• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prof. Dr. Wahyu Widada, M.Pd. Dr. Dewi Herawaty, M.Pd.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prof. Dr. Wahyu Widada, M.Pd. Dr. Dewi Herawaty, M.Pd."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

656

DEKOMPOSISI GENETIK MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA DITINJAU

BERDASARKAN MODEL STRUKTUR REPRESENTASI PENGETAHUAN (SRP) DAN

KEMAMPUAN ABSTRAKSI (KA) TENTANG KONSEP-KONSEP ANALISIS REAL

Prof. Dr. Wahyu Widada, M.Pd.

Dr. Dewi Herawaty, M.Pd.

Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Bengkulu

Wahyu.unib@gmail.com

Dewiherawaty71@gmail.com

ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan deskripsi empirik: 1) dekomposisi genetik mahasiswa

pendidikan matematika ditinjau berdasarkan Model SRP tentang Konsep-konsep Analisis Real; 2) dekomposisi genetik mahasiswa pendidikan matematika ditinjau berdasarkan KA tentang Konsep-konsep Analisis Real; 3) dekomposisi genetik mahasiswa pendidikan matematika ditinjau berdasarkan Model SRP dan KA tentang Konsep-konsep Analisis Real. Penelitian ini merupakan bagian dari pengembangan model SPRdengan dua pendekatan. Pendekatan pertama melalui penelitian teoretik berupa penelitian pustaka, melalui refleksi, review dan validasi ahli. Pendekatan kedua melalui penelitian kualitatif, dengan analisis dengan metode-perbandingan-tetap, dengan cara menerapkan teori Glaser & Strauss. Hasil penelitian ini adalah1)terdapat tujuh model dekomposisi genetik mahasiswa pendidikan matematika ditinjau berdasarkan Model SRP tentang Konsep-konsep Analisis Real yaitu Level Pra-Intra, Level intra, Level semi-inter, Level inter, Level semi-trans, Level Trans, dan Level Extended-Trans (hanya level teoretik sedangkan secara empirik tidak ditemukan); 2) terdapat enam model dekomposisi genetik mahasiswa pendidikan matematika ditinjau berdasarkan KA tentang Konsep-konsep Analisis Real yaitu Level 0: Objek-objek Konkret; Level: Model-model Semi-konkret; Level 2: Model-model Teoretik; Level 3: Bahasa dalam Domain Contoh; Level 4: Bahasa Matematik; Level 5: Model Inferensi; 3) terdapat tujuh model dekomposisi genetik mahasiswa pendidikan matematika ditinjau berdasarkan Model SRP dan KA tentang Konsep-konsep Analisis Real yaitu Level Dasar (Level Pra-Intra dengan objek konkret), Level 0 (Level intra dengan objek konkret), Level (Level semi-inter dengan Model Semi-Konkret), Level 2 (Level inter dengan model teoritis), Level 3 (Level semi-transdengan Bahasa dalam Contoh Domain), Level 4 (Level Trans dengan Bahasa Matematika), dan Level 5 (Level Extended-Trans dengan Model Inferensi, namun ditemukan mahasiswa dengan kombinasi level SRP dan KA yaitu Level Trans dengan Model Inferensi.

Kata Kunci: Kemampuan Abstraksi (KA), Struktur Representasi Pengetahuan (SRP), Model PENDAHULUAN

Pemahaman tentang konsep matematika merupakan hasil konstruksi atau rekonstruksi dari objek-objek matematika.Konstruksi atau rekonstruksi tersebut dilakukan melalui aktivitas berupa aksi-aksi matematika, proses-proses, objek-objek yang diorganisasikan dalam suatu skema untuk memecahkan suatu permasalahan.Hal ini dapat dianalisis melalui suatu analisis dekomposisi genetik sebagai operasionalisasi dari teori APOS (Action, Processes, Object, and Schema) (Dubinsky, 2000).Menurutnya teori APOS adalah suatu teori konstruktivis tentang bagaimana kemungkinan berlangsungnya pencapaian/pembelajaran suatu konsep atau prinsip matematika, yang dapat

digunakan sebagai suatu elaborasi tentang konstruksi mental dari aksi, proses, objek, dan skema.

Dalam beberapa literatur diungkapkan bahwa skema yang matang dari suatu penggalan matematika adalah suatu sistem yang koheren dari aksi, proses, objek, dan skema lain yang telah dibangun sebelumnya, yang dikoordinasikan serta disintesis oleh individu dalam bentuk struktur yang digunakan untuk menghadapi situasi permasalahan tertentu (Dubinsky & Lewin,1986; Dubinsky, 1987, 1989, 1995, 2000; Asiala, et al., 1997; Dubinsky & McDonald, 2000; Dubinsky & Yiparaki, 2001; DeVries, 2000). Penggalan matematika tertentu dalam hal ini mengandung makna lebih luas dari objek-objek matematika (seperti fakta, konsep, prinsip, dan aturan) tetapi termasuk di dalamnya konsepsi seseorang tentang objek-objek matematika, serta

(2)

657

penggalan lain yang terkait dengan pemecahan masalah.

Hasil penelitian Dubinsky (2000),dekomposisi genetik tentang konsep koset dalam istilah aksi, proses, objek, dan skema, terungkap bahwa semua konsepsi tentang koset bersama dengan sifat-sifat yang dipahami individu akan diorganisasikan pada suatu skema tentang koset, yakni suatu sistem dari aksi, proses, objek dan skema-skema lain yang terkait dengan koset, serta koordinasi yang dilakukan individu sebagai wujud pemahamannya tentang koset. Sistem ini menjadi sesuatu yang koheren, dalam pengertian bahwa individu akan mempunyai makna (baik eksplisit atau implisit), mungkin definisi formal, dan dapat memecahkan permasalahan tentang apa yang berkaitan dengan konsep koset.

Hasil penelitian Wahyu Widada (2001)tentangskemadari suatu gradien garis singgung kurva yang dimiliki oleh seorang subjek M, seperti terlihat pada cuplikan interwiew berikut.

M: Limit dari h’(x) untuk x mendekati nol adalah takhingga, menunjukkan bahwa gradien garis singgung kurva di titik nol menuju takhingga, yang berarti kurvanya sangat curam. …. karena h kontinu, dan h(0) = 2 , maka sketsa grafik melalui (0,2) dan curam ke kanan di sekitar x=0.

Pewawancara: Mengapa curam ke kanan? M: …Grafik naik ke kanan, karena…h’(x) positif pada -2<x<3 dan cekung ke atas pada –2<x <0 karena h”(x) juga positif dan cekung ke bawah pada 0<x<5 karena h”(x) negatif.

Berdasarkan cuplikan di atas, dapat dikatakan bahwa seorang mahasiswa (M) menunjukkan suatu tingkah laku skema tentang slope dengan mengaitkan sifat fungsi untuk turunan pertama dan turunan kedua yang dikoordinasikan dengan interval-interval yang berdekatan ataupun overlap. Seperti telah diungkap di atas, Dubinsky (1987, 1989, 1995, 2000); Dubinsky & Yiparaki (2001), menulis teori APOS (Action, Process, Object, and Schema) sebagai suatu alat analisis yang digunakan untuk mendeskripsikan perkembangan skema seseorang pada suatu topik matematika yang merupakan totalitas dari pengetahuan yang terkait (secara sadar atau taksadar) untuk topik tersebut.Perkembangan skema merupakan suatu proses yang dimanis, dan selalu berubah. Pengetahuan tumbuh berdasarkan mekanisme tertentu dan meliputi tiga level (level

intra, level inter, dan level trans), yang terjadi pada urutan tetap dan disebut dengan triad (Piaget & Garcia, 1989). Urutan tetap tersebut mengandung makna bahwa pelevelan triad adalah hierarkis, yakni level intra sebagai level terendah, level inter sebagai level menengah, dan level trans sebagai level tertinggi. Sifat yang lain dari pelevelan triad adalah fungsional, bukan struktural. Untuk itu, apabila seseorang dihadapkan pada suatu permasalahan, maka skema orang tersebut tidak harus berkembang mulai dari level terendah. Dan perkembangan skema yang digunakan untuk memecahkan permasalahan yang diberikan akandipetakan ke salah satu level dari triad. Dalam hal ini, Piaget & Garcia juga menghipotesiskan bahwa level-level tersebut dapat ditemukan bila seseorang menganalisis suatu perkembangan skema.Misal seorang mahasiswa dihadapkan pada permasalahan yang mengaitkan konsep turunan suatu fungsi.Mahasiswa pada fase permulaan dari triad, yaitu level intra, dapat menginterpretasikan turunan sebagai slope dari garis tangen di titik tertentu, mendemonstrasikan interpretasi ini dengan fungsi naik/turun pada suatu interval, dan mahasiswa tersebut mungkin juga dapat memecahkan permasalahan laju perubahan sesaat.Namun dia tidak dapat membuat hubungan antara dua hal tersebut. Sedangkan mahasiswa pada level inter, dapat mengoordinasikan maksud dari turunan sebagai slope garis tangen dengan ide turunan sebagai laju perubahan sesaat di suatu titik yang diberikan. Mahasiswa pada level trans dapat mencapai sifat-sifat global baru yang tidak dapat dicapai oleh level-level yang lain. Mahasiswa tersebut dapat menggeneralisasi bahwa semua turunan sebagai slope atau laju perubahan sesaat dari suatu fungsi di suatu titik yang diberikan dan mereorganisasi semua situasi yang terkait dengan konsep turunan.

Menurut Clark et al. (1997), teori APOS belum cukup untuk menganalisis pengertian mahasiswa tentang aturan rantai, tetapi bila dilengkapi dengan analisis tentang perkembangan skema (tentang level-level triad dari Piaget dan Garcia, 1989), maka dapat bermanfaat untuk menginterpretasikan level-level dari pengertian mahasiswa tersebut. Pada level intra, mahasiswa mengumpulkan aturan-aturan dari turunan, meliputi beberapa kasus khusus dari aturan rantai, tetapi tidak mengetahui hubungan dari aturan-aturan tersebut. Pada level inter mahasiswa mulai mengumpulkan kasus-kasus khusus tersebut dan menyatakan keterkaitannya, tetapi belum sadar tentang generalisasinya. Pada level trans, mahasiswa mampu mengonstruk struktur secara mendasar dari aturan rantai dan dapat menentukan keterpakaiannya. Sedangkan Baker, Cooley, dan Trigueros (2000),

(3)

658

mampu meneliti tingkah laku skema mahasiswa untuk mensketsa grafik dari suatu fungsi, yang mendasarkan pada triad perkembangan skema dalam konteks teori APOS. Dalam hal ini, Baker, Cooley, dan Trigueros menemukan beberapa mahasiswa bingung dengan kondisi suatu grafik fungsi naik dan cekung ke bawah, ada juga kecenderungan yang kuat bahwa mahasiswa hanya menggunakan turunan pertama untuk memperoleh informasi yang banyak tentang grafik. Mahasiswa tidak dapat mengintepretasikan hubungan antara turunan kedua dan pertama.Ditemukan juga mahasiswa bekerja secara diskrit pada setiap interval yang diberikan tanpa mengoordinasikan informasi interval-interval yang berdekatan.

Wahyu Widada (2002c) menginterviewtiga mahasiswa Matematika Unesa, dengan menggunakan permasalahan mensketsa grafik dari Baker, Cooley, dan Trigueros (2000). Hasil penelitian tersebut adalah satu orang dapat mencapai level inter-trans, namun dia masih mengalami hambatan pada kondisi limit takhingga untuk fungsi turunan pertama di x=0 untuk memenuhi kondisi fungsi kontinu, satu orang mencapai level inter-inter, dan satu orang lagi hanya sampai pada level intra-inter. Selain itu, Wahyu Widada (2002a) menemukan seorang subjek (yaitu T) dalam mensketsa grafik suatu fungsi hanya terbiasa bila rumus fungsinya diberikan, T melakukan aksi secara terpisah dari setiap kondisi yang diberikan dan langsung mensketsa grafik berdasarkan kondisi tersebut tanpa mengoordinasikan dengan kondisi atau sifat yang lain. Aksi yang dilakukan T hanya mengaitkan satu sifat untuk setiap interval secara terpisah.Aktivitas prosedural yang dilakukan T hanya mengandalkan ingatan tanpa pemahaman secara konseptual. Hal ini berarti T masuk dalam level intra property-intra interval (menurut deskripsi double triad dari Baker, Cooley, dan Trigueros, 2000). Sedangkan Thompson (1994) menemukan mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam memahami turunan pertama sebagai suatu fungsi.Selain itu, dengan menggunakan teori APOS McDonald, et al. (2000), meneliti konstruksi kognitif mahasiswa tentang konsep barisan yang dikaitkan dengan level triad perkembangan skema mahasiswa tentang barisan. McDonald menemukan beberapa mahasiswa dalam merepresentasikan suatu barisan menggunakan dua objek kognitif yang berbeda.Dua objek kognitif yang berbeda tersebut adalah SEQLIST dan SEQFUNC.SEQLIST merupakan istilah bahwa seseorang merepresentasikan suatu barisan dengan mendaftar, sedangkan SEQFUNC adalah istilah bahwa seseorang merepresentasikan suatu barisan dengan fungsi.McDonald, et al. menemukan dua konsep tersebut dibutuhkan untuk

suatu koordinasi kognitif dalam membentuk skema, sehingga dihasilkan suatu skema yang matang tentang barisan. Dua objek kognitif tersebut dianalisis bersama untuk menentukan level perkembangan skema mahasiswa (intra, inter dan trans). Pada level intra, mahasiswa tidak mengaitkan secara khusus antara SEQLIST dan SEQFUNC dalam mengonstruk suatu barisan. Sedangkan mahasiswa pada level inter dapat mendemontrasikan adanya hubungan antara barisan sebagai fungsi dan barisan sebagai daftar untuk membantu menentukan pola dalam suatu daftar dan menulisnya dalam ekspresi aljabar. Dan mahasiswa pada level trans, secara sadar dapat mengonstruk keterkaitan yang kuat antara barisan sebagai suatu fungsi dan sebagai suatu daftar. Mahasiswa dapat menggunakan kerangka kerja ini sebagai suatu skema barisan untuk menemukan konsep-konsep baru yang terkait atau menghadapi suatu situasi baru lainya. Hasil penelitian tersebut menandakan bahwa triad merupakan suatu alat deskripsi yang sangat kuat, sebab setiap pengertian mahasiswa dapat dideskripsikan dalam level tertentu dari triad tersebut. Berdasarkan hasil analisis data penelitian awal (Wahyu Widada, 2002b), diperoleh bahwa seorang subjek G mampu melakukan koordinasi terhadap aksi, proses, dan objek secara koheren, sehingga diperoleh suatu skema yang matang tentang kekonvergenan deret takhingga. Tematisasi kekonvergenan deret takhingga, ditunjukkan G, sebagai suatu skema yang meliputi konstruksi khusus dari interkoneksitas antara skema tentang kekonvergenan barisan dengan skema tentang deret takhingga. Hal ini berarti bahwa G termasuk

pada level trans.Berdasarkan

leveltriad(Piaget&Garcia, 1889),level triad berbasis APOS tentang aturan rantai (Clark, et aI., 1997), level triad berbasis APOS tentang barisan (McDonald, et al., 2000), level triad berbasis APOS tentang matematika (DeVries, 2000), double triad berbasis APOS tentang sketsa grafik fungsi nonrutin dari Baker, etal.(2000), dan teori tentang karakter masing-masing level Interaksi Skema Model Baru (ISMB) dari Wahyu Widada (2003), maka dihasilkan suatu teori yang lebih formal tentang Karakteristik Perkembangan Skema Mahasiswa dalam mempelajari matematika. Teori tersebut tidak l a g i bersifat substantif untuk masalah grafik fungsi dan kekonvergenan deret takhingga, namun lebih formal untuk teori pada kalkulus. Dengan demikian,makateoritentang ISMByangterbangun adalahformaluntukteoripadakalkulus (Wahyu Widada, 2003). Dalam membagun skema matematika, mahasiswa melakukan proses matematisasi, salah satunya adalah abstraksi.Menurut Wahyu Widada (2015) abstraksi adalah suatu aktivitas matematik tentang reorganisasi secara

(4)

659

vertikal dari objek matematika yang dikonstruk sebelumnya pada suatu struktur baru dari objek matematika.Istilah aktivitas diambil dari pengertian teori aktivitas, sebagai akibat dari konteks perlu diambil secara lengkap sesuai kondisinya.Objek matematika yang dikonstruk merujuk dua hal, yaituyang pertama adalah hasil dari abstraksi yang sebelumnya telah digunakan selama melakukan aktivitas abstraksi, dan yang kedua adalah aktivitas yang muncul dimulai dari hasil abstraksi yang kurang baik. Mereorganisasi pada struktur baru dari objek matematika meliputi membuat hipotesis baru, menemukan atau menemukan kembali objek matematika secara umum lebih komplek suatu pembuktian, dan strategi baru untuk problem solving. Matematisasi vertikal adalah suatu aktivitas menempatkan objek-objek matematika secara bersama-sama, terstruktur, terorganisasi dan dikembangkan pada objek-objek lain yang lebih abstrak atau lebih formal daripada asalnya.Terdapat enam level abstraksi yang dilakukan oleh mahasiswa dalam memahami objek-objek matematika (Wahyu Widada, 2015). Enam level tersebut adalah: Level 0 (Objek-objek Konkret), Level (Model-model Semi-konkret), Level 2 (Model-model Teoretik), Level 3 (Bahasa dalam Domain Contoh), Level 4: Bahasa Geometri), dan Level 5 (Model Inferensi).

M E T O D E P E N E L I T I A N

Penelitian ini merupakan bagian dari pengembangan model SPRdengan dua pendekatan. Pendekatan pertama melalui penelitian teoretik berupa penelitian pustaka, melalui refleksi, review dan validasi ahli. Pendekatan kedua melalui penelitian kualitatif, dengan analisis dengan metode-perbandingan-tetap, dengan cara menerapkan teori Glaser & Strauss (1967).Penelitian ini menerapkan interview berbasis tugas (the task-based interview)(Goldin, 1998; Thomas, Mulligan & Goldin, 2002; Tsamir & Dreyfus, 2002; Wahyu Widada, 2001; 2002a-2002e; 2003; 2006; 2009). Subjek penelitian dipilih tidak secara random, namun diambil Mahasiswa Matematika FKIP UNIB 2015/2016 dengan mempertimbangkan prestasi akademik Analisis Real.Instrumen utama dalam penelitian ini pewawancara (dalam hal ini peneliti sendiri) dan dipandu oleh instrumen lain berupa lembar tugas tentang permasalahan Analisis Real, serta pedoman interview. Permasalahan Analisis Real yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu pertanyaan untuk menemukan/menemukan kembali konsep/prinsip dalam Analisis Real.Pemecahan masalah ini melibatkan dua skema yang berbeda namun terintegrasi, yakni skemakonsep-konsep dalam Analisis Real, dan skemaprinsip-prinsip dalam

Analisis Real.Data yang terkumpul dari interview berbasis tugas, selanjutnya dilakukan reduksi data, pemaparan data, verifikasi dan penarikan simpulan (Bogdan & Biklen, 1982; Miles & Hubermen, 1994). Analisis data tersebut menerapkan analisis dekomposisi genetik. Analisis dekomposisi genetik adalah analisis terhadap suatu dekomposisi genetik berdasarkan aktivitas aksi, proses, objek, dan skema (APOS) yang dilakukan seseorang dalam menyelesaikan suatu permasalahan.Dalam analisis ini, yang dimaksud dekomposisi genetikadalah suatu kumpulan terstruktur dari aktivitas mental yang dilakukan mahasiswa untuk mendeskripsikan bagaimana konsep/prinsip analisis real dapat dikembangkan dalam pikirannya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data hasil interview berbasis tugas, paper and pencil dan aktivitas fisik maupun mental subjek penelitian tentang pemahaman konsep-konsep dalam mata kuliah analisis real, dapat disajikan sampel dari cuplikan-cuplikan analisis dekomposisi genetikdari subjekDHtentang konsep titik kumpul/titik akumulasi (cluster point). Contoh cuplikanwawancara berbasis tugasdananalisis dari Subjek DH tersebut adalah sebagai berikut. 1) Cuplikan 1

P: Silakan Andabacadanpahami permasalahan yang sayaberikan, kemudian Anda selesaikan permasalahan tersebut.

DH.01: Ya Pak!...[....diam....] [DHmengangguk, kemudian membaca dan memahami masalahselama6menit.]

P: Baik!Sekarang silahkanAndaberikanpenjelasan dariapayangAndakerjakan!

DH.02: Berdasarkan definisi bahwa suatu himpunan H bagian dari himpunan bilangan real mempunyai titik akumulasi suatu bilangan real c apabila setiap -lingkungan dari c memuat paling sedikit satu titik dari H yang berbeda dengan c.[DHsambilmenunjuk hasilkerjanya] [Analisis: DHdapat mengoordinasikan secara

deduktif suatu skema yang matang tentang konsep titik akumulasisepertidiuraikan DH.02,danargumennya padakertas kerjanya.] 2) Cuplikan 2

DH.03: Seperti soal tentang menentukan semua titik akumulasi dari interval buka (0, 1), saya dapat klaim bahwa semua bilangan real yang berada pada interval tutup [0, 1] adalah titik akumulasi dari interval buka (0, 1).[DHmendemonstrasikan menggunakan garis bilangan real sesuaiyangdiuraikan DH.03.] P: Oke selanjutnya bagaimana?

(5)

660

tutup [0, 1] dapat saya buktikan sebagai titik akumulasi dari interval buka (0, 1) melalui tiga kasus.

P: Oke! ….

DH.05: Kasus pertama 0 adalah titik akumulasi dari interval buka (0, 1); kasus kedua 1 titik akumulasi dari interval buka (0, 1); serta kasus ketiga semua titik pada interval buka (0, 1) adalah titik akumulasi dari interval buka (0, 1). [DH menjelaskan hasil kerjanya begitu semangat tanpa ragu-ragu]

P: Yach... oke.

DH.06: Selanjutnya saya buktikan masing-masing kasus tersebut sebagaimana tertulis dalam pekerjaan saya di sini. [DH menunjukkan hasil pembuktiannya dalam lembar kerjanya] [Analisis: DHmengenkapsulasi proses-proses

pembuktian setiap kasusmenjadi suatu objek.Objek inimerupakan bagian dari skema yang matang dalam Cuplikan 1. Sedangkan

proses- proses yangdienkapsulasi tersebut adalah deskripsi DH.03-DH.06. Terbentuknya skema tersebut juga dapat dilihat dari uraian DH.04 bahwa semua uraian ini akan terkait menjadi kesatuan secarakeseluruhan.]

Berdasarkan contoh cuplikan dalam analisis genetik di atas, perkembangan skema DH dalam memahami konsep titik akumulasi adalah bahwa DH dapat rnengoordinasikan objek- objek tentang titik akumulasi sedemikian hingga terbentuk suatu skema yang koheren. DH dapatdikategorikan ke level

trans, DH dapat mengoordinasikan proses-objek

dariseluruh sifatdan batasan dari konsep titik akumulasisehingga terbentuk suatu skema yang

matang dan dapat mendefinisikannya yang

akurat.Berdasarkan hasil analisis dekomposisi genetik terhadap seluruh subjek penelitian, maka rekapitulasi hasil analisis dekomposisi genetik subjek tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 1.1 Rekapitulasi Hasil Analisis Dekomposisi Genetik Mahasiswa

Kode Subjek Model SRP Kemampuan

Abstraksi (KA) Model SRP dan KA

DH LevelTrans Model Inferensi Level Trans dengan Model

Inferensi

AR Level Trans Bahasa Matematik Level Trans dengan Bahasa

Matematika

HK Level semi-trans Bahasa dalam

Domain Contoh

Level semi-trans dengan Bahasa dalam Contoh Domain

ES Level inter Model-model

Teoretik Level inter dengan model teoritis

ST Level semi-inter Model-model

Semi-konkret

Level semi-inter dengan Model Semi-Konkret

YT Level semi-inter Model-model

Semi-konkret

Level semi-inter dengan Model Semi-Konkret

TR Level intra Objek-objek

Konkret Level intra dengan objek konkret

KS Level pra-intra Objek-objek

Konkret

Level Pra-Intra dengan objek konkret

Berdasarkan Tebel 1.1 Rekapitulasi Hasil Analisis Dekomposisi Genetik Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Bengkulu 2015/2016, maka dideskripsikan sebagai berikut:

1) Terdapat tujuh model dekomposisi genetik mahasiswa pendidikan matematika ditinjau berdasarkan Model SRP tentang Konsep-konsep Analisis Real yaitu Level Pra-Intra, Level 0 (Level intra), Level (Level semi-inter), Level 2 (Level inter, Level 3 (Level semi-trans), Level 4 (Level Trans), dan Level 5 (Level

Extended-Trans, hanya level teoretik sedangkan secara empirik belum ditemukan); 2) Terdapat enam model dekomposisi

genetik mahasiswa pendidikan matematika ditinjau berdasarkan KA tentang Konsep-konsep Analisis Real yaitu Level 0: Objek-objek Konkret; Level: Model-model Semi-konkret; Level 2: Model-model Teoretik; Level 3: Bahasa dalam Domain Contoh; Level 4: Bahasa Matematik; Level 5: Model Inferensi; 3) Terdapat tujuh model dekomposisi genetik

(6)

661

mahasiswa pendidikan matematika

ditinjau berdasarkan Model SRP dan KA tentang Konsep-konsep Analisis Real yaitu Level Dasar (Level Pra-Intra dengan objek konkret), Level 0 (Level intra dengan objek konkret), Level (Level semi-inter dengan Model Semi-Konkret), Level 2 (Level inter dengan model teoritis), Level 3 (Level semi-trans dengan Bahasa dalam Contoh Domain), Level 4 (Level Trans dengan Bahasa Matematika), dan

Level 5 (Level Extended-Trans dengan Model Inferensi, namun ditemukan mahasiswa dengan kombinasi level SRP dan KA yaitu Level Trans dengan Model Inferensi.

Secara rinci hasil analisis dekomposisi genetik terhadap subjek dalam melakukan proses abstraksi tentang konsep titik kumpul berdasarkan Tabel 1.1 di atas dapat disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel 1.2 Deskripsi SRP Mahasiswa tentang Konsep Titik Kumpul

Level dan Deskripsi Deksripsi tentang Pemahaman Konsep Titik Akumulasi

Level Pra-Intra

Hanya dapat melakukan aksi-aksi dan aksi secara terpisah dan tidak mampu mencapai proses maupun objek

Menggunakan mistar/penggaris sebagai objek konkret dari garis bilangan untuk memahami konsep titik akumulasi.

Level 0 Level Intra

Dapat melakukan aksi-proses atau objek secara terpisah, dan tidak dapat membangun hubungan aksi, proses atau objek tersebut

Menggambar garis bilangan berdasarkan representasi mistar/penggaris dalam memahami konsep titik akumulasi

Level 1 Level Semi-Inter

Dapat melakukan aksi, proses, objek, tetapi mereka hanya mengoordinasikan aksi dan proses pada sifat yang sama.

Menggunakan garis bilangan bulat sebagai gambaran dari garis bilangan real untuk memahami konsep titik akumulasi Level 2

Level Inter

Dapat mengonstruksi keterkaitan aksi-proses-objek beberapa sifat yang terkait, untuk membentuk suatu premature schema. Namun, dalam pembentukan premature schema tersebut tidak menggunakan skema awal yang telah dimiliki sebelumnya (tidak dilakukan retrieval of the previous schema)

Menggunakan garis bilangan real (R) dengan memanfaatkan sifat-sifat bilangan real berdasarkan operasi penjumlahan dan perkalian, serta dapat memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep titik kumpul

Level 3 Level Semi-Trans

Dapat mengonstruksi keterkaitan aksi-proses-objek sehingga terbentuk skema bagian dari skema yang matang (premature schema). Dalam pembentukan premature schema tersebut ada kemungkinan seseorang tersebut menggunakan skema awal (melakukan retrieval of the previous schema).

Menyajikan konsep titik akumulasi dalam berbagai bentuk representasi matematis

Level 4 Level Trans

Dapat membangun keterkaitan antara aksi-aksi, proses-proses, objek-objek, dan skema lain (melakukan retrieval of the previous schema), sehingga terbentuk suatu skema yang matang (mature schema). Skema tersebut dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang terkait dengan skema tersebut. Karakteristik penting dari kematangan skema adalah digunakan untuk memutuskan suatu objek masuk dalam scope skema atau tidak.

Menggunakan dan memilih prosedur atau operasi dalam sistem bilangan real, dan mengaplikasikan konsep titik akumulasi ke pemecahan masalah.

Level 5 Level Extended-Trans

Selain berada dalam Level Trans, individu tersebut dapat membangun struktur baru berdasarkan skema-skema matang yang telah dimilikinya (Temuan Penelitian Wahyu Widada,

Belum ditemukan contoh deskripsi operasional mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Bengkulu 2015/2016

(7)

662

Level dan Deskripsi Deksripsi tentang Pemahaman Konsep Titik Akumulasi

2010, belum ditemukan untuk Penelitian 2015/2016)

Berdasarkan deskripsi pada Tabel 1.2 Deskripsi SRP Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Bengkulu tentang Konsep Titik Kumpul, dapat diuraikan sebagai berikut.

1) Mahasiswa berada pada Level Pra-Intra: Hanya dapat melakukan aksi-aksi tertentu dengan menggunakan mistar/penggaris sebagai objek konkret dari garis bilangan untuk memahami konsep titik akumulasi dan tidak mampu mencapai suatu proses maupun objek yang diharapkan sesuai dengan pengertian tentang titik akumulasi, 2) Mahasiswa berada pada Level

Intra: Dapat melakukan aksi-proses atau objek secara terpisah dengan cara menggambar garis bilangan berdasarkan representasi mistar/penggaris dalam memahami konsep titik akumulasi, namun tidak dapat membangun hubungan aksi, proses atau objek tersebut.

3) Mahasiswa berada pada Level Semi-Inter: Dapat melakukan aksi, proses, objek dengan menggunakan garis bilangan bulat sebagai gambaran dari garis bilangan real untuk memahami konsep titik akumulasi, tetapi mereka hanya mengoordinasikan aksi dan proses pada sifat yang sama.

4) Mahasiswa berada pada Level Inter: Dapat mengonstruksi keterkaitan aksi-proses-objek beberapa sifat yang terkait, untuk membentuk suatu premature schema dengan menggunakan garis bilangan real (R) dan memanfaatkan sifat-sifat bilangan real berdasarkan operasi penjumlahan dan perkalian, serta dapat memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep titik kumpul. Akan tetapi, dalam pembentukan premature schema tersebut tidak menggunakan skema awal yang telah dimiliki sebelumnya (tidak dilakukan retrieval of the previous schema).

5) Mahasiswa berada pada Level Semi-Trans: Dapat mengonstruksi keterkaitan aksi-proses-objek sehingga terbentuk skema bagian dari skema yang matang (premature schema), berupa penyajian konsep titik akumulasi dalam berbagai bentuk representasi matematis. Dalam pembentukan premature schema tersebut ada kemungkinan seseorang tersebut menggunakan skema awal (melakukan retrieval of the previous schema).

6) Mahasiswa berada pada Level Trans: Dapat membangun keterkaitan antara aksi-aksi, proses-proses, objek-objek, dan skema lain (melakukan retrieval of the previous schema) dengan menggunakan dan memilih prosedur atau operasi dalam sistem bilangan real, dan mengaplikasikan konsep titik akumulasi ke pemecahan masalahsehingga terbentuk suatu skema yang matang (mature schema). Skema tersebut dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang terkait dengan skema tersebut. Karakteristik penting dari kematangan skema adalah digunakan untuk memutuskan suatu objek masuk dalam scope skema atau tidak.

7) Mahasiswa berada pada Level

Extended-Trans :Selain berada dalam

Level Trans, individu tersebut dapat membangun struktur baru berdasarkan skema-skema matang yang telah dimilikinya (Temuan Penelitian Wahyu Widada, 2010, belum ditemukan untuk Penelitian 2015/2016)

Selanjutnya, berdasarkan analisis dekomposisi genetik mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Bengkulu 2015/2016 dalam memahami konsep titik akumulasi, dapat disajikan deskripsi deskripsi kemampuan abstraksi mahasiswa tentang konsep titik akumulasi sebagaimana tertera pada tabel berikut .

(8)

663

Level Deskripsi Deksripsi tentang Pemahaman Konsep Titik

Akumulasi Level 0

Objek-objek Konkret

Melakukan abstraksi hanya menggunakan objek-objek/benda-benda nyata

Menggunakan mistar/penggaris sebagai objek konkret dari garis bilangan untuk memahami konsep titik akumulasi.

Level 1 Model-model

Semi-konkret

Melakukan abstraksi dengan menggunakan benda-benda manipulatif

Menggambar garis bilangan berdasarkan representasi mistar/penggaris dalam memahami konsep titik akumulasi Level 2

Model-model Teoretik

Melakukan abstraksi dengan menggunakan gambar-gambar dari situasi nyata

Menggunakan garis bilangan bulat sebagai gambaran dari garis bilangan real untuk memahami konsep titik akumulasi

Level 3 Bahasa dalam Domain

Contoh

Melakukan abstraksi dengan menggunakan representasi pola dari gambar yang tidak sama dengan gambar aslinya atau dengan menggunakan bahasa sehari-hari

Menggunakan garis bilangan real (R) dengan memanfaatkan sifat-sifat bilangan real berdasarkan operasi penjumlahan dan perkalian, dan dapat memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep titik kumpul

Level 4 Bahasa Matematika

Melakukan abstraksi sampai dengan simbol-simbol matematika sebagai suatu representasi dari pola sebelumnya

Menyajikan konsep titik akumulasi dalam berbagai bentuk representasi matematis

Level 5 Model Inferensi

Melakukan abstraksi dengan menggunakan aturan-aturan dalam suatu sistem matematika

Menggunakan dan memilih prosedur atau operasi dalam sistem bilangan real, dan mengaplikasikan konsep titik akumulasi ke pemecahan masalah.

Berdasarkan Tabel 1.2 Deskripsi Kemampuan Abstraksi (KA) Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Bengkulu 2015/2016 tentang Konsep Titik Kumpul, dapat dideskripsikan sebagai berikut.

1) Mahasiswa berada pada Level 0 Objek-objek Konkret: Melakukan abstraksi hanya menggunakan objek-objek/benda-benda nyata. Dalam memahami Konsep Titik Akumulasi, mahasiswamenggunakan mistar/penggaris sebagai objek konkret dari garis bilangan untuk memahami konsep tersebut, namun terjadi mahasiswa mengalami miskonsepsi.

2) Mahasiswa berada pada Level 1Model-model Semi-konkret:Melakukan abstraksi dengan menggunakan benda-benda manipulatif. Dalam memahami Konsep Titik Akumulasi, mahasiswa menggambar garis bilangan berdasarkan representasi mistar/penggaris dalam memahami konsep titik akumulasi

3) Mahasiswa berada pada Level 2 Model-model Teoretik:Melakukan abstraksi dengan menggunakan gambar-gambar dari situasi nyata. Dalam memahami Konsep Titik Akumulasi, subjek menggunakan garis bilangan bulat sebagai gambaran dari garis

bilangan real untuk memahami konsep titik akumulasi.

4) Mahasiswa berada pada Level 3 Bahasa dalam Domain Contoh:Melakukan abstraksi dengan menggunakan representasi pola dari gambar yang tidak sama dengan gambar aslinya atau dengan menggunakan bahasa sehari-hari. Dalam memahami Konsep Titik Akumulasi, mahasiswa menggunakan garis bilangan real (R) dengan memanfaatkan sifat-sifat bilangan real berdasarkan operasi penjumlahan dan perkalian, dan dapat memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep titik kumpul. 5) Mahasiswa berada pada Level 4 Bahasa

Matematika:Melakukan abstraksi sampai dengan simbol-simbol matematika sebagai suatu representasi dari pola sebelumnya. Dalam memahami Konsep Titik Akumulasi, mahasiswa menyajikan konsep titik akumulasi dalam berbagai bentuk representasi matematis

6) Mahasiswa berada pada Level 5 Model Inferensi: Melakukan abstraksi dengan menggunakan aturan-aturan dalam suatu sistem matematika. Dalam memahami Konsep Titik Akumulasi, mahasiswa menggunakan dan memilih prosedur atau operasi dalam sistem bilangan real, dan

(9)

664

mengaplikasikan konsep titik akumulasi ke pemecahan masalah.

PENUTUP

Berdasarkan uraian hasil penelitian ini, simpulannya adalah simpulan pertama,terdapat tujuh model dekomposisi genetik mahasiswa pendidikan matematika ditinjau berdasarkan Model SRP tentang Konsep-konsep Analisis Real yaitu Level Pra-Intra, Level 0 (Level intra), Level 1 (Level semi-inter), Level 2 (Level inter, Level 3 (Level semi-trans), Level 4 (Level Trans), dan Level 5 (Level Extended-Trans, hanya level teoretik sedangkan secara empirik tidak ditemukan). Simpulan kedua, terdapat enam model dekomposisi genetik mahasiswa pendidikan matematika ditinjau berdasarkan KA tentang Konsep-konsep Analisis Real yaitu Level 0: Objek-objek Konkret; Level: Model-model Semi-konkret; Level 2: Model-model Teoretik; Level 3: Bahasa dalam Domain Contoh; Level 4: Bahasa Matematik; Level 5: Model Inferensi. Simpulan ketiga, terdapat tujuh model dekomposisi genetik mahasiswa pendidikan matematika ditinjau berdasarkan Model SRP dan KA tentang Konsep-konsep Analisis Real yaitu Level Dasar (Level Pra-Intra dengan objek konkret), Level 0 (Level intra dengan objek konkret), Level (Level semi-inter dengan Model Semi-Konkret), Level 2 (Level inter dengan model teoritis), Level 3 (Level semi-transdengan Bahasa dalam Contoh Domain), Level 4 (Level Trans dengan Bahasa Matematika), dan Level 5 (Level Extended-Trans dengan Model Inferensi, namun ditemukan mahasiswa dengan kombinasi level SRP dan KA yaitu Level Trans dengan Model Inferensi.

DAFTAR PUSTAKA

Baker, Bernadette; Cooley, Laurel; & Trigueros, Maria. 2000. A Calculus Graphing Schema. Journal for Research in Mathematical Education. Vol. 31, No. 5

Bogdan, Robert C. and Biklen, Sari Knopp. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon.

Clark, F.; Cordero, J.; Cottrill,B.; Czarnocha,D.J.; DeVries,D.DSt.; John,G.Tolias and D.Vidakovic. 1997. Costructing a Schema: The Case of Chain Rule.Journal Mathematical Behavior. Vol. 16 No. 4http: www.sciencedirect/science/journal/

DeVries, David J. 2000. RUMEC/APOS Theory. http://www.cs.gsu.edu/~rumec/

Dubinsky, E. 2000.Using a Theory of Learning in College Mathematics Course. Newsletter

No. 12

http:/www.bham.ac.uk/ctimath/talum12.htm or http:/www.telri.ac.uk/

Dubinsky, E. & McDonald, Michael A. 2000. APOS: A Constructivist Theory of Learning in Undergraduate Mathematics Education Research.

http:/www.telri.ac.uk/CM/Paper.pdf

Dubinsky, E; & Yiparaki, Olga. 2001. Predicate Calculus and the Mathematical Thinking of Student

.http://www.cs.cornell.edu/info/people/gies/s ymposium/dubinsky.htm

Dubinsky, E. 1995.ISELT: A Programming Language for Learning Mathematics. Communications on Pure and Applied Mathematics. Vol. XLVIII

Dubinsky, E. 1987.Teaching Mathematical Induction.Journal Mathematical Behavior.

Vol. 6 No. 1http:

www.sciencedirect/science/journal/

Dubinsky, E. & Lewin,P. 1986. Reflective abstraction and Mathematical Induction: The Decomposition of Induction and Compactness. Journal Mathematical

Behavior. Vol. 5 http:

www.sciencedirect/science/journal/

Dubinsky, E. 1989.On Teaching Mathematical Induction II.Journal Mathematical Behavior.

Vol. 8http:

www.sciencedirect/science/journal/

Glaser, B. G. & Strauss, A. L. (1967).Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research. Chicago: Aldine

Goldin, G.A. 1998. Observing Mathematical Problem Solving Through Task-based Interviews.In: A.Teppo (Ed.) Qualitative Research Methods in Mathematics Education. Monograph No. 9 Journal for Research in Mathematical Education (JRME).

McDonald,M.A; Mathew, D; & Strobel, K. 2000.Understanding Sequences: A Tale of Two Objects.In Dubinsky, et al. Research in Collegiate Matematics Educations IV.http: www.sciencedirect/science/journal/

Miles, B. Mattew & Huberman, A Michael. 1994. Qualitative Data Analysis. A Sourcebook of

(10)

665

New Methodes. Beverly Hills: Sage Publications.

Piaget, J, & Garcia, R. 1989. Psychologies and the History of Sciencehttp://www.piaget.org/ Thomas, Noel D; Mulligan, Joanne T.; & Goldin,

Garall. 2002. Children’s Representasion and Structural Development of Counting Sequence 1-100. In The Journal of Mathematical Behavior. Vol. 21, Issue 1 http://www.sciencedirect/Science/Juornal/07 323123

Tsamir, Pessia & Dreyfus, Tommy. 2002. Comparing Infinite Sets - a process of abstraction. TheCase of Ben.In The Journal of Mathematical Behavior. Vol. 21, Issue 1 http://www.sciencedirect/Science/Juornal/07 323123

Wahyu Widada. 2015. Kemampuan Abstraksi Peserta Didik dalam Memahami Objek-objek Geometri.Artikel dimuat dalam Prosiding Seminar Internasional 17 Januari 2015. Wahyu Widada. 2010. Pengembangan Lanjutan Teori

dan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Extended Level Triad++ untuk Mahasiswa Teori Graph. Laporan Awal Penelitian Hibah Kompetensi Tahun 2010 didanai DP2M Ditjen Dikti.

Wahyu Widada. 2009. Pengembangan Teori dan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Level Triad++ untuk Mahasiswa Analisis Real (Studi di FKIP Universitas Bengkulu). Laporan Penelitian Hibah Kompetensi Tahun 2009 didanai DP2M Ditjen Dikti.

Wahyu Widada. 2006. Pengembangan teori perkembangan skema (triad level) tentang Kalkulus pada mahassiswa matematika FKIP UMB. Laporan penelitian Fundamental 2006, diterbitkan dalam Jurnal Inspirasi V I tahun 2007.

Wahyu Widada. 2002a. Skema mahasiswa tentang Sketsa Grafik Fungsi. Artikel dimuat dalam Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains (JPMS) tahun VII No. 3, dan disajikan pada Seminar Nasional Hasil Penelitian MIPA

yang Diselenggarakan oleh FMIPA UNY di Hotel Ambarukmo 28 Oktober 2002. Wahyu Widada. 2002b. Teori APOS sebagai Suatu

Alat Analisis Dekomposisi Genetik terhadap Perkembangan Konsep Matematika Seseorang. Artikel dimuat dalam Journal of Indonesian Mathematicel Society (MIHMI) Vol. 8 No. 3, setelah disajikan dalam pertemuan ilmiah mahasiswa S3 Matematika dan Pendidikan Matematika se Indonesia &The Indonesian Applied Mathematical Society in The netherlands (IAMS-N) di P4M ITB 4-5 Juli 2002.

Wahyu Widada. 2002c. Model Interaksi Skema mahasiswa tentang Permasalahan Grafik Fungsi pada Kalkulus. Artikel dimuat dalam Jurnal Matematika atau Pembelajarannya UM Malang Tahun VIII Juli 2002, dan disajikan pada Konferensi Nasional Matematika XI di UM Malang, 22-25 Juli 2002

Wahyu Widada. 2002d. Sikel Pengajaran ACE: Membantu mahasiswa dalam proses mengkonstruksi matematika. Artikel disajikan dalam Seminar Nasional MIPA UM Malang berkerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (IMSTEP-JICA) 5 Agustus 2002.

Wahyu Widada. 2002e. Model Interaksi dari Beberapa Objek Matematika. Artikel dimuat dalam Jurnal Pendidikan Dasar dan Menengah Gentengkali. Vol. 4 No.1.2 Wahyu Widada. 2001. Struktur Representasi

Pengetahuan mahasiswa tentang Grafik Fungsi dan Deret Tak hingga. Artikel disajikan dalam Seminar Nasional Matematika II FMIPA UNNES Semarang 27 Agustus 2001.

Wahyu Widada. 2003. Interaksi Skema Mahasiswa Model Baru tentang Permasalahan Grafik Fungsi pada Kalkulus. Laporan Penelitian Mandiri:Tidak dipublikasikan

Wahyu Widada. 2004. Struktur Representasi Pengetahuan Mahasiswa tentang Deret Tak hingga (berbasis Triad Level). Laporan Penelitian Mandiri:Tidak dipublikasikan

Gambar

Tabel 1.1 Rekapitulasi Hasil Analisis Dekomposisi Genetik Mahasiswa

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan prosedur mudah ialah, apabila quorum untuk sahnya sidang dengan acara perubahan undang-undang dasar dihadiri oleh sekurang- kurangnya lebih dari separuh

• Suharsimi Arikunto Observasi adalah proses pengamatan langsung suatu obyek yang ada di lingkungan, baik yang sedang berlangsung ataupun masih dalam tahapan, dengan..

Jika teknik penyekoran menggunakan teknik penyekoran analitik, langkah awalnya adalah membuat kunci jawaban seluruh butir soal. Selanjutnya menentukan skor setiap soal. Skor setiap

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Terkait prinsip transparansi kepada karyawan, menurut narasumber pertama perusahaan hanya memberikan informasi penting kepada setiap kepala

Dr Asep Suryana, M Pd Suryadi, M Pd MODUL BIMBINGAN DAN KONSELING KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA Bimbingana dan Konseling  MODUL BIMBINGAN DAN KONSELING Dr Asep Suryana, M

Teori SOSIOLOGI Klasik, Modern, Posmodern, Saintifik, Hermeneutik, Kritis, Evaluatif dan lntegratif Editor Muhammad Akhir, S Pd M Pd Dr' Nursalam, P,tSi , Suardi, S Pd, M Pd , Sya1ifudd

@All Right Reserved Hak Cipta dilindungi Undang undang RENSTRA Dr Abdurrahman Hi Usman, S Pd, SH, M Pd RENCANA STRATEGIS PENGEMBANGAN Dr Agus, M Pd I INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

Development Of Offline Interactive Multimedia-Assisted Basic Technology Education Learning Model In Senior Vocational School (SMK) To Improve Student Vocational