• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN KUALITAS FISIK KEJU SEGAR DENGAN BAHAN PENGASAM JUS JERUK NIPIS DAN ASAM SITRAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN KUALITAS FISIK KEJU SEGAR DENGAN BAHAN PENGASAM JUS JERUK NIPIS DAN ASAM SITRAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2006, Hal 18-23 Vol. 1, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

TINJAUAN KUALITAS FISIK KEJU SEGAR DENGAN BAHAN PENGASAM JUS JERUK NIPIS DAN ASAM SITRAT

Physical Quality of Fresh Cheese Acidified by Lime Juice and Citric Acid

Purwadi (1)

1)

Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

Diterima 1 Agustus 2006; diterima pasca revisi 12 September 2006 Layak diterbitkan 8 Agustus 2006

ABSTRACT

A research about fresh cheese production acidified by lime juice compared to citric acid was conducted. The aim of this research was to study of lime juice potency as a fresh cheese acidifier on physical quality. The method used in this research was experimental and designed by completely randomized design. The treatments which examined were A1 = the use of 0,5 % (v/v) lime juice, A2 = the use of 0,05 % (w/v) citric acid, and A3 = the use of 0,25 % (v/v) lime juice combined with 0,025 % (w/v) citric acid. The variables of the research were cheese yield, hardness, slice ability, and elasticity. The result showed that those treatments didn t give significant difference effect (P>0,05) on all variables examined by analysis of variance and Duncan s Multiple Range Test. Based on the result and the discussion, it can be concluded that the acidification by using lime juice was giving the same result on physical quality of fresh cheese, included the use of citric acid or the combination of lime juice with citric acid, so it was proved that lime juice has a high potency as acidifier for fresh cheese.

Keywords: fresh cheese, acidifier, lime juice

PENDAHULUAN

Keju adalah salah satu hasil olahan susu yang telah lama digemari bangsa Eropa dan kini juga makin digemari bangsa Indonesia. Banyak digemarinya keju oleh karena mempunyai zat gizi terutama protein yang sangat tinggi. Menurut Spreer (1998) komponen penyusun utama keju adalah kasein (protein utama pada susu), dan selebihnya terdiri atas protein whey, lemak, laktosa, vitamin, mineral dan air dengan persentase tertentu. Protein susu dikoagulasikan oleh enzim dan/atau melalui pengasaman, selanjutnya koagulum protein

dipisahkan dari fase cairnya, yaitu whey atau serum.

Keju dapat dibuat dari susu yang berasal dari berbagai jenis ternak, namun yang paling lazim digunakan adalah susu sapi (Varnam and Sutherland, 1994; Willman and Willman, 1993). Komposisi susu ternyata berpengaruh terhadap kualitas keju yang dihasilkan dan komponen penyusun susu yang paling berpengaruh terhadap kualitas keju adalah protein (kasein) dan lemak (Varnam and Sutherland, 1994).

Keju dapat dikonsumsi dalam keadaan segar (fresh cheese) dan ada pula yang dikonsumsi setelah mengalami

(2)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2006, Hal 18-23 Vol. 1, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

pematangan (ripened cheese) dengan waktu pematangan yang bervariasi (Spreer, 1998). Berdasarkan teksturnya maka keju yang dikonsumsi dalam keadaan segar tergolong keju lunak, sedangkan keju yang dimatangkan tergolong keju semi lunak sampai sangat keras, tergantung waktu pematangannya (Fox et al., 2000). Baik keju lunak maupun keras semuanya digolongkan menjadi keju alami, karena dibuat secara langsung dari susu, dan selanjutnya keju alami tersebut dapat diolah kembali menjadi keju olahan dengan tekstur lunak sampai semi lunak (Gerdes, 2002).

Tahapan pembuatan keju secara umum diantaranya adalah pasteurisasi, pengasaman, penambahan enzim, pemotongan curd, pemasakan curd, pengurangan whey, pemuluran, pencetakan, pengepresan, penggaraman dan pematangan. Masing-masing jenis keju mempunyai spesifikasi tahapan proses yang berbeda walaupun ada sebagian yang sama.

Pengasaman susu dapat dilakukan dengan menambahkan bakteri starter maupun dengan pengasaman langsung menggunakan asam-asam organik. Macam-macam asam organik yang dapat digunakan sebagai bahan pengasam dalam pembuatan keju adalah asam sitrat, asetat, sulfurat, hidroklorat, laktat, fosforat, dan glukono -lakton. Menurut Everett (2003) penggunaan asam ternyata dapat mempercepat proses, sebab dengan pengasaman langsung, maka pH susu segera turun dari 6,7 menjadi 5,4 tanpa harus menunggu biakan bakteri starter membentuk asam.

Keju pizza yang dibuat dari bahan baku susu penuh ditambah dengan konsentrat protein susu ternyata rendemennya lebih tinggi pada keju yang dibuat dengan pengasaman langsung daripada yang dibuat dengan biakan bakteri starter. Bahan pengasam yang digunakan adalah asam sitrat, sedangkan biakan bakteri starter yang digunakan adalah strain Lactobacillus bulgaricus, ssp. bulgaricus

LB12 dan Streptococcus thermophilus (STC5) (Shakeel-Ur-Rehman et al., 2003).

Pengasaman tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kondisi pH optimum agar protease yang berfungsi menggumpalkan susu menjadi curd dapat aktif secara maksimum. Pengasaman langsung menggunakan ragam asam tersebut diatas utamanya ditujukan untuk mempercepat proses pembentukan curd, sedangkan pembentukan citarasa oleh biakan bakteri starter dengan penggunaan asam tersebut lazim tidak berlangsung, karena citarasa keju lebih didominasi oleh rasa asam yang ditambahkan. Oleh karena itu agar kedua tujuan tersebut dapat tercapai, maka perlu dicari bahan pengasam yang dapat mempercepat proses pembentukan curd, namun citarasa khas keju juga terbentuk, dan diantara bahan alam sebagai sumber asam yang layak untuk dikaji adalah jus jeruk nipis.

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) diduga dapat digunakan sebagai bahan pengasam dalam pembuatan keju, karena menurut Cakrawala IPTEK (2002) buah tersebut mengandung beberapa jenis asam organik diantaranya asam sitrat dan asam askorbat. Hasil penelitian Falade et al. (2003) menunjukkan bahwa jeruk nipis mengandung asam askorbat 29,4 1,4 mg/100g, asam sitrat 4.124 78 mg/100g dan total asam organik 4.187 35,1 mg/100g. Buah tersebut selain mempunyai citarasa asam yang dominan, juga mempunyai citarasa khas jeruk nipis, sehingga bila digunakan dalam pembuatan keju, diharapkan keju yang dihasilkan juga memiliki citarasa khas jeruk nipis tersebut.

Secara garis besar terdapat dua jenis jeruk nipis, yaitu jeruk nipis Mexico (Mexican limes disebut juga Key limes) dalam bahasa Latin disebut Citrus aurantifolia dan jeruk nipis Persia atau Tahiti (Persian atau Tahiti limes) dalam bahasa Latin disebut Citrus latifolia. Jeruk nipis segar mengandung sangat sedikit lemak, mengandung vitamin C yang tinggi

(3)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2006, Hal 18-23 Vol. 1, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

dan hampir tidak mengandung natrium. Satu setengah cangkir jus jeruk nipis segar mengandung 90 % air, 33 kalori, 0,5 g protein, lemak dalam jumlah sedikit, 12 g karbohidrat, dan 36 mg vitamin C (Simonne et al., 2004).

Jeruk nipis mengandung senyawa-senyawa kimia yang bermanfaat untuk kesehatan, diantaranya adalah limonen, linalin asetat, geranil asetat, fellandren, sitral dan asam sitrat. Setiap 100 g buah jeruk nipis mengandung vitamin C sebesar 27 mg, kalsium 40 mg, fosfor 22 mg. karbohidrat 12,4 g, vitamin B1 0,04 mg, zat besi 0,6 mg, lemak 0,1 g, kalori 37 kal, protein 0,8 g dan air 86 g (Cakrawala IPTEK, 2002). Komponen kimiawi jeruk nipis tersebut akan berpengaruh terhadap proses biokimiawi pada pembuatan keju.

Menurut Fox et al. (2000) proses biokimiawi utama yang terjadi pada keju adalah glikolisis, lipolisis dan proteolisis, diantara ketiga proses biokimiawi tersebut yang paling kompleks dan paling penting adalah proteolisis. Proteolisis merupakan proses yang paling menentukan perubahan tekstur dalam hal kekerasan, elastisitas, cohesiveness, fracturability, kemuluran, daya leleh, dan adhesiveness serta citarasa keju. Namun demikian, hasil proteolisis adakalanya menimbulkan rasa pahit pada keju apabila peptida yang dihasilkan berlebihan.

Enzim yang berperan dalam proteolisis adalah protease, yaitu enzim yang bereaksi dengan protein susu untuk menghasilkan koagulum dengan kata lain enzim ini merubah susu dari kondisi cair menjadi padat (Willman and Willman, 1993). Menurut Walstra et al. (1999) enzim tersebut sebagai katalisator suatu reaksi dalam pembentukan gel yang berasal dari protein susu pada pembuatan keju.

Protease tersebut menghidrolsis -kasein secara spesifik pada ikatan Phe105

-Met106 hingga menjadi para-kesein dan

small peptides. Proses ini disebut fase primer pembentukan koagulum atau disebut

juga fase enzimatis. Berikutnya adalah proses terjadinya agregasi misel para-kasein menjadi jaringan gel tiga dimensi yang disebut koagulum. Proses ini disebut fase sekunder pembentukan koagulum atau disebut juga fase non enzimatis (Fox et al., 2000). Proses-proses tersebut sangat dipengaruhi oleh aktivitas enzim dan aktivitas enzim ini dipengaruhi oleh kondisi asam substrat yang dihidrolisis.

MATERI DAN METODE

Bahan-bahan penelitian terdiri atas: susu yang diperoleh dari KUD DAU, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, jeruk nipis yang diperoleh dari Kabupaten Jombang. Jeruk nipis yang digunakan adalah buah jeruk matang optimal, yang berciri kulit berwarna kuning merata dan keadaan segar. Cara pembuatan jus jeruk nipis adalah dengan cara membuang kulit luar, daging buah diiris-iris kemudian diperas dengan menggunakan perasan jeruk. Bahan lain yang digunakan adalah asam sitrat dan protease yang diperoleh dari New England Cheesemaking Supply Company Amerika Serikat.

Peralatan penelitian yang digunakan adalah: bak pengolah keju (cheesevat), termometer, cetakan keju, pengepres keju, panci, pH meter, peralatan untuk mengukur rendemen, kekerasan, daya potong dan elastisitas.

Penelitian ini menggunakan metode percobaan dengan rancangan acak lengkap, terdiri dari 3 perlakuan dan 4 ulangan, dengan rincian perlakuan sebagai berikut: A1 = Penggunaan bahan pengasam jus

jeruk nipis 0,5 % (v/v)

A2 = Penggunaan bahan pengasam asam sitrat 0,05 % (b/v)

A3 = Penggunaan bahan pengasam jus jeruk nipis 0,25 % (v/v) + asam sitrat 0,025 % (b/v).

Penentuan konsentrasi jus jeruk nipis dan asam sitrat didasarkan pada penelitian pendahuluan yang menunjukkan

(4)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2006, Hal 18-23 Vol. 1, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

bahwa konsentrasi jus jeruk nipis yang paling baik untuk menghasilkan keju segar adalah 0,5 % (v/v), konsentrasi asam sitrat adalah 0,05 % (b/v), dan kombinasi kedua jenis bahan pengasam adalah jus jeruk nipis 0,25 % (v/v) dan asam sitrat 0,025 % (b/v).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis ragam terhadap rendemen, kekerasan, daya potong, dan elastisitas keju menunjukkan bahwa penggunaan beberapa jenis bahan pengasam tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05). Rerata rendemen dan karakteristik fisik keju segar hasil penggunaan variasi jenis bahan pengasam susu disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rerata rendemen dan karakteristik fisik keju segar dengan variasi jenis bahan pengasam susu

Rendemen dan komponen

fisik

Jenis bahan pengasam susu jus jeruk nipis

(0,5 %) asam sitrat (0,05 %) jus jeruk nipis (0,25 %) + asam sitrat (0,025 %) Rendemen (%) 12,88 12,54 13,42 Kekerasan (N) 6,29 5,91 4,91 Daya Potong (N) 1,91 1,72 1,53 Elastisitas (%) 38,93 40,97 40,35 Keterangan:

1) Rerata dari 4 ulangan percobaan

2) Tidak ada huruf di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Data dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa analisis jarak berganda Duncan terhadap semua komponen fisik keju tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05). Kecenderungan rerata tertinggi untuk rendemen terdapat pada perlakuan 0,25 % jus jeruk nipis + 0,025 % asam sitrat, sedangkan kecenderungan rerata tertinggi untuk kekerasan dan daya potong terdapat pada perlakuan 0,5 % jus jeruk

nipis, dan rerata elastisitas terdapat pada perlakuan 0,05 % asam sitrat.

Pengasaman susu menggunakan jus jeruk nipis adalah sebagai pengganti asam yang biasanya diproduksi oleh biakan bakteri starter yang berasal dari kelompok bakteri asam laktat dengan produk utamanya asam laktat. Asam ini berperan utama dalam menciptakan kondisi keasaman optimum untuk aktivitas protease yang menstimulasi koagulasi susu menjadi curd.

Tidak adanya perbedaan pengaruh yang nyata (P>0,05) antar perlakuan beberapa macam bahan pengasam terhadap rendemen keju yang dihasilkan, diduga bahwa jus jeruk nipis, asam sitrat dan kombinasi keduanya mempunyai kemampuan yang sama dalam menciptakan kondisi keasaman optimum untuk aktivitas protease. Kondisi ini terbukti bahwa susu yang telah ditambah tiga jenis bahan pengasam mempunyai pH relatif sama, yaitu 6,1, demikian pula pH susu setelah koagulasi dan curd siap dipotong.

Keasaman atau pH susu yang relatif sama mengadakan aktivitas protease mendekati sama, demikian pula apabila pH susu berbeda, maka aktivitas protease sangat tergantung pada pH substrat. Fox et al. (2000) menyatakan bahwa keasaman susu baik yang dihasilkan oleh biakan bakteri starter maupun dengan pengasaman langsung terbukti mempengaruhi aktivitas protease dalam koagulasi protein, dan mempengaruhi kekompakan curd, sehingga dapat mempengaruhi besarnya rendemen keju. Keasaman susu dari ketiga perlakuan relatif sama, sehingga rendemennya juga relatif sama.

Hasil penelitian ini mempunyai kecenderungan yang sama seperti hasil penelitian Metzger et al. (2000) tentang pengasaman susu menggunakan asam sitrat yang menjadikan susu memiliki pH 6,0 dan 5,8. Rerata rendemen sebenarnya (actual yield) hampir sama, berturut-turut 7,22 dan 7,24 %, bahkan apabila dibandingkan

(5)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2006, Hal 18-23 Vol. 1, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

dengan kontrol (menggunakan biakan bakteri starter) diperoleh rendemen hampir sama, yaitu 7,45 %. Terbukti rerata rendemen hasil penelitian ini jauh lebih tinggi daripada hasil penelitian Metzger et al. (2000), yaitu 12,54 13,42 %. Rendemen yang tinggi ini menunjukkan bahwa proses koagulasi yang ditimbulkan oleh protease berjalan dengan baik karena kondisi asam untuk bekerjanya protease cukup optimum.

Penggunaan tiga jenis bahan pengasam pada pembuatan keju segar ternyata menghasilkan keju dengan nilai kekerasan, daya potong dan elastisitas relatif sama. Uji kekerasan (hardness) dimaksudkan untuk mengetahui kekenyalan curd yang dihasilkan, dan uji daya potong (cutting point) dimaksudkan untuk mengetahui kekompakan curd, serta uji elastisitas dimaksudkan untuk mengetahui kelenturan curd dalam kaitannya dengan kemungkinan pengembangan produk berikutnya, misalnya pembuatan keju Mozzarella.

Berdasarkan pembahasan di atas terbukti jus jeruk nipis mempunyai kemampuan setara dengan asam sitrat dalam menciptakan kondisi optimum untuk berlangsungnya aktivitas protease dan koagulasi. Potensi jus jeruk nipis lebih baik daripada asam sitrat karena buah jeruk nipis selain mengandung asam sitrat cukup tinggi juga mengandung beberapa asam yang lain dan mengandung komponen pembentuk citarasa selain asam. Pembuktian telah dilakukan terhadap jus jeruk nipis yang akan digunakan dalam penelitian ini dan terbukti mengandung total asam organik 24,79 gr/100 gr. Hasil penelitian Falade et al. (2003) menguatkan bahwa jus jeruk nipis selain mempunyai kadar asam askorbat 29,4 ± 1,4 mg/100 g, juga mengandung asam sitrat 4124±28 mg/100 g dan total asam organik 4187±35 mg/100 g.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pengasaman susu dengan jus jeruk nipis memberikan hasil yang sama dengan penggunaan asam sitrat maupun kombinasi jus jeruk nipis dan asam sitrat. Tiga jenis perlakuan pengasaman susu pada pembuatan keju segar dimaksudkan untuk memacu koagulasi susu oleh protease. Oleh karena jus jeruk nipis secara umum mempunyai komponen pembentuk citarasa lebih baik daripada asam sitrat, maka jus jeruk nipis sebagai bahan pengasam cukup baik dan layak digunakan pada pembuatan keju. Dengan demikian hasil ini dapat diimplementasikan lebih lanjut untuk percobaan pembuatan berbagai jenis keju lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Cakrawala IPTEK. 2002. Tanaman Obat Indonesia: Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle). IPTEKnet. http://www.iptek.net.id/ind/cakraoba t/tanamanobat. php?id=131. 03/05/06

Carroll, R. 2002. Home Cheese Making : Recipes for 75 Homemade Cheeses. 3th Edition. Storey Publishing. Madison.

Everett, D. 2003. Functionality of Directly Acidified Mozzarella Cheese Using Different Acid Types. Thesis Topics for 2003. Food Science Department

University of Otago.

Falade, O.S., O.R. Sowunmi, A. Oladipo, A. Tubosun, and S.R.A. Adewusi. 2003. The Level of Organic Acids In Some Nigerian Fruits and Their Effect on Mineral Availability in Composite Diets. Pakistan Journal of Nutrition, 2(2): 82-88.

Fox, P.F., T.P. Guinee, T.M. Cogan and P.L.H. McSweeney. 2000. Fundamentals of Cheese Science. Aspen Publishers, Inc. Maryland.

(6)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2006, Hal 18-23 Vol. 1, No. 1 ISSN : 1978 - 0303

Gerdes, S. 2002. The Power of Real Cheese Ingredients. Food Product. http://www.foodproductdesign.com/ archive/2002/0902AP.html.

27/06/06

Metzger. L. E., D.M. Barbano, M.A. Rudan and P.S. Kindstedt. 2000. Effect of Milk Preacidification on Low Fat Mozzarella Cheese. I. Composition and Yield. J. Dairy Sci., 83 : 648-658.

Shakeel-Ur-Rehman, N.Y. Farkye and B. Yim. 2003. Use of Dry Milk Protein Concentrate in Pizza Cheese Manufactured by Culture or Direct Acidification. J. Dairy Sci., 86 : 3841-3848.

Simonne, A., L.B. Bobroff, A. Cooper, S. Poirier, M. Murphy, M.J. Oswald, and C. Procise. 2004. South Florida Tropicals: Lime. University of Florida Ifas Extension. http://edis.ifas.ufl.edu/HE621. 21/08/06

Spreer, E. 1998. Milk and Dairy Product Technology, Mercel Dekker Inc. New York.

Varnam, A.H. and J.P. Sutherland. 1994. Milk and Milk Products: Technology, Chemistry and Microbiology. Chapman & Hall. London.

Walstra, P., T.J. Geurts, A. Noomen, A. Jellema and M.A.J.S. Van Boekel. 1999. Dairy Technology : Principles of Milk Properties and Process. Marcell Dekker, Inc. New York. Willman, N. and C. Willman. 1993. Home

Cheesemaking, Agmedia. East Melbourne.

Referensi

Dokumen terkait