• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1. Pohon Ilmu Keolahragaan. Kerangka pohon ilmu keolahragaan dijabarkan pada gambar di bawah ini:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 1. Pohon Ilmu Keolahragaan. Kerangka pohon ilmu keolahragaan dijabarkan pada gambar di bawah ini:"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Uraian Materi

1. Disiplin Ilmu Keolahragaan

Ditinjau dari batang tubuh keilmuan (body of knowledge) Ilmu Keolahragaan termasuk kedalam 3 rumpun ilmu yaitu; 1) Humaniora, 2) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan 3) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Ilmu Keolahragaan merupakan suatu ilmu mandiri dengan objek materi adalah gerak manusia, objek formal adalah dalam rangka pendidikan (keseluruhan kepribadian) dan pembentukan (parsial). Sedangkan pengelompokan dimensi kajian ilmu keolahragaan adalah; 1) kesehatan, 2) pendidikan jasmani, 3) olahraga, 4) rekreasi dan 5) tari.

Ilmu Keolahragaan dapat diartikan sebagai pengetahuan yang sistematis dan terorganisasi tentang fenomena keolahragaan yang dibangun melalui sistem penelitian ilmiah. Sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri pada hakekatnya Ilmu Keolahragaan dapat didukung dengan kajian ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Kajian ontologis dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang apa sebenarnya yang menjadi obyek studi ilmu keolahragaan yang dianggap unik dan tidak dikaji oleh disiplin ilmu lain. Kajian epistemologis dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana cara dan sistem kajian yang dipergunakan untuk mengembangkan ilmu keolahragaan. Sedangkan kajian aksiologis dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang apa sebenarnya nilai-nilaiyang diberikan oleh ilmu keolahragaan bagi kemaslahatan hidup umat manusia. Kajian ilmu keolahragaan menjadi semakin kompleks ketika berbagai aktivitas jasmani tersebut berkorelasi dan berinteraksi dengan aspek-aspek sosial, budaya, ekonomi, ideologi, politik, hukum, keamanan, dan ketahanan bangsa. Medan kajian Ilmu Keolahragaan dapat dilihat pada kerangka pohon ilmu keolahragaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini;

(2)

Gambar 1. Pohon Ilmu Keolahragaan

(3)

Gambar 2. Batang Tubuh Rumpun Ilmu Keolahragaan

Kajian epistemologis dapat menunjukkan bahwa ilmu keolahragaan dapat dikembangkan melalui beberapa pendekatan kajian dan metode penelitian. Ada 4 pendekatan kajian yang dapat digunakan yaitu pendekatan: 1) multi-disiplin; 2) inter-disiplin; 3) lintas-inter-disiplin; dan 4) trans-disiplin. Pendekatan multidisiplin merupakan pendekatan dimana berbagai disiplin ilmu dengan perspektifnya masing-masing tanpa kesatuan konsep mengkaji fenomena keolahragaan. Pendekatan interdisiplin merupakan pendekatan dimana dua atau lebih disiplin ilmu berinteraksi dalam bentuk komunikasi ide atau konsep yang kemudian dipadukan untuk mengkaji fenomena keolahragaan. Pendekatan lintas-disiplin merupakan pendekatan dimana aspek-aspek yang ada dalam fenomena keolahragaan menjadi pusat orientasi penyusunan konsep secara terpadu dengan menggunakan teori-teori beberapa disiplin ilmu yang relevan. Dengan pendekatan lintas disiplin, batas-batas disiplin ilmu sumbernya menjadi tersamar atau tidak tampak. Pendekatan trans-disiplinmerupakan pendekatan yang relatif baru dalam pengembangan ilmu, yaitu pendekatan dimana suatudisiplin ilmu dikembangkan dengan menggunakan metode, teknik, atau cara-cara yang telah lazim digunakan oleh disiplin ilmu lain.

Kajian mengenai batang tubuh pengetahuan (body of knowledge) ilmu keolahragaan, dengan menggunakan konsep Herbert Haag, dapat diidentifikasi adanya 3 dimensi tubuh pengetahuan, yaitu: 1) dimensi bidang teori; 2) dimensi kajian; dan 3) dimensi disiplin olahraga. Dimensi Bidang Teori (Theory Field) dalam ilmu keolahragaan meliputi: 1) Filsafat Olahraga, 2) Sejarah Olahraga, 3) Pedagogi Olahraga, 4) Psikologi Olahraga, 5) Sosiologi Olahraga, 6) Biomekanika Olahraga dan 7) Kedokteran Olahraga.

Selain ke 7 bidang teori yang sudah mapan tersebut, berkembang bidang kajian yang didukung oleh teori lain yang bersifat spesifik yaitu: 1) Belajar Gerak (Motor Learning), 2) Perkembangan Gerak (Motor Development), 3) Teori Bermain (Play Theory), 4) Teori Gerak (Movement Theory), 5)Teori Latihan (Training and Coaching Theory). Sedangkan yang termasuk dalam bidang teori yang saat ini mengalami perkembangan adalah: 1) Manajemen Olahraga, 2) Infrastruktur Olahraga, 3) Industri Olahraga, 4) Komunikasi dan Media Massa Olahraga, 5) Ekonomi Olahraga (Sport Economy), 6) Hukum Olahraga (Sport Law), dan 7) Politik Olahraga (Sport Politics).

(4)

Freeman (2001) menyatakan bahwa olahraga tidak terlepas dari konsep bermain (play), games, dan sport. Bermain (play) adalah bentuk kegiatan yang tidak produktif yang tujuannya adalah memberikan kesenangan pada diri sendiri. Dimana bermain dibagi menjadi dua kelompok yaitu bersifat spontanitas dan permainan yang diorganisir. Permainan yang bersifat spontanitas disebut bermain (play), dan permainan yang diorganisir disebut games. Games juga dukelompokkan menjadi dua bagian yaitu games yang dipertandingkan dan tidak dipertandingkan (contest). Permainan yang dipertandingkan dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu bentuk yang menggunakan aktivitas fisik dan bentuk yang menggunakan keterampilan fisik (sport). Dengan demikian bahwa olahraga (sport) dapat dikatakan sebagai bentuk aktivitas bermain yang diorganisasikan sedemikian rupa dengan seperangkat peraturan dan pertandingan dengan menggunakan tolak ukur keterampilan fisik sipelakunya.

Edward (1973) menguraikan bahwa olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain; (a) terpisah dan rumit, (b) bebas, (c) tidak produktif, (d) menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; (a) ada kompetisi, (b) hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport, permainan yang dilem.

Smith dalam Lutan (2001) menyatakan bahwa olahraga merupakan perluasan dari permainan. Oleh karena itu olahraga berlandaskan pada permainan dan nilai inti dalam kegiatan tersebut. olahraga merupakan suatu kegiatan otot yang enerjik dan dalam kegiatan itu atlet memperagakan kemampuan geraknya dan kemauannya semaksimal mungkin.

Freeman (2001)menguraikan bahwa olahraga (sport) berdasarkan penekannya dibagi menjadi dua bagian yaitu olahraga non competitive dan olahraga competitive. Olahraga yang penekannya pada proses tetap disebut dengan olahraga (sport), sedangkan olahraga yang penekannya pada hasil disebut olahraga professional (professional sport/athletics). Hubungan antara play, sport dan athletics dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini:

(5)

Play

Spontaneous Organizer (games)

Intellectual Physical (sport)

Non competitive Competitive (contests) Emphasis

Process (sport: Product (athletics; taking part) victory is a primary goal)

Gambar 3. Hubungan play, sport dan athletics

Sedangkan Olahraga menurut kantor MENPORA;1984 didefenisikan bentuk-bentuk kegiatan jasmani yang terdapat didalam permainan, perlombaan dan kegiatan jasmani yang intensif dalam rangka memperoleh reaksi, kemenangan dan prestasi optimal. Secara ontologi, kajian ilmu keolahragaan meliputi; 1) bermain (play), 2) berolahraga (sport), 3) pendidikan jasamani (phisycal education), 4) rekreasi (recreation and leusure), 5) tari (dance) ( KDI; 1998). Jadi jika kita medengar istilah olahraga, hendaknya berfikir secara menyeluruh dalam rangka penyempurnaan raga atau aktivitas fisik, bukan hanya pada salah satu poin saja yaitu sport.

1) Bermain (play),

Bermain merupakan dorongan naluri, fitrah manusia, dan pada anak merupakan keniscayaan sosiologis dan biologis. Ciri lain yang amat mendasar yakni kegiatan itu dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan, dalam waktu luang. Didalamnya juga terkandung nilai pendidikan sehingga perlu dimanfaatkan sebagai upaya menuju pendewasaan melalui pemberian rangsangan yang bersifat mennyeluruh, meliputi aspek fisik, mental, sosial, dan moral yang berguna pada pencapaian pertumbuhan dan perkembangan secara normal dan wajar. Tujuan yang ingin dicapai tersirat di dalam kegiatan itu, suatu ciri yang ingin membedakan dengan bekerja.

2) Olahraga (sport),

Istilah olahraga yang digunakan disini merupakan sebuah istilah generik, sehingga pengertiannya tidak terbatas pada pengertian sempit olahraga

(6)

prastasi-kompetitif-elit untuk segelintir individu berkemampuan super yang pelaksanaannya dikelola secara formal seperti lazim dijumpai dalam cabang-cabang olahraga resmi, tetapi juga jenis-jenis aktivitas jasmani lainnya yang bersifat informal dan kegiatan dan tujuannya dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a) Olahraga pendidikan adalah proses pembinaan menekankan penguasaan keterampilan dan ketangkasan berolahraga nilai-nilai kependidikan melalui pembekalan pengalaman yang lengkap sehingga yang terjadi adalah proses sosialisasi melalui dan ke dalam olahraga;

b) Olahraga kesehatan adalah jenis kegiatan olahraga yang lebih menitik beratkan pada upaya mencapai tujuan kesehatan dan fitness yang tercakup dalam konsep well-being melalui kegiatan berolahraga;

c) Olahraga rekreatif adalah jenis kegiatan olahraga yang menekankan pencapaian tujuan yang bersifat rekreatif atau manfaat dari aspek jasmaniah dan sosial-psikologis

d) Olahraga rehabilitatif adalah jenis kegiatan olahraga, atau latihan jasmani yang menekankan tujuan bersifat terapi atau aspek psikis dan perilaku.

e) Olahraga kompetitif adalah jenis kegiatan olahraga yang menitik beratkan peragaan performa dan pencapaian prestasi maksimal yang lazimnya dikelola oleh organisasi olahraga formal, baik nasional maupun internasional.

Karena karakteristik olahraga semakin kompleks, selain mengandung muatan bio psiko-sosio-kultural-anthropologis juga muatan teknologi (teckno-sport) dan respons terhadap lingkungan (eco-sport), maka amat sukar untuk menegaskan sebuah batasan, namun demikian dapat diidentifikasi ciri yang bersifat umum (common denominator) yaitu sebagai berikut:

a) Olahraga merupakan subsistem dari bermain: pelaksanaan secara suka rela tanpa paksaan;

b) Olahraga berorientasi pada dimensi tisikal: kegiatan itu merupakan peragaan ketrampilan fisik;

c) Olahraga merupakan kegiatan ril, bukan ilusi atau imajinasi;

d) Olahraga, terutama olahraga kompetitif menekankan aspek performa dan prestasi sehingga didalamnya terlibat unsur perjuangan, kesungguhan, dan faktor surprise, sebagai lawan dari faktor untung-untungan sehingga perfoma itu dicapai melalui usaha pribadi;

(7)

e) Olahraga berlangsung dalam suasana hubungan sosial dan bersifat kemanusiaan, bukan membangakitkan naluri rendah, dan bahkan justru membangun solidaritas;

f) Olahraga harus bermuara pada upaya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan total atau wellness.

3) Pendidikan Jasmani (phisycal education),

Pendidikan jasmani dalam Agenda Berlin (Rusli Lutan, dkk ; 2004) adalah proses sosialisasi via aktivitas jasmani, bermain dan/atau olahraga yang bersifat selektif untuk mencapai tujuan pendidikan pada umumnya yang diuraikan bahwa Pendidikan Jasmani adalah

a) Satu-satunya mata pelajaran disekolah yang fokusnya adalah pada badan, aktivitas jasmani dan perkembangan fisik,

b) Membantu anak untuk mengembangkan respek terhadap badannya, baik yang dimilikinya maupun milik orang lain,

c) Mengembangkan anak kebiasaan aktif yang penting bagi perkembangan kesehatan dan menjadi landasan bagi gaya hidup sehat setelah dewasa,

d) Mengembangkan pemahaman tentang peranan aktivitas jasmani aerobik dan aerobik untuk meningkatkan kesehatan,

e) Memberikan sumbangan bagi perkembangan kepercayaan diri dan self esteem pada anak

f) Mendorong perkembangan kognitif dan sosial, memberikan sumbangan bagi pengembangan keterampilan pendidikan yang fundamental seperti baca, tulis, dan prestasi akademik

g) Merupakan satu-satunya alat (kesempatan) yang disediakan kepada semua anak apapun kemampuannya,jenis kelamin, usia, budaya, agama atau latar belakang sosial mereka dengan keterampilan, pengetahuan dan pemahanan untuk berpartisipasi dalam pendidikan jasmani dan olahraga sepanjang hayat,

h) Mempersaiapkan anak untuk dapat mengatasi kompetisi kompetisi, kemenangan atau kekalahan, kooperasi dan kolaborasi,

i) Merupakan kontribusi yang bermakna bagi pengembangan keterampilan sosial dan terhadap perkembangan moral serta estetika,

j) Memberikan bekal keterampilan dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuan profesional di kemudian hari dalam olahraga, aktivitas jasmani,

(8)

rekreasi dan waktu senggang, sebuah wilayah dari kesempatan vokasional yang semakin berkembang.

Meskipun orientasi pembinaan tertuju pada aspek jasmani, namun demikian seluruh skenario adegan pergaulan yang bersifat mendidik juga tertuju pada aspek pengembangan kognitif dan afektif sehingga pendidikan jasmani merupakan intervensi sistematik yang bersifat total, mecakup pengembangan aspek fisik, mental, emosional, sosial, dan moral-spiritual. Nuansa-nuansa yang bersifat mendidik itu terjadi pada anak-anak melalui pendekatan pedagogi dan juga pada orang dewasa melalui pendekatan andragogi sehingga proses pendidikan dan sekaligus pembentukan itu bedangsung melalui pendekatan agogik.

Pendidikan kesehatan adalah proses pembinaan pola atau gaya hidup sehat sebagai keterpaduan pengetahuan, mlai, sikap dan perilaku nyata (action). Tujuan yang ingin dicapai adalah kesehatan total, bukan dalam pengertian bebas dan cacat, tetapi sehat fisik, mental dan sosial, seperti tercakup dalain konsep wellnes. Antara sakit dan sehat bukan sebagai sebuah dikhotomi, tetapi sehat bergerak dalam garis kontinum sehingga fungsi dari pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan seseorang.

4) Rekreasi (recreation and leusure),

Rekreasi adalah saiu bentuk kegiatan suka rela dalam waktu luang, bukan aktivitas survival, yang diarahkan terutama dalam bentuk rekreasi aktif berupa aktivitas jasmani atau kegiatan berolahraga. Pelaksanannya harus sesuai dengan norma dan etika masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai mencakup aspek pemulihan kelelahan, relaksasi, atau penanganan stres untuk menggairahkan hidup agar lebih produktif melalui relativitas energi dalam suasana kehidupan yang riang, tidak tertekan dan merasa bahagia, disamping memperoleh pengakuan dari lingkungan sekitar melalui jalinan hubungan sosial

Batas-batas suatu kegiatan yang bernuansa bermain. bekerja dan rekreasi sering merembes. Dalam suana bekerja bisa tembus nuansa bermain yang membangkitkan kegairahan, meskipun tidak akan dikatakan dalam situasi bermain dan berekreasi masuk suasana bekerja.

(9)

Tari menunjukkan fenomena peragaan keterampilan ketangkasan, sehingga dari pengungkapan keterampiian gerak ia masuk ke tapai batas kegiatan olahraga. Namun aktivitas jasmani tersebut lebih bernuansa persyaratan seni atau faktor estetika, meskipun tidak dapat dibantah bahwa dalam olahraga banyak sekali dijumpai unsur-unsur seni dan keindahan.

2. Ruang Lingkup Olahraga

Ada 3 lingkup olahraga sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem keolahragaan nasional yang harus di kembangakan di Indonesia, yaitu; 1) Olahraga Pendidikan, 2) olahraga rekreasi, dan 3) olahraga Prestasi. Tetapi tujuan akhir olahraga dan Pendidikan Jasmani terletak dalam peranannya sebagai wadah unik penyempurnaan watak dan sebagai wahana untuk memiliki dan membentuk kepribadian yang kuat, watak yang baik dan sifat yang mulia, hanya orang-orang yang memiliki kebajikan moral seperti inilah yang akan menjadi warga masyarakat yang berguna (Baron Pierre de Coubertin).

Terdapat dua kemungkinan yang dapat ditempuh untuk membina dan mengembangkan pembinaan olahraga pada saat ini yaitu: 1) mengoptimalkan segala sumber daya olahraga yang ada di tingkat Nasional sampai ke tingkat daerah. 2) melakukan rekontruksi segala sumber daya yang ada pula

a. Olahraga Pendidikan

Olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan dan kebugaran jasmani. (UU RI No 3/2005: Bab I pasal 1). Dari batasan di atas olahraga pendidikan merupakan tanggung jawab dari berbagai pihak yang terkait dalam pembinaan dan pengembangan olahraga tertutama pada lembaga-lembaga pendidikan baik yang bersifat pemerintah maupun swasta baik bersifat formal maupun non formal. Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional mengamanatkan bahwa olahraga pendidikan dilaksanakan pada jalur pendidikan formal maupun non formal melalui kegiatan intrakurikuler maupun eksrakurikuler. Tujuan olahraga pendidikan memperoleh pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan dan kebugaran jasmani dan secara khusus untuk membentuk, watak, dan

(10)

disiplin diri peserta didik itu sendiri. Jadi olahraga difungsikan sebagai alat untuk mendidik.

Sasaran olahraga pendidikan adalah lembaga-lembaga pendidikan formal dan non formal. Pada jalur formal dilaksanakan pada setiap jenjang pendidikan sedangkan nonformal dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang yang dimulai pada usia dini. Mencermati uraian di atas olahraga pendidikan harus mampu menjamin proses pelaksanaan olahraga pendidikan dapat berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan serta sasaran yang akan dicapai.

Tujuan Pendidikan jasmani bersifat menyeluruh dengan memanfaatkan aktivitas jasmani sebagai alat pendidikan yang mencakup dimensi majemuk yang bersifat teleologik yang memiliki jangka panjang merangkum kebutuhan dan kebulatan dari perkembangan asfek fisik, mental, perasaan,dan emosi, kesehatan dan moral serta social (Sindetop: 1994). Sedangkan pada bagian lain terdapat bahwa Pendidikan Jasmani dan Olahraga memberikan kontribusi yanbg efektif untuk penguasaan nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental yang menlandasi perkembangan sepenuhnya semua orang (Yang: 2000).

Lutan (2005) mengungkapkan bahwa praktik yang baik dalam pendidikan jasmani berupaya untuk mencapai tujuan yang mengandung nilai: 1) Perkembangan kemampuan gerak yang efektif, 2) Hak azasi manusia, 3)Keterampilan hidup, 4) Pemilihan karakter, 5) Pendidikan perdamaian, 5) Partisipasi rekreasi, 6) Aspek keselamatan, 7) Kemungkinan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang efektif, 8) Hidup sehat dan sejahtera paripurna, 9) Fitness, 10) Perencanaan cross-curricular, dan 11) eksplorasi keterampilan sosial.

Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya sangat penting dilakukan semua siswa, guru, dan perencanaan pendidikan untuk menghimpun sumber daya manusia yang handal, kuat dan bekerja sebagai kolaborasi guna mengembangkan dan menjamin kesinambungan dalam penyajian bidang studi itu s di semua sekolah bagi semua siswa.

Saya melihat bahwa ilmu keolahragaan tumbuh dari Pendidikan jasmani yang mengupayakan kearah prestasi yang tetap saja dilandaskan oleh Pendidikan jasmani berupa perkembangan fisik yang menyeluruh. Jika kita tarik lagi sejarah tentang olahraga (sport) kita alihkan perhatian kita pada agenda Berlin (1999) yang

(11)

mengupayakan bahwa back to basic dimana pendidikan jasmani dinilai secara global mengalami ancaman status dan eksistensinya dalam kurikulum pendidikan. Ketidak seimbangan alokasi waktu dalam kurikulum, begitu marak disuarakan dan menjadi sebuah gejala yang bersifat global. Kesenjangan terjadi antara komitmen retorika dan implementasi dilapangan, persaingan antara bidang studi untuk memperoleh prioritas dan ada juga pertanda miskonsepsi dalam istilah pendidikkan jasmani dan olahraga.

Di Indonesia, pengelolaan pemerintah selalu berubah, dari birokrasi dimana terjadi perubahan dalam tatanan kementerin, dimana dihapusnya Mentri Pemuda dan Olahraga yang sekarang muncul kembali menjadikan konsep ini menjadi kelihatan baru. Undang-undang tentang olahraga yang baru disyahkan tahun 2005 dan PP juga baru selesai pada akhir tahun 2007 melainkan sosialisasi belum dilaksanakan keseluruh Indonesia dan hanya beberapa daerah saja sehingga menjadikan pengelolaan belum jelas. Baik secara administrasi, pengelolaan, dan lain lain menjadi berubah.

b. Olahraga Rekreasi

Olahraga rekreasi adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk kesehatan, kebugaran, dan kesenangan. Rekreasi menurut Ateng (2000) adalah satu bentuk kegiatan suka rela dalam waktu luang, bukan aktivitas survival, yang diarahkan terutama dalam bentuk rekreasi aktif berupa aktivitas jasmani atau kegiatan berolahraga. Pelaksanannya harus sesuai dengan norma dan etika masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai mencakup aspek pemulihan kelelahan, relaksasi, atau penanganan stres untuk menggairahkan hidup agar lebih produktif melalui relativitas energi dalam suasana kehidupan yang riang, tidak tertekan dan merasa bahagia, disamping memperoleh pengakuan dari lingkungan sekitar melalui jalinan hubungan sosial Batas-batas suatu kegiatan yang bernuansa bermain. bekerja dan rekreasi sering merembes. Dalam suana bekerja bisa tembus nuansa bermain yang membangkitkan kegairahan, meskipun tidak akan dikatakan dalam situasi bermain dan berekreasi masuk suasana bekerja.

(12)

Olahraga rekreasi sebagai bagian proses pemulihan kembali kesehatan dan kebugaran, oleh karena itu tujuan olahraga rekreasi adalah: (1) memperoleh kesehatan, kebugaran jasmani, dan kegembiraan. (2). Membangun hubungan sosial dan/ atau, dan (3) melestarikan dan meningkatkan kekayaan budaya daerah dan nasional. (UU RI No 3/ 2004: pasal 19). Penggalian, pengembangan, dan kemajuan olahraga rekreasi merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.

Dari batasan di atas, olahraga rekreasi dapat dilaksanakan oleh setiap orang, satuan pendidikan, lembaga, perkumpulan, atau organisasi olahraga. Hal ini menunjukan bahwa olahraga rekreasi mempunyai segmen yang luas. Dari sisi lain, olahraga rekreasi akan menentukan derajat kesehatan dan kebugaran masyarakat. Jika pembangunan olahraga rekreasi berhasil dilaksanaan dapat diasumsikan bahwa seluruh masyarakat akan memiliki tingkat kebugaran, dan kesehatan yang baik. Jika hal ini terwujud maka akan mendukung bangunan sistem keolahragan nasional. Dikaitkan pada bangunan sistem keolahragaan nasional, terlihat bahwa Olahraga Rekreasi adalah lanjutan dari olahraga pendidikan dimana individu yang tidak berbakat untuk berprestasi diarahkan pada olahraga rekreasi.

Kenyataan ini harus menjadi perhatian semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat untuk menyamakan persepsi bahwa Olahraga Rekreasi tidak kalah pentingnya untuk ditangani secara profesional. Disamping itu bahwa penumbuhkembangan olahraga rekreasi diarahkan pada upaya menumbuhkembangkan budaya olahraga guna meningkatkan kualitas manusia Indonesia sehingga memiliki tingkat kesehatan dan kebugara yang cukup dan dimulai sejak dini melalui pendidikan olahraga dan kesehatan serta penanaman nilai kegemaran untuk berolahraga.

c. Olahraga Prestasi

Olahraga prestasi adalah olahraga yang membina dan mengembangkan olahragawan secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan. Dari uraian tersebut, jelas bahwa olahraga prestasi memiliki proses panjang yang harus dilakukan untuk melahirkan atlet-atlet yang berprestasi. Satu

(13)

hal yang harus diperhatikan bahwa pembangunan olahraga prestasi harus dilakukan secara berjenjang.

Tujuan Olahraga prestasi adalah sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan potensi olahragawan dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Olahraga prestasi merupakan salah satu bagian dari ruang lingkup keolahragaan yang tugas dan fungsinya berorientasi pada pembinaan olahraga kompetitif atau bertujuan untuk peningkatan prestasi di tingkat daerah, nasional, regional ataupun internasional. Pembinaan dan pengembangannya dilaksanakan dengan memberdayakan perkumpulan olahraga yang bermuara pada suatu sistem kompetisi secara berjenjang dan berkelanjutan. Kemudian pusat-pusat pengkajian dan penelitian serta pengembangan IPTEK menjadi bagian yang sangat penting dalam mendukung prestasi olahraga secara maksimal.

Sasaran olahraga prestasi adalah setiap orang yang memiliki bakat, kemampuan, dan potensi untuk mencapai prestasi. Bakat, kemampuan dan potensi seseorang akan dibina dengan proses pelatihan yang sistematis, terencana dan berkelanjutan agar apa yang diharapkan akan terwujud.

Olahraga prestasi dilaksanakan melalui proses pembinaan dan pengembangan secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknolgi keolahragaan. Dalam hal ini pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat melalui organisasi atau lembaga tertentu berkewajiban menyelenggarakan, mengawasi dan mengendalikan kegiatan olahraga prestasi. Olahraga prestasi disamakan artinya dengan olahraga kompetitif yang artinya jenis kegiatan olahraga yang menitik beratkan peragaan performa dan pencapaian prestasi maksimal yang lazimnya dikelola oleh organisasi olahraga formal, baik nasional maupun internasional. Untuk menghasilnya prestasi yang optimal harus dilakukan melalui proses yang disebut dengan latihan. Bompa (1999) mengatakan bahwa latihan adalah cara untuk mencapai tujuan perbaikan sistem organisma dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau penampilan olahraga. Sedangkan Depdiknas (2003) menyatakan bahwa latihan yang baik dan berhasil adalah yang dilakukan secara teratur, seksama, sistematis, serta berkesinambungan/kontinyu, sepanjang tahun, dengan pembebanan latihan (training) yang selalu meningkat dan bertahap setiap tahun.

(14)

2. Perbedaan dan Persamaan Pendidikan Jasmani, Pendidikan Olahraga dan Pendidikan Kesehatan

Pertanyaan tentang perbedaan Pendidikan jasmani dan olahraga bukanlah pertanyaan yang mudah dijawab baik oleh pemerhati olahraga maupun para pakar pendidikan. Hal ini terjadi karena aktivitas yang nampak diantara keduanya memiliki kesamaan yaitu permainan dan aktivitas fisik. Jadi pertanyaanya “Apa perbedaan Pendidikan Olahraga dan Pendidikan Jasmani” akan tetapi pendidikan kesehatan definisinya sangat jelas berbeda karena tidak terdapat kesamaan permainan dan aktivitas fisik. Tetapi konsep dasarnya pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan dasar keilmuannya (basic of knowledge) adalah mendidik manusia melalui aktivitas jasmani, olahraga maupun kesehatan.

Sebenarnya pendidikan jasmani dan olahraga tak dapat dipisah. Meskipun berbeda istilah dan arti, tetapi mempunyai tujuan yang saling melengkapi. Hal ini dapat kita simak dalam latar belakang Permendiknas no 22 Tahun 2006 yaitu “Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional”.

Akan tetapi dalam Pembinaan dan pengembangan olahraga merupakan bagian dari upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang ditujukan pada peningkatan jasmani dan rokhani, pemupukan watak, disiplin, dan sportivitas, serta pengembangan prestasi olahraga yang dapat membangkitkan rasa kebanggaan nasional. Untuk itu pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan perlu dioptimalkan.

Telah banyak diketahui bahwa masih banyak kesalahan persepsi tentang pendidikan jasmani dan olahraga. Ada yang beranggapan bahwa pendidikan jasmani sama dengan olahraga. Apakah anda setuju? Bila anda menganggukkan kepala berarti anda harus belajar memahami perbandingan jasmani dan olahraga secara lebih mendalam lagi, karena anda memilih jawaban yang salah. Pendidikan jasmani berbeda dengan

(15)

olahraga. Berikut akan ditinjau lebih dalam tentang perbedaan pendidikan jasmani dan olahraga, yaitu:

a. Aspek Aktivitas

Aktivitas pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan, sedangkan olahraga terbatas pada aktivitas olahraga itu sendiri. Selain aktivitas ritmik, aquatik, outbound, permainan dan aktivitas pengembangan tubuh maka aktivitas olahraga merupakan salah satu bentuk dari aktivitas pendidikan jasmani. Dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup aktivitas pendidikan jasmani lebih luas dan beragam daripada aktivitas olahraga.

b. Aspek Pusat Materi (Konsentrasi Utama)

Maksud dari kata pusat materi adalah fokus/ konsentrasi utama dari aktivitas. Secara mudah dapat dijelaskan dengan “Apa yang diinginkan melalui aktivitas ini?”. Pusat materi pada pada olahraga adalah bagaimana agar seseorang tersebut mampu memahami dan mempraktekkan teknik–teknik cabang olahraga secara benar dan tepat untuk mencapai tujuan olahraga. Jadi pada olahraga, mau tidak mau harus dapat melakukan teknik-teknik olahraga tersebut. Apabila ia belum mampu, maka ia harus berlatih meningkatkan teknik yang dimilikinya. Sebagai contoh : Target waktu lari 100 M putra adalah dibawah 10 detik, maka mau tidak mau seseorang tersebut harus terus dan terus berlatih untuk dapat berlari sprint 100 M dengan catatan waktu dibawah 10 detik. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pusat materi pada olahraga adalah olahraga itu sendiri.

Pada pendidikan jasmani pusat materi adalah siswa. Sebagai contoh: siswa diajarkan lari sprint 100 Meter. Apabila siswa-siswa tersebut tidak dapat menempuh lari sprint dalam tempo kurang dari 10 detik, maka hal ini bukanlah masalah yang besar, karena bukan merupakan tuntutan olahraga. Hal ini tergantung dari apa yang ingin dicapai dari aktivitas lari sprint 100 meter yang telah ditetapkan sebelumnya oleh guru pendidikan jasmani. Mungkin tujuan yang diinginkan melalui lari 100 meter adalah bagaimana siswa belajar untuk berkompetisi dengan siswa lainnya, melatih daya ledak anaerobik dls sehingga dapat dikatakan, sekali lagi, pemilihan dan penetapan tujuan materi ajar disesuaikan dengan kondisi siswa yang telah diketahui sebelumnya oleh guru pendidikan jasmani.

(16)

No Pendidikan Jasmani Olahraga 1 Diselenggarakan terutama di

lingkungan sekolah

Terutama di luar sekolah dan masyarakat

2 Mengacu pada pembinaan hidup sehat Pembinaan dan peningkatan prestasi

3 Mata ajar wajib di sekolah Sukarela di masyarakat 4 Dikelola di bawah wewenang

Mendiknas Menpora bersama organisasi olahraga 5 Cenderung memasyarakatkan olahraga Mengolahragakan masyarakat

Setidaknya ada sepuluh perbedaan antara pendidikan jasmani dengan olahraga kompetitif (sports), yaitu ditinjau dari tujuan pengembangan, sifat pengembangan, pusat orientasi, jenis aktivitas, perlakuan, penerapan aturan permainan, pertandingan, penilaian, partisipasi, dan pemanduan bakat.

Tujuan pendidikan jasmani diarahkan untuk pengembangan individu anak secara menyeluruh, artinya meliputi aspek organik, motorik, emosional, dan intelektual sedangkan pada olahraga kompetitif terbatas pada pengembangan aspek kinerja motorik yang dikhususkan pada cabang olahraga tertentu saja

Aktivitas yang dilakukan pada pendidikan jasmani bersifat multilateral, artinya seluruh bagian dari tubuh peserta didik dikembangkan secara proporsional mulai dari tubuh bagian atas (upper body), bagian tubuh tengah (torso), maupun bagian bawah (lower body). Pendidikan jasmani berupaya mengembangkan kinerja anggota tubuh bagian kanan maupun kiri secara seimbang dan koordinatif. Pada olahraga kompetitif hanya bagian tubuh tertentu sesuai dengan fungsi kecabangannyalah yang dikembangkan secara optimal atau secara populer disebut sebagai spesifik.

Child oriented, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti berorientasi pada anak memiliki makna bahwa penjas dengan segala aktivitasnya diberikan berdasarkan kebutuhan yang diperlukan oleh anak dengan segala perbedaan karakternya. Dengan pertimbangan ini maka kegiatan pendidikan jasmani dirancang sebagai proses dalam pemenuhan kebutuhan anak dalam kehidupan

(17)

sehari-harinya, kebutuhan kompetitif dalam menghadapi segala tantangan, dan pengisian waktu luangnya. Pada cabang olahraga kompetitif hal tersebut tentu bukan merupakan pertimbangan yang utama, karena yang terpenting pada olahraga kompetitif adalah dikuasainya gerak atau teknik dasar beserta pengembangannya untuk mendukung permainan pada cabang tersebut, sehingga materi disajikan sebagai pemenuhan atas kepentingan itu (materi) atau disebut sebagai subject/material oriented.

Pada pendidikan jasmani seluruh kegiatan yang ada di alam semesta yang berupa kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, baik yang dilakukan oleh manusia, binatang, tumbuhan, atau bahkan mesin yang bergerak. Aktivitas yang dapat digunakan sebagai materi gerak dalam olahraga kompetitif adalah terbatas pada teknik-teknik yang ada pada olah yang bersangkutan, atau pada spesifik pada spesialis kecabangannya.

Seluruh anak memiliki tingkat kecepatan yang bervariasi dalam pembelajaran, termasuk di dalamnya pembelajaran penjas. Anak dengan kecepatan pembelajaran yang kurang baik (lamban) harus diperhatikah secara lebih khusus sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Pada olahraga kompetitif, anak yang memiliki kelambanan ini akan ditinggalkan karena hanya menghambat proses pembelajaran, dan mengganggu pencapaian prestasi tinggi yang diinginkan.

Aturan yang baku diterapkan pada olahraga kompetitif agar terdapat keadilan bagi tim yang melakukan pertandingan dalam situasi yang sama. Pendidikan jasmani tidak harus dilakukan dengan menggunakan pertandingan, melainkan dengan bermain, dengan pembelajaran berkelompok, demonstrasi, dan lain-lain sehingga tidak diperlukan peraturan yang baku sebgaimana olahraga kompetitif.

Dikenal penilaian dengan sistem gain score dan final score pada suatu proses pembelajaran maupun pelatihan. Gain score berarti penilaian yang didasarkan pada pertambahan nilai, yaitu selisih antara hasil panilaian awal dan hasil penilaian akhir yang didapat oleh peserta didik, dan ini yang ditekankan dalam menilai hasil belajar

(18)

anak. Sedangkan nilai akhir (gain score) menjadi penekanan dalam penilaian yang dilakukan pada olahraga kompetitif.

Seluruh peserta didik dalam suatu sekolah wajib mengikuti seluruh proses pembelajaran dalam pendidikan jasmani, sehingga partisipasi dalam penjas disebut sebagai partisipasi wajib. Keikutsertaan anak pada suatu kelompok berlatih cabang olahraga tertentu bersifat volenteur atau sukarela.

Perbedaan lain antara penjas dan olahraga kompetitif adalah pada aspek talent scouting, di mana dalam penjas hanya dijadikan sebagai dasar dalam masukan awal (entry behaviour) sedangkan pada olahraga kompetitif dijadikan rekomendasi dalam menentukan cabang olahraga spesialis yang akan diikuti oleh anak.

Sehubungan hal di atas sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Abdul Kadir Ateng, dalam mata kuliah azas dan falsafah pendidikan olahraga tentang proposi olahraga dan pendidikan jasmani di sekolah, adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Proporsi Olahraga dan Pendidikan Jasmani

Komponen Pendidikan Jasmani Olahraga

Tujuan Pendidikan keseluruhan, kepribadian dan emosional Kinerja motorik (motor performance/kinerja gerak untuk prestasi

Materi Child centered (sesuai dengan kebutuhan anak/ individualized) Subject centered (berpusat pada materi) Teknik gerak Seluas gerak kehidupan sehari-hari Fungsional untuk cabang olahraga bersangkutan Peraturan Disesuaikan dengan keperluan (tidak dibakukan) Peraturannya baku (standar) agar dapat dipertandingkan

Anak yang

lamban Harus diberi perhatian ekstra Ditinggalkan/untuk milih cabang olahraga lain Talent Scouting

(TS)

Untuk mengukur kemampuan

awal Untuk cari atlit berbakat

Latihannya Mutilateral (latihan yang menyangkut semua otot) Spesifik

Partisipasi Wajib Bebas

Perbedaan pendidikan jasmani yang telah disampaikan oleh Abdul Kadir Ateng, diperkuat oleh Syarifudin, dalam buletin pusat perbukuan, yaitu:

(19)

Tabel 3. Perbedaan Pendidikan Jasmani

Komponen Pendidikan Jasmani Olahraga

Tujuan Program yang dikembangkan sebagai sarana untuk membentuk pertumbuhan dan perkembangan totalitas subjek.

Program yang dikembangkan sebagai sarana untuk mencapai prestasioptimal. Orientasi Aktivitas jasmani berorientasi

pada kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan subjek

Aktivitas jasmani berorientasi pada suatu program latihan untuk mencapai prestasi optimal Materi Materi perlakuan tidak

dipaksa-kan melaindipaksa-kan disesuaidipaksa-kan dengan kemampuan anak.

Untuk mencapai prestasi optimal materi latihan cenderung dipaksakan. Lamanya

perlakuan Lamanya aktivitas jasmani yang dilakukan dalam pendidikan jasmani tiap pertemuan dibatasi oleh alokasi waktu kurikulum. Di samping itu juga disesuaikan dengan kemampuan organ-organ tubuh subjek.

Lamanya aktivitas jasmani yang dilakukan dalam latihan olahrag cenderung tidak dibatasi. Agar individu dapat beradaptasi dengan siklus per-tandingan, aktivitas fisik dalam latihan harus dilakukan men-dekati kemampuan optimal. Frekuensi

perlakuan Frekuensi pertemuan belajar pendidikan jasmani dibatasi oleh alokasi waktu kurikulum. Namun demikian diharapkan peserta didik dapat mengulang-ulang kete-rampilan gerak yang dipelajari di sekolah pada waktu senggang mereka dirumah. Diharapkan mereka dapat melakukan pengulangan gerakan antara 2 sampai 3 kali/minggu.

Agar dapat mencapai tujuan, latihan harus dilakukan dalam frekuensi yang tinggi.

Intensitas Intensitas kerja fisik disesuaikan dengan kemampuan organ-organ tubuh subjek

Intensitas kerja fisik harus mencapai ambang zona latihan. Agar subjek dapat beradaptasi dengan siklus pertandingan kelak, kadang-kadang intensitas kerja fisik dilakukan melebihi kemampuan optimal.

Peraturan Tidak memiliki peraturan yang baku. Peraturan dapat dibuat sesuai dengan tujuan dan kondisi pembelajaran

Memiliki peraturan permainan yang baku. Sehingga olahraga dapat dipertandingkan dan diperlombakan dengan standar yang sama pada berbagai situasi dan kondisi.

Dengan adanya perbedaan pendidikan jasmani dan olahraga secara konsep, baik yang dikemukakan oleh Abdul Kadir Ateng, dalam perkuliahan, diperkuat oleh

(20)

Syarifudin. dalam buletin pusat perbukuan, maka secara sistimatis dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga akan memiliki perbedaan, hal ini sesuai dengan contoh perbedaan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang dikemukakan oleh Syarifudin. dalam buletin pusat perbukuan.

Tabel 4. Contoh Perbedaan Pendidikan Jasmani dan Olahraga

Pendidikan Jasmani Olahraga

Berjalan

Pembelajaran berjalan pada pendidikan jasmani ditujukan pada usaha untuk membentuk sikap dan gerak tubuh yang sempurna. Pembelajaran biasanya dilakukan melalui materi baris-berbaris

Berjalan

Berjalan pada olahraga merupakan salah satu nomor dalam cabang atletik. Latihan berjalan dilakukan dengan secepat-cepatnya melalui teknik dan peraturan yang telah baku Lari

Materi lari pada pendidikan jasmani dimaksudkanuntuk dapat mengembang-kan keterampilan gerak berlari dengan baik. Berlari dapat dilakukan dalam beberpa teknik; lari zig-zag, lari kijang, lari kuda, dan beberapa teknik lari lainnya

Lari

Lari pada olahraga merupakan salah satu nomor dalam cabang atletik. Latihan dilakukan untuk mencapai prestasi optimal. Dalam cabang atletik lari dibagi dalam beberapa nomor. Lompat

Materi lompat dalam pendidikan jasmani dimaksudkan untuk dapat mengembangkan keterampilan gerak lompat dengan baik. Lompat dapat dilakukan dalam beberapa teknik ; lompat harimau, lompat kodok, dan beberpa teknik lompat lainnya.

Lompat

Lompat pada olahraga merupakan salah satu nomor dalam cabang atletik. Latihan lompat pada cabang atletik dilakukan untuk mencapai prestasi optimal

Lempar

Materi lempar dalam pendidikan jasmani dimaksudkan untuk dapat mengembangkan ketermapilan gerak lempar dengan baik. Melempar dapat dilakukan dengan beberapa teknik; lempar bola, lempar sasaran, dan beberpa teknik lempar lainnya.

Lempar

Lempar dalam olahraga merupakan salah satu nomor dalam cabang atletik. Latihan lempar pada cabang atletik dilakukan untuk mencapai prestasi optimal.

3. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan Masa Kini

Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

(21)

Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang diajarkan di sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat.

Pendidikan memiliki sasaran pedagogis, oleh karena itu pendidikan kurang lengkap tanpa adanya pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, karena gerak sebagai aktivitas jasmani adalah dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya sendiri yang secara alami berkembang searah dengan perkembangan zaman.

Selama ini telah terjadi kecenderungan dalam memberikan makna mutu pendidikan yang hanya dikaitkan dengan aspek kemampuan kognitif. Pandangan ini telah membawa akibat terabaikannya aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni, psikomotor, serta life skill. Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan akan memberikan peluang untuk menyempurnakan kurikulum yang komprehensif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang.

1. Tujuan Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan

Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih

(22)

2) Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik. 3) Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar

4) Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan

5) Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis

6) Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan

7) Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.

2. Fenomena Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan di Indonesia Hingga tahun 2015, pemerintah Indonesia telah mengatur status, jumlah jam pelajaran, standar isi materi, dan standar kompetensi lulusan mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) melalui Peraturan Menteri Pendidikan & Kebudayaan (Permendikbud). Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 37 dinyatakan bahwa PJOK merupakan salah satu mata pelajaran wajib mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan tingkat menengah atas.

Secara umum rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tertulis dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Bab 2 Pasal 3. Fungsi: pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan: untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, mata pelajaran PJOK sebagai bagian integral dari pendidikan memiliki tugas yang unik yaitu menggunakan “gerak” sebagai media untuk membelajarkan siswa.

Kondisi satuan pendidikan nasional yang beragam baik dari segi sarana-parasarana maupun guru PJOK membuat kinerja mata pelajaran PJOK di masing-masing

(23)

satuan pendidikan juga mencapai tahapan yang berbeda-beda. Jika kondisi satuan pendidikan dilihat dari ”kacamata PJOK” sudah masuk dalam kategori ideal, wajar kalau mampu mencapai tujuan PJOK secara optimal, dan begitu juga sebaliknya. Hasil survei kondisi PJOK nasional tahun 2006 yang dilaksanakan oleh PDPJOI (Pangkalan Data Pendidikan Jasmani dan Olahraga Indonesia) Asdep Ordik Kemenegpora RI pada 2.382 satuan pendidikan di 13 kab/ kota, skor rata-rata nasional baru mencapai 520 dari skor maksimal 1.000 (Asdep Ordik Kemenegpora RI, 2006: 1). Hasil ini menunjukkan bahwa kapasitas satuan pendidikan secara nasional dilihat dari 3 kondisi PJOK: sarana-prasarana, guru, dan kinerja dalam kurun waktu 1 tahun terakhir, masih berada 52% dari optimal. Oleh karena itu, wajarlah jika keberadaan mata pelajaran PJOK nasional secara umum belum mampu mewujudkan hasil sesuai dengan tujuannya.

Fenomena ”menyedihkan” terkait dengan tugas mata pelajaran PJOK begitu mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam laporan riset nasional, seperti:

1) Tingkat kebugaran masyarakat kita rata-rata kurang. Data SDI 2006 menyebutkan bahwa 37,40% masuk kategori kurang sekali; 43,90% kurang; 13,55% sedang; 4,07% baik; dan hanya 1,08% baik sekali (Mutohir, dan Maksum, 2007: 111).

2) Perilaku menyimpang dikalangan remaja semakin tinggi dan bervariasi. Fenomena penyimpangan perilaku geng motor, tawuran antar pelajar, penggunaan obat terlarang, dan seksual menyimpang masih cukup sering menjadi headline koran nasional. Penelitian di 4 kota (Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan) menunjukan bahwa 44% remaja usia 14-18 tahun telah berhubungan badan sebelum nikah (Kompas, 27 Nov 2007).

3) Pola hidup kurang gerak (sedentary lifestyle) seperti berlama-lama menonton TV, video, play station, dialami sekitar 2/3 anak terutama di negara-negara sedang berkembang (WHO, 2002).

4) Masih ada pemahaman dari kalangan internal sekolah bahwa mapel PJOK adalah pelajaran yang membosankan, menghambur-hamburkan waktu dan mengganggu perkembangan intelektual anak (Suherman, 2004).

5) Masih sulit dijumpai adanya guru PJOK di sekeliling kita yang kompeten dan sukses mengelola mata pelajarannya, sehingga siswanya menyukai, menghargai

(24)

dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti proses pembelajaran dan mengimbas ke pola hidup aktif dan sehat dalam kehidupan sehari-hari (Komnas Penjasor, 2007).

Secara global dapat disimpulkan bahwa pemerintah sudah membuat aturan main terkait pelaksanaan mata pelajaran PJOK, tujuan sudah dirumuskan secara jelas, akan tetapi hasil kinerja masih belum menggembirakan. Khusus dalam pengelola proses pembelajaran, masih banyak diantara guru PJOK yang cukup menyuruh siswanya untuk senam dan lari sebagai bentuk pemanasan, kemudian mengajarkan sedikit teknik dasar dengan suasana yang agak tegang (karena guru analog dengan kedisiplinan dan kekerasan), selanjutnya menyuruh siswa untuk melakukan permainan dan guru hanya duduk di bawah pohon sambil memegang peluit. Tanpa disadari hal ini telah berlangsung generasi demi generasi sehingga tidak terpikir untuk menciptakan atau menggunakan strategi pembelajaran yang lebih menarik, dan lebih menyenangkan namun tetap efektif mencapai tujuan yang diharapkan. Sebagai wujud meningkatkan kualitas pembelajaran PJOK nasional yang belum ideal seperti di atas, diperlukan kebijakan dan langkah pengembangan sampai ditingkat satuan pendidikan secara nyata, efektif dan konsisten.Untuk itu kunci dari keberhasilan penjas terletak pada dedikasi oknum itu sendiri yaitu guru PJOK. Guru harus mampu memenuhi tuntutan standar kompentsi guru yang diharapkan dapat mewujudkan tujuh tujuan PJOK. Dengan adanya Uji Kompetensi Guru (UKG), maka guru mengetahui tolok ukur kompetensi yang dimilikinya. Pemerintah sudah mencanangkan target pada tahun 2015 rata-rata nilai UKG 5,5 dan target tahun 2019 rata-rata nilai UKG 8,0, akan tetapi sampai bulan Oktober 2015 dari 87.699 guru yang sudah mengikuti UKG, 29.938 guru berada pada grade 5, sedangkan jumlah guru yang mencapai pada grade 10 hanya 60 orang. Ini sangat jauh dari harapan. Oleh sebab itu pemerintah berupaya membuat sistem secara bertahap guna peningkatan kompetensi guru yang secara output adalah pada terwujudnya tujuh tujuan PJOK pada peserta didik.

Dalam merumuskan pengertian pendidikan jasmani harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan bermain (play) dan olahraga (sport). Berbagai studi di negara maju telah menelusuri dan mengembangkan konsep bermain dan implikasinya bagi

(25)

kesejahteraan-total manusia. Demikian juga dengan studi tentang pendidikan jasmani dan olahraga, tetapi sesungguhnya ketiga istilah itu memiliki perbedaan yang cukup signifikan.

Bermain adalah aktivitas yang digunakan untuk mendapatkan kesenangan, keriangan, atau kebahagiaan. Dalam budaya Amerika bermain adalah aktivitas jasmani non-kompetetif, meskipun bermain tidak harus berbentuk aktivitas jasmani, secara tidak sengaja telah terjadi keragaman makna olahraga seharusnya dikategorikan sesuai dengan tujuannya, namun demikian sangat memungkinkan terjadinya kerancuan dalam pemaknaan hakiki olahraga. Kerancuan ini terjadi pada pemaknaan konsep bermain dengan konsep olahraga tradisional. Karena itu, disarankan olahraga tradisional tetap saja sebagai kegiatan permainan, dan bukan mengarah pada makna kompetisi atau olahraga.

Sport, jika diartikan sebagai olahraga (ingat: olahraga bisa bermakna ganda, olahraga dalam Bahasa Indonesia, yang berarti membina raga, mengembangkan tubuh agar sehat, kuat, dan atau produktif; dan olahraga dalam pemaknaan konsep sport). Sport dalam sistem budaya Amerika adalah bentuk aktivitas bermain yang diorganisir dan bersifat kompetetif. Coakley (2001), menyatakan bahwa olahraga memiliki tiga indikator, yaitu: 1) sebagai bentuk keterampilan tingkat tinggi; 2) dimotivasi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik motivasi; dan 3) ada lembaga yang mengatur dan mengelolanya.

Lebih lanjut, olahraga dalam konteks sport adalah keterampilan yang diformalkan kedalam beberapa tingkatan dan dikendalikan oleh aturan atau peraturan yang telah disepakati. Meskipun peraturan tersebut tertulis atau tidak tertulis, tetapi diakui sebagai rujukan bersama dan tidak bisa diubah ketika sedang melakukan olahraga tersebut.

Olahraga tidak dapat diartikan terpisah dari ciri kompetitifnya. Ketika olahraga kehilangan ciri kompetitifnya, maka aktivitas jasmani itu menjadi bentuk permainan atau rekreasi. Bermain dapat berubah menjadi olahraga, sementara olahraga tidak akan pernah menjadi bentuk bermain; unsur kompetitif menjadi aspek penting pada kegiatan olahraga sebagai sport.

(26)

Pendidikan jasmani memiliki ciri bermain dan olahraga, tetapi secara eksklusif bukanlah suatu kombinasi yang setara diantara istilah bermain dan olahraga. Seperti sudah dikemukakan pada bagian awal tulisan ini, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan jasmani adalah aktivitas fisik dan juga aktivitas pendidikan, tetapi baik itu kegiatan bermain atau olahraga (sebagai sport), keduanya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan proses kependidikan, hampir selalu pengalaman aktivitas jasmani dapat dimanfaatkan untuk pencapaian kepentingan pendidikan.

Bermain, olahraga (sport) dan pendidikan jasmani mengandung unsur "gerak insani". Ketiganya dapat dimanfaatkan untuk proses kependidikan. Bermain dapat dimanfaatkan untuk kepentingan relaksasi dan hiburan, tanpa ada dampak pada tujuan pendidikan, seperti juga olahraga muncul bukan diarahkan untuk kepentingan-kepentingan pendidikan. Sebagai contoh: Beberapa atlet profesional (dalam beberapa cabang olahraga) tidak menunjukkan adanya ciri-ciri kependidikan. Sedangkan, ada pula beberapa ahli kependidikan jasmani belum menerapkan olahraga sebagai ciri kehidupannya. Keriangan dan pendidikan bukanlah sesuatu yang bermakna eksklusif, tetapi semua itu dapat dan harus muncul bersama-sama. Beragamnya makna olahraga oleh masyarakat menandakan bahwa olahraga memiliki sejuta makna yang dapat diterjemahkan menurut selera dan wawasan pengetahuan masyarakat itu sendiri. Makna yang sangat sederhana adalah aktivitas jasmani. Namun terkadang juga diterjemahkan sebagai bentuk "prestasi" dari penampilan keterampilan tingkat tinggi. Makna olahraga bercampur antara olahraga sebagai aktivitas jasmani, bermain, atau gerak badan, sampai dengan makna olahraga sebagai bentuk "prestasi" tingkat tinggi. Sistem budaya dan kepercayaan kemudian menentukan bahwa olahraga di masyarakat terbagi ke dalam olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi. Selain itu juga dikenal olahraga kesehatan, olahraga rehabilitiasi, dan olahraga tradisional. Hal ini terjadi ditunjang pula oleh nilai-nilai atau keyakinan yang diperoleh, untuk kemudian dikelompokkan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dari keterlibatan masyarakat dalam kegiatan olahraga.

(27)

Pelaksanaan pengajaran pendidikan jasmani terjadi dalam dua paradigma. Pertama, pendidikan olahraga yang lebih menekankan pada pemanfaatan olahraga sebagai alat pendidikan. Bersamaan dengan itu pula dapat disebut sebagai pendidikan kedalam olahraga atau sering disebut sebagai “sport education”. Kedua, paradigma pemanfaat aktivitas jasmani sebagai ciri dari gerak insani.

Gerak atau aktivitas jasmani dikemas, diorganisasikan, dan diajarkan kepada siswa sehingga diharapkan siswa menjadi terbiasa hidup aktif sepanjang hayat dan mengantarkan siswa memiliki kualitas hidup (terutama fisikal) yang lebih baik. Pemanfaatan aktivitas jasmani inilah yang kemudian menyebut penyandang profesinya sebagai “guru pendidikan jasmani.” Tetapi, kata olahraga sering mengambil dari istilah “sport”, yang menuntut pada praktik pelatihan, pengulangan, atau pemeroleh keterampilan teknik dasar kecabangan olahraga.

Pemerolehan teknik kecabangan olahraga ini menuntut siswa berprestasi, sehingga dengan demikian melahirkan sebutan penyandang profesinya adalah “guru olahraga.”

B. Rangkuman

Ilmu keolahragaan sebagai disiplin ilmu mandiri berdasarkan Konres Disiplin Ilmu (KDI) tahun 1998 di Surabaya. Secara ontologi, kajian ilmu keolahragaan meliputi; 1) bermain (play), 2) berolahraga (sport), 3) pendidikan jasamani (phisycal education), 4) rekreasi (recreation and leusure), 5) tari (dance) ( KDI; 1998). Sedangkan Ruang lingkup ilmu keolahragaan menurtut Undang-undang nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional terdiri dari: (1) olahraga Pendidikan, (2) olahraga Prestadi dan (3) olahraga rekreasi.

Ada tiga hal penting yang menjadi sumbangan unik dari pendidikan jasmani, yaitu (a) Meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan siswa; (b) Meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya; (c) Meningkatkan pengertian siswa dalam prinsip-prinsip gerak serta bagaimana menerapkannya dalam praktek.

Disamping dasar-dasar kepenjasan diatas, perlu kita pelajari landasan-landasan ilmiah pelaksanaan pendidikan jasmani untuk menunjang dalam mendesain dan melaksanakan

(28)

pembelajaran penjasorkes, minimalnya kita melandaskan dari tiga sudut pandang; (a) Landasan biologis; (b) Landasan psikologis; dan (c) Landasan sosiologis

Dalam mempelajari penjas, maka kita perlu mempelajari pula dasar-dasar pemikiran kepenjasan tentang: (a) Kebugaran dan kesehatan; (b) Keterampilan fisik; (c) Terkuasainya prinsip-prinsip gerak; (d) Kemampuan berpikir; (e) Kepekaan rasa; (f) Keterampilan sosial; dan (g) Kepercayaan diri dan citra diri (self esteem)

Setidaknya ada sepuluh perbedaan antara pendidikan jasmani dengan olahraga kompetitif (sports), yaitu ditinjau dari tujuan pengembangan, sifat pengembangan, pusat orientasi, jenis aktivitas, perlakuan, penerapan aturan permainan, pertandingan, penilaian, partisipasi, dan pemanduan bakat.

Gambar

Gambar 1. Pohon Ilmu Keolahragaan
Gambar 3. Hubungan play, sport dan athletics
Tabel 2. Proporsi Olahraga dan Pendidikan Jasmani
Tabel 3. Perbedaan Pendidikan Jasmani

Referensi

Dokumen terkait