• Tidak ada hasil yang ditemukan

GANGGUAN PSYCHOPHYSIOLOGIC SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KELAINAN PADA SENDI TEMPOROMANDIBULA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GANGGUAN PSYCHOPHYSIOLOGIC SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KELAINAN PADA SENDI TEMPOROMANDIBULA SKRIPSI"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

GANGGUAN PSYCHOPHYSIOLOGIC SEBAGAI SALAH SATU

PENYEBAB KELAINAN PADA SENDI TEMPOROMANDIBULA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

MUHAMMAD FAJRIN WIJAYA J 111 07 033

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2011

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Gangguan Psychophysiologic Sebagai Salah Satu Penyebab Kelainan Pada Sendi Temporomandibula

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Januari 2011

Oleh

Pembimbing

drg. Hj. Zohra Nazaruddin Nip. 19500930 197804 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Penanggung jawab Program Pendidikan Strata Satu (S1)

Prof. drg. H. Moh. Dharma Utama, Ph.D, Sp.Pros (K)

(3)

Abstract

TMD Disorder is a problem that is often talked about in the issue discuss health issues. Temporomandibular disorder (TMD) or temporomandibular joint disorder occur as a result of problems related to the jaw joint and the muscles around the face that controls the process of mastication and jaw movements. Injury to the temporomandibular joint, or muscles of the head and neck can cause MD. Other causes for bruxism,, bone dislocations, ostheoarthritis or rheumatoid arthritis and stress that can cause facial muscles and jaw tensed. The diagnosis of disease or temporomandibular joint disorder treatment depending on the clinical and medical history and a through overview of radiographic evaluation. Evaluation of extra articular structure related to the unit is part of a complete clinical examination. Purpose. To these ends, the writer used the discussion of literature review, which examines variousreferences associated with psychophysiologic disorder as one of the causes of TMJ disorder. For this purpose various textbooks both from within and outside the country as wwell as references obtained from the internet is used as the primary reference material. Conclusion.

Psychophysiologic disorder is a mental disorder that manivestased on vegetative nervous system disorders. Psychophysiologic disorder associated with abnormalities in the muscles mastication. This disorder illustrates the close interaction between soul and body.

Key word: psychophysiologic disorder; Temporomandibular disorder; temporomandibular joint disorder;

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Gangguan sendi Temporomandibula merupakan permasalahan yang sering dibicarakan dalam terbitaan yang membahas masalah kesehatan. Hal tersebut kadang kurang ditekankan bahwa penyakit atau gangguan fungsi dari sendi temporomandibula bukan merupakan suatu gejala yang tunggal tetapi lebih terdiri dari sejumlah keadaan yang merupakan kumpulan dari beberapa gejala, sehingga disebut sebagai suatu sindrom.1

Temporomandibular disorders (TMD) atau gangguan sendi temporomandibula terjadi sebagai akibat dari masalah yang berhubungan dengan sendi rahang dan otot-otot di sekitar wajah yang mengontrol proses pengunyahan dan gerakan rahang. Cedera pada sendi temporomandibular, atau otot kepala dan leher dapat menyebabkan TMD. Penyebab lainnya adalah, bruksisme, dislokasi tulang, osteoarthritis atau rheumatoid arthritis dan stres yang dapat menyebabkan otot-otot wajah dan rahang menjadi tegang.5

Stres adalah suatu tipe energi. Bila terjadi stres, energi yang timbul akan disalurkan ke seluruh tubuh. Pelepasan secara internal dapat mengakibatkan terjadinya gangguan psikotropik seperti hipertensi, asma, sakit jantung, dan/atau peningkatan tonus otot kepala dan leher. Dapat juga terjadi peningkatan aktivitas otot nonfungsional seperti bruxism atau clenching yang merupakan salah satu etiologi TMD.2

(5)

Diagnosis dari penyakit atau gangguan sendi temporo mandibula tergantung pada permeriksaan klinis dan riwayat penyakit yang menyeluruh serta evaluasi gambaran radiografis. Evaluasi struktur ekstra-artikular yang terkait merupakan bagian ke satuan pemeriksaan klinis lengkap.

Ditulisan ini akan kami bahas mengenai gangguan psychophysiologic yang mengarah pada terjadinya kelainan Sendi Temporomandibula.

I.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk :

1. Menginformasikan gambaran sendi Temporomandibula secara umum 2. Menambah wawasan mengenai gangguan psychophysiologic sebagai salah

satu penyebab kelainan pada sendi Temporomandibula I.3 Metode Penulisan

Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, penulis menggunakan metode pembahasan telaah pustaka, yaitu menelaah berbagai referensi yang berhubungan dengan gangguan psychophysiologic sebagai salah satu penyebab kelainan pada TMJ. Untuk maksud tersebut berbagai buku teks baik dari dalam maupun luar negeri serta referensi yang diperoleh dari internet di gunakan sebagai bahan rujukan utama.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sendi Temporomandibula

Sendi Temporomandibula merupakan sendi yang bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang, mengunyah serta berbicara yang letaknya dibawah depan telinga.4 Sendi ini fleksibel, dapat bergerak ke atas dan ke bawah serta ke samping. Otot yang melekat di sekitar sendi rahang dan rahang bagian bawah mengatur posisi dan pergerakan dari rahang.5 Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga bila terjadi sesuatu pada salah satu sendi ini, maka seseorang mengalami masalah yang serius. Masalah tersebut berupa nyeri saat membuka dan menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat menyebabkan mulut terkunci.4

(7)

II.1.1 Anatomi dari Sendi Temporomandibula

Susunan anatomi normal dari sendi Temporomandibula ini dibentuk oleh bagian – bagian:

1. Prosesus kondiloideus

Prosesus kondiloideus adalah struktur tulang berbentuk ellips yang melekat pada ramus mandibula. Dimensi mediolateralnya (sekitar 20mm) lebih besar dari dimensi Antero-posteriornya (8-10 mm). Permukaannya ditutupi oleh lapisan tipis fibrocartilage. Bagian anterior melekat m. pterygoideus lateralis caput inferior. 7

2. Discus artikularis

Discus articularis adalah lembar cekung ganda dari jaringan ikat fibrosa avaskular yang membagi ke dalam ruang sendi superior dan inferior. Pada tepi anterior, ia menyatu dengan serabut otot pterygoid lateral. Bagian posterior, melekat pada jaringan ikat longgar (zona bilaminar) yang mengandung saraf dan dilapisi dengan membran sinovial. Discus articularis terdiri dari 3 bagian yaitu pita posterior dengan ketebalan 3 mm, bagian tengah dengan ketebalan 1 mm dan menebal pada bagian tepi serta pita anterior dengan ketebalan 2 mm. Discus artikuaris melekat erat pada bagian lateral dan medial prosesus kondileideus.7

(8)

Gambar 3. Diagram sagital sendi temporomandibula, yang memperlihatkan rongga sendi superior (A), meniscus (B), rongga sendi inferior (C), capsula (D), dan musculus pterygoideus lateralis superior (E)

3. Fossa glenoidalis

Fossa mandibula adalah ruang yang berongga pada permukaan inferior tulang temporal squamosa. Bagian anterior dibatasi oleh ridge tulang, eminensia artikular, yang membentuk tepi anterior dari sendi. Fosa ini terbungkus dalam lapisan tipis fibrocartilage (fibrous avaskuler).7 4. Kapsula

Kapsula merupakan struktur ligamen tipis yang memanjang dari bagian temporal fossa glenoidalis dibagian atas, bergabung dengan tepi meniscus dan mencapai bawah leher processus kondileideus untuk mengelilingi seluruh sendi. Kapsula ini dibagian lateral diperkuat oleh ligamentum temporomandibularis, yang berfungsi membatasi pergerakan processus kondiloideus ke anterior dan posterior. Rongga sendi superior dan inferior yang dipisahkan oleh discus dan berada dalam kapsula dilapisi oleh jaringan sinovial yang menghasilkan cairan yang dibutuhkan untuk pelumasan permukaan persendiaan. Rongga sebelah atas lebih lebar,

(9)

dengan kapasitas sekitar 1ml, sementara rongga bagian bawah besarnya kurang lebih setengah dari rongga bagian atas.1

5. Ligamen

Sendi temporomandibula ini berdekatan dengan meatus auditorius externus dengan telinga tengah dan telinga bagian dalam. Ligamen malleolar anterior melekat pada prosessus anterior dari malleolus dibagian superior, sementara bagian inferior menyatu dengan kapsula sendi dan ligamentum sphenomandibulare, yang melekat pada lingual mandibula.1

Ligamen kapsul adalah jaringan fibrous elastis tipis yang melekat pada pinggiran permukaan artikular. Fibrous berorientasi vertikal dan tidak menahan gerakan secara bersamaan.8

Fungsi dari ligamen yang membentuk Sendii Temporomandibula ini adalah sebagai alat untuk menghubungkan tulang temporal dengan prosesus kondiloideus dari tulang mandibula serta membatasi gerak mandibula membuka, menutup mulut, pergerakan ke samping, dan gerakan lain.6

Ligamen yang menyusun Sendi Temporomandibula terdiri dari :6

a. Ligamen temporo mandibular b. Ligamen spheno mandibular c. Ligamen stylo mandibular

(10)

Gambar 2. Ligamen Temporomandibular Joint 6. Suplai pembuluh darah dan saraf

Suplai saraf sensoris ke sendi temporomandibula didapat dari n. auriculotemporalis dan n.masseter cabang dari n.mandibularis. Jaringan pembuluh darah untuk sendi berasal dari a. temporalis superficialis cabang dari a. carotis externa.1

Sistem pengunyahan pada manusia dimaksudkan terutama untuk mencerna makanan dan menyiapkan sebelum ditelan.Untuk penelanan, mandibula harus stabil pada suatu ketinggian yang sesuai sehingga dapat mengangkat tulang hioideum dan laring. Ini dilakukan dengan menggerakkan mandibula ke dalam posisi antar-tonjol maksimal. Dengan demikian, hioideum akan terangkat oleh otot suprahioideuds.10

Otot-otot pengunyahan adalah otot masseter, otot pterigoideus medialis, otot pterigoidues lateralis dan otot temporalis. Pergerakan mandibula terhadap posisi kontak gigi dilakukan oleh kontraksi masseter, temporalis dan otot

(11)

pterygoid medial. Kontraksi masseter juga berkontribusi untuk memindahkan kepala condyl kearah miring ke anterior fossa mandibula. Bagian posterior dari temporalis untuk melakukan gerakan retrusi dan kontraksi satu sisi untuk gerakan kontralateral mandibula.8

Otot-otot pengunyahan terdiri dari: a. Otot Masseter

Masseter adalah suatu massa otot yang tebal, berbentuk empat persegi panjang disebelah pinggir wajah. Melekat diantara permukaan lateral dari ramus mandibula dan arkus zygomatikus, persis dibawah kulit.10

Terdiri dari dua bagian atau dengan kata lain mempunyai dua kepala, yaitu pars superficial dan pars profunda. Pars superficial atau kepala disebelah luar melekat pada permukaan bawah dari bagian muka dari arkus zigomatikus dan permukaan luar dari ujung mandibula (pars angularis mandibula). Pars profunda atau kepala sebelah dalam melekat pada permukaan dalam dari bagian belakang (bagian posterior) dari arkus zigomatikus dan pada permukaan lateral dari prosessus koronoideus mandibula.11

(12)

A B

Gambar 4. A. Bagian Pars Superfisial otot Masseter, B. Bagian Pars Profunda otot Masseter b. Otot Pterigoideus Medialis

Pterigoideus medialis adalah suatu massa jaringan otot yang kuat, tebal, empat persegi panjang, terletak pada sisi medial dari ramus mandibula. Otot ini tidak selebar atau setebal masseter. Batas posteriornya tersusun serupa dengan batas posterior dari masseter pada proyeksi lateral, tetapi batas anteriornya terletak lebih kearah dorsal.10

c. Otot Pterigoideus Lateralis

Otot pterigoideus lateralis terletak dalam ramus mandibula dan otot temporalis pada dinding samping nasofaring. Otot ini terletak persis dibawah dasar tengkorak, posterior terhadap maksila dan anterior terhadap batas posterior dari mandibula.10

d. Otot Temporalis

Otot ini melekat pada dasar dari fossa temporal dan fasia temporal. Dengan ujung yang satunya maka otot-otot itu melekat pada apeks dan tepi mesial pada prossesus koronoideus dan pada tepi mesial dari ramus mandibula.

(13)

Menurut jalan serabut-serabut otot ini ada dua macam:11

a. Bagian belakang dari otot itu bekerja sebagai retractor, artinya untuk menarik mandibula kebelakang

b. Bagian depan bekerja sebagai elevator artinhya untuk menarik mandibula keatas.

II.1.2 Fungsi Sendi Temporomandibula

Ketika mulut membuka, terdapat dua gerakan pada sendi. Gerakan pertama adalah rotasi yang mengelilingi sumbu horisontal pada kepala kondil. Gerakan kedua adalah translasi. Kondil dan meniskus bergerak ke depan bersama di bawah eminensia artikularis. Pada posisi mulut menutup, bagian posterior meniskus yang tebal dengan segara mengambil tempat di bawah kondil. Ketika kondil bertranslasi ke depan, daerah tengah yang lebih tipis dari meniskus menjadi daerah permukaan artikulasi antara kondil dan eminensia artikularis.4

Interfase antara processus condylaris dan discus merupakan tempat gerak engsel, yang dimungkinkan terutama oleh perlekatan discus pada processus condylaris melalui ligament discus. Stabilitas tambahan dari discus diberikan oleh gerakan resiprokal lapisan superior zona bilaminar, yang melawan tarikan dari otot pterygoideus letralis superior. otot pterygoideus lateralis superior pada prinsipnya bersifat pasif dan berkontraksi hanya pada penutupan paksa saja. Komponen prossesus condylaris atau discus bergerak berlawanan dengan tonjolan fossa sebagai suatu sendi dengan tonjolan fossa sebagai suatu sendi dengan pergerakan bebas (translasi).1

(14)

Otot mandibula yang terlibat dalam pergerakan rahang: 10

1. Depresi Mandibula

Aktivitas bilateral yang bersamaan dari bagian inferior pterigoideus lateralis dan digastrikus serta suprahioideus yang lain, dengan antagonis dari elevator yang terkoordinasi. Pada umumnya pergerakan ini dimulai oleh pterigoideus lateralis dan digastrikus baru bekerja kemudian. Moller (1966), pada suatu penelitian elektromiografikal klasik menemukan bahwa digastrikus itu diaktifkan lebih dulu dari otot pterigoideus lateralis pada depresi fungsional, misalnya pengunyahan.10

2. Gerakan protrusi.

Aktivitas bilateral yang bersamaan dari bagian inferior pterigoideus lateralis, dibantu oleh masseter dan pterigoideus medialis. Digastrikus dan temporalis posterior mengakibatkan efek antagonis.

3. Gerakan retrusi

Aktivitas bilateral yang bersamaan dari bagian posterior dan tengah otot temporalis dan digastrikus serta suprahioideus yang lain. Aktivitas bersamaan yang bilateral dari bagian superior pterigoideus lateralis mengontrol retrusi diskus dalam Sendi Temporomandibula. Bagian inferior dari pterigoideus lateralis sebagai antagonis

4. Pergerakan lateral mandibula

Pergerakan lateral mandibula dicapai dengan mengkoordinasikan pergerakan-pergerakan secara bersamaan pada saat yang sama dari sisi kerja otot temporalis dan sisi istirahat otot pterigoideus, misalnya

(15)

pterigoideus medialis dan bagian inferior pterigoideus lateralis. Yang terakhir ini memutar mandibula menyebrangi garis tengah dalam bidang horizontal sementara sisi kerja otot temporalis membantu putaran lateral dan menstabilkan kerja kondil, membantunya untuk bekerja sebagai suatu poros untuk pergerakan lateral. Aktivitas kerja yang terkoordinir dari elevator dan depressor dari kedua sisi menempatkan bidang vertikal, dimana pergerakan lateral menjadi datar.

5. Elevasi

Pada waktu yang sama, aktivitas bilateral masseter, pterigoideus medialis dan temporalis dengan antagonis yang disatukan dari kelompok suprahioideus. Aktivitas gabungan yang terkoordinasi dari bagian superior otot pterigoideus lateralis.

II.2 Gangguan Psychophysiologic

II.2.1 Pengertian Gangguan Psychophysiologic

Gangguan Psychophysiologic atau gangguan psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatik atau fisik yang artinya tubuh. Penggunaan kata "psikosomatis" baru digunakan pada awal tahun 1980-an. Istilah tersebut ditemukan pada abad ke-19 oleh seorang psikiater Jerman Johann Christian Heinroth dan psikiater lnggns John Charles Bucknill. Mereka menspesifikasikan jenis faktor psikologis atau tingkah laku yang mempengaruhi kondisi medis pasien. Faktor-faktor tersebut dirancang sedemikian mencakup

(16)

jangkauan yang luas dari fenomena psikologis dan tingkah laku yang tampaknya mempenganuhi kesehatan fisik.19

Menurut Maramis (1998) dijelaskan bahwa gangguan psychophysiologic adalah gangguan jiwa yang dimanifestasikan pada gangguan susunan saraf vegetatif. Gangguan ini menggambarkan interaksi yang erat antara jiwa (psycho) dan badan (soma).12 Menurut Wittkower psikosomatis secara luas didefinisikan sebagai usaha untuk mempelajari interelasi aspek psikologis dan aspek-aspek fisis semua faal jasmani dalam keadaan normal maupun abnormal. Ilmu ini mencoba mempelajari, menemukan interelasi dan interaksi antara fenomena kehidupan psikis (jiwa) dan somatis (raga) dalam keadaan sehat maupun sakit.20

Gangguan Psychophysiologic merupakan salah satu gangguan jiwa yang paling umum ditemukan dalam praktek umum. Istilah ini terutama digunakan untuk penyakit fisik yang disebabkan atau diperburuk oleh faktor kejiwaan atau psikologis. Beberapa penyakit fisik dianggap sangat rentan atau diperburuk oleh faktor mental seperti stres dan kecemasan, di antaranya: gangguan kulit, muskuloskeletal (otot, tulang dan saraf), pernafasan, jantung, kemih, kelenjar, mata dan saraf. Beberapa orang juga menggunakan istilah gangguan psikosomatis ketika faktor kejiwaan menyebabkan gejala fisik, tetapi penyakit fisiknya sendiri tidak ada (tidak dapat dijelaskan secara medis).13

(17)

II.2.2 Etiologi Gangguan Psychophysiologic

----Ada beberapa penyebab dari gangguan Psychophysiologic :20 1. Stres

----Stres ini dapat berupa suatu peristiwa atau suatu situasi kehidupan dimana individu tidak dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe, didalam skala urutan penyesuaian kembali sosial (social readjustment rating scale) menuliskan 43 peristiwa kehidupan yang disertai oleh jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang rata-rata, sebagai contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan, perceraian 73 unit, perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian anggota keluarga dekat 63 unit. Skala dirancang setelah menanyakan pada ratusan orang dengan berbagai latar belakang untuk menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan olewh perubahan lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah menemukan bahwa orang yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara pesimis tidak cenderung mengalami gangguan psikosomatis, jika mereka mengalaminya mereka mudah pulih dari gangguan.

Tidak jarang dalam praktek kedokteran istilah stres cenderung digunakan sebagai suatu diagnosis. Sebenarnya, istilah stres dapat diartikan sebagai stres fisis maupun stres psikis. Tetapi secara umum dan populer yang dimaksud stres diartikan sebagai stres psikis. Selanjutnya yang dimaksud dengan stres di bawah ini ialah stres psikis.27

(18)

Respon tubuh terhadap perubahan-perubahan tersebut dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu :27

- Alarm reaction (reaksi peringatan). Pada fase ini tubuh dapat mengatasi stresor (perubahan) dengan baik

- The stage of resistance (reaksi pertahanan). Reaksi terhadap stresor sudah mencapai/melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah timbul gejala-gejala psikis dan somatik.

- Stage of exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak dengan jelas.

Walaupun patofisiologi timbulnya kelainan fisis yang berhubungan dengan gangguan psikis/emosi belum seluruhnya dapat diterangkan namun sudah terdapat banyak bukti dari hasil penelitian para ahli yang dapat dijadikan pegangan. Gangguan psikis/konflik emosi yang menimbulkan gangguan psikosomatik ternyata diikuti oleh perubahan-perubahan fisiologis dan biokimia pada tubuh seseorang. Perubahan fisiologi ini berkaitan erat dengan adanya gangguan pada sistem saraf otonom vegetatif, sistem endokrin, dan imun.27

2. Stres Spesifik Lawan Non Spesifik

----Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefenisikan sebagai kepribadian spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis yang berperan dalam perkembangan gangguan psychophysiologic. Tipe kepribadian tertentu yang pertama kali diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki kemauan keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).20

(19)

3. Variabel Fisiologis

----Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel lainnya adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stress yang didasari secara kognitif dan penyakit mungkin hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit. Dalam rantai hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana hormon tropik berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit sistem kekebalan. Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan sebagai pembawa pesan (messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi keadaan psikis dan mood.20

II.2.3 Patofisiologi Gangguan Psychophysiologic20

---- Proses emosi terdapat di otak dan disalurkan melalui susunan saraf otonom vegetatif ke alat-alat viseral yang banyak dipersarafi oleh saraf-saraf otonom vegetatif tersebut, seperti kardiovascular, traktus digestifus, respiratorius, system endokrin dan traktus urogenital.Juga terjadi gangguan konduksi impuls melalui neurotransmiter. Gangguan ini terjadi karena adanya kelebihan atau kekurangan neurotransmitter di presinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor postsinaps misalnya neuroadrenalin dan serotonik. Gangguan konduksi impuls berpengaruh secara nyata pada kontraksi otot.

(20)

Stress dapat menyebabkan hiper fungsi atau disfungsi di system musculoskeletal yang berhubungan dengan sendi temporomandibula. Pada diskus artikularis dapat terjadi aktifitas pergeseran yang meningkat sehingga diskus mengalami “over use” menyebabkan fleksibilitas diskus menurun, bila hal ini berlanjut dapat menyebabkan terjadinya ruptur atau inflamasi discus yang menyebabkan timbulnya nyeri. Pada otot terjadi hipertonus sebagai reaksi dari hiperfungsi system musculoskeletal tersebut yang dapat menyebabkan hipertonus/spasme otot atau hipotonus yang dapat menyebabkan terjadinya kelemahan otot dan inflamasi yang dapat menyebabkan timbulnya nyeri.15

Ligamen-ligamen yang berhubungan dengan sendi Temporomandibula juga akan mengalami kekakuan sebagai akibat penekanan-penekanan dari kontraksi otot yang menyebabkan fleksibilitas dari ligamen-ligamen tersebut akan berkurang atau menurun dapat menimbulkan kekakuan hipomobile yang berakibat terjadi kontraktur serta menimbulkan laxity hipermobile yang berakibat terjadi ruptur dan dapat menimbulkan rasa nyeri.Pada saraf sensasi nyeri ditimbulkan karena adanya iskhemia lokal sebagai akibat dari adanya hiperfungsi kontraksi otot yang kuat dan terus menerus atau mikrosirkulasi yang tidak adekuat sebagai akibat dari disregulasi sistem simpatik dimana dengan adanya aktifasi berlebihan pada sistem saraf simpatis akan menimbulkan mikrosirkulasi yang berakibat nutrisi pada jaringan berkurang sehingga menyebabkan iskhemik pada jaringan tersebut maka akan terjadi nyeri.15

(21)

II.2.4 Manifestasi klinis Gangguan Psychophysiologic20

Adapun kriteria klinis penyakit psikosomatis terdiri atas kriteria yang negatif dan kriteria yang positif.

a. Kriteria yang negatif ( yang biasanya tidak ada)

1. Tidak didapatkan kelainan-kelainan organik pada pemeriksaan yang teliti sekalipun, walaupun mempergunakan alat-alat canggih. Bila ada kelainan organik belum tentu bukan psychophysiologic, sebab :

 Bila penyakit psychophysiologic tidak diobati, dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menimbulkan kelainan-kelainan organik pada alat-alat yang dikeluhkan.

 Secara kebetulan ada kelainan organik, tapi kelainan ini tidak dapat menerangkan keluhan yang ada pada pasien tersebut, yang dinamakan koinsidensi.

 Sebelum timbulnya psychophysiologic, telah ada lebih dahulu kelainan organiknya tetapi tidak disadari oleh pasien. Baru disadari setelah diberitahu oleh orang lain atau kadang-kadang oleh dokter yang mengobatinya. Hal ini membuatnya menjadi takut, khawatir dan gelisah, yang dinamakan iatrogen.

2. Tidak didapatkan kelainan psikiatri. Tidak ada gejala-gejala psikotik yakni tidak ada disintegrasi kepribadian, tidak ada distorsi realitas. Masih mengakui bahwa dia sakit, masih mau aktif berobat.

(22)

b. Kriteria positif (yang biasanya ada)

1. Keluhan-keluhan pasien ada hubungannya dengan emosi tertentu 2. Keluhan-keluhan tersebut berganti-ganti dari satu sistem ke sistem

lain,yang dinamakan shifting phenomen atau alternasi.

3. Adanya vegetatif imbalance (ketidakseimbangan susunan saraf otonom)

4. Penuh dengan stress sepanjang kehidupan (stress full life situation) yang menjadi sebab konflik mentalnya.

5. Adanya perasaan yang negatif yang menjadi titik tolak keluhankeluhannya.

6. Adanya faktor pencetus (faktor presipitasi) proksimal dari keluhankeluhannya.

7. Adanya faktor predisposisi yang dicari dari anamnesis longitudinal. Yang membuat pasien rentan terhadap faktor presipitasi itu. ----Faktor predisposisi dapat berupa faktor fisik / somatik, biologi, stigmata neurotik, dapat pula faktor psikis dan sosiokultural. Kriteria-kriteria ini tidak perlu semuanya ada tetapi bila ada satu atau lebih, presumtif, indikatif untuk penyakit psikosomatis.22

Gejala – gejala gangguan psychophysiologic merupakan gejala – gejala yang biasa dikenal dengan fungsi faaliah, hanya saja secara berlebihan. Gejala – gejala ini biasanya hanya dirasakan pada satu organ tubuh saja, tetapi kadang – kadang juga berturut – turut atau bersamaan beberapa organ tubuh terganggu. Keluhan yang disampaikan penderita gangguan psychophysiologic biasanya keluhan fisik,

(23)

sangat jarang yang mengeluh tentang kecemasan, depresi dan ketegangannya. Menurut Townsend (1995), ada beberapa gejala spesifik gangguan psychophysiologic pada system tubuh diantaranya : kardiovaskuler (migraine, hipertensi, sakit kepala berat). Pernafasan (hiperventilasi, asma), gastrointestinal ( sindrom asam lambung, anoreksia), kulit (neodermatitis, pruritus, alergi), genitourinaria (dismenore), endokrin (hipertiroid, sindrom menopause).13

(24)

BAB III

PENGARUH GANGGUAN PSYCHOPHYSIOLOGIC TERHADAP KELAINAN SENDI TEMPOROMANDIBULA

III.1 Pertimbangan psikologis

Hal ini menunjukkan adanya komponen ketegangan dan sekarang dipercayai secara luas bahwa respon terhadap stress akan menimbulkan ketegangan otot yang kemudian menimbulkan nyeri. Moulton (1957) seorang psikiater, meneliti 35 pasien dengan nyeri pada sendi mandibula, katanya “menyadari memiliki kebiasaan bruksisme yang sudah lama dan menghadapi sejumlah dilema kehidupan yang telah mencapai klimaksnya. ”Sebagian lainnya mengkaitkan nyeri ini dengan “trauma berlebihan pada daerah gigi”. Jadi, kecemasan dan stress dikaitkan dengan sindrom ini (TMD), dan nyeri psikogenik beserta dengan efek fasial. Thomson (1959) memeriksa dan merawat 100 pasien, beberapa diantaranya dirawat dengan perangkat alat dan memperoleh keberhasilan 70%. Pada saat bersamaan ia juga meneliti 100 pasien dengan distribusi usia yang sama dan menemukan insidens disfungsi oklusal yang sama tetapi tanpa gejala nyeri, kecuali pada 18 kasus dengan nyeri yang dirasakan pada salah satu sendi tetapi hilang dengan sendirinya tanpa dirawat.16

Rugh dan Solberg (1976) membahas dampak psikologis pada kelainan sendi mandibula tetapi tidak dapat mengkaitkannya dengan satu kerangka acuan saja. Mereka menemukan sedikit bukti yang mengindikasikan bahwa komponen

(25)

psikologis “berkorelasi denghan suatu trait (ciri) kepribadian tertentu” dan komponen ini memiliki “etiologi multifaktor yang bekerja pada organ target”. Molin (1973) melakukan penelitian komprehensif terhadap aspek psikologik dan psikiatrik dari sindrom ini. Lebih lanjut, ia juga memberikan toleransi nyeri dan mengukur daya otot yang digunakan dengan elektromiografi. Kelompok nyeri dan kelompok kontrol juga diperiksa. Molin menemukan bahwa untuk “kerentanan terhadap kecemasan” dan “ketegangan otot” lebih tinggi pada kelompok nyeri.16

Juniper (1987) menambahkan pendapatnya dengan mengutip Yemn (1969) dan Rugh dan Solberg (1976) yang menunjukkan bahwa reaksi terhadap stress pada pasien dengan tanda dan gejala disfungsi sendi temporomandibula adalah berupa kontraksi otot masseter yang berlebihan. Selanjutnya dikatakannya bahwa otot pterigoideus medialis juga berkontraksi dan membebani meniskus pada condylaris. Jika hiperaktivitas ini berlangsung terus, akan terjadi kerusakan yang semakin parah, sering kali dalam episode yang berkaitan dengan meningkatnya stress psikologi.16

III.2 Sindrom Disfungsi Rahang Bawah

Gangguan Psychophysiologic berkaitan dengan kelainan pada otot-otot pengunyahan. Disfungsi (gangguan fungsi) rahang bawah ialah disfungsi otot-rangka tatanan stomatognatik yang menimbulkan gejala pada otot pengunyah, sendi temporomandibula, geligi dan periodonsium. Penampilan disfungsi rahang bawah merupakan hal yang sangat umum. Sampai 70 atau 80 persen dari populasi,

(26)

suatu waktu dalam hidupnya dapat mengalami beberapa gejala disfungsi rahang bawah seperti nyeri otot dan ceklekan sendi temporomandibula.18

Disfungsi tatanan stomatognatik atau pengunyahan telah diberikan dengan beberapa sebutan dalam kepustakaan pergigian. “Sindrom Costen” merupakan salah satu dari istilah asli yang dihubungkan dengan overbite dan perubahan oklusi sebagai komponen penyebab utama. Dengan berkembang pemikiran tentang penyebab lainnya, teori costen dibuang dan mulailah dipakai istilah yang mengandung konsep etiologi. Jadi karena adanya keterlibatan otot maka berkembang menjadi syndrome disfungsi miofasial (Myofascial Pain Dysfunction Syndrom atau Sindrom MPD).18

III.2.1 Etiologi

Kelainan otot dari Sendi Temporo mandibula menjadi keluhan yang paling umum terjadi pada pasien. Dua pengamatan utama mengenai otot adalah kelainan fungsi dan rasa sakit. Kasus sederhana kelainan sendi temporo mandibula adalah disebabkan oleh penggunaan yang berlebihan pada otot. Penyebab umumnya seperti mengunyah permen karet secara terus menerus, kebiasaan menggigit kuku dan pensil. Kebanyakan Kasus Sendi Temporo mandibula bukan merupakan kasus yang sederhana. Kelainan otot dapat disebabkan karena infeksi/peradangan. Trauma yang menyebabkan terbentuknya fibrosis pada otot sehingga otot tidak bebas bergerak dan menyebabkan rasa sakit. 18

(27)

1. Stress

Secara historis, Hunter (1835) menyebutnya “nyeri saraf pada rahang yang kadang-kadang timbul diakibatkan karena terganggunya pikiran”. Seperti telah disebutkan, aspek kelainan ini, kini banyak memperoleh dukungan. Namun, adalah Costen (1935) yang menunjukkan pada para dokter gigi bahwa gejala pada telinga dan sinus (nyeri wajah) sering disebabkan oleh “fungsi sendi mandibula yang terganggu”. 16

Keadaan sistemik yang dapat mempengaruhi fungsi pengunyahan adalah peningkatan stress emosional. Pusat emosi dari otak mempengaruhi fungsi otot. Hipotalamus, sistem retikula, dan sistem limbik adalah yang paling bertanggung jawab terhadap tingkat emosional individu. Stres sering memiliki peran yang sangat penting pada TMD. Stres adalah suatu tipe energi. Bila terjadi stres, energi yang timbul akan disalurkan ke seluruh tubuh. Pelepasan secara internal dapat mengakibatkan terjadinya gangguan psikotropik seperti hipertensi, asma, sakit jantung, dan/atau peningkatan tonus otot kepala dan leher. Dapat juga terjadi peningkatan aktivitas otot nonfungsional seperti bruxism atau clenching yang merupakan salah satu etiologi TMD.2

2. Spasme otot

Miopasme atau kekejangan otot, yaitu kontraksi tak sadar diri dari satu atau sekelompok otot yang terjadi secara tiba-tiba, biasanya nyeri, dan seringkali dapat menimbulkan gangguan fungsi. Deviasi mandibula saat membuka mulut dan berbagai macam gangguan/keterbatasan pergerakan merupakan tanda obyektif dari miopasme. Bila musculus masseter dan temporalis mengalami kontraksi satu

(28)

sisi (unilateral), maka pergerakan membuka dari mandibula akan tertahan, dan terjadi deviasi mandibula kearah sisi yang berkontraksi. Pada saat membuka mulut, menguyah dan mengatupkan geraham (clenching) akan timbul nyeri ekstraartikular. Bila otot pterygoideus lateralis inferior mengalami spasme (kekejangan), akan terjadi maloklusi akut, yang ditunjukkan dengan beroklusinya gigi-gigi posterior pada sisi yang sama dengan musculus tersebut, dan terjadinya kontak premature gigi anterior pada sisi yang berlawanan.1

3. Miositis

Keradangan pada otot pengunyahan menyebabkan timbulnya nyeri dan gangguan pengunyahan yang hampir menyerupai kejang otot. Perbedaannya adalah adanya keradangan dan pembengkakan local. Ciri lain keadaan ini adalah trismus yang dihubungkan dengan infeksi orofasial, trauma, pembedahan atau abses jarum.1

4. Sindrom gangguan fungsi oklusal.

Nyeri otot kemudian dianggap disebabkan oleh gigitan tonjol yang mengakibatkan perubahan posisi dan gerak rahang selama berfungsi. Thompson (1954) mengaitkan nyeri dengan kontak prematur dan kontak insisal didalam mulut yang karena maloklusi telah mengalami atrisi yang parah. Schwartz (1959) melaporkan hasil penyemprotan etil klorida pada daerah otot masseter dari 20 pasien dengan nyeri pada pergerakan rahangnya dengan keyakinan bahwa hal ini disebabkan oleh spasme otot.16

Perubahan bentuk komponen artikular terbukti ada hubungannya dengan beban biomekanis yang diterima sendi, dan pada akhirnya berkaitan dengan oklusi

(29)

gigi. Walaupun faktor predisposisi pada penyakit TMJ biasanya adalah kehilangan gigi yang banyak, gangguan oklusi dalam tingkat yang lebih ringan juga merupakan faktor penting. Kehilangan gigi dalam jumlah banyak akan meningkatkan kerentanan terhadap perubahan beban fungsional sendi temporo mandibula (TMJ), yang nantinya akan membawa pada perubahan bentuk persendian dan artrosis (proses degenerasi tanpa keradangan). Beban yang berlebihan pada sendi terjadi pada keadaan bruxism, akibat dari ketegangan otot secara fisik (clenching).1

III.2.2 Tanda dan Gejala Klinis

Pada saat memeriksa pasien, salah satu atau beberapa tanda berikut ini mungkin ditemukan oleh dokter gigi atau disebutkan pasien: pergeseran mandibula dari posisi istirahat ke posisi kebiasaan (habitual): pergeseran lateral dari mandibula dari oklusi retrusi ke posisi kebiasaan (habitual): lebih suka mengunyah dengan satu sisi; kebiasaan clenching atau mengerot (grinding) dan bekas-bekas gigi pada mukosa pipi: jejas keausan pada gigi; kurangnya dukungan gigi posterior; deviasi mandibula sewaktu pasien membuka lebar-lebar ke sisi yang terserang: dan kesulitan menutup bibir bersama-sama pada posisi istirahat.16

 Nyeri otot

Bila pasien merasakan adanya rasa sakit, maka yang paling penting untuk diketahui adalah lokasi, sifat, dan lama terjadinya sakit tersebut. Waktu timbulnya rasa sakit juga dicatat, misalnya pagi hari atau setelah makan. Jika sakit kepala merupakan keluhan pasien, maka penting untuk diketahui lokasi, sifat, frekuensi dan lama timbulnya sakit kepala tersebut.

(30)

Kegagalan atau keberhasilan analgesik, baik yang diresepkan maupun yang dibeli bebas sangat berarti dalam hal ini, karena merupakan indikator derajat ketidakenakan yang timbul atau derajat ambang reaksi nyeri dari penderita.1

Nyeri disfungsi rahang bawah sering timbul pada otot daerah temporalis, masseter dan pterigoid. Daerah yang lebih umum terjadi ditunjukkan oleh daerah yang diarsir (pada gambar 5). Juga ditunjukkan disisi nyeri daerah leher, belakang kepala (serviko-osipital) dan otot tulang dada kleidomastoid (sternokleidomastoid).18

Gambar 5. Daerah terarsir merupakan tempat nyeri otot  Ketegangan otot

Ketegangan otot dihasilkan dari nyeri dan miopasme otot yang berlebihan. Dengan keadaan tersebut, gerakan pada daerah yang nyeri dapat merangsang peningkatan miospasme otot. Hal ini menyebabkan nyeri yang berlebihan dan rangsangan yang dapat menyebabkan lebih banyak miospasme otot.16

(31)

 Titik pencetus ( Trigger Area )

Kumpulan (nodul) jaringan otot yang mengalami kemunduran dapat terjadi sebagai akibat ketegangan otot kronik. Ini disebut sebagai titik pencetus. Itu semua dapat menyebabkan nyeri otot yang meluas dan yang berkenaan dengan hal tersebut, serta dapat mencetuskan miospasme otot dan ketegangan lebih lanjut. Tititk pencetus semacam itu terjadi dalam otot pengunyahan.16

Salah satu atau beberapa gejala berikut ini biasa membantu dalam menentukan diagnosis: nyeri samar pada daerah preaurikular, nyeri selama penguyahan; nyeri sewaktu membuka mulut lebar-lebar; terkuncinya (fiksasi) mandibula; kekakuan mandibula sewaktu bangun tidur; keletuk sendi pada waktu membuka dan menutup mulut.15 Keluhan utama yang paling sering dirasakan pada penyakit/gangguan fungsi temporomandibula adalah rasa nyeri dan rasa tidak enak, yang disertai dengan kliking (clicking) atau keluhan pada sendi lainnya.1

Orang-orang yang mengalami TMD dapat merasakan sakit yang sangat dan ketidaknyamanan yang bersifat sementara maupun selama bertahun-tahun. Perempuan lebih sering mengalami TMD dibandingkan laki-laki dan TMD paling sering dialami oleh orang-orang diantara usia 20 dan 40 tahun.5

 Stres

Walaupun stress dikatakan memiliki peranan etiologis yang penting dalam gangguan fungsi atau penyakit TMJ, cukup sulit untuk memperkirakan secara tepat stress yang dialami penderita atau reaksi penderita dalam

(32)

menghadapinya. Seringkali pasien menyatakan hubungan sebab-akibat antara pekerjaan baru, perceraian, kematian, penyakit pada keluarganya atau hal-hal yang ditimbulkan anggota keluarga dengan mulai timbulnya keadaan tersebut. Beberapa penderita bahkan kemungkinan akan mengkaitkan kualitas tidurnya yang rendah dengan mulai timbulnya bruxism atau clenching dengan keadaan stress. Untuk menentukan dengan tepat keadaan emosional pasien biasanya dibutuhkan beberapa kunjungan dengan kemungkinan pengiriman atau rujukan untuk evaluasi psikologis, dan terapi control steres selanjutnya.1

 Deviasi Mandibula

Tegangan yang berlebihan pada otot menyebabkan keterbatasan gerak tak sengaja dan sengaja pada rahang bawah. Hal ini dapat dilihat secara klinik sebagai deviasi mandibula pada pembukaan dan penutupan mulut yang menunjukkan ketidakmampuan mencapai kedudukan buka maksimum dan ketidakmampuan menggerakkan secara sengaja mulai oklusi sentrik ke daerah batas lateral.18

(33)

Penyembuhan kliking seringkali diikuti oleh keluhan baru, yaitu nyeri akut dan berkurangnya pergerakan yang nyata, khususnya pada jarak antar insisal, dimana penemuan ini merupakan petunjuk utama terjadinya keadaan closed-lock yang timbul-hilang dikatakan oleh penderita sebagai tertahannya atau terkuncinya mandibula. Gmbaran subyektif yang sering ditemukan pada berkurangnya luas pergerakan ini adalah kekakuan rahang bawah. Keluhan yang timbul biasanya adalah ketidakmampuan menggigit dalam berbagai derajat pembukaan mulut.1

Pemeriksaan klinis untuk pasien dengan kemungkinan gangguan fungsi pada sendi Temporomandibula.

1. Pemeriksaan Subjektif

- Gejala yang ada. Nyeri, kekakuan, tegangan otot sendi, masalah sendi, kepekaan atau kenyerian geligi, kehebatan gejala nyeri, lama dan permulaan gejala.

- Gejala yang Lalu. Apakah penderita menderita gejala yang sama pada masa lalu; apakah sifat dasarnya sama; apa penyebabnya.

- Riwayat sakit gigi terdahulu. Riwayat tatacara perawatan gigi menyebabkan perubahan oklusi; apakah perubahan tersebut berkaitan dengan gejala disfungsi; riwayat penyesuaian oklusal yang dicoba; atau perawatn oklusal lain .

- Riwayat bruxisme. Apakah hal ini terjadi malam atau siang hari; apakah bruxissme terdengar oleh istri atau suaminya; berapa lama penderita menyadari perilaku bruxisme; apa yang disangka penderita penyebab

(34)

bruxisme tersebut; apakah penderita menyadari bahwa keausan geliginya disebabkan oleh bruxisme.

2. Pemeriksaan Objektif

 Palpasi otot. Perabaan dengan jari satu dan dwisisi pada otot penguyahan dan leher dapat menghasilkan nyeri otot yang berlebihan. Nyeri setempat pada otot dapat menunjukkan titik pencetus. Otot yang harus diraba ; masseter, temporal, pterigoid medial, pterigoid lateral, sternokleidomastoideus, servikal posterior dan suprahioid.18

Kombinasi palpasi bidigital atau bimanual ekstraoral dan intraoral pada musculus suprahyoideus dan sublingualis bisa dilakukan langsung. Palpasi otot yang berhubungan dengan sendi juga bisa dilakukan dengan mudah, kecuali untuk m.pterygoideus lateralis yang sulit dijangkau. Musculus masseter dan temporalis berada di superficial dan bisa langsung di palpasi di wajah.1

A B

A B

Gambar 7. A. Palpasi pada region prearicular dapat menunjukkan rasa sakit pada kutub lateral processus condylaris atau musculus masseter.

Gambar B. Pendekatan endaural memungkinkan pa;pasi langsung dari processus condylaris tanpa terganggu otot

(35)

 Auskultasi. Auskultasi stetoskop pada sendi memungkinkan penentuan sifaat dan waktu timbulnya bunyi abnormal secara lebih tepat. Penentuan kliking dan besar pembukaan insisal dipermudah dengan auskultasi. Kliking yang terjadi pada awal fase membuka mulut menunjukkan dislokasi discus anterior ringan, sementara kliking yang terjadi atau timbul lebih lambat berkaitan dengan kelaianan meniscus.pada kasus resiprokal, terjadinya bunyi ‘klik’ pada saat membuka dan memendekkan jarak antara kliking seringkali menunjukkan suatu pergeseran discus yang kronis dan sudah berlangsung lama, yang dapat berkurang dengan sendirinya.1

Jika diperkirakan terdapat suatu kelainan sendi intraartikular berdasar pemeriksaan klinis dan riwayat penyakit, maka diindikasikan untuk melakukan pemeriksaan sinar-X. Pemeriksaan ini meliputi pembuatan foto panoramik, modifikasi Towne dan teknik transkranial. Gambaran panoramik memperlihatkan regio processus condylaris dan subcondylaris dua sisi (bilateral), sehingga bisa langsung dilakukan perbandingan antara keduanya. Ini sangat bermanfaat dalam diagnosis fraktur, terapi perbandingan sendi penting dalam hubungannya dengan pertumbuhan abnormal, seperti yang diperlihatkan pada agenesis condylaris, hyperplasia atau hipoplasia dan ankilosis oseus.1

Radiograf sendi dapat menunjukkan perubahan gerak, perubahan bentuk, penyakit sendi dan patologi sendi lainnya. Hubungan kondyl sendi pada lekuk persendian oklusi sentrik dapat dilihat pada radiograf transkranial (melalui tengkorak) atau tomografik (lapisan bagian tubuh tertentu) yang cocok.18

(36)

BAB IV PERAWATAN

IV.I Dasar- dasar perawatan

Ada sejumlah terapi sederhana yang efektif, dapat dilakukan oleh pasien dirumah untuk menghilangkan ketegangan otot, kelelahan otot, nyeri, memyperbaiki pergerakan mandibuladan fungsi pengunyahan. Terapi ini termasuk diet yang tepat, membatasi pergerakan tulang, menghilangkan kebiasaan para fungsi, terapi panas (kompres air hangat) dan pemijatan. Terdapat cara pengobatan spesifik lain yang membutuhkan penanganan secara professional atau pemberian obat-obatan.

IV.I.1 Terapi di Rumah22

 Mengubah kebiasaan buruk. Misalnya kebiasaan menggemertakkan gigi, bruxism, atau menggigit-gigit sesuatu. Kebiasaan ini harus digantikan dengan kebiasaan baik seperti membiarkan otot mulut dalam kondisi rileks dengan gigi atas dan bawah tidak terlalu rapat, lidah menyentuh langit-langit dan berada tepat di belakang gigi atas anda.

 Mengurangi kelelahan otot rahang. Hal yan harus diperhatikan dengan tidak membuka mulut terlalu lebar dalam berbagai kesempatan. Contohnya jangan tertawa berlebihan.

 Peregangan dan pijatan. Sering melatih bagaimana caranya meregangkan atau memijat otot rahang. Sebagai tambahan juga mungkin akan diberikan

(37)

petunjuk bagaimana posisi kepala, leher, dan bahu yang tepat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

 Kompres panas atau dingin. Dengan mengompress kedua sisi wajah baik dengan kompres panas atau dingin akan membantu relaksasi otot rahang. Kompres panas dilakukan selama 10 menit dengan waktu istirahat 5 menit. Hal ini dilakukan 2 kali dengan cara yang sama. Selama kompres panas lakukan gerakan ringan tanpa rasa sakit.

IV.I.2 Terapi Relaksasi

Teknik relaksasi yang digunakan untuk menenangkan secara tidak langsung bukan untuk mencapai tujuan terapeutik spesifik. Mereka tidak selalu mengurangi intensitas nyeri dan direkomendasikan sebagai pengobatan tambahan. Hasil terapi relaksasi mungkin lebih signifikan untuk mengurangi rasa sakit. Manfaat lain dapat termasuk meningkatkan kualitas tidur, mengurangi ketegangan otot rangka, dan penurunan kelelahan. Dengan diarahkan sebagai teknik relaksasi, mengingatkan kembali pengalaman-pengalaman yang menyenangkan. Pasien harus diyakinkan bahwa mereka menerima terapi ini bukan karena rasa sakit dan mereka hanya perlu rileks.8

Latihan relaksasi menghasilkan fisiologis yang mempengaruhi kecemasan (yaitu, denyut jantung lebih lambat, meningkatnya aliran darah perifer, dan menurunkan ketegangan otot atau kegiatan). Bersantai merupakan relaksasi otot (relaksasi progresif), dengan membayangkan diri sendiri berada di tempat kenangan yang menyenangkan dan bersantai serta melakukan yoga adalah sebagai contohnya.8

(38)

IV.I.3 Muscle Relaxant

Relaksan otot, terutama bagi orang-orang bruxisme, dapat membantu relaksasi otot rahang.24

 Terapi obat-obatan

Untuk mengurangi rasa sakit otot dan bengkak, dapat digunakan obat anti-inflammatory drugs (NSAID), seperti aspirin atau ibuprofen (Advil, Motrin, Aleve),. Dokter gigi bisa memberi dosis tinggi dari NSAID untuk rasa sakit seperti analgesik narkotika. Obat anti kecemasan dapat membantu menghilangkan stres yang kadang-kadang dianggap memperburuk TMD. Obat antidepresan, bila digunakan dalam dosis rendah dapat membantu mengurangi atau mengontrol rasa sakit. 24

 Trisiklik antidepresan. Antidepresan, seperti amitriptyline atau nortriptyline, dikonsumsi sebelum tidur untuk membantu mengurangi nyeri pada sendi Temporomandibula.23

 Obat Kortikosteroid. Untuk nyeri yang signifikan dan radang pada sendi, obat kortikosteroid disuntikkan ke sendi Temporomandibula.23

 Botulinum toksin. Suntik botulinum toxin (Botox) ke dalam otot-otot rahang yang digunakan untuk mengunyah dapat meredakan rasa sakit yang terkait dengan gangguan TMJ.23

 Refrigerant spray

Refrigerant spray merupakan teknik penyemprotan yang dilakukan sepanjang muscle fibers yang digunakan untuk membantu dalam diagnosis pasien. Penyemprotan dapat dilakukan dengan pasien buka dan tutup mulut pelan-pelan,

(39)

jangan bekukan jaringan. Spray berfungsi untuk merelaksasi otot dan mengurangi gejala untuk sementara waktu. Penyemprotan ini diterapkan paralel hanya pada daerah atau otot yang sakit. Semprotan dilakukan 2 sampai 3 kali. Penyemprotan paling efektif ketika diarahkan dengan sudut lancip ke kulit (kira-kira 300), tidak tegak lurus. Penyemprotan diarahkan 30 cm (12 inci) dari kulit..25

 Oklusal Splint.

Terapi oklusal splint adalah suatu cara perawatan yang dapat diterima untuk pasien yang menderita gangguan Psychophysiologic dimana berhubungan dengan sendi temporomandibula. Splint, yang mana digunakan selama tidur meningkatkan occlusal vertical dimension (OVD) dan member kesempatan pergerakan eksentrik mandibula yang tidak terbatas dengan kontak oklusal posterior maksimum dalam seluruh posisi oklusal fungsional.

Oklusal splint adalah alat plastik bening yang sesuai untuk gigi atas atau bawah dan mungkin direkomendasikan oleh dokter untuk membangun harmoni antara otot dan sendi. Oklusal splint bekerja untuk menjaga agar gigi pada rahang atas dan bawah tidak berkontak, sehingga dapat merelaksasi otot dan mengurangi rasa sakit yang menyertainya. Oklusal splint juga dapat mengubah posisi rahang, cukup untuk menstabilkan brukxisme dan mengurangi tekanan pada sendi. Hal ini mungkin tidak mudah digunakan untuk perawatan, tetapi merupakan pengobatan penting yang dapat berlangsung selama 3 bulan atau lebih.24

Permukaan oklusal dari alat berbentuk rata dan tidak mirirng serta adanya pemisahan dari gigi atas dan bawah (kira-kira 2 mm). Alat inin tidak dipakai secara terus-menerus, karena dapat menyebabkan over erupsi dari gigi geligi

(40)

posterior. Umumnya dipakai pada malam hari, 5-6 jam sehari. Pada siang hari bila ada gejala, kadang dipakai sore dan awal malam hari. Pasien diberi tahu agar tidak menggigit kuat alat tersebut dan mengistirahatkan pemakaian alat sesuai anjuran dokter.

IV.I.4 Bio Feed Back

Meskipun penelitian terakhir mengenai kemampuan biofeedback untuk mengurangi nyeri, bila digunakan dalam konteks pendekatan interdisipliner, hasilnya menjanjikan. Model biopsikososial rasa sakit, yang sekarang diterima sebagai pendekatan yang paling heuristik untuk memahami dan mengobati sakit, pandangan gangguan fisik seperti rasa sakit sebagai hasil dari interaksi yang kompleks dan dinamis antara fisiologis, psikologis, dan faktor sosial, yang memperburuk keadaan klinis. Rasa nyeri pada tiap individu berbeda. Kisaran faktor psikologis, sosial, dan ekonomi dapat berinteraksi dengan patologi fisik untuk memodulasi laporan pasien gejala dan cacat berikutnya. Memang, khasiat pengobatan pendekatan biopsikososial rasa sakit secara konsisten menunjukkan nilai dari model ini. Biofeedback dapat berfungsi sebagai salah satu modalitas penting dalam pendekatan komprehensif.26

Biofeedback adalah metode pengukuran fungsi fisiologis. Biasanya penderita tidak menyadari (seperti pada suhu kulit, ketegangan otot, atau gelombang otak) dan kemudian melatih diri untuk mengontrol fungsi-fungsi ini. Teknik-teknik biofeedback yang paling umum sebagai berikut 28

(41)

 Skin Temperature Biofeedback

Skin temperature biofeedback, juga disebut Thermal Biofeedback, adalah yang paling umum dari semua teknik biofeedback. Skin temperature biofeedback untuk mengarahkan penderita mengubah suhu pada tangan. Sebuah termistor dilekatkan pada satu jari penderita. Mengubah temperatur sekecil sepersepuluh dari suhu yang Nampak melalui tampilan digital. Fungsinya adalah untuk meningkatkan atau menurunkan suhu pada tangan. Menggunakan relaksasi biofeedback termal untuk mengubah suhu tubuh adalah salah satu teknik biofeedback pertama yang digunakan untuk penyembuhan. Peneliti menemukan bahwa metode ini berguna dalam mengobati sakit kepala migraine dan Raymand’s phenumonia.

 EMG Muscle Tension Biofeedback

Teknik biofeedback EMG memberikan umpan balik tentang apa yang terjadi di kelompok otot tertentu, misalnya di dahi atau lengan bawah. Umpan balik ini biasanya sebagai (tampilan visual) digital dan auditori ( klicking ). Ketika otot-otot menegang, serangkaian impuls listrik berjalan ke serat otot. Dengan penurunan aktivitas listrik, relaksasi otot-otot dapat terjadi. Dengan EMG biofeedback, aktivitas listrik pada otot dideteksi dengan menggunakan elektroda ditempatkan pada kulit langsung diatas otot yang mengalami ketegangan. Tujuannya adalah untuk mengurangi ( atau meningkat ) aktivitas listrik, sehingga dapat untuk mengontrol ketegangan otot. EMG biofeedback sangat berguna untuk sakit kepala, kecemasan, fobia, dan insomnia.

(42)

 Electroencephalogram (EEG) Biofeedback

Biofeedback EEG juga disebut neurofeedback adalah strategi yang memungkinkan pasien untuk mengubah gelombang otak. Ketika pasien melihat pola gelombang otak pada monitor, pasien akan belajar untuk merubah gelombang otaknya. Mengapa harus mengubah gelombang otak ? Sederhana. Ada 4 pola gelombang otak (beta, alpha, theta, dan delta), masing-masing terkait dengan keadaan yang berbeda. Jika untuk menghilangkan stres, maka tujuannya adalah belajar untuk mempengaruhi pola gelombang otak alpha, berhubungan dengan relaksasi dan ketenangan. Dalam sesi EEG khas, satu atau lebih elektroda ditempatkan pada kulit kepala, dan satu di masing-masing telinga. Gelombang otak dipantau dan ditampilkan pada monitor. Melalui komputer, pasien akan belajar bagaimana gelombang otak ke frekuensi yang dikehendaki. Biofeedback EEG digunakan untuk kecemasan, depresi, insomnia, sakit kronis, kecanduan, sindrom kelelahan kronis, dan gangguan autoimun.

 Galvanic Skin Response (GSR)

Galvanic Skin Response (GSR) memperlihatkan aktivitas kelenjar keringat dan perubahan sistem saraf simpatik. Kelembaban ini mempertinggi konduktansi listrik dengan arus listrik kecil antara dua titik pada kulit. Sebuah biofeedback GSR mendeteksi perubahan ini dan memeberikan umpan balik melalui sinyal visual atau pendengaran. Jenis biofeedback ini telah ditemukan untuk membantu dalam pengobatan fobia dan hipertensi.

Jadi tehnik biofeedback berguna membantu pasien belajar mengontrol syaraf-syaraf sehingga tercapai suatu keadaan relaksasi.

(43)

BAB V KESIMPULAN

Gangguan psychophysiologic adalah gangguan jiwa yang bermanifestasikan pada gangguan susunan saraf vegetatif. Gangguan Psychophysiologic berkaitan dengan kelainan pada otot-otot pengunyahan. Gangguan ini menggambarkan interaksi yang erat antara jiwa (psycho) dan badan (soma). Beberapa penyakit fisik dianggap sangat rentan diperburuk oleh faktor mental seperti stres dan kecemasan, di antaranya: gangguan kulit, muskuloskeletal (otot, tulang dan saraf), pernafasan, jantung, kemih, kelenjar, mata dan saraf. Gejala – gejala gangguan psychophysiologic merupakan gejala – gejala yang biasa dikenal dengan fungsi faaliah, hanya saja secara berlebihan. Gejala – gejala ini biasanya hanya dirasakan pada satu organ tubuh saja, tetapi kadang – kadang juga berturut – turut atau bersamaan beberapa organ tubuh terganggu. Keluhan yang disampaikan penderita gangguan psychophysiologic biasanya keluhan fisik, sangat jarang yang mengeluh tentang kecemasan, depresi dan ketegangannya.

Stres adalah suatu tipe energi. Bila terjadi stres, energi yang timbul akan disalurkan ke seluruh tubuh. Pelepasan secara internal dapat mengakibatkan terjadinya gangguan psikotropik seperti hipertensi, asma, sakit jantung, dan/atau peningkatan tonus otot kepala dan leher.

Temporomandibular disorders (TMD) atau gangguan sendi temporomandibula terjadi sebagai akibat dari masalah yang berhubungan dengan sendi rahang dan otot-otot di sekitar wajah yang mengontrol proses pengunyahan

(44)

dan gerakan rahang. Temporomandibula merupakan sendi yang bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang, mengunyah serta berbicara yang letaknya dibawah depan telinga.4

Etiologi dari TMD adalah stress, spasme otot, miositis dan gangguan oklusi. Keadaan ini memberi tanda dan gejala klinis seperti nyeri otot, ketegangan otot, trigger area, stress, dan deviasi mandibula.

Nyeri otot kemudian dianggap disebabkan oleh gigitan tonjol yang mengakibatkan perubahan posisi dan gerak rahang selama berfungsi. Stress menyebabkan gangguan konduksi impuls melalui neurotransmitter yang berpengaruh pada kontraksi otot. Stres ini juga menyebabkan hiper fungsi atau disfungsi pada system musculoskeletal yang berhubungan dengan sendi Temporomandibula. Stres juga dapat menimbulkan spasme otot sehingga terjadi rasa nyeri.

Ligamen-ligamen juga akan mengalami kekakuan yang berakibat menurunnya fleksibilitas dan rasa sakit. Juga terjadi ishkemia lokal karena hiperfungsi kontraksi otot dan terus menerus atau mikrosirkuasi tidak adekuat sehingga terjadi nyeri.

Pemeriksaan klinis untuk pasien dengan kemungkinan gangguan fungsi pada Sendi Temporomandibula berupa pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif.

Ada sejumlah terapi sederhana yang efektif, dapat dilakukan oleh pasien dirumah untuk menghilangkan ketegangan otot, kelelahan otot, nyeri, memperbaiki pergerakan mandibula dan fungsi pengunyahan seperti terapi

(45)

dirumah, terapi relaksasi, muscle relaxant misalnya terapi obat-obatan, refrigerant spray, oklusal splint, dan Biofeedback misalnya skin temperature biofeedback, EMG Muscle Tension Biofedback, Electroencephalogram Biofeedback dan GALVANIC Skin Response.

Gambar

Gambar 3.  Diagram sagital sendi temporomandibula, yang memperlihatkan rongga  sendi superior (A), meniscus (B), rongga sendi inferior (C), capsula (D), dan musculus  pterygoideus lateralis superior (E)
Gambar 2. Ligamen Temporomandibular Joint  6.  Suplai pembuluh darah dan saraf
Gambar 4. A. Bagian Pars Superfisial otot Masseter,   B. Bagian Pars Profunda otot Masseter
Gambar 5. Daerah terarsir merupakan tempat nyeri otot
+3

Referensi

Dokumen terkait

5.4 Prevalensi Gangguan Sendi Temporomandibula pada Lansia Berdasarkan Kebiasaan Buruk di Panti Jompo Karya Kasih Medan. Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan

Keadaan ini sejalan dengan penelitian Manfredini dkk terhadap 625 pasien dengan gangguan sendi temporomandibula dalam kurun waktu tahun 2011 dan 2012 di

9 Distribusi frekuensi gangguan sendi temporomandibula pada lansia berdasarkan kebiasaan buruk di Panti Jompo Karya Kasih

Bersama ini saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul “Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan

Berdasarkan klasifikasi Di, tanda gangguan sendi temporomandibula yang paling banyak terdapat pada lansia adalah disfungsi sendi tempromandibula ringan (DiI) sebesar 36,7% dimana

Berdasarkan klasifikasi Di, tanda gangguan sendi temporomandibula yang paling banyak terdapat pada lansia adalah disfungsi sendi tempromandibula ringan (DiI) sebesar 36,7% dimana

Hasil penelitian menunjukkan persentase yang mengalami erosi kondilus sendi temporomandibula pada wanita post-menopause dengan osteopenia sebesar 77.78% yang

Selain otot mastikasi tersebut terdapat otot pendukung lain yakni otot digastrikus yang juga memiliki peran penting dalam pergerakan sendi temporomandibula (Okeson,