• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH BERPUASA RAMADHAN TERHADAP GEJALA KLINIS PASIEN PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL TESIS RADHIYATAM MARDHIYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH BERPUASA RAMADHAN TERHADAP GEJALA KLINIS PASIEN PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL TESIS RADHIYATAM MARDHIYAH"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH BERPUASA RAMADHAN TERHADAP GEJALA

KLINIS PASIEN PENYAKIT REFLUKS

GASTROESOFAGEAL

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam

RADHIYATAM MARDHIYAH

1106140874

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM

JAKARTA

JUNI 2016

(2)
(3)
(4)
(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya atas limpahan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Shalawat dan salam saya sampaikan untuk tauladan yang paling saya junjung tinggi, Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya.

Saya menyampaikan terima kasih kepada setiap pihak yang telah berjasa selama proses saya menyelesaikan program pendidikan dan penyusunan tesis ini.

Kepada Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM (K), Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), terima kasih telah memberi saya kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam.

Kepada Dr.dr. H. Dadang Makmun, SpPD-KGEH, Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM saat ini dan Dr. dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD, Kepala Departemen terdahulu, saya sampaikan rasa hormat dan terima kasih karena saya mendapat kesempatan menjalani pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Kepada Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono, SpPD-KGer, MEpid, Direktur Utama RSCM, saya sampaikan terima kasih atas kesempatan bekerja dan belajar di departemen dan rumah sakit ini.

Kepada Dr. dr. Kuntjoro Harimurti, SpPD-KGer, MSc., Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam FKUI saat ini, dan dr. Aida Lydia Ph.D, SpPD-KGH, Ketua Program Studi terdahulu, saya sampaikan terima kasih dan rasa hormat yang tulus atas segala pengorbanan yang beliau berikan untuk pendidikan kami, dukungan dalam bentuk kepercayaan, perhatian, nasihat, semangat, dan motivasi yang tidak henti-hentinya diberikan kepada kami. Terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh Guru Besar dan staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM serta

(6)

vii Universitas Indonesia rumah sakit jejaring yang telah membimbing dan mendidik saya selama menjalani pendidikan.

Kepada dr. Murdani Abdullah, SpPD-KGEH, Ketua Divisi Gastroenterologi, saya sampaikan terima kasih atas dukungan dan kesempatan yang diberikan sehingga saya dapat melakukan penelitian di Divisi Gastroenterologi. Juga kepada seluruh staf pengajar Divisi Gastroenterologi yang mendukung penelitian ini, saya sampaikan terima kasih.

Kepada Dr. dr. Dadang Makmun, SpPD-KGEH, guru dan pembimbing penelitian pertama, saya sampaikan rasa hormat dan terima kasih, yang di tengah kesibukannya masih sempat memberikan waktu, masukan, dan dorongan sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Saya sampaikan terima kasih atas kepercayaan dan teladan yang beliau berikan, yang menginspirasi saya bagaimana menjadi dokter yang peduli dan empati.

Kepada Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, guru dan pembimbing penelitian dua, saya sampaikan terima kasih atas ide-ide, masukan, dan dorongan sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini dan dapat lulus tepat waktu. Saya sangat bersyukur mendapatkan bimbingan dari beliau, yang selalu menyemangati, mendorong, dan memberi saya kemudahan dalam menyelesaikan penelitian ini, dan memberi teladan bagaimana menjadi dokter yang selalu memberi manfaat. Kepada Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD-KGer, MEpid, pembimbing metodologi penelitian dan statistik, saya sampaikan terima kasih atas setiap bimbingan dan arahan, serta kesabaran yang beliau berikan selama membimbing saya dalam penelitian ini. Saya beruntung mendapat bimbingan langsung dari beliau, salah satu guru terbaik yang dimiliki FKUI, yang mendedikasikan diri di dunia pendidikan dan penelitian.

Kepada dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD-KEMD, pembimbing akademik saya, terima kasih dan hormat saya atas perhatian, bimbingan, dan semangatnya sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada para penguji saya dalam ujian proposal, ujian tesis tertutup, dan ujian tesis terbuka: Dr. dr. Iris Rengganis, KAI; Dr. dr. Kie Chen, SpPD-KPTI; dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD-KKV; dr. Murdani Abdullah,

(7)

SpPD-KGEH; Dr. dr. Cosphiadi Irawan, SpPD-KHOM; dan Dr. dr. Kuntjoro Harimurti, SpPD-KGer, MSc; terima kasih atas masukan-masukan yang sangat berharga untuk penelitian ini. Terima kasih secara khusus saya sampaikan kepada Dr. dr. Dyah Purnamasari, SpPD-KEMD dan Dr. dr. Evy Yunihastuti, SpPD-KAI, yang tidak hanya memberikan masukan tapi juga solusi untuk berbagai masalah yang saya hadapi selama menjalani penelitian ini. Saya sangat beruntung mendapatkan masukan dan saran-saran dari beliau semua, yang saya yakini merupakan di antara guru-guru terbaik yang dimiliki oleh FKUI.

Kepada mbak Linda, mbak Mimi, dan staf administrasi lain di divisi Gastroenterologi; kepada mas Iwa, mbak Yanti, dan staf administrasi lain di divisi Geriatri; kepada mbak Retno di sekretariat Departemen Ilmu Penyakit Dalam; dan kepada mbak Rahmi,mbak Tami, dan mas Bayu, yang telah sangat banyak membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini, terima kasih banyak atas dukungan, semangat, dan kemudahan yang diberikan kepada saya. Hanya Allah yang dapat membalas semua kebaikan kalian.

Kepada ibu Yanti, mbak Aminah, pak Heri, dan mbak Riska di Sekretariat PPDS Sp1, juga kepada para staf administrasi semua divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, saya sampaikan terima kasih atas semua bantuan dan kerja sama yang diberikan selama saya menjalani pendidikan ini. Kepada para staf pengajar, staf administrasi, perawat, paramedis di RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSUP Persahabatan, RSUP Fatmawati, RSPAD Gatot Subroto dan RSU Tangerang yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup yang berharga kepada saya selama proses pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, saya sampaikan terima kasih.

Ucapan terima kasih tak terhingga untuk semua pasien, terutama pasien penyakit refluks gastroesofageal/gastroesophageal reflux disease (GERD) yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Terima kasih atas semua masukan yang membuat penelitian ini lebih ‘bernyawa’.

Kepada para kakak dan adik angkatan, dan teman sejawat sesama Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit

(8)

ix Universitas Indonesia Kepada rekan-rekan seangkatan (angkatan PPDS IPD Januari 2012): dr. Anak Agung Arie Widyastuti, dr. Aryan Yohanes, dr. Ardhi Rahman Ahani, dr. Dinas Yudha Kusuma, dr. Gery Dala Prima Baso, dr. Laura Anasthasya, dr. Luki Kusumaningtyas, dr. Mita Hafsah Saraswati, dr. Nabil Mubtadi Falah, dr. Nia Novianti, dr. Putri Dwi Bralianti, dr. Reagan Paulus Rintar Aruan, dr. Septian Nindita Adi Nugraha, dr. Sulistiana, dr. Toman Nababan, dr. Tresia Arthati, dan dr. Yaldiera Utami. Saya sampaikan terima kasih dan rasa sayang saya kepada mereka semua, yang bukan hanya sekedar rekan sejawat tapi sudah seperti keluarga saya sendiri. Terima kasih atas kebersamaan, semangat, tawa canda, pendewasaan, dan semua waktu yang sudah kita lalui bersama, saya merasa sangat bersyukur menjadi bagian dari keluarga ini. Semoga kita dapat terus menjadi keluarga di kemudian hari.

Kepada dr. Anggraini P., SpPD, dr. Ratih TKD., SpPD, dr. Agus Jati S., SpPD, dan dr. Ika F., SpPD, terima kasih atas bimbingan dan inspirasinya yang tidak henti-henti hingga hari ini. Terima kasih kepada peserta Ujian Kompetensi Dokter Spesialis Penyakit Dalam angkatan 33, terutama dr. Laura, dr. Aryan, dr. Virly, dr. Ummu, dr. Fany, dan dr. Lia, Ujian Kompetensi Dokter Spesialis Penyakit Dalam tidak akan terasa begitu menyenangkan dan ringan jika tanpa kalian. Terima kasih secara khusus kepada dr. Herikurniawan,dr. Anindia, dr. Bima, dr. Yusran, dr. Julfreser, dan dr. Khalid, teman-teman berdiskusi segala hal, dan membuat kehidupan selama pendidikan ini menjadi jauh lebih menyenangkan; kepada dr. Henry, dr. Iqbal, dan dr. Ummi yang telah banyak membimbing saya dan membantu membentuk saya menjadi lebih baik; dan kepada dr. Beta, dr. Shiddiq, dr. Anshari, dr. Hario, dr. Hikmat, dr. Iin, dr. Muthia, dan dr. Wulunggono, adik-adik pendidikan yang banyak mengajari saya mengenai berbagai hal. Saya bersyukur garis hidup saya bersinggungan dengan garis hidup mereka semua. Semoga saya dapat memberi manfaat bagi mereka, seperti juga mereka semua telah memberi banyak manfaat bagi saya.

Kepada sahabat saya, Nurfitri Putrianti, terima kasih atas semangat, dukungan, dan inspirasi, yang membuat saya lebih bersemangat menyelesaikan pendidikan, dan mengajarkan saya untuk lebih banyak lagi bersyukur dan bersabar.

(9)

Saya tidak akan dapat menyelesaikan pendidikan ini tanpa rahmat Allah SWT yang terwujud melalui ridho suami dan kedua orang tua saya. Begitu banyak pengorbanan, doa, dorongan, dukungan, motivasi, dan semangat yang diberikan Ibunda Enny Rohainy dan Ayahanda Herry Suhardiyanto hingga saya dapat sampai pada tahap ini. Selamanya saya tidak akan dapat membalas kebaikan keduanya, dan saya hanya dapat berdoa agar Allah menyayangi mereka berdua selalu, jauh lebih baik dari bagaimana mereka telah menyayangi saya, dan jauh lebih baik dari bagaimana saya menyayangi mereka. Kepada suami saya, sahabat saya selamanya, Reza Syahputra, saya benar-benar tidak akan dapat menyelesaikan pendidikan ini jika tanpanya, yang membuat saya memahami arti “love is what makes you smile when you are tired”. Terima kasih karena telah membuat segala yang terasa sulit menjadi mudah, membuat segala yang terasa sedih menjadi menyenangkan, dan membuat segala yang biasa saja menjadi bahagia.

Kepada Nyanyak Tjut Dewi Yulisna dan Ayah Muchtar Daud, terima kasih atas doa, perhatian, dukungan, dan semangat yang tak henti-henti. Saya sangat bersyukur dapat memiliki mereka sebagai orang tua. Kepada adik-adik, Asad, Imad, Tita, Cesar, Rany, dan Fiona; para keponakan tersayang Haira, Muthia, dan Thariq; almarhumah Mbah Putri dan Nenek, para Bunda, Bulik, Tante, dan Om, terima kasih untuk doa-doa, semangat, dan perhatiannya.

Akhir kata, terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan pendidikan ini. Semoga berkah dan rahmat Allah SWT selalu menyertai kita semua.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 14 Juni 2016

(10)
(11)

ABSTRAK

Nama : Radhiyatam Mardhiyah Program studi : Spesialis Ilmu Penyakit Dalam

Judul : Pengaruh Berpuasa Ramadhan terhadap Gejala Klinis Pasien Penyakit Refluks Gastroesofageal

Latar belakang: Pada saat puasa Ramadhan, terjadi penurunan rerata pH lambung dan memendeknya selisih waktu antara makan terakhir dan jam tidur sehingga memperberat keluhan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastro-esophageal Reflux Disease, disingkat GERD). Sementara itu juga terjadi keteraturan jadwal makan, dan perubahan dalam kebiasaan merokok dan alkohol. Meski demikian, belum diketahui dengan pasti keluhan penyakit GERD selama berpuasa Ramadhan.

Tujuan: Mengetahui pengaruh puasa Ramadhan terhadap keluhan GERD. Metode: Penelitian ini merupakan studi longitudinal yang mengevaluasi keluhan GERD pada pasien yang menjalani puasa Ramadhan, dengan metode consecutive sampling dalam pengambilan sampel. Penelitian ini dilakukan selama bulan Juli (Ramadhan) sampai bulan Oktober (tiga bulan setelah Ramadhan) 2015. Populasi target penelitian ini adalah pasien GERD di Jakarta. Subjek penelitian ini dikelompokkan menjadi kelompok berpuasa Ramadhan (n=66) dan kelompok tidak berpuasa Ramadhan (n=64). Evaluasi dilakukan antara kedua kelompok tesebut, dan antara bulan Ramadhan dengan di luar bulan Ramadhan pada kelompok berpuasa, dengan menggunakan kuesioner GERD (GERD-Q) yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

Hasil: Pada kelompok yang berpuasa Ramadhan, terdapat perbedaan median nilai GERD-Q yang bermakna secara statistik (nilai p < 0,01) antara bulan Ramadhan dengan nilai median 0, dan di luar bulan Ramadhan dengan nilai median yang meningkat menjadi 4. Sementara itu, bila dilakukan analisis untuk membandingkan median nilai GERD-Q antara kelompok yang berpuasa Ramadhan dan tidak, juga didapatkan perbedaan yang bermakna (nilai p < 0,01). Simpulan: Pada subjek yang menjalani puasa Ramadhan, keluhan GERD dirasakan lebih ringan saat menjalani puasa Ramadhan dibandingkan di luar bulan Ramadhan. Di bulan Ramadhan, keluhan GERD lebih ringan dirasakan oleh subjek yang menjalani puasa Ramadhan dibandingkan subjek yang tidak menjalani puasa Ramadhan.

Kata kunci: Penyakit refluks gastroesofageal, gastroesophageal reflux disease, GERD, Ramadhan.

(12)

xiii Universitas Indonesia ABSTRACT

Name : Radhiyatam Mardhiyah Study program : Internal Medicine

Title : Effect of Ramadan Fasting on Gastroesophageal Reflux Disease Background: During Ramadan fasting, increasing gastric acid levels as a result of prolong fasting can precipitate symptoms of Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). Meanwhile, lifestyle changes during Ramadan (such as smoking cessation) can relieve its symptoms. To the best of our knowledge, this is the first study to evaluate effect of Ramadan fasting on GERD.

Objective: The purpose of this study was to determine the effect of Ramadan fasting on GERD symptoms.

Method: This is a longitudinal study done in July (Ramadan) to October (three months after Ramadan) 2015. Target population of this study was GERD patients in Jakarta. Using consecutive sampling method, a total of 130 GERD patients participated in this study. Patients were divided into two groups: patients who underwent Ramadan fasting (n=66), and patients who didn’t undergo fasting (n=64). The evaluation was done using Indonesian version of GERD questionnaire (GERD-Q) between the two groups, and between Ramadan month and non-Ramadan month of Ramadan fasting group.

Results: In Ramadan fasting group, there was a statistically significant difference (p < 0.01) in median of GERD-Q during Ramadan month and non-Ramadan month (median GERD-Q 0 and 4 respectively). Statistically significant difference (p < 0.01) was also found between Ramadan fasting group and non-fasting group. Conclusion: In Ramadan fasting group, GERD symptoms were lighter during fasting month (Ramadan). During Ramadan month, GERD symptoms were also lighter in Ramadan fasting group than in non-fasting group.

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... xi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 4

1.3. Pertanyaan Penelitian ... 4 1.4. Hipotesis Penelitian ... 4 1.5. Tujuan Penelitian ... 5 1.5.1. Tujuan Umum ... 5 1.5.2. Tujuan Khusus ... 5 1.6. Manfaat Penelitian ... 5

1.6.1. Manfaat bagi Pendidikan dan Penelitian... 5

1.6.2. Manfaat bagi Pelayanan ... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Penyakit Refluks Gastroesofageal ... 6

2.1.1. Definisi ... 6

2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan GERD ... 6

2.1.2.1. Usia ... 7

2.1.2.2. Obesitas ... 7

2.1.2.3. Merokok ... 9

2.1.2.4. Alkohol... 9

2.1.2.5. Makanan dan Minuman ... 10

2.1.2.6. Pola Makan ... 12

2.1.3. Penegakan Diagnosis dan Evaluasi GERD Menggunakan GERD-Q ... 13

2.2. Puasa Ramadhan... 15

2.2.1. Pengaruh Puasa Ramadhan terhadap Fisiologi Tubuh ... 15

2.2.2. Pengaruh Puasa Ramadhan terhadap Penyakit Gastrointestinal ... 16

2.3. Kerangka Teori ... 18

(14)

xv Universitas Indonesia

4. METODE PENELITIAN ... 21

4.1. Desain ... 21

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

4.4. Kriteria Pemilihan Sampel Penelitian ... 21

4.4.1. Kriteria Inklusi Subjek Penelitian ... 21

4.4.2. Kriteria Eksklusi Subjek Penelitian ... 21

4.5. Estimasi Besar Sampel ... 21

4.6. Alur Penelitian... 22

4.7. Tata Cara Pengumpulan Data... 23

4.8. Analisis Data ... 24

4.9. Masalah Etika ... 24

4.10. Penulisan dan Pelaporan Hasil ... 25

5. HASIL ... 26

5.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 27

5.2. Perbedaan Nilai GERD-Q ... 28

5.3. Perubahan Nilai GERD-Q ... 29

5.4. Perbedaan Jumlah Rokok dan Selisih Waktu antara Makan Terakhir dan Tidur ... 30

6. DISKUSI... 32

6.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 32

6.2. Perbedaan Nilai GERD-Q ... 34

6.3. Perubahan Nilai GERD-Q ... 35

6.4. Perbedaan Jumlah Rokok dan Selisih Waktu antara Makan Terakhir dan Tidur ... 37

6.5. Telaah Kritis Hasil Penelitian ... 39

6.5.1. Validitas ... 39

6.5.2. Nilai Kepentingan ... 40

6.5.3. Aplikabilitas ... 40

6.6. Keterbatasan Penelitian ... 41

7. SIMPULAN DAN SARAN ... 43

7.1. Simpulan ... 43 7.2. Saran ... 43 RINGKASAN... 44 SUMMARY ... 46 DAFTAR PUSTAKA ... 48 LAMPIRAN ... 57

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. GERD-Q dalam Bahasa Indonesia ... 14 Tabel 3.1. Definisi operasional ... 19 Tabel 5.1. Gambaran karakteristik subjek penelitian ... 27 Tabel 5.2. Perbedaan nilai GERD-Q di bulan Ramadhan dan di luar bulan

Ramadhan pada kelompok berpuasa Ramadhan ... 28 Tabel 5.3. Perbedaan nilai GERD-Q antara kelompok berpuasa Ramadhan dan

kelompok tidak berpuasa Ramadhan ... 29 Tabel 5.4. Perbedaan jumlah rokok di bulan Ramadhan dan di luar bulan

Ramadhan pada kelompok berpuasa Ramadhan ... 30 Tabel 5.5. Perbedaan jumlah rokok antara kelompok berpuasa Ramadhan dan

kelompok tidak berpuasa Ramadhan ... 31 Tabel 5.6. Perbedaan selisih waktu antara makan terakhir dan tidur, di bulan

Ramadhan dan di luar bulan Ramadhanpada kelompok berpuasa Ramadhan ... 31 Tabel 5.7. Perbedaan selisih waktu antara makan terakhir dan tidur, antara

kelompok berpuasa Ramadhan dan kelompok tidak berpuasa Ramadhan ... 31

(16)

xvii Universitas Indonesia DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka teori ... 18

Gambar 3.1. Kerangka konsep ... 19

Gambar 4.1. Alur penelitian... 22

Gambar 5.1. Alur perekrutan subjek penelitian ... 26

Gambar 5.2. Perbandingan jumlah subjek yang mengalami perubahan nilai GERD-Q, antara kelompok berpuasa Ramadhan dan kelompok tidak berpuasa Ramadhan ... 30

(17)

DAFTAR SINGKATAN

ERD Erosive Esophagitis

FSSG Frequency Scale for the Symptoms of GERD GERD Gastroesophageal Reflux Disease

GERD-Q GERD questionnaire GIS GERD Impact Scale

GSRS Gastrointestinal Symptom Rating Scale IMT Indeks massa tubuh

NERD Non-Erosive Reflux Disease OAINS Obat Anti Inflamasi Non Steroid RDQ Reflux Disease Questionnaire RSCM Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo SPSS Statistical Product for Social Science

(18)

xix Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Keterangan Lolos Kaji Etik ... 57 Lampiran 2. Formulir Penjelasan dan Persetujuan Mengikuti Penelitian ... 58 Lampiran 3. Formulir Penelitian ... 60

(19)

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal reflux disease, selanjutnya disingkat GERD) merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam masyarakat. Dari penelitian telaah sistematis yang dilakukan oleh El-Serag, dkk.1 pada 29 penelitian epidemiologi didapatkan bahwa prevalensi GERD diperkirakan sebesar 18,1-27,8% di Amerika Utara; 23% di Amerika Selatan; 8,8-25,9% di Eropa; 2,5-7,8% di Asia Timur; 8,7-33,1% di Timur Tengah; dan 11,6% di Australia.1-3 Meskipun prevalensinya lebih rendah dibandingkan dengan Amerika atau Eropa, prevalensi GERD di Asia mengalami peningkatan dalam dasawarsa terakhir. Hal ini dilaporkan pada penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Goh, dkk.4 dari Malaysia; Ho, dkk.5 dari Singapura; Sollano, dkk.6 dari Filipina; Lien, dkk.7 dari Taiwan; dan Kim, dkk.8 dari Korea.

Di Indonesia sendiri belum ada data epidemiologi yang lengkap, namun dari penelitian yang dilakukan oleh Lelosutan, dkk.9 di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (selanjutnya disingkat RSCM) didapatkan 22,8% dari 127 pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna bagian atas menderita GERD. Pada penelitian lain yang juga dilakukan di RSCM, Syam, dkk.10 melaporkan bahwa terdapat peningkatan prevalensi esofagitis dari 5,7% pada tahun 1997 menjadi 25,18% pada tahun 2002.10,11

Definisi GERD sendiri adalah suatu gangguan saluran pencernaan di mana isi lambung mengalami refluks secara berulang ke dalam esofagus, sehingga mengakibatkan terjadinya gejala dan/atau komplikasi yang mengganggu.10,12,13 Kata ‘mengganggu’ pada definisi GERD memiliki peran penting karena gejala yang ditimbulkan oleh GERD dapat mengganggu kualitas hidup penderitanya.1,14 Modalitas evaluasi gejala GERD yang sering digunakan berbentuk kuesioner, contohnya adalah kuesioner GERD (GERD questionnaire, selanjutnya disingkat

(20)

2

Universitas Indonesia GERD-Q) dan kuesioner penyakit refluks (Reflux Disease Questionnaire, selanjutnya disingkat RDQ).

GERD-Q adalah suatu modalitas penegakan diagnosis dan evaluasi terapi GERD dengan perangkat kuesioner yang disusun dengan mengkombinasikan tiga modalitas evaluasi yang telah divalidasi, yaitu RDQ, Gastrointestinal Symptom Rating Scale (GSRS), dan GERD Impact Scale (GIS).15-17 GERD-Q telah terbukti tidak inferior dibandingkan dengan endoskopi, dengan spesifisitas 71,4% dan sensitivitas 64,6%, setara dengan endoskopi yang dilakukan oleh konsultan gastroenterologi. Selain itu, pasien dengan nilai GERD-Q yang tinggi dan lalu mendapatkan terapi mengalami perbaikan gejala yang signifikan (nilai p 0,03) dibandingkan dengan menunda terapi hingga dilakukan endoskopi terlebih dahulu.18 Uji validitas dan reliabilitas GERD-Q yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Simadibrata, dkk.19 juga menunjukkan bahwa GERD-Q merupakan modalitas yang valid dan reliabel untuk digunakan oleh pasien yang berbahasa Indonesia, dengan nilai r yang dikalkulasi untuk setiap pertanyaan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maupun nilai Cronbach (yaitu 0,83) lebih tinggi dibandingkan nilai r yang ditabulasi (yaitu 0,26).19

Keluhan GERD dapat dicetuskan dan diperberat oleh beberapa hal, di antaranya adalah obesitas, kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi alkohol, dan konsumsi makanan-makanan tertentu. Selain itu, pola makan juga diyakini berpengaruh terhadap keluhan GERD. Meski demikian, penelitian-penelitian yang ada selama ini melaporkan hasil yang berbeda-beda.1,20-29

Telah banyak diketahui bahwa puasa dapat mempengaruhi keluhan penyakit gastrointestinal. Sebagai negara dengan mayoritas Muslim, sebagian besar masyarakat Indonesia menjalani puasa pada bulan Ramadhan. Secara bahasa, puasa (atau dalam bahasa Arab disebut shiyam atau shaum) berarti menahan diri dari sesuatu. Sementara secara istilah, puasa berarti menahan diri dari segala perbuatan yang membatalkan puasa, di antararanya adalah makan, minum,

(21)

merokok, berhubungan seksual, muntah dengan sengaja, dan lain-lain; dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

Lama waktu berpuasa Ramadhan di setiap daerah dapat berbeda, karena lamanya siang dan malam pada setiap bagian di bumi bergantung pada posisinya terhadap matahari saat bumi berevolusi. Karena terletak di sekitar garis khatulistiwa, lama waktu berpuasa di Indonesia tidak terlalu berbeda jauh setiap tahunnya. Untuk bulan Ramadhan 1436 Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 18 Juni-16 Juli 2015, umat muslim Indonesia akan berpuasa selama sekitar 13 jam.

Puasa Ramadhan yang berlangsung selama sekitar 30 hari memungkinkan terjadinya perubahan dalam fisiologi tubuh. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Iraki, dkk.,30 pada pasien yang menjalani puasa Ramadhan lebih dari 10 hari akan terjadi penurunan rerata pH lambung dibandingkan dengan ketika tidak berpuasa. Meski demikian, pada saat berpuasa Ramadhan, seseorang tidak terus menerus dalam kondisi berpuasa, namun juga menjalani periode makan. Kedua periode ini dipengaruhi oleh waktu, yaitu makan sebelum fajar, dan makan setelah terbenam matahari. Periode ‘fasting and feeding’ ini merupakan suatu model metabolisme yang unik karena terjadi pola makan dan puasa secara berkesinambungan. Hal ini menyebabkan keteraturan pola makan pada pasien yang menjalani puasa Ramadhan.31,32 Selain itu, selama berpuasa Ramadhan juga tidak diperbolehkan untuk merokok ataupun mengkonsumsi alkohol sehingga terhindar dari pencetus gejala GERD.

Selama ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh puasa Ramadhan pada keluhan penyakit gastrointestinal, namun penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hasil yang berbeda-beda dan tidak diamati pada subjek yang sama.30,33-35 Selain itu, penelitian yang selama ini telah dilakukan hanya difokuskan pada pasien perdarahan saluran cerna ataupun pasien dengan keluhan dispepsia, dan belum pernah dilakukan pada pasien GERD.

(22)

4

Universitas Indonesia Di Indonesia sendiri pun belum ada penelitian yang mempelajari keluhan penyakit GERD selama berpuasa Ramadhan. Oleh karena itu, akan dilakukan penelitian yang membandingkan keluhan pasien GERD, antara kelompok yang berpuasa Ramadhan dibandingkan dengan kelompok yang tidak berpuasa Ramadhan.

1.2IDENTIFIKASI DAN RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat diidentifikasi masalah yang merupakan dasar penelitian ini yaitu:

Pada saat puasa terjadi penurunan rerata pH lambung sehingga mempengaruhi keluhan gastrointestinal. Sementara itu juga terjadi keteraturan jadwal makan, dan perubahan dalam kebiasaan merokok dan alkohol. Meski demikian, belum diketahui dengan pasti keluhan penyakit GERD selama berpuasa Ramadhan.

1.3PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan dalam keluhan pasien GERD selama berpuasa Ramadhan dibandingkan dengan ketika tidak berpuasa Ramadhan, yang dievaluasi dengan instrumen GERD-Q?

2. Apakah terdapat perbedaan keluhan GERD antara pasien yang menjalani puasa Ramadhan dibandingkan dengan pasien yang tidak menjalani puasa Ramadhan, yang dievaluasi dengan instrumen GERD-Q?

1.4HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan dalam keluhan pasien GERD selama berpuasa Ramadhan dibandingkan dengan ketika tidak berpuasa Ramadhan, yang dievaluasi dengan instrumen GERD-Q.

(23)

2. Terdapat perbedaan keluhan GERD antara pasien yang menjalani puasa Ramadhan dibandingkan dengan pasien yang tidak menjalani puasa Ramadhan, yang dievaluasi dengan instrumen GERD-Q.

1.5TUJUAN

1.5.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh puasa Ramadhan terhadap keluhan GERD.

1.5.2 Tujuan Khusus

1 Mengetahui perbedaan keluhan pasien GERD selama berpuasa Ramadhan dibandingkan dengan ketika tidak berpuasa Ramadhan.

2 Mengetahui perbedaan keluhan GERD antara pasien yang menjalani puasa Ramadhan dibandingkan dengan pasien yang tidak menjalani puasa Ramadhan.

2.1MANFAAT PENELITIAN

2.1.1 Manfaat bagi Pendidikan dan Penelitian

Hasil penelitian berupa data mengenai keluhan pasien GERD selama menjalani puasa Ramadhan, perbedaannya dibandingkan saat tidak menjalani puasa Ramadhan, dan perbedaannya dibandingkan pasien yang tidak menjalani puasa Ramadhan, diharapkan dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya.

2.1.2 Manfaat bagi Pelayanan

1. Mengetahui pengaruh puasa Ramadhan terhadap keluhan GERD, sehingga dapat menentukan perencanaan tata laksana terbaik bagi pasien GERD yang menjalani puasa Ramadhan.

2. Sebagai bahan edukasi untuk pasien dan keluarga pasien mengenai pengaruh puasa Ramadhan terhadap keluhan GERD.

(24)

6 Universitas Indonesia BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada tinjauan pustaka ini akan diuraikan mengenai penyakit GERD; kuesioner GERD-Q sebagai modalitas evaluasi keluhan pasien GERD; dan fisiologi tubuh saat berpuasa.

2.1. PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL 2.1.1. Definisi

Penyakit refluks gastroesofageal adalah suatu gangguan saluran pencernaan di mana isi lambung mengalami refluks secara berulang ke dalam esofagus, sehingga mengakibatkan terjadinya gejala dan/atau komplikasi yang mengganggu.10,12,13 Refluks gastroesofageal sebenarnya merupakan bagian dari proses fisiologis normal yang dapat dialami oleh orang sehat terutama setelah makan, namun bila melebihi jumlah normal dapat menimbulkan berbagai keluhan dan penyulit intraesofageal seperti striktur, esofagus Barrett, atau bahkan keganasan.1,14

GERD dapat diklasifikasikan menjadi esofagitis erosif yang ditandai dengan adanya kerusakan mukosa esofagus (Erosive Esophagitis/ERD) dan tanpa adanya kerusakan mukosa esofagus hanya gejala refluks yang mengganggu saja (Non-Erosive Reflux Disease/NERD).10,12 Meskipun memiliki gambaran yang berbeda, kedua kelompok ini memiliki patogenesis yang sama, dan tata laksana yang juga serupa dalam jangka waktu yang sama yaitu delapan minggu (atau dua bulan).

2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan GERD

Beberapa hal telah diketahui dapat memicu dan memperberat keluhan GERD. Di antaranya adalah usia yang lebih tua, obesitas, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, dan konsumsi makanan tertentu seperti makanan berlemak, makanan yang bersifat asam seperti tomat dan jeruk, dan konsumsi teh atau kopi. Meski demikian, penelitian-penelitian yang membahas hal ini melaporkan hasil yang bervariasi dan tidak seragam.

(25)

2.1.2.1.Usia

Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan antara usia dengan kejadian GERD, namun penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Penelitian-penelitian yang sebelumnya ada menunjukkan bahwa dalam analisis multivariat, usia bukanlah faktor yang berhubungan dengan GERD. Hasil ini didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Sharma, dkk.,36 Diaz-Rubio, dkk.,37 dan Fujiwara, dkk.38

Sementara itu, beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa pasien dengan GERD umumnya lebih tua dibandingkan populasi yang tidak memiliki GERD. Hal ini dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Bhatia, dkk.,21 Fujiwara, dkk.,23 Minatsuki, dkk.,27 dan Nilsson, dkk.39 Meski demikian, tidak dilaporkan terdapat peningkatan risiko GERD yang berbanding lurus dengan peningkatan usia. Sebagai contohnya, pada penelitian yang dilakukan oleh Minatsuki, dkk.,27 didapatkan bahwa GERD lebih sering didapatkan pada pasien dengan rentang usia antara 45-59 tahun, dibandingkan dengan usia yang lebih muda ataupun lebih tua dari kelompok usia tersebut.27

2.1.2.2.Obesitas

Penelitian epidemiologi terbaru menunjukkan bahwa peningkatan prevalensi obesitas dan sindrom metabolik berhubungan dengan peningkatan prevalensi GERD di Asia.24,40 Mekanisme yang mendasari kejadian GERD pada pasien obesitas di antaranya adalah peningkatan tekanan intraabdomen, penurunan tonus sfingter esofagus bawah, dan gangguan dalam pengosongan lambung.22,24,40,41

Telah banyak penelitian yang menunjukkan hubungan yang positif antara angka indeks massa tubuh (IMT) yang lebih besar dengan keluhan GERD. Di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ma, dkk.,26 Minatsuki, dkk.,27 Sharma, dkk.,36 Singh, dkk.,41 dan Kang, dkk.42 Secara spesifik, beberapa penelitian juga menunjukkan hubungan yang positif antara kejadian GERD dengan obesitas sentral,43-45 dan antara GERD dengan sindrom metabolik.46-48

(26)

8

Universitas Indonesia Selain itu, pada meta analisis yang dilakukan oleh Hampel, dkk.,49 didapatkan bahwa obesitas berhubungan dengan GERD maupun komplikasinya seperti keganasan esofagus. Dari meta analisis tersebut didapatkan bahwa baik berat badan lebih (overweight, IMT 25-30 kg/m2) maupun obesitas (IMT >30 kg/m2) berhubungan dengan gejala GERD. Hasil yang serupa juga dilaporkan pada meta analisis yang dilakukan oleh Corley, dkk.43

Pada studi kohort selama 25 tahun yang dilakukan oleh Jacobson, dkk,50 didapatkan bahwa subjek dengan berat badan lebih dan obesitas memiliki risiko dua hingga tiga kali lebih tinggi mengalami gejala-gejala GERD dibandingkan dengan subjek dengan IMT normal. Peningkatan risiko gejala refluks dengan peningkatan IMT bahkan didapatkan pada IMT normal, seperti yang dilaporkan oleh Friedenberg, dkk.51 Zheng, dkk.29 melakukan penelitian pada kembar monozigot dan melaporkan hasil bahwa risiko GERD meningkat seiring dengan peningkatan IMT.29

Secara lebih rinci, Stein dkk.52 melaporkan bahwa setiap peningkatan IMT sebanyak lima poin akan meningkatan risiko GERD sebanyak 35%.52 Mengingat peningkatan IMT berhubungan dengan peningkatan keluhan GERD, Singh, dkk.41 melakukan penelitian dengan mengevaluasi keluhan GERD pada pasien yang menjalani program penurunan berat badan, dan didapatkan hasil bahwa pada subjek yang mengalami penurunan berat badan, juga terdapat penurunan keluhan GERD. 41

Meski demikian, tidak semua penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hubungan yang bermakna antara GERD dengan IMT. Sebagai contohnya adalah pada penelitian yang dilakukan oleh Smith, dkk.,53 menunjukkan bahwa obesitas bukan faktor risiko independen untuk terjadinya GERD. Begitupun juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhatia, dkk.,21 Watanabe, dkk.,28 dan Lagergren.54

(27)

2.1.2.3.Merokok

Seperti juga penelitian yang melaporkan hubungan GERD dengan obesitas dan usia, hasil penelitian yang melaporkan hubungan antara kebiasaan merokok dengan GERD pun bervariasi. Mekanisme merokok hingga menyebabkan gejala refluks berhubungan dengan penurunan tekanan sfingter esofagus bawah selama merokok, berkurangnya sekresi bikarbonat dari saliva, dan peningkatan tekanan intraabdomen dengan batuk ataupun inspirasi dalam.20,22,36

Meski demikian, tidak seluruh penelitian yang ada melaporkan bahwa merokok berhubungan dengan risiko GERD. Di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Bhatia, dkk.21 dan Diaz-Rubio, dkk.37 Pada penelitian-penelitian ini dilaporkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan keluhan GERD.

Sementara itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Sharma, dkk.,36 didapatkan bahwa keluhan GERD lebih sering didapatkan pada perokok aktif.36 Hal ini sesuai dengan hasil dari penelitian-penelitian lainnya22,23,27,28,37,55,56 yang juga menunjukkan risiko GERD yang meningkat pada perokok aktif. Selain merokok sendiri, pada penelitian yang dilakukan oleh Nilsson, dkk.39 dilaporkan bahwa durasi merokok juga berpengaruh terhadap peningkatan kejadian dan beratnya keluhan GERD. Dikatakan bahwa terdapat peningkatan risiko GERD hingga 70% pada perokok aktif yang merokok lebih dari 20 tahun.39 Selain itu, pada HUNT study dilaporkan bahwa berhenti merokok sendiri dapat menurunkan keluhan GERD secara signifikan. Penelitian tersebut melaporkan bahwa subjek yang berhenti merokok mengalami penurunan keluhan GERD hingga setengah dari sebelumnya, dibandingkan dengan subjek yang tetap merokok.57

2.1.2.4. Alkohol

Konsumsi alkohol memicu keluhan GERD dengan menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah, menurunkan motilitas esofagus, meningkatkan sekresi asam lambung, dan menghambat pengosongan lambung.20,58 Meski demikian, pada

(28)

10

Universitas Indonesia penelitian-penelitian yang selama ini telah dilakukan, konsumsi alkohol tidak selalu terbukti berhubungan dengan gejala GERD.

Penelitian yang melaporkan hubungan yang positif antara konsumsi alkohol dengan GERD di antaranya adalah Goh, dkk.,4 Minatsuki, dkk.,27 Fujiwara, dkk.,23 dan Anderson, dkk.56 Pada penelitian yang dilakukan oleh Song, dkk.,59 dilaporkan bahwa kebiasaan konsumsi alkohol tidak hanya secara bermakna didapatkan lebih tinggi pada kelompok GERD dibandingkan kontrol, namun juga meningkatkan keluhan GERD secara bermakna. Keluhan GERD yang memberat dengan konsumsi alkohol adalah rasa asam dan rasa terbakar di dada.59

Sementara itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Sharma, dkk.,36 Diaz-Rubio, dkk.,37 Bhatia, dkk.,21 dan Nilsson, dkk.,39 tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara konsumsi alkohol dengan keluhan GERD. Pada penelitian yang dilakukan oleh Jarosz, dkk.,25 dibandingkan dengan kelompok kontrol, pasien GERD mengkonsumsi alkohol lebih sedikit, namun pada analisis multivariat tidak ada perbedaan bermakna antara konsumsi alkohol dengan tidak terhadap kejadian dan keluhan GERD.25

Perbedaan dari penelitian-penelitian tersebut diakibatkan oleh variasi minuman beralkohol yang dikonsumsi oleh pasien. Variasi dalam jenis minuman beralkohol oleh pasien dalam setiap penelitian akan memberikan hasil yang berbeda-beda karena terdapat perbedaan dalam kandungan alkohol, volume per saji, dan kandungan karbonatan di antara minuman-minuman beralkohol yang tersedia.58

2.1.2.5. Makanan dan minuman

Makanan berlemak. Beberapa jenis makanan dan minuman sering disebut sebagai pemicu gejala refluks, di antaranya adalah makanan yang berlemak, pedas, asam, tomat, jeruk, coklat, minuman bersoda. Makanan dan minuman ini memicu gejala GERD dengan menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah, merangsang reseptor sensorik di esofagus, memicu sekresi asam lambung, atau dengan menghambat pengosongan lambung.20,25,49

(29)

Makanan dengan kandungan lemak tinggi atau makanan yang digoreng merupakan kelompok makanan yang paling sering dianggap menyebabkan GERD ataupun memperberat keluhan GERD. Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilaporkan oleh Bhatia, dkk.,21 Jarosz, dkk.,25 dan Song, dkk.59 El-Serag, dkk.60 melakukan penelitian yang mengevaluasi hubungan antara konsumsi makanan dengan keluhan GERD yang dievaluasi dengan endoskopi. Didapatkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara konsumsi makanan berlemak dengan frekuensi maupun beratnya keluhan GERD, meskipun faktor ini juga dipengaruhi oleh faktor obesitas. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Kubo, dkk.58

Meski demikian, tidak semua penelitian melaporkan hasil yang mendukung pernyataan konsumsi makanan berlemak meningkatkan keluhan GERD. Zheng, dkk.,29 melaporkan bahwa dari seluruh komponen produk yang diteliti, termasuk makanan berlemak dan makanan yang digoreng, tidak memberikan hasil yang bermakna terhadap keluhan GERD.29

Kopi. Serupa dengan penelitian-penelitian mengenai alkohol, variasi juga didapatkan pada hubungan antara konsumsi kopi dengan keluhan GERD. Perbedaan dari penelitian-penelitian yang ada disebabkan oleh perbedaan dalam jenis kopi yang dikonsumsi oleh pasien, metode penyeduhannya, apakah kopi dikonsumsi saat perut kosong atau dalam keadaan setelah makan, dan apakah dikonsumsi bersama makanan lain.20,22 Penelitian yang mendukung hubungan antara keluhan GERD dengan konsumsi kopi di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Bhatia, dkk.,21 Zheng, dkk.,29 dan Song.59 Sementara itu, penelitian-penelitian lainnya36,39 melaporkan tidak adanya hubungan antara konsumsi kopi dengan keluhan GERD.

Makanan asam dan pedas. Makanan yang bersifat pedas menginduksi keluhan GERD akibat adanya capsaicin, sementara makanan yang bersifat asam akibat pH-nya yang rendah. Hal ini menstimulus mekanoreseptor di esofagus.22,25 Pada

(30)

12

Universitas Indonesia mengenai makanan asam dan pedas tidak sebanyak penelitian mengenai makanan berlemak, dan hasilnya pun tidak seragam. Sebagian penelitian25,59 yang ada mendukung pernyataan ini, sementara sebagian lainnya21,29,36,58 menyatakan tidak ada hubungan antara keluhan GERD dengan konsumsi makanan asam maupun pedas.

2.1.2.6. Pola Makan

Gejala refluks terjadi akibat distensi lambung setelah makan, umumnya antara dua hingga tiga jam setelah makan. Karena itu lah pasien dengan keluhan GERD disarankan untuk mengatur jam makan dan tidurnya, dan porsi makannya. Pada telaah sistematis yang dilakukan oleh Kang, dkk.,20 dilaporkan bahwa penelitian-penelitian yang ada melaporkan hasil yang berbeda-beda mengenai hubungan antara jarak antara waktu makan dengan jam tidur. Dilaporkan bahwa semakin dekat jarak antara waktu makan dengan jam tidur, akan meningkatkan risiko GERD dan keluhannya selama pasien tidur.23,38 Meski demikian, terdapat perbedaan dalam jarak waktu tersebut, antara dua hingga tiga jam.42

Yamamichi, dkk.61 melakukan penelitian mengenai pengaruh beberapa kebiasaan makan terhadap keluhan GERD. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pola makan yang teratur dapat menurunkan risiko dan keluhan GERD. Faktor lain yang juga dilaporkan berpengaruh terhadap keluhan GERD adalah jarak waktu yang pendek antara makan dengan jam tidur, kebiasaan makan cemilan sebelum tidur, dan kebiasaan makan dengan cepat. Bahkan dalam penelitian tersebut juga dilaporkan bahwa kebiasaan makan tersebut lebih berpengaruh terhadap keluhan GERD dibandingkan kebiasaan konsumsi alkohol ataupun kebiasaan merokok.61

Song, dkk.59 melaporkan bahwa risiko GERD meningkat dengan jadwal makan harian yang tidak teratur, namun tidak dengan kebiasaan lain seperti porsi makan yang besar, makan dengan cepat, makan cemilan di antara makan porsi besar, dan makan larut malam.59 Sementara itu Bor, dkk.62 melaporkan pada penelitian yang mengevaluasi hubungan antara kecepatan makan dengan keluhan GERD bahwa tidak ada hubungan yang bermakna di antara keduanya.62

(31)

2.1.3. Penegakan Diagnosis dan Evaluasi GERD Menggunakan GERD-Q Panduan penatalaksanaan GERD dari berbagai negara merekomendasikan penegakkan diagnosis GERD berdasarkan keluhan yang mengganggu kualitas hidup pasien, dan dengan menggunakan modalitas diagnosis yang mudah dan murah.10,12,15,63,64 Panduan dari Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia sendiri merekomendasikan penggunaan GERD-Q sebagai perangkat diagnosis dan evaluasi terapi GERD. Endoskopi pada pasien GERD ditujukan untuk pasien yang memiliki gejala alarm seperti disfagia progresif, odinofagia, penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya, anemia awitan baru, hematemesis dan/atau melena, riwayat keluarga dengan keganasan lambung dan/atau esofagus, penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) kronis, dan usia lebih dari 40 tahun di daerah prevalensi kanker lambung tinggi; dan yang tidak berespon terhadap terapi empirik dengan obat golongan inhibitor pompa proton.10

GERD-Q merupakan modalitas evaluasi terapi GERD berbentuk kuesioner yang terdiri atas enam butir pertanyaan yang menggambarkan gejala GERD pasien selama tujuh hari terakhir. Dua pertanyaan pertama merupakan prediktor untuk gejala GERD dan skor yang lebih tinggi menunjukkan frekuensi yang lebih sering, sementara pertanyaan ke tiga dan ke empat menggambarkan keluhan dispepsia yang menurunkan probabilitas GERD, sedangkan dua pertanyaan terakhir menggambarkan pengaruh keluhan GERD terhadap hidup pasien.15

GERD-Q disusun dengan memgkombinasikan kuesioner yang mengevaluasi refluks yaitu RDQ,65 kuesioner yang menilai gejala gastrointestinal yaitu GSRS,66 dan kuesioner yang mengevaluasi pengaruh gejala GERD yaitu GIS.67 Pada saat penyusunannya, juga dilakukan evaluasi terhadap kemudahan pasien dalam pengisian kuesioner. Pada evaluasi tersebut didapatkan bahwa pasien lebih menyukai jika pilihan waktu dinyatakan dengan jelas dalam bentuk pilihan angka jumlah hari dibandingkan dengan kata-kata seperti ‘sering, kadang-kadang, jarang’; dan lebih menyukai jika pilihan jawaban tidak terlalu bervariasi.15 Karena itulah hanya ada empat pilihan jawaban untuk setiap pertanyaan dalam GERD-Q

(32)

14

Universitas Indonesia dan kesemuanya dalam bentuk angka yang pasti, yaitu 0 hari, 1 hari, 2-3 hari, dan 4-7 hari.

Selama ini GERD-Q telah digunakan sebagai modalitas penegakan diagnosis dan evaluasi terapi GERD. Uji validasi GERD-Q yang dilakukan oleh Jonasson, dkk.,18 membandingkan perbaikan gejala antara pasien GERD yang menjalani prosedur diagnostik GERD-Q dengan pasien yang menjalani endoskopi, dan hasilnya GERD-Q tidak inferior dibandingkan dengan endoskopi. Selain itu, dengan menggunakan GERD-Q anggaran kesehatan dapat diefisiensi tanpa mengurangi efikasi terapi.18

Tabel 2.1. GERD-Q dalam bahasa Indonesia.19

Pertanyaan

Frekuensi gejala yang dialami dalam 7 hari terakhir 0 hari 1 hari 2-3 hari 4-7 hari 1. Seberapa sering Anda mengalami rasa seperti terbakar

bagian belakang tulang dada (heartburn)?

0 1 2 3

2. Seberapa sering Anda merasa isi lambung (cairan atau makanan naik ke arah kerongkongan atau mulut (regurgitasi)?

0 1 2 3

3. Seberapa sering Anda merasa nyeri pada bagian tengah perut atas?

3 2 1 0

4. Seberapa sering Anda merasa mual? 3 2 1 0 5. Seberapa sering kenyamanan tidur malam Anda terganggu

oleh heartburn dan/atau regurgitasi yang Anda alami?

0 1 2 3

6. Seberapa sering Anda meminum obat tambahan untuk heartburn dan/atau regurgitasi yang Anda alami selain dari apa yang telah dianjurkan oleh dokter? (seperti obat maag yang dijual bebas)

0 1 2 3

Uji validitas dan reliabilitas GERD-Q yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Simadibrata, dkk.19 menunjukkan bahwa GERD-Q merupakan modalitas yang valid dan reliabel untuk digunakan oleh pasien yang berbahasa Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Saragih, dkk.68 di Rumah Sakit Adam Malik Medan juga menunjukkan bahwa GERD-Q lebih superior dalam spesifisitas dan akurasi dibandingkan dengan modalitas lain yaitu Frequency Scale for the Symptoms of GERD (FSSG).68 Hasil ini konsisten dengan penelitian lain yang menunjukkan validitas GERD-Q ketika diterjemahkan ke bahasa lain

(33)

seperti bahasa Jepang69, bahasa Cina70, 71, bahasa Korea72, maupun bahasa Spanyol di Meksiko73.

Pada penelitian DIAMOND Study74 didapatkan bahwa dari skor maksimal 18 pada GERD-Q, titik potong skor 8 memiliki sensitivitas dan spesifisitas tertinggi untuk diagnosis GERD. Hasil ini juga selaras dengan hasil dari penelitian-penelitian yang dilakukan di negara-negara lain, termasuk di Indonesia.19,69-73

2.2. PUASA RAMADHAN

Ramadhan adalah bulan ke sembilan dalam kalender Hijriyah, yaitu penanggalan yang digunakan oleh umat muslim. Pada bulan Ramadhan, umat muslim yang sudah memenuhi syarat berkewajiban untuk berpuasa Ramadhan selama sebulan penuh. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, puasa berarti menahan diri dari segala perbuatan yang membatalkan puasa, di antararanya adalah makan, minum, merokok, berhubungan seksual, muntah dengan sengaja, dan lain-lain; dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

Lama waktu berpuasa Ramadhan di setiap daerah dapat berbeda karena lamanya siang dan malam pada setiap bagian di bumi bergantung pada posisinya terhadap matahari. Hal ini terjadi karena saat bumi berevolusi, posisi bumi tidak tegak lurus melainkan miring, sehingga pada bulan-bulan tertentu, negara-negara di belahan bumi utara menerima cahaya matahari lebih lama daripada negara di belahan bumi selatan, dan di waktu yang lain negara-negara di belahan bumi selatan menerima cahaya matahari lebih lama dari negara-negara di belahan bumi utara. Karena terletak di sekitar garis khatulistiwa, lama waktu berpuasa di Indonesia tidak terlalu berbeda jauh setiap tahunnya. Untuk bulan Ramadhan 1436 Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 18 Juni-16 Juli 2015, umat muslim Indonesia akan berpuasa selama sekitar 13 jam.

2.2.1. Pengaruh Puasa Ramadhan terhadap Fisiologi Tubuh

(34)

16

Universitas Indonesia memungkinkan terjadinya perubahan dalam fisiologi tubuh. Karena puasa Ramadhan memiliki fase makan dan fase puasa, kondisi puasa Ramadhan tidak sama dengan kondisi berpuasa terus-menerus.

Selama ini telah banyak penelitian yang melaporkan perubahan tubuh pada saat berpuasa Ramadhan. Iraki, dkk.30 melaporkan bahwa pada pasien yang menjalani puasa Ramadhan lebih dari 10 hari akan terjadi penurunan rerata pH lambung dibandingkan dengan ketika tidak berpuasa. Selain pada pH lambung, penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa selama puasa Ramadhan terjadi perubahan pada kadar gastrin plasma, insulin, glukosa, dan kalsium.30 Khaled, dkk.75 melakukan telaah sistematis mengenai pengaruh puasa Ramadhan terhadap beberapa aspek fisiologi tubuh, di antaranya adalah terhadap fungsi ginjal.

Selain Khaled, dkk.,75 Rouhani, dkk.76 juga melakukan telaah sistematis terhadap penelitian-penelitian yang dilakukan pada subjek yang berpuasa Ramadhan. Dilaporkan bahwa dari telaah sistematis yang dilakukan, terdapat penurunan berat badan, penurunan kadar kolesterol, perbaikan kadar gula darah, dan perbaikan tekanan darah yang signifikan. Selain itu juga disimpulkan bahwa meskipun terdapat risiko dehidrasi, puasa Ramadhan tetap aman untuk dijalankan oleh pasien yang menderita penyakit tertentu, seperti gagal ginjal.76

2.2.2. Pengaruh Puasa Ramadhan terhadap Penyakit Gastrointestinal

Pada penelitian yang dilakukan oleh Chong,34 didapatkan bahwa terdapat penurunan yang signifikan antara jumlah pasien yang menjalani endoskopi pada bulan Ramadhan. Meski demikian, tidak ada perbedaan yang bermakna dalam indikasi endoskopi maupun temuan endoskopi pada esofagus dan gaster, meskipun didapatkan perbedaan yang bermakna pada temuan endoskopi di duodenum.34

Sementara itu, Gokakin, dkk.35 melakukan penelitian yang membandingkan pasien ulkus peptikum yang menjalani endoskopi berdasarkan kelompok waktu sebelum bulan Ramadhan, selama bulan Ramadhan, dan setelah bulan Ramadhan.

(35)

Didapatkan bahwa perdarahan paling sedikit adalah pada kelompok pasien yang menjalani endoskopi di bulan Ramadhan, namun hasil ini tidak bermakna secara statistik. Sementara itu prevalensi tertinggi dari ulkus duodenum dan duodenitis juga didapatkan pada kelompok pasien di bulan Ramadhan, dengan hasil yang bermakna secara statistik.35

Pada telaah sistematis yang dilakukan oleh Sadeghpour, dkk.,77 dilaporkan bahwa pada populasi sehat yang menjalani puasa Ramadhan, keluhan tersering yang dirasakan adalah sendawa, perut begah, dan perut terasa penuh. Sementara itu, rasa terbakar di dada dan nyeri ulu hati hanya dikeluhkan oleh sekitar 5-10% subjek.77

Pada telaah sistematis yang sama juga dilaporkan bahwa sebagian penelitian melaporkan terjadi peningkatan signifikan perdarahan saluran cerna selama bulan Ramadhan, sebagian lagi melaporkan bahwa meskipun frekuensinya lebih tinggi namun analisis statistik tidak menunjukkan hasil yang signifikan, sementara sebagian lainnya melaporkan bahwa justru terdapat penurunan. Penyebab dari bervariasinya hasil dari penelitian yang telah ada adalah karena penelitian-penelitian yang ada menggunakan metode potong lintang atau metode retrospektif, dan umumnya hanya melibatkan subjek skala kecil.77

Ulkus duodenum merupakan etiologi tersering dari perdarahan saluran cerna pada kelompok yang berpuasa Ramadhan, sementara pecah varises dilaporkan sebagai etiologi tersering pada kelompok yang tidak berpuasa. Sementara itu tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada keluaran perdarahan saluran cerna, kecuali pada mortalitas yang didapatkan lebih tinggi secara signifikan pada kelompok yang tidak berpuasa.77 Sedangkan untuk pasien GERD sendiri, hingga kini belum ada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

(36)

18

Universitas Indonesia 2.3. KERANGKA TEORI

↑Setelah penjabaran mengenai penyakit GERD dan fisiologi tubuh saat berpuasa Ramadhan, dapat dibuat suatu kerangka teori yang menjadi dasar penelitian ini. Kerangka teori dijabarkan pada gambar 2.1.

(37)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. KERANGKA KONSEP

Gambar 3.1. Kerangka konsep.

3.2. DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 3.1. Definisi operasional.

Variabel Definisi Cara pengukuran Skala

Puasa Ramadhan

Puasa di bulan Ramadhan, yaitu bulan ke sembilan dalam kalender Hijriyah. Pada tahun 2015, bulan Ramadhan 1436 Hijriyah berada antara 18 Juni-16 Juli 2015.

Kelompok berpuasa Ramadhan: menjalani puasa Ramadhan selama sebulan penuh

Kelompok tidak berpuasa Ramadhan: tidak menjalani puasa Ramadhan. Nominal 0: tidak puasa 1: puasa Keluhan GERD

Keluhan yang dialami oleh pasien yang sebelumnya telah didiagnosis GERD di Pusat Endoskopi Saluran Cerna Divisi

Gastroenterologi RSCM, baik yang mengalami esofagitis erosif (Erosive Esophagitis/ERD) maupun tidak mengalami esofagitis erosif (

Non-GERD-Q, yaitu kuesioner GERD yang terdiri atas enam buah pertanyaan, masing-masing pertanyaan memiliki empat pilihan jawaban dengan skor antara 0-3 untuk setiap pertanyaan. Numerik Keluhan GERD Puasa Ramadhan •Obesitas •Merokok

•Jarak waktu antara makan terakhir dengan jam tidur

(38)

20

Universitas Indonesia

Variabel Definisi Cara pengukuran Skala

Obesitas Indeks massa tubuh lebih dari ≥ 25 kg/m2

IMT =Tinggi Badan (m)Berat Badan (kg)

Pengukuran dan/atau anamnesis

Nominal 0: tidak obesitas 1: obesitas

Merokok Jumlah rokok (dalam skala batang rokok) yang dihisap setiap harinya.

Anamnesis Numerik Jarak waktu antara makan terakhir dengan jam tidur

Jarak (dalam skala jam) antara waktu makan terakhir subjek dengan tidur malamnya.

(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1DESAIN

Penelitian ini merupakan studi longitudinal yang mengevaluasi keluhan GERD pada pasien yang menjalani puasa Ramadhan. Evaluasi dilakukan dua kali, saat bulan Ramadhan dan tiga bulan setelah Ramadhan.

4.2WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilakukan selama bulan Juli sampai Oktober 2015 di Poliklinik Gastroenterologi RSCM.

4.3POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN Populasi target adalah pasien GERD di Jakarta.

Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien dengan GERD yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Gastroenterologi RSCM.

Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian.

4.4KRITERIA PEMILIHAN SAMPEL PENELITIAN 4.4.1 Kriteria Inklusi Subjek Penelitian

1. Pasien berusia >18 tahun.

2. Menderita GERD, baik yang telah terbukti esofagitis erosif melalui pemeriksaan endoskopi di Pusat Endoskopi Saluran Cerna Divisi Gastroenterologi RSCM, ataupun telah didiagnosis NERD.

4.4.2Kriteria Eksklusi Subjek Penelitian Menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian.

(40)

22

Universitas Indonesia

1 = 2 = 2

( + )

( 1 − 2)

n = besar sampel

α = tingkat kesalahan tipe 1, ditetapkan sebesar 5% sehingga Zα = 1,96

β = tingkat kesalahan tipe 2, ditetapkan sebesar 20% sehingga Zβ = 1,28 S = simpangan baku, ditetapkan sebesar 6

x1-x2 = besar efek yang diharapkan, ditetapkan sebesar 3

Berdasarkan rumus di atas, ditetapkan besar sampel penelitian ini adalah 63 orang.

4.6ALUR PENELITIAN

Gambar 4.1. Alur penelitian.

Pasien memenuhi kriteria penelitian Kelompok berpuasa Ramadhan Kelompok tidak berpuasa Ramadhan

GERD-Q (minggu ke-4 Ramadhan)

GERD-Q (minggu ke-4 Ramadhan) GERD-Q (3 bulan setelah Ramadhan) GERD-Q (3 bulan setelah Ramadhan) Pengolahan data dan analisis

(41)

Pasien yang sebelumnya telah didiagnosis GERD (baik yang didiagnosis NERD maupun esofagitis erosif) melalui pemeriksaan endoskopi di Pusat Endoskopi Saluran Cerna Divisi Gastroenterologi RSCM dijelaskan mengenai alur penelitian dan ditanyakan mengenai kesediaannya dalam mengikuti penelitian. Pasien akan mendapatkan informasi mengenai tujuan dan manfaat penelitian yang akan diperoleh pasien.

Penelitian tahap awal dilakukan pada minggu ke empat bulan Ramadhan karena berdasarkan literatur, puasa Ramadhan menimbulkan efek pada saluran cerna setelah seseorang menjalani puasa selama 14 hari.30 Sementara itu, GERD-Q merupakan modalitas evaluasi yang menilai keluhan pasien selama seminggu terakhir, sehingga evaluasi dilakukan pada minggu ke empat bulan Ramadhan. Pasien yang menjalani puasa Ramadhan dikategorikan dalam kelompok berpuasa Ramadhan, sementara itu pasien yang tidak berpuasa Ramadhan dengan alasan apapun dikategorikan dalam kelompok tidak berpuasa Ramadhan.

Pasien yang telah mengikuti penelitian pada saat bulan Ramadhan dihubungi lagi untuk dievaluasi keluhannya tiga bulan setelah bulan Ramadhan (Oktober 2015). Pemilihan waktu tiga bulan dilakukan karena berdasarkan penelitian sebelumnya,30 fisiologi saluran cerna akan kembali seperti semula dalam waktu dua hingga tiga bulan setelah puasa Ramadhan berakhir.

4.7TATA CARA PENGUMPULAN DATA

Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode consecutive sampling yaitu mengambil semua pasien GERD yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Gastroenterologi RSCM hingga tercapai jumlah sampel yang telah ditetapkan sebelumnya untuk setiap kelompok, baik kelompok yang berpuasa Ramadhan maupun kelompok yang tidak berpuasa Ramadhan. Pasien diminta untuk mengisi kuesioner GERD-Q selama menjalani puasa Ramadhan, dan tiga bulan setelah bulan Ramadhan. Subjek yang pindah rawat jalan di rumah sakit lain akan

(42)

24

Universitas Indonesia 4.8ANALISIS DATA

Pengolahan data penelitian dilakukan secara elektronik menggunakan perangkat SPSS (Statistical Product for Social Science)© versi 16.0. Deskripsi data-data numerik dengan sebaran normal disajikan dalam bentuk rerata dan simpang baku. Sementara data-data numerik yang bukan sebaran normal disajikan dalam bentuk median dan rentang interkuartil.

4.9MASALAH ETIKA

Penelitian ini hanya berupa wawancara (anamnesis dan pengisian kuesioner), dan tidak melakukan prosedur invasif karena pasien telah menjalani endoskopi pada perawatan sebelumnya. Data endoskopi hanya digunakan untuk menegakkan diagnosis GERD, dan diperoleh dari Pusat Endoskopi Saluran Cerna Divisi Gastroenterologi RSCM.

Pasien tidak ditarik biaya apapun dalam menjalani penelitian. Pasien diberikan informasi sebelum mengikuti penelitian, dan pasien dapat memutuskan untuk tidak mengikuti penelitian tanpa mengurangi kualitas pelayanan kepada pasien. Semua populasi terjangkau akan ditawarkan mengikuti penelitian sehingga tidak ada kecenderungan dalam pemilihan subjek penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, dan seluruh data pasien dijaga kerahasiaannya. Penilaian etika penelitian dilakukan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tidak ada konflik kepentingan peneliti dalam penelitian ini, selain penelitian ini akan diajukan juga sebagai salah satu syarat kelulusan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Penelitian ini telah mendapat Keterangan Lolos Kaji Etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan Nomor 232/UN2.F1/ETIK/2016.

(43)

4.10 PENULISAN DAN PELAPORAN HASIL

Analisis data akan dilakukan oleh peneliti, sementara itu evaluasi kualitas data penelitian akan dilakukan oleh Unit Epidemiologi Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan di dalam jurnal kedokteran atau kesehatan nasional dan/atau internasional. Secara keseluruhan hasil akhir penelitian dibuat dalam bentuk tesis sebagai salah satu syarat kelulusan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

(44)

26 Universitas Indonesia BAB 5

HASIL

Penelitian ini dilakukan antara bulan Juli hingga Oktober 2015, dengan tujuan mengevaluasi keluhan GERD pada saat bulan Ramadhan (bulan Juli 2015) dan di luar bulan Ramadhan (bulan Oktober 2015). Alur perekrutan subjek ditampilkan pada gambar 5.1. Sebanyak sembilan orang dengan Nomor Rekam Medis (NRM) tidak sesuai antara data di Pusat Endoskopi Saluran Cerna (PESC) dengan data di Electronic Health Record (EHR) RSCM, 15 orang dengan nomor telepon tidak tercantum, dan 21 orang dengan nomor telepon tidak dapat dihubungi tidak disertakan pada penelitian ini. Penelitian ini diikuti oleh sebanyak 130 orang, 66 orang di antaranya menjalani puasa Ramadhan, sedangkan sisanya merupakan kelompok yang tidak menjalani puasa Ramadhan.

Gambar 5.1. Alur perekrutan subjek penelitian.

Subjek yang memenuhi kriteria inklusi (N = 175) Subjek penelitian (n=130) Menjalani puasa Ramadhan (n=66) Tidak menjalani puasa Ramadhan (n=64) • NRM tidak sesuai (n = 9) • Telepon tidak tercantum (n=15) • Telepon tidak dapat dihubungi

(45)

5.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek penelitian ini ditampilkan pada tabel 5.1, meliputi jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh (IMT), diagnosis, dan kebiasaan merokok.

Tabel 5.1. Gambaran karakteristik subjek penelitian. Karakteristik subjek Kelompok berpuasa

Ramadhan (n = 66)

Kelompok tidak berpuasa Ramadhan (n = 64) Jenis kelamin, n(%)

Laki-laki 51 (77) 45 (71)

Perempuan 15 (23) 19 (29)

Usia, median (minimum-maksimum)

Usia 53 (20-75) 53 (18-81)

Indeks massa tubuh, n(%)

Tidak obesitas 64 (97) 61 (95) Obesitas 2 (3) 3 (5) Diagnosis, n(%) NERD 38 (58) 41 (64) Esofagitis A 19 (28) 13 (20) Esofagitis B 8 (12) 8 (13) Esofagitis C 1 (2) 2 (3)

Kebiasaan Merokok di bulan Ramadhan, n(%)

Tidak 55 (83) 44 (69)

Ya 11 (17) 20 (31)

Kebiasaan Merokok di luar bulan Ramadhan, n(%)

Tidak 45 (68) 53 (83)

Ya 21 (32) 11 (17)

Mayoritas jenis kelamin di kedua kelompok adalah laki-laki. Hal ini dikarenakan subjek perempuan memiliki keterbatasan dalam berpartisipasi pada penelitian ini, karena perempuan yang masih dalam usia reproduksi tidak dapat diikutsertakan. Meskipun menjalani puasa Ramadhan, perempuan yang masih dalam usia reproduksi tidak dapat memenuhi kriteria penelitian ini karena masih mengalami menstruasi sehingga tidak dapat menjalani puasa Ramadhan selama sebulan penuh.

Median usia di kedua kelompok adalah 53 tahun, baik di kelompok berpuasa Ramadhan maupun di kelompok tidak berpuasa Ramadhan. Pada kedua kelompok, mayoritas subjek tidak obesitas, dengan subjek yang obesitas kurang dari 10% pada masing-masing kelompok, yaitu 3% pada kelompok berpuasa Ramadhan dan 5% pada kelompok tidak berpuasa Ramadhan. Obesitas

(46)

28

Universitas Indonesia Diagnosis terbanyak di kedua kelompok adalah NERD (58% di kelompok berpuasa Ramadhan, dan 64% di kelompok tidak berpuasa Ramadhan), dan ke dua terbanyak adalah esofagitis A (28% di kelompok berpuasa Ramadhan, dan 20% di kelompok tidak berpuasa Ramadhan).

5.2. Perbedaan Nilai GERD-Q

Kedua kelompok subjek menjalani evaluasi dua kali, yaitu pada saat bulan Ramadhan dan tiga bulan setelah bulan Ramadhan. Waktu tiga bulan dipilih karena berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, setelah periode waktu tersebut fisiologi tubuh telah kembali seperti sebelum Ramadhan.

Evaluasi dilakukan untuk menilai keluhan GERD, yang dilakukan dengan menggunakan modalitas GERD-Q. Selain itu juga dilakukan evaluasi terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keluhan GERD, seperti kebiasaan merokok (yang dinilai dalam jumlah batang rokok yang dihisap dalam sehari) dan selisih antara waktu makan terakhir dengan waktu tidur (yang dinilai dalam jam setiap harinya).

Pada kelompok yang berpuasa Ramadhan, terdapat perbedaan median nilai GERD-Q antara bulan Ramadhan dengan nilai median 0, dan di luar bulan Ramadhan dengan nilai median yang meningkat menjadi 4. Data disajikan dalam median dan rentang interkuartil karena data tidak dapat disajikan dalam sebaran normal.

Tabel 5.2.Perbedaan nilai GERD-Q di bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan pada kelompok berpuasa Ramadhan.

n Median Rentang interkuartil (25-75)

Bulan Ramadhan 66 0 (0-2)

Di luar bulan Ramadhan 66 4 (2,75-5,25)

Nilai p* < 0,01

(47)

Sementara itu, bila dilakukan analisis untuk membandingkan median nilai GERD-Q antara kelompok yang berpuasa Ramadhan dan tidak, juga didapatkan perbedaan yang bermakna.

Tabel 5.3.Perbedaan nilai GERD-Q antara kelompok berpuasa Ramadhan dan kelompok tidak berpuasa Ramadhan.

n Median Rentang interkuartil (25-75)

Kelompok puasa 66 0 (0-2)

Kelompok tidak puasa 64 2 (0-5)

Nilai p* < 0,01

*hasil uji Mann-Whitney.

5.3. Perubahan Nilai GERD-Q

Pada penelitian ini ditetapkan bahwa perbedaan nilai GERD-Q yang dianggap bermakna adalah bila selisih antara nilai GERD-Q di luar bulan Ramadhan dan nilai GERD-Q selama bulan Ramadhan adalah lebih dari sama dengan tiga. Sebanyak 15 orang dari kelompok berpuasa Ramadhan memiliki perbedaan nilai GERD-Q lebih dari sama dengan tiga antara bulan Ramadhan (nilai GERD-Q lebih rendah) dan di luar bulan Ramadhan (nilai GERD-Q lebih tinggi), sementara 40 orang dari kelompok tersebut mengalami perubahan nilai meskipun tidak sampai tiga poin.

Meski demikian, tidak semua subjek mengalami perubahan nilai GERD-Q antara bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan. Didapatkan sebanyak sembilan orang pada kelompok berpuasa Ramadhan yang tidak mengalami perubahan nilai GERD-Q, dan dua orang yang justru mengalami perbaikan nilai GERD-Q di luar bulan Ramadhan.

(48)

30

Universitas Indonesia Gambar 5.2 Perbandingan jumlah subjek yang mengalami perubahan nilai GERD-Q, antara kelompok berpuasa Ramadhan dan kelompok tidak berpuasa

Ramadhan.

5.4. Perbedaan Jumlah Rokok dan Selisih Waktu antara Makan Terakhir dan Tidur

Perbedaan yang bermakna juga didapatkan pada jumlah rokok yang dihisap oleh kelompok yang berpuasa Ramadhan, antara bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan. Nilai rerata tetap ditampilkan sebagai data deskriptif meskipun tidak dianalisis.

Tabel 5.4.Perbedaan jumlah rokok di bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan pada kelompok berpuasa Ramadhan.

Median Rentang interkuartil (25-75) Rerata

Bulan Ramadhan 66 0 (0-0) 0,68

Di luar bulan Ramadhan 66 0 (0-6) 2,88

Nilai p* < 0,01

*hasil uji Wilcoxon.

Dalam analisis yang membandingkan jumlah rokok yang dihisap antara kedua kelompok, kembali didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik. Nilai rerata kembali ditampilkan sebagai data deskriptif meskipun tidak dianalisis.

2 9 40 15 20 40 4 0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Lebih buruk Tidak berbeda

< 3 ≥ 3 Jumlah

Subjek

Selisih nilai GERD-Q antara bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan

Puasa Tidak Puasa

Gambar

Tabel 2.1.  GERD-Q dalam Bahasa Indonesia ......................................................
Tabel 2.1. GERD-Q dalam bahasa Indonesia. 19
Gambar 2.1. Kerangka teori.
Gambar 3.1. Kerangka konsep.
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait