• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menuju Indonesia Bebas Asap Selasa, 25 Maret 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Menuju Indonesia Bebas Asap Selasa, 25 Maret 2008"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Menuju Indonesia Bebas Asap

Selasa, 25 Maret 2008

Syamsul Ma’arif

Kepala Pelaksana Harian Badan

Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (BAKORNAS-PB).

(Bagian Pertama)

Negara

Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dengan kekayaan alam hutan tropis terbesar ketiga di dunia. Hutan memberikan banyak manfaat dengan berbagai fungsinya, antara lain sebagai pemasok oksigen, paru-paru dunia, penyeimbang lingkungan di samping dapat menghasilkan devisa. Oleh karenanya hutan harus dikelola dengan baik dan profesional untuk kemakmuran seluruh rakyat. Jika

tidak, yang terjadi adalah bencana dengan segala dampaknya. Salah satunya adalah bencana asap yang dapat menimbulkan kerugian cukup besar di bidang ekonomi, pencemaran dan kerusakan lingkungan, gangguan kehidupan masyarakat di dalam negeri maupun gangguan terhadap negara tetangga serta kerugian lainnya.

Pada tahun 1997/1998 terjadi kebakaran hutan di Indonesia yang dipengaruhi oleh El Nino yang mengakibatkan sebagian wilayah Indonesia kekeringan dan kebakaran, yang berakhir dengan terbakarnya hutan secara luas. Kekeringan dapat meningkatkan kerentanan lingkungan terhadap api. Sebagian besar kebakaran hutan dan lahan berupa bencana asap disebabkan oleh ulah/kegiatan manusia (man-made disaster).

Dari dimensi waktu, bencana asap di

Indonesia selalu terjadi setiap tahun pada bulan-bulan antara Juni hingga

Oktober/November, karena masyarakat dengan sengaja membakar hutan untuk membuka lahan (lahan pertanian/perkebunan). Kebakaran juga dapat terjadi karena gesekan

lahan gambut akibat suhu panas terlalu tinggi sehingga lahan terbakar dengan sendirinya. Khusus kebakaran yang terjadi di bawah permukaan/lahan gambut, banyak menghasilkan asap dan sulit diatasi karena pusat api tidak tampak dan berada jauh di dalam tanah gambut. Untuk memadamkan titik api

(firespot), perlu dilakukan penyiraman dan penyuntikan air secara berulang-ulang.

Resiko Bencana Asap di Indonesia

Berdasarkan data

BPPT, bencana asap sebagian besar terjadi di daerah lahan dan hutan gambut di Sumatera bagian Timur dan Kalimantan yang didominasi oleh hamparan hutan rawa gambut. Luas hutan di wilayah Kalimantan tercatat +Â 399.560

km2 dan 58.530 km2 (14.6%) adalah hutan rawa gambut. Di wilayah Sumatera luas hutan tercatat + 233.235 km2 dan 54.991 km2 (23.6%) adalah hutan rawa gambut. Sedangkan daerah sasaran

penanganan bencana asap di wilayah Kalimantan dan Sumatera adalah sebagaimana tersebut di bawah ini.

(2)
(3)

Bencana Asap 2006

Pada tahun 2006 kebakaran hutan dan

lahan kembali terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan yang berdampak nasional, regional, bahkan internasional. Bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan kali ini dimulai dengan munculnya titik panas (hot spot) di

Provinsi Jambi, Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur pada pertengahan Juni 2006 serta munculnya kabut asap. Kondisi ini didorong pula akibat kemarau panjang dan suhu udara tinggi (perubahan iklim yang sangat ekstrim), suhu tertinggi di Kalimantan mencapai 390 C dan di Sumatera 370

C. Sampai dengan bulan Oktober 2006 titik panas di wilayah Sumatera masih terdapat di beberapa lokasi (Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung Utara).

Sedangkan di Kalimantan, sampai dengan awal November 2006 asap masih tampak pekat dan titik api dijumpai di Kalimantan Selatan dan Kalimantan

Tengah.

Dari sumber data spatial Kementerian Lingkungan Hidup, jumlah

hot spot yang terpantau di wilayah Sumatera dan Kalimantan pada tahun 2006 tercatat sekitar 33.805 titik dengan rincian, di Sumatera 16.034 titik dan di Kalimantan 17.771 titik, dengan sebaran sebagaimana grafik di bawah ini.

Grafik sebaran titik panas di Pulau Sumatera

(4)

Grafik sebaran titik panas di Pulau Kalimantan

(5)

Dampak bencana asap di samping dirasakan oleh masyarakat di dalam

negeri, juga dirasakan oleh negara tetangga, khususnya Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam. Kondisi terburuk bagi Singapura terjadi pada tanggal 7

Oktober 2006 yang pada saat itu indeks polusi udara di Singapura menembus batas berbahaya (nilai 100) sebanyak 3 (tiga) kali, sedangkan angka indeks polusi

tertinggi mencapai 128. Bencana ini tampak rutin terjadi pada saat pertengahan musim kemarau. Pada saat itu masyarakat pertanian dan perkebunan menyiapkan lahan untuk musim tanam berikutnya atau persiapan penanaman tanaman perkebunan termasuk dunia usaha di bidang perkebunan dan kehutanan. Penyiapan lahan dengan cara membakar dianggap lebih mudah, tidak memerlukan biaya besar dan ada

anggapan bahwa lahan yang dibakar akan menghasilkan pupuk organik. Kebiasaan ini tampak dominan dalam kasus-kasus kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

Sebelum masuknya industri pertanian dan perkebunan, tradisi membakar lahan untuk membuka kawasan baru (land clearing) selalu dilakukan

secara bijaksana. Masyarakat tradisional melakukan pembakaran pada areal yang tidak terlalu luas. Pada saat ini, karena alasan perhitungan ekonomis untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, pembakaran lahan dilakukan secara besar-besaran dan tidak terkendali. Dampak negatif di berbagai bidang diuraikan sebagai berikut:

Â

-

Di

bidang kesehatan, berupa gangguan kesehatan bagi masyarakat baik yang bermukim di sekitar titik api maupun yang tinggal jauh dari sumber api. Dalam jangka

pendek gangguan yang paling dirasakan adalah berupa peningkatan penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) khususnya pada anak-anak serta penderita asma. Dalam jangka panjang, menurut beberapa ahli kesehatan, bahwa polusi asap dapat menimbulkan ganguan perkembangan paru-paru pada anak-anak.

-

Di

bidang transportasi, terjadi penundaan dan penutupan bandara antara lain di

Pekanbaru, Jambi dan Palembang, Padang, Banjarmasin, Pontianak dan Palangkaraya. Pada minggu ketiga bulan Juni 2006, kondisi Pekanbaru semakin memburuk sehingga 13 penerbangan domestik dan internasional dari dan ke Pekanbaru tertunda,

dibatalkan dan sebagian terpaksa mendarat darurat di bandara Polonia (Medan). Kepekatan kabut asap juga telah mengganggu lalu lintas baik darat maupun pelayaran (Selat dan Sungai).

(6)

-

Di

bidang pendidikan, banyak sekolah yang diliburkan atau dikurangi jam belajarnya untuk menghidari meningkatnya serangan penyakit ISPA.

-

Di

bidang sosial-ekonomi, aktivitas di luar rumah berkurang, menyebabkan menurunnya transaksi perdagangan serta terganggunya transportasi yang menyebabkan kurang lancarnya pasokan logistik ke daerah pedalaman serta menurunnya kegiatan pariwisata.

-

Di

bidang hubungan internasional, terjadi protes dari negara tetangga, bahkan Singapura membawa masalah asap ini ke Sidang PBB.

-

Di

bidang lingkungan, kebakaran telah menyebabkan kerusakan flora dan fauna dan luas lahan yang terbakar kurang-lebih 68.877 ha.

(Bagian Kedua)

Akar Permasalahan

Dari berbagai hasil

penelitian/kajian, diidentifikasi akar permasalahan kebakaran hutan dan lahan sebagamana tersebut di bawah ini.

1.Â

Sifat dan Kondisi Alam

-

Pola

cuaca yang semakin sulit diprediksi dan kecenderungan terjadinya musim kering yang ekstrim dan panjang sebagai akibat dari perubahan cuaca global.

-

Sebagian besar kondisi hutan tropis Indonesia saat ini telah mengalami degradasi struktur dan komposisi jenis, sehingga lebih rentan terhadap kebakaran.

(7)

-

Adanya

lahan gambut yang cukup luas serta terdapatnya kandungan batubara di lahan hutan yang mengakibatkan semakin sulitnya dilakukan pemadaman apabila terjadi

kebakaran di kawasan tersebut.

-

Sebagian besar kejadian kebakaran hutan di Indonesia berada di lokasi yang aksesibilitasnya rendah sehingga merupakan salah satu faktor penyebab sulitnya upaya penanganan pemadaman.

2.Â

Perilaku Masyarakat/Pengusaha

-

Penyiapan lahan dengan cara membakar telah lama dilakukan oleh

masyarakat, karena merupakan cara yang paling murah, cepat dan mudah dilakukan, serta dinilai dapat meningkatkan kesuburan tanah (pupuk organik).

-

Komitmen masyarakat dan pengusaha yang rendah terhadap bahaya kebakaran hutan dan lahan.

-

Ketergantungan masyarakat terhadap lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup masih sangat tinggi, karena belum ada alternatif sumber mata pencaharian lain yang lebih baik.

3.Â

Kelembagaan

-

Hingga

saat ini belum ada satu lembaga (lead agency) yang ditunjuk menangani

kebakaran hutan dan lahan dengan garis komando yang jelas serta memiliki program terencana dan terarah dari tingkat pusat sampai tingkat operasional di

lapangan.

-

(8)

Kelembagaan yang ada saat ini masih bersifat forum koordinasi dan belum memiliki kemampuan operasional di lapangan.

-

Sumber

daya (tenaga, peralatan dan dana) kurang memadai dan belum terorganisir dengan baik di tingkat pusat dan daerah.

-

Belum

ada pedoman operasional/prosedur tetap dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan yang dapat diimplementasikan di semua wilayah.

4.Â

Pengawasan dan Penegakan Hukum

-

Peraturan perundangan di bidang kebakaran hutan dan lahan belum

tersosialisasi secara luas sehingga sistem pengawasan oleh lembaga terkait dilakukan dengan menggunakan pola masing-masing.

-

Pemahaman dan kepedulian aparat dalam penegakan peraturan di bidang kebakaran hutan dan lahan masih lemah.

-

Belum

adanya penerapan sanksi hukum yang menimbulkan efek sanksi jera terhadap pelaku pelanggaran kebakaran hutan dan lahan.

-

Masih

adanya peraturan di bidang kebakaran hutan dan lahan yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan terutama sejak diberlakukan otonomi daerah.

Kebijakan dan Strategi Penanganan Bencana Asap

Penanganan bencana asap merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, swasta dan masyarakat dengan tanggung jawab utama ada pada

(9)

Pemerintah. Bencana asap harus segera ditangani/diselesaikan sekaligus untuk mencegah terulangnya kembali kejadian bencana di masa datang. Dengan kebijakan ini, terdapat 4 (empat) strategi yang diterapkan, yakni:

-

Mengintegrasikan upaya pemadaman titik api di darat dan dari udara secara simultan dan komplementer.

-

Mengintegrasikan seluruh kemampuan/unsur ke dalam satu kegiatan operasi penanganan terpadu.

-

Penanganan bencana asap tidak dapat lagi dilakukan dengan cara-cara

konvensional, melainkan harus dilakukan dengan menggunakan teknologi yang mampu memadamkan titik api secara efektif, cepat dan tepat.

-

Penggunaan teknologi dan pengerahan sumber daya dilakukan oleh personil yang memiliki kompetensi tinggi.

Langkah-langkah penanganan yang mengacu pada kebijakan dan strategi sebagaimana tersebut di atas dimulai dengan Apel Siaga Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada tanggal 17 Juni 2006 di Palembang. Apel dihadiri oleh 10.000 peserta terdiri dari Menteri terkait, Panglima TNI, 8 Gubernur dari daerah rawan kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi Selatan, Bupati dan Walikota se-Sumatera Selatan, Perwakilan dari negara-negara tetangga, Manggala Agni (Departemen Kehutanan) dari 8 Provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan, Masyarakat Peduli Api (MPA) dari Provinsi Sumatera Selatan dan beberapa provinsi tetangga, TNI/POLRI, Polisi Kehutanan, Pramuka, Pelajar dan para pejabat dari Instansi terkait di Provinsi Sumatera Selatan. Dalam apel tersebut Bapak Presiden memberikan 7 (tujuh) instruksi, yakni:

-

Kepada

para pimpinan daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota beserta jajarannya) diminta untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan terhitung mulai tanggal 17 Juni 2006.

-

Melakukan sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat luas untuk tidak melakukan pembakaran hutan dan lahan.

(10)

-

Menekankan kepada pimpinan perusahaan untuk melakukan kegiatan yang benar, bertanggung jawab dan tidak menimbulkan kebakaran.

-

Melakukan antisipasi dan langkah-langkah cepat manakala terjadi kebakaran hutan.

-

Melakukan respon yang cepat dan tepat sehingga kebakaran tidak meluas ke daerah lain.

-

Menggunakan sarana yang ada dan teknologi yang tepat guna, di samping peralatan yang dimiliki serta tenaga manusia dengan melibatkan semua pihak

termasuk TNI, POLRI, Pramuka, Lembaga Kepemudaan, termasuk LSM terutama yang peduli pada lingkungan.

-

Melakukan kerjasama diantara pihak Indonesia di samping kerjasama antara Indonesia dan pihak negara tetangga.

Langkah

berikutnya, Sidang Kabinet tanggal 28 Agustus 2006 telah mengambil keputusan, menunjuk Aster Kasum TNI bertindak atas nama BAKORNAS PB untuk memimpin pemadaman kebakaran hutan dan lahan. Pada keesokan harinya (29 Agustus 2006) dilaksanakan pemadaman di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Kegiatan ini

berlangsung selama 55 hari operasi, sejak 29 Agustus 2006 hingga 20 November 2006 yang dilakukan melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Pos Komando (Posko Operasi) berlokasi di Padang (Lanud Padang), Pekanbaru (Lanud Pekanbaru), Jakarta (Lanud Halim Perdanakusuma), Banjarmasin (Lanud Syamsudin Noor) dan Pontianak. Hasil penanganan telah dapat mengurangi jumlah titik api secara signifikan dan kondisi cuaca kembali normal. Namun pada awal Oktober 2006 terjadi anomali cuaca yang mengakibatkan peningkatan jumlah areal yang terbakar sehingga ketebalan asap meningkat secara drastis. Hal ini menjadi perhatian serius Bapak Presiden sehingga beliau menginstruksikan untuk segera mengatasinya.

Sebagai tindak lanjut keputusan Sidang Kabinet, tanggal 10

Oktober 2006 Menko Kesra/Ketua Harian BAKORNAS PB memimpin rapat koordinasi yang dihadiri oleh Menteri/pejabat terkait dan mengambil keputusan untuk melakukan

pemadaman titik api secara cepat dan terpadu. Konsentrasi daerah pemadaman adalah Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Hal ini dimaksudkan untuk mengintensifkan pemadaman di darat yang dilakukan oleh Manggala Agni, TNI/POLRI, Masyarakat Desa Terlatih, Perusahaan

(11)

(Kehutanan/Perkebunan) dan Polisi Kehutanan.

Â

Konsep Penanganan Bencana Asap

Penanganan bencana

asap di wilayah Sumatera dan Kalimantan dilaksanakan oleh Tim yang terdiri dari berbagai unsur dan Kalakhar BAKORNAS PB bertindak selaku penanggung jawab. Misi yang diemban adalah mengembalikan kondisi cuaca ke kondisi normal/semula.

Pada tahap awal ketika api dapat dipadamkan dengan cara-cara

konvensional, penanganan dilakukan melalui pemadaman di darat. Apabila dengan cara demikian tidak memadai, langkah selanjutnya adalah dilakukan pemadaman dari udara dengan TMC. Apabila dengan cara ini juga tidak mampu mengatasi, maka dilakukan pemadaman dengan cara yang lebih efektif yaitu water bombing (pemboman air dari udara). Ringkasnya, penanganan dilakukan secara simultan (serentak) dan komplementer (saling melengkapi) dengan mengintegrasikan unsur pemadaman di darat dan dari udara.

Pelaksanaan OperasiÂ

Untuk melaksanakan operasi

pemadaman, POSKO berlokasi di Lanud Palembang dan di Lanud Syamsudin Noor (Banjarmasin) dengan mengerahkan kekuatan personil. Untuk wilayah Sumatera personil yang dikerahkan sebanyak 708 orang dan untuk wilayah Kalimanan sebanyak 2.428 orang, terdiri dari berbagai unsur, antara lain:

-

Unsur

Pemerintah: BAKORNAS PB, Mabes TNI/POLRI, BPPT, Pemerintah Daerah, Dinas Kehutanan, Dinas Perhubungan, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Kesehatan, Kesbang & Linmas, Dinas Pemadam Kebakaran, Badan Pengendali Dampak

Lingkungan Daerah, BMG, Kodam & jajarannya, POLDA & jajarannya, Lanud, Lanal, SAR (BASARNAS), crew pesawat TNI/POLRI, TNI (AD, TNI AL dan AU), crew PUMA SA-330, crew Helly POLDA, crew Hercules dan

unsur lainnya.

-

Unsur

Swasta: PERTAMINA (BUMN), crew helly PT Sumatera Bumi Andalas, crew helly BO-105 (PT Air Transport Services), crew EMERCOM (Rusia), Barisan Pemadam Kebakaran, dan unsur lainnya.

-

Unsur

Masyarakat: ORARI-RAPI, PMI, Tim Serbu Api, Masyarakat Desa Terlatih, Masyarakat Peduli Api (MPA), dan unsur lainnya.

(12)

 Sedangkan pengerahan kekuatan pesawat meliputi 2 pesawat Be-200 dari Rusia, 10 heikopter BO 105 dari PT Air Transport Services, 2 helikopter PT Sari Bumi Andalas, 1 helikopter milik POLRI, 2 pesawat SA-330 PUMA, 2 pesawat Hercules C-130 dan 1 pesawat Huges 550 milik TNI-AU, 1 helikoper BASARNAS, 1 pesawat Ericson S-64, 1 pesawat CL 415 dan 1 pesawat IL

76.

 Â

Pemadaman di darat

Pemadaman di darat dilakukan dengan

menyemprotkan langsung yang dilakukan oleh Barisan Pemadam Kebakaran dan menyuntikkan air (water pump) ke lokasi/daerah lahan gambut yang

dilakukan oleh Manggala Agni, masyarakat desa terlatih, perusahaan kehutanan dan perkebunan, anggota Polisi Kehutanan dan TNI/POLRI. Daerah operasi pemadaman meliputi Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan

Kalimantan Barat sejak tanggal 29 Agustus s/d 7 November 2006 untuk wilayah Sumatera dan tanggal 1 September s/d 20 November 2006 untuk wilayah Kalimantan.

Pelaksanaan TMC

-

TMC

dimaksudkan untuk memicu peningkatan hujan dan penipisan asap dengan dukungan pesawat Hercules C-130 milik TNI AU. Tenaga personil berasal dari BPPT (UPT Hujan Buatan) dan personil TNI-AU. Kegiatan ini dilakukan sejak tanggal 28

Oktober s/d 7 November 2006 untuk wilayah Sumatera dan tanggal 17 Oktober s/d 20 November 2006 untuk wilayah Kalimantan.

-

Base

Ops TMC megambil lokasi di Halim Perdanakusuma Jakarta untuk wilayah Sumatera dan di Banjarmasin untuk wilayah Kalimantan. Daerah operasi meliputi Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat.

-

Penyemaian awan (cloud seeding), berpangkalan di Lanud/Bandara

Halim Perdanakusuma Jakarta untuk wilayah Sumatera Selatan (Palembang, Jambi dan Lampung) dan satu lagi berpangkalan di Lanud/Bandara Banjarmasin (Kalimantan Selatan) untuk Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan

Selatan.

Water bombing

(13)

-

Water bombing dilakukan dengan menggunakan helikopter BO-105

untuk memadamkan titik api skala kecil. Operasi BO-105 untuk wilayah Sumatera dilakukan sejak 23 Oktober s/d 11 Nopember 2006.Â

-

Water

bombing juga dilakukan dengan menggunakan pesawat Be-200 dari Rusia yang khusus dirancang-bangun untuk mengatasi kebakaran hutan untuk titik api skala besar.

Operasi pesawat Be-200 dilakukan oleh crew EMERCOM (Rusia) sejak tanggal 31 Oktober s/d 6 November 2006 untuk wilayah Sumatera dan tanggal 8 November s/d 10 Desember 2006 untuk wilayah Kalimantan.Â

-

Briefing dilakukan sebelum operasi pemboman yang diikuti oleh

seluruh personil yang terlibat, yang dimaksudkan untuk menyamakan persepsi tentang daerah kegiatan, jumlah dan lokasi titik api, call sign

pesawat, frekuensi radio, in and out-going pesawat baik helikopter BO-105 maupun Be-200 serta untuk merencanakan kegiatan harian.

-

Hasil

kerja water bombing dicek/pantau setiap hari oleh petugas yang sama (petugas survey) untuk mengetahui indikator keberhasilan.

Dukungan Operasi

-

Operasi pemadaman didukung helikopter Super Puma SA-330 TNI-AU untuk survey dan stand-by SAR.

-

Pengamanan darat, laut dan udara oleh unsur TNI (AD/AL/AU) dan POLRI yang meliputi lokasi tempat pengambilan air (scooping area), lokasi titik

api/kebakaran yang akan dipadamkan dan Base Ops.

-

Pendirian POSKO Pengendali Operasi untuk mengen-dalikan kegiatan yang

dilakukan oleh Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana (SATKORLAK/SATLAK PB) setempat yang didukung BAKORNAS PB.

(14)

-

Dukungan rumah sakit rujukan dengan dokter stand-by, mobil ambulans dan mobil pemadam kebakaran.

(Bagian Ketiga-Habis)

Hasil penangananÂ

Secara umum disimpulkan bahwa

setelah dilakukan operasi pemadaman di darat dan dari udara melalui TMC dan water bombing, jumlah titik api menurun secara signifikan di wilayah

Sumatera Selatan dan sekitarnya. Kondisi asap menurun serta jarak pandang semakin baik. Hal ini berarti pemadaman titik api skala besar dinilai berhasil. Sedangkan titik api yang masih ada adalah skala kecil. Di wilayah Kalimantan tidak lagi ada titik api. Titik panas (hotspot) yang ada di bawah

permukaan tidak terdeteksi.

1.

Pemadaman di darat Â

Pemadaman di darat telah berhasil memadamkan sekitar

16.553,5 ha lahan di Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Pemadaman tersebut melibatkan 1.560 personil Manggala Agni, 4.500 personil dari Maysarakat dan 1.500 personil dari unsur lainnya.

2. Hasil

pemadaman dari udara (TMC dan water bombing)Â

• Wilayah Sumatera

– TMC telah menghasilkan hujan lokal di beberapa lokasi/Kabupaten sehingga transportasi darat, laut dan udara lancar karena tidak ada gangguan asap. Daerah turun hujan meliputi Kabupaten OKU, OKI, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Lahat, Palembang, Ogan Ilir, Lubuk Linggu, Prabumulih, Jambi, Pagar Alam dan Muara Enim.

– Water bombing berhasil menurunkan jumlah titik api

secara signifikan, dari 1.376 titik api pada posisi tanggal 17 Oktober 2006 menjadi 4 titik api pada posisi tanggal 10 November 2006. Perubahan jumlah hot spot dapat berubah-ubah setiap saat, terutama pada siang hari.

–

Kabut asap semakin berkurang dan jarak pandang (visibility) semakin

baik. Posisi tanggal 16 Oktober pukul 07.00 WIB jarak pandang rata-rata adalah 300 meter untuk kota Palembang dan 100 meter untuk kota Jambi, sedangkan pada tanggal 9 November 2006 visibility di kota Palembang pukul 07.00 WIB

rata-rata mencapai 6.000 meter dan Jambi 2000 meter, sehingga lalu lintas penerbangan kembali pulih/normal.

•Â

Wilayah Kalimantan

– TMC telah menghasilkan hujan lokal di beberapa

(15)

lokasi/daerah.

– Jumlah hot spot yang diperoleh dari satelit NOAA

mengindikasikan adanya pengurangan secara signifikan setelah pelaksanaan pemadaman di darat, penyemaian awan (cloud seeding) dan water

bombing.Â

– Kabut asap semakin berkurang dan jarak pandang

(visibility) semakin baik. Posisi tanggal 8 November 2006 jarak pandang

di kota Palangkaraya pukul 07.00 WITA < 100 meter sedangkan pada tanggal 8 Desember 2006, visibility di kota Palangkaraya pukul 07.00 WITA

rata-rata mencapai 7.000 meter (data BMG).

– Transportasi darat, laut dan

udara berjalan normal kembali. Jadwal penerbangan di Bandara Tjilik Riwut (Palangkaraya) yang tidak beroperasi sejak tanggal 8 Oktober 2006, telah berjalan normal mulai tanggal 16 November 2006.

– Aktivitas masyarakat

kembali normal yang ditandai dengan meningkatnya jumlah pendatang dan tingkat hunian hotel dan semakin ramainya pedagang yang membuka kembali usaha mereka.

Langkah ke Depan

Penanganan bencana asap di masa

depan memerlukan upaya lebih mendasar, antara lain melalui:

1. Pencegahan dan

mitigasi. Penanganan bencana asap di masa depan lebih dititikberatkan pada aspek pencegahan dan mitigasi, hal ini dinilai jauh lebih murah dibandingkan dengan penanggulangan setelah terjadi bencana, antara lain melalui:

• Sosialisasi

peduli api agar masyarakat/pengusaha tidak melakukan pembakaran dalam membuka lahan (zero burning).

• Pembuatan peta rawan kebakaran hutan/lahan.

• Pemantauan dan deteksi titik api untuk segera diambil tindakan dini.

• Pengembangan sistem informasi peringatan dini kebakaran hutan dan lahan.

2. Penegakan hukum yang dilakukan melalui peningkatan penyidikan kepada

perusahaan/pelaku perorangan yang melakukan pelanggaran/tindak pidana (termasuk didalamnya pencurian kayu di hutan negara, perdagangan kayu illegal,

dll).

3. Penetapan kebijakan terpadu dan prosedur tetap penanganan bencana asap dengan pembagian tugas dan tanggung jawab sektoral (pusat dan daerah).

4. Revitalisasi sektor kehutanan, rehabilitasi dan konservasi sumber

daya hutan serta pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam maupun sekitar kawasan hutan.

5. Peningkatan kerja sama baik di dalam negeri maupun internasional.

6. Pemanfaatan teknologi tepat-guna/mutakhir yang mampu

(16)

menanggulangi kebakaran hutan dan lahan secara tepat dan cepat. Cara-cara konvensional dinilai tidak efektif lagi mengingat titik panas di bawah permukaan tanah bisa mencapai kedalaman hingga 6 meter.

7. Dicarikan solusi untuk

mengganti kebiasaan membuka lahan pertanian dengan cara bakar menjadi tanpa bakar, melalui program insentif kepada petani.

Kesimpulan

-

Untuk

pertama kalinya Indonesia menerapkan konsep penanganan bencana asap dengan mengintegrasikan pemadaman di darat dan dari udara secara simultan (serentak) dan komplementer (saling melengkapi). Dalam kaitan ini, peran TNI tetap

diperlukan dalam rangka tugas penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan (operasi militer non-perang).

-

Penanganan bencana asap tahun 2006 telah berhasil memadamkan jumlah titik api hingga 85% dalam waktu relatif singkat, selanjutnya kondisi normal, sehingga dapat mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan ke daerah-daerah lainnya.  Â

-

Keberhasilan penanganan bencana asap tersebut dicapai dengan berbagai kendala (teknis maupun non-teknis). Keberhasilan yang dicapai bukanlah tujuan utama, melainkan langkah awal untuk membebaskan negeri ini dari asap. Oleh karena itu hutan yang merupakan aset berharga milik seluruh rakyat harus

dikelola dengan baik dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, generasi sekarang maupun generasi masa datang. Berbekal pengalaman pahit, kita cegah agar bangsa ini tidak terperosok ke dalam jurang untuk yang kesekian kalinya.

Saran

Ke depan Tahun 2007/2008 perlu disiapkan sebuah

Rencana Aksi Terpadu di tingkat nasional dan daerah yang mengakomodasikan program/kegiatan setiap Departemen/Instansi terkait dalam penanganan bencana asap mulai dari tahap pencegahan, pemadaman sampai dengan penanganan pascabencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan.

Referensi

Dokumen terkait

Penguatan wadah pusat kajian dan penelitian khazanah lokal Islam dalam lingkup kebudayaan dan peradaban Jawa Barat, lebih khusus Sunda di Fakultas Adab dan

Dari beberapa bentuk-bentuk film dokumenter diatas, dalam tugas akhir ini penulis mencoba mengangkat tema animasi dokumenter Fatmawati Sukarno dengan bentuk film

Dengan kata lain, perilaku tasamuh dalam beragama memiliki pengertian untuk tidak saling melanggar batasan, terutama yang berkaitan dengan batasan keimanan

Berdasarkan teori ini, pada konteks sharing knowledge , dapat diharapkan bahwa individu yang dihubungkan dengan sistem informasi atau teknologi informasi dapat menunjukkan

1) Segalanya berbicara, seluruh lingkungan kelas dirancang agar dapat membawa pesan belajar yang dapat diterima oleh peserta didik. Faktor bahasa tubuh, kata-kata,

Tingginya peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam penerapan teknologi rigasi tetes emiter tali pada budidaya semangka karena mereka sudah terbiasa melalukan

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya usaha ritel yang bermunculan untuk menarik minat dilihat dari banyaknya usaha ritel yang bermunculan untuk menarik

Agar bisa mendapatkan informasi yang lebih otentik dan spesifik dari sumber data (informan) yang sudah lama serta terpercaya dalam masalah yang akan di teliti dan pemaknaan