatan kepada perawat bangsal.

Pasal 16 ayat 1,2,3 PMK no. 31 tentang Pekerja Perawat Anestesi Pasal 37 huruf e UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan

5. Fidelity (Kesetiaan)

Memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan dan tanggung jawab, memenuhi janji-janji. Veatch dan Fry mendifinisikan sebagai tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung jawab dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi tanggung jawab menjaga janji, mempertahankan konfidensi dan memberikan perhatian/kepedulian. Peduli kepada pasien merupakan salah satu dari prinsip ketataatan. Peduli pada pasien merupakan komponen paling penting dari praktek keperawatan, terutama pada pasien dalam kondisi terminal (Fry, 1991). Rasa kepedulian perawat diwujudkan dalam memberi asuhan keperawatan dengan pendekatan individual, bersikap baik, memberikan kenyamanan dan menunjukan kemampuan profesional. Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawabterhadap kesepakatan yang telah diambil

Contoh : Perawat anestesi sebelum melakukan tindakan operasi H-1 wajib memberikan inform consent terkait rencana pembedahan, anestesi, dan resiko. Oleh karena itu, perawat anestesi berkewajiban untuk menepati dan berusaha yang terbaik terkait apa yang telah diinformasikan kepada pasien.

Pasal 44 ayat 2 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

6. Confidentiality ( Kerahasiaan )

Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Melindungi informasi yang bersifat pribadi, prinsip bahwwa perawat menghargai semua informsi tentang pasien dan perawat menyadari bahwa pasien mempunyai hak istimewa dan semua yang berhubungan

(8)

dengan informasi pasien tidak untuk disebarluaskan secara tidak tepat (Aiken, 2003).

Contoh : segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien dan oleh tenaga medis yang berwenang. Misalnya tentang catatan tindakan operasi.

Pasal 23 PMK no. 31 tentang Pekerja Perawat Anestesi Pasal 38 huruf e UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan Pasal 58 ayat 1C UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 73 UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

7. Accountability ( Akuntabilitas )

Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

Contoh :

Perawat anestesi dalam melakukan tugas keperawatannya apabila lalai dalam bertugas ( salah dalam pemberian dosis) maka dapat digugat sesuai hukum oleh pasien yang menerima obat, dokter yang memberi tugas delegasi dan masyarakat yang menuntut kemampuan profesional. Pasal 22 PMK no. 31 tentang Pekerja Perawat Anestesi

Pasal 36 UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan Pasal 57 UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

8. Informed Consent

“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.

Contoh : Pada kasus ini pasien akan dilakukan tindakan anestesi, pasien dapat mengambil keputusan untuk dilkukan tindakan tersebut atau t i d a k . P a s i e n j u g a m e n d a p a t k a n h a k

(9)

u n t u k m e n g e t a h u i r e s i k o d a n manfaat dari tindakan anestesi tersebut.

Pasal 23 PMK no. 31 tentang Pekerja Perawat Anestesi

Pasal 58 ayat 1B UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 68 UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

Sangsi :

Pasal 77 UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

Pasal 82 ayat 1 UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 84 UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

(10)

BAB III (PENUTUP) A. Kesimpulan

Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan.

Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal yang ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan, pemahaman tentang implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kristis perawat. Perawat perlu memahami hukum untuk melindungi hak kliennya dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang profesional.

B. Saran

1. Perlunya kehatian-hatian seseorang tentunya keperawatan dalam melakukan suatu tindakan agar tidak terjadi sesuatu yang dapat menyababkan kejadian yang fatal akibatnya.

2. Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif dan partisipatif semua pihak (Stake Holder) yang terkait dalam penyelenggaran Praktik Keperawatan berorientasi kepada pelayanan yang bermutu.

3. Perlu adanya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang diselenggarakan oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi dan bersikap mendidik sekaligus bersifat menghukum yang mudah dipahami dan dilaksanakan, karena penyelenggaraan praktik keperawatan menyangkut berbagai pihak sehingga yang terkait hendaknya bersifat proaktif dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut 4. Setelah mengatahui perkembangan UU yang mengatur tentang praktek

keper awatan, sebagai calon perawat atau mahasiswa keperawatan harus meningkatkan mutu belajar agar memiliki kemampuan berpikir rasional dalam menyalankan tugas sebagai perawat profesional.

(11)
(12)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan No.31/2013 tentang Pekerjaan Perawat Anestesi.

UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan

UU No. 39 tahun 2009 tentang Kesehatan

Hidayatullah, Ahmad. “Legal Etik In Nursing”. 15 November 2016. https://www.scribd.com/doc/108800106/Legal-Etik-In-Nursing

Ariani, Leadisti. “Perawat Anestesi”. 15 November 2016. https://www.scribd.com/doc/61515840/PERAWAT-ANESTESI

Referensi

Dokumen terkait