• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN KADAR LENGAS TANAH DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) YANG DIBERI IRIGASI TETES DI LAHAN KERING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN KADAR LENGAS TANAH DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) YANG DIBERI IRIGASI TETES DI LAHAN KERING"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 2302-6308

E-ISSN 2407-4632

PERUBAHAN KADAR LENGAS TANAH DAN HASIL

BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH

(

Arachis hypogaea

L.) YANG DIBERI IRIGASI TETES

DI LAHAN KERING

(

Changes in Soil Moisture Content and Yield of Several Peanut Varieties

Arachis hypogaea L. were Given Drip Irrigation in Dry Land

)

Sri Ritawati

1

*, Nurmayulis

1

, Dewi Firnia

1

, Fitriyani

1

1

Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Jl. Raya Jakarta Km 4, Pakupatan, Serang, Banten

*Korespondensi: s.ritawati@yahoo.com

Diterima: 10 September 2015 / Disetujui: 20 Oktober 2015

ABSTRACT

The research was conducted to determine changes in soil moisture content and yield of several peanut varieties (Arachis hypogaea L.) were given drip irrigation in dry land, which was held on dry land (marginal) Gowok Curug village, district Serang, Banten province in September 2011 until January 2012. This research used a factorial experiment arranged in Split Plot Design with two factors. The first factor was variety consisting of: Panther varieties, Zebra and Local (from Cikeusal, Serang) as the main plot, the second factor was drip irrigation consisting of: drip irrigation with emitter cigarette filter, drip irrigation with emitter infusion regulator and control (conducted watering four days) as the subplot and repeated three times. The research showed that the best varieties to change in moisture content and yield of peanut was local varieties, because more adaptive and tolerant on the environment. While the best irrigation was drip irrigation with emitter infusion regulator, because not having a blockage in the emitter, so that the water ran smoothly and moisture content was always available to peanut plants.

Keywords: soil moisture content, yield, peanut varieties, drip irrigation, dry land ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kadar lengas tanah dan hasil beberapa varietas kacang tanah (Arachis hypogaea L.) yang diberi air irigasi secara tetes di lahan kering, yang telah dilaksanakan di lahan kering (marginal) Kp. Gowok Desa Curug, Kab. Serang, Provinsi Banten pada bulan September 2011 sampai Januari 2012. Penelitian ini menggunakan percobaan faktorial yang disusun dalam Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah varietas yang terdiri atas varietas Panther, Zebra dan Lokal (asal Cikeusal Kabupaten Serang) sebagai petak utama, faktor kedua adalah irigasi tetes yang terdiri dari: irigasi tetes dengan emiter filter rokok, irigasi tetes dengan emiter regulator infus dan Kontrol (dilakukan penyiraman empat hari sekali) sebagai anak petak dan diulang sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas yang paling baik terhadap perubahan kadar lengas dan hasil kacang tanah yaitu pada varietas lokal, karena varietas lokal lebih adaptif dan toleran terhadap lingkungan. Irigasi yang paling baik digunakan adalah irigasi tetes dengan emiter

(2)

regulator infus, karena tidak mengalami penyumbatan pada emiter, sehingga air berjalan dengan lancar dan kadar lengas selalu tersedia untuk tanaman kacang tanah.

Kata kunci: kadar lengas tanah, hasil, varietas kacang tanah, irigasi tetes, lahan

kering

PENDAHULUAN

Pertanian lahan kering merupakan kegiatan budidaya yang banyak meng-alami hambatan. Salah satu faktor penghambatnya adalah terbatasnya air. Merit dan Narka (2007) menyatakan bahwa, lahan kering merupakan sebi-dang tanah yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan.

Kendala yang sering dihadapi da-lam pengembangan budidaya kacang tanah di lahan kering antara lain kondisi fisik, kimia dan biologi tanah serta ketersediaan air yang secara keselu-ruhan selalu bermuara ke produktivitas yang rendah. Oleh karena itu, pengem-bangan lahan kering yang potensial perlu terlebih dahulu diidentifikasi po-tensi dan teknologi yang sesuai agar diperoleh produktivitas yang signifikan dan dapat dipertahankan secara berke-lanjutan tanpa mengakibatkan penu-runan produksi lahan tersebut.

Untuk meningkatkan produktivitas lahan kering ada beberapa cara yang perlu dilakukan seperti pemakaian varietas unggul berumur genjah, pene-rapan pola tanam yang sesuai dengan curahan hujan, perbaikan teknik budi-daya tanaman, serta usaha konservasi lahan sehingga kelestarian lahan dapat dijaga (Deptan 2006).

Peningkatan produksi juga dapat dilakukan dengan penggunaan varietas unggul, dimana varietas unggul ini memiliki sifat kualitatif (tahan terhadap hama dan penyakit serta toleran terhadap cekaman kekeringan) serta sifat kuantitatif (hasil polong atau biji) tinggi. Produktivitas polong kering rata-rata kacang tanah varietas unggul ini sekitar 2-2,4 ton ha-1, misalnya varietas

Panther, varietas Sima, varietas Turangga, dan varietas Zebra.

Menurut Murty (2002), sistem irigasi tetes memiliki beberapa keuntungan antara lain distribusi air yang tertutup ke dekat akar tanaman, sehingga efisiensi penyaluran besar, distribusi air yang seragam (merata) dan terkontrol, tidak ada aliran permukaan (run off) seperti faktor yang dapat menyebabkan erosi, aplikasi (pemberian) air dan pupuk dapat dilakukan secara bersamaan, mengurangi (membatasi) pertumbuhan gulma pada daerah yang terbasahi, penyimpanan air yang efisien dan secara umum meningkatkan hasil.

Kurnia, et al. (2001) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pemberian air 50% - 75% kebutuhan air tanaman yang dilakukan dengan cara tetes mampu meningkatkan dan mempertahankan kandungan air tanah, yaitu 39% - 43 % volume untuk tembakau, dan 39% - 41% volume untuk cabai, dengan hasil untuk tembakau 4,10 – 6,30 ton ha-1 dan cabai 0,40 – 0,70 ton ha-1. Sistem

irigasi tetes layak untuk diterapakan dan hasil produksi menunjukkan pening-katan sebesar 44,4% ton ha -1 panen-1, yaitu dari 25 ton ha-1 panen-1.

Emiter merupakan alat pemancar air yang dipasang di dekat tanaman dan permukaan tanah. Menurut Keller dan Bliesner (1990), emiter berfungsi seba-gai alat pengatur debit pada irigasi tetes. Pada penelitian ini emiter digan-tikan dengan filter rokok dan regulator infus. Dasar pemikiran meng-gunakan filter rokok dan regulator infus dika-renakan harga emiter yang cukup mahal, sedangkan filter rokok dan regulator infus relatif lebih murah dan lebih mudah didapat.

(3)

Menurut Tusi (2006), penggunaan emiter alternatif menggunakan bahan dari cotton buds dan filter rokok dapat menghemat biaya untuk pembelian bahan emiter, dan emiter dari limbah filter rokok Gudang Garam lebih baik dalam memberikan air dengan tingkat keseragaman yang lebih tinggi diban-dingkan cotton buds dan limbah filter rokok Class Mild.

Kadar lengas tanah sering disebut sebagai kandungan air (moisture) yang terdapat dalam pori tanah. Satuan untuk menyatakan kadar lengas tanah dapat berupa persen berat atau persen volume. Beberapa faktor yang mem-pengaruhi kandungan lengas dalam tanah antara lain anasir iklim, cara pemberian air irigasi, kandungan bahan organik, fraksi lempung tanah, topografi, dan adanya bahan penutup tanah baik organik maupun anorganik (Walker dan Paul 2002).

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diteliti penggunaan sistem irigasi tetes sederhana dengan pemanfaatan filter rokok dan regulator infus sebagai emiter pada budidaya tanaman kacang tanah di lahan kering. Selain itu, untuk mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan irigasi tetes terhadap tanah dan perakaran tanaman serta pen-jadwalan pemberian air irigasi, maka perlu dilakukan pengamatan perubahan kadar lengas tanah. Disamping itu, digunakan juga varietas kacang tanah yang berbeda agar diketahui varietas mana yang lebih baik dan adaptif di lahan kering.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Kampung Gowok Desa Sukajaya Kecamatan Curug Kota Serang Provinsi Banten. Dengan ketinggian tempat 80 m dpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai Januari 2012.

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah benih kacang tanah varietas Panther, varietas Zebra dan

varietas Lokal (asal Cikeusal Kabupaten Serang), pupuk (Urea, SP-36, KCL, Kompos), pestisida, filter rokok, lem, dan plastik.

Alat yang digunakan untuk pene-litian ini adalah bambu, cangkul, ember, botol plastik bekas, tali kawat, kain kasa, selang infus, regulator infus, ring sampel tanah, oven, pisau, tensiometer, timbangan analitik, gayung, stop watch, gelas ukur, corong, label nama dan alat tulis.

Rancangan percobaan yang digu-nakan pada penelitian ini adalah Ran-cangan Petak Terbagi (RPT) atau Split Plot. Percobaan ini terdiri atas dua faktor, faktor pertama adalah varietas kacang tanah yang ditempatkan se-bagai petak utama dan faktor kedua adalah sistem irigasi tetes yang di-tempatkan sebagai anak petak.

Faktor pertama varietas kacang tanah terdiri dari 3 taraf : V1 : Kacang tanah varietas Panther, V2 : Kacang tanah varietas Zebra, V3 : Kacang tanah varietas Lokal (asal Cikeusal Kabupaten Serang). Faktor kedua sistem irigasi tetes terdiri dari 3 taraf : I1 : Irigasi tetes dengan emiter Filter rokok, I2 : Irigasi tetes dengan emiter Regulator infus, I3 : Kontrol (disiram empat hari sekali). Diperoleh 9 kombinasi perlakuan de-ngan tiga kali ulade-ngan, sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Jumlah satu plot sebanyak 12 tanaman, se-hingga seluruhnya terdapat 324 tanaman.

Untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan dilakukan analisis varietas dan irigasi terhadap parameter yang diamati, jika terdapat perbedaan dilakukan uji lanjut menggunakan uji jarak berganda Duncan Multiple Range Test (DMRT) taraf nyata 5 %. Parameter pengamatan utama yang diamati yaitu ;

a. Pengukuran Kadar Lengas dengan Tensiometer

Tensiometer digunakan untuk mengukur kadar lengas tanah, mulai dilakukan pada saat tanaman

(4)

berumur 10 hari setelah tanam (HST). Tensiometer digunakan dengan cara menancapkan ke dalam tanah sedalam 15 cm (untuk fase perkecambahan dan fase vegetatif), sedalam 30 cm (untuk fase pembungaan sampai pema-sakan polong) dipasang didekat tanaman dengan jarak 15 cm dan hasilnya akan terlihat pada meteran yang berada pada pangkal atau atas tensiometer. Pengamatan dilakukan pada beberapa fase yaitu fase perkecambahan yang dilaku-kan pada umur 10 HST, fase vegetatif (35 HST), fase pembungaan (65 HST), fase pengisian polong (95 HST), dan fase pemasakan (100 HST). Masing-masing fase dilakukan pada waktu pagi (pukul 06.00), siang (pukul 13.00), dan sore (pukul 16.30) dan diambil tiga sampel pada masing-masing plot.

b. Pengamatan hasil tanaman per varietas saat panen, yaitu : bobot polong kering (g), bobot biji kering (g) dilakukan dengan menggunakan timbangan digital.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Lengas Tanah pada Fase

Vegetatif

Berdasarkan Tabel 1, terlihat bah-wa pada fase vegetatif penggunaan varietas yang berbeda tidak meng-akibatkan kadar lengas yang berbeda, sedangkan irigasi tetes yang berbeda mengakibatkan kadar lengas yang berbeda. Adapun interaksi antara va-rietas dan irigasi tetes tidak meng-akibatkan perbedaan kadar lengas.

Perlakuan irigasi pukul 06.00 dengan emiter filter rokok dan regulator infus menunjukkan kadar lengas yang sama sebesar 3,44 cb yaitu tanah masih jenuh air, pukul 13.00 kadar air berkurang baik pada regulator infus, maupun filter rokok dengan skala tensiometer sekitar 33,22 cb. Sedangkan pada pukul 16.30 kadar lengas yang paling mencukupi yaitu pada emiter filter rokok 25,56 cb yang berarti kadar lengas kapasitas lapang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar lengas masih jenuh pada perlakuan irigasi tetes emiter regulator infus yang diukur pada pukul 06.00 dengan skala menunjukkan 3,44, yang berarti skala jenuh air. Hal ini dikarenakan pengukuran kadar lengas skala tensiometer dilakukan pada saat irigasi berlangsung, dan air dalam tanah belum terjadi penguapan ke atas permukaan, sehingga air masih banyak tersimpan. Selain itu keadaan suhu dalam tanah rendah dan kelembaban tinggi, serta terjadinya infiltrasi dalam tanah sangat cepat karena tekstur tanah tergolong loam (geluh) dengan tingkat permeabilitas tanah sedang sehingga tanah cukup porous dan mampu menyimpan air lebih lama.

Pengukuran pukul 13.00 kadar lengas berkurang, namun kadar lengas yang cukup tersedia terdapat pada irigasi tetes emiter regulator infus dengan skala 31,78 cb. Hal ini dikarenakan sudah terjadi infiltrasi dan penguapan air ke udara, sehingga dalam tanah berkurang. Selain itu keadaan suhu disekitar tanaman sangat tinggi dan telah terjadi penguapan air dalam tanah, sehingga akar tidak berproduksi dengan baik karena kekurangan air dan proses fotosintesis terhambat.

(5)

Tabel 1 Kadar lengas tanah skala tensiometer pada perlakuan varietas dan irigasi tetes pada fase vegetatif umur 38 HST pada pukul 06.00 – 16.30

Varietas Irigasi Tetes Rata-rata

Filter Rokok Regulator Infus Kontrol

Pukul 06.00-08.00 ---centibars--- Panther (V1) Zebra (V2) Lokal (V3) 3,67 3,33 3,33 3,67 3,33 3,33 4,33 4,67 5,00 3,89 3,77 3,89 Rata-rata 3,44 b 3,44 b 4,67 a Pukul 13.00-15.00 ---centibars--- Panther (V1) Zebra (V2) Lokal (V3) 32,67 33,33 33,67 31,67 32,00 31,67 36,00 35,67 36,00 33,45 33,67 33,78 Rata-rata 33,22 b 31,78c 35,89a Pukul 16.30-17.30 ---centibars--- Panther (V1) Zebra (V2) Lokal (V3) 26,00 26,00 24,67 26,33 27,33 25,33 26,00 30,33 29,56 26,11 27,88 26,52 Rata-rata 25,56 b 26,33 b 28,63 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris berbeda tidak nyata menurut uji

DMRT 5%

Pada keadaan cukup air perkem-bangan akar akan sempurna dan dapat menyerap unsur hara yang tersedia sehingga dapat meningkatkan pertum-buhan tanaman, tetapi apabila keku-rangan air maka pertumbuhan akan terhambat terutama pada fase vegetatif. Dengan adanya air yang cukup selama pertumbuhan tanaman, maka proses penyerapan unsur hara dan laju fotosintesis lancar, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Cekaman air akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serta hasil tanaman karena terjadinya perubahan pada anatomi dan morfologi serta fisiologi dan biokimia tanaman yang akhirnya menurunkan produk-tivitas tanaman. Menurut Aspinell (1986) dalam Maulana (2011), kekurangan air selama fase vegetatif akan meng-hambat inisiasi primordial daun pada titik tumbuh, kecepatan pem-bukaan kuncup dan perluasan daun muda menjadi daun dewasa. Jika cekaman air

(6)

berkepanjangan, perluasan daun akan terhenti.

Pengukuran pukul 16.30 menunjuk-kan bahwa kadar lengas dalam tanah masih kapasitas lapang pada perlakuan irigasi tetes emiter filter rokok yang berskala 25,56 cb. Hal ini dikarenakan irigasi dengan emiter filter rokok mengalami sedikit penyumbatan se-hingga air keluar dalam jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan emiter regulator infus, sehingga kadar lengas tanah masih tersedia dan tanah masih mengikat air. Selain itu, faktor suhu sangat rendah di sekitar tanaman yang menyebabkan tanah menjadi lembab. Adanya air yang cukup selama pertumbuhan tanaman, maka proses penyerapan unsur hara dan laju fotosintesis lancar, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Kadar Lengas Tanah pada Fase Pembungaan

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bah-wa varietas yang berbeda dan irigasi tetes yang berbeda pada pukul 08.00 tidak berpengaruh terhadap kadar lengas yang diamati, karena kondisi tanah semua perlakuan masih jenuh air.

Irigasi tetes pada pukul 13.00 dan pukul 16.30 berpengaruh nyata. Demikian pula pada interaksi antara varietas dan irigasi tetes tidak berpengaruh terhadap kadar lengas yang diamati. Perlakuan irigasi tetes dengan emiter regulator infus menun-jukkan kadar lengas yang lebih tersedia pada pengukuran pukul 13.00 dengan skala 27,67 cb dan pukul 16.30 dengan skala 25,67 cb.

Hasil penelitian menunjukkan bah-wa pada pengukuran pukul 06.00

semua perlakuan irigasi dan varietas terhadap kadar lengas yang dihasilkan tidak berbeda nyata (Tabel 2). Hal ini dikarenakan pengukuran dilakukan pa-da saat irigasi berlangsung begitu juga yang kontrol dilakukan pada saat penyiraman berlangsung sehingga kondisi tanah jenuh semua. Pada fase pembungaan akar membutuhkan begitu banyak air dalam tanah untuk pem-bentukan bunga, sehingga akar menyerap air dengan cepat pada keter-sediaan air yang sama, yang mengakibatkan kadar lengas tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan-nya.

Pengukuran pukul 13.00 menun-jukkan bahwa kadar lengas dalam tanah kapasitas lapang pada perlakuan irigasi tetes emiter regulator infus dengan skala 27,67 cb. Hal ini dikarenakan suhu di lingkungan sangat rendah dan kelembaban tanah sangat tinggi se-hingga kadar lengas masih tersedia walaupun pada waktu siang hari sehingga proses fotosintesis tidak ter-hambat, karena bunga yang terbentuk sangat banyak per tanamannya.

Pengukuran pukul 16.30 menunjuk-kan kadar lengas dalam tanah masih kapasitas lapang pada varietas Lokal dengan skala mencapai 25,67 cb. Hal ini dikarenakan akar masih produktif untuk menyerap larutan dalam tanah, selain masih tersedianya kadar air dalam tanah kelembaban dalam tanah juga sangat tinggi dan suhu sangat rendah yang mengakibatkan air masih tersedia di dalam tanah, sehingga bunga yang terbentuk sangat banyak karena tanaman tidak mengalami kekurangan air.

(7)

Tabel 2 Kadar lengas tanah skala tensiometer pada perlakuan varietas dan irigasi pada fase pembungaan umur 66 HST pada PUKUL 06.00 – 16.30

Varietas Irigasi Tetes Rata-rata

Filter Rokok Regulator Infus Kontrol

Pukul 06.00-08.00 ---centibars--- Panther (V1) Zebra (V2) Lokal (V3) 2,55 2,59 2,61 2,59 2,67 2,53 3,03 2,74 2,61 2,72 2,66 2,58 Rata-rata 2,58 2,60 2,79 Pukul 13.00-15.00 ---centibars--- Panther (V1) Zebra (V2) Lokal (V3) 27,67 27,00 28,67 27,67 28,00 27,33 32,00 32,00 32,33 29,11 29,00 29,44 Rata-rata 27,78 b 27,67 b 32,11 a Pukul 16.30-17.30 ---centibars--- Panther (V1) Zebra (V2) Lokal (V3) 27,00 28,00 25,00 26,33 27,00 23,67 32,67 35,67 29,67 28,67 30,22 26,11 Rata-rata 26,67 b 25,67 b 32,67 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris berbeda tidak nyata menurut uji DMRT 5%. Uji lanjut menggunakan data hasil 1 kali transformasi dengan rumus

.

Kadar Lengas pada Fase Pemasakan Polong

Berdasarkan Tabel 3, terlihat bah-wa tidak terdapat interaksi antara varietas dan irigasi tetes terhadap kadar lengas pada fase pemasakan polong. Pada perlakuan varietas tidak

berpengaruh terhadap kadar lengas baik pada pukul 06.00, pukul 13.00 maupun pukul 16.30, sedangkan perlakuan irigasi tetes sangat ber-pengaruh terhadap perubahan kadar lengas tanah baik pada pukul 06.00, pukul 13.00 maupun pukul 16.30.

(8)

Tabel 3 Kadar lengas tanah skala tensiometer pada perlakuan varietas dan irigasi pada fase pemasakan polong umur 100 HST pada PUKUL 06.00 – 16.30

Varietas Irigasi Tetes Rata-rata

Filter Rokok Regulator Infus Kontrol

Pukul 06.00-08.00 ---centibars--- Panther (V1) Zebra (V2) Lokal (V3) 3,41 3,55 3,37 3,07 3,03 3,05 4,46 4,57 4,44 3,64 3,72 3,57 Rata-rata 3,44 b 3,05 c 4,44 a Pukul 13.00-15.00 ---centibars--- Panther (V1) Zebra (V2) Lokal (V3) 28,67 29,00 28,67 26,33 26,00 26,33 33,33 33,67 33,33 29,44 29,56 29,44 Rata-rata 28,78 b 26,22 c 33,34 a Pukul 16.30-17.30 ---centibars--- Panther (V1) Zebra (V2) Lokal (V3) 23,67 26,00 23,67 23,33 25,67 23,67 23,33 25,67 23,67 26,11 28,33 26,34 Rata-rata 24,44 b 24,22 b 32,11 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris berbeda tidak nyata menurut uji DMRT 5%. Uji lanjut menggunakan data hasil 1 kali transformasi dengan rumus

.

Pada pukul 06.00 varietas lokal menunjukkan kadar lengas yang lebih tersedia dibandingkan dengan varietas lainnya. Pada pukul 13.00 varietas Panther dan Lokal menunjukkan nilai kadar lengas yang sama dan men-cukupi. Sedangkan pengukuran pukul 16.30 menunjukkan kadar lengas yang tersedia terdapat pada varietas Panther. Pada perlakuan irigasi tetes menunjuk-kan pengaruh yang sangat nyata terhadap parameter kadar lengas fase pemasakan polong. Perlakuan irigasi

tetes dengan emiter regulator infus menunjukkan kadar lengas

Kadar lengas masih jenuh pada varietas lokal dengan menggunakan irigasi tetes emiter regulator infus dengan skala 3,05 cb yang diukur pada pukul 06.00. Hal ini dikarenakan peng-ukuran kadar lengas skala tensiometer dilakukan pada saat irigasi berlangsung, sehingga keadaan tanahnya lembab yang mengakibatkan pembacaan tensiometer sangat cepat dan mengha-silkan kadar lengas yang jenuh. Selain

(9)

itu keadaan suhu dalam tanah rendah dan kelembaban tinggi, serta terjadinya infiltrasi dalam tanah dan belum terjadinya penguapan air ke atas permukaan tanah.

Pengukuran pukul 13.00 menunjuk-kan kadar lengas dalam tanah menjadi kapasitas lapang pada varietas Panther dan varietas lokal dengan mengguna-kan irigasi tetes emiter regulator infus dengan skala 26,22 cb. Hal ini dikarenakan suhu di lingkungan sangat rendah dan kelembaban tanah sangat tinggi sehingga kadar lengas masih tersedia walaupun pada waktu siang hari, selain itu varietas Panther dan lokal sangat beradaptasi dengan baik di lingkungan tanaman sehingga keter-sediaan air dalam tanah masih ada untuk penyerapan akar.

Pengukuran pukul 16.30 menunjuk-kan kadar lengas dalam tanah masih kapasitas lapang perlakuan irigasi tetes emiter regulator infus pada skala 24,22 cb. Hal ini karena tanah masih mampu mengikat air lebih lama, mengingat struktur tanah bergeluh dimana fraksi pasir, debu dan liat berimbang sehingga ketersediaan tanah masih stabil. Selain itu faktor suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap keadaan tanah. Sedangkan terendah pada varietas Zebra sebesar 28,33 cb dengan irigasi

kontrol sebesar 32,11 cb. yang cenderung lebih baik daripada per-lakuan irigasi dengan emiter lainnya.

Hasil Bobot Polong Kering

Berdasarkan Tabel 4, terlihat ba-hwa tidak terdapat interaksi antara varietas dan irigasi tetes terhadap parameter bobot polong kering. Pada perlakuan varietas menunjukkan respons yang nyata terhadap bobot polong kering yaitu pada varietas lokal asal Cikeusal Kabupaten Serang. Pada perlakuan irigasi menunjukkan penga-ruh yang tidak nyata terhadap parameter bobot polong kering. Namun perlakuan irigasi tetes dengan emiter regulator infus menunjukkan bobot polong kering yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan irigasi lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian di-dapat bahwa hasil bobot polong kering tertinggi terdapat pada varietas lokal asal Cikeusal Kabupaten Serang sebesar 5,81 g dengan menggunakan irigasi tetes emiter regulator infus. Hal ini dikarenakan varietas lokal memiliki keunggulan tersendiri yang mampu berproduksi dengan cukup tinggi dibandingkan dengan varietas unggul.

Tabel 4 Bobot polong kering pada tanaman kacang tanah terhadap perlakuan varietas dan irigasi tetes

Varietas Irigasi Tetes Rata-rata

Filter rokok Regulator infus Kontrol ---g--- Panther (V1) Zebra (V2) Lokal (V3) 5,91 5,59 5,51 5,31 5,90 6,43 4,44 5,31 5,48 5,22b 5,60a 5,81a

Rata-rata 5,67ab 5,88a 5,08b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%. Uji lanjut menggunakan data hasil 1 kali transformasi dengan

rumus .

Selain itu varietas lokal mampu beradaptasi dengan baik di

lingkungan-nya, baik terhadap kondisi tanah maupun iklimnya dan mampu

(10)

mem-bentuk polong biji paling banyak dibanding dengan varietas lainnya. Sedangkan terendah terdapat pada varietas Panther sebesar 5,22 g dengan irigasi kontrol. Adapun keunggulan varietas lokal yaitu mampu mengatasi berbagai cekaman lingkungan, memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendukung keragaman genetik tanaman. Cekaman lingkungan tersebut antara lain; serangan hama dan penyakit, cekaman tanah masam dan cekaman kekeringan air. (Tim Perumus Komisi Nasional Sumber Daya Genetik, 2008 dalam Maulana, 2011).

Hasil Bobot Biji Kering

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa tidak terdapat interaksi antara varietas dan irigasi terhadap parameter bobot biji kering. Perlakuan varietas menunjukan respons yang berbeda terhadap parameter hasil bobot biji kering, sedangkan irigasi tetes cen-derung sangat berbeda nyata terhadap bobot biji kering. Namun perlakuan varietas lokal menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding varietas lainnya. Sedangkan irigasi tetes dengan regulator infus menunjukkan hasil yang paling tinggi untuk bobot biji kering.

Berdasarkan hasil penelitian dida-pat bahwa hasil bobot biji tertinggi terdapat pada varietas lokal asal

Cikeusal Kabupaten Serang sebesar 4,62 g dengan menggunakan irigasi tetes emiter regulator infus sebesar 4,89 g. Hal ini dikarenakan varietas lokal mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan sekitar dan ketebalan kulit polong sangat berpengaruh terhadap air yang diserap untuk pembentukan biji.

Kulit polong pada varietas lokal sangat tipis dibandingkan dengan varietas lainnya, sehingga pembentukan biji lebih banyak dan bobot biji lebih besar dibanding dengan varietas lainnya. Sedangkan terendah terdapat pada varietas Zebra (4,05 g). Bobot biji rendah disebabkan oleh jumlah biji dan jumlah polong yang rendah karena kurangnya ketersediaan air pada fase pembungaan untuk proses fotositesis yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

Riduan (2007), mendapatkan bobot biji pada tanaman kacang tanah yang stress kekeringan mengalami pe-nurunan hasil berkisar 63% - 79% dan bobot 100 butir pada tanaman kacang tanah yang stress kekeringan. Mapegau (2006), menemukan bahwa proses pengisian biji dan translokasi fotosintat sangat sensitif terhadap cekaman air, karena itu dapat mengurangi bobot biji kering.

Tabel 5 Bobot biji kering pada tanaman kacang tanah terhadap perlakuan varietas dan irigasi tetes

Varietas Irigasi Tetes Rata-rata

Filter rokok Regulator infus Kontrol ---g---

Phanter (V1) 4,53 4,50 3,17 4,07a

Zebra (V2) 3,99 4,84 3,31 4,05a

Lokal (V3) 4,51 5,33 4,01 4,62 b

Rata-rata 4,34 b 4,89b 3,50a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%. Uji lanjut menggunakan data hasil 2 kali transformasi dengan

(11)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pemba-hasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perlakuan varietas tidak berpenga-ruh pada parameter kadar lengas, tetapi pada varietas lokal (asal Cikeusal Kabupaten Serang) mem-berikan respons yang baik terhadap hasil bobot polong kering dan hasil bobot biji kering.

2. Perlakuan irigasi tetes dengan emiter regulator infus berpengaruh pada perubahan kadar lengas dan hasil bobot biji kering, tetapi tidak berpengaruh pada fase pembunga-an pukul 06.00-08.00 dpembunga-an hasil bobot polong kering.

3. Tidak terdapat interaksi antara varietas dan irigasi tetes terhadap perubahan kadar lengas dan hasil tanaman kacang tanah pada parameter yang diamati.

DAFTAR PUSTAKA

[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2006. Budidaya Kacang Tanah

Tanpa Olah Tanah.

http://www.Deptan.go.id / teknologi / tp / tkctanah 1 htm. (diakses 22 Juni 2011).

Keller J and RD Bliesner. 1990. Sprinkle and Trickle Irrigation. Publishing by Van Nostrand Reinhold. New York. 135 p.

Kurnia U, MS Djunaedi dan T Vadari. 2001. Efisiensi penggunaan air embung dengan irigasi tetes untuk mengantisipasi kekeringan air pada lahan kering di musim kemarau. Prosiding Kongres dan Seminar KNI-ICID. Bogor, 16-17 November 2000. hlm 12-17.

Mapegau. 2006. Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Universitas Jambi. Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura 41 (1): 43-49.

Maulana R. 2011. Pertumbuhan dan hasil 3 kultivar lokal kacang tanah (Arachis hypogaea L.) pada berbagai ketersediaan air tanah. UNTIRTA. Serang. 68 hlm.

Merit Nyoman I, Narka, N, I. 2007. Pengaruh interval pemberian air melalui irigasi tetes (drip irrigation) dan pupuk mineral plus terhadap produksi anggur pada lahan kering di Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. Universitas Udayana. Bali. Agritrop 26(1): 24 - 32.

Murty VVN. 2002. Land and Water Management Engineering. 3rd edition. Kalyani Publisher. New Delhi, India. 127 p.

Riduan A. 2007. Toleransi kacang tanah dan tembakau terhadap stress kekeringan dengan overekpresi gen P5CS penyadi enzim kunci biosintesis prolina. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.167 hlm.

Tusi A. 2006. Pemanfaatan Cotton Buds dan Limbah Filter Rokok sebagai Emitter Alternatif dalam Sistem Irigasi Tetes dengan Tabung Marihot. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian. UNILA. http://repository.unila.ac.id:8180/ds pace/bitstream/123456789/1176/1/l aptunilapp-gdl-res-2007-ahmadtusi-768-2006_lp_-1.pdf. (diakses 02 Agustus 2011).

Walker JP and Paul RH. 2002. Evaluation Of The Ohmmapper Instrument For Soil Measurement. Soil Science Society of America . Journal, Vol 66. P 728 -734.

Gambar

Tabel 1  Kadar lengas tanah skala tensiometer pada perlakuan varietas dan irigasi  tetes pada fase vegetatif umur 38 HST pada pukul 06.00 – 16.30
Tabel 2  Kadar lengas tanah skala tensiometer pada perlakuan varietas dan irigasi  pada fase pembungaan umur 66 HST pada PUKUL 06.00 – 16.30
Tabel 4   Bobot  polong  kering  pada  tanaman  kacang  tanah  terhadap  perlakuan  varietas dan irigasi tetes
Tabel 5  Bobot biji kering pada tanaman kacang tanah terhadap perlakuan varietas  dan irigasi tetes

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data peubah bobot polong kering per petak dan bobot 100 biji kering sebagai indikator utama, galur Unila KT9-1, K/WS6, K/Flg-1, dan K/SR-1 menunjukkan bobot polong

Menurut Kasno (2005), meskipun produktivitas kacang tanah mengalami sedikit peningkatan namun kemampuan produksi rata-rata masih sekitar 1 ton per hektar biji

Berdasarkan analisis lintas, karakter bobot polong isi, bobot biji tanaman dan bobot polong kering merupakan karakter-karakter yang dapat digunakan sebagai kriteria

Menimbang bobot 100 biji mengunakan timbangan digital dengan satuan hitung gram (g) pada tiap perlakuan yang sudah dikeringkan terlebih dahulu dengan sinar matahari selama 2-3

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan beberapa varietas kedelai berpengaruh nyata terhadap panjang akar pada saat panen, bobot kering 100 biji.. Perlakuan kondisi air

Penyiangan gulma yang dilakukan umur 2 mst dan 4 mst berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering, jumlah polong dan jumlah biji kacang tanah

Penyiangan gulma yang dilakukan umur 2 mst dan 4 mst berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering, jumlah polong dan jumlah biji kacang tanah

Teknik Irigasi Tetes Terhadap Penggunaan Mulsa Yang Berbeda Pada Budidaya Tomat Di Lahan Kering” yang dibuat berdasarkan hasil penelitian. Pada dasarnya, manusia dilahirkan