• Tidak ada hasil yang ditemukan

Robbins Buku Ajar Patologi.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Robbins Buku Ajar Patologi.pdf"

Copied!
383
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ROBBINS

6Bulut@io,

Patohd

(3)

Kutipan PasalT2;

Sanksi Pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta (Undang-Undang No. 19 Tahun 2002)

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebafaimana dimaksrrd dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat

I

(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling larna 7 (tujuh) tahun darVatau denda

paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu

ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah).

Ppnrrnc

DrrurnHul

Penerbit adalah rekanan pengarang untuk menerbitkan sebuah buku. Bersama pengarang, penerbit menciptakan buku untuk diterbitkan. Penerbit mempunyai hak atas penerbitan buku tersebut serla distribusinya, sedangkan pengarang memegang hak penuh atas karangannya dan berhak mendapatkan royalti atas penjualan bukunya dari penerbit.

Percetakan adalah perusahaan yang memiliki mesin cetak dan menjual jasa pencetakan. Percetakan tidak memiliki

hak apa pun dari buku yang dicetaknya kecuali upah. Percetakan tidak bertanggung jawab atas isi buku yang dicetaknya.

Pengarang adalah pencipta buku yang menyerahkan naskahnya untuk diterbitkan di sebuah penerbit. Pengarang memiliki hak penuh atas karangannya, namun menyerahkan hak penerbitan dan distribusi bukunya kepada penerbit yang ditunjuknya sesuai batas-batas yang ditentukan dalam perjanjian. Pengarang berhak mendapatkan royalti atas

karyanya dari penerbit, sesuai dengan ketentuan di dalam perjanjian Pengarang-Penerbit.

Pembajak adalah pihak yang mengambil keuntungan dari kepakaran pengarang dan kebutuhan belajar masyarakat. Pembajak tidak mempunyai hak mencetak, tidak memiliki hak menggandakan, mendistribusikan, dan menjual buku

yang digandakannya karena tidak dilindungi copyright ataupun perjanjian pengarang-penerbit. pembajak tidak

peduli atas jerih payah pengarang. Buku pembajak dapat lebih murah karena mereka tidak perlu mempersiapkan naskah mulai dari pemilihan judul, editing sampai persiapan pracetak, tidak membayar royalti, dan tidak terikat

perjanjian dengan pihak mana pun. PBN,rslJlKAN BuKU An.qLaH

Knrunel!

Anda jangan menggunakan buku bajakan, demi menghargai jerih payah para pengarang yang notabene adalah para

(4)

BOBBINS

vomme

I

6Butu%ry

Edisi

7

VINAY KUMAR, MD, FRCPath

Professor and Choirman

De pa rtm e nt of Path ol o gy The University of Chicogo Pritzker School of Medicine

Chicago, lllinois

RAMZIS. COTRAN, MD*

Formerly, Fronk Burr Mollory Professor of Pothology Horvard Medicql School

Chairman, Deportment of Pothology Brigham and Women's Hospital

T he Chi I d re n's H os pital

Boston, Mossachusetts

STANLEY L. ROBBINS, MD

Co n s u lto nt i n Path ol o gy

Brigham ond Women's Hospital

Boston, Massachusetts

llustrasi oleh:

JAMES A. PERKINS, MS, MFA

Alih bahasa:

dr. Awal Prasetyo

dr. Brahm U. Pendit

dr. Toni Priliono

Editor edisi bahasa lndonesia: dr, Muhammad Asrorucidin dr. Huriawati Hartanto dr. Nurwany Darmaniah

PENERBIT BUKIJ

I(EDOKTERAN

(5)

EGC1.622

This edition of Robbins Basic Pathology 7th ed. by Yinay Kuma1, Ramzi S. Cotran & Stanley L. Robbins is published by arrangement with Elsevier Inc., New York, New York, USA

Copyright o 2003, 1997,1992, 1987,1981, 1976, 1977 by WB. Sar.rnders Company

A11 rights reserved.

BUKU AIAR PATOLOGI ROBBINS, Ed.7, Vol.1

Alih bahasa: dr. Awal Prasetyo, dr. Brahm U. Pendit & dr. Toni Priliono

Editor edisi bahasa Indonesia: dr. Muhammad Asroruddin, dr. Huriawati Hartanto & dr. Nurwany Darmaniah

Copy editor: Adinda Chandralela

Hak cipta terjemahan Indonesia

O 2004 Penerbit Buku Kedokteran EGC P.O. Box 4276llakarta 1,0042

Telepon: 6530 6283

Anggota IKAPI

Keria sama penerjemahan dengan Pusat Perbukuan Nasional, Kementerian Pendidikan Nasional Repubiik Indonesia.

Desain kulit muka: Faisal

Hak cipta dilindr,rngi Undang-Undang.

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bcntuk apa pury baik secara elektronik mauPun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Cetakan 2012

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Buku ajar patologi Robbins / editor, Vinay Kumar, Ramzi S. Cotran, Stanley L. Robbins ; alih bahas4 Awal Prasety'o, Brahm U. Pendit, Toni Priliono ; editor edisi bahasa Indonesia, Muhammad Asroruddiru Huriawati Hartanto, Nurwany Darmaniair.

Ed.7.

Jakarta: EGC,2007.

2Yo1.; x,362 hlm.; Indeks hlm. I-1 s.d. hlm. I-12 (Voiume 1);21 x29,7 cm.

Judul asli: Robbins basic pathology, 7th ed.

IStsN 978-979-448-841-6 (no. vol. lengkap)

ISBN 978-979-448-842-3 (no. vol. 1)

1. Patologi. I. Kumar, Vinay. II. Cotrary Ramzi S. IIL Robbins, Stanley

L.

IV. Awal Prasetyo. V. Brahm U. Pendit. VI. Toni Priliono. VII. Muhammad Asroruddin. VIII. Huriawati Hartanto.

IX. Nurwany Darmaniah.

6L6.A7

(6)

This book is dedicnted to

Dr.

Rnmzi S. Cotrnn

1_932-2000

A

denr friend,

respected collengue, irr eplac ealtl e c o ntLthor

He left n legncy of excellence

(7)

I

I

T

Kami luncurkan edisi ketujuh "Buku Ajar Patologr"

(Robbins Bcrsic Pathology)

ini

dengan perasaan yang campur aduk-perasaan gembira atas penyelesaian pekerjaan yang

sulit

dan panjang

ini,

bercampur

dengan kesedihan atas wafatnya rekan kerja sekaligus penulis buku

ini,

Dr. Ramzi S. Cotran, yang telah meninggalkan kita sebelum proyek penulisan ulang buku

ini

seiesai. Kejadian tragis

ini

memacu kami berupaya lebih giat untuk memastikan bahwa edisi

bukr"r

ini

merupakan yang terbaik

di

antara edisi

sebeiumnya.

Seperti edisi sebelumnya, edisi

ini

telah banyak mengalami perbaikan dan pada beberapa bagian telah

disempurnakan. Beberapa perubahan yang telah di-lakukan sebagai berikut.

r

Hampir semua foto hitam

putih

pada edisi ter-dahulu telah digantikan dengan gambar

makro-skopis dan mikroskopis berwarna.

r

Berbagai potongan gambar skematis empat warna,

bagan dan diagram penyakit-ditambahkan unhrk mempermudah pemahaman konsep yang rlrmit,

seperti dasar molekular penyakit kanker, interaksi

virus

HIV

dengan reseptornya, dan dasar bio. kimiawi kematian sel terprogram (apoptosis).

r

Penambahan ilustrasi yang lebih banyak-total 62 ilustrasi, atau sekitar 10% lebih banyak.

r

Tabel baru diperbaiki lebih sederhana, untuk

pe-nyajian yang lebih rinci dan jelas.

r

Bab penyakit kulit yang ditambahkan pada edisi sebelumnya, telah direvisi. Demikian pula sebagai respons terhadap kebutuhan akan perubahan

lain-nya, penyakit pada anak juga telah dimasukkan ke dalam bab penyakit genetik.

I

Walauptin pusat perhatian buku ini masih tertuju

pada mekanisme penyakit, pembahasan diagnosis laboratorik pada beberapa penyakit tertentu juga disertakan, untuk lebih menekankan pentingnya pemanfaatan laboratorium dalam

praktik

ke-dokteran.

Selain perubahan dan perbaikan yang lebih luas, secara substantif tujuan kami masih tidak berubah. Seperti pada edisi sebelumnya, kami telah berusaha

memberikan keseimban gan, ketepatan dan pandangan

terkini tentang

inti

patologi. Penekanan yang kuat

d alam hubr"rn gan klinikop a top logi dipertah.tnkan dan

telah dipahami bahwa dampak patologi molekular dalam praktik kedokteran amat disoroti. Memang,

selama kurun waktu 5 tahun sejak edisi sebelumnya, kemajuan spektakuler seperti telah selesainya proyek genom manusia, memengarlthi semua disiplin ilmu kedokteran, teimasuk patologi. Misalnya saja, di saat

sekarang dimungkinkan untuk mengambii profil mole-kular suatu tlrmor, dan penelitian terdahulu menunjuk-kan bahwa hal ini bisa memberikan informasi prog-nostik lebih akurat. Sementara itu, banyak terobosan dengan patokan tertentu belum sampai ke pasien, kami telah memasukkannya dalam "takaran" terukur, se-hingga mahasiswa bisa mulai mengalami keseirangan

di depan karirnya.

Selanju tnya kami yakin bahw-a kej el asan penulisan dan penggunaan istilah bahasa yang lazim dipakai, dapat meningkatkan pemahaman menyeluruh dan mempermlrdah proses pembelajaran. Generasi

maha-siswa telah memberi tahu kami bahwa mereka senang

membaca buku rni. Kami berharap bahwa edisi ini akan

lebihbaik dan kemungkinan meningkatkan tradisi para

pendahulu (nenek moyang).

Kata

Pengantar

(8)

I

I

I

Setiap nsaha keras pada bagian

ini

tidak

bisa diselesaikan tanpa bantuan banyak pihak. Wafatnya Dr. Ramzi S. Cotran telah memacu buku ini terbit tepat wakLr"r. Kami sangat berhutangbudi pada banyak orang yang cocok untuk kesempatan

ini

dan memberikan ekstrawaktu, dalam waktu singkat, untuk membantu penyelesaian buku

ini.

Pada kesempatan

ini,

kami

sangat berterima kasih kepada Dr. Fred Schoen, Dr.

Helmut Rennke, dan

Dr.

Christopher Crum atas

pekerlaan mereka di menit-menit terakhir yang diterima secara sukarela untuk merevisi bab yang merupakan area keahlian mereka. Mereka sangat dikenal oleh banyak pembaca karena kontribusinya pada Buku

Dnsnr Patologi Penynkit. Selain merevisi bab ekstra, Dr. Richard Mitchell membantu mengedit sebagian besar teks selama fase akhir proses publikasi, atas apa yang telah disumbangkan, kami sangat berterima kasih. Para kontributor berbagai bab yang terdaftar dalam daftar isi dan bab

itu

sendiri, rlcapan ierima kasih khusus kami kepada mereka.

Beverly Shackelford (UT Southwestern di Dallas),

yang telah membantu salah satu dari kami (VK) selama

18 tahun terakhir, selanjutnya menjadi "indr-rk ayam" yang memastikan setiap orang melakukan dan tetap berada pada jalur tugasnya. Supervisi dan tugas

edito-rial beliau menanggung kompleksitas dan kepentingan

yang lebihbesar, bersamaan dengan kepindahan saiah

satu dari kami (VK) dari Dallas menuju Chicago. Tanpa

dedikasi beliau, buku

ini

tidak dapat diselesaikan. lJcapan terima kasih tak terhingga dapat menangkap secara penuh hutang kami kepada beliau. Vera Davis dan Dionne Smith berhak menerima ucapan terima kasih kami atas koordinasi tugasnya dari Chicago.

viii

Banyak kolega di University of Chicago telah mem-perkaya buku

ini

dengan memberikan

kritik

dalam bidang masing-masing yang amat membantu. Ter-masuk di antaranya para residen: Dr. Lisa Yerian, Dr.

Robert Anders, dan Dr. Bretta Warren (neoplasia); dan para kolega di fakultas; Dr. john Hart (traktus gastro-intestinalis); Dr. Jose Manaligod (ginjal); Dr. Anthony Montag (sistem genitalia leiaki); Dr. Manuel Utset dan Dr. Sangram S. Sisodia (sistem saraf pusat).

Kami juga sungguh amat berterima kasih kepada banyak kolega kami di Ltniuersity of Texas Sottthwestern

Medicnl School Dallas dan the Brigham nnd Women' s Hos-pitalBoston, atas sumbangsih mereka dengan foto-foto

yang amat berharga dari koleksi pribadi mereka. Secara pribadi, mereka layak mendapatkan ucapan terima kasih kami atas tiap sumbangsihnya. Bagi siapa saja yang namanya

tidak

dicantumkan secara tidak

disengaja, kami mohon maaf.

Banyak

pihak

di

W.B. Saunders yang berhak menerima pengakuan atas peran mereka dalam produksi buku ini. Buku teks ini sekali lagi beruntung berada

di

tangan Hazel Hacker, editor pembangun paling kondang yang telah memberi kami kehormatan untuk bekerja sama dengannya. Sapaannya yang kalem

dan menenangkan, menjaga para penulis untuk tetap

"berada di jalurnya" selama masa-masa transisi yang sulit. Seorang lainnya yang berhak menerima ucapan terima kasih kami adalah

Amy Norwitz

(Manajer Proyek) dan Eilen ZanolIe (Perancang). William

Schmitt, Direktur Publikasi Buku Teks Kedokteran, masih terus menjadi kawan dan pemandu sorak kami. Atas upaya pengorbanan nyata dari para keluarga penulis. Kami berterima kasih kepada mereka untuk

(9)

toleransi terhadap ketidakhadiran kami

di

tengah

mereka, secara fisik dan emosional. Kami didoakan dan dikuatkan dengan dukungan dan cinta tanpa ter-gantung situasi, atas keyakinan mereka bahwa upaya yang kami lakukan amat berguna dan bermanfaat. Secara khusus, kami mengucapkan terima kasih kepada Raminder Kumar, yang telah mengelola kesulitan masa transisi dari Dallas ke Chicago dan memberikan dukungan secara diam-diam, tetapi tegas.

Dan akhirnya, kami masing-masing

mengungkap-kan rasa hormat kepada setiap penulis pembantu atas sumbangan visi, kegembiraan dan dedikasi terhadap pendidikan kedokteran yang menjaga keutuhan kita, meskipun ada perbedaan pendapat dan gaya masing-masing individu. Dengan tiap kondisi baru yang ber-beda, rasa saling menghargai dan kesetiakawanan

UCAPAN TERIMA KASIH T

makin tumbuh kuat. Kami berdua mengucapkan rasa terima kasih sekali lagi atas kebaikan hati almarhum Dr. Ramzi S. Cotran selama menjadi teman dan kolega kami yang amat menyenangkan. Vinay Kumar meng-ungkapkan rasa hormat kepada Dr. Stanley Robbins atas penyusunan buku teks ini selama hampir 30 tahr,rn yang ialu, dan atas hak istimewanya untuk membagi-kan

judul

buku

teks

ini.

Dan sebaliknya, Stanley Robbins mengungkapkan rasa terima kasih yang

pa-ling

dalam kepada Vinay Kumar atas dedikasinya

terhadap edisi

ini-tanpanya

buku

ini

tak mungkin

ada,

\K

(10)

I

I

r

PATOLOGI

UMUM

1

Jejas,

Adaptasi,

dan

Kematian

Sel

...

3

RICHARD

N.

MITCHELL,

MD,

PhD

RAMZI

S.

COTRAN,

MD"

2

lnflamasi

Akut

dan Kronik

...,.

35

RICHARD

N.

MITCHELL,

MD,

PhD

RAMZI

S.

COTRAN,

MD"

3

Pemulihan

Jaringan:

Regenerasi

dan Fibrosis

Sel..

..

65

RICHARD

N.

MITCHELL,

MD,

PhD

RAMZI

S.

COTRAN,

MD"

4

Gangguan

Hemodinarnik,

Trombosis dan

Syok

...

85

RICHARD

N.

MITCHELL,

MD,

PhD

RAMZI

S.

COTRAN,

MD"

5

Penyakit

lmunitas

..

..

1

13

RICHARD

N.

MITCHELL,

MD,

PhD

VINAY KUMAR,

MD

6

Neoplasma

.

...

18b

7

Penyakit

dan

Genetik Anak .,..

238

ANIRBAN

MAITRA.

MD

VINAY KUMAR,

MD

I

Penyakit

Lingkungan

...

297

I

Patologi

Umum Penyakit

lnfeksi

.

SM

JOHN SAMUELSON, MD,

PhD

lndeks

l-1

(11)

r

T

T

PATOTOGI

(12)

PENDAHULUAN

SEKILAS TENTANG JEJAS SEL

PENYEBAB JEJAS SEL

MEKANISME JEJAS SEL

Mekanisme Biokimiawi Umum Jejas lskemik dan Hipoksik Jejas Iskemia/Reperf usi

Jejas Sel yang Diinduksi Radikal Bebas Cedera Kimiawi

ADAPTASI SELULAR TERHADAP JEJAS Atrofi

Hipertrof i

PENDAHULUAN

Secara harfiah, potologi adalah ilmu (/ogos) tentang penderitaan (pathos). Patologi adalah

disiplin

ilmu yang menjembatanipraktik klinis dan ilmu dasar, dan

mencakup penelitian tentang penyebab suatu penyakit (etiologi) serta mekanisme (patogenesis) yang me-nyebabkan munculnya tanda dan gejala pada pasien.

Unluk memahami perubahan struktural dan ftingsional yang terjadi pada sel, jaringan, dan organ, ahli patologi menggunakan teknik molekular kontemporer, mikro-biologik dan imunologik. Untuk membuat diagnosis dan pedoman terapi dalam lingkungan klinis, ahli *Almarhum

Jejas,

Adaptasi,

dan

Kematian

Sel

RICHARD

N.

MITCHELL,

MD,

PhD

RAMZI S.

COTRAN,

MD"

Hiperplasia Metaplasia

Respons Subselular terhadap Jejas Akumulasi lntrasel

Kalsifikasi Patologik

JEJAS SEL REVERSIBEL DAN IREVERSIBEL Jalur Lintas Umum

Mekanisme Jejas I reversibel

Morfologi Jejas Sel Reversibel dan Kematian Sel-Nekrosis

KEMATIAN SEL TERPROGRAM -APOPTOSIS PENUAAN SEL

E

E

E

patologi mengidentifikasi perubahan makroskopis ataupun gambaran mikroskopis (morfologi) sel dan jaringan. Secara tradisional,

disiplin ilmu

tersebut dibagi menjadi patologi r,rmum dan patoiogi sistemik; patologi urnum terfokus pada respons selular dan jaringan yang mendasar terhadap rangsang patologik,

dan patologi sistemik memeriksa respons tertentu pada

organ tertentu. Dalam buku ini; kamiipertama kali

membahas prinsip patologi umlrm secara luas, kemu-dianberkembang pada proses penyakit tertentu pada

(13)

r

BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN SEL

SEKILAS

TENTANG JEJAS

SEL

Sel merupakan partisipan aktif di lingkungannya,

yang secara tetap menyesuaikan shuktr"rr dan fungsinya untuk mengakomodasi tuntutan perubahan dan stres ekstrasel. Sei cenderung mempertahankan lingkungan segera dan intraselnya dalam rentang parameter fisiologis yang relatif sempit-sel mempertahankan ho-meostssis normalnya. Ketika mengalami stres fisiologis

atau rangsang patologis, sel bisa beradaptasi, mencapai kondisi baru dan mempertahankan kelangsungan

hidnpnya. Respons adaptasi utama adalah ntrofi, hipertrofi, hiperplnsin dan metnplnsia. |ika kemampuan adaptatif berlebihan, sel mengnlnmlfcjas. Dalam batas

wakttr tertentu, cedera bersifat r(Ljersibel, dan sel

kembali ke kondisi stabil semula; namlln, dengan stres berat atatr menetap, terjadi cedera ireaersibel dan sel yarrg terkena mati. Dua pola dasar kematian sel telah

dikenal; pola tersebut mempunyai mekanisme yang berbeda, tetapi terdapat jr.rga pertimbangan yang tumpang-tindih di antara dua proses:

I

lJekrosis (khususnya nekrosis lcoagulntifl terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah terpajan toksin dan ditandai dengan pembengkakan se1,

denaturasi protein dan kerr"rsakan organela. Jalur

lintas kematian sel tersebut dapat menyebabkan disfungsi berat jaringan.

t

Apoptosis terjadi sebagai akibat program "bunuh diri" yang dikontrol secara internal, setelah sel mati yang disingkirkan dengan gangguan minimal dari jaringan sekitarnya. Keadaan tersebut terjadi dalam kondisi fisiologis, saat sel yang tidak dikehendaki

dieliminasi (misal, embriogenesis), dan dalam

berbagai kondisi patoiogis (misal, kerusakan mutasi yang tidak dapat diperbaiki).

Hubungan antara sel normal, sel yang beradaptasi, serta cedera sel reversibel dan ireversibel digambarkan

pada Gbr. 1-1. Miokardium menjadi sasaran terhadap

peningkatan beban yang menetap, seperti pada hipertensi atau dengan katup sienotik, beradaptasi dengan mengalami

hipertrofi-suatu

penambahan

ukuran sel dan akhirnya seluruh

jantung-untuk

menimbulkan tekanan lebih tinggi yang diperlukan" Sebaliknya, selama masa kelaparan yang lama atau

kskeksis (kehilangan berat badan, seperti akibat tumor

ganas), miokardium mengalami ctr

ofi-p

engurangan

ukuran

sel tanpa perubahan dalam

jumlah

sel.

Miokardium menjadi sasaran terhadap penurunan

aliran darah (iskemin)

dari

arteria koronaria yang mengaiami oklusi, yang bisa menyebabkan cedera

reversibel apabila oklusi tidak lengkap atau cukup singkat, atau dapat mengalami cedera ireversibel (infnrk) setelah sumbatan lengkap atau dalam waktu lama. Catat juga, stres dan jejas tidak hanya ber-pengartih terhadap gambaran morfologik, tetapi juga

pacia status ftLngsional sel dan jaringan. Jadi, miosit yang mengalami jejas reversibel

tidak mali

dan,

kenyaLaannya, hampir mirip miosit normal; namLln,

miosit

itu

sementara nonkontraktil sehingga dapat berdampak klinis yang secara potensial bersifat letal. Apakah bentr.rk khas stres menginduksi adaptasi atau

menyebabkan jejas reversibel atau ireversibel tidak hanya bergantung pada sifat dan keparahan stres, tetapi juga pada beberapa variabei 1ain, termasuk tipe sel yang bersifat mudah mengalami jejas, diferensiasi

sel, suplai darah, dan status nutrisi.

Bahasan berikut ini menguraikan penyebab jejas sel

dan mekanisme sel yang menggnnakan pengarr-rhnya.

Bagian berikut menjelaskan adaptasi selular dan subselular terhadap jejas, diikuti dengan analisis rinci tentang transisj dari cedera reversibel menjadi ire-versibel, dan morfologi sel yang mengalami jejas.

Akhirnya, terdapat pernbahasan yang luas tentang kematian sel terprogram (apoptosis) dan proses yang berperan pada penuaan sel (senescensc).

PENYEBAB JEJAS

SEL

Stres yang dapat menginduksi jejas sel berkisar dari trauma

fisik

menyelurr-rl-r akibat kecelakaan motor sampai defek gen tunggal yang menghasilkan enziin rusak yang menjadi penyebab penyakit metabolik spesifik. Sebagian besar penyebab dapat digolongkan menjadi kategori luas berikut ini.

Deprivasi Oksigen.

Hipohsin, atau defisiensi

oksigen, mengganggu respirasi oksidatif aerobik dan

merupakan penyebab cedera se1 tersering dan

ter-penting, serta menyebabkan kematian. Hipoksia hams dibedakan dengan iskemio, yang merllpakan terhenti-nya suplai darah dalam jaringan akibat gangglran aliran darah. arteri atau berkurangnya drainase vena.

Iskemia merupakan penyebab tersering hipoksia, defisiensi oksigen dapat juga disebabkan oleh oksi-genasi darah yang tidak adekuat, seperti pada pner-r-monia, atau berkurangnya kemampuan pengangktrt-an oksigen darah, seperti pada anemia atan keracunan

karbon monoksida (CO) (CO membentuk ikatan kompleks yang stabil dengan hemoglobin sehingga menghalangi pengikatan oksigen).

Bahan

Kimia.

Sebenarnya, semlla bahan kimia dapat menyebabkan jejas; bahkan, zat tak berbahaya, seperti glukosa atall garam, jika terkonsentrasi cukup banyak, akan merusak keseimbangan lingkungan

osmotik sehingga mencederai atau menvebabkan

kematian sel. Oksigen dalam tekanan yang cukup tinggi

juga bersifat toksik. Bahan yang sering dikenal sebagai ractln menyebabkan kertlsakan serius pada tingkat selular dengan mengubah permeabilitas membran, homeostasis osmotik, atau keutuhan enzim atau

ko-faktor, dan dapat berakhir dengan kematian selr-trr.rh organ. Bahan berpotensi toksik lainnya ditemr,rkan setiap hari di lingkungan kita; bahan tersebut meliputi polusi udara, rnsektisida, karbon monoksida, asbes, dan "stimulan" sosial, seperti etanol. Bahkan, obat

(14)

BAB ,I JEJAS, ADAPTASI, DAN KEN/IATIAN SEL T

.

Miosit yang beradaptasi

a

^

(hipertrofi)

z=

3E

lt

e5

ll

a:

ll

&

ll

K.t

I

Ft"t-E---#

€gw

ffi

uiosit normal

*lt

ll

Miosit yang mengalami

jejas secara reversibel (iskemia)

Kematian sel (infark)

Gambar 1-1

Hubungan antara sel normal, sel yang beradaptasi, sel yang mengalarnijejas reversibel, dan sel miokardial yang mati. Adaptasi selular

yang digambarkan di sini adalah hipedrofi, tipe jejas reversibel berupa iskemia, dan jejas ireversibel, yaitu nekrosis koagulatif iskemik. Pada contoh, hipertrofi miokardial ini(potongan melintang atas), ketebalan dinding ventrikel kiri lebih dari 2 cm (ketebalan normal 1 sampai

1,5 cm). Potongan melintang di gambar tengah mernperlihatkan miokardium normal. Miokardium yang mengalami cedera revers jbel

umumnya hanya berefek fungsional, tanpa ada perubahan makroskopis atau mikroskopis yang mudah tampak. Pada spesimen yang tampak nekrosis (potongan melintang bawah), area terang transmural diventrikel kiri posterolateral memperlihatkan infark miokard akut.

Ketiga potongan transversa miokardium itu telalr diwarnai dengan trifeniltetrazolium klorida, suatu substrat enzim yang mewarnai

miokardium sehat dengan warna magenia. Kegagalan pengecatan disebabkan oleh keluarnya enzim setelah kematian sel. rli rl iii iri lli iri il'l ili il l J

ov

tnE OE 70 TL:

zY

o-z

(15)

r

BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN SEL

terapeutik dapai menyebabkan jejas sel atau jaringan pada pasien yang rentan atau pada pemakaian yang tepat.

Agen Infeksius. Berkisar dari

virus

submikro-skopik sampai cacing pita yang panjangnya beberapa meter; di antara rentang itti terdapat riketsia, bakteri, fungi, dan protozoa. Cara berbeda agen biologi

me-nyebabkan jejas dibahas pada Bab 9.

Reaksi Imunologi. Walaupun sistern imun

me-lindungi tubuh dalam melawan benda asing, reaksi

imun yang disengaja atau

tidak

disengaja dapat menyebabkan jejas sel dan

jaringan.

Annfilnksis terhadap protein asing atau suaLu obat merupakan contoh klasik. Selain itu, l-iilangnya tolernnsi dengan

respons terhadap antigen sendiri merupakan penyebab

sejumlah penrlnlcit nutoimun (Bab 5).

Defek Genetik. Defek genetik dapat menyebabkan perubahan patologis yang menyolok, sepertr mal-formasi kongenital yang disebabkan oleh sindrom Down atau tak kenLara, seperti substitusi asam amino tunggal pada hemoglobin S anemia sel sabit. Beberapa

kesalahan metabolisme saat

lahir

akibat defisiensi enzimatik kongenital merupakan contoh kerusakan sel

dan

jaringan

yang disebabkan

oleh

perubahan

'"sepele" yarrg sering kali terjadi pada asam

deoksiri-bonukleat (DNA). Abnormalitas genetik mayor dibahas pada Bab 7.

I(etidakseirnbangan

Nutrisi.

Bahkan

di

zaman berkembangnya kemakmuran giobal sekarang ini, defisiensi nutrisi masih rnerr-rpakan penyebab rrtama jejas sel. Insufisiensi (ketidakcukupan) kalori-protein

pada masyarakat yang serba kekurangan merupakan

contoh nyata; defisiensi rritamin tertentu sering terjadi, bahkan di negara indr-rstriaiis dengan standar hidup relatif tinggi (Bab 8). Ironisnya, nutrisi yang berlebihan juga merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas; misalnya, obesitas jelas meningkatkan risiko penyaklt disbetes melitus tipe 2 (dahulu disebut tidak dependen insnlin, onset dewasa). Selain itu, diet

kaya lemak hewani sangat bersangkut-paut pada per-kembangan nteroslclcrosis serta kerentanan terhadap banya k ganggLlan, Iermastr k kanker.

Agen Fisik. Trauma, temperatur yang ekstrem,

radiasi, syok elektrik, dan perubahan mendadak pada tekanan atmosfer, semllanya mempunyai efek dengan kisaran luas pada sel (Bab B).

Penuaan. Bahasan pada Bab 3, penyembuhan jaringan cedera tidak selalu menghasilkan perbaikan struktur atau fungsi yang sempLlma. Trauma berulang

jtrga dapat menimbr"rlkan degenernsijaringan, meskipun tanpa kematian se1 sama sekali. Selain ittt, proses

penLtaan sel (senescerce)

intrinsik

menimbulkan

perubahan kemampuan perbaikan dan replikasi sel dan jaringan. Semua perubahan

itu

menyebabkan penllrlrnan kemampnan berespons terhadap rangsang dan.cedera eksogen dan, akhirnya inenyebabkan kematian organisme. Mekanisme spesifik yang

men-dasari proses pennaan sel dibahas di bagian akhir bab

ini.

MEKANISME JEJAS

SEL

Secara jelas, terdapat banyak cara berbeda r-rntnk menginduksi jejas sel. Selain itu, mekanisrne biokimiar,vi

yang menghublrngkan setiap cedera tertentu dan manifestasi selular dan jaringan yang terjadi bersifat kompleks dan saling terjalin erat dengan jalur intrasel lain. OIeh karena itu, pemisahan antara sebab darr akibat mungkin sukar. Namun dernikian, beberapa

prinsip 11mllm relevan dengan sebagian besar bentuk cedera sel:

I

Respons selulnr terhndnp stimtLlus rynng bcrbnhnyn bergantung pndo tipe cedern, du.nsi, dnn

lcepnrnh-annyn. Jadi, toksin berdosis rendali atar_r iskerrriit

berdurasi singkat bisa menimbr"rlkan jejas se1 yang

reversibel, sedangkan toksin berdosis lebih tinggi atau iskemia dalam waktr,r yang iebih lama, akan

menyebabkan jejas ireversibel dan kematian sel.

I

Alcibnt stLntu stimulus tlnng lterbahmln bergnnttng

pndn tipe, stntus, kennntpunn ndaptnsi, dnn

slrsun-nn genetik sel yong mengnlani jejns. lejas yang sama mempunyai dampak yang sangat berbeda, ber-gantung pada tipe sel; jadi, otot

lurik

skelet di tungkai mengakomodasi iskemia komplet selama 2

sampai 3 jam tanpa terjadi jejas ireversibel, sedang-kan otot jantung akan mati hany;r setelah 20 sampai

30 menit. Status nutrisi (atau holrnonal) jr-rga dapat berperan penting; hepatosit yang penlrh dengan

glikogen akan menoleransi iskemia jauh lebih baik dibandingkan hepatosit yang barr,r saja rnembaknr molekul glukosa akhirnya. Perbedaan yalg

ditentu-kan secara genetis pada jah.rr rnetabolik jr-rga penting; saat terpajan toksin dengan dosis yang sama,

individu

dengan polirnorfisr-ne gen errzim

dapat mengatabolisme

toksin

dengan efikasi (kemanjuran)

ya.g

berbeda, menyebabkan hasil yang berbeda. Dengan selesainya proyek genom

manusia, sekarang

ini

upaya yang lebih besar ditujukan untuk memahami peran polimorfisme genetik pada kerentanan penyakit.

r

Empat sistem intraselr-rlar yang paling mtrdah terkena adalah: 1) keutuhan membran sel, yang

kritis

terhadap homeostasis osmotik dan ionik

selular; 2) pembentukan adenosin trifosfat (ATP), paling besar melahri respirasi aerobik mitokondria;

3) sintesis protein; dan 4) keutuhan perlengkapan

genetik.

I

l(omponen strulcturnl dsn biolcitrtinui suttttL sel terhubung secnra

tttuh

tanpa memnndnng lolcus ntuol jejas, efelc mtLtipel sektmder ynng terjndi slngnt

cepnf. Misalnya, keracnnan respirasi aerobik dengan

sianida menyebabkan berklrrangnya aktivitas natrium-kalinm ATPase yang diperlr.rkan unttrk mempertahankan keseimbangan osmotik intra-selular; akibatnya sel dapat membengkak dan rtrplursecara cepJ[.

1

Ftmgsi sel hilnng jntrh sebelum terjndi ltemntinn sel,

(16)

BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN

SEL

I

Gambar 1-2

Gambar skematik yang memperlihatkan

hubungan antara fungsi sel, kematian

dan perubahan morfologik jejas sel.

Perhatikan bahwa sel bisa menjadl nonfungsional secara cepat setelah

onset jejas, walaupun masih rnampu

hidup, dengan kerusakan reversibel

yang potensial;durasi yang lebih lama.

akhirnya dapat menimbulkan jejas

ireversibel dan kematian sel. Perhati-kan juga bahwa sel secara khas mendahului perubahan morfologis

uitrastruktur, mikroskopik cahaya, dan yang tampak secara makroskopis.

Jejas sel reversibel

1-2). Karena aktivitas spesifiknya secara khas bergantung pada semlla sistem yang masih utr"ih, sel kehilangan aktivitas fungsionalnya relatif cepat,

meskipun tidak mati. Misalnya, sel miokardial menjadi nonkontraktil setelah 1 sampai 2 menit mengalami iskemia rvalaupun sel itr"r tidak mati sampai 20-30 menit setelah terjadi iskemia. Selain ittr, perubahan gambaran sel terbr-ikti hanya teqadi setelah beberapa sistem biokimia yang kritis terr-rrai, dan dalam waktr-t yang cukup lama berialu untnk menampakkan perubahan tersebut. Miosit yang

Perubahan ultrastruktur Perubahan mikroskopik cahaya I I I Perubahan morfologik makroskopis

sama yang mati setelah 30 menit iskemia, tidr-rk kelihatan mati dengan peneriksnnn tLltrnstrrlittLr (mikroskop elektron) selama 2 sampai 3 jam, dan

dengan mikroskop cnhnyn selama 6 sampai 12 jam.

Mekanisme

Biokimiarrui

Umurn

Dengan zat berbahaya tertentr.r, mekanisme pasti

patogenesis ditentukan; jadi, sianida mengin;rktivasi sitokrorn oksidase dalam mitokondria, menyebabkan deplesi ATP, dan bakteri tertentr,r dapat mengr-rraikan fosfolipase yang mendegradasi fosfolipid nrembran sel. Namnn demikian, dengan barryaknya stirnr.tlus yarrg

berbahaya, n-rekanisme patogenesis pasti yang akhir-nya menyebabkan jejas sel (atau kematian sel) tidark sepenuhnya dipahami. Meskipun demikian, beberapa

prinsip biokin-riawi dasar yang muncul pada penvebab

cedera:

't,

Deplesi ATP. Fosfat berenergi tinggi ATP penting bagi setiap proses yang terjadi dalam sel, termasr-rk n-rempertahankan osmolaritas selular, proses

transpor, sintesis protein, dan jalur metarbolik dasar. Hilangnya sintesis ATP (baik melalr,ri fosforilarsi

oksidatif mitokondrial

maupun

glikolisis

an,

aerobik) menyebabkan penutupan segera jalur

homeostasis yang paling kritis

:i

Depri-onsi olcsigen

ntntr

pembentulcntt sp(,slr,-i

olcsigen renktif. Keklrrarngan oksigen jeias

rnerr-dasari patogenesis jejas sel pada iskemia, tetapi

sebagian pengurangan spesies oksigen teraktlvasi juga merupakan mediator penting pada kematian

sel (Cbr. 1-3). Spesies radikal bebas ini men1,sb3b-kan peroksidasi lipid dan efek delesi lairuya pada struktr.rr sel (lihat bagian selanjr-rhrya).

Fungsi sel Y LIJ LL L! Radang

e\

Radiasr

Toksisitas oksigen

lffi:-':iffi,i

-''{%

zarkimia

-\

lskemia

'-\'\

o:. "

\

\

^,

i

--!-elas rePerfusi

t'jf

*?

.\

02

berkurang

Spesie^s g(:ig-en leraktivasi

r

{Or', HrO-. OH', x.

a

F

{"x

,,#

*1

,

Jejas

E

I

L _. sel

,J

,'

\,r

\-*

---Gambar 1-3

Peran oksigen pada jejas sel. lskemia menyebabkan jejas seldengan

mengurangisuplai oksigen selular; stimulus lain seperti radiasi, menginduksi kerusakan lewat spesies oksigen teraktivasi yang

toksik.

(17)

I

BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN SEL

Gambar 1-4

Sumberdan akibat peningkatan kalsium sitosol pada jejas sel. ATp

(adenosin trifosfat).

a

Hilangnyn homeostlsis knlsiunt. Kalsinm bebas sitosol normalnya dipertahankan oleh transpor kalsium yang bergantung ATP pada konsentrasi sampai 10.000

kali

lebih rendah dibandingkan

Jelas atau disfungst mitokondria (Peningkatan Ca++ sitosol, stres oksidatil

peroksidasr lrp d 1

I

t

konserntrasi kalsir-rm ekstrasel aian dari sisa

mito-kondria intrasel dan

retikulum

endoplasma.

Iskemia atau

toksin

menyebabkan masuknya kalsiLrm ekstrasel melintasi membran plasma, diikuti pelepasan kalsium dari deposit intraselular.

Peningkatan kalsir.rm sitosol sebaliknya

meng-aktivasi bermacam fosfolipase (mencetlrskan kernsakan membran), protease (mengatabolisasi protein membran dan stmktural), ATPase (mem-percepat deplesi ATP), dan endonnklease (me-mecah material genetik) (Gbr. 1-a). Walaupun jejas sc1 nrenyebabkan peningkatan kalsir_rm intrasel,

dan sebaliknya memperantarai berbagai efek delesi

(perLgurangan), termasuk kernatian se1, hilangnya

hor.rreostasis

kalsium tidak

selalu merlrpakan pr-rrrcak

kejadian yang

perltr

pada

jej as sel

irevcrsibel.

Defrlr pndn pennelbilitas mentbrnn plosmn. Membran plal;ma dapat langsung dirr,rsak oleh toksirr bakteri tertentu, protein virlrs, komponen komplemcn,

limlosit sitolitik,

atan sejumlah agen

fisik

atau

kinriawi. Perubahan permeabilitas membran bisa

jug,r sekr-rnder, yang disebabkan oleh hilangnya

sintesis

ATP

atar.r disebabkan

oleh

aktir.asi

fosiolipase yang dimediasi kalsir-rm. I-Iilangnya

Mitokondria ,1,'=;:l\ lskemia 'ri:T*=\--,-...'....-

\i:-.R===

t-i

fo"iorifasi oksidatif J I

I

ATP J ' .:I H* t.

"i

'f

#

Sitokrom c

Transisi permeab litas mitokondria

-'

,= Sitokrom c .i. Efek apoptotik sekunder mitokondria Porilpa Natrium I I I

I

lrrtluks Ca++, H ,O dan NA+ T I:fluks K+T I V Per rrbengkakan sel Hilangnya mikrovilli Gelembung Penrbengkakan ER Gambar 1-6 : i I Efek lain I

t

Kerusakan ribosom dll + Sintesis protein I + Deposisi lipid Gambar 1-5

Disfungsi mitokondria, diinduksi oleh berbagai rangsang yang menyebabkan transisi permeabilitas mitokondria, menimbulkan

kerusakan gradien proton yang diperlukan untuk pembentukanATp sefta melepaskan sitokrom c dari mitokondria ke dalam sitosol.

Agen berbahaya ATPase Fosfolipase Glikolisis J

tt

Glikogen I pH J I

t

Kronatin inti menggumpa

Urutan dalil kejadian pada jejas iskemik reversibel. penurunan

fosforilasi oksidatif dan kadarATP mempunyaiperan sentral dalam memedi,lsi efek-efek pada sistem intrasel yang multipel. perhatikan

bahwa semua efek ini secara potensial reversibel dan perbaikan

aliran d:rrah akhirnya memlngkinkan sel kembali berfungsi normal.

(18)

barier membran menimbulkan kerusakan gradien konsentrasi metabolit yang diperlukan untuk

mempertahankan aktivitas metabolik normal.

I

Keruscrksn mitokondria. Oleh karena semua sel

mamalia akhirnya sangat bergantung pada meta-bolisme oksidatif, keutuhan mitokondria penting bagi pertahanan hidup sel. Tidaklah terlalu me-ngejutkan bila mitokondria-baik langsung mau-pun tak langsung-berakhir sebagai target sebagian

besar tipe cedera. Peningkatan kalsium sitosol, stres oksidatif intrasel, dan produk pemecahan lipid,

menyebabkan semuanya berkulminasi dalam pem-bentukan salruan membran mitokondria interna

dengan kemampuan konduksi yang tinggi (disebut

jrga

trnnsisi permenbilittts mitolcondrinl; Gbr. 1-5).

Pori nonselektif ini memungkinkan gradien proton

melintasi membran mitokondria untuk menghiiang

sehingga mencegah pembentukan ATP. Sitokrom c

(protein mudah larut penting pada rantai transpor elektron) juga bocor keluar ke dalam sitosol; di sini mengaktifkan jalur kematian apoptotik.

Dengan konsep rlmllm ini, sekarang kita fokuskan pada tiga bentuk jejas sel yang lazim terjadi: jejas

iskemik dan hipoksik, jejas akibat radikal bebas, dan

beberapa bentuk jejas toksik.

Jejas lskemik dan

Hipoksik

Iskemia dipastikan merupakan tipe jejas sei yang paling sering terjadi dalam kedokteran klinis, secara khas terjadi karena berkurangnya aliran. darah pada pembuluh darah jaringan tertentu. Berlawanan dengan

hipoksia, pembentukan energi glikolitik dapat berlanju t (walaupun kurang efisien dibandingkan jalur oksi-datif), iskemia juga mengganggu pengiriman sllbstrat

untuk

glikolisis. Akibatnya, pembentukan energi

anaerob juga berhenti di jaringan yang iskemik setelah

substrat potensialnya mengalami kelelahan atau jika

glikolisis dihambat oleh akr-rmulasi metabolit yang

normalnya akan

dibuang melalui aliran

darah. Konsektrensinya, iskemin mencederni jnringnn lebih

cepnt dilsnndingknn hipoksin.

Efek pertomn hipoksia ndnlah pada respirnsi

aerobik sel, yaittL fosforilosi oksidntif oleh mitokondrin; sebagai akibat penr-rnlnan tegangan oksigen, pem-bentukan ATP intrasel jelas berkurang. Hasil deplesi ATP mempunyai efek luas pada banyak sistem dalam sel (Gbr. 1-6).

r

Aktivitas

"pompa

natrium"

yang

diatur

ATP

membran plasma menrlrlln, selanjutnya terjadi akumulasinatrium intrasel dan difusi kalium keluar

sel. Perolehan bersih solut natrium disertai hasil

isosmotik cairan, menyebabk an pembengkaknn

selulnr nkrf. Kondisi

ini

dieksaserbasi oleh pe-ningkatan beban osmotik dari akumulasi metabolit

lain, seperii fosfat anorganik, asam lakiat, dan

nr"rkleosida purin.

BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN SEL

I

r

Glikolisis anaerob meningkat karena ATP

ber-kurang dan disertai

peningkatan

adenosin

monofosfat (AMP) yang

merangsang enzim

{osfofrukfokinase. Jalur glikolisis

ini

dirancang evolnsionar untuk memperiahankan energi sel

dengan membentuk

ATP

dari

glikogen, dan aktivasinya menimbulkan deplesi cepat cndnngnn glikogen, yang secara histologis jelas kelihatan

dengan berknrangnya pewarnaan

untuk

karbohidrat

(misal, pewarnaan periodic

ncid-Schiff/P

AS).

Peningkatan

glikolisis

juga menyebabkan akumulasi asam laktat dan fosfat

anorganik akibat

hidroiisis

ester fosfat,

jadi

mentLrunksn pH intrnsel.

I

Penurunan kadar

pH

dan ATP menyebabkan ribosom lepas dari retikulum endoplasma kasar

(RER) dan polisom rlntuk berdisosiasi menjadi monosom, dengan akibatnya terjadi penLffunan

sirLtesis protein.

Jika hipoksia tidak dihilangkan, perburukan fi-rngsi mitokondria dan peningkatan permeabilitas membran selanjutnya menyebabkan kemsakan morfologik. Apabila sitoskeleton rusak, gambaran ultrastruktur seperti

mikrovili

hilang, dan permukaan sel akan "menggelembung". Mitokondria, retikulum

endo-plasma, dan semua sei biasanya tampak membengkak

karena pengaturan

osmotik hilang.

lika

oksigen

diperboilci, semua gangguan ynng teloh disebut rilqn

reaersibel; namltn, jikn iskemin tetnp terjadi, jejns ynng

ir ea e r s ib el men g iloL t

i

(liha t pembahasan beriku lnya).

Jejas

lskemia/Reperfusi

Jika sel mengalami jejas reversibel, perbaikan aliran darah dapat menyebabkan pemulihan sel. Namun, dalam keadaan tertentu, terladi perbaikan aliran darah pada iskemik meskipun jarirrgan dapat hidr-rp, secara paradoks, pada cedera terakselerasi dan dleksaserbasi

(lebih buruk). Sebagai hasilnya, jaringan menyokong kehilangan sel selsin stl ynng rttsnk ireaersibel pnda nkhir episode iskemik. Keadaan

itu

disebr-rt iskemitt/

jejns reperfttsl yang secara klinis merupakan proses

penting yang

secara bermakna berperan pada

kerusakan jaringan pada infark miokard dan serebral, tetapi juga dapat menerima intervensi terapeutik.

Walaupun mekanisme pasti cedera ini belum jelas,

reperfusi jaringan iskemik dapat menyebabkan

ke-rusakan lebih lanjut melalui cara:

I

Pemr-rlihan aliran darah membasahi sel yang ter-ganggrl dalam konsentrasi tinggi kalsium bila sel tersebut

tidak

mampu mengatur sepenuhnya lingkungan iomknya; peningkatan kalsium intrasel mengaktifkan jalur seperti yang dijelaskan pada Cbr. 1-4 dan menyebabkan hilangnya keutr,rhan sel.

I

Reper.fusi sel yang mengalami jejas mengakibatkan rekruitmen sel radang yang terjadi lokal; sel itu

melepaskan spesies oksigen reaktif berkadar tinggi (lihat bab selanjutnya), yang mencetuskan

(19)

kerusak-10 T

BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN SEL an membran dan transisi permeabilitas mitokondria (lihat Gbr. 1-5 dan 1-20).

r

Mitokondria yang msak pada sel yang terganggu, tetapi masih dapat hidup, menghasilkan reduksi

oksigen tak lengkap sehingga meningkatkan produksi spesies radikal bebas; selain itu, sel yang

mengalami jejas secara iskemik memiliki mekanisme

pertahanan antioksidan yang terganggu.

Jejas

Sel

yang

Diinduksi Radikal

Bebas

Seperti yang telah dibahas pada reperfusi iskemia,

jejas sel yang diinduksi radikal bebas, terutama yang

diinduksi

spesies oksigen diaktivasi, merupakan

mekanisme penting kerusakan sel. Kerusakan radikal

bebas juga mendasari cedera zat kimia dan radiasi, toksisitas oksigen dan gas

lain,

penuaan selular, pembunuhan mikroba oleh sel fagositik (Bab 9), kerusakan sel radang, destruksi tumor oleh makrofag, dan proses cedera lainnya (lihat Gbr. 1-3).

Radikal bebas merupakan spesies kimiawi dengan satu elektron tak berpasangan di orbital terluar.

Ke-adaan kimiawi tersebut sangat tidak stabil dan mudah

bereaksi dengan zat kimia anorganik atau organik; saat dibentuk dalam sei, radikal bebas segera menyerang

dan mendegradasi asam

nukleat

serta berbagai

molekui

membran.

Selain

itu,

radikal

bebas menginisiasi reaksi autokatalitik; sebaliknya, molekul yang bereaksi dengan radikal bebas diubah menjadi

radikai bebas, semakin memperbanyak rantai ke-rusakan.

Radikal bebas dapat dibentuk dalam sel oleh

r

Reaksi redoks (redr-rksi-oksidasi) yang teqadi selama

proses fisiologis normal (Gbr. 1-7). Selama respirasi

normal, misalnya, oksigen

molekular

secara bertahap direduksi dalam mitokondria dengan penambahan empat elektron untuk menghasilkan

air.

Pada proses

ini,

sejumlah

kecil

spesies

intermedia toksik dibentuk; termasuk radikal

strperoksida

(Of,

hidrogen peroksida (HrOr), dan

OH.

Selanjutnya, beberapa oksidase intrasel (seperti xantin oksidase) membentuk radikal

superoksida sebagai akibat langsung aktivitasnya. Logam transisi, seperti tembaga (Cu) dan zat besi

(Fe) juga menerima atau mendonor elektron bebai selama reaksi

intrasel

tertentu sehingga

me-ngatalisis pembentukan radikal bebas, seperti pada reaksi Fenton (Fen*+HrOr+Fet**+OH'+OH-). OIeh

karena sebagian besar zat besi bebas intrasel dalam bentuk ferri (Fe***), pertama-tama zat besi hams

direduksi

menjadi

bentuk ferro

(Fe**)

untuk

berpartisipasi dalam reaksi Fenton. Tahap reduksi

itu

dikatalisis oleh ion strperoksida sehingga zat besi dan superoksida bersinergi unluk memperoieh

cedera sel oksidatif maksimal.

r

Nitrit

oksida (NO) merupakan mediator kimiawi

penting yang normalnya disintesis oleh berbagai

tipe sel (Bab 2), yang dapatberperan sebagai radikal bebas atau dapat diubah menjadi spesies nitrit yang

sangat reaktif.

I

Penyerapan energi radian (misalnya, sinar ultra-violet, sinar X). Radiasi pengion dapat

menghidro-Iisis air menjadi glrglrs hidroksil (OH ) dan radikal bebas hidrogen (H ).

r

Metabolisme enzimatik zat kimia eksogen

(misal-nya, karbon tetraklorida; iihat bahasan selanjulnya). Tiga reaksi yang paling relevan dengan jejas sel yang diperantarai radikal bebas (lihat Gbr. 1-7):

I

Peroksidnsi

lipid

membrnn. Ikatan ganda pada lemak tak jenuh (polyunsnttLrnted lipid) membran

mr-rdah terkena serangan radikal bebas berasal dari oksigen. Interaksi radikal lemak menghasilkan peroksida, yang tidak stabil dan reaktif, dan terjadi

reaksi rantai autokatalitik.

I

Fragmentasi DNA. Reaksi radikal bebas dengan

timin pada

DNA

mitokondria dan nr-rklear

me-nimbulkan rusaknya

untai

tunggai. Kerusakan

DNA

tersebut telah memberikan implikasi pada pembr-rnuhan se1 dan perubahan sel menjadi ganas.

I

lkntnn silnng protein. Radikal bebas mencetr.rskan

ikatan silang protein yang diperantarai sulfhidril, menyebabkan peningkatan kecepatan degradasi

atau hilangnya aktivitas enzimatik. Reaksi radikal bebas juga bisa secara langsung menyebabkan

fragmenLasi polipeptida.

Selain merupakan akibat jejas kimiawi dan radiasi, pembentukan radikal bebas juga merupakan bagian normal respirasi dan aktivitas sellllar rutin lainnya, termasuk pertahanan mikroba. Untungnya, radikal bebas memang tidak stabil, dan umlrmnya rusak secara spontan; misalnya superoksida, sangat cepat rusak dengan adanya air yang masuk ke dalam oksigen dan

hidrogen peroksida. Namun, se1 juga membentuk

beberapa sistem enzimatik dan nonenzimatik nntuk menonaktifkan radikal bebas (lihat Gbr. 7 -7 ).

,,'r

Kecepatan kerusakan sponta-n meningkat bermakna

oleh kerja superoksida dismutase (SOD) yang ditemukan pada banyak tipe sel (mengatalisis reaksi

2O;2H->H2O, + Or).

r

Glutation (GSH) peroksidase juga melindungi sel

agar tidak mengalami jejas denganmengatalisis

pe-rusakan radikal bebas (2OH=+2GSH-+2H:O+GSSG

Iglutation homodimer]). Rasio intrasel glutation teroksidase (CSSG) menjadi glutation tereduksi (GSH) merupakan refleksi status oksidasi sel dan

aspek penting kemampr-ran sel untuk mengatabo-lisme radikai bebas.

I

Katalase terdapat dalam peroksisom, langsung mendegradasi hidrogen peroksida (2H,Or-+Or+

(20)

BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN

SEL

J

11

A. PEIVBENTUKAN RADIKAL

BEBAS

Retikulum endoplasma

. P-450 dan b5 oksidase

r':i;;;.;:rjr+ili;;.-.

,: ,/

. P-450 dan b5 oksidase

"

//

. Oksidasi rantai respirasi

d 6s

--Mlembran ptasma E .il , .NlAnPHnlzcidrco

oz

----*

, "._.'.j.h

'h'1 ffi

sF HF

:

. NADPH oksidase

-

Sitosol

--W

*

'Xanthinoksidase

Nukleus

/

,a

#-

. Loqam transisi (C

4r

@.--r- '

Logam transisi (Cu Fel

\

Peroksisom Mitokondria

|

-

Peroksisom

I

r

.Oksidasemultipel

Lisosom (pada fagosii) . Mieloperoksidase

. NO sintase

Peroksidasi lipid

membran

y'

o"\

Fe+2 Fenton Fe*3

soD \t'---'/ O2r-H2O2=--- OH'+ Karatase / //G-'!qe)\ (\414'4n7 y' peroksidase \

f cssc

2csH OH

\

Hzo ,.i ,r: i Semua membran o Vitamin E dan A o p-karoten ' .1 ,1"."_' I riu ili iri i: i,,: ,'i ] ii ir

Hzo \

Glutation

/

Ylg_,/

#l

\iil Y,35"Jo.."

i,

' Glutation

@* | -

Peroksidase ,a W-- P€TOKSISOffi . Katalase

l'

^..-, .i '_'. f

l.l-t

Sitosol . SOD Fragmentasi

B, JEJAS SEL OLEH

Gambar 1-7

RADIKAL BEBAS

-

TIDAK ADA JEJAS SEL

Pembentukan radikal bebas (A, alas), jejas sel akibat kerja radikal bebas penentang (8, kiri bawah), dan netralisasinya dengan mekanisme antioksidan selular (C, kanan bawah). A. Oksigen dikonversi menjadi superoksida (Or.) oleh enzim oksidatif (sepedi P-450 dan oksidase

b5)dalam retikulum endoplasma, mitokondria, membran plasma, peroksisom, dan sitosol, O2-dikonversi menjadi HrO, oleh superoksida

dismutase (SOD), kemudian menjadi OH'dengan reaksi Fenton dikatalisis Cu--/Fe-- (kotak merah muda). HrO, juga dibentuk secara langsung dari oksidase pada peroksisom. 8.. Resultan radikal bebas dapat merusak lipid (peroksidasi), proteln, dan DNA. Perhatikan

bahwa superoksida mengatalisis reduksi Fe-'. menjadi Fe.-, jadi memperbanyak pembentukan OH' oleh reaksi Fenton. C. Enzim antioksidan

utama adalah SOD, katalase, dan glutation peroksidase, Radikal bebas juga dinetralkan oleh sel pemulung (scavenger) (vitamin E,A, dan

C, seda p-karoten), dan kemampuan Cu-'dan Fe--' untuk membentuk radikal diminimalisasi oleh pengikatan ion dengan protein karier

(feritin dan seruloplasmin). GSH, glutation tereduksi, GSSG, glutation teroksidasi; NADPH, bentuk reduksi nikotinamid adenin dinukleotida

fosfat; NO, nitrlt oksida

DNA

lkatan srlang protein dan fragmentasi RADIKAL BEBAS o Vitamin C . Glutation peroksidase . Feritin . Seruloplasmin C. NETRALISASI

r

Aratioksidan endogen atatr eksogen (misal, vitamirl

E, A, dan C, serta B-karoten)juga dapat mcnghambat pembentr-rkan radikal bebas atau memLrlLrng radikal bebas ketika selesai dibentuk.

r

Meskipun zat besi dan tembaga yang diionisasi bebas dapat mengatalisis pembentukan spesies oksigen reaktif, rinsur tersebut biasanya diasingkan oleh cadangan dan/atau protein transpor

(misal-nya, transferin, feritin, dan seruloplasmin).

Cedera

Kimiarnri

Zat kimia menginduksi jejas se1 dengan salah satu dari dua mekanisme umnm berikr.rt ini:

I

Bcbernpn znt kimin bekt:r jn secnrn Inngxtng dengnn cnrn

bergnbung dengnn komponen molckulttr kritis tttnu

orgnnel selulnr. Misalnya, pada keracunan merkurj klorida, merkuri berikatan dengan gugrls suiflridril berbagai

protein

membran sel, menyebabkan

inhibisi transpor yang berganttrng ATPase dan meningkatkan permeabilitas membran. Banyak

agen kemoterapeutik antineoplastik dan antibiotik

juga menginduksi kerusakan sel dengan efek sitotoksik langsung yang serlrpa. Pada kondisi ini,

IcertLsnknn tarbesnr tertnhnn oleh sel ytng menggunalmn, mengnbsorpsi, mengekskresi, ntau mengonsentrnsikan senL/tua.

(21)

12 T

BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN I<EMATIAN SEL Bnnynk znt lcimin lnin tlnng tidnlc nktif secnrn intrinsik

biologis, tetnpi pertnnn knli hnrus dikon.uersi ntt:,r.Ljncli

metnbolit toksik renktif, ynng kemLtdim l:t:kerjn pndn sel tnrget. Modilikasi ini biasanya disempr_rrnakarn oleh oksidase fr-rngsi

carlpllran

P-450 dalam retikulum endoplasmik halr"rs (SER) hati dan

or-gan lain. Mcskipr-rn metabolit dapat mcnvebabkan kerusakan membran dan jejas sel dengan peng-ikatan kovalen langsung pada protein dan lipid, mekanisme

jejas

sel

terpenting

melibatkan pembentukan

radikal

bebas

reaktif.

Karbon tetraklorida

(CCl'

digunakan secara luas pada industri cr"rci kering) dan asetaminofen termasuk dalam kategori

ini.

CCln misalnya, clikonver.si menjadi radikalbebas toksik CCl., terr_rtama di hati.

Radikal bebas

itu

mcnyebabkan peroksidasi

fosfolipid

membran ar-rtokatalitik,

dengan kcrusakan cepat retikulum endoplasma. Dalam waktu kurang dari 30 menit, terdapat penllrunan sintesis protein hati enzim dan protein plasma;

dalam wakttt2lam, terjadi pembengkakan SER dan

disosiasi

ribosom

dari

RER.

Terdapat

pe-ngllrangan ekspor

lipid

dari hepatosit, karena ketidakmampLrannya menyintesis apoprotein

menjadi ikatan kompleks dengan trigiiserida

sehingga mempermltdah sekresi lipoprotein;

akibatn;ra, terjadi "perlemakan

hati"

pada ke-racrlnan CCl.,. Kondisi

itu diikuti

dengan cedera

pada mitokondria, dan berikr,rtnya pennrunan cadangan ATP menyebabkan gangguan transpor

ion dan pembengkakan sel yang progresif;

se-lanjutnya, membran plasrna dinrsak oleh aidehid perlernakan yang disebabkan oleh peroksidasi

lipid

dalam SEI{.

Hasil

akhirnya bisa terjadi influks kalsium dan akhirnya kematian sel. Sepcrti dicatat sebelumnya, rangsang berbahaya

tidak perlu bersifat mematikan (lt:thnt). Jelasnya,

keparahan atau durasi jejas yang terbatas

memr.rngkin-kan sel dan jaringan ke kondisi normal semula. yang sama pentingnya pada keseimbangan ketahanan hidup adalah kemampuan sel yang mengalami jejas

dapai berespons dan beradaptasi terhadap jejas.

Sebelum membahas jah-rr dan gambaran kematian sel, kami kembali memusatkan perhatian pada perubahan adaptif bahrva sel dan jaringan mengalami hal itu

sebagai respons terhadap gangglran fisiologik dan patologik.

Seperti telah dinraikan sebelumnya, meskipun dalam kondisi normal, sel hams secara konslan ber-adaptasi terhadap perubahan

di

lingkungelnnya.

Adnptasi fisiologis ini biasanya mewakili respons sel terhadap perangsangan normal oleh hormon atau

me-diator kimiawi

endogen (misalnya, pembesaran

paytrdara dan irrduksi laktasi oleh kehamilan). AdaTttnsi

pntologik sering berbagi mekanisme clasar yang sama,

tetapi

memungkinkan

se1

tintrik

mengatur

lingkungannya, dan iclealnya melepaskan

diri

dari cedera. Jadi, adaptasi selular mempakan keadaan yang berada di antara kondisi normal, sel yang tidak strei

dan sel cedera yang stres berlebil-ran.

Adaptasi selular dapat didahului oleh sejumlah mekanisme. i3eberapa respons adapti{ melibatkan up re.gulntion atau dorun re gtLlntiott re septor selr_rlar

spesilik; misalnya, reseptor permnkaan sel yang terlibat

pada pengambilan

IDL

(lou

densittl liTtoprotein)

nornralnya dorun-regLilnfetT saat sel kelebihan

koleste-rol

(Bab 7). Respons adaptif lainnya berhubungan dengan induksi sintesis protein brtru oleh srl targct.

Protein ini, misalnya protein syok panas, dapat me,

lindungi sel dari bentuk cedera tertenbr_i. Masih idaptasi lain, melibatkan per tukaran dari menghasilkan

iatu

jenis protein menjadi yang lain, atau produksi bcrlebih

protein tertentu; contoh kasus adalah pada sel yang menyintesis berbagai kolagen dan matriks protein

ektrasel pada inflamasi kronik dan fibrosis (Bab 3). Jadi,

respons adaptif selular dapat terjadi di setiap tahap, termasuk ikatan r:eseptor; transduksi sinyal; atar_r

transkripsi, translasi atari ekspor, protein.

Pada bagian

ini,

dipertimbangkan perubahan adaptif dalam pertnmbr-rhan dan diferensiasisel yang sangat penting dalam kondisi patologis. Termaslrk

nt rofi (p engvran gan uku ran sel), hi p ertrofi

(penambah-an nknran selt), hiperplnslc (penambahan jumlah sel), dtn ntttnplnsln (pertrbahln tipe sel;.

Atrofi

Pengt:rtttnn uktLrnn sel dengnn hilnngntln stfustonsi

sal disebtLt ntrofi. Apabila mengenai sel dalam jLrmlah

yang cr,rkup banyak, selnrlrh jaringan atau organ

berkurang massanya, menjadi atrofi (Gbr. 1-B). Flaius

ditegaskan bahwa

runlatLprLn

dnpnt

n.tenlffLnl

fungsitrqn, sel atrofi tidnk

nnti.

Pada kondisi yang berlawanan, kematian sel terprogram (apoptotik) bisi

juga diinduksi oleh sinyal yang sama yang

menvebab-kan atrofi sehingga dapat menyebabkan hilangnya se1

pada "atrofi" seluruh organ.

Penyebab atrofi, antara lain berkurangnya beban kerja (misal, imobilisasi anggota gerak yang

me-mun gkinkan proses penyemb r,rhan fraktr,rr), hilan gnya

persarafan, berkurangnya sr-rplai darah, nutrisi yang tidak adekuat, hilangnya rangsangan endokrin, dan pent-laan. Walar-rpun beberapa rangsang ini bersifat fisiologis (misal, hilangnya rangsangan hormon pada

menoparlse) dan patologi

lain

(misal, denervasi), perl:bahan selular yang mendasar bersifat identik. Perubahan

itu

menggambarkan kemlrnduran sel

menjadi berr-rkLrran lebih kecil dan masih

memringkin-kan bertahan hidr-rp; suatu keseimbangan barlr dicapai

antara nknran sel dan berkurangnya sr_rplai darah, rrutrisi, atau stimuiasi trofik.

(22)

B,A,B 1

Atrofi menggambarkan pengurangan komponen

struktr"rral sel; mekanisme biokimiawi yang mendasari proses tersebut bervariasi, tetapi akhirnya meme-ngaruhi keseimbangan antara sintesis dan degradasi. Sintesis yang berkurang, peningkatan katabolisme, atau keduanya, akan menyebabkan atrofi. Pada sel

normal, sintesis dan degradasi

isi

sel dipengaruhi sejumlah hormon, termasnk insulin, TSH (hormon

perangsang tiroid), dan glukokortikoid.

Pengaturan degradasi protein tampaknya

mem-punyai peran kunci pada atrofi. Sel mamalia me-ngandung dua sistem proteolitik yang menjalankan fungsi degradasi berbed a:

w

Lisosiom mengandung protease dan enzim lain

pendegradasi molekul ynng diendositosis

dari

. lingkungan ektrasel, serta mengatabolisme

kompo-nen subselular, seperti organeln yang menunjukkan proses penuaan (senescent).

t

lnlur

ubiquitin-prlteaslme bertanggung jawab unttrk degradasi banyak protein sitosolik dan inti.

Protein yang didegradasi melalui proses ini, secara khas menjadi sasaran oleh konjugasi ubiquitin, peptida 76-asamamino sitosolik. Protein ini

kemu-dian didegradasi dalam proteasome, kompleks proteolitik sitoplasmik besar. jalur ini menyebabkan

percepatan proteoiisis pada keadaan hiperkatabolik (termasuk kakeksia kanker) dan pengaturan

ber-bagai molekul aktivasi intrasel.

Pada banyak situasi, atrofi disertai peningkatan bermakna sejumlah ztaku.ola nutofagik,

fusi

lisosom dengan organela dan sitosol intrasel memungkinkan katabolisme dan pembongkaran komponen selnya sendiri pada sel yang atrofi. Beberapa debris se1 di dalam vakuola autofagositik dapat menahan digesti

dan menetap sebagai badan residu yang terikat

membran (misal, lipofuscin), penjelasan lebih terinci

pada bahasan selanjutnya (lihat hlm. 20).

JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN SEL

T

13

Hipertrofi

Hipertrofi mertqtnlcan pennmbnhnn rrktLrnn sel dan

meny eb nbknn p enamb ahan ukur an or gon. Seb aliknya,

hiperplasia (dibahas selanjutnya) ditandai dengan penambahan jumlah sel. Atau dengan kata 1ain, pada hipertrofi murni, tidak ada sel baru, hanya sel yang menjadi lebih besar, pembesararurya akibat

peningkat-an sintesis organela dan protein struktural. Hipertrofi

dnpat fisiologik atau pntologik dnn disebnbkan juga oleh peningkatan kebutuhan fungsional atau

rnng-sangan hormoncil spesifik. Hipertrofi dan hiperplasia

juga dapat terjadi bersamaan dan jeias keduanya

meng-akibatkan pembesaran

organ

(hipertrofik). Jadi, hipertrofi fisiologik masif pada uterus selama kehamil-an terjadi sebagai akibat rangsangan estrogen dari hipertrofi otot polos dan hiperplasia otot polos (Gbr. 1-9). Sebagai perbandingan, seseorang yang gemar

angkat berat dapat mengembangkan reaksi fisik hanya

dengan hipertrofi setiap sel otot skelet, yang diinduksi oleh peningkatan beban keqa. Contoh hipertrofi sel patologik mencakup pembesaran jantung yang terjadi akibat hipertensi atau penyakit katr"rp aorta (lihat Gbr. 1-1), dan pembesaran sisa miosit jantr"rng yang masih hidup setelah terjadi infark miokard. Pada kasus ter-akhir, hipertrofi melakukan kompensasi untuk kemati-an sel di dekatnya akibat iskemia.

Se1 otot

lurik,

baik pada otot jantung mallpun

rangka, dapat mengalami hipertrofi saja akibat resporls

terhadap peningkatan kebutuhan sel karena pada orang dewasa, sel

itu

tidak dapat membelah mem-bentuk sel yang lebih banyak untuk membagi beban

kerjanya. Akibalnya, sintesis protein dan miofilamen yang lebih banyak

di

tinp sel, diduga mencapai

ke-seimbangan antara kebutuhan dan kapasitas

fungsio-nal sel; hal ini memungkinkan peningkatan beban kerja

dengan tingkat aktivitas metabolik per unit volume sel yang tidak berbeda dari yang dikeluarkan oleh sel

nor-Gambar

1-8

r

A. Atrofi otak manusia berusia 82

tahun. Meninges telah tampak bergaris-garis 8. Otak normal

manusia berusia 25 tahun, sebagai pembanding.

(23)

14 T

BAB 1 JEJAS, ADAPTASI, DAN KEMATIAN SEL :t., , ..ittlllrrllii.,i,1tii ",:in a^ u Gambar 1-9

Hipedrofi fisiologik uterus selama kehamilan. A. Gambaran makroskopis uterus normal (kanan)dan uterus hamtl (kiri)yangtelah diangkat

akibat perdarahan pascapartus. 8. Sel otot polos uterus normal berbentuk kumparan kecil. Bandingkan dengan sel otot polos yang mengalami hipertrofi dari uterus hamil (C. pembesaran yang sama).

mal. Namun demikian, perubahan adaptatif tersebut tidak semuanya bersifat jinak; perubahan tersebut dapat juga menyebabkan perubahan dramatis pada fenotip sehrlar. Jadi, pada kelebihan beban rrolume jantung kronik, beragam

gen-yang

secara normal

hanya ditnnjukkan pada jantLrng neonatus-diaktifkan kembali, dan protein

kontraktil

berubah menjadi isoform fetal, yang berkontraksi lebih lambat. Nuklei

pada sei hipertrofik tersebr-rt jr-rga memiiiki kandungan DNA yang lebih tinggi dibandingkan sel miokardiai normal, kemungkinan karena sel

itu

berhenti pada siklus sel tanpa mengalami mitosis sel.

Mekanisme yang mengatur

hipertrofi

jantr-rng melibatkan paling sedikit dua macam sinyal: pemiut

melanis, seperti regangan; dan pemictt trofik, sepertr aktivasi reseptor a-adrenergik. Apa plrn mekanisme pasti atau mekanisme hipertrofi, akan tercapai suatn batas yang pembesaran massa ototnya tidak lagi dapat melakukan kompensasi untrlk peningkatan beban;

pada kasus jantung, dapat terjadi gagal jantung. Pada

stadium ini, terjadi sejumlah perubahan "degeneratif"

pada serabut miokardial ,yarrg terpenting di antaranya

adalah fragmentasi dan hilangnya elemen kontraktil

miofibrilar.

Faktor yang membatasi berlanjutnya

hipertrofi dan menyebabkan perubahan regresif belum

sepenuhnya dipahami. Mungkin terdapat vaskularisasi dalam jumlah yang terbatas untuk menyuplai secara adekuat serabrlt yang mengalami pembesaran, untuk menyuplai ATP, atau fungsi biosintesis untnk me-nunjukkan protein kontraktil atau unsur sitoskleleton lain.

Hiperplasia

Hiperplasin mt.rrtpnknn penirL;4kntnn jrtmlnh scl

dolnm orgnn ntnLr jnringnn Hipertrofi dan hiperplasia

terkait erat dan sering kali terjadi bersamaan dalam

jaringan

sehingga kedrranva berperan terhadap

penambahan ukuran organ secara menyehrrr,rh (misal, uterns 1'ang hamil/utems gravid). NanLrn der-niki;rn, pada kondisi Lertentu, bahkan sel yang secara potensial

sedang membelah, seperti sel epitel ginjal, mengalami hipertrofi, tetapi tidak hiperplasia.

Hipe,rplasin dapnt

f isiologik

nt{uL pntologih. Hiperplnsin fisiologih dibagi menjadi

(I)

hiper1ttnsin hormonal,

ditunjukkan

dengan

proliferasi

epitel kelenjar payudara perempuan saat masa pubertas dan

selama kehamilan; dan (2) hiperplnsin klntptnsatlris, yaitr-r hiperplasia yang terjadi saat sebagian jaring.rn dibuang atau sakit. Misalnya, saat hati (hepar) direseksi

sebagian, aktivitas

mitotik

pada sel yang tersisa berlangsung paling cepat 12 jam berikutnya, tetapi

akhirnya terjadi perbaikan

hati

ke berat normal.

Rangsang untuk hiperplasia pada kondisi ini adaiah faktor pertumbuhan polipeptida, yang dilrasilkan oleh

sisa-sisa hepatosiL (sel hepar) serta sel norrparenkimal yang ditemukan di hati. Setelah perbaikan massa hati, proliferasi sel "dihentikan" oleh berbagai inhibitor-pertumbuhan. Hiperplasia jlrga merupakan respolts kritis sel jaringan ikat pada penyembuhan luka; pada

keadaan tersebut fibroblas yang distimulasi faktor

perfr-rmbuhan dan pembr"r-lr,rh darah berproliferasi untr.rk mempermlrdah perbaikan (Bab 3).

Referensi

Dokumen terkait

Keenam paduan ARV yang digunakan memiliki dampak yang baik, karena memberikan kenaikan limfosit CD4 + &gt;50 sel/mm3 kenaikan jumlah limfosit CD4 + pasien baru HIV/AIDS

Untuk penelitian selanjutnya, sebaik- nya pasien dikategorikan khusus menjadi pasien infeksi HIV fase awal atau lanjut dengan menghitung limfosit CD4+ &lt;200/mm³ karena

Untuk penelitian selanjutnya, sebaik- nya pasien dikategorikan khusus menjadi pasien infeksi HIV fase awal atau lanjut dengan menghitung limfosit CD4+ &lt;200/mm³ karena

Hubungan Antara Jumlah Cd4 Pada Pasien Yang Terinfeksi Hiv/Aids Dengan Infeksi Oportunistik Di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016.. Sistem

Proporsi osteopenia/osteoporosis juga didapatkan lebih inggi pada penderita HIV/AIDS dengan IMT kurang dari 18,5 dan hitung limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm 3.. Indonesia:

Akivasi poliklonal sel B yang non-spesiik tersebut dikatakan merupakan bagian dari perjalanan penyakit infeksi HIV, seiring dengan penurunan jumlah limfosit CD4+.. Bahkan

“PROFIL KADAR CD4 DAN VIRAL LOAD TERHADAP INFEKSI OPORTUNISTIK INTRAKRANIAL PADA PASIEN HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT UMUM UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TAHUN 2012 -

Pasien dengan diagnosis awal infeksi HIV harus memiliki pengukuran jumlah CD4+ T yang dilakukan kira-kira setiap 6 bulan.Antiretroviral diindikasikan ketika jumlah sel CD4+ T