• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kritik Seni

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kritik Seni"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

JJuudduul l kkaarryyaa : IIrro: onni i ddaallaam m SSaarraanngg N

Naamma a SSeenniimmaann : M: Muullyyo o GGuunnaarrssoo B

Baahhaann : : CCaat t AAkkrriilliik k ddaan n ppeennssiil l ddi i aattaas s KKaannvvaass U

(2)

1. Deskripsi Karya

Karya lukis oleh Gunarso yang berjudul “ Ironi dalam Sarang” masih divisualisasikan dengan metaforanya yang khas yaitu bulu-bulu meski tidak sebagai figure sentralnya. Material subjeknya merupakan gambar tentang semut-semut yang mengerumuni sarang burung dan diatasnya dilapisi lembaran koran, didalamnya terdapat berbagai macam makanan seperti, beras  putih, yang diberi alas daun pisang di atasnya terdapat seekor semut, bungkusan kertas seolah dari koran bertuliskan ulah balada tradisi, potongan dari sayuran kol, satu butir telur dan juga makanan yang dibungkus plastik bening, disampingya juga terdapat nasi golong , seperti ingin menggambarkan makanan untuk kenduri. Selain itu di dalam sarang juga terdapat kerupuk dan  jajanan tradisional yang juga dibungkus plastik bening, dan entah mengapa diantara sejumlah

makanan yang berbau tradisional juga terdapat sebuah apel merah, minuman soda bermerek  coca-cola yang tentunya bukan menggambarkan produk dalam negeri. Tumpahan coca-cola menjadi pusat krumunan semut yang datang dari segala penjuru.

Medium lukisan Gunarso adalah cat akrilik yang dikerjakan di atas kanvas berukuran 140 cm x 180 cm dengan kombinasi pensil pada backgroundnya membentuk garis vertikal. Teknik  yang digunakan dominan ialah dry brush yaitu teknik sapuan kuas kering. Bentuk atau form dari karya Gunarso ialah realistik dengan gaya surealisme. Proses penciptaannya terlihat penuh  persiapan dan cukup matang tercermin dari hasil karyanya yang rapi, rumit, dan tertata. Gunarso sepertinya asyik bermain-main dengan komposisi.bagaimana ia mencoba menyampaikan kegelisahanya dalam bentuk karya dua dimensi yang menyiratkan segala kegelisahan melalui torehan kuas di kanvas dengan pilihan warna- warna yang menjadi karakter dalam karya lukisnya. .

(3)

2. Analisis

Makna atau isi karya seni selalu disampaikan dengan bahasa karya seni, melalui tanda atau simbol. Ungkapan rupa dan permainan simbol atau tanda tentu tidak datang begitu saja, ada api tentu ada asap. Begitu juga ketika kita menganalisis sebuah karya, perlu tahu bagaimana asap itu ada, dengan kata lain, bagaimana kejadian yang melatarbelakangi penciptaan karya. Pada dasarnya tahapan ini ialah menguraikan kualitas unsur pendukung ‘subject matter’ yang telah dihimpun dalam deskripsi.

Representasi vsual ditampilkan dengan bentuk realis yang terencana, tertata dan rapi, sesuai dengan konsep realis yang menyerupai bentuk asli suatu objek.Permainan garis pada   background dengan kesan tegak, kuat berbanding terbalik dengan bulu-bulu yang entah

disadarinya atau tidak. Penggunaan gelap terang warna juga telah bisa memvisualisasikan gambar sesuai nyata, tetapi Gunarso tidak memainkan tekstur disana. Kontras warna background dengan tumpahan coca-cola yang justru jadi pusat permasalahan justru tak begitu terlihat jelas agak mengabur, begitu juga dengan kerumunan semut-semut sedikit terlihat mengganggu, tetapi secara keseluruhan komposisi karya Gunarso terlihat mampu sejenak menghibur mata maupun

(4)

3. Intepretasi

Setiap karya seni pasti mengandung makna, membawa pesan yang ingin disampaikan dan kita membutuhkan intepretasi/ penafsiran untuk memaknainya yang didahului dengan mendeskripsikan. Dalam mendeskripsikan suatu karya seni, pendapat orang membaca karya seni  boleh saja sama tetapi dalam menafsir akan berbeda karena diakibatkan oleh perbedaan sudut  pandang atau paradigma1.

Gunarso tak pernah lepas dari hubunganya terhadap kegelisahan sosial,yang selalu menjadi isu sosial bangsa ini. Dengan bulu-bulunya yang divisualkan dalam lukisan sebagai simbol subjektif, yaitu menyimbolkan sebuah kelembutan, kehalusan, ketenangan, kedamaian atau bahkan kelembutan, kehalusan tersebut bisa melenakan dan menghanyutkan, sebagai contoh kehidupan yang kita rasakan di alam ini. Inspirasi bulu-bulu tersebut didapatnya ketika dia sering melihat banyak bulu-bulu ayam berserakan.

Dalam karya ini, Gunarso mengibaratkan manusia seperti semut, yang selalu tidak puas dengan apa yang didapat, menggambarkan tentang seorang atau kelompok dalam posisi lebih (misalnya pejabat) yang terlena oleh iming-iming negara asing, sehingga mereka sampai mengorbankan bahkan menjual “kekayaan” negerinya kepada negara asing demi kepentingan  pribadi maupun golonganya. Divisualkan dengan semut sebagai gambaran orang atau manusia (subjek pelaku) yang mana dia mengkerubuti tumpahan coca-cola sebagai idiom atau gambaran negeri asing. Gunarso ingin mengatakan tentang ironi semut yang mengkerubuti makanan, gula, sekarang mengkerubuti sesuatu yang asing baginya, meski cukup ganjal karena semut memang sudah biasa dengan mengekerubuti soft drink coca-cola yang rasanya manis. Mungkin Gunarso mengibaratkan semut tadi sebagai semut Indonesia yang sebelumnya belum mengenal soft drink, sedangkan sarang burung sebagai gambaran rumah tempat kita tinggal (negeri ini), yang

(5)

ironisnya lagi dalam sarang terdapat makanan gambaran sebuah tradisi yang bercampur dengan  produk asing yang nyatanya lebih diminati.

Dalam berkarya gunarso mampu mengemas karyanya hingga memiliki karakter tersendiri yang mencerminkan bagian dari kegelisahan, latar belakang serta konflik yang disadurkan kepada audiens, bagaimana dia mampu menarik dan memancing audiens untuk berinteraksi secara langsung dan mencoba mengajak berfikir tentang apa yang dirasakan olehnya tentang issu yang terjadi di dalam negerinya, kegelisahan tentang segala sesuatu yang lambat laun berubah.

Perkembangan zaman yang begitu cepat, menuntut kita untuk beradaptasi dan menempatkan diri untuk berada di tengahnya , namun itu semua secara tidak kita sadari baik itu karakter sosial masyarakat, gaya hidup dan lain sebagainya dari barat tentunya, masuk tanpa filter di tengah-tengah kita, seperti contoh, pembangunan gedung dan Mall oleh orang asing di negeri kita ini begitu juga dengan minimarket, café yang berbasis franshise dari luar negri sebenarnya merupakan gerbang pintu masuk untuk menjadikan rakyat Indonesia semakin konsumtif dan meninggalkan budayanya sendiri. Hal tersebut berdampak pada nasib kehidupan makhluk di sekeliling kita atau lingkungan di sekitar kita. Gunarso seolah ingin memberi  penyadaran kepada kita, untuk memulai menyelamatkan dan melestarikannya, siapa lagi kalau

tidak dimulai dari kita?

4. Penilaian

Penilaian sebuah karya seni bukan berbicara mengenai baik atau buruk, salah atau benar  melainkan mengenai pemaknaan tersebut meyakinkan atau tidak. Karya seni dapat dinilai dengan berbagai kriteria dan aspek, Barret, menyederhanakan penilaian karya seni ke dalam 4

(6)

kali ini, penilaian yang akan digunakan ialah paham ekspresionisme , yang besifat subyektif,   penialaian keindahan suatu karya seni tidak hanya berdasar objek yang dilukis tetapi juga

menyangkut isi dan makna.

Karya seni tidak lahir dari begitu saja, selalu berkaitan, berdasarkan pengalaman- pengalaman yang pernah dirasakan sebagai sumber inspirasi potensial , yang dimaknai sebagai   pengalaman estetik. Hasil karya sebagai representasi dari emosi-emosi modern seperti karya

Gunarso, yang ingin merepresentasikan kemelut yang terjadi dalam perkembangan negeri ini, termasuk keresahannya mengenai hal tersebut.

Coca-cola tidak selamanya manis, dan yang manis tak selamanya dirasakan manis oleh orang yang berbeda. Semut yang pada dasarnya menyukai sesuatu yang bersifat manis sehingga menjadi hal yang sangat wajar apabila semut-semut itu lebih suka mengerumuni tumpahan coca-cola dibandingkan makanan lain yang berada dalam sarang tersebut walaupun masih ada satu dua semut yang mengerumuni beras dan bungkusan kerupuk.Seperti halnya manusia yang oleh Gunarso dalam karya ini digambarkan seperti semut lebih menyukai hal-hal yang yang menyenangkan dan menguntungkan untuk mereka tanpa mempedulikan dampak negatifnya meskipun itu asing bagi mereka. Akan tetapi tidak semua orang ingin merasakan hal yang sama karena masih ada orang-orang yang tetap mempertahankan sesuatu yang sejak dulu sudah menjadi miliknya.

Dalam pembuatan karya-karyanya Gunarso seolah tidak ingin meninggalkan bulu-bulu yang menjadi metafornya meskipun dia telah bereksperiman dengan berbagai media dan tema yang berbeda ,seperti yang dilakukan oleh para seniman-seniman ekspresionis yang menciptakan   bentuk-bentuk baru tanpa meninggalkan keunikan dan individualitas mereka. Gunarso

(7)

  penekanan emosional. Penempatan coca-cola diantara makanan-makanan dalam negeri juga dibuat untuk membangkitkan emosi yang melihatnya.Kelebihan dari karya Gunarso adalah   bahwa karyanya ini memiliki komposisi warna dan penempatan objek yang enak dipandang mata, dengan warna-warna yang ditampilkannya sangat serasi dengan ide lukisan yang ia angkat.

Tetapi salah satu yang menjadi kekurangan karyanya adalah adanya bulu dalam lukisannya sepertinya sedikit menganggu, alangkah lebih baik jika Gunarso menghilangkan salah satu idiom yang terdapat dalam lukisannya, apakah itu semut-semutnya atau bulu-bulunya. Hal itu dikarenakan dengan keberadaan semut-semut sedikit menghilangkan/menutupi bulu-bulu dalam lukisannya yang menjadi ciri khas dalam setiap lukisan yang ia ciptakan.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Bangun C. Sem, 2001, Kritik Seni Rupa, Penerbit ITB, Bandung

Kadir, Abdul, 1975, Pengantar Estetika, Sekolah Tinggi Seni Rupa ’’ASRI‘’, Yogyakarta Marianto M. Dwi, 2002, Seni Kritik Seni, Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta, Yogyakarta Sudarmaji,1979, Dasar kritik Seni Rupa, Dinas Museum dan Sejarah, Jakarta, Yogyakarta.

(9)

Tugas Kritik Seni

Karya Lukis Mulyo Gunarso

“Ironi Dalam Sarang” 

Disusun Oleh :

Siti Kotimah 071 1388 022 Taufik Akbar 071 1403 022 Sri Ika Damayanti 071 1386 022 Maria Magdalena N.W 071 1393 022 Inva Sariyati 071 1387 022

Purwanto 071 1412 022

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Sulawesi Tengah. 5) Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenis, dan

Lembaga BMT yang memiliki basis kegiatan ekonomi rakyat dengan falsafah yang sama yaitu “dari anggota oleh anggota untuk anggota” maka berdasarkan Undang-Undang

“Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (Studi Kasus Pelaksanaan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan di Kelurahan

Penyakit bronkitis kronik juga diawali dengan kebiasaan merokok, sehingga pekerja pekerja yang merokok lebih berisiko terkena penyakit bronkitis kronik dibandingkan dengan pekerja

Dengan demikian, karakter musikal yang cenderung mengarah pada karakter yang kompleks dalam karya komposisi musik dari Sang Nyoman, sesungguhnya adalah bagian dari.. perjalanan proses

Menurut konsep pemasaran berhasilnya suatu perusahaan apabila perusahaan tersebut dapat memenuhi kebutuhan konsumen dengan lebih baik, hal ini menunjukkan bahwa

Melalui upaya dakwah bilisan hal pembinaan dan penyuluhan masyarakat desa melalui program Desa binaan keluarga sakinah (DBKS) kemudian dapat menfokuskan diri pada

Tabel 11.Tindakan kekerasan oleh ormas Islam ... Kasus penyerangan rumah ibadah... Mengucapkan selamat natal ... Menyebarkan Islam dengan cara paksa ... Melakukan tindakan kekerasan