• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN / HASIL KUANTITATIF. IV. 1 Analisis Strategi Bisnis (Business Strategy Analysis) eksternal dalam PTSummarecon Agung Tbk.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PEMBAHASAN / HASIL KUANTITATIF. IV. 1 Analisis Strategi Bisnis (Business Strategy Analysis) eksternal dalam PTSummarecon Agung Tbk."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PEMBAHASAN / HASIL KUANTITATIF

IV. 1 Analisis Strategi Bisnis (Business Strategy Analysis) IV.1.1 Analisis SWOT

Analisis SWOT mengukur mengenai perbandingan pengaruh internal dan eksternal dalam PTSummarecon Agung Tbk.

Strength

1. Kemampuan dan pengalaman dalam mengelola properti kawasan hunian yang nyaman.

2. Kemampuan perusahaan untuk menyediakan keragaman produk jasa dalam bidang properti.

3. Perusahaan dan karyawan memberikan kontribusi tanggung jawab secara internal melalui Yayasan Summarecon dan secara eksternal melalui Yayasan Budha Tzu Chi – Indonesia.

4. Memiliki lahan bangunan strategis. Terlihat dari PT Summarecon Agung Tbk Serpong yang berlokasi dekat dengan pintu keluar tol dan lokasi Sentral Kelapa Gading yang mudah dijangkau konsumen dan masyarakat.

5. Memiliki kombinasi produk yang lengkap antara kawasan hunian(perumahan dan apartemen) dan komersial (pusat perbelanjaan, ruko, perkantoran, restoran dan tempat rekreasi.

6. Perusahaan memiliki produk berkualitas tinggi dan telah dipercaya oleh konsumen.

(2)

7. PT Summarecon Agung Tbk memiliki SDM yang telah terlatih dan berkualitas.

8. Perusahaan menerapkan Total Quality Management (TQM), manajemen perusahaan selalu mengadakan event menarik setiap tahun.

9. Pertumbuhan pendapatan pada tahun 2011 sebesar 39% menjadi Rp. 2,39 triliun dan laba bersih meningkat 66% mencapai Rp.389 milyar.

10.Adanya program “A new chapter begins” yang memetakan rencana bisnis dan strategi Summarecon selama 5 tahun kedepan.

11.Memiliki return on equity yang lebih tinggi daripada rata-rata industri. 12.PT Summarecon Agung Tbk memiliki progam magang buat siswa atau

mahasiswa yang belum mempunyai pengalaman kerja.

Weakness

1. Harga jual yang kurang kompetitif .

2. PT Summarecon Agung Tbk hanya menyasar pada kalangan menengah keatas sehingga tidak dapat memenuhi semua peluang pasar yang ada.

3. Adanya kenaikan harga pada lahan akibat banyaknya persaingan di sektor property.

4. Terdapat banyak pesaing di bidang properti misalnya PT Lippo Cikarang Tbk, PT Citraland Property Tbk yang menawarkan banyak fasilitas menarik dan harga terjangkau.

5. PT Summarecon Agung Tbk hanya memproduksi produk propertinya di daerah Jabodetabek saja.

6. Debt to total equity ratio yang lebih besar dari rata-rata industri. 7. Debt to total asset yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

(3)

8. Memiliki current ratio yang jauh kecil daripada rata-rata industri.

9. Memiliki perputaran piutang (receivables turnover) dibawah rata-rata industri.

Opportunity

1. Seiring dengan bertumbuhnya kalangan menengah keatas dan meningkatnya daya beli khususnya investasi di bidang properti oleh kalangan masyarakat ini.

2. Tingginya aktivitas kerja masyarakat sehingga terbatasnya waktu mereka untuk mengelola kawasan hunian. PT Summarecon Agung Tbk telah merancang hunian mereka menjadi nyaman dan strategis bagi masyarakat. 3. Standar bunga bank Indonesia mengalami penurunan sehingga pihak-pihak

bank yang berhubungan dengan PT Summarecon Agung Tbk akan melakukan penawaran bagi konsumen. Tingkat suku bunga yang rendah akan menarik bagi konsumen untuk membeli properti.

4. Jumlah penduduk Jakarta yang terus bertambah, maka kebutuhan akan hunian akan ikut bertambah.

5. Membangun properti di luar jabodetabek.

6. Memasarkan produk lewat online, karena transaksi menurut Frost & Sullivan memprediksikan pengiklanan properti di internet mengalami peningkatan ganda dari tahun ke tahun 1%-8% pada tahun 2010.

7. Adanya acara-acara rutin yang dilakukan oleh PT Summarecon Agung Tbk pada setiap tahunnya berupa peluncuran apartemen-apartemen mewah, Jakarta Fashion and Food Festival (JFF), pesta Hallowen, dan acara lainnya di dalam sektor penjualan dan brand awareness.

(4)

Threats

1. Banyak pesaing dalam bidang usaha properti misalkan PT Alam Sutera Realty Tbk, PT Ciputra Realty Tbk, PT Lippo Cikarang Tbk dan PT Modernland Property Tbk sehingga memberikan banyak alternative terhadap konsumen.

2. Nilai mata uang yang tidak stabil memperhambat transaksi bisnis karena perusahaan selalu melihat kurs rupiah dan dollar.

3. Biaya operasional meningkat karena adanya perubahan dalam perundangan dan peraturan yang berkaitan dengan Tarif Dasar Listrik pada tahun 2010. 4. Pesaing telah membaca pasar dan memiliki banyak cabang di daerah

jabodetabek. Misalnya PT Citraland Property Tbk membangun mall di daerah semarang.

5. Adanya penghapusan subsidi BBM bagi industri.

6. Kompetisi dalam mendapatkan lahan yang strategis dan meningkatnya harga yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan proyek pembangunan properti jangka panjang.

7. Beban pajak meningkat karena terjadi kenaikan volume bisnis.

Dari penjelasan diatas, maka dibuat dirumuskan diagram SWOT seperti dibawah ini :

(5)

IFAS (internal factors) Strenght Weakness EFAS (External Factors) Opportunity

1. Menawarkan jasa desain interior pada apartmen dan perumahan yang

dikembangkan sehingga hal tersebut memudahkan bagi para masyarakat yang memiliki waktu terbatas namun ingin memiliki hunian yg modern dan nyaman.

1.Menyediakan produk apartemen dan perumahan yang menyasar pada kelas bawah.

2. Melakukan promosi yang gencar dan memberikan cicilan kredit kepada masyarakat karena bunga bank indonesia sedang mengalami penurunan.

2.Menawarkan fasilitas menarik dengan harga yang terjangkau masyarakat kelas bawah. 3. Menambah acara-acara rutin sebagai

bagian dari promosi perusahaan agar dapat meningkatkan jalur komunikasi antara perusahaan dan konsumen.

3. melakukan penggembangan usaha di luar jabodetabek.

4. Memberikan Award kepada karyawan sehingga mereka lebih termotivasi dalam bekerja

5. Memberikan program study lanjutan kepada karyawan yang mempunyai potensi. Misalnya dari SMA ke jenjang S1

6. memulai pembangunan the springs country club di serpong yang sempat tertunda karena bunga bank sedang menurun

Threats

1. Meningkatkan kinerja perusahaan sehingga memiliki nilai "lebih" daripada perusahaan lain

1.Meningkatkan perputaran Debt

to equity ratio .

2. Membuka fasilitas pendidikan misalnya sekolah atau universitas

2. Efisien dalam penggunaan BBM.

3. Mengontrol biaya produksi perusahaan agar bisa memberikan harga yang lebih murah di banding perusahaan lain.

3. Meningkatkan current ratio perusahaan dengan cara memperkecil persediaan. 4. Membuat produk yang “go green” yang

ramah lingkungan

4. Menetapkan harga yang tepat sehingga dapat bersaing dengan industri yang sama.

5.Memaksimalkan pendapatan

dengan meminimalkan beban pokok penjualan dan beban pokok langsung.

(6)

IV.1.2 Analisis PESTEL

1. Politik (Policy)

• Pemerintah menetapkan regulasi (PP no.11 tahun 2010) yang secara umum menjelaskan bahwa lahan-lahan terlantar dapat dikembangkan atau dapat di manfaatkan oleh perusahaan. summarecon membeli tanah terlantar di daerah bandung untuk dijadikan township yang bernama bandung gedebage.

2. Ekonomi (Economy)

• Pada tahun 2011, perekonomian indonesia berhasil tumbuh cukup tinggi sebesar 6,1% dibanding tahun 2010. Pendapatan summarecon naik menjadi 39% dari tahun sebelumnya sedangkan laba tahun berjalan meningkat hingga 66%.

• Bank Indonesia menurunkan suku bunga dari 6,75% menjadi 6% di akhir tahun 2011. Tingkat bunga pinjaman komersial perbankan menurun dari 13% menjadi 11%. Rendahnya suku bunga memberikan peluang bagi summarecon untuk meluncurkan produk baru seperti rumah dan ruko serta properti investasi lainnya yang memerlukan dana dari bank.

• Bank Indonesia menawarkan tingkat bunga kredit pinjaman rumah (KPR) cukup rendah sebesar 8% untuk tahun pertama itu mendorong masyarakat / investor untuk membeli properti dari Summarecon.

• Kurs rupiah atau nilai mata uang terhadap pergerakan dollar sering tidak stabil di Indonesia sehingga menyebabkan terhambatnya transaksi bisnis menggunakan dollar yang dilakukan oleh PT Summarecon Agung Tbk.

(7)

3. Sosial (Social)

• PT Summarecon Agung Tbk membentuk “Summarecon Peduli” yang terdiri dari para karyawan Summarecon, sekaligus sebagai sukarelawan yang berpartisipasi dalam berbagai aktivitas sosial dalam masyarakat. Aktivitas-aktivitas tersebut mencakup pemberian beasiswa untuk mereka yang layak guna malanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, penyediaan pengobatan gratis, pembagian sembako, penyelenggaraan kegiatan bersama serta kegiatan kebersihan dan perawatan lingkungan.

• Pada tanggal 3 mei 2011, PT Summarecon Agung Tbk memberikan beasiswa sekolah senilai Rp290 juta kepada 270 pelajar berprestasi di wilayah sekitar unit Summarecon Bekasi, Summarecon Kelapa Gading, dan Summarecon Serpong.

• Pada tanggal 23-25 agustus 2011, PT Summarecon Agung Tbk membagikan 5.100 bingkisan sembako kepada warga daerah kelapa gading dan Bekasi serta 12.500 bingkisan sembako untuk warga di daerah Summarecon Serpong dalam rangka menyambut hari raya idul fitri.

• PT Summarecon Agung Tbk baik melalui perusahaan maupun para karyawannya aktif berpartisipasi dalam Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dalam memberikan sumbangan.

• PT Summarecon Agung Tbk menyediakan program magang bagi siswa sehingga mereka mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan siap untuk masuk ke dunia kerja.

• Serangkaian kegiatan yang dilakukan sepanjang tahun 2010 adalah “Hari Pelestarian Lingkungan”, “Donor Darah”, serta “Bedah Rumah”.

(8)

• Pada tanggal 25 September 2011, karyawan Summarecon menjadi relawan dalam kegiatan bakti sosial pembagian beras cinta kasih untuk warga di sekitar Kelapa Gading dan Tanjung Priok.

4. Teknologi (Technology)

• PT Summarecon memberikan pelayanan terbaik dan terpadu kepada konsumen melalui system teknologi yang tepat dan ditingkatkan terus menerus. Manajemen PT Summarecon Agung Tbk menerapkan system teknologi E-Commerce sehingga memungkinkan untuk melakukan proses jual beli secara online. Hal ini tentu memudahkan dan menghemat waktu bagi para konsumen yang memiliki waktu sempit untuk tetap melakukan transaksi via media eletronik.

• PT Summarecon Agung Tbk membuat perumahan mewah yang mampu menyeimbangkan kualitas produk dan kualitas lingkungan bernama Grand Orchard, sehingga menerima penghargaan FIABCI Inonesia – BNI Prix d’Excellence Award untuk kategori perumahan mewah oleh Federation Internationale des Administrateurs de Bien Conselis Immobiliers (FIABCI) Indonesia.

• PT Summarecon Agung Tbk menerima Piala Adipura 2010 sebagai taman jogging dengan lokasi terbaik untuk kategori taman kota.

• Pada 10 November 2011, PT Summarecon Agung Tbk meraih penghargaan Green Properti Award 2011 sebagai salah satu pengembang properti ramah lingkungan.

(9)

5. Lingkungan (Environment)

• PT Summarecon Agung Tbk mendukung program pelestarian lingkungan tzu chi dengan mengumpulkan sumbangan sampah daur ulang dari warga dan karyawan PT Summarecon Agung Tbk Kelapa Gading. Kegiatan ini dilakukan juga di Summarecon Serpong, sesuai dengan mottonya “Mengubah sampah menjadi emas; mengubah emas menjadi cinta kasih”. PT Summarecon Agung Tbk juga secara aktif melakukan daur ulang sampah dengan menyediakan fasilitas daur ulang di seluruh lokasi proyek pengembangannya.

6. Hukum (Law)

• Pada bulan September 2008, PT Summarecon Agung Tbk menggunakan undang-undang No.36 tahun 2008 mengenai “Pajak Penghasilan” dan menggunakan tarif pajak tunggal yaitu 28% untuk tahun fiskal 2008 dan 25% untuk tahun fiscal 2010 dan seterusnya.

• Dengan adanya undang-undang Tenaga Kerja No. 13/2003 tanggal 25 Maret 2003, perusahaan menyelenggarakan program pensiun iuran pasti untuk seluruh karyawan yang memenuhi persyaratan.

• Sesuai dengan Pasal 70 undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007, perusahaan wajib mengalokasikan penggunaan sejumlah dana tertentu dari laba bersih tahunannya hingga mencapai 20% dari modal ditempatkan tersebut sedangkan PT Summarecon Agung Tbk pada tanggal 31 desember 2011, saldo laba yang ditentukan pengunaannya masih dibawah 20% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh.

(10)

IV.1.3 Analisis Stakeholders (Mendelow’s Matrix)

Mendelow matrix adalah matrix yang mengukur seberapa pentingnya stakeholders dalam suatu perusahaan. Stakeholders sendiri adalah pemangku kepentingan yang mempunyai distribusi kepada perusahaan, baik itu banyak maupun sedikit. Level Of interest Low High P o w er L o w

A - Minimal Effort B - Keep Informed

Media, Masyarakat, karyawan, pelanggan

Bank,pemegang saham, auditor eksternal dan internal, komite audit serta

kreditur lainnya

H

ig

h

C- Keep Satisfied D - Key Players

Investor, pemasok Dewan direksi

Tabel 4.2 Mendelow Matrix 1. Minimal effort

Stakeholders yang termasuk dalam kategori minimal effort adalah stakeholders yang tidak perlu mengetahui laporan keuangan perusahaan dan tidak memiliki stock dalam PT Summarecon Agung Tbk. Perusahaan memerlukan orang luar untuk memberikan pendapat mengenai operasi perusahaan yang berlangsung tetapi keputusan tetap berada di tangan management. Yang termasuk dalam kategori ini adalah media, masyarakat, karyawan dan pelanggan.

(11)

2. Keep informed

Stakeholders yang temasuk dalam kategori keep informed adalah stakeholders yang mempunyai tingkat ketertarikan yang tinggi terhadap perusahaan namun tidak dapat mempengaruhi keputusan management. Stakeholders dalam kategori ini perlu mengetahui laporan keuangan dan harus di beritahu info-info mengenai perusahaan karena penting bagi pihak ini untuk mengetahuinya agar dapat mendistribusikan dananya. Pihak yang termasuk dalam kategori ini adalah bank, pemegang saham, komite audit, audit internal dan audit eksternal, konsultan, serta kreditur lainnya.

3. Keep Satisfied

Stakeholders yang termasuk dalam kategori keep satisfied adalah stakeholders yang mempunyai kekuasaan namun tidak mempunyai ketertarikan untuk mengontrol perusahaan. Stakeholders membutuhkan bantuan manager untuk mengontrol perusahaan. Pihak yang termasuk dalam kategori ini adalah pemegang saham dan pemasok.

4. Key Players

Stakeholders yang termasuk dalam kategori key players adalah stakeholders yang mempunyai kekuasaan dan mempunyai ketertarikan untuk mengontrol perusahaan. Hal ini memungkinkan mereka mengatur perusahaan dan membuat keputusan tentang langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan perusahaan agar visi dan misi perusahaan tercapai serta langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk meminimalkan resiko. Pihak yang masuk kategori ini adalah dewan direksi, dewan komisaris dan manager yang mengatur perusahaan dan karyawan-karyawan di PT Summarecon Agung Tbk serta

(12)

merencanakan dan memutuskan strategi apa yang harus dilakukan agar visi dan misi perusahaan dapat tercapai.

Setelah mengidentifikasi stakeholders, penulis mengidentifikasi strategi-strategi yang dilakukan PT Summarecon Agung Tbk pada shareholdernya. Antara lain: 1. Masyarakat

PT Summarecon Agung Tbk mengadakan berbagai aktivitas sosial dalam membangun keharmonisan masyarakat lingkungan di sekitar proyek PT Summarecon Agung Tbk . Aktivitas – aktivitas itu mencakup pemberian beasiswa untuk mereka yang layak agar bisa melanjutkan kurang ke jenjang yang lebih tinggi, pembagian sembako pada warga yang mampu. PT Summarecon Agung Tbk juga aktif dalam kegiatan Buddha Tzu Chi Indonesia dalam bakti sosial yang dilakukan.

2. Karyawan

PT Summarecon Agung Tbk memberikan pelatihan dan peluang pengembangan karir kepada seluruh karyawannya dengen tujuan mempertahankan motivasi tenaga kerja secara terus menerus dengan kerjasama antar karyawan dan pelayanan pelanggan yang lebih baik lagi. Perusahaan memiliki program pengembangan karir yang seringkali dilakukan dengan dibantu konsultan pelatihan dan pendidikan, mencakup supervisor development dan middle / senior manager development program. Pada tingkat direksi, para direktur diwajibkan untuk melanjutkan program edukasi dan seminar-seminar untuk mengikuti perkembangan pasar terkini.

(13)

3. Pemegang saham

PT Summarecon Agung Tbk mengungkapkan kepada seluruh pemegang saham cara yang dipakai dalam menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dalam sehari-harinya. PT Summarecon Agung Tbk mengungkapkan seluruh informasi material dan relevan termasuk aksi korporat yang diumumkan kepada publik melalui bursa efek dan websitenya yang dapat diakses di www.summarecon.com.

IV.1.4 Analisis Critical Success Factors

Analisis ini menunjukkan dimana letak PT Summarecon Agung Tbk didalam bisnis properti yang ada di Indonesia. Perusahaan yang dijadikan pembanding adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bisnis properti seperti PT Alam Sutera Property Tbk, PT Lippo Cikarang Tbk, PT Ciputra Property Tbk dan PT Modernland Properti Tbk. Hal yang dijadikan perbandingan adalah hal-hal yang krusial sehingga lebih mudah dalam membandingkannya.

1. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Kelima perusahaan memiliki pelatihan SDM yang baik sehingga dalam hal kualitas SDM semuanya memiliki nilai yang sama. Ini karena perkembangan SDM akan berdampak positif bagi perusahaan. Perusahaan melalui departemen SDM menyelenggarakan program pelatihan karyawan untuk meningkatkan kompetensi masing-masing karyawan. Program diberikan baik secara in-house maupun melalui pihak eksternal. Biasanya dalam suatu perusahaan terdapat 3 kategori pelatihan, yaitu pelatihan teknis untuk menambah wawasan, pelatihan

(14)

manajemen dan pelatihan pengembangan karakter (character building). Perusahaan juga memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi, dari D3 ke S1 dan dari S1 ke S2 (citraland).

2. Brand awareness

PT Summarecon Agung Tbk memiliki kualitas produk yang baik yang didukung oleh divisi riset dan pengembangannya sehingga menyajikan produk yang modern dan sesuai dengan kebutuhan konsumennya. Dalam hal ini, kompetitornya pun memiliki kualitas produk yang baik. Namun walaupun begitu, PT Summarecon Agung Tbk dinilai cukup baik karena selalu diminati oleh masyarakat dan selalu ramai dikunjungi oleh konsumen yang ingin mendapatkan pelayanan dan produk yang memuaskan mereka. Ini terbukti pada penjualan produk PT Summarecon Agung Tbk yang hampir 100% terjual pada saat launching.

3.Letak dan saluran distribusi produk

Berdasarkan data pada tahun 2011

No Nama perusahaan Daerah Jabodetabek Luar Jabodetabek

1 PT Summarecon Agung Tbk Jakarta, Serpong, Bekasi, Tangerang Bandung 2 PT Alam Sutera Property Tbk Tangerang, bekasi, cianjur Tanjung Pinang

3 PT Ciputra Property Tbk Jakarta Semarang

4 PT Modernland Property Tbk

Tangerang, Jakarta timur,Jakarta

selatan ---

5 PT Lippo Cikarang Tbk Cikarang ---

Tabel 4.4 Letak dan saluran distribusi produk

PT Summarecon Agung Tbk juga sudah membeli lahan di bandung dan akan dikembangkan pada tahun 2015 dengan nama “Bandung Gedebage”. PT Alam Sutera Property Tbk memiliki proyek di Tanjung Pinang dan PT Ciputra Property Tbk memiliki proyek di Semarang. Sedangkan, PT Modernland

(15)

Property Tbk dan PT Lippo Cikarang Tbk hanya terbatas pada wilayah jabodetabek saja.

4. Differensiasi Produk

Berdasarkan data pada tahun 2011

No Nama perusahaan Differensiasi Keterangan

1 PT Summarecon Agung Tbk 1.Kawasan perkantoran

2. Sentra kelapa gading mall kelapa gading, lapiazza, gading food city

3. Gading raya golf course and

clubhouse

lapangan golf

4. Kavling Tanah di jual dan disewakan

5. Gading raya sports club klub kelapa gading

6. Kota terpadu : Summarecon kelapa gading,Summarecon serpong dan summarecon bekasi

pemukiman dan komersial, lengkap dengan berbagai fasilitas yang diperlukan termasuk olahraga, sarana ibadah dan fasilitas pendidikan

7. Apartemen apartemen summerville

8. Perumahan

9. Sentra gading serpong summarecon mal serpong, pusat perkantoran, plaza summarecon

10.Hotel Hotel Harris kelapa gading

11. Rumah sakit RSIA- Carolus di Summarecon serpong

2 PT Alam Sutera Property Tbk 1. Ruko

2. Perumahan

3. Kawasan perkantoran

4. Mal mall alam sutera

5. Flavor bliss pusat tempat makan

6. Apartemen

7. Kavling

8. Sport center

9.Tempat pendidikan Binus university, Sekolah St.Laurensia,

10. Market pasar 8

11. Rumah sakit Rumah sakit OMNI

12. Mesjid Nur Asmaa Ul Husna Mosque

3 PT Modernland Property Tbk 1. Kota modern pusat wisata kuliner, perumahan, area golf

2. Modern Park perumahan, toko, sekolah, fasilitas olahraga

departemen store, dan pasar swalayan

(16)

4. Jakarta Garden city

Pusat niaga, Sekolah, Rumah sakit bertaraf internasional

4 PT Lippo Cikarang Tbk 1. Lippo Cikarang citywalk streetmall

2. Sport village pusat olahraga di kawasan perumahan lippo

3. Perumahan elysium residence, dll

4. Hotel berbintang

5. Kawasan industri untuk usaha pergudangan, industri plastik metal, karet, elektronik, suku cadang kendaraan bermotor, farmasi, multimedia

6. Town Management Lippo

cikarang mengelola penyediaan air bersih, pengelolaan air limbah, perawatan taman, saluran air, dll

7. Restoran

8. Rumah sakit

9. Pusat rekreasi Hompimpa

arena flying fox, kolam renang, kereta api mini, sepeda air, arena berkuda dan lain -lain

10. Megumi Driving Range lapangan golf

5 PT Ciputra Property Tbk

1. Ciputra World Jakarta Superblock terdiri dari mall, restoran n café serta perkantoran

2. Hotel Hotel ciputra jakarta, Hotel ciputra semarang

3. Mall Mall Ciputra jakarta, Mall ciputra semarang

4. Somerset Grand Citra terdiri dari kondominium dan apartemen

5. Gedung perkantoran Kav.6 berisi gedung kantor dan apartemen

6. Apartemen apartemen my home

Tabel 4.5 Diferensiasi produk

Dapat disimpulkam bahwa dalam hal diferensiasi produk, PT Lippo Cikarang Tbk dan PT Summarecon Agung Tbk lebih unggul dengan differensiasi produk yang lebih banyak. Ini dapat dilihat dengan differensiasi produk berupa mal, apartemen, perumahan, kota terpadu, gedung-gedung perkantoran, hotel-hotel serta tempat rekreasi yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut. Diikuti oleh PT Ciputra Property Tbk dan PT Alam Sutera Property

(17)

Tbk. Sedangkan PT Modernland Property Tbk berfokus pada kota terpadu dan perumahan saja.

5. Target pasar

PT Summarecon Agung Tbk dan PT Alam Sutera Tbk memiliki target pasar menengah ke atas sedangkan PT Lippo Cikarang, PT Modernland Realty Tbk dan PT Ciputra Realty tbk meyasar pasar menengah ke bawah. Ini dapat dilihat dengan harga Pada tahun 2011, PT Summarecon Agung Tbk mengeluarkan produknya dengan harga produk yang dimulai dari RP650.000.000,-, PT Alam Sutera Property Tbk mengeluarkan produknya yang dimulai dari harga Rp750.000.000,-, PT Ciputra Property Tbk mengeluarkan produknya dengan harga produk yang dimulai dari Rp350.000.000,-, PT Lippo Cikarang Tbk mengeluarkan produknya dengan harga Rp.300.000.000,-, PT Modernland Property Tbk mengeluarkan produknya dengan harga Rp 450.000.000,-.

IV.1.5 Analisis Persaingan industri (Michael Porter)

Analisis porter menyatakan dalam sebuah industri terdapat 5 kekuatan utama yang menjadi pendorong akan timbulnya persaingan dalam industri dimana perusahaan juga menjadi bagian dalam persaingan tersebut. 5 kekuatan tersebut adalah:

a. Persaingan antar industri sejenis

PT Summarecon Agung Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri properti. Perusahaan ini banyak memiliki perusahaan

(18)

pesaing yang bergerak di bidang industri yang sejenis. Penulis menggunakan perusahaan pembanding PT Summarecon Agung Tbk antara lain:

• PT Alam Sutera Property Tbk,

• PT Ciputra Property Tbk,

• PT Lippo Cikarang Tbk, dan

• PT Modernland Property Tbk

Untuk properti di daerah Jakarta, PT Summarecon Agung Tbk bersaing dengan PT Ciputra Property Tbk. PT Summarecon Agung Tbk menguasai wilayah Jakarta utara khususnya daerah kelapa gading dengan pengembangan produk seperti mal kelapa gading, apartemen, perumahan, rumah serta ruko untuk kawasan komerisalnnya sedangkan PT Ciputra Property Tbk menguasai wilayah Jakarta barat dengan pengembangan produk seperti mal ciputra, gedung perkantoran, hotel berbintang, kondominium dan apartemen.

Untuk di daerah serpong dan tangerang perusahaan mendapat banyak pesaing yaitu dari PT Alam Sutera Property Tbk dan PT Modernland Property Tbk yang telah membangun bisnis properti di daerah serpong dan tangerang. PT Summarecon Agung Tbk mengembangkan produk seperti summarecon mal serpong, perumahan, menara perkantoran, dan mengembangkan fasilitas penunjang seperti lapangan golf, klub rekreasi, rumah sakit dan sekolah. PT Alam Sutera Realty Tbk mengembangkan produk seperti mal alam sutera, ruko, perumahan, flavor bliss – pusat tempat makan, kawasan perkantoran dan mengembangkan fasilitas seperti tempat

(19)

pendidikan, mesjid dan pusat olahraga. PT Modernland Realty Tbk mengembangkan kota terpadu seperti modern hill dan kota modern yang mencakup perumahan serta fasilitas seperti sekolah, wisata kuliner , lapangan golf, department store dan pasar swalayan.

b. Potensi masuknya pesaing baru

Perusahaan baru kadang masuk ke industri dengan produk yang berkualitas tinggi, harga produk yang lebih rendah dan sumber daya pemasaran yang tinggi. Hal ini yang membuat pendatang baru menjadi ancaman bagi perusahaan yang telah ada dalam industri. Dalam kasus PT Summarecon Agung Tbk. Pesaing yang bisa masuk ke dalam industri properti memiliki hambatan karena industri ini membutuhkan biaya yang besar dalam pengembangannya, sehingga pendatang baru cenderung sulit dalam memasuki industri properti.

c. Potensi pengembangan produk- produk pengganti

Perkembangan trend arsitektur maupun teknologi bangunan menciptakan produk subtitusi atau produk pengganti. Produk pengganti adalah produk-produk yang mirip dan memiliki fungsi yang sama dengan produk-produk dalam yang telah ada dalam industri. Dalam hal industri properti, PT Summarecon Agung Tbk berkompetisi ketat dengan perusahaan-perusahaan sejenis karena ancaman dari produk pengganti sangat tinggi. Ini menyebabkan banyaknya produk serupa yang di produksi oleh perusahaan pesaing. Misalnya: Hunian berupa rumah digantikan dengan apartemen yang praktis.

(20)

Pemasok dapat mempengaruhi perusahaan berdasarkan posisi tawar yang dilakukan oleh pemasok. Dalam kasus PT Summarecon Agung Tbk. Perusahaan memperoleh bahan baku dengan perjanjian yang telah ditentukan sebelumnya sehingga jika terjadi perubahan kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi harga bahan baku secara umum, tingkat profitabilitas perusahaan tidak akan terlalu terpengaruh karena perusahaan telah membuat perjanjian pembelian dimuka. Namun, kenaikan bahan baku akan mempengaruhi harga penjualan perusahaan pada penjualan berikutnya. PT Summarecon Agung Tbk bekerja sama dengan PT Satya Langgeng Sentosa, PT Adhi Karya, PT Wijaya Kusuma Construction, PT Multibangun Adhitama Konstruksi, PT Mitra Inti Elektrindo, dll. Posisi tawar menawar PT Summarecon Agung Tbk terhadap pemasoknya dinilai cukup rendah karena telah melakukan perjanjian terlebih dahulu.

e. Daya tawar konsumen

Konsumen dapat mempengaruhi industri berdasarkan kekuatan daya belinya. Hal ini disebabkan karena adanya tingkatan-tingkatan ekonomi antara konsumen tingkat bawah, konsumen tingkat menengah kebawah, konsumen menengah keatas dan konsumen high class. Dalam industri properti, konsumen memiliki banyak pilihan untuk pemilihan jasa dalam memenuhi kebutuhannya untuk berinvestasi, tempat tinggal, rekreasi dan tempat perbelanjaannya berdasarkan tingkatan ekonominya. Banyaknya pesaing di bidang industri sejenis misalkan PT Alam Sutera Property Tbk, PT Ciputra Property Tbk, PT Lippo Cikarang Tbk dan PT Modernland Property Tbk menyebabkan tingginya kekuatan tawar konsumen.

(21)

Dari analisa diatas, penulis membuat strategi yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk menghadapi persaingan pada industri.

Kekuatan Rating Alasam

1. Persaingan industri sejenis high Karena ketatnya persaingan dalam memproduksi produk sejenis, kebijakan suatu perusahaan daoat mempengaruhi perusahaan kompetitor

2. Potensi masuknya pesaing baru low Pesaing yang masuk di industry ini dinilai sulit karena dibutuhkan modal yang besar

3.Potensi pengembangan produk pengganti

medium Banyak produk yang dapat digantikan merupakan ancaman bagi perusahaan apalagi jika berasal dari perusahaan kompetitor. Misalnya rumah dengan apartemen mewah.

4. Daya tawar pemasok low Cenderung rendah karena perusahaan telah melakukan kontrak dengan pemasok sehingga jika terjadi perubahan kebijakan pada pemerintah, tingkat profitabilitas perusahaan tidak terlalu berpengaruh.

5. Daya tawar konsumen high industri properti sangat bergantung pada daya tawar konsumennya karena banyaknya perusahaan yang bergerak dalam perusahaan properti serta pilihan-pilihan yang ditawarkan

Tabel 4.6 Lima kekuatan persaingan dalam industri

Dari tabel diatas, selanjutnya penulis mengidentifikasi strategi-strategi yang dapat dilakukan oleh PT Summarecon Agung Tbk. Strategi strategi tersebut adalah :

1. mempertahankan dan menjaga hubungan jangka panjang dengan pelanggan 2. Terus mengembangkan property dengan target pelanggan berpendapatan

menengah keatas

3. Terus memperkuat dan menjaga nama baik perusahaan

4. Berinovasi dalam membuat produk baru.misalkan: perumahan go green 5. Perusahaan harus dapat bernegosiasi harga dengan baik serta melihat kualitas

(22)

6. Mengikuti perkembangan pasar dan melakukan survei serta riset agar dapat memenuhi keinginan konsumennya

IV.2 Analisis Laporan Keuangan

IV.2.1 Analisis Vertikal dan Horizontal

Analisis vertikal dan horizontal memberikan gambaran mengenai posisi akun terhadap pos dasar yang terdapat dalam laporan keuangan dan perubahannya dari tahun ke tahun. Gambaran yang diperoleh digunakan untuk menentukan langkah-langkah kedepan terhadap operasional perusahaan.

Analisis vertikal dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi setiap item dalam laporan keuangan terhadap nilai total (dalam %). Analisa vertikal dalam laporan laba rugi dilakukan dengan membandingkan setiap item dalam laporan dengan total penjualan. Analisa vertikal dalam balance sheet dapat dilakukan dengan cara membagi item aset dengan total aset, membagi item liabilities dengan total liabilities, dan membagi item equity dengan total equity. Hasil perbandingannya dikalikan dengan 100%, sehingga dapat menghasilkan persentase pembanding.

Analisis horizontal dihitung dengan cara membandingkan antara selisih data satu tahun (tahun dasar) dengan tahun lainnya dibagi dengan tahun dasar untuk mengetahui perkembangan dan perubahan-perubahan yang terjadi. Hasil persentase perubahan ini kemudian dievaluasi dan dilihat signifikansinya secara keseluruhan.

(23)

IV.2.1.1 Analisis Vertikal

Analisis vertikal pada Laporan Neraca dapat dilihat dari tabel Analisis Vertikal Neraca pada lampiran L3-L4. Pada tahun 2008, terdapat penurunan pada kas sebesar 0,9% dari tahun 2007 sebesar 8,09%. Namun dari tahun ke tahun kas mengalami kenaikan yang signifikan yaitu pada tahun 2009 sebesar 14,20%, 2010 sebesar 18,25% dan 2011 sebesar 18,47%. Ini menandakan bahwa perusahaan likuid dan tidak mengalami kesulitan jika ingin mengeluarkan dana secara cepat.

Pada tahun 2007, bagian aset di dominasi oleh aset tetap sebesar 59,76%. Pada bagian hutang, hutang jangka pendek dan jangka panjang hanya selisih 1,96%. Pada bagian modal didominasi oleh saldo laba yang belum di tentukan penggunaannya yaitu sebesar 25,71%. Pada tahun 2008 bagian asetnya di dominasi oleh aset tetap yang mencapai 62,14% dari total asetnya. Pada bagian hutang didominasi oleh hutang jangka panjang sebesar 35,29%. Pada bagian modal didominasi oleh saldo laba yang belum ditentukan penggunaannya sebesar 23,03%. Pada tahun 2009 bagian aset di dominasi oleh aset tetap sebesar 59,07%. Pada bagian hutang di dominasi oleh hutang jangka pendek sebesar 35,56%. Pada bagian modal didominasi oleh saldo laba yang belum ditentukan penggunaaanya sebesar 22,04%. Pada tahun 2010 bagian aset didominasi oleh aset lancar sebesar 53,09%. Pada bagian hutang di dominasi oleh hutang lancar sebesar 48,26%. Pada bagian modal di dominasi oleh saldo laba belum ditentukan penggunaannya sebesar 18,95%. Pada tahun 2011 bagian aset di dominasi oleh aset lancar sebesar 58,85%. Pada bagian

(24)

hutang didominasi oleh hutang lancar sebesar 51,02%. Pada bagian modal didominasi oleh saldo laba yang belum ditentukan penggunaannya sebesar 18,34%.

Analisis vertikal pada Laporan Laba Rugi dapat dilihat dari tabel Analisis vertikal Income statement pada lampiran L5 Pada tahun 2007-2011, persentase pendapatan bersih dan COGS terhadap penjualan mengalami fluktuasi. Pada tahun 2007 ke 2008 persentase laba bersih terhadap penjualan mengalami penurunan, sedangkan persentase beban pokok penjualan terhadap penjualan bersih mengalami kenaikan. Penurunan persentase laba bersih terhadap penjualan bersih dikarenakan meningkatnya persentase beban pokok penjualan terhadap penjualan bersih. Hal ini menandakan bahwa perusahaan belum bisa meminimalkan beban pokok penjualan. Pada tahun 2008 ke 2011 terjadi kenaikan pada laba bersih yang signifikan sebesar 9,05% dari 7,43% ke 16,48%. Ini menandakan bahwa perusahaan ini memperlihatkan adanya perbaikan atas kinerjanya perusahaan.

IV.2.1.2 Analisis horizontal

Analisis horizontal pada laporan laba rugi dapat dilihat dari tabel analisis horizontal income statement pada lampiran L6-L7. Pada tabel tersebut dapat dilihat peningkatan dan penurunan dari akun-akun laba rugi yang terjadi dari tahun 2007-2011.

Aset lancar mengalami kenaikan sebesar 260,08% sejak tahun 2007-2010 karena adanya peningkatan yang signifikan terhadap akun persediaan dan pajak di bayar dimuka. Hal ini kurang baik bagi

(25)

perusahaan karena kurang likuid dalam pembayaran hutang untuk kedepannya. Pada tahun 2011 terjadi penurunan aset lancar sebesar 10,51% dari 380,03% ke 369,52% dikarenakan adanya peningkatan penerimaan kas dan biaya di bayar dimuka. Walaupun begitu, persediaan perusahaan terlampau besar, karena pada 2011 terjadi kenaikan yang sangat signifikan sebesar 275,94% dari tahun 2010 252,01% ke 527,95%. Ini berarti perusahaan belum cukup baik dari sisi kinerjanya karena menyimpan persediaan terlalu besar.

Piutang usaha mengalami penurunan pada tahun 2008 sebesar 64,56% dari 229,69% ke 165,13%. Pada tahun 2009 terjadi penurunan sebesar 25,38% dari 165,13% ke 139,75%. Pada tahun 2010 terjadi kenaikan yang signifikan sebesar 82,95% dari 139,75% ke 222,70%. Pada tahun 2011 tejadi penurunan yang signifikan sebesar 143,63% dari 222,70% ke 79,07%. Cepatnya pengconvertan piutang usaha ke kas dapat meningkatkan likuiditas perusahaan.

Kewajiban jangka panjang naik secara signifikan sebesar 86,97% pada tahun 2008 dari 115,02% ke 201,99%. Pada tahun 2009 terjadi penurunan sebesar 20,73% dari 201,99% ke 181,26%. Pada tahun 2010 terjadi penurunan 20,53% dari 181,26% ke 160,73%. Pada tahun 2011 naik secara signifikan sebesar 74,2% dari 160,73% ke 234,93%. Penigkatan kewajiban jangka panjang harus dikurangi karena kemungkinan tidak terbayarnya kewajiban tersebut semakin tinggi, sehingga akan sulit memperoleh peminjaman dari pihak kertiga seperti bank.

(26)

Ekuitas mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari tahun 2007 – 2011, terjadi kenaikan ekuitas sebesar 98,28% dari 154,27% pada tahun 2007 ke 252,55% pada tahun 2011, Peningkatan ekuitas terjadi karena meningkatnya saldo laba terutama sejalan dengan pencapaian laba bersih di tahun tersebut. Walaupun begitum peningkatan modal dibarengi dengan peningkatan kewajiban yang member pengaruh negative terhadap perusahaan.

Analisis horizontal laba rugi dapat dilihat pada lampiran L8.Penjualan bersih mengalami kenaikan pada tahun 2008 sebesar 24,85% dari 106,42 ke 131,27%. Pada tahun 2009 mengalami penurunan 7,19% dari 131,27% ke 124,08%. Dari tahun 2010-2011 mengalami kenaikan signifikan sebesar 120,35% dari tahun 2009 124,08% ke 244,43% pada tahun 2011,

Laba bersih mengalami penurunan pada tahun 2008 sebesar 39,09% dari 95,05% ke 56,00%. Namun pada tahun 2009-2011 terjadi peningkatan yang signifikan sebesar 131,69% dari 99,55% pada tahun 2009 ke 231,24% tahun 2011, Meskipun begitu, perusahaan belum mampu untuk memanfaatkan beban usaha karena beban usaha dari tahun ke tahun naik secara signifikan sebesar 128,15% sejak tahun 2007 sampai 2011,

IV.2.2 Analisis Rasio

IV.2.1 Analisis Rasio Likuiditas

Aspek likuiditas merupakan analisa rasio perusahaan dalam hal mengukur kemampuan perusahaan dalam hal memenuhi kewajiban jangka

(27)

pendek dengan menggunakan aset lancar yang dimilikinya. Analisis ini dapat digunakan oleh manajemen untuk mengetahui efisiensi modal kerja yang digunakan dan untuk kreditor jangka panjang serta pemegang saham yang ingin mengetahui deviden atau pendapatan bunga dimasa yang akan datang. Beberapa rasio likuiditas antara lain :

IV.2.1.1 Current Ratio

Tabel 4.6 Perhitungan current ratio

Gambar 4.1 Hasil perhitungan Current Ratio

Current ratio menunjukkan kemampuan aset lancar yang dimiliki oleh PT Summarecon Agung Tbk dalam menjamin hutang jangka pendeknya. Semakin besar angkanya semakin baik bagi perusahaan.

Current ratio = Current asset Current liability 2007 2008 2009 2010 2011 SMRA 129,64% 163,43% 108% 110% 115,34% Rata-rata industri 485,31% 427.32% 420% 318% 199,53% ASRI 499,53% 514,60% 108% 209,47% 150,81% CTRP 1180,64% 966,45% 381,75% 782,10% 274,43% LPCK 400,13% 348,61% 299,98% 355,55% 345,90% MDLN 216,63% 143,51% 112,19% 134,45% 111,19%

(28)

Pada tahun 2007 current ratio PT Summarecon Agung Tbk sebesar 129,64% atau 1,3kali. Ini berarti setiap Rp1,- hutang lancar dijamin aset lancar sebesar Rp 1.3,-. Angka ini terus berfluktuasi pada setiap tahunnya. Disini dapat dilihat peningkatan yang signifikan pada tahun 2008 sebesar 33,79% karena adanya penurunan hutang jangka pendek dan peningkatan pada aset lancar. Pada tahun 2009 menurun sebesar 55,37% disebabkan karena adanya kenaikan pada aset lancar disertai kenaikan yang signifikan dari hutang lancar berupa uang muka yang diterima dari pihak ke 3 sebesar Rp.1.223.280.352.000,- yang dimiliki oleh PT Summarecon Agung Tbk. Ini merupakan angka yang terendah selama tahun 2007-2011, Pada tahun 2010 hanya meningkat 1,96% karena hasil analisis horizontal ditunjukkan bahwa adanya peningkatan aset lancar sebesar 180,95% namun diikuti oleh meningkatnya hutang lancar sebesar 237,02%. Pada tahun 2011 meningkat sebesar 5,32% karena dalam analisis vertikal terjadi kenaikan pada aset lancar sebesar 5,76%, dan penurunan terhadap hutang lancar sebesar 0,9%. Dengan rata-rata current ratio dari tahun 2007-2011 didapatkan rata-rata current ratio sebesar 125,30 % yang menyatakan bahwa PT Summarecon Agung Tbk tidak cukup baik dalam mencerminkan modal kerja perusahaan.

Berdasarkan hasil rata-rata industri current ratio PT Summarecon Agung Tbk berada di bawah rata-rata industri. Ini disebabkan bahwa PT Ciputra Property Tbk, PT Alam Sutera Property Tbk, dan PT Lippo Cikarang Tbk memiliki current ratio yang jauh lebih besar daripada PT

(29)

Summarecon Agung Tbk dan PT Modernland Property Tbk. Perbedaan terjauh terjadi pada tahun 2007 dimana rata-rata industri mencapai 485,31% sedangkan Current ratio pada PT Summarecon Agung Tbk hanya 129,64%. Ini disebabkan pada tahun 2007 PT Alam Sutera Property Tbk, PT Ciputra Property Tbk dan PT Lippo Cikarang Tbk mengalami peningkatan sehingga mempengaruhi rata-rata industri.

Pada tahun 2008, PT Summarecon Agung Tbk mengalami peningkatan sedangkan rata-rata industri mengalami penurunan. Ini disebabkan karena berdasarkan analisis horizontal, terdapat peningkatan pada current asset sebesar 28,14% diiringi dengan penurunan pada current liability sebesar 2,65%.

Pada tahun 2009, PT Summarecon Agung Tbk mengalami penurunan yang signifikan menjadi 108% sedangkan rata-rata industri mengalami penurunan menjadi 420%. Ini disebabkan karena penurunan current ratio yang signifikan pada PT Ciputra Property Tbk, PT Lippo Cikarang Tbk dan PT Alam Sutera Property Tbk serta PT Summarecon Agung Tbk sehingga mempengaruhi rata-rata industri.

Pada tahun 2010, current ratio PT Summarecon Agung Tbk meningkat sebesar 2% sedangkan rata-rata industri mengalami penurunan sebesar 102%. Ini disebabkan karena penurunan current ratio yang signifikan pada PT Alam Sutera Property Tbk sebesar 172,28% dan PT Ciputra Property Tbk sebesar 413,72% yang sangat mempengaruhi rata-rata industri.

(30)

Pada tahun 2011, PT Summarecon Agung Tbk memiliki current ratio sebesar 115,34% sedangkan rata-rata industri 199.53%. Dari tahun ke tahun rata-rata industri cenderung mengalami penurunan.

IV.2.1.2 Acid test ratio

Acid test Ratio = Current Asset - inventory Current Liabilities 2007 2008 2009 2010 2011 SMRA 79,64% 78,90% 63,11% 65,86% 49,01% Rata-rata industri 318,70% 253,98% 289,26% 207,46% 92,42% ASRI 133,13% 103,90% 92,73% 64,79% 52,39% CTRP 1178,31% 964,34% 1193,63% 780,39% 273,57% LPCK 42,04% 36,55% 35,79% 38,45% 32,80% MDLN 160,38% 86,19% 61,04% 87,84% 54,33%

Tabel 4.8 Perhitungan Acid Test Ratio

Gambar 4.3 Perbandingan Acid Test ratio

Acid test ratio menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan membayar hutang jangka pendeknya tanpa menggunakan persediaannya. Rasio ini semakin besar semakin baik. PT Summarecon Agung Tbk setiap tahun mengalami fluktuasi pada rasio ini. Pada tahun 2007, acid test ratio sebesar 79,64% atau 0,79 kali yang berarti PT Summarecon Agung Tbk hanya memiliki kemampuan membayar Rp 1,- hutang jangka pendeknya dengan aset tanpa persediaan sebesar Rp0.79,-.

(31)

Pada tahun 2008 menurun 0,27% menjadi 78,90%. Pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 25,79%. Pada tahun 2010 naik sebesar 2,75%. Pada tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan sebesar 16,85%.

Acid test ratio PT Summarecon Agung Tbk berada di bawah current ratio nya. Ini disebabkan karena sebagian besar jumlah aset lancar PT Summarecon Agung Tbk berasal dari persediaan. Pada tahun 2006 aset lancar sebesar Rp1.022.592.254.000,- sedangkan persediaannya Rp394.339.633.000,- ini berarti sepertiga aset lancar PT Summarecon Agung Tbk di dominasi oleh persediaan.

Acid test ratio PT Summarecon Agung Tbk berada di bawah rata-rata industri. Ini disebabkan karena PT Ciputra Property Tbk, PT Modernland Property Tbk dan PT Alam Sutera Property Tbk acid test ratio nya jauh lebih besar daripada PT Summarecon Agung Tbk. Pada tahun 2007, rata-rata industri 318,70% sedangkan PT Summarecon Agung Tbk hanya 79,64%. Ini merupakan jarak terjauh antara PT Summarecon dan rata-rata industri selama 2007-2011, Pada tahun 2008, acid test ratio PT Summarecon Agung Tbk 78,90% sedangkan rata-rata industri 253,98%. Ini disebabkan karena meningkatnya persediaan dari PT Summarecon Agung Tbk dari Rp394.339.633.000,- menjadi Rp 653.760.564.000,- sehingga hal ini memperburuk acid test ratio pada PT Summarecon Agung Tbk. Pada tahun 2009, acid test ratio pada PT Summarecon Agung Tbk mengalami penurunan menjadi 63,11% sedangkan rata-rata industri mengalami kenaikan signifikan sebesar

(32)

35,28% menjadi 289,26%. Ini disebabkan karena meningkatnya jumlah kewajiban jangka pendek PT Summarecon Agung Tbk sebesar Rp812.513.753.000,- Pada tahun 2010, acid test ratio pada PT Summarecon Agung Tbk sebesar 65,86% sedangkan rata-rata industri mengalami penurunan menjadi 207,46%. Ini disebabkan karena terjadinya penurunan rasio ini pada PT Ciputra Property Tbk dan PT Alam Sutera Property Tbk sehingga mempengaruhi rata-rata industri. Pada tahun 2011, terjadi penurunan pada PT Summarecon Agung Tbk menjadi 49,01% dan rata-rata industri juga mengalami penurunan yang signifikan sebesar 115,04% menjadi 92,42%.

IV.2.1.3 Receivables Turnover

Receivables Turnover = Sales

Average Net Receivables

2007 2008 2009 2010 2011 SMRA 7,21x 13,72x 15,50x 11,79x 9,26x Rata-rata industri 34,21x 30,44x 18,36x 17,38x 15,27x ASRI 39,79x 14,75x 11,28x 33,80x 44,74x CTRP 78,93x 83,15x 36,40x 10,19x 7,32x LPCK 39,53x 38,18x 24,77x 24,86x 8,23x MDLN 5,59x 2,38x 3,87x 6,25x 6,81x

Tabel 4. 9 Perhitungan Receivables Turnover

(33)

Receivables turnover mengukur berapa lama waktu yang diperlukan PT Summarecon Agung Tbk untuk mendapatkan pelunasan piutang usaha yang dimilikinya. Semakin tinggi rasio ini semakin baik bagi perusahaan karena semakin cepat piutang usaha tertagih sehingga semakin baik likuiditas perusahaan dan mencegah piutang yang tidak tertagih. Receivables turnover pada PT Summarecon Agung Tbk mengalami fluktuasi pada setiap tahunnya.

Pada tahun 2007, receivables turnover nya sebesar 7,21 kali yang berarti dalam 1 tahun terdapat 7,21 kali penagihan piutang usaha. Pada tahun 2008 terdapat peningkatan sebesar 6,51 kali sehingga menjadi 13,72 kali. Pada tahun 2009 terjadi peningkatan sebesar 1,78 kali menjadi 15,50 kali. Pada tahun 2010, terjadi penurunan sebesar 3,71 kali menjadi 11,79 kali. Pada tahun 2011, terjadi penurunan sebesar 2,53 kali menjadi 9,26 kali. Ini disebabkan karena adanya peningkatan pada piutang usaha yang tidak seimbang dengan peningkatan pada total aset.

Berdasarkan hasil rata-rata industri, receivables turnover PT Summarecon Agung Tbk selama tahun 2007-2011 berada di bawah rata-rata industri. Ini disebabkan karena perusahaan kompetitornya seperti PT Alam Sutera Property Tbk, PT Ciputra Property Tbk dan PT Lippo Cikarang Tbk receivables turnover nya jauh lebih besar daripada PT Summarecon Agung Tbk dan PT Modernland Property Tbk sehingga hal tersebut mempengaruhi rata-rata industri.

Pada tahun 2007, PT Summarecon Agung Tbk sebesar 7,21 kali sedangkan rata-rata industri sebesar 34,21 kali. Pada tahun 2008, PT Summarecon Agung Tbk sebesar 13,72 kali sedangkan rata-rata industri

(34)

mengalami penurunan menjadi 30,44 kali. Ini disebabkan karena adanya penurunan yang signifikan pada PT Alam Sutera Property Tbk sebesar 25,04 kali menjadi 14,75 kali. Pada tahun 2009, PT Summarecon Agung Tbk sebesar 15,50 kali sedangkan rata-rata industri menurun 12,08 kali menjadi 18,36 kali. Penurunan yang signifikan pada rata-rata industri dipengaruhi oleh penurunan PT Ciputra Property Tbk sebesar 46,25 kali dan PT Lippo Cikarang Tbk sebesar 13,41 kali.

Pada tahun 2010, PT Summarecon Agung Tbk sebesar 11,79 kali sedangkan rata-rata industri mengalami penurunan sebesar 0,98 kali menjadi 17,38 kali. Pada tahun 2011, PT Summarecon Agung Tbk sebesar 9,26 kali sedangkan rata-rata industri sebesar 15,27 kali.

IV.2.1.4 Working Capital Turnover

Working Capital Turnover = Sales

Operating Working Capital

2007 2008 2009 2010 2011 SMRA 4,39x 2,58x 9,37x 5,71x 3,72x Rata-rata industri 1,15x 0,92x 3,08x 1,67x 2,28x ASRI 0,23x 0,28x 0,22x 0,46x 1,12x CTRP 0,19x 0,21x 0,24x 0,29x 0,68x LPCK 0,26x 0,41x 0,46x 0,48x 0,85x MDLN 0,69x 1,12x 5,11x 1,39x 5,04x

(35)

Gambar 4.5 perbandingan Working Capital Turnover

Working Capital Turnover digunakan untuk mengukur seberapa besar

kemampuan modal kerja (netto) yang berputar pada suatu periode siklus kas (cash cycle) yang terdapat diperusahaan. Dimana semakin tinggi rasio ini maka semakin baik bagi perusahaan.

Pada tahun 2007, Working capital turnover PT Summarecon Agung Tbk sebesar 4,39 kali. pada tahun 2008 menurun menjadi 2,58 kali. pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 9,37 kali. pada tahun 2010 menurun menjadi 5,71 kali. Ini dikarenakan adanya peningkatan pada penjualan namun diikuti peningkatan pada current liabilities perusahaan, Pada tahun 2011 menjadi 3,72 kali.

Berdasarkan hasil rata-rata industri, PT Summarecon Agung Tbk berada diatas rata-rata industri. Ini disebabkan karena perusahaan kompetitornya seperti PT Alam Sutera Property Tbk, PT Ciputra Property Tbk, PT Lippo Cikarang Tbk dan PT Modernland Property Tbk. Pada tahun 2007, rata-rata industri menunjukkan working capital turnover sebesar 1,15 kali sedangkan PT Summarecon Agung Tbk sebesar 4,39 kali. Pada tahun 2008 terjadi penurunan pada PT Summarecon Agung Tbk sehingga menjadi 2,58 kali sedangkan rata-rata industri mengalami penurunan sebesar 0,23 kali menjadi 0,92 kali.

Pada tahun 2009, rata-rata industri mengalami kenaikan sebesar 2,16 kali menjadi 3,08 kali sedangkan PT Summarecon Agung Tbk mengalami kenaikan 6,79 kali sehingga menjadi 9,37 kali. Walaupun PT Alam Sutera Property Tbk mengalami penurunan, namun kenaikan rata-rata industri di

(36)

pengaruhi oleh kenaikan PT Modernland Property Tbk dan PT Summarecon Agung Tbk. Pada tahun 2010, terjadi penurunan pada rata-rata industri sebesar 1,41x menjadi 1,67x sedangkan PT Summarecon Agung Tbk mengalami penurunan sebesar 3,66x menjadi 5,71x. Walaupun terjadi kenaikan pada PT Alam Sutera Property Tbk dan PT Ciputra Property Tbk namun tidak mempengaruhi rata-rata industri.

Pada tahun 2011, rata-rata industri mengalami kenaikan 0,61 kali menjadi 2,28 kali sedangkan PT Summarecon Agung Tbk mengalami penurunan 1,99 kali menjadi 3,72 kali. Ini disebabkan karena adanya kenaikan working capital turnover pada semua perusahaan competitor PT Summarecon Agung Tbk sehingga mempengaruhi rata-rata industri.

IV.2.1.5 Inventory Turnover

Inventory Turnover = COGS

Average Inventory 2007 2008 2009 2010 2011 SMRA 1,10x 1,44x 0,87x 0,94x 0,65x Rata-rata industri 6,94x 6,60x 8,03x 9,03x 10,75x ASRI 0,19x 0,24x 0,15x 0,19x 0,25x CTRP 32,36x 30,53x 38,79x 43,25x 51,63x LPCK 0,11x 0,19x 0,20x 0,23x 0,43x MDLN 0,92x 0,59x 0,13x 0,55x 0,82x

Tabel 4.11 Perhitungan Inventory Turnover

(37)

Inventory Turnover menunjukkan kemampuan PT Summarecon Agung Tbk untuk memutar dana persediaan dan efisiensi pengolahan persediaan dalam suatu periode. Pada PT Summarecon Agung Tbk terlihat adanya fluktuasi dari tahun ke tahun dan cenderung mengalami penurunan.

Pada tahun 2007, inventory turnover PT Summarecon Agung Tbk sebesar 1,1 kali dan berada di bawah rata-rata industri. Ini disebabkan karena perbedaan inventory turnover yang sangat besar terhadap PT Ciputra Realty Tbk sehingga mempengaruhi rata-rata industri. Pada tahun 2008, inventory turnover PT Summarecon Agung Tbk meningkat menjadi 1,44 kali sedangkan rata-rata industri 6,60 kali. Ini disebabkan karena adanya peningkatan COGS diiringi persediaan pada analisis horizontal. Pada tahun 2009, inventory turnover PT Summarecon Agung Tbk menurun menjadi 0,87 kali sedangkan rata-rata industri mengalami kenaikan menjadi 8,03 kali. Pada tahun ini industri banyak mengalami penurunan seperti PT Alam Sutera Realty Tbk dan PT Modernland Realty Tbk namun tetap tidak mempengaruhi rata-rata industri. Pada tahun 2010, terjadi kenaikan pada inventory turnover PT Summarecon Agung Tbk menjadi 0,94 kali sedangkan rata-rata industri 9,03 kali. Pada tahun 2011, terjadi penurunan pada inventory turnover PT Summarecon Agung menjadi 0,65 kali sedangkan rata-rata industri mengalami kenaikan menjadi 10,75 kali disebabkan karena dalam analisis horizontal, persediaan naik secara signifikan menjadi 528% sedangkan COGS nya hanya 240,47%. Ini merupakan perbedaan paling signifikan yang terjadi selama tahun 2007-2011.

(38)

IV.2.2 Analisis Rasio Solvabilitas

Analisis Solvabilitas merupakan analisa rasio perusahaan dalam hal mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya apabila perusahaan tersebut di likuidasi. Semakin tinggi rasio solvabilitas maka semakin tinggi pula resiko kerugian yang dihadapi. Apabila perusahaan memiliki rasio solvabilitas yang rendah tentu mempunyai resiko kerugian yang kecil.

IV.2.2.1 Debt Ratio to Total Asset

Tabel 4.12 Perhitungan Debt Ratio to Total Asset

Gambar 4.7 Perbandingan Debt Ratio to Total Asset

Rasio ini digunakan untuk mengetahui persentase dana yang disediakan oleh para kreditor. Semakin kecil angkanya semakin bagus pula kinerja perusahaan. Namun biasanya manajemen lebih menginginkan rasio yang lebih

Debt ratio to total asset = Total Liabilities Total Asset 2007 2008 2009 2010 2011 SMRA 50,12% 56,59% 61,33% 64,86% 69,42% Rata-rata industri 45,03% 43,21% 44,37% 46,97% 49,99% ASRI 42,57% 42,34% 45,64% 51,69% 53,61% CTRP 10,64% 7,24% 5,94% 6.80% 16,40% LPCK 64,29% 66,26% 67,86% 66,24% 59,77% MDLN 57,55% 43,60% 41,06% 45,24% 50,77%

(39)

besar untuk menjaga kelancaran usaha perusahaan. Debt ratio to total asset pada PT Summarecon Agung Tbk terus mengalami peningkatan pada tiap tahunnya, ini kurang baik bagi perusahaan karena menunjukkan peningkatan hutang daripada aset yang dimiliki oleh PT Summarecon Agung Tbk.

Pada tahun 2007, debt to total asset pada PT Summarecon Agung Tbk sebesar 50,12% yang berarti bahwa kreditor menyediakan dana sebesar 50,12% dan 49,88% adalah dana dari PT Summarecon Agung Tbk. Pada tahun 2008 -2011 terjadi peningkatan yang signifikan sebesar 12,83% tahun 2008 sebesar 56,59% ke 69,42%. Ini berarti dana dari kreditor melebihi dari dana PT Summarecon Agung Tbk sendiri. Dalam analisis horizontal, total hutang dari tahun 2007-2011 meningkat dari 124,95% ke 462,69% yang berarti meningkat hingga 337,74% sedangkan asetnya meningkat dari 138,22% ke 369,52%. Berarti peningkatan aset hanya 231,3% yang tidak sebanding dengan peningkatan hutang PT Summarecon Agung Tbk.

Berdasarkan rata-rata industri PT Summarecon Agung Tbk berasa diatas rata-rata industri. Yang berarti berada di atas kompetitornya seperti PT Ciputra Property Tbk, PT Alam Sutera Property Tbk, dan PT Modernland Property Tbk. Debt ratio to total asset PT Summarecon Agung Tbk tahun 2007 sebesar 50,12% sedangkan rata-rata industri 45,03%. Pada tahun 2008, debt ratio nya meningkat menjadi 56,59% sedangkan rata-rata industri mengalami penurunan menjadi 43,21%. Ini dikarenakan adanya penurunan debt to total asset pada PT Modernland Property Tbk sebesar 13,95% dan PT Ciputra Property Tbk sebesar 1,3% sehingga mempengaruhi rata-rata industri. Pada tahun 2009, debt ratio PT Summarecon Agung Tbk mengalami peningkatan sebesar 4,74% dan debt ratio

(40)

to total asset rata-rata industri mengalami kenaikan sebesar 1,16%. Ini merupakan perbedaan paling signifikan selama tahun 2007-2011. Pada tahun 2010, debt ratio to total asset PT Summarecon Agung Tbk dan rata-rata industri mengalami peningkatan. Pada PT Summarecon Agung Tbk naik sebesar 3,53% dan pada industri rata-rata naik sebesar 2,6%. Pada tahun 2011, debt ratio to total asset pada PT Summarecon Agung Tbk naik sebesar 4,56% dan rata-rata industri naik sebesar 3,02%.

IV.2.2.2 Debt to Total Equity ratio

Debt ratio to total equity = Total Liabilities Total Equity 2007 2008 2009 2010 2011 SMRA 100,86% 130,92% 159,25% 186,09% 226,96% Rata-rata industri 100,65% 97,30% 106,18% 115,98% 122,93% ASRI 74,44% 73,75% 84,30% 107,39% 115,57% CTRP 12,33% 8,10% 6,55% 7,54% 20,38% LPCK 180,06% 196,41% 211,17% 196,23% 148,58% MDLN 135,56% 77,30% 69,65% 82,63% 103,14%

Tabel 4.13 Perhitungan Debt to Total Equity Ratio

Gambar 4.8 Perbandingan Debt to total Equity ratio

Debt to total equity ratio menunjukkan perbandingan antara kewajiban terhadap modal perusahaan. Pada PT Summarecon Agung Tbk terjadi peningkatan pada setiap tahunnya. Hal ini tidak diinginkan oleh investor maupun

(41)

kreditor, semakin besar rasio ini semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar resiko yang ditanggung jika terjadi kerugian. Sebaliknya,rasio ini semakin kecil angka yang dihasilkan semakin baik, karena semakin rendah rasio ini menunjukkan semakin besar dana yang disediakan oleh pemegang saham dan semakin kecil resiko para pemberi pinjaman jika perusahaan mengalami kerugian.

Pada tahun 2007, debt to total equity pada PT Summarecon Agung Tbk sebesar 100,86% yang berarti bahwa total hutang lebih besar daripada modal yang dimiliki oleh PT Summarecon Agung Tbk. Selama tahun 2008-2011 terjadi peningkatan yang sangat signifikan sebesar 96,04 dari tahun 2008 sebesar 130,92% ke 226,96%. Pada tahun 2011, Ini dikarenakan karena adanya peningkatan signifikan mengenai total hutang yang tidak diseimbangi dengan modal yang diperoleh. Berdasarkan laporan analisis horizontal, total hutang meningkat sebesar 337,74% selama tahun 2007-2011 sedangkan total ekuitas hanya meningkat sebesar 98,28% selama tahun 2007-2011,

PT Summarecon Agung Tbk berada diatas rata-rata industri dalam tahun 2007-2011, Walaupun PT Lippo cikarang memiliki debt to total equity yang lebih besar daripada PT Summarecon Agung Tbk namun tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap rata-rata industri karena perusahaan-perusahaan lainnya memiliki debt to total equity yang jauh lebih rendah daripada PT Summarecon Agung Tbk.

Debt to total equity pada rata-rata industri mengalami fluktuasi, sedangkan pada PT Summarecon Agung Tbk mengalami peningkatan tiap tahunnya. Tahun 2011 merupakan jarak terjauh antara rasio dari rata-rata

(42)

industry dan rasio dari PT Summarecon Agung Tbk mengalami peningkatan 40,87% sedangkan rata-rata industri mengalami penurunan 5,31%.

IV.2.2.3 Long Term Debt to Equity Ratio

Tabel 4.14 Perhitungan Long Term Debt to Equity Ratio

Gambar 4.9 Perbandingan Long term debt to equity ratio

Long term debt to equity ratio menunjukkan bagian modal yang dijadikan hutang jangka panjang perusahaan. semakin kecil rasio ini, semakin baik pada perusahaan karena semakin kecil dana perusahaan yang dijadikan hutang jangka panjang. Berdasarkan hasil analisis horizontal terjadi fluktuasi terhadap long term liability dan total ekuitas sehingga menyebabkan adanya fluktuasi terhadap rasio long term debt to equity ratio.

Long Term debt to equity = Long term debt Total equity 2007 2008 2009 2010 2011 SMRA 48,46% 81,63% 66,92% 47,63% 60,15% Rata-rata industri 67,48% 62,56% 58,11% 53,28% 45,67% ASRI 54,83% 73,75% 51,24% 38,97% 28,24% CTRP 7,68% 2,65% 2,61% 2,39% 9,70% LPCK 134,6% 139,66% 140,48% 137,79% 95,73% MDLN 91,55% 36,35% 29,30% 39,60% 34,51%

(43)

Berdasarkan rata-rata industri, PT Summarecon Agung Tbk masih berada diatas rata industri walaupun ada beberapa tahun lebih kecil dari rata-rata industri. Walaupun PT Lippo Cikarang Tbk memiliki long term deb to total equity ratio yang lebih besar daripada PT Summarecon Agung Tbk, namun tidak terlalu mempengaruhi rata-rata industri karena PT Ciputra Property Tbk memiliki rasio long term debt to total equity ratio yang jauh lebih kecil daripada PT Summarecon Agung Tbk.

Long term debt to total equity ratio pada PT Summarecon Agung Tbk tahun 2007 sebesar 48,46% sedangkan rata-rata industri 67,48%. Pada tahun 2008, PT Summareconn Agung Tbk mengalami kenaikan menjadi 81,63% sedangkan rata-rata industri mengalami penurunan menjadi 62,56%. Ini dikarenakan tidak seimbangnya kenaikan long term liability dengan total equity PT Summarecon Agung Tbk. Dalam hasil analisis horizontal, terjadi kenaikan yang signifikan terhadap long term liability sebesar 86,97% sedangkan total ekuitas hanya mengalami kenaikan 6,55%. Pada tahun 2009, terjadi penurunan sebesar 14,71% pada PT Summarecon Agung Tbk sedangkan rata-rata industri mengalami penurunan sebesar 4,45%. Ini disebabkan karena adanya penurunan rasio ini pada PT Alam Sutera Property Tbk sehingga mempengaruhi rata-rata industri. Pada tahun 2010, PT Summarecon Agung Tbk dan rata-rata industri mengalami penurunan pada rasio ini. PT Summarecon Agung Tbk menjadi 47,63% sedangkan rata-rata industri menjadi 53,28%. Pada tahun 2011, terjadi kenaikan long term debt to equity ratio pada PT Summarecon Agung Tbk menjadi 60,15% sedangkan pada rata-rata industri menjadi 45,67%.

(44)

IV.2.3 Analisis Rasio Profitablilitas

Analisis rasio profitabilitas merupakan rasio untuk mengukur tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan selama periode tertentu.

IV.2.3.1 Net Profit Margin

Tabel 4.15 Perhitungan Net Profit Margin

Gambar 4.10 Perbandingan Net Profit Margin

Net profit margin mengukur jumlah laba bersih pada penjualan yang dilakukan oleh perusahaan. Semakin besar rasio ini akan semakin baik pada perusahaan.

PT Summarecon Agung Tbk mengalami fluktuasi net profit margin pada setiap tahunnya. Pada tahun 2007, net profit margin pada PT Summarecon Agung Tbk adalah 15,56%. Artinya setiap Rp1,- pendapatan usaha PT Summarecon Agung Tbk menghasilkan laba bersih sebesar Rp1.15,- Sedangkan

Net Profit Margin = Net Income

Sales 2007 2008 2009 2010 2011 SMRA 15,56% 7,43% 13,97% 13,77% 16,62% Rata-rata industri 13,59% 17,00% 13,62% 25,68% 28,98% ASRI 6,59% 13,51% 23,29% 37,96% 43,64% CTRP 27,23% 57,78% 21,99% 43,68% 36,05% LPCK 6,97% 5,12% 7,95% 16,14% 28,55% MDLN 11,60% 1,15% 0,90% 16,85% 20,05%

(45)

rata-rata industri. Pada tahun 2008, terjaadi penurunan 8,13% sehingga menjadi 7,43%. Pada tahun 2009, terjadi kenaikan yang signifikan menjadi 13,97%. Pada tahun 2010 terjadi penurunan sebesar 0,2% sehingga menjadi 13,77%. Pada tahun 2011 terjadi kenaikan sehingga sebesar 2,85% menjadi 16,62%.

Berdasarkan rata-rata industri, pada tahun 2007 PT Summarecon Agung Tbk berada di atas rata-rata industri dengan angka 15,56% sedangkan rata-rata industri hanya 13,59%. Ini disebabkan rendahnya net profit margin dari PT Alam Sutera Property Tbk, dan PT Lippo Cikarang Tbk sehingga mempengaruhi rata-rata industri.

Pada tahun 2008, PT Summarecon Agung Tbk berada di bawah rata-rata industri karena mengalami penurunan, ini disebabkan karena dalam analisis horizontal, terjadi peningkatan penjualan namun diiringi dengan peningkatan pada beban pokok penjualan dan beban langsung sehingga mempengaruhi net income.

Pada tahun 2009, rasio net profit margin PT Summarecon Agung Tbk lebih besar daripada rata-rata industri. Berdasarkan analisis horizontal yang dilakukan pada PT Summarecon Agung Tbk terjadi penurunan pada beban pokok penjualan sehingga mempengaruhi net income sedangkan pada rata-rata industri terjadi penurunan net profit margin yang signifikan pada PT Ciputra Property Tbk sehingga mempengaruhi rata-tata industri.

Pada tahun 2010 terjadi penurunan net profit margin pada PT Summarecon Agung Tbk sebesar 0,2% menjadi 13,77% sedangkan rata-rata industri mengalami kenaikan 12,06% menjadi 25,68%. Ini disebabkan semua perusahaan mengalami kenaikan pada rasio ini sehingga mempengaruhi rata-rata

(46)

industri. Tahun 2010 merupakan jarak terjauh antara PT Summarecon Agung Tbk dan rata-rata industri. P

ada tahun 2011, rasio net profit margin PT Summarecon Agung Tbk tetap berada di bawah rata-rata industri walaupun mengalami peningkatan sebesar 2,85% menjadi 16,62%, namun rata-rata industri juga mengalami kenaikan sebesar 3,3% menjadi 28,98%.

IV.2.3.2 Asset Turnover

Tabel 4.7 Perhitungan Asset Turnover

Gambar 4.2 Perbandingan Asset Turnover

Asset Turnover = Sales

Total Asset 2007 2008 2009 2010 2011 SMRA 0,34x 0,35x 0,27x 0,28x 0,29x Rata-rata industri 0,16x 0,18x 0,17x 0,18x 0,25x ASRI 0,10x 0,14x 0,11x 0,17x 0,23x CTRP 0,08x 0,09x 0,09x 0,09x 0,10x LPCK 0,12x 0,20x 0,21x 0,24x 0,44x MDLN 0,15x 0,11x 0,15x 0,11x 0,19x

(47)

Perputaran total aset mengukur perputaran dari seluruh aset yang dimiliki oleh PT Summarecon Agung Tbk. Asset turnover pada PT Summarecon Agung Tbk mengalami fluktuasi pada setiap tahunnya. Pada tahun 2007 sebesar 0,34 kali. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan 0,01 kali sehingga perputaran total asetnya menjadi 0,35 kali. Pada tahun 2009 terjadi penurunan sehingga menjadi 0,27 kali. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan 0,01 kali sehingga menjadi 0,28 kali. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan 0,01 kali sehingga menjadi 0,29 kali.

Perputaran total aset PT Summarecon Agung Tbk selama tahun 2007-2011 berada di atas rata-rata industri. Pada tahun 2007, rasio ini menunjukkan angka 0,34 kali sedangkan rata-rata industri hanya 0,16 kali. Ini disebabkan karena pendapatan PT Summarecon Agung Tbk meningkat lebih besar daripada peningkatan total asetnya. Pada tahun 2008, perputaran total aset PT Summarecon mencapai 0,35 kali sedangkan rata-rata industri hanya 0,18 kali. Ini merupakan jarak terjauh selama tahun 2007-2011.

Pada tahun 2009, perputaran total aset PT Summarecon menurun sebesar 0,8 kali menjadi 0,27 kali dan rata-rata industri juga mengalami penurunan sebesar 0,1 kali menjadi 0,17 kali.

Pada tahun 2010, perputaran total aset pada PT Summarecon Agung Tbk mengalami peningkatan menjadi 0,28 kali sedangkan rata-rata industri meningkat 0,1 kali menjadi 0,18 kali. Ini disebabkan Karena adanya pertumbuhan pada PT Lippo Cikarang Tbk sebesar 0,3 kali dan

Gambar

Tabel 4.1 Analisis SWOT
Tabel 4.2 Mendelow Matrix   1.  Minimal effort
Tabel 4.4 Letak dan saluran distribusi produk
Tabel 4.5 Diferensiasi produk
+7

Referensi

Dokumen terkait