• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. manusia mempunyai keinginan dan kepentingan sendiri-sendiri. Tidak jarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. manusia mempunyai keinginan dan kepentingan sendiri-sendiri. Tidak jarang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Interaksi dalam masyarakat seringkali menimbulkan berbagai benturan kepentingan di antara masing-masing anggota masyarakat. Setiap manusia mempunyai keinginan dan kepentingan sendiri-sendiri. Tidak jarang keinginan/kepentingan tersebut bertentangan satu sama lain sehingga menimbulkan gangguan hubungan dalam masyarakat. Oleh karena itu, muncul peraturan hidup yang memberikan patokan perbuatan mana yang boleh dilakukan dan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan. Peraturan hidup itulah yang dinamakan dengan hukum.

Menurut Utrecht yang dikutip oleh C.S.T. Kansil (1989: 38), hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu. Pendapat tersebut menyiratkan bahwa hukum dibuat untuk menciptakan keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat. Tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban (Sudikno Mertokusumo, 2007: 80). Terciptanya keamanan dan ketertiban diharapkan akan memberikan keadilan yang bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat.

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima hukum sebagai ideologi untuk menciptakan keamanan, ketertiban, keadilan serta kesejahteraan bagi warga

(2)

negaranya. Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. Hukum memiliki kedudukan sebagai panglima yang akan mengawal jalannya pemerintahan. Segala tindakan baik dilakukan oleh pemerintah, lembaga-lembaga negara, maupun rakyatnya sendiri harus senantiasa berlandaskan hukum (rechtstaat), bukan berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat).

Indonesia menerapkan beberapa peraturan hukum. Hukum pidana merupakan salah satu hukum yang diterapkan di dalam masyarakat Indonesia, di samping ada hukum adat, hukum Islam, hukum perdata, dan lain sebagainya. Diterapkannya hukum pidana bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan melindungi masyarakat dari segala bentuk gangguan keamanan seperti gangguan dari tindak kejahatan misalnya. Terkait dengan kejahatan sudah diatur dalam Buku Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kejahatan di luar KUHP. Meskipun sudah ada peraturan yang mengatur, dalam pelaksanaannya seringkali dijumpai berbagai pelanggaran-pelanggaran yang bahkan menjurus pada tindak kejahatan.

Adanya modernitas dan krisis multidimensi yang semakin berkembang, menjadikan kehidupan sekarang semakin keras. Kurangnya lapangan pekerjaan berdampak pada banyaknya pengangguran dan ketatnya persaingan hidup. Padahal di sisi lain semakin banyak kebutuhan-kebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi. Bahkan karena adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih cenderung ke arah konsumtif mengakibatkan

(3)

kebutuhan yang awalnya bukan merupakan kebutuhan primer, telah berubah menjadi kebutuhan yang sangat vital. Akibatnya sebagai salah satu dampak negatif dari keadaan tersebut adalah maraknya tindak kejahatan yang terjadi dalam masyarakat.

Kejahatan adalah perbuatan immoril dan anti-sosial yang tidak dikehendaki oleh kelompok pergaulan yang bersangkutan dan secara sadar ditentang oleh pemerintah (negara) dengan pemberian penderitaan yang berupa hukuman atau tindakan (Bonger, 1982: 21-24). Maraknya kejahatan di tengah-tengah masyarakat kini telah menjadi fenomena sosial. Hampir setiap hari pasti terdapat pemberitaan tentang tindak kejahatan, baik melalui media cetak maupun elektronik. Kebanyakan dari jenis-jenis kasus kejahatan tersebut yang memiliki frekuensi tinggi di dalam masyarakat yakni kejahatan konvensional atau biasa disebut dengan kejahatan warungan. Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Inspektur Jenderal Polisi Saud Usman dalam acara refleksi akhir tahun penegakan hukum dan hak asasi manusia di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Rabu, 26 Desember 2012 menyatakan bahwa dari 316.500 kasus kejahatan yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2012, 304.835 kasus di antaranya merupakan kejahatan konvensional (Icha Rastika, 2012).

Salah satu jenis kejahatan konvensional yang sangat meresahkan masyarakat adalah kejahatan jalanan (street crime), seperti penjambret, perampokan, pencurian, pencurian sepeda motor (curanmor), narkoba, pembunuhan, penipuan, pemerkosaan, dan kejahatan-kejahatan lain yang

(4)

sejenis. Banyaknya kasus kejahatan jalanan yang melingkupi masyarakat tentu saja akan sangat berpengaruh pada keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini dikarenakan kejahatan-kejahatan inilah yang paling dekat dengan masyarakat dan apabila dibiarkan akan menimbulkan ketakutan dan perasaan tidak aman dalam masyarakat. Selain itu, dengan adanya kejahatan tersebut akan sangat berpengaruh pula terhadap produktivitas masyarakat dalam melaksanakan kehidupannya sehari-hari. Untuk itulah, masyarakat membutuhkan suatu penanganan dan penindakan secara hukum yang dapat melindungi masyarakat dan memberikan rasa aman dari gangguan kejahatan tersebut.

Kepolisian merupakan sebuah lembaga yang bertugas dalam melakukan pengendalian dan pencegahan terjadinya berbagai tindak kejahatan. Berbagai upaya baik pencegahan maupun penindakan terhadap para pelaku tindak kejahatan telah dilakukan oleh polisi sebagai usahanya dalam menanggulangi kejahatan yang meresahkan masyarakat. Hal itu sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

(5)

Akan tetapi, pada kenyataannya kejahatan terus saja berulang dengan berbagai bentuk dan modus operandinya. Bahkan, Saud Usman yang dikutip oleh Icha Rastika (2012) menyatakan bahwa sepanjang tahun 2012, setiap 91 detik terjadi satu kejahatan di Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan polisi belum sepenuhnya optimal, sehingga polisi perlu memiliki strategi yang tepat untuk terus menekan angka kejahatan, terutama kejahatan jalanan yang senantiasa melingkupi kehidupan masyarakat. Berbagai daerah pun mulai melakukan upaya-upaya dalam rangka meminimalisir kejahatan jalanan, termasuk Kabupaten Purbalingga.

Purbalingga merupakan sebuah kota kecil yang perkembangan kehidupan masyarakatnya mulai mengalami kemajuan ke arah masyarakat yang lebih modern. Hal tersebut didukung pula dengan perkembangan yang cukup pesat, baik secara fisik maupun nonfisik, seperti berkembangnya tempat-tempat wisata serta banyaknya industri yang berdiri dan berkembang. Akan tetapi, kemajuan pada dua sektor tersebut ternyata membawa dampak berupa kerawanan akan kesemrawutan dan kriminalitas (Tendy, 2011).

Situasi kesemrawutan masyarakat Purbalingga terutama bisa dilihat dari rutinitas aktifitas masyarakat sehari-hari di jalan raya Kota Purbalingga. Berbagai komunitas masyarakat, baik dari masyarakat sebagai individu, pelajar, pegawai, kaum pedagang, buruh pabrik, semuanya tumpah ruah beraktifitas dan berinteraksi sosial dengan menggunakan jalan raya sebagai sarananya. Adanya kesemrawutan dalam beraktifitas tersebut dapat melahirkan ancaman gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat

(6)

pengguna jalan, seperti kejahatan jalanan. Target penjahat tidak hanya mengincar pengendara motor atau mobil yang melintas, tetapi pejalan kaki pun tidak luput dari incaran penjahat, terutama perempuan yang dianggap tidak berani melawan. Lokasi incarannya pun beragam, mulai dari jalanan yang terbilang sepi, perempatan traffic light, bahkan di jalanan-jalanan yang ramai oleh hilir-mudik orang.

Jenis kejahatan jalanan yang sering muncul di simpul-simpul jalan raya Kota Purbalingga salah satunya adalah penjambretan, seperti yang terjadi di depan kantor Departemen Agama (Deppag) Purbalingga, kawanan penjambret melakukan aksi penjambretan terhadap nasabah bank yang baru saja mengambil uang di Bank BRI (Arief Noegroho, 2010). Tidak hanya itu, sebelumnya di tahun 2009 juga terdapat dua kasus aksi penjambetan yang terjadi di jalanan Kota Purbalingga (Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Purbalingga, 2013). Kedua kasus penjambretan tersebut bahkan tidak dapat diselesaikan karena polisi kehilangan jejak para pelakunya. Selain penjambretan, kasus seperti membegal motor (curanmor), pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian dengan pemberatan (curat), pengeroyokan, seringkali terjadi di jalanan Kota Purbalingga (Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Purbalingga, 2013). Jika hal itu tidak diselesaikan sampai tuntas dan dibiarkan berlarut-larut, maka dapat menimbulkan rasa takut bagi masyarakat pengguna jalan dan masyarakat lainnya dalam melakukan aktifitasnya.

(7)

Sebagai upaya Kepolisian Resor (Polres) Purbalingga dalam mengatasi maraknya tindak kejahatan yang terjadi di jalanan tersebut adalah dengan penerapan program Zero Street Crime di simpul-simpul jalan raya yang terbilang rawan kriminalitas di Kabupaten Purbalingga. Bentuk kegiatan yang dilakukan dalam program Zero Street Crime yaitu penempatan pos-pos Zero Street Crime di tempat-tempat yang strategis, mengadakan patroli, mengadakan operasi/razia, melakukan penghimbauan, melakukan penangkapan, dan melakukan tembak ditempat (Nila Galih Roosanti, 2009: 78-82).

Daerah di Kabupaten Purbalingga yang dikategorikan sebagai daerah rawan kriminalitas antara lain di areal Jalan Raya Bojongsari, Jalan Raya Gandasuli di Kecamatan Bobotsari, Jalan Raya Bukateja, Jalan Raya Bojanegara di Kecamatan Padamara, Jalan Ahmad Yani, serta Jalan Jenderal Soedirman (Tendy, 2011). Untuk penerapan program Zero Street Crime baru dilaksanakan di jalan Ahmad Yani dan Jalan Jenderal Soedirman Purbalingga.

Target Zero Street Crime awalnya dicanangkan oleh Kapolres Purbalingga AKBP Roy Hardi Siahaan Sik.SH.MH., pada Rapat Koordinasi Forum Keselamatan Lalu Lintas di Operation Room Graha Adhi Guna Pendopo Purbalingga pada bulan Januari 2011 (Tendy, 2011). Program Zero Street Crime merupakan suatu kebijakan yang dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan, pengayoman, pengamanan dan pelayanan kepada masyarakat agar bebas dari perasaan tidak nyaman atau kurang nyaman

(8)

dalam melakukan aktivitas di jalan. Tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, yakni dengan memberikan rasa bebas dari gangguan dan ancaman fisik maupun psikis, adanya rasa kepastian, rasa bebas dari kekhawatiran, keraguan dan ketakutan, adanya rasa dilindungi dari segala kejahatan jalanan (Nila Galih Roosanti, 2009: 64-65). Diharapkan dengan adanya program Zero Street Crime ini, maka kejahatan, khususnya kejahatan jalanan seperti seperti pengemisan, gelandangan, perjudian, miras, pemerasan atau premanisme, penodongan, narkoba, perampasan, curanmor, curas, curat, dan lain sebagainya, dapat ditekan hingga mencapai zero.

Meskipun Zero Street Crime sudah mulai diterapkan oleh Polres Purbalingga dalam upayanya menanggulangi kejahatan jalanan di wilayah hukumnya, namun pada kenyataannya kejahatan jalanan masih selalu muncul dengan berbagai modus yang beragam. Akhir-akhir ini aksi perampokan dengan memecah kaca mobil beberapa kali terjadi di jalanan Kota Purbalingga, seperti dialami oleh seorang guru SMP Negeri 1 Kejobong, Purbalingga yang dirampok setelah mencairkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar 60 juta rupiah di Jalan Raya Jenderal Sudirman, Purbalingga (Arbi Anugrah, 2012). Selain itu, kasus perampokan serupa yang masih hangat diperbincangkan adalah perampokan yang terjadi di Jalan Letkol Isdiman, Purbalingga. Uang senilai 30 juta rupiah pun berhasil dibawa kabur pelaku (Pesat News, 2013).

Aksi penjambretan juga masih selalu muncul di tengah-tengah masyarakat, seperti penjambretan sebuah kalung emas seberat tiga gram milik

(9)

seorang perempuan tua di depan Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) Kedungjati, Kecamatan Bukateja, Purbalingga (Seruu.com, 2012). Selain itu, aksi curanmor juga marak terjadi di Purbalingga. Selama kurun waktu tahun 2010-2012, kasus curanmor di Purbalingga selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Berikut data-data kasus curanmor tahun 2010 s/d 2012:

Tabel 1. Data Kasus Curanmor di Kabupaten Purbalingga Tahun 2010 s/d 2012

No. Tahun Jumlah Kasus

1. 2010 1

2. 2011 17

3. 2012 73

Sumber: Data Dokumen rekapitulasi kasus kejahatan di Polres Purbalingga (diolah peneliti, 4 April 2013)

Data-data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kasus curanmor mengalami kenaikan setiap tahunnya. Lonjakan kasus curanmor sangat terlihat di tahun 2012, yakni terdapat 73 kasus curanmor, padahal sebelumnya di tahun 2011 hanya terdapat 17 kasus curanmor. Berdasarkan jumlah kasus-kasus curanmor tersebut, kasus-kasus curanmor yang terjadi di jalanan (begal motor) juga masih sering muncul mewarnai data kasus kejahatan di Purbalingga. Bahkan pelaku terkadang tidak segan-segan menggunakan kekerasan terhadap korban yang melawan, seperti aksi penodongan dan perampasan sepeda motor yang menimpa Akhmad Hamdan (22) warga Kertanegara, Purbalingga, di perempatan Karangkemiri, Purbalingga. Setelah motor berhasil dirampas, korban disekap di dalam mobil, bahkan korban juga ditodong dengan pistol dan sesekali disetrum kakinya menggunakan alat setrum kejut (Kotaperwira.com, 2012).

(10)

Kasus pemerkosaan juga semakin menggila, dimana yang mengejutkan pemerkosaan terkadang terjadi juga di simpul-simpul jalan raya, terutama jalan raya yang terbilang sepi. Misalnya, kasus pemerkosaan yang dialami oleh siswi salah satu SMP di Kecamatan Rembang, Purbalingga yang dicegat dan kemudian diperkosa oleh orang yang tidak dikenal ketika akan berangkat sekolah (Kotaperwira.com, 2012).

Penanganan terhadap tindak kejahatan di jalanan seringkali mempersulit pihak kepolisian dalam melacak jejak para pelakunya, sehingga sulit diungkap. Hal ini dikarenakan minimnya bukti-bukti yang ada dan para pelakunya pun tidak jelas. Selain itu, jalan raya memiliki akses yang lebih mudah bagi para pelaku untuk melarikan diri. Sulitnya pihak kepolisian dalam mengungkap kejahatan di jalanan dapat dilihat dari sedikitnya kasus kejahatan yang dapat diselesaikan. Setidaknya pada tahun 2012 dari 12 kasus kejahatan di jalanan yang dilaporkan ke Polres Purbalingga, yang meliputi kasus penipuan, curanmor, curas, jambret, dan pengeroyokan, dan gelap, baru 3 kasus yang telah terungkap tersangkanya (Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Purbalingga, 2013). Selain itu, angka kejahatan di jalanan Kota Purbalingga masih mengalami pasang surut di setiap tahunnya. Padahal harapan diterapkan Zero Street Crime adalah menekan angka kejahatan sampai seminimal mungkin, bahkan sampai pada titik nol.

Melihat dari kenyataan tersebut, dapat diasumsikan bahwa Polres Purbalingga dalam mewujudkan Zero Street Crime di wilayah hukumnya masih mengalami hambatan. Padahal, jalan raya merupakan salah satu sarana

(11)

vital sebagai roda penggerak dalam mewujudkan kemajuan suatu daerah. Untuk itulah, diperlukan penanganan teknis yang cukup tinggi dalam pencegahan dan penanggulangan berbagai gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) yang terjadi di jalanan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Masih maraknya kejahatan di dalam masyarakat walaupun sudah ada peraturan yang mengaturnya;

2. Kejahatan semakin meningkat dengan adanya perubahan perilaku sosial masyarakat saat ini;

3. Masih tingginya angka kejahatan jalanan di masyarakat;

4. Upaya penanggulangan kejahatan jalanan oleh polisi belum optimal; 5. Berkembangnya tempat wisata dan berbagai industri di Purbalingga

membawa dampak berupa kerawanan akan kesemrawutan dan kriminalitas;

6. Maraknya kejahatan di jalanan Kota Purbalingga yang meresahkan masyarakat;

7. Masih adanya hambatan dalam mewujudkan Zero Street Crime oleh Polres Purbalingga.

(12)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, terlihat bahwa permasalahan yang muncul sangat kompleks. Akan tetapi, tidak semua masalah yang telah diidentifikasi akan diteliti oleh penulis. Hal ini disebabkan karena keterbatasan-keterbatasan yang ada pada penulis. Untuk itulah, penelitian ini dibatasi pada masalah masih adanya hambatan dalam mewujudkan Zero Street Crime oleh Polres Purbalingga.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah diuraikan, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:

1. Hambatan apa saja yang dihadapi oleh Polres Purbalingga dalam mewujudkan Zero Street Crime di Purbalingga?

2. Upaya apa saja yang dilakukan oleh Polres Purbalingga untuk mengatasi hambatan dalam mewujudkan Zero Street Crime di Purbalingga?

3. Bagaimana tindak lanjut program Zero Street Crime sebagai upaya penanggulangan kejahatan jalanan oleh Polres Purbalingga?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah target yang hendak dicapai dalam setiap penelitian. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan hambatan yang dihadapi oleh Polres Purbalingga dalam mewujudkan Zero Street Crime di Purbalingga;

(13)

2. Mendeskripsikan upaya yang dilakukan oleh Polres Purbalingga untuk mengatasi hambatan dalam mewujudkan Zero Street Crime di Purbalingga;

3. Mengetahui tindak lanjut program Zero Street Crime sebagai upaya penanggulangan kejahatan jalanan oleh Polres Purbalingga.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan di bidang hukum khususnya kajian kriminologi, dimana kajian kriminologi merupakan salah satu rumpun dalam kajian ilmu hukum yang menjadi bagian dari objek kajian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan upaya polisi dalam menanggulangi tindak kejahatan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Sebagai suatu sarana berfikir secara ilmiah dan bentuk penerapan keilmuan untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan di bidang PKn, khususnya dalam objek kajian kriminologi. b. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan informasi dan pengetahuan tentang maraknya kejahatan, terutama kejahatan yang rawan terjadi di jalanan.

(14)

Diharapkan masyarakat sadar akan bahaya yang ada di sekitarnya, sehingga dapat menjadi masyarakat yang aktif untuk turut serta dalam meminimalisir tindak kejahatan yang terjadi di masyarakat. c. Bagi Kepolisian

Sebagai pedoman untuk melaksanakan suatu peraturan perundang-undangan dengan baik dan berdasarkan asas-asas yang ada. Hal itu dimaksudkan agar polisi sebagai aparat penegak hukum tidak hanya dijadikan usaha mata pencaharian seperti yang dipikirkan oleh kebanyakan masyarakat, melainkan polisi yang merupakan pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat yang bisa memberikan rasa aman bagi masyarakat. Selain itu, dari hasil penelitian ini mencoba untuk memberikan gambaran kepada aparat penegak hukum mengenai bagaimana kinerja aparat kepolisian selama ini dalam menangani tindak kejahatan yang marak terjadi di masyarakat, sehingga para aparat penegak hukum akan bisa memperbaiki kinerjanya lagi menjadi lebih baik apabila masih dirasakan kurang.

G. Batasan Istilah 1. Hambatan

Hambatan dapat diartikan sebagai halangan atau rintangan (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 478). Hambatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah halangan atau rintangan apa saja

(15)

yang dihadapi oleh Polres Purbalingga dalam mewujudkan Zero Street Crime di wilayah hukumnya.

2. Zero Street Crime

Zero Street Crime merupakan suatu kebijakan yang dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan, pengayoman, pengamanan dan pelayanan kepada masyarakat agar bebas dari perasaan tidak nyaman atau kurang nyaman dalam melakukan aktivitas di (Nila Galih Roosanti, 2009: 64).

3. Penanggulangan Kejahatan

Istilah penanggulangan diartikan sebagai suatu usaha, tindakan, dan kegiatan untuk dan menindak suatu kejahatan dan pelanggaran serta untuk memelihara dan meningkatkan pembinaan kambtibmas. Penanggulangan mencakup kegiatan mencegah sebelum terjadi dan memperbaiki pelaku yang dinyatakan bersalah dan dihukum di penjara atau lembaga permasyarakatan (Soejono Dirdjosisworo, 1984: 19-20). Selanjutnya kejahatan adalah perbuatan yang jahat yang melanggar hukum, perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang telah disahkan oleh hukum tertulis (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 557). Penanggulangan kejahatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha yang dilakukan oleh Polres Purbalingga dalam mengatasi gangguan suatu tindak pidana atau kejahatan yang terjadi di wilayah hukumnya, baik melalui upaya preemtif, preventif, maupun represif.

(16)

Berdasarkan batasan istilah yang telah dipaparkan di atas, maka yang dimaksud dalam penelitian ini adalah halangan atau rintangan apa saja yang dihadapi oleh Polres Purbalingga dalam mewujudkan Zero Street Crime sebagai upaya mengatasi gangguan kamtibmas yang berupa kejahatan jalanan di Purbalingga, baik melalui upaya preemtif, preventif maupun represif.

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku menyimpang karyawan adalah perilaku yang bertujuan untuk merugikan organisasi atau anggotanya (Golparvar et al., 2014). Data kuantitatif adalah data yang

Menurut ISO 14001 dalam Kuhre (1996), Tim Respon Gawat Darurat harus terdiri dari para pekerja yang memiliki pengetahuan atau sudah terlatih untuk bertindak dalam keadaan

Pengertian demokratis dimaksud berjalan aman dan tertib, juga pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, baik gubernur dan wakilnya maupun bupati dan

Penelitian keempat dan kelima membahas lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik, sedangkan penelitian ini membahas tentang waktu tunggu kerja pada lulusan

moushiwakearimasen, hontou ni sumimasendeshita, omataseshimashita, suimasen, gomennasai, taihen moushiwakegozaimasen, sumimasen, gomen, ojamashimashita. Dari beberapa data

Perairan Morosari yang terletak di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak merupakan perairan tempat terjadinya percampuran antara air darat dan laut. Fluktuasi kualitas perairan

Dengan lokasi tambang yang terletak di Kalimantan Selatan, PT Adaro Energy, Tbk dan anak-anak perusahaannya selain bergerak di bisnis utama pertambangan, juga masuk

Bisa dibilang, kebijakan penyelenggaraan pemilihan langsung dalam konsep Pemilihan Umum (Pemilu) ini merupakan implementasi dari hak- hak yang memang selayaknya dimiliki