• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab analisis dan pembahasan ini akan jelaskan tentang pola persebaran jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kemudian dilanjutkan dengan pemodelan regresi poisson, pemodelan GWPR dengan pembobot fungsi kernelgaussiandan pemodelan GWPR dengan pembobot fungsi kernel bisquare. Melalui pemodelan tersebut dapat ditentukan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap jumlah penderita kusta di Jawa tengah pada tahun 2012 dengan menambahkan pengaruh spasial.

4.1 Deskripsi Kabupaten/kota di Jawa Tengah Berdasarkan Jumlah

Penderita Kusta dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Pendeskripsian untuk data jumlah penderita kusta serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dilakukan dengan menggunakan peta tematik. Untuk mempermudah penjelasan dengan peta, nilai untuk setiap variabel penelitian dikelompokan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi menurut range dari data yang terdapat di provinsi jawa tengah. Berikut hasil pemetaan dari masing-masing variabel penelitian yang digambarkan dalam peta tematik.

4.1.1 Persebaran Jumlah Penderita Kusta di tiap Kabupaten/kota

Jumlah penderita kusta di Jawa Tengah tahun 2012 adalah sebanyak 1513 jiwa yang tersebar diseluruh kabupaten/kota. Angka tertinggi terdapat di Kabupaten Tegal dengan jumlah penderita 170 jiwa sedangkan angka terendah 0 jiwa terdapat di Kabupaten Semarang, Kota Magelang, dan Salatiga. Data jumlah

(2)

penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat pada lampiran 1.

Gambar 4.1Persebaran Jumlah Penderita Kusta

Wilayah yang masuk ke dalam jumlah penderita kusta kategori tinggi banyak terdapat di bagian utara. Kabupaten Blora, Brebes, Pemalang, Pekalongan, dan Tegal termasuk dalam kategori tinggi artinya di kabupaten tersebut terdapat penderita kusta antara 83-170 jiwa. Kabupaten yang berbatasan langsung dengan kabupaten Blora seperti Rembang, Pati, dan Grobogan merupakan kabupaten dengan jumlah penderita pada kategori sedang (39-82 jiwa) kabupaten lain yang masuk kategori sedang yaitu kabupaten Batang, Kota Pekalongan, Kudus, dan Demak. Kabupaten lain yang tidak disebutkan di atas merupakan kabupaten dengan jumlah penderita kusta kategori rendah (0-38 jiwa).

PATI BLORA CILACAP BREBES WONOGIRI GROBOGAN TEGAL DEMAK KEBUMEN JEPARA KENDAL BANYUMAS SRAGEN BOYOLALI BATANG REMBANG PEMALANG MAGELANG SEMARANG KLATEN PURWOREJO WONOSOBO BANJARNEGARA PEKALONGAN KUDUS TEMANGGUNG PURBALINGGA KARANGANYAR KOTA TEGAL SUKOHARJO KOTA SEMARANG KOTA SALATIGA KOTA SURAKARTA KOTA PEKALONGAN KOTA MAGELANG (jiwa) kategori : 0 - 38 (rendah) 39 - 82 (sedang) 83 - 170 (tinggi) N

(3)

4.1.2 Persebaran Persentase Rumah Tangga ber-Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) di tiap Kabupaten/kota

Gambar 4.2Persebaran persentase rumah tangga ber-PHBS

Gambar 4.2 menunjukan persentase rumah tangga ber-PHBS kategori tinggi (77,5-93,9) dalam satuan persen (%) sebagian besar berada di wilayah timur yaitu kabupaten Pati, Demak, Grobogan, Sragen, Karanganyar, Klaten, dan Wonogiri. Sedangkan kabupaten/kota kategori rendah (46,2-61,3) sebagian besar terdapat di sekitar Kabupaten Temanggung yaitu Kabupaten Banjarnegara, Kendal, Wonosobo, Brebes, Magelang, dan Semarang. Berdasarkan tabel 4.1 yang memuat angka statistik deskriptif tiap variabel penelitian, rata–rata persentase rumah tangga ber-PHBS adalah 74,85%. Kabupaten/kota dengan persentase rumah tangga ber-PHBS tertinggi adalah Kota Pekalongan sebesar 93,9% dan terendah adalah Kabupaten Banjarnegara sebesar 46,2%.

PATI BLORA CILACAP BREBES WONOGIRI GROBOGAN TEGAL DEMAK KEBUMEN JEPARA KENDAL BANYUMAS SRAGEN BOYOLALI BATANG REMBANG PEMALANG MAGELANG SEMARANG KLATEN PURWOREJO WONOSOBO BANJARNEGARA PEKALONGAN KUDUS TEMANGGUNG PURBALINGGA KARANGANYAR KOTA TEGAL SUKOHARJO KOTA SEMARANG KOTA SALATIGA KOTA SURAKARTA KOTA PEKALONGAN KOTA MAGELANG N (%)kategori : 46.2 - 61.3 (rendah) 61.4 - 77.4 (sedang) 77.5 - 93.9 (tinggi)

(4)

4.1.3 Persebaran Persentase Rumah Sehat di tiap Kabupaten/kota

Gambar 4.3Persebaran persentase rumah sehat

Pada Tahun 2012 sebanyak 4,686,852 (57,3%) rumah diperiksa dan yang memenuhi syarat rumah sehat sebesar 3,190,839 (68,1%) sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 yang mencapai 2.441.984 (62,95%). (Profil kesehatan, 2012). Gambar 4.3 menunjukan Kabupaten Blora, Klaten, Kudus, Sukoharjo, Semarang, dan Kota Pekalongan, Kota Semarang, Kota Magelang, Kota Tegal adalah wilayah yang masuk dalam kategori tinggi (76,47-98,05) untuk variabel persentase rumah sehat. Sedangkan Kabupaten Tegal, Banjarnegara, Brebes, Rembang, Pati, dan Batang adalah kabupaten yang masuk ke kategori rendah (36,12-52.92). Persentase rumah sehat tertinggi terdapat di Kabupaten Semarang sebesar 98,05% sedangkan persentase rumah sehat terendah berada di Kabupaten Banjarnegara sebesar 36,12%.

PATI BLORA CILACAP BREBES WONOGIRI GROBOGAN TEGAL DEMAK KEBUMEN JEPARA KENDAL BANYUMAS SRAGEN BOYOLALI BATANG REMBANG PEMALANG MAGELANG SEMARANG KLATEN PURWOREJO WONOSOBO BANJARNEGARA PEKALONGAN KUDUS TEMANGGUNG PURBALINGGA KARANGANYAR KOTA TEGAL SUKOHARJO KOTA SEMARANG KOTA SALATIGA KOTA SURAKARTA KOTA PEKALONGAN KOTA MAGELANG (%) kategori : 36.12 - 52.92 (rendah) 52.93 - 76.46 (sedang) 76.47 - 98.05 (tinggi) N

(5)

4.1.4 Persebaran Banyaknya Dokter di tiap Kabupaten/kota

Gambar 4.4Persebaran banyaknya dokter

Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah banyaknya dokter yang tercatat di Jawa Tengah adalah berjumlah 1876 dengan rata-rata 53,6 dokter per kabupaten/kota. Jika dilihat dari peta tematik kabupaten/kota yang masuk ke dalam kategori tinggi adalah Kabupaten Kendal (88 jiwa) dan Kota Semarang (108 jiwa). Banyaknya dokter dengan kategori sedang (51-76 jiwa) menggelompok di bagian timur yaitu kabupaten Demak, Klaten, Pati, Jepara, Kudus, Grobogan, Sragen, Karanganyar, Magelang, dan Wonogiri. Sedangkan kabupaten/kota dengan kategori sedang yang berada dibagian barat yaitu Kabupaten Pekalongan, Pemalang, Brebes, dan Banyumas. Kabupaten/kota dengan jumlah dokter terendah adalah Kota Tegal (20 jiwa).

PATI BLORA CILACAP BREBES WONOGIRI GROBOGAN TEGAL DEMAK KEBUMEN JEPARA KENDAL BANYUMAS SRAGEN BOYOLALI BATANG REMBANG PEMALANG MAGELANG SEMARANG KLATEN PURWOREJO WONOSOBO BANJARNEGARA PEKALONGAN KUDUS TEMANGGUNG PURBALINGGA KARANGANYAR KOTA TEGAL SUKOHARJO KOTA SEMARANG KOTA SALATIGA KOTA SURAKARTA KOTA PEKALONGAN KOTA MAGELANG N (jiwa) kategori : 20 - 50 (rendah) 51 - 76 (tinggi) 77 - 108 (sedang)

(6)

4.1.5 Persebaran Banyaknya Puskesmas di tiap kabupaten/kota

Gambar 4.5Persebaran banyaknya puskesmas

Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah jumlah Puskesmas di Jawa Tengah adalah 873 unit yang tersebar di seluruh kabupaten/kota. Mayoritas Kabupaten/kota di Jawa Tengah masuk dalam kategori sedang yaitu terdapat 18-30 unit puskesmas di wilayahnya. Banyaknya puskesmas terendah yaitu terdapat di Kota Magelang dengan 5 unit puskesmas sedangkan yang tertinggi adalah di Kabupaten Banyumas dengan 39 unit puskesmas. Kabupaten/kota yang masuk kategori tinggi (31-39 unit) sebagian besar mengelompok di bagian barat seperti kabupaten Brebes, Cilacap, Banyumas, Banjarnegara, Kebumen, dan Sebagian lainnya menyebar di wilayah selatan dan utara berbatasan dengan laut yaitu Kota Semarang, Klaten, dan Wonogiri.

PATI BLORA CILACAP BREBES WONOGIRI GROBOGAN TEGAL DEMAK KEBUMEN JEPARA KENDAL BANYUMAS SRAGEN BOYOLALI BATANG REMBANG PEMALANG MAGELANG SEMARANG KLATEN PURWOREJO WONOSOBO BANJARNEGARA PEKALONGAN KUDUS TEMANGGUNG PURBALINGGA KARANGANYAR KOTA TEGAL SUKOHARJO KOTA SEMARANG KOTA SALATIGA KOTA SURAKARTA KOTA PEKALONGAN KOTA MAGELANG N (unit) kategori : 5 - 17 (rendah) 18 - 30 (sedang) 31 - 39 (tinggi)

(7)

4.1.6 Persebaran Persentase Penduduk Berjenis Kelamin Laki-laki di tiap Kabupaten/kota

Gambar 4.6Persebaran persentase penduduk berjenis kelamin laki-laki Berdasarkan penghitungan sementara angka proyeksi penduduk tahun 2012 hasil Sensus Penduduk tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik didapatkan jumlah penduduk laki-laki di Jawa Tengah 16.495.705 jiwa atau 49,58% dan jumlah penduduk perempuan di Jawa Tengah 16.774.502 jiwa atau 50,42%. Sehingga didapatkan rasio jenis kelamin sebesar 98,34 per 100 penduduk perempuan, berarti setiap 100 penduduk perempuan ada sekitar 98 penduduk laki-laki (Profil Kesehatan, 2012). Gambar 4.6 menunjukan bahwa kabupaten/kota dengan persentase penduduk laki-laki dengan kategori sedang (49,10-49,8) dan kategori tinggi (49,81-50,79) hampir sama, hanya saja persentase penduduk laki-laki dengan kategori sedang berpola mengelompok di sebelah timur sedangkan yang kategorinya tinggi mengelompok di sebelah barat. Persentase penduduk laki-laki

PATI BLORA CILACAP BREBES WONOGIRI GROBOGAN TEGAL DEMAK KEBUMEN JEPARA KENDAL BANYUMAS SRAGEN BOYOLALI BATANG REMBANG PEMALANG MAGELANG SEMARANG KLATEN PURWOREJO WONOSOBO BANJARNEGARA PEKALONGAN KUDUS TEMANGGUNG PURBALINGGA KARANGANYAR KOTA TEGAL SUKOHARJO KOTA SEMARANG KOTA SALATIGA KOTA SURAKARTA KOTA PEKALONGAN KOTA MAGELANG N (%) kategori : 48.54 - 49.09 (rendah) 49.10 - 49.8 (sedang) 49.81 - 50.79 (tinggi)

(8)

terendah adalah Kabupaten Pati 48,54% dan persentase penduduk laki-laki tertinggi adalah Kabupaten Kendal 50,79%.

4.1.7 Persebaran Kepadatan Penduduk di tiap Kabupaten/kota

Gambar 4.7Persebaran kepadatan penduduk

Gambar 4.7 menunjukan hampir semua kabupaten/kota adalah kategori rendah artinya terdapat 472-1898 penduduk/km2 di dalam kabupaten/kota tersebut. Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, Kota Magelang, dan Kota Tegal adalah kategori sedang (1899-7093 penduduk/km2) sedangkan yang berkategori tinggi hanya Kota Surakarta yang kepadatan penduduknya sebesar 11573 penduduk/km2. Selain karena luas daerah yang kecil sekitar 44 kilometer persegi (Sensus Penduduk 2010) Surakarta menjadi wilayah yang terpadat penduduknya karena Surakarta merupakan merupakan daerah tujuan urbanisasi, kawasan pemukiman bagi pekerja dan pelaku kegiatan ekonomi.

PATI BLORA CILACAP BREBE S W ONOGIRI GROBOGAN TEGAL DEMAK KEBUMEN JEPARA KENDAL BANYUMAS SRAGEN BOYOLALI BATANG REMBANG PEMALANG MAGELANG SEMARANG KLATEN PURW OREJO W ONOSOBO BANJARNEGARA PEKALONGAN KUDUS TEMANGGUNG PURBALINGGA KARANGANYAR KOTA TEGAL SUKOHA RJO KOTA SEMARANG KOTA SALATIGA

KOTA SUR AKART A KOTA PEK ALONG AN

KOTA MAGELANG N (penduduk/Km2) kategori : 472 - 1898 (rendah) 1899 - 7093 (sedang) 7094 - 11573 (tinggi)

(9)

4.1.8 Persebaran Jumlah Penyuluhan Kesehatan Kelompok di tiap Kabupaten/kota

Gambar 4.8Persebaran jumlah penyuluhan kesehatan kelompok

Jika dilihat dari gambar 4.8 persebaran penyuluhan kesehatan kelompok sebagian besar adalah kabupaten/kota yang masuk kategori rendah dan sedang. Berdasarkan tabel 4.1 penyuluhan kelompok pada tahun 2012 tercatat dilakukan sebanyak 369.784 kali dengan penyuluhan terbanyak dilakukan di Kabupaten Kendal yaitu 112.764 kali dan paling sedikit dilakukan di Kabupaten Blora sebanyak 66 kali.

4.1.9 Persebaran Pengeluaran Riil per Kapita di tiap Kabupaten/kota

Berdasarkan tabel 4.1 rata-rata pengeluaran riil per kapita untuk Provinsi Jawa Tengah adalah 644,26 ribu rupiah. Pengeluaran riil per kapita kategori tinggi yang ditandai dengan warna merah pada peta terdapat di beberapa kabupaten/kota diantaranya Kabupaten Klaten, Karanganyar, Pati, Sukoharjo,

PATI BLORA CILACAP BREBES WONOGIRI GROBOGAN TEGAL DEMAK KEBUMEN JEPARA KENDAL BANYUMAS SRAGEN BOYOLALI BATANG REMBANG PEMALANG MAGELANG SEMARANG KLATEN PURWOREJO WONOSOBO BANJARNEGARA PEKALONGAN KUDUS TEMANGGUNG PURBALINGGA KARANGANYAR KOTA TEGAL SUKOHARJO KOTA SEMARANG KOTA SALATIGA KOTA SURAKARTA KOTA PEKALONGAN KOTA MAGELANG N kategori : 66 - 5104 5105 - 34503 34504 - 112764

(10)

Wonogiri, Kota Pekalongan, Kota Semarang, Salatiga, Kota Tegal, dan Surakarta. Pengeluaran riil per kapita terendah adalah Kabupaten Wonosobo sebesar 632,71 (ribu Rp) dan tertinggi adalah Kota Surakarta sebesar 658,92 (ribu Rp).

Gambar 4.9Persebaran pengeluaran riil per kapita

4.1.10 Persebaran Persentase Penduduk Miskin di tiap Kabupaten/kota

Gambar 4.10Persentase penduduk miskin

PATI BLORA CILACAP BREBES WONOGIRI GROBOGAN TEGAL DEMAK KEBUMEN JEPARA KENDAL BANYUMAS SRAGEN BOYOLALI BATANG REMBANG PEMALANG MAGELANG SEMARANG KLATEN PURWOREJO WONOSOBO BANJARNEGARA PEKALONGAN KUDUS TEMANGGUNG PURBALINGGA KARANGANYAR KOTA TEGAL SUKOHARJO KOTA SEMARANG KOTA SALATIGA KOTA SURAKARTA KOTA PEKALONGAN KOTA MAGELANG N (Ribu Rp)kategori : 632.71 - 638.68 (rendah) 638.69 - 647.14 (sedang) 647.15 - 658.92 (tinggi) PATI BLORA CILACAP BREBES WONOGIRI GROBOGAN TEGAL DEMAK KEBUMEN JEPARA KENDAL BANYUMAS SRAGEN BOYOLALI BATANG REMBANG PEMALANG MAGELANG SEMARANG KLATEN PURWOREJO WONOSOBO BANJARNEGARA PEKALONGAN KUDUS TEMANGGUNG PURBALINGGA KARANGANYAR KOTA TEGAL SUKOHARJO KOTA SEMARANG KOTA SALATIGA KOTA SURAKARTA KOTA PEKALONGAN KOTA MAGELANG N (%)kategori : 5.13 - 10.75 (rendah) 10.76 - 16.73 (sedang) 16.74 - 22.5 (tinggi)

(11)

Berdasarkan tabel 4.1 rata-rata persentase penduduk miskin di Jawa Tengah adalah 14,42% untuk setiap kabupaten/kota. Gambar 4.10 menunjukan kabupaten/kota dengan persentase penduduk miskin kategori rendah yang berkisar antara 5,13-10,75% adalah Kota Semarang 5,13%, Salatiga 7,11%, Kudus 8,63%, Jepara 9,38%, Semarang 9,40%, dan Kota Pekalongan 9,47%. Persentase penduduk miskin kategori tinggi adalah yang berkisar antara 16,74-22,5% yaitu Kabupaten Demak, Banjarnegara, Pemalang, Banyumas, Brebes, Purbalingga, Rembang, Kebumen, dan tertinggi adalah Kabupaten Wonosobo 22,50%. Kabupaten lain yang tidak disebutkan di atas masuk ke dalam kategori sedang untuk variabel persentase penduduk miskin.

4.1.11 Persebaran Rata-rata Lama Sekolah Penduduk di tiap

Kabupaten/kota

Gambar 4.11Persebaran rata-rata lama sekolah penduduk

PATI BLORA CILACAP BREBES WONOGIRI GROBOGAN TEGAL DEMAK KEBUMEN JEPARA KENDAL BANYUMAS SRAGEN BOYOLALI BATANG REMBANG PEMALANG MAGELANG SEMARANG KLATEN PURWOREJO WONOSOBO BANJARNEGARA PEKALONGAN KUDUS TEMANGGUNG PURBALINGGA KARANGANYAR KOTA TEGAL SUKOHARJO KOTA SEMARANG KOTA SALATIGA KOTA SURAKARTA KOTA PEKALONGAN KOTA MAGELANG N (tahun)kategori : 6.07 - 7.23 (rendah) 7.24 - 8.53 (sedang) 8.54 - 10.49 (tinggi)

(12)

Mayoritas kabupaten/kota di Jawa Tengah masuk di kategori rendah untuk rata-rata lama sekolah yaitu sekitar 6,07-7,23 tahun. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan di Jawa tengah masih tergolong rendah karena rata-rata penduduk jawa tengah hanya melanjutkan pendidikan sampai jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Rata-rata lama sekolah tertinggi adalah di Kota Surakarta 10,5 tahun dan terendah adalah di Kabupaten Brebes 6,07 tahun.

Berikut adalah statistik deskriptif variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap jumlah penderita kusta di Jawa Tengah apabila disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 4.1Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

variabel Mean Varians minimum maksimum

Y 43,40 2236,42 0 170 X1 74,85 168,02 46,2 93,9 X2 69,85 179,43 36,12 98,05 X3 53,60 334,84 20 108 X4 24,94 82,41 5 39 X5 49,64 0,297 48,54 50,79 X6 1986,06 5797913,94 472 11573 X7 10565,26 369364342,37 66 112764 X8 644,26 49,93 632,71 658,92 X9 14,42 20,66 5,13 22,5 X10 7,65 1,39 6,07 10,49

Dari tabel 4.1 diatas dapat dikatakan varians tertinggi untuk faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita kusta adalah jumlah penyuluhan kelompok (X7) dan kepadatan penduduk (X6). Nilai varians yang tinggi dapat diartikan variabel jumlah penyuluhan kelompok dan kepadatan penduduk sangat fluktuatif.

Berikut adalah grafik scatterplot antara jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Gambar 4.12 menunjukan adanya hubungan linier

(13)

yang positif dan negatif antara jumlah penderita kusta dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Gambar 4.12ScatterplotJumlah Penderita Kusta dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Variabel yang memiliki garis yang naik dari kiri bawah ke kanan atas adalan variabel dengan pengaruh positif untuk jumlah penderita kusta di Jawa Tengah, dari scatterplot diatas pengaruh yang positif ditunjukan oleh persentase rumah tangga ber-PHBS (X1), banyaknya dokter (X3), banyaknya puskesmas (X4), dan persentase penduduk miskin (X9). Seiring dengan makin tingginya angka prevalensi kusta di jawa tengah, kabupaten/kota dengan jumlah penderita kusta cukup tinggi akan berusaha meningkatkan pelayanan di sektor-sektor kesehatan seperti menambah kapasitas tenaga kesehatan dan tempat berobat di masing-masing wilayahnya untuk mengendalikan penyakit tersebut oleh karena itu banyaknya dokter dan puskesmas berpengaruh positif. Variabel yang berpengaruh

Y 100 75 50 160 80 0 100 75 50 40 80 1200 20 40 51 50 49 0 5000 10000 0 50000 100000 640 650 660 160 80 0 24 16 8 160 80 0 10 8 6 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 Scatterplot of Y vs X1; X2; X3; X4; X5; X6; X7; X8; X9; X10

(14)

negatif atau variabel yang memiliki garis turun dari kiri atas ke kanan bawah untuk jumlah penderita kusta adalah persentase rumah sehat (X2), Kepadatan penduduk (X6). Pengeluaran riil per kapita (X8), dan rata-rata lama sekolah (X10).

4.2 Pemeriksaan Multikolinearitas

Sebelum melakukan pemodelan menggunakan regresi poisson dan GWPR perlu dilakukan uji untuk mendeteksi apakah terdapat multikolinearitas pada variabel-variabel prediktornya. Jika terdapat adanya multikolinearitas maka harus ada variabel yang direduksi sampai tidak lagi terdapat korelasi antar variabel prediktor. Sesuai dengan yang telah di jelaskan pada subbab 2.1 ada tiga kriteria yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kondisi multikolinearitas salah satunya menggunakan kriteria nilai VIF. Berikut ini adalah tabel nilai VIF dari masing-masing variabel prediktor.

Tabel 4.2Nilai VIF dari 10 Variabel Prediktor

Variabel Prediktor Nilai VIF

X1 1,983 X2 2,189 X3 3,210 X4 3,053 X5 1,894 X6 3,529 X7 1,626 X8 2,667 X9 2,405 X10 4,381

Dari tabel 4.2 dapat disimpulkan jika tidak terjadi korelasi antar variabel prediktor atau tidak terjadi kasus multikolinearitas karena semua variabel menunjukan nilai VIF yang kurang dari 10 sehingga variabel-variabel tersebut selanjutnya akan digunakan untuk membentuk model regresi poisson.

(15)

4.3 Pemodelan Jum

Dalam pemode faktor yang diduga te poisson digunakan k poisson karena datany

G

Gamba

umlah Penderita Kusta Menggunakan Regr

delan menggunakan regresi poisson ini mel terkait dengan jumlah penderita kusta di Jawa

karena data penderita kusta dapat diasumsik nya yang berupa data diskrit atau datacount(ju

Gambar 4.13aPlot Kuantil-kuantil normal

bar 4.13bHistogram data jumlah penderita kus

gresi Poisson elibatkan sepuluh a Tengah. Regresi sikan berdistribusi (jumlahan). usta

(16)

Gambar 4.13 merupakan plot kuantil-kuantil normal dan histogram untuk variabel jumlah penderita kusta di Jawa tengah. Dari plot kuantil dan yi

menunjukan bahwa sebaran data tidak mengikuti garis lurus dan histogram dari i

y juga tidak simetris, hal ini menunjukan penyimpangan data dari sebaran normal. Selanjutnya akan dilakukan estimasi parameter model regresi poisson diperoleh nilai estimasi pada tabel berikut.

Tabel 4.3Nilai Estimasi Parameter Model Regresi Poisson Parameter Estimasi Standar Error Zhitung P-value

β0 6,115 6,5359 0,936 0,374 β1 0,0276 0,0033 8,431 0,000 β2 -0,0091 0,0032 -2,890 0,004 β3 0,0241 0,0028 8,468 0,000 β4 -0,0349 0,0054 -6,479 0,000 β5 0,1186 0,0751 1,578 0,109 β6 0,0003 0,00003 10,90 0,000 β7 -0,00001 0,000002 -2,702 0,008 β8 -0,0022 0,0058 -0,379 0,731 β9 --0,0118 0,0086 -1,377 0,179 β10 -1,2151 0,06114 -19,875 0,000

Devians : 858,134 Derajat bebas : 24 AIC : 880,134 α=5%

4.3.1 Uji Serentak Parameter Regresi Poisson

Pengujian serentak pada parameter regresi poisson hipotesis pengujiannya adalah sebagai berikut :

H0 :

β

1=

β

2 =...=

β

10 =0

H1 : paling sedikit ada satu

β

j ≠0; j=1,2,…,10

Hasil output untuk pemodelan regresi poisson apabila diuji secara serentak maka hasilnya tolak H0karena nilai devians = 858,134 lebih besar dari 36,4, atau

( )

β

ˆ

(17)

dengan kata lain minimal ada salah satu parameter yang berpengaruh secara signifikan terhadap model regresi poisson.

4.3.2 Uji Parsial Parameter Regresi Poisson

Selanjutnya untuk mengetahui parameter yang berpengaruh signifikan terhadap model dilakukan uji secara parsial. Untuk melakukan uji parameter secara parsial kita dapat membandingkan niali Zhitung masing-masing paremeter terhadap Zα/2=1,96 dengan taraf signifikasi 5% atau dengan melihat p-value yang kurang dari α=0,05. Dari tabel 4.3 kita dapatkan parameter yang secara parsial signifikan terhadap model regresi poisson adalah

β

1,

β

2,

β

3,

β

4,

β

6,

β

7,dan

β

10 karena │Zhitung │> Zα/2. Jadi model regresi poisson untuk jumlah penderita kusta adalah sebagai berikut.

) 2151 , 1 00001 , 0 0003 , 0 0349 , 0 0241 , 0 0091 , 0 0276 , 0 115 , 6 exp( ˆ 10 7 6 4 3 2 1

β

β

β

β

β

β

β

µ

− + + − + − + =

Variabel prediktor yang berpengaruh terhadap jumlah penderita kusta di Jawa Tengah dengan model regresi poisson adalah persentae rumah tangga ber-PHBS (X1), persentase rumah sehat (X2), banyaknya dokter (X3), banyaknya puskesmas (X4), kepadatan penduduk (X6), Jumlah penyuluhan kesehatan kelompok (X7), dan rata-rata lama sekolah (X10). Berdasarkan model yang didapat jika persentase rumah tangga ber-PHBS bertambah satu persen, maka akan meningkatkan jumlah penderita kusta sebesar exp(0,0276) dengan syarat variabel lain konstan. Hal ini kurang sesuai dengan teori yang ada, hal ini dikarenakan daerah yang berkategori tinggi jumlah penderita kustanya justru merupakan kabupaten/kota dengan persentase rumah tangga yang ber-PHBS kategori sedang

(18)

oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi upaya untuk menyadarkan masyarakat tentang berperilaku hidup bersih sehat terutama di kabupate/kota dengan jumlah penderita kusta tergolong kategori tinggi. Masalah yang serupa juga terjadi pada variabel banyaknya dokter (X3) dan jumlah penyuluhan kesehatan kelompok (X7), solusinya adalah setiap kabupaten/kota yang jumlah penderita kustanya termasuk kategori tinggi untuk lebih meningkatkan pembangunan dan pelayanan di sektor-sektor kesehatan. Sementara untuk variabel yang lain tidak terdapat masalah seperti diatas karena koefisien regresinya tidak berbanding terbalik atau sudah sesuai dengan teori. Untuk variabel rata-rata lama sekolah (X10) jika ada pertambahan satu satuan maka akan menurunkan ln jumlah penderita kusta sebesar 1,2151. Hal ini juga berlaku untuk variabel persentase rumah sehat, apabila bertambah satu persen maka akan menurunkan jumlah penderita kusta sebanyak exp(0,0091). Untuk variabel kepadatan penduduk (X6) jika ada pertambahan satu penduduk/km2 maka akan menambah jumlah penderita kusta sebesar exp(0,0003).

Setelah pemodelan regresi poisson dilakukan maka dalam langkah penelitian selanjutnya akan dicari pemodelan jumlah penderita kusta dengan pendekatan spasial GWPR, tetapi sebelumnya harus dilakukan pengujian heterogenitas spasial pada jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya menggunakan uji Breusch-Pagan dan hasilnya diperoleh nilai BP = 18,3979 dan p-value = 0,0486 pada taraf signifikasi 5%. Kesimpulannya adalah terdapat keragaman spasial antar wilayah, maka analisis selanjutnya dapat dilakukan.

(19)

4.4 Pemodelan Jumlah Penderita Kusta Menggunakan GWPR

Pemodelan dengan GWPR (Geographically Weighted Poisson Regression) merupakan bentuk lokal dari regresi poisson karena memperhatikan letak geografis sehingga perlu adanya pembobot lokasi. Langkah awal dalam analisis GWPR adalah dengan menentukan letak geografis dari masing-masing wilayah atau titik pengamatan. Sebelum menghitung matriks pembobot yang harus dilakukan yaitu mencari jarak euclidean (dij) antar kabupaten/kota dengan menggunakan rumus umum (2.26) yang dapat dicari menggunakan program R dan dikonversikan ke dalam satuan kilometer. Pada tabel 4.5 didapatkan jarak euclidean yang sudah dikonversi untuk Kabupaten Cilacap. Untuk memperoleh nilai bandwidth (h) optimum pemodelan GWPR , selain metode Cross Validation kriteria lain yang dapat digunakan yaitu dengan AICc minimum (Nakaya, 2004). Dalam penelitian kriteria yang digunakan yaitu nilai AICc minimum dikarenakan penggunaan CV tidak didukung oleh software statistik yang digunakan.

Untuk pembobotbisquare yang digunakan adalah kerneladaptive bisquare sedangkan untuk pembobot gaussian yang digunakan adalah kernel fixed gaussian.Pada fungsifixedbandwidth yang optimum digunakan sama pada setiap wilayah yang dianalisis, sedangkan pada fungsi adaptive akan memiliki bandwidth yang berbeda-beda sesuai dengan kepadatan data pada wilayah yang dianalisis. Ketika data padat bandwidth akan bernilai kecil, sedangkan ketika data jarang bandwidth akan semakin besar. Fungsi ini mampu menyesuaikan ukuran varians data (Aini, 2013).

(20)

Bandwidth optimum untuk pembobot kernelgaussian yang didapatkan dari hasil analisis menggunakan GWR4.0 adalah 63,4352 dengan kriteria AICc minimum 396,188 dan nilai tersebut berlaku untuk semua titik lokasi pengamatan. Sedangakan untuk pembobot bisquare didapatkan dari output R.3.1.0 menghasilkan bandwidth dengan nilai CV=9188588. Bandwidth untuk fungsi bisquare berbeda-beda di setiap kabupaten/kota berikut adalah nilai h optimum untuk masing-masing kabupaten/kota di Jawa Tengah.

Tabel 4.4Nilai bandwidth pembobot kernalbisquare

No. Kabupaten/kota bandwidth No. Kabupaten/kota bandwidth

1 Cilacap 223,31 19 Kudus 190,49 2 Banyumas 208,06 20 Jepara 173,83 3 Purbalingga 183.53 21 Demak 168,93 4 Banjarnegara 155,00 22 Semarang 445,26 5 Kebumen 147,94 23 Temanggung 129,85 6 Purworejo 121,65 24 Kendal 264,23 7 Wonosobo 129,45 25 Batang 127,97 8 Magelang 132,40 26 Pekalongan 150,98 9 Boyolali 165,49 27 Pemalang 183,68 10 Klaten 167,49 28 Tegal 158,88 11 Sukoharjo 190,23 29 Brebes 219,22

12 Wonogiri 204,05 30 Kota Magelang 132,40

13 Karanganyar 207,88 31 Kota Surakarta 189,32

14 Sragen 210,08 32 Kota Salatiga 153,13

15 Grobogan 204,11 33 Kota Semarang 143,62

16 Blora 254,29 34 Kota Pekalongan 150,98

17 Rembang 250,08 35 Kota Tegal 210,05

18 Pati 214,64

Berdasarkan tabel 4.4 jika menggunakan pembobot kernel bisquare Kabupaten Cilacap memiliki bandwidth optimum sebesar 223,31. Setelah didapat nilai dij pada wilayah yang akan ditaksir parameternya, selanjutnya matriks pembobot spasial disusun berdasarkan persamaan (2.24) dan (2.25) dengan menggunakan bandwidth optimum. Matriks pembobot adalah matriks diagonal

(21)

yang digunakan untuk menduga parameter koefisien regresi di setiap kabupaten/kota di Jawa Tengah, berikut adalah contoh nilai dij dan pembobot untuk Kabupaten Cilacap.

Tabel 4.5Jarakeuclideandan pembobot di Kabupaten Cilacap No. Kabupaten/kota dij(Km) Pembobot Gaussian Bisquare 1 Cilacap 0 1 1 2 Banyumas 30,972 0,888 0,962 3 Purbalingga 54,725 0,689 0,883 4 Banjarnegara 78,034 0,469 0,771 5 Kebumen 75,261 0,495 0,786 6 Purworejo 110,337 0,220 0,571 7 Wonosobo 107,782 0,236 0,588 8 Magelang 136,922 0,097 0,389 9 Boyolali 177,613 0,020 0,135 10 Klaten 177,613 0,020 0,135 11 Sukoharjo 199,826 0,007 0,040 12 Wonogiri 214,601 0,003 0,006 13 Karanganyar 218,325 0,003 0,002 14 Sragen 224,777 0,002 0 15 Grobogan 230,883 0,001 0 16 Blora 280,166 0 0 17 Rembang 285,048 0 0 18 Pati 250,751 0 0 19 Kudus 227,550 0,002 0 20 Jepara 224,777 0,002 0 21 Demak 204,019 0,006 0,027 22 Semarang 276,503 0,0001 0,000 23 Temanggung 137,308 0,096 0,387 24 Kendal 110,559 0,219 0,570 25 Batang 125,433 0,142 0,469 26 Pekalongan 118,993 0,172 0,513 27 Pemalang 103,567 0,264 0,616 28 Tegal 169,833 0,028 0,178 29 Brebes 93,909 0,334 0,678 30 Kota Magelang 138,198 0,093 0,381 31 Kota Surakarta 201,798 0,006 0,034 32 Kota Salatiga 171,275 0,026 0,170 33 Kota Semarang 177,934 0,020 0,133 34 Kota Pekalongan 118,993 0,172 0,513 35 Kota Tegal 96,682 0,313 0,660

(22)

Tabel 4.5 di atas adalah contoh untuk pembobot di Kabupaten Cilacap, untuk wilayah lain dapat diperoleh dengan mengubah jarak euclidean dengan langkah yang sama. Berdasarkan tabel 4.5 maka terbentuk matriks pembobot diagonal untuk penaksiran parameter di Kabupaten Cilacap. Untuk penaksiran parameter menggunakan kernel, matriks pembobotnya adalah sebagai berikut.

(

)

                    = 0,313 0,172 0,020 0,026 0,006 0,093 0,334 0,028 0,264 0,172 0,142 0,219 0,096 0,00 0,006 0,002 0,002 0,000 0,000 000 , 0 0,001 0,002 0,003 0,003 0,007 0,020 0,020 0,097 0,236 0,220 0,495 0,469 0,689 0,888 00 , 1 , W u1 v1 diag

Sedangkan untuk penaksiran parameter menggunakan kernel bisquare, matriks pembobot adalah sebagai berikut.

(

)

                    = 0,660 0,513 0,133 0,170 0,034 0,381 0,678 0,178 0,616 0,513 0,469 0,570 0,387 0,000 0,027 0,000 0,000 0,000 0,000 000 , 0 0,000 0,000 0,002 0,006 0,040 0,135 0,135 0,389 0,588 0,571 0,786 0,771 0,883 0,962 00 , 1 , W u1 v1 diag

Pembentukan matriks pembobot digunaan untuk menaksir parameter berdasarkan lokasi (u1,v1). Jadi untuk penaksiran parameter dari lokasi (u2,v2) sampai (u35,v35) menggunakan matriks yang berbeda. Pada matrik pembobot kernel bisquare karena jarak Kabupaten Cilacap dengan Kabupaten Sragen, Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Kudus, dan Jepara lebih besar atau berada di luar lebar jendela (bandwidth) optimum, maka nilai pembobot kabupaten tersebut adalah nol untuk Kabupaten Cilacap.

(23)

4.4.1 Uji Kesamaan Model Regresi Poisson dan GWPR

Pengujian kesamaan antara model regresi poisson dengan model GWPR dilakukan untuk mengetahui apakan ada perbedaan antara kedua model dengan hipotesisnya adalah sebagai berikut:

(

)

(

β

j ui vi

)

=

β

j Η0 : ,

(

)

(

β

j ui vi

)

β

j Η1: , ; i=1,2,…,n; j=0,1,2,…,p

Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika Fhitung >F(α;dfA;dfB) artinya ada

perbedaan yang signifikan antara model regresi poisson dengan model GWPR.

Tabel 4.6Uji Kesamaan Model

Model Devians Db Devians/Db Fhitung

Global (Regresi Poisson) 858,134 24,000 35,756 GWPR (KernelGaussian) 262,684 10,394 25,272 1,415 GWPR (KernelBisquare) 631,408 19,797 31,894 1.121

Dari tabel 4.6 diketahui Fhitung untuk model regresi poisson dan GWPR dengan pembobot kernel gaussian yaitu 1,415, jika dibandingkan dengan F(0,05;24;10) yaitu 2,7, maka Fhitung < Ftabel disimpulkan gagal tolak H0artinya tidak terdapat perbedaan antara model regresi poisson dan model GWPR dengan pembobot kernel gaussian. Sedangkan untuk model regresi poisson dan model GWPR dengan pembobot kernel bisquare didapatkan nilai Fhitung 1,121 < F(0,05;24;19) yaitu 2,08 sehingga gagal tolak H0 artinya tidak terdapat perbedaan antara model regresi poisson dan GWPR dengan pembobot kernelbisquare.

(24)

4.4.2 Uji Parsial Parameter Model GWPR

Selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap parameter model untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah penderita kusta disetiap lokasi. Misal pengujian parameter dilakukan untuk lokasi pertama yaitu Kabupaten Cilacap, maka hipotesisnya adalah :

(

)

(

,

)

0 : 1 1 0 = Η

β

j u v

(

)

(

,

)

0 : 1 1 1 ≠ Η

β

j u v

Parameter yang akan di uji yaitu β0123,...,β10, statistik ujinya adalah dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel yaitu 2,06. Jika nilai

) 2 ; 1 ( − − α > n k hitung t

t maka kesimpulannya parameter ke-j pada lokasi-i berpengaruh signifikan terhadap model. Misalnya untuk Kabupaten Cilacap pengujian parsial untuk estimasi parameternya adalah sebagai berikut.

Tabel 4.7Uji Parsial Model GWPR dengan pembobot kernelgaussian Parameter Estimasi Standar Error thotung

β0 70,811 20,164 3,512* β1 0,0576 0,0067 8,623* β2 -0,0119 0,0075 -1,593* β3 0,0637 0,0045 14,073* β4 -0,024 0,0125 -1,919* β5 -0,3708 0,189 -1,96 β6 0,0007 0,00007 10,559* β7 -0,000003 0,000003 -1,088* β8 -0,0687 0,0183 -3,758* β9 0,0228 0,0171 1,332* β10 -1,6774 0,139 -12,04* *) signifikan padaα=5%

Berdasarkan kriteria pengujian diperoleh variabel-variabel yang signifikan berpengaruh terhadap jumlah penderita kusta untuk Kabupaten Cilacap dengan

(25)

pembobot gaussian adalah

β

1,

β

3,

β

6,

β

8, dan

β

10 maka pemodelan untuk Kabupaten Cilacap adalah :

(

1 3 6 8 10

)

1=exp70,811+0,0576X +0,0637X +0,0007X −0,0687X −1,6774X

µ

Model di atas menjelaskan bahwa jumlah penderita kusta akan bertambah sebesar exp(0,0576) jika X1 bertambah 1% dengan syarat variabel lain konstan, hal yang sama juga berlaku untuk variabel X3 dan X6. Sebaliknya jumlah penderita kusta akan berkurang exp(0,0687) jika variabel X8 bertambah satu satuan dengan syarat variabel lain konstan, hal sama berlaku untuk variabel X10. Pengujian untuk masing-masing kabupaten kota dapat dilihat hasil estimasinya pada lampiran 7. Pada tabel 4.8 menyajikan hasil dari pengujian secara parsial untuk setiap wilayah yang kesimpulannya akan didapatkan variabel signifikan yang berbeda-beda di tiap kabupaten/kota.

Tabel 4.8Variabel signifikan dengan pembobotgaussian No. Kabupaten/kota Variabel signifikan

1 Cilacap X1, X3, X6, X8, X10 2 Banyumas X1, X3, X5, X6, X8, X10 3 Purbalingga X1, X3, X5, X6, X8, X10 4 Banjarnegara X1, X3, X5, X6, X7, X8, X10 5 Kebumen X1, X3, X4, X6, X7, X8, X10 6 Purworejo X1, X3, X4, X6, X7, X8, X9, X10 7 Wonosobo X1, X3, X4, X6, X7, X8, X9, X10 8 Magelang X1, X3, X6, X7, X8, X9, X10 9 Boyolali X1, X3, X6, X8, X9, X10 10 Klaten X1, X3, X6,X8, X9, X10 11 Sukoharjo X1, X6, X7, X8, X9, X10 12 Wonogiri X1, X6, X7, X8, X9, X10 13 Karanganyar X1, X6, X7, X8, X9, X10 14 Sragen X1, X6, X7, X8, X9, X10 15 Grobogan X7, X9, X10 16 Blora X1, X7, X10 17 Rembang X1, X3, X4, X8 18 Pati X1, X2, X8, X10 19 Kudus X2, X8, X9, X10

(26)

Tabel 4.8Variabel signifikan dengan pembobotgaussian(lanjutan) No. Kabupaten/kota Variabel signifikan

20 Jepara X2, X3, X6, X7, X8, X10 21 Demak X2, X3, X6, X9, X10 22 Semarang X1, X2, X3, X4,X5, X6, X7, X8, X9, X10 23 Temanggung X1, X3, X4, X6, X7, X8, X9, X20 24 Kendal X1, X2, X3, X5, X6, X10 25 Batang X1, X2, X3, X5, X6, X7, X8, X9, X10 26 Pekalongan X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10 27 Pemalang X1, X2, X3, X4, X5, X6, X8, X10 28 Tegal X1, X3, X6, X8, X9, X10 29 Brebes X1, X3, X4, X5, X6, X8, X10 30 Kota Magelang X1, X3, X6, X7, X8, X9, X10 31 Kota Surakarta X1, X6, X7, X8, X9, X10 32 Kota Salatiga X1, X3, X6, X8, X9, X10 33 Kota Semarang X1, X2, X3, X6, X7, X9, X10 34 Kota Pekalongan X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10 35 Kota Tegal X1, X3, X4, X5, X6, X8, X10

Dari Tabel 4.8 kabupaten/kota di Jawa Tengah dikelompokan menjadi 21 kelompok menurut kesamaan variabel yang signifikan jika dilakukan pemodelan GWPR dengan pembobot kernel gaussian. Kelompok pertama yang memiliki 10 variabel yang signifikan adalah Kabupaten Semarang, Kabupaten Pekalongan, dan Kota Pekalongan. Kelompok Kabupaten Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Karanganyar dan Kota Surakarta merupakan kelompok kabupaten yang sinifikan terhadap 6 variabel yaitu persentase rumah tangga ber-PHBS (X1), kepadatan penduduk (X6), jumlah penyuluhan kesehatan kelompok (X7), pengeluaran riil per kapita (X8), persentase penduduk miskin (X9), dan rata-rata lama sekolah (X10). Kesamaan variabel yang signifikan tersebut terjadi di lokasi yang saling berdekatan seperti yang terlihat pada gambar 4.14 yang ditandai dengan pola yang bebeda-beda untuk masing-masing kelompok.

(27)

Gambar 4.14Pengelompokan kabupaten/kota berdasarkan variabel yang signifikan dengan pembobot kernelgaussian

Kesamaan variabel yang signifikan juga terlihat pada Kabupaten Tegal, Boyolali, Klaten, dan Kota Salatiga yang signifikan terhadap persentase rumah tangga ber-PHBS (X1), banyaknya dokter (X3), banyaknya puskesmas (X4), persentase penduduk berjenis kelamin laki-laki (X5), kepadatan penduduk (X6), pengeluaran riil per kapita (X8), dan rata-rata lama sekolah penduduk (X10). Persentase rumah tangga ber-PHBS (X1) dan rata-rata lama sekolah penduduk (X10) adalah variabel yang berpengaruh signifikan hampir di semua kabupaten/kota di Jawa Tengah.

PATI BLORA CILACAP BREBES WONOGIRI GROBOGAN TEGAL DEMAK KEBUMEN JEPARA KENDAL BANYUMAS SRAGEN BOYOLALI BATANG REMBANG PEMALANG MAGELANG SEMARANG KLATEN PURWOREJO WONOSOBO BANJARNEGARA PEKALONGAN KUDUS TEMANGGUNG PURBALINGGA KARANGANYAR KOTA TEGAL SUKOHARJO KOTA SEMARANG KOTA SALATIGA KOTA SURAKARTA KOTA PEKALONGAN KOTA MAGELANG Variabel signifikan : X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10 X1, X2, X3, X4, X5, X6, X8, X10 X1, X2, X3, X5, X6, X10 X1, X2, X3, X5, X6, X7, X8, X9, X10 X1, X2, X3, X6, X7, X9, X10 X1, X2, X8, X10 X1, X3, X4, X5, X6, X8, X10 X1, X3, X4, X6, X7, X8, X10 X1, X3, X4, X6, X7, X8, X9, X10 X1, X3, X4, X8 X1, X3, X5, X6, X7, X8, X10 X1, X3, X5, X6, X8, X10 X1, X3, X6, X7, X8, X9, X10 X1, X3, X6, X8, X10 X1, X3, X6, X8, X9, X10 X1, X6, X7, X8, X9, X10 X1, X7, X10 X2, X3, X6, X7, X8, X10 X2, X3, X6, X9, X10 X2, X8, X9, X10 X7, X9, X10

(28)

Uji Parsial untuk estimasi parameter Kabupaten Cilacap dengan pembobot kernelbisquareadalah sebagai berikut.

Tabel 4.9Uji Parsial Model GWPR dengan pembobot kernelbisquare Parameter Estimasi Standar Error thotung

β0 37,579 8,01 4,691* β1 0,049 0,0045 10,737* β2 -0,0058 0,0049 -1,182* β3 0,049 0,0033 14,788* β4 -0,023 0,0075 -3,054* β5 0,0077 0,0926 0,083* β6 0,0006 0,00003 17,156* β7 -0,000003 0,000002 -1,649* β8 -0,044 0,0075 -5,935* β9 -0,004 0,0118 -0,351* β10 -1,619 0,0782 -20,712* *) signifikan padaα=5%

Di Kabupaten Cilacap parameter yang signifikan dengan penambahan pembobot bisquare adalah

β

1,

β

3,

β

4,

β

6,

β

8,dan

β

10 maka pemodelan untuk Kabupaten Cilacap adalah sebagai berikut:

(

1 3 4 6 8 10

)

1=exp37,579+0,049X +0,049X −0,023X +0,0006X −0,044X −1,619X

µ

Dari model tersebut dapat diartikan jika ada pertambahan satu satuan dari variabel X1 maka jumlah penderita kusta akan bertambah sebanyak exp(0,049) dengan syarat variabel lain konstan, hal yang sama berlaku untuk variabel X3dan X6. Sedangkan jika ada penambahan satu satuan dari variabel X4 maka akan mengurangi jumlah penderita kusta sebanyak exp(0,023) dengan syarat variabel lain konstan, hal sama berlaku untuk variabel X8 dan X10. Pengujian untuk masing-masing kabupaten kota dapat dilihat hasil estimasinya pada lampiran 10. Tabel 4.10 menyajikan hasil dari pengujian secara parsial untuk setiap wilayah

(29)

yang kesimpulannya akan didapatkan variabel signifikan yang berbeda-beda di tiap kabupaten/kota.

Tabel 4.10Variabel signifikan dengan pembobotbisquare No. Kabupaten/kota Variabel signifikan

1 Cilacap X1, X2, X3, X4, X6, X8, X10 2 Banyumas X1, X2, X3, X4, X6, X8, X10 3 Purbalingga X1, X2, X3, X4, X6, X7, X8, X10 4 Banjarnegara X1, X2, X3, X4, X6, X7, X8, X9, X10 5 Kebumen X1, X2, X3, X4, X6, X8, X9, X10 6 Purworejo X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 7 Wonosobo X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 8 Magelang X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 9 Boyolali X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 10 Klaten X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 11 Sukoharjo X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 12 Wonogiri X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 13 Karanganyar X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 14 Sragen X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 15 Grobogan X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 16 Blora X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 17 Rembang X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 18 Pati X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 19 Kudus X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 20 Jepara X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 21 Demak X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 22 Semarang X1, X3, X4, X6, X8, X10 23 Temanggung X1, X2, X3, X4, X6,X9, X10 24 Kendal X1, X2, X3, X5, X6, X8, X10 25 Batang X1, X2, X3, X4, X6, X7,X9,X10 26 Pekalongan X1, X2, X3, X4, X6, X7, X10 27 Pemalang X1, X2, X3, X4, X6, X7, X8, X10 28 Tegal X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 29 Brebes X1, X2, X3, X5, X6, X8, X10 30 Kota Magelang X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 31 Kota Surakarta X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 32 Kota Salatiga X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 33 Kota Semarang X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 34 Kota Pekalongan X1, X2, X3, X4, X6, X7, X10 35 Kota Tegal X1, X2, X3, X5, X6, X8, X10

Karena lebih banyak kabupaten/kota yang signifikan terhadap variabel-variabel yang sama pengelompokan berdasarkan variabel-variabel yang signifikan dalam

(30)

pemodelan GWPR dengan pembobot bisquare lebih sedikit dari pada pengelompokan menggunakan pembobot gaussian. Terdapat 9 kelompok kabupaten/kota berdasarkan variabel yang signifikan.Kelompok terbanyak yaitu kelompok kabupaten yang signifikan terhadap variabel persentase rumah tangga ber-PHBS (X1), persentase rumah sehat (X2), banyaknya dokter (X3), banyaknya puskesmas (X4), kepadatan penduduk (X6), persentase penduduk miskin (X8), dan rata-rata lama sekolah (X10) yang terdapat di Kabupaten Tegal dan beberapa kabupaten/kota yang berada bagian Timur yang wilayahnya saling berdekatan. Pengelompokan kabupaten berdasarkan variabel yang signifikan juga dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.15Pengelompokan kabupaten/kota berdasarkan variabel yang signifikan dengan pembobot kerneladapive bisquare

PATI BLORA CILACAP BREBES WONOGIRI GROBOGAN TEGAL DEMAK KEBUMEN JEPARA KENDAL BANYUMAS SRAGEN BOYOLALI BATANG REMBANG PEMALANG MAGELANG SEMARANG KLATEN PURWOREJO WONOSOBO BANJARNEGARA PEKALONGAN KUDUS TEMANGGUNG PURBALINGGA KARANGANYAR KOTA TEGAL X1, X2, X3, X4, X6, X7, X10 X1, X2, X3, X4, X6, X7, X8, X10 X1, X2, X3, X4, X6, X7, X8, X9, X10 X1, X2, X3, X4, X6, X7,X9 ,X10 X1, X2, X3, X4, X6, X8, X10 X1, X2, X3, X4, X6, X8, X9, X10 X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10 X1, X2, X3, X5, X6, X8, X10 X1, X3, X4, X6, X8, X10

(31)

Variabel yang signifikan disemua kabupaten/kota adalah pesentase rumah tangga ber-PHBS (X1), banyaknya dokter (X3), kepadatan penduduk (X6), dan rata-rata lama sekolah penduduk (X10). Terbukti bahwa tidak hanya aspek kesehatan saja yang berpengaruh terhadap jumlah penderita kusta di suatu wilayah akan tetapi terdapat juga pengaruh dari aspek sosial, ekonomi, dan pendidikan walaupun nilai estimasinya berbeda-beda untuk tiap kabupaten/kota. Adanya permasalahan dari dari berbagai aspek perlu diperhatikan lagi agar jumlah penderita kusta dapat cepat disembuhkan dan penularannya tidak menyebar luas.

4.5 Pemilihan Model Terbaik

Perbandingan antara model regresi poisson dan model GWPR dengan pembobot fungsi kernel gaussian dan bisquare bertujuan untuk mendapatkan model terbaik. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan model terbaik adalah nilai AIC minimum, diketahui nilai AIC untuk tiap model adalah sebagai berikut

Tabel 4.11Perbandingan nilai AIC

Model Nilai AIC

Regresi Poisson 880,134

GWPR (gaussian) 307,294

GWPR (bisquare) 659,165

Berdasarkan tabel 4.11 diketahui model terbaik untuk pemodelan jumlah penderita kusta di Jawa Tengah tahun 2012 adalah model GWPR dengan pembobot kernel gaussian karena memiliki nilai AIC terkecil yaitu 307,294 dibandingkan dengan dua model lain.

Gambar

Gambar 4.1 Persebaran Jumlah Penderita Kusta
Gambar 4.2 Persebaran persentase rumah tangga ber-PHBS
Gambar 4.3 Persebaran persentase rumah sehat
Gambar 4.4 Persebaran banyaknya dokter
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan proses pelatihan (training), untuk menentukan kualitas atau akurasi dari hasil training sekaligus untuk melakukan testing terhadap model yang

Dari pengolahan data pada bab empat dapat diketahui bahwa dengan melakukan improvement terhadap tata letak fasilitas yang dilakukan perubahan urutan proses kerja yang berdasarkan

Dari hasil yang dilakukan penelitian pada kegiatan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah al-Usmaniyah Pemalang mengenai “Implementasi Actuating Dakwah Tarekat Qadiriyah

Sesi/Shift : Sesi 2 Pukul : 13:00 s/d 14:00. No Nama Fakultas

Pengukuran sinyal yang dilakukan untuk menguji performansi suatu cell atau nobe b (BTS) tertentu, tujuan dilakukannya drive test ialah untuk mengetahui kondisi

Rematurasi gonad induk teripang pasir Holothuria scabra yang sudah memijah masih banyak masalah, padahal rematurasi diperlukan untuk keberlanjutan pemijahan dan penyediaan benih.

Penyakit busuk batang akar (Phytium) ini disebabkan karena jamur menyukai tempat lembab yang berkembangbiak melalui spora yang tersebar melalui udara, air serta tanah.

2013 LIMBAH KAYU/ SERBUK GERGAJI, TEMPURUNG -SEKAM TUNGKU 3 in 1 CUKA KAYU ARANG BONGKAH..