• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Jenis Luka Kronis - Nur Indah Indri Yani BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "B. Jenis Luka Kronis - Nur Indah Indri Yani BAB II"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Luka Kronis

Luka kronis adalah luka yang sudah lama terjadi atau menahun

dengan penyembuhan yang lebih lama akibat adanya gangguan selama proses

penyembuhan luka. Gangguan dapat berupa infeksi, dan dapat terjadi pada

fase inflamasi, poliferasi, atau maturasi. Biasanya luka akan sembuh setelah

perawatan yang tepat selama dua sampai 3 bulan (dengan memperhatikan

faktor penghambat penyembuhan). (Perry & Potter, 2006).

Luka kronis juga sering disebut kegagalan dalam penyembuhan luka.

Penyebab luka kronis biasanya akibat ulkus, luka gesekan, sekresi dan tekan.

Contoh luka kronis adalah luka diabetes militus ,luka kanker, dan luka tekan,

ulkus pada pembuluh darah vena, ulkus pada pembuluh arteri (iskemia), luka

abses dan luka infeksi. Luka kronis umumnya sembuh atau menutup dengan

tipe penyembuhan sekunder. Akan tetapi , tidak semua luka dengan tipe

penyembuhan sekunder disebut luka kronis, misalnya luka bakar dengan deep

full-thickness yang terjadi dua hari yang lalu disebut luka dengan tipe

penyembuhan sekunder (Arisanty,2013).

B. Jenis Luka Kronis

1. Luka Ulkus Diabetikum

Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit

(2)

David, 2015). Ulkus diabetik merupakan suatu komplikasi yang umum

bagi pasien dengan diabetes melitus. Penderita diabetes melitus mencapai

8 juta orang pada tahun 2000 di negara Indonesia, 50% pasti terkena

komplikasi ulkus diabetik (Guntur dkk, 2012).

Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit

sampai ke dalam dermis, yang biasanya terjadi di telapak kaki. Separo

lebih amputasi non trauma merupakan akibat dari komplikasi ulkus

diabetes, dan disertai dengan tingginya angka mortalitas, reamputasi dan

amputasi kaki kontralateral. Bahkan setelah hasil perawatan

penyembuhan luka bagus, angka kekambuhan diperkirakan sekitar 66%,

dan resiko amputasi meningkat sampai 12%. Beberapa etiologi yang

menyebabkan ulkus diabetes meliputi neuropati, penyakit arterial,

tekanan dan deformitas kaki. (Titi, 2016).

Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati,

trauma, deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit

vaskuler perifer.Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus diabetes yang

menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan arahan

perawatan yang adekuat. .(Hariani & David, 2015).

2. Luka Kanker

Luka kanker merupakan luka kronik yang berhubungan dengan

kanker stadium lanjut. Hoplamazian 2006 dalam Wijaya 2016,

menyebutkan definisi luka kanker sebagai kerusakan integritas kulit yang

(3)

pembuluh darah dan membunuh lymph yang terdapat di kulit (Dudut Tanjung, 2007).

Luka kanker merupakan infiltrasi sel tumor yang merusak lapisan

epidermis dan dermis yang disebabkan oleh deposisi dan atau proliferasi

sel ganas dengan bentuk menonjol atau tidak beraturan, biasanya

seringkali muncul berupa benjolan yang keras, bentuknya menyerupai

jamur, mudah terinfeksi, mudah berdarah, nyeri, mengeluarkan cairan

yang berbau tidak sedap dan sulit sembuh (Gitaraja, 2004 dalam Wijaya,

2016).

Luka kanker dikatakan sebagai luka kronis dilihat dari

karakteristiknya yaitu sulit sembuh, sangat menyakitkan, tidak sedap

dipandang, bau/malodor, dan sangat banyak memproduksi eksudat

(Dennis et all. 2010; dalam Astriana, 2013).

Dari definisi luka kanker yang dijabarkan maka dapat

disimpulkan bahwa luka kanker adalah luka kronis yang disebabkan

deposisi atau proliferasi sel ganas yang sulit sembuh, berbau, dan banyak

mengandung eksudat. Adapun beberapa luka kanker antara lain:

a. Luka Kanker Payudara

Luka kanker payudara termasuk jenis luka kronik yang sukar

sembuh. Menurut Potter & Perry, (2005) luka kronik adalah luka

yang gagal melewati proses perbaikan untuk mengembalikan

integritas fungsi dan anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang

(4)

Seperti luka kronik lainnya, luka kanker payudara juga

mengalami tahapan proses penyembuhan luka. Luka kanker ada pada

tahapan proliferasi yang memanjang, dimana terjadi penurunan

fibroblas, penurunan produksi kolagen, dan berkurangnya

angiogenesis kapiler. Oleh karena itu luka kanker terus ada pada

kondisi hipoksia panjang yang kemudian menjadi jaringan nekrotik.

Jaringan nekrotik merupakan fasilitator terhadap perkembangbiakan

bakteri aerob dan anaerob.( Astuti, 2013)

b. Luka Melanoma Maligna

Melanoma maligna (MM) merupakan keganasan kulit yang

berasal dari sel-sel melanosit; sel-sel tersebut masih mampu

membentuk melanin, sehingga pada umumnya MM berwarna coklat

atau kehitaman. Beberapa melanoma yang sel-selnya tidak dapat

membentuk melanin lagi tampak berwarna merah muda, tan, atau

bahkan putih. (Tansil & Isabella, 2015)

American Cancer Society 2014: menjelaskan bahwa MM bisa ditemukan di bagian mana saja di tubuh, paling sering di dada

dan punggung pada pria, di tungkai bawah pada wanita. Lokasi lain

yang sering adalah di wajah dan leher. MM juga dapat ditemukan di

mata, mulut, daerah genital, dan daerah anus, walaupun jarang.4

Kulit lebih gelap menurunkan risiko terkena MM; MM 20 kali lebih

(5)

Faktor risiko terpapar sinar matahari berlebihan dapat

dihindari, sedangkan genetik, usia, atau jenis kelamin merupakan

faktor risiko yang tidak dapat dihindari.

C. Warna dasar Luka

Luka dapat juga dibedakan berdasarkan warna dasar luka atau

penampilan klinis luka (clinical appearance). Klasifikasi ini juga dikenal

dengan sebutan RWB (red, yellow, black). Beberapa referensi menambahkan pink dan coklat pada klasifikasi tersebut.

1) Hitam (black). Menurut Arisanty 2013, warna dasar luka hitam artinya jaringan nekrosis (mati) dengan kecendrungan keras kering. Jaringan

tidak mendapatkan vaskulerisasi yang baik dari tubuh sehingga mati.

Luka dengan warna dasar hitam beresiko mengalami deep tissue injury

atau kerusakan kulit hingga tulang , dengan lapisan epidermis masih

terlihat utuh. Luka terlihat kering, namun sebetulnya itu bukan jaringan

sehat dan harus diangkat. Tujuan perawatan adalah untuk membersihkan

jaringan mati dengan debridement, baik dengan autolysis debridemen

maupun dengan pembedahan. (Ronald , 2015)

2) Kuning (yellow). Warna dasar luka kuning artinya jaringan nekrosis (mati) yang lunak berbentuk seperti nanah beku pada permukaan kulit

yang sering disebut dengan slough. Jaringan ini juga mengalami

kegagalan vaskulerisasi dalam tubuh dan memiliki eksudat yang banyak

hingga sangat banyak. Perlu dipahami bahwa jaringan nekrosis mana pun

(6)

sekali bagi klinisi luka untuk melakukan pengkajian yang tepat. Pada

beberapa kasus, kita akan menemukan bentuk slough yang keras yang

disebabkan oleh balutan yang tidak lembab. (Puspita, 2013).

3) Merah (red). Warna dasar luka merah artinya jaringan granulasi dengan vaskulerisasi yang baik dan memiliki kecendrungan mudah berdarah.

Warna dasar merah menjadi tujuan klinisi dalam perawatan luka hingga

hingga luka dapat menutup. Hati

yang tidak cerah atau berwarna pucat karena kemungkinan ada lapisan

biofilm yang menutupi jaringan granulasi.

4) Pink. Warna d

dengan baik menuju maturasi. Artinya luka sudah menutup, namun

biasanya sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap dilundungi selama

proses maturasi terjadi. Memberikan kelembapan pada jaringan epitel

dapat membantu agar tidak timbul luka baru. (Puspita,2013

Warna dasar luka hitam

Warna dasar luka merah

Gambar 2.1. Macam warna dasar luka (sum

sekali bagi klinisi luka untuk melakukan pengkajian yang tepat. Pada

asus, kita akan menemukan bentuk slough yang keras yang

disebabkan oleh balutan yang tidak lembab. (Puspita, 2013).

). Warna dasar luka merah artinya jaringan granulasi dengan

vaskulerisasi yang baik dan memiliki kecendrungan mudah berdarah.

a dasar merah menjadi tujuan klinisi dalam perawatan luka hingga

hingga luka dapat menutup. Hati- hati dengan warna dasar luka merah

yang tidak cerah atau berwarna pucat karena kemungkinan ada lapisan

biofilm yang menutupi jaringan granulasi.

. Warna dasar luka pink menunjukan terjadinya proses epitelissi

dengan baik menuju maturasi. Artinya luka sudah menutup, namun

biasanya sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap dilundungi selama

proses maturasi terjadi. Memberikan kelembapan pada jaringan epitel

at membantu agar tidak timbul luka baru. (Puspita,2013

Warna dasar luka hitam Warna dasar luka kuning

Warna dasar luka merah Warna dasar luka pink

Gambar 2.1. Macam warna dasar luka (sumber : Ronald,2015 & Arisanty,2013) sekali bagi klinisi luka untuk melakukan pengkajian yang tepat. Pada

asus, kita akan menemukan bentuk slough yang keras yang

disebabkan oleh balutan yang tidak lembab. (Puspita, 2013).

). Warna dasar luka merah artinya jaringan granulasi dengan

vaskulerisasi yang baik dan memiliki kecendrungan mudah berdarah.

a dasar merah menjadi tujuan klinisi dalam perawatan luka hingga

hati dengan warna dasar luka merah

yang tidak cerah atau berwarna pucat karena kemungkinan ada lapisan

asar luka pink menunjukan terjadinya proses epitelissi

dengan baik menuju maturasi. Artinya luka sudah menutup, namun

biasanya sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap dilundungi selama

proses maturasi terjadi. Memberikan kelembapan pada jaringan epitel

at membantu agar tidak timbul luka baru. (Puspita,2013)

Warna dasar luka kuning

Warna dasar luka pink

(7)

D. Manajemen perawatan luka

Pengkajian luka perlu dilakukan untuk menentukan status luka dan

mengidentifikasi luka sehingga membantu proses penyembuhan. Sebuah

pendekatan terstruktur dalam pengkajian luka diperlukan untuk

mempertahankan standar yang baik dari perawatan. Ini melibatkan pengkajian

pasien menyeluruh, yang harus dilakukan oleh praktisi yang terampil dan

kompeten, mengikuti pedoman lokal dan nasional (Harding et al, 2008).

Pengkajian yang tidak tepat dapat menyebabkan penyembuhan luka tertunda ,

nyeri, peningkatan resiko infeksi dan pengurangan kwalitas hidup bagi pasien

(Ousey & Cook, 2011) untuk itu dibutuhkan suatu alat dalam pengkajian luka

untuk mengetahui perkembangan luka antara lain:

1. TIME

Internasional Wound Bed Preparation Advisory Board (IWBPAB) banyak mengembangkan konsep persiapan dasar luka. Menurut Schultz

(2003) dalam Arisanty 2013, persiapan dasar luka adalah penatalaksanaan

luka sehingga dapat meningkatkan penyembuhan dari dalam tubuh sendiri

atau memfasilitasi efektifitas terapi lain. Metode ini bertujuan

mempersiapkan dasar luka dari adanya infeksi, benda asing, atau jaringan

mati menjadi merah terang dengan proses epitelisasi yang baik. TIME

dikenalkan oleh Prof. Vincent Falanga pada tahun 2003 yang disponsori

(8)

moisture balance (keseimbangan kelembaban), dan E edge of wound

(pinggiran luka untuk mendukung proses epitelisasi).

a. Tissue Management (manajemen jaringan)

Menurut David et.all 2012 dan Arisanty 2013. TIME yang

pertama adalah Tissue Management, yaitu manajemen jaringan pada dasar luka. Tindakan utama manajemen jaringan adalah melakukan

debdridemang (debridement) yang dimulai dari mengkaji dasar luka

sehingga dapat dipilih jenis jenis debridemang yang akan dilakukan.

Debridemang adalah kegiatan mengangkat atau menghilangkan jaringan

mati (devaskulerisasi), jaringan terinfeksi, dan benda asing dari dasar

luka sehingga dapat ditemukan dasar luka dengan vaskularisasi baik.

Untuk mendapatkan dasar luka yang baik (tidak ada jaringan yang mati

dan benda asing), diperlukan tindakan debridemang secara

berkelanjutan. Kaji luka, lingkungan, dan faktor sistemik pasien

sebelum melakukan debridemang, tentukan pencapaian hasil, dan pilih

jenis debridemang yang cocok untuk pasien tersebut.

Penganggkatan jaringan mati (manajemen T) memerlukan

waktu tambahan dalam penyembuhan luka. Waktu efektif dalam

pengangkatan jaringan mati yaitu sekitar dua minggu (14 hari) dan

tentunya tanpa faktor penyulit yang berarti, misalnya GDS terkontrol,

(9)

baik,dll. Jika kondisi sistemik pasien tidak mendukung, persiapan dasar

luka akan memanjang hingga 4-6 minggu. (Arisanty , 2013)

b. Infection-Inflamation Control (Manajemen Infeksi dan Inflamsi) TIME yang kedua adalah nfektion-inflammation control,yaitu

kegiatan mengatasi perkembangan jumlah kuman pada luka. Semua

luka adalah luka yang terkontaminasi, namuntidak selalu ada infeksi

(Smith, 2014). Infeksi adalah pertumbuhan organisme dalam luka yang

ditandai dengan reaksi jaringan lokal dan sistemik. Sebelum terjadi

infeksi, ada proses perkembangbiakan kuman mulai dari kontaminasi,

kolonisasi, kolonisasi kritis, kemudian infeksi (Schultz et al.,2003

dalam Arisanty 2013). Luka dikatan infeksi jika ada tanda

inflamasi/infeksi, eksudat purulen, bertambah, dan berbau, luka meluas/

break down, dan pemeriksaan penunjang diagnostik menunjukan leukosit dan makrofag meningkat, kultur eksudat menunjukan bakteri

>106/g jaringan.

c. Moisture Balance Managemen (Manajemen pengaturan kelembapan luka)

Winter (2013) menemukan evolusi kelembapan pada

penyembuhan luka (moist wond healing). Falanga (2003)

mengemukakan bahwa cairan yang berlebihan pada luka kronis dapat

menyebabkan gangguan kegiatan sel mediator seperti growth factor pada

jaringan. Banyaknya cairan luka (eksudat) pada luka kronis dapat

(10)

sehingga konsep kelembapan yang dikembangkan adalah keseimbangan

kelembapan pada luka. Tujuan manajemennya adalah melindungi kulit

sekitar luka, menyerap eksudat, mempertahankan kelembapan, dan

mendukung penyembuhan luka dengan menentukan jenis dan fungsi

balutan yang akan digunakan.

Luka kering atau luka tanpa eksudat hingga luka eksudat minimal

harus dibuat lembab dengan memberikan balutan yang berfungsi

memberikan hidrasi dan kelembapan pada luka, seperti hydrogel,

hydrocolloid, interactive wet dressing, dan salep herbal TTO. Luka

dengan eksudat minimal hingga sedang masih memerlukan balutan yang

memberikan hidrasi. Untuk kelembapan yang seimbang , kombinasikan

dengan balutan yang dapat menyerap cairan minimal hingga sedang,

seperti cacium alginate. Untuk luka dengan eksudat sedang hingga

banyak, tidak dianjurkan lagi menggunakan balutan yang memberikan

hidrasi karena akan mengakibatkan luka terlalu lembap. Penggunaan

balutan yang berbahan dasar minyak masih memungkinkan dengan

tujuan tertentu dan balutan ini digunakan secukupnya saja. Sebagai

balutan yang dapat mempertahankan kelembapan, diperlukan balutan

yang menyerap cairan lebih banyak lagi seperti foam,hydrofiber, dll.

Tujuan perawatan luka dengan eksudat banyak hingga sangat banyak

adalah menampung cairan yang keluar sehingga tidak membuat luka baru

di kulit yang sehat. Eksudat cairan yang sangat korosif terhadap kulit

(11)

menyerap banyak eksudat, atau bahkan menggunakan kantong stoma dan

parcel dressing.

d. Epitelization Advancement Management( Manajemen Tepi Luka) Proses penutupan luka yang dimulai dari tepi luka disebut proses

epitelisasi. Proses penutupan luka terjadi pada fase poliferasi. Epitel (tepi

luka) sangat penting diperhatikan sehingga proses epitelisasi dapat

berlangsung secara efektif. Tepi luka yang siap melakukan proses

penutupan (epitelisasi) adalah tepi luka yang halus, bersih, tipis, menyatu

dengan dasar luk, dan lunak.

Tepi luka yang kasar disebabkan oleh pencucian yang kurang

bersih atau lemak yang dihasilkan oleh tubuh menumpuk dan mengeras

di tepi luka. Tepi luka yang tebal disebabkan oleh proses epitelisasi yang

tidak mau maju (tetap ditempat) sehingga epitel menumpuk di tepi luka

dan menebal. Dasar luka yang belum menyatu dengan tepi luka

disebabkan oleh adanya kedalaman, undermining, atau jaringan mati.

Jika di tepi luka masih ada jaringan mati (nekrosis) jaringan tersebut

harus diangkat. Jika ada kedalaman dan undermining, proses granulasi

harus dirangsang dengan dengan menciptakan kondisi yang sangat

lembap (hipermoist) yang seimbang. Jika tinggi luka dengan tepi luka

sama (menyatu), proses epitelisasi dapat terjadi dengan baik dan rata.

Jika dasar luka belum menyatu dengan tepi luka, namun proses epitelisasi

telah terjadi, hal ini dapat menyebabkan luka sembuh dengan permukaan

yang tidak rata. Tepi luka juga harus lunak, jika tidak , epitel akan

(12)

Cara epektif untuk melunakannnya adalah menggunakan minyak dan

melakukan masase (pijat) dengan lembut.

2. BWAT (Bates-Jensen Wound Assesment Tool )

Barbara Bates – Jensen pun telah mencetuskan alat ukur pengkajian luka lainnya yang diberi nama Bates-Jensen Wound Assessmen Tool (BWAT). BWAT merupakan instrumen yang lebih lengkap dan rinci dalam mengevaluasi luka ulkus dekubitus (Jensen dalam Febrianti 2014).

BWAT atau pada asalnya dikenal dengan nama PSST

(Pressure Sore Status Tool) merupakan skala yang dikembangkan dan digunakan untuk mengkaji kondisi luka tekan. Skala ini sudah teruji

validitas dan reliabilitasnya ,sehingga alat ini sudah biasa digunakan di

rumah sakit atau klinik kesehatan. Nilai yang dihasilkan dari skala ini

menggambarkan status keparahan luka. Semakin tinggi nilai yang

dihasilkan maka menggambarkan pula status luka pasien yang semakin

parah (Pillenet al., 2009).

BWAT terdiri dari 13 item pengkajian di dalamnya, yaitu :Size, Depth, Edges, Undermining, Necrotic Tissue Type, Necrotic Tissue Amount, Exudate Type, Exudate Amount, Skin Color Surrounding Wound, Peripheral Tissue Edema,Pheriperaln Tissue Induration, Granulation Tissue, dan Epithelialisa- tion. Ke 13 item tersebut digunakan sebagai pengkajian luka tekan pada pasien. Setiap item di atas mempunyai nilai

yang menggambarkan status luka tekan pasien (Daniela Fernanda. Et.al.,

(13)

Adapun format pengisian penilaian luka “Bates –Jensen” adalah sebagai berikut (Mustiah dan Daniela et,all, 2015)

Tabel 2.1. Bates-Jensen Wound Assessment Tool

ITEM KOMPONEN PENGKAJIAN TANGGAL

/ / / / / / 1. Ukuran luka 1 = P x L < 4 cm

2 = P x L 4 < 16 cm 3 = P x L 16 < 36 cm 4 = P x L 36 < 80 cm 5 = P x L > 80cm

2. Kedalaman 1 = stage 1

2 = stage 2 3 = stage 3 4 = stage 4

5 = necrosis wound

3. Tepi Luka 1 = samar, tidak jelas terlihat

2 = batas tepi terlihat, menyatu dengan dasar luka

3 = jelas, tidak menyatu dengan dasar luka

4 = jelas, tidak menyatu dengan dasr luka, tebal

5 = jelas, fibrotic, parut tebal/ hyperkeratonic

4. GOA 1 = tidak ada

2 = goa < 2 cm di area manapun 3 = goa 2-4 cm < 50 % pinggir luka 4 = goa 2-4 cm > 50 % pinggir luka 5 = goa > 4 cm di area manapun.

5. Tipe Jaringan

Nekrosis 1 = tidak ada 2 = putih atau abu-abu jaringan mati dan atau slough yng tidak lengket (mudah dihilangkan)

3 = slough mudah dihilangkan

4 = lengket, lembut dan ada jaringan parut palsu berwarna hitam (black eschar)

5 = lengket berbatas tegas, keras dan ada black eschar.

6. Jumlah Jaringan Nekrosis

1 = tidak tampak

2 = < 25 % dari dasar luka

3 = 25 % hingga 50% dari dasar luka 4 = > 50% hingga 75 % dari dasar luka 5 = 75 % hingga 100 %

7. Tipe Eksudat 1 = tidak ada 2 = bloody

3 = serosanguineous 4 = serous

5 = purulent

(14)

3 = sedikit 4 = sedang 5 = basah

9. Warna Kulit

Sekitar Luka 1 = pink atau normal 2 = merah terang jika di tekan

3 = putih atau pucat atau hipopigmentasi 4 = merah gelap/ abu-abu

5 = hitam atau pitting edema > 4 mm

10. Jaringan yang

Edema 1 = no swelling atau edema 2 = non pitting edema kurang dari < 4 mm disekitar luka

3 = non pitting edema > 4 mm disekitar luka

4 = pitting edema kurang dari < 4 mm disekitar luka

5 = krepitasi atau pitting edema > 4 mm

11. Pengerasan

Jaaringan Tepi 1 = tidak ada 2 = pengerasan < 2 cm di sebagian kecil sekitar luka

3 = pengerasan 2-4 cm menyebar < 50% di tepi luka

4 = pengerasan 2-4 cm menyebar > 50 % 5 = pengerasan > 4 cm di seluruh tepi

luka

12. Jaringan

Granulasi 1 = kulit utuh stage 1 2 = terang 100 % jaringan granulasi 3 = terang 50 % jaringan granulasi 4 = granulasi 25 %

5 = tidak ada jaringan granulasi

13. Epitelisasi 1 = 100 % epitelisasi 2 = 75 % - 100 % epitelisasi 3 = 50% - 75 % epitelisasi 4 = 25 % - 50 % epitelisasi 5 = < 25 % epitelisasi

Sumber : Mustiah dan Daniela et,all, 2015

(15)

E. Kerangka Teori

Gambar 2.3: Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi dari Perry & Potter (2006), Irma P. Arisanty (2013), Daniela Fernanda. Et.al., (2015)

Treatment Luka

Luka Kronis Contoh luka kronis:

1. Ulkus pada pembuluh darah 2. Ulkus karena tekanan 3. Ulkus diabetikum

4. Ulkus pada pembuluh arteri (iskemia)

5. Luka kanker 6. Luka abses

Implementasi perawatan luka (GB)

Metode Moderen Metode Konvensional

Checklist TIME-BWAT Naratif

Gambar Skore TIME

Pengkajian Luka

(16)

F. Kerangka Konsep

Gambar 2.4. Kerangka Konsep

Keterangan :

: yang diteliti Pasien dengan luka kronis:

- Luka Ulkus DM - Luka Kanker (Ca

mamae dan

Melanoma maligna) Sesuai Kreterian Inklusi

Uji Instrumen Konvensional

Pengkajian luka

Checklist TIME-BWAT

Dokumentasi Perawatan

Luka Moderen

Implementasi perawatan luka

Gambar

Gambar 2.1. Macam warna dasar luka (sumGambar 2.1. Macam warna dasar luka (sumber : Ronald,2015 & Arisanty,2013) ber : Ronald,2015 & Arisanty,2013)
Tabel 2.1. Bates-Jensen Wound Assessment Tool
Gambar 2.2 Garis Wound Status Continuum Haris et,all (2009)
Gambar Checklist  Skore TIME-BWAT
+2

Referensi

Dokumen terkait