• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ini Laporan Resmi Silinku Ya Allah- ARSIP Ke 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ini Laporan Resmi Silinku Ya Allah- ARSIP Ke 3"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN PRAKTEK SILVIKULTUR INTENSIF KPH LAWU DS DIVISI REGIONAL JAWA TIMUR

JATI (Tectona grandis)

Disusun Oleh :

Ivan Hadi M. A 13/345651/KT/07467 Pembimbing :

Ananto Triyogo, Ph.D.

Ir. Handojo Hadi Nurjanto, M.Agr.Sc.

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2017

(2)

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penyusun panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, karena telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktek Silvikultur Intensif ini. Laporan sementara disusun dengan tujuan dapat membantu mahasiswa dalam melaksanakan Praktek yang berkaitan dengan implementasi sistem Silvikultur Intensif, khususnya untuk jenis Jati (Tectona grandis) yang dikelola sebagai hutan tanaman produksi.

Selama penyusunan Laporan sementara ini penyusun telah dibantu oleh beberapa pihak yang terkait. Karena itu pada kesempatan ini tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan resmi ini, terutama pada:

1. Dr. Budiadi, S.Hut, M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Kehutanan yang telah memberikan ijin.

2. Dr. Priyono Suryanto, S. Hut. MP., selaku Kepala Bagian Silvikultur yang telah memberikan ijin.

3. Ir. Handojo Hadi Nurjanto,M.Agr.Sc., selaku Ketua Panitia Praktek dan dosen pembimbing lapangan Praktek Silvikultur Intensif

4. Ananto Triyogo, Ph.D selaku Dosen pembimbing lapangan Praktek Silvikultur Intensif 5. Ayah dan Ibunda yang selalu memberikan doa dan semangatnya kepada penyusun.

6. Teman-teman satu kelompok yang banyak membantu penyususunan Proposal dan Laporan Praktek Silvikultur Intensif ini

7. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa Laporan sementara Praktek Silvikultur Intensif ini belum sempurna. Untuk itu penyusun mengharapkan masukan, saran, kritik yang bermanfaat sebagai bahan masukan dan koreksi dalam membuat Laporan sementara Praktek Silvikultur Intensif ini di lain waktu.

Akhir kata penyusun berharap Laporan sementara Praktek Silvikultur Intensif ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait, terutama bagi pihak- pihak yang membutuhkan. Terima kasih.

Yogyakarta, 18 Maret 2017

(3)

3 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... 1 KATA PENGANTAR ... 2 DAFTAR ISI ... 3 DAFTAR GAMBAR ... 6 DAFTAR TABEL... 8 Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar belakang ... 9 1.2. Gambaran umum ... 10

1.3. Letak, luas dan batas area perusahaan ... 11

Bab II. Tujuan 2.1. Tujuan praktek umum silvikultur intensif ... 11

Bab III. Metode Pelaksanaan 3.1. Perbenihan... 12

3.2. Persemaian ... 12

3.3. Persiapan lahan dan penanaman ... 12

3.4. Pemeliharaan tegakan ... 12

3.5. Perlindungan tapak... 13

3.6. Perlindungan dan kesehatan hutan ... 13

Bab IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Perbenihan ... 14

4.1.1. Produktifitas ... 14

(4)

4

4.1.3.Strategi Pemanenan Pucuk ... 18

4.1.4 Problematika dan Solusi ... 19

4.1.5. Kondisi tapak ... 20

4.1.6. Evaluasi dan rekomenasi... 22

4.2. Persemaian ... 22

4.2.1. Sarana dan prasarana... 23

4.2.2. Pembuatan stek pucuk... 24

4.2.3. Pengangkutan bibit siap tanam ... 26

4.2.4. Penilaian mutu bibit ... 27

4.2.5. Kendala ... 30

4.3. Persiapan lahan dan penanaman ... 30

4.3.1. Sistem tanam ... 30

4.3.2. Pola tanam ... 31

4.3.3. Kegiatan persiapan lahan ... 33

4.3.4. Problematika dan solusi ... 34

4.4. Pemeliharaan tegakan ... 35

4.4.1. Pemeliharaan KU muda SILIN ... 36

4.4.2. Pemeliharaan KU muda non SILIN ... 39

4.4.3. Pemeliharaan KU sedang SILIN ... 42

4.4.4. Pemeliharaan KU sedang non SILIN ... 45

4.4.5. Pemeliharaan KU tua non Silin... 48

(5)

5

4.5. Perlindungan tapak ... 51

4.5.1. Persentase tumbuhan bawah, penutupan seresah dan bahan organik ... 52

4.5.2. Struktur dan tekstur tanah ... 54

4.5.3. Kimia tanah ... 56

4.6. Perlindungan dan kesehatan hutan ... 57

4.6.1. Perlindungan pada aspek perbenihan ... 58

4.6.2. Hama dan penyakit pada persemaian ... 58

4.6.3. Hama dan penyakit pada tegakan ... 58

4.6.4. Pencegahan dan pengendalian kerusakan ... 60

Bab V. Studi Kasus ... 61

5.1. Rencana pengaturan pembagian petak ... 61

5.2. Metode pengupahan secara tumpangsari ... 62

5.3. Rencana persiapan lahan dan penanaman ... 63

Bab VI. Kesimpulan dan Saran ... 64

5.1 Kesimpulan ... 64

5.2 Saran ... 65

(6)

6 DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lay-out petak ukur perlindungan tapak. ... 13

Gambar 2. Target produksi pucuk tahun 2016 ... 15

Gambar 3. Realisasi dan target produksi kebun pangkas ... 16

Gambar 4. Pupuk daun ... 17

Gambar 5. Pemangkasan pucuk ... 17

Gambar6. Pengaturan blok kebun pangkas ... 19

Gambar 6. Bedeng induksi dan aklimatisasi ... 24

Gambar 8. Kebun Pangkas ... 24

Gambar 9. Lay-out Persemaian. ... 25

Gambar 10. Bibit tidak normal ... 30

Gambar 11. Bibit tidak sehat ... 30

Gambar 12. Lay-out pola tanam menurut PERUM PERHUTANI ... 32

Gambar 13. Lay-out pola tanam dilapangan ... 32

Gambar 14. Lubang tanam silvikultur intensif ... 34

Gambar 15. Batang tanaman terbelit gulma ... 37

Gambar 16. Sistem pengupahan tumpangsari ... 38

Gambar 17. Daun terserang hama ulat ... 39

Gambar 18. Pendangiran tanaman ... 40

Gambar 19. Batang belum dilakukan singling ... 41

Gambar 20. Kupu putih ... 42

Gambar 21. Pemulsaan menggunakan batu ... 43

Gambar 22. Tunas air yang terlambat wiwil ... 44

(7)

7

Gambar 24. Tanaman jati yang terserah gulma ... 46

Gambar 25. Kondisi petak 117 A ... 47

Gambar 26. Tunas yang terlambat dilakukan wiwil ... 48

Gambar 27. Persen hidup tanaman ... 49

Gambar 28. Rerata diameter tanaman ... 50

Gambar 29. Rerata tinggi tanaman ... 50

Gambar 30. Pertanaman tumpangsari KU muda non SILIN... 50

Gambar 31. Pemulsaan tanaman menggunakan batu pada KU sedang SILIN ... 51

Gambar 32. Contoh profil tanah KU sedang SILIN ... 53

Gambar 33. Perbandingan nilai ph ... 56

Gambar 34. Semai sehat ... 58

Gambar 35. Luas serangan ulat daun ... 59

Gambar 36. Luas serangan rayap basah ... 59

(8)

8 DAFTAR TABEL

Tabel 1. Realisasi pemanenan pucuk ... 15

Tabel 2. Tata waktu pengelolaan kebun pangkas. ... 16

Tabel 3. Problematika dan solusi kebun pangkas sukun ... 20

Tabel 4. Hasil pengujian tapak tempat tumbuh kebun pangkas. ... 21

Tabel 5. Evaluasi dan rekomendasi. ... 22

Tabel 6. Tata waktu kegiatan di persemaian ... 26

Tabel 7. Penilaian mutu bibit syarat umum ... 28

Tabel 8. Penilaian mutu bibit syarat khusus ... 29

Tabel 9. Realisasi Pemeliharaan ... 36

Tabel 10. Persen tumbuhan bawah, persen penutupan seresah dan bahan organik ... 53

Tabel 11. Struktur tanah ... 54

Tabel 12. Tekstur tanah ... 55

Tabel 13. Rencana pemeliharaan awal ... 63

(9)

9 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan tanaman merupakan hutan yang didominasi jenis tanaman tertentu dan sengaja ditanam oleh manusia dengan menerapkan teknik silvikultur. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan produktivitas hutan produksi, dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan baku industri perkayuan dan penyediaan lapangan usaha (pertumbuhan ekonomi/pro-growth), penyediaan lapangan kerja (pro-job), pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan (pro-poor) dan perbaikan kualitas lingkungan hidup (pro-enviroment), mendorong daya saing produk industri perkayuan (penggergajian, kayu lapis, pulp & paper, meubel dll) untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor ( Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman, 2009 ).

Hutan tanaman yang banyak terdapat di pulau Jawa salah satunya adalah hutan jati. Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, karena kayu jati telah dianggap sebagai sejatiningkayu (kayu yang sebenarnya). Bahan bangunan, peralatan rumah tangga dan bahan bakar menggunakan kayu jati sebagai bahan utamanya.

Pohon jati ( Tectona grandis Linn. f) sudah sejak lama dikenal untuk dimanfaatkan sebagai kayu perkakas. Sifat dekoratif kayu jati yang bagus disukai oleh konsumen. Selain itu dari segi kekuatan dan keawetannya, kayu jati termasuk kelas awet I dan kelas kuat II serta mudah dalam pengerjaannya. Kayu jati diketahui mempunyai sifat-sifat yang baik sehingga cocok untuk berbagai macam keperluan, mulai sebagai bahan bangunan dan konstruksi, kayu lapis indah, meubel dan furnitur, barang kerajinan sampai dengan obat-obatan . Sampai sekarang jati masih menjadi komoditas mewah yang banyak diminati oleh masyarakat walaupun hargajualnya mahal. KPH Lawu Ds merupakan salah satu bagian dari unit pengeloalaan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) di wilayah kerja Perusahaan Umum Perhutani yang mempunyai kelas perusahaan tusam (Pinus merkusii) dengan produk hasil hutan non kayu berupa getah resin. Pemilihan kelas perusahaan pinus ini merupakan kecenderungan kondisi topografi dan elevasi tapak yang secara umum berada di daerah pegunungan dan perbukitan yang mana merupakan kondisi yang sesuai untuk kelas perusahaan pinus. Namun demikian KPH Lawu Ds juga mengusahakan jenis lain seperti jati dan kayu putih.

(10)

10

Jenis yang diusahakan selain pinus difungsikan sebagai produk tambahan, selain itu juga sebagai nilai tambah dari efektivitas pemanfaatan lahan. Pemilihan jenis lain seperti jati dan kayu putih juga dipilih dari klon yang terbaik seperti halnya jati dipilih dari klon PHT I dan PHT II. Tanaman jati ini diusahakan oleh KPH Lawu Ds sebagai produk yang prospektif dengan pertumbuhan primer dan diameter atau riap per tahunnya yang tinggi sebagai tujuan kayu pertukangan mengingat jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat dan hal ini berbanding lurus dengan kebutuhan kayu yang juga semakin meningkat. Selain jati, pemilihan jenis kayu putih juga diharapkan mampu meningkatkan produksi perusahaan dengan produk berupa minyak kayu putih yang juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai minyak gosok maupun aroma terapi.

Pemilihan kedua jenis ini juga didasari atas tingkat keamanan dan hubungan pihak pengelola dengan masyarakat yang baik sehingga tingkat pelanggaran dalam kawasan hutan relatif minim. Kecenderungan disisi lain dalam pemilihan jati dan kayu putih adalah adanya tapak yang tidak lagi produktif atau tidak cocok untuk dikembangkan tanaman jenis pinus. Sistem pengupahan secara tumpangsari juga merupakan upaya yang diterapkan untuk menjalin hubungan baik dengan masyarakat karena secara langsung masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan hutan jati dan kayu putih dan secara tidak langsung menyerap tenaga kerja dari lingkungan masyarakat sekitar hutan yang diwujudkan dengan pembagian andil yang tepat . Strategi inilah yang dilakukan oleh KPH Lawu Ds untuk meningkatkan produksi dan efektivitas penggunaan lahan.

Untuk mengetahui penerapan silvikultur intensif pada pengelolaan hutan tanaman jati, maka dilaksanakan praktek umum silvikultur intensif pada salah satu KPH yang mengelola jenis jati yaitu KPH Lawu ds.

1.2. Gambaran Umum

Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Lawu DS merupakan salah satu bagian dari unit pengeloalaan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) di wilayah kerja Perusahaan Umum Perhutani Unit II Provinsi Jawa Timur, dengan kantor pusat berkedudukan di Jakarta. Perum Perhutani merupakan perusahaan Umum Kehutanan Negara yang didirikan pada tahun 1972 berdasarkan peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1972.

Nama perusahaan : Kesatuan Pemangkuan Hutan Lawu dan sekitarnya Perum Perhutani Unit Dua Jawa Timur.

(11)

11

Penanggungjawab : Administratur KPH Lawu Ds

Alamat : Jalan Rimba Mulya No.5 Madiun, Jawa Timur Telepon/Fax : (0351) 462463 / 462013

Jenis kegiatan : Pengelolaan Hutan Tanaman Jati dan Pinus Luas kawasan hutan : 52.256,40 ha

1.3. Letak , Luas dan Batas Areal Perusahaan

Secara geografis wilayah KPH Lawu Ds terletak antara 110058’27” BT sampai dengan 111048’27” BT dan 7030’ LS sampai dengan 8010’ LS, dengan ketinggian tempat berkisar antara

750 m dpl sampai dengan 2.800 m dpl. Meski secara wilayah administrasi berada di Madiun, KPH Lawu Ds memiliki daerah pengelolaan meliputi 5 kabupaten yakni Madiun, Ponorogo, Magetan, Ngawi, dan Pacitan dengan luas kawasan hutan keseluruhan adalah 52.256,40 ha.

Sebagian besar kawasan hutan tersebut berada di daerah pegunungan dan termasuk dalam 2 wilayah DAS yaitu DAS Solo dan DAS Grindulu. Berdasarkan administrasi pemerintahan, kawasan hutan KPH Lawu Ds memiliki 152 Desa Pangkuan Hutan yang tersebar pada 5 wilayah kabupaten meliputi Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Pacitan. Adapun batas-batas wilayah pemangkuan hutan KPH Lawu Ds (SISDH KPH Lawu Ds, 2003) adalah sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan KPH Madiun, b. Sebelah timur berbatasan dengan KPH Kediri,

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia, dan d. Sebelah barat berbatasan dengan KPH Surakarta.

BAB II TUJUAN

2.1. TUJUAN PRAKTEK UMUM SILVIKULTUR INTENSIF

Praktikum Umum Silvikultur Intensif (SILIN) ini bertujuan sebagai pemantapan kompetensi silvikutur intensif melalui penguatan sinergis dalam pengendalian (controlling), fasilitasi (facilitating), proteksi (protecting) dan pengelolaan sebagai kesatuan fungsi utama pelaksanaan silvikultur yang diimplementasikan dalam tujuan keenam aspek yaitu perbenihan, pengadaan semai, persiapan lahan dan penanaman, pemeliharaan, perlindungan tanaman, dan perlindungan tapak.

(12)

12 BAB III

METODE PELAKSANAAN 3.1. PERBENIHAN

Pengumpulan data dan informasi aspek perbenihan dilakukan melalui metode wawancara dan pengamatan kondisi kebun pangkas, layout kebun pangkas, serta produksi kebun pangkas. Aktivitas wawancara meliputi produksi kebun ppangkas, pemeliharaan, gangguan pada pohon induk. dilaksanakan di Persemaian sukun melalui diskusi interaktif dan pengamatan bersama dengan mandor persemaian Sukun, RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Lawu Ds.

3.2. PERSEMAIAN

Pengumpulan data dan informasi persemaian dilakukan di Persemaian Sukun petak 16 D yang diwujudkan melalui 3 bentuk kegiatan yaitu wawancara, studi dokumentasi, dan penilaian mutu bibit. Aktivitas wawancara dilakukan melalui diskusi interaktif dengan Mandor persemaian dan petugas pelaksana teknis persemaian. Pada studi dokumentasi dilakukan dengan mempelajari SOP persemaian, RTT persemaian, dan RO Persemaian. Adapun untuk penilaian mutu bibit dilakukan secara langsung di persemaian dengan mengacu pada standar prosedur penilaian mutu bibit tanaman hutan yang tercantum dalam P.11/V-PTH/2007 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mutu Bibit Tanaman Hutan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.

3.3. PERSIAPAN LAHAN DAN PENANAMAN

Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan metode wawancara dan pengamatan dilapangan. Tegakan yang diamati adalah tegakan yang memiliki kelas umur muda, sedang dan tua. Pengamatan yang dilakukan meliputi pola tanam dan sistem tanam. Aktivitas wawancara dilakukan melalui diskusi interaktif dengan Mandor tanam dan petugas pelaksana teknis persemaian. Pada studi dokumentasi dilakukan dengan mempelajari SOP persiapan lahan dan penanaman dan petunjuk pembuatan tanaman Perhutani.

3.4. PEMELIHARAAN TANAMAN

Pengumpulan data dan informasi kegiatan pemeliharaan hutan dilakukan melalui 3 bentuk kegiatan yaitu pengamatan kegiatan pemeliharaan, wawancara, dan studi dokumentasi. Pengamatan dilakukan dengan pembuatan petak ukur 50x50 meter dan mengamati kondisi tegakan apakah pemeliharaan sudah dilakukan dengan baik atau belum pada petak ukur tersebut. Kegiatan wawancara dilakukan dengan mandor pemeliharaan. Sedangkan studi dokumentasi dilakukan untuk mempelajari SOP pemeliharaaan, RTT, dan RO pemeliharaan tanaman.

(13)

13 3.5. PERLINDUNGAN TAPAK

Pengamatan dilakukan pada tapak tegakan dengan KU muda, sedang dan tua dengan cara : 1. Membuat PU bujur sangkar dengan ukuran 50 x 50 meter

2. Mengambil sampel pada titik tengah plot untuk pengambilan dan pengamatan seresah. 3. Membuat dan mengamati profil tanah

4. Mengambil sampel tanah sejumlah 3 titik yakni sisi kanan, tengah, dan kiri dengan diameter lingkaran 60 cm yang membentuk garis diagonal kemudian dilakukan pengujian sifat fisik tanah dan kimia tanah.

Gambar 1. Lay-out Petak Ukur Perlindungan Tapak

3.6. PERLINDUNGAN TANAMAN

Pengumpulan data dan informasi kegiatan pemeliharaan hutan dilakukan melalui 3 bentuk kegiatan yaitu pengamatan kesehatan hutan, wawancara, dan studi dokumentasi.Kegiatan wawancara dilakukan denganKRPH dan mandor pemeliharaan.Sedangkan studi dokumentasi dilakukan untuk mempelajari SOP pemeliharaaan, RTT, dan RO pemeliharaan tanaman.

Pengamatan kesehatan hutan, pengumpulan data dan informasi langsung dilakukan di lapangan dengan pembuatan petak ukur pengataman. Detail cara kerja pengamatan kesehatan hutan adalah sebagai berikut:

1. Melakukan stratifikasi kelas hutan menurut umur tegakan.

2. Memilih lokasi pengamatan yang meliputi KU muda, KU sedang, dan KU tua. 3. Mengamati pertumbuhan tegakan serta penyakit atau hama yang menyerang.

4. Melakukan skoring kerusakan pada setiap individu pohon yang diamati dalam petak ukur. 5. Menghitung luas dan intensitas serangan.

50 m

50 m 1

2

(14)

14 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. PERBENIHAN

Salah satu persyaratan keberhasilan pembangunan hutan tanaman di masa mendatang sangat ditentukan oleh penyediaan benih yang bermutu tinggi, yaitu unggul mutu genetiknya dan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Benih bermutu dapat diperoleh dari tegakan hutan alam atau tanaman yang ada atau dari tegakan yang khusus dibangun untuk menghasilkan benih bermutu.

Kebun Pangkas (KP) yang terdapat di persemaian sukun merupakan sumber benih yang dibangun dari bahan vegetatif yang berasal dari klon unggul PHT I dan PHT II yang didatangkan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Cepu. Kebun pangkas di persemaian sukun dibangun pada tahun 2011 dengan luas 0,5 ha dengan jumlah indukan 5000 plc. Pembangunan kebun pangkas ini di rancang dengan sistem blok dengan jumlah total pembagian blok adalah 4 blok. Luas kebun pangkas tersebut menurut SOP tidak sesuai dimana luas kebun pangkas seharusnya adalah 1 ha dengan luas persemaian 2,5 ha. Namun dalam hal ini status kebun sukun hanya sebagai supporting dan belum ada aturan yang menjelaskan patokan luasan kebun pangkas sebagai supporting.

KPH Madiun memiliki dua kebun pangkas jati yang terletak di persemaian dungus sebagai pemasok utama bibit stek pucuk jati dan persemaian sukun yang difungsikan sebagai supporting bibit stek pucuk yang tidak dapat dipenuhi oleh persemaian dungus. Persemaian sukun terletak di RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun.

4.1.1. Produktivitas

Kebun Pangkas persemaaian sukun memiliki luas 0,5 ha dengan jumlah indukan 5000 plc dengan rata-rata prpduksi pucuk 16 – 24 tiap indukan dalam sekali panen. Dalam sekali panen kebun pangkas sukun ini sudah mampu memenuhi target yang ditetapkan perusahaan yaitu sebesar 90.911 plc

Hasil yang kami dapatkan dilapangan diketahui bahwa pemanenan pucuk kebun pangkas sukun dilakukan sebanyak 2 kali tahapan (2 kali rotasi). Strategi yang telah diterapkan dengan

(15)

15

pemanenan selama 5 hari, setiap blok kebun pangkas mampu menghasilkan 31.250 pucuk. Dengan asumsi dalam sekali tahap produksi menyerap 5 orang pekerja dimana 5 orang tersebut mampu memangkas ± 25.000 pucuk/ hari. Maka, dengan pemanenan selama 5 hari dengan HOK 7 jam/hari dapat dihasilkan 125.000 pucuk dalam 1 tahapan pemanenan. Menurut hasil wawancara proses pemanenan di kebun pangkas sukun dilakukan sebanyak 2 tahapan, maka jumlah produksi pucuk yang dihasilkan adalah sebanyak 250.000 pucuk/tahun. Yang mana hal ini jauh lebih tinggi dari pada jumlah target perusahaan.

Tabel 1. Realisasi Pemanenan Pucuk Jumlah Pekerja (orang) Jumlah Produksi Pucuk Setiap blok (Pucuk) Jumlah Pucuk/induk Jumlah Blok Total hari kerja (Hari) Hari Orang Kerja (HOK) (Jam/hari) Prestasi Kerja Pemanenan/ Blok/hari (Pucuk) Kemampuan Produksi Pucuk dalam 1 Tahapan (Pucuk) 5 31.250 20 4 5 7 25.000 125.000

Gambar 2. Target Produksi Semai Stek Pucuk Tahun 2016

Kebun pangkas dan persemaian sukun merupakan kebun pangkas yang bersifat supporting yang berfungsi memenuhi kebutuhan semai yang belum dapat dipenuhi oleh persemaian induk yang berada di dungus. Meskipun sudah ditarget oleh perusahaan persemaian sukun ini melakukan

(16)

16

dua kali pemanenan stek pucuk dan menghasilkan jumlah produksi hampir dua kali lipat. Lebih jelas produksi kebun pangkas dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Realisasi dan Target Produksi Kebun Pangkas

Sekilas memang terlihat adanya perbedaan antara realisasi produksi pucuk, target produksi dan realisasi keberhasilan di persemaian hingga siap tanam. Tingkat kegagalan yang tinggi ditahun 2014 karena adanya pengaruh lingkungan pada bulan ke 8 yaitu berhembusnya angin kencang yang menyebabkan banyaknya semai yang mati pada bedeng induksi sampai pada open area. Sedangkan pada tahun 2016 kegagalan yang terjadi lebih rendah, karena pemanenan pucuk dilakukan sebelum bulan ke 8. Menurut data yang didapatkan dari RPH memang sejumlah demikian, namun menurut mandor maupun pelaksana teknis dilapangan jumlah pucuk yang dipanen sejumlah 250.000 plc yang mana sisa dari target tersebut tetap didistribusikan kepada beberapa BKPH antara lain : Pulung, Bondrang, Sumoroto, Dagangan, Dungus, dan Caruban. Tujuan pendistribusian tersebut biasanya berubah setiap tahun.

4.1.2. Pengelolaan

Indukan kebun pangkas RPH Sukun berasal dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (PUSLITBANG) Cepu. Penanaman indukan dibuat dengan desain blok, dimana terdapat 4 blok dengan luas total kebun pangkas 0,5 ha. Pembagian luasan setiap blok adalah 0,125 ha dengan jarak tanam 1 x 1 meter, jumlah pohon induk total semua blok sebanyak 5000 plc yang ditanaman

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Realisasi Produksi Pucuk Target Produksi Pucuk Realisasi Keberhasilan Siap Tanam 186.667 186.667 140.00 121.233 90.911 90.911 Ju ml ah P u cu k/ Tah u n Tahun 2014 Tahun 2016

(17)

17

tahun 2011. Klon yang digunakan untuk indukan pohon induk terdiri dari dari 2 klon yaitu PHT I dan PHT II yang ditanam secara acak di dalam blok. Pengacakan ini bertujuan untuk mengurangi homogenitas klon dan mengatasi serangan hama penyakit. Berikut adalah tahapan pembangunan kebun pangkas hingga proses produksi :

 Persiapan lahan yang pertama dilakukan adalah penggebrusan dilakukan sebanyak 3 kali.

 Pembuatan lubang persegi 40x40x30 cm. Top soil ditempatkan sebelah kiri, Sub soil ditempatkan disebelah kanan. Kemudian untuk penanamannya dibalik. top di bagian dasar kemudian diatasnya pupuk kandang 5 kg dan ditutup dengan sub soil.

 Klon tersebut berasal dari klon PHT I dan PHT 2 yang ditanam secara acak dengan alasan untuk menghindari resiko homogenitas klon dan mencegah serangan hama penyakit.

 Umur 1 bulan dilakukan pemupukan dengan 15 gram urea.

 Umur 3 bulan, minimal terdapat 2 nodus daun dengan tinggi 80-100 cm, kemudian pangkas cabang ortothrop sisakan panjang 20 cm/ 2 nodus daun (bila ada) dan sisakan 5 cm dari nodus daun ke 2 (bila ada). Luka ditutup dengan cat many kayu untuk menghindari hama penyakit.

 Berikan pupuk 5 gram setelah pemangkasan dan semprotkan perangsang pertumbuhan tunas berupa pupuk majemuk (nama pabrik : neokristalon) setiap sekali pangkas.

Gambar 4. Pupuk Daun (kristalon)

(18)

18

Untuk tahap pengambilan tunas pertama menunggu 3 tahap pangkas buang baru siap ditanam di lapangan. Jangka waktu setiap pangkas buang adalah 15 hari juga.

 Pangkas buang tahap 1, pohon induk berumur 3 bulan. Kriteria : 2 nodus daun, tinggi 80 cm-1 m.

 Pangkas buang tahap 2, umur 2 minggu dari tahap 1. Kriteria : 2 nodus daun, panjang tunas minimal 20 cm.

 Pangkas buang tahap 3, umur 2 minggu dari tahap 3. Kriteria : 2 nodus daun, panjang tunas 20 cm akan muncul 3 orde cabang pada pohon induk dan tunas baru yang terbentuk akan berbentuk silindris.

 Hasil pemangkasan tahap 3 inilah yang baru siap pangkas produksi dan siap diinduksi

 Tahapan selanjutnya adalah pemangkasan untuk disiapkan sebagai produksi kebun pangkas Tabel 2. Tata Waktu Pengelolaan Kebun Pangkas

Secara umum kebun pangkas tersebut dilakukan pemeliharaan dengan baik. Pemeliharaan rutin yaitu pangkas buang diluar masa produksi dilakukan 2-3 bulan sekali untuk mempertahankan kualitas stek pucuk. Penyiraman juga dilakukan apabila musim kemarau panjang dan pohon induk menunjukkan gejala kekeringan. Air untuk penyiraman dibeli dari pengairan secara rutin penyiraman dilakukan dua kali sehari pagi dan sore. Selain itu kegiatan penyiangan juga dilakukan secara rutin sebelum pangkas buang pertama untuk kegiatan produksi atau sesuai kondisi lapangan. Penyiangan dilakukan secara manual menggunakan sabit dan cangkul apabila bersamaan dengan pemupukan dan pengguludan.

4.1.3. Strategi Pemanenan Pucuk

Dalam upaya untuk mendapatkan bibit dengan kualitas yang baik dan umur seragam diperlukan strategi pengaturan rotasi pemanenan pucuk. Strategi yang diterapkan juga harus mempertimbangkan ketersediaan tenaga kerja dan rencana anggaran dana yang harus dikeluarkan

(19)

19

semuanya harus dilakukan dengan cermat sehingga strategi yang diterapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Strategi yang diterapkan dalam rotasi pemanenan pucuk di persemaian sukun adalah sebagai berikut :

 Hari pertama di Blok 1

 Hari kedua di Blok 2 dan blok 1

 Hari ketiga di Blok 3 dan blok 2

 Hari keempat di Blok 4 selama 1 hari dan blok 3

 Hari kelima Pemanenan kembali pada blok 4

 Kemudian menunggu selama 2 minggu dan Pangkas Produksi kedua akan dilaksanakan kembali.

Gambar 6. Pengaturan Blok Kebun Pangkas

4.1.4. Problematika dan Solusi Perlindungan dalam Pengelolaan Kebun Pangkas

Kesulitan yang dihadapi oleh pengelola adalah karena faktor lingkungan seperti curah hujan dan angin. Selama ini belum pernah ditemui hama perusak yang merusak secara serius kebun pangkas, pengendalian yang dilakukan adalah dengan pengambilan larva ulat (tidak ditemui saat pengamatan dilapangan) secara manual dan penyemprotan menggunakan insektisida berbahan aktif Deltametrin 25 g/l. Namun menurut SOP Perhutani sebenarnya insektisida ini dilarang digunakan.

(20)

20

Tabel 3. Problematika dan Solusi Kebun Pangkas Sukun

4.1.5. Kondisi Tapak

Kondisi tapak dapat dipengaruhi perlakuan seperti pemupukan, pendangiran, dan pemulsaan. Pemberian perlakuan penting untuk meningkatkan produktivitas indukan meskipun sudah berada pada tapak yang sesuai. Kondisi tapak pada lokasi kebun pangkas persemaian sukun ini sangat diperhatikan dengan pemeliharaan yang rutin untuk mempertahankan kualitas, terutama aerasi dan draenase. Pengamatan kondisi tapak yang kami lakukan menggunakan metode selidik cepat kualitatif.

Problematika

Hama Perusak

Busuk Akar

Mati Pucuk krn Cekaman Air

Kegagalan Induksi, Karena Angin di Bulan 8

Cekaman Kekurangan Air (kemarau)

Solusi

Penyemprotan insektisida Deltametrin 25 g/l

Meninggikan Guludan

Pemberian Pupuk Hayati

Induksi Lebih Awal pada Bulan ke-8

Penyiraman dgn Membeli Air dari Pengairan

(21)

21

Tabel 4. Hasil Pengujian Tapak Tempat Tumbuh Kebun Pangkas

Kriteria Lapisan 1

Bahan Organik +++

CaCO3 +++

Fe 2+ (Ferro) R3 (anoksik mutlak)

Fe 3+ (Ferri) O3 (oksik mutlak)

Gleisasi + Si - Mn - pH 5 Tekstur Lempung Kedalaman lapisan 0-10 cm

Hasil pengujian sifat kimia tanah di kebun pangkas Sukun menunjukkan bahwa tapak sesuai untuk pertanaman indukan kebun pangkas Jati. Bahan organik yang terkandung dalam tanah adalah hasil dari pemberian mulsa organik dari permbersihan tumbuhan bawah dan dekomposisi seresah bekas pangkas buang oleh organisme tanah. Kandungan kapur pada tapak kebun pangkas termasuk tinggi, namun pH tersebut kurang sesuai untuk pertumbuhan jati. Dilihat dari kandungan kapur yang tinggi seharusnya tanah mempunyai pH diatas 7 yang bersifat basa. Hal ini kemungkinan diakibatkan pemberian pupuk urea dan pupuk daun yang dilakukan secara intesif setelah pemangkasan pucuk.

Pertukaran udara pada tapak kebun pangkas termasuk lancar karena rongga-rongga dalam tanah termasuk besar dengan adanya organisme tanah seperti cacing, serangga dan lainnya yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat gleisasi pada tanah yang diamati sudah optimal untuk pertumbuhan jati karena tanah tidak menggenang ditambah sistem draenase yang baik. Menurut mandor persemaian kegiatan babat tumbuhan bawah dan pengguludan dilakukan secara intensif untuk memperbaiki aerasi dan draenase tanah.

(22)

22

Ferro dan Ferri sebagai penanda warna tanah dan draenasi tanah. Dilapangan didapatkan suasana ferro anoksik mutlak dan ferri oksik mutlak dimana warna tanahnya hitam dan karakteristik tanah yang mudah menggenang, namun karena kegiatan pengguludan yang intensif maka draenase tanah menjadi lebih baik, dalam implementasinya pemberian mulsa dilapangan juga dilakukan sehingga aerasi tanah pun juga semakin baik.

4.1.6. Evaluasi dan Rekomendasi

Secara umum pengelolaan kebun pangkas sukun sudah dapat dikatakan berhasil. Namun masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan lagi secara lebih teliti. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dilapangan didapatkan evaluasi dan rekomendasi untuk pengelolaan kebun pangkas yang mengacu pada SOP Perhutani. Berikut evaluasi dan rekomendasi dapat dilihat di tabel 5.

Tabel 5. Evaluasi dan Rekomendasi

4.2. PERSEMAIAN

Yang dimaksudkan dengan persemaian (Nursery) adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses benih (atau bahan lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap ditanam di lapangan. Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari kegiatan penanaman hutan karena itu sangat penting dan merupakan kunci pertama di dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan

Belum ada tanda patok yang jelas untuk blok kebun pangkas

Masih Menggunakan Fungisida Berbahan Aktif Mankozeb 80% yang tidak diperbolehkan oleh perusahaan

Perlu adanya pemahaman tentang pemahaman penggunaan ZPT

Masih Menggunakan insektisida Berbahan Aktif Diltametrin 25 g/l untuk

hama ulat yang tidak diperbolehkan oleh perusahaan

Perlu diadakan pemasangan tanda patok permanen untuk setiap blok

Menggunakan fungisida jenis lain seperti Iprodion dan Tiram yang lebih

ramah lingkungan

Penggunaan ZPT yang sesuai dengan SOP seharusnya diterapkan baik Instruksi dari Unit, KPH maupun

petugas lapangan

Menggunakan insektisida jenis lain seperti d-aletrin, tetradifon yang lebih

(23)

23

Semai yang diproduksi oleh KPH Madiun berasal dari materi vegetatif klon PHT I dan PHT II, sehingga dapat menjamin tanaman yang dihasilkan akan memiliki sifat yang sama dengan indukan. Pengamatan pengadaan semai dalam praktek silvikultur intensif ini dilaksanakan di persemaian Sukun, RPH Sukun, BKPH Sukun, KPH Madiun. Persemaian yang diamati ini termasuk dalam persemaian semi permanen dengan luas 1 hektar dan 0,5 hektarnya digunakan sebagi kebun pangkas. Luasan tersebut menurut SOP tidak sesuai karena seharusnya luas persemaian adalah 2,5 ha dengan 1 ha difungsikan sebagai kebun pangkas.

Dalam Modul Pelatihan Pembuatan Persemaian Perhutani Tahun 2013, tipe persemaian permanen lebih ditentukan oleh penentuan luasannya berdasarkan rasio areal efektif (60%) dan areal penunjang (40%). Angka rasio tersebut tidak bersifat mutlak tetapi dapat disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Areal efektif persemaian adalah alokasi ruang untuk tempat penyimpanan bibit sedangkan area penunjang adalah alokasi ruang untuk sarana dan prasarana persemaian.

4.2.1. Sarana dan Prasarana

Dalam rangka melaksanakan produksi bibit di persemaian maka dperlukan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan produksi bibit itu sendiri.

Areal efektif digunakan untuk ruang penyimpanan bibit. Sarana dan prasarana yang seharusnya terdapat dilokasi persemaian yaitu bedeng induksi akar, bedeng aklimatisasi, shading area, open area, dan area kebun pangkas. Areal penunjang digunakan untuk sarana dan prasarana seperti jalan inspeksi, jalan angkut, kantor, ruang jemur, ruang pencampur media, ruang pompa air,ruang muat bongkar bibit, gudang penyimpanan alat, dan pos jaga. Kondisi aktual yang kami temui dilapangan hanya ada 2 tandon air, 1 kantor persemaian, 1 gudang alat, bedeng induksi dan aklimatisasi dalam lokasi yang sama, bedeng shading dan open area. Bedeng induksi, dan aklimatisasi berada di tempat yang sama hanya saja dalam setiap perlakuan di masing-masing bedeng tetap dilakukan sesuai SOP. Menurut mandor persemaian sarana dan prasarana persemaian tersebut sudah mencukupi untuk menunjang kegiatan persemaian.

(24)

24

Gambar 8. Kebun Pangkas

4.2.2. Pembuatan Stek Pucuk

Bibit yang diproduksi di persemaian yaitu jati yang berasal dari materi vegetatif (dari kebun pangkas) jenis Jati Plus Perhutani Stek Pucuk (JPP SP). Kapasitas produksi bibit di persemaian per tahun disesuaikan dengan kebutuhan Perhutani.

Adapun kegiatan yang dilakukan dipersemaian menurut mandor persemaian antara lain :

PRA INDUKSI

 Pucuk yang telah dipangkas dikumpulkan.

 Sisakan daun sebanyak 30% setiap helaian daun.

 Beri pelukaan baru pada batang dengan cutter.

 Rendam batang pada hormon NAA 0,02 gram untuk 200 pucuk.

 Perendaman pada hormon/ZPT selama 10 menit.

 Stek pucuk ditanam pada media tanam dengan komposisi 3:2:1 (kompos : pasir : top soil) pada kontiner polybag berwarna putih.

 Penyemprotan bedeng dan media dengan fungisida.

INDUKSI

 Induksi dilakukan dengan penyungkupan plastik putih pada tiap bedeng induksi (bedeng berparanet).

 Proses induksi selama 1 bulan dengan suhu 40OC dan kelembaban ± 70%.

 Penyiraman dilakukan menggunakan gembor setiap hari pada pagi/sore tergantung kondisi lingkungan bedeng induksi.

Gambar 7. Bedeng Induksi dan aklimatisasi

(25)

25 AKLIMATISASI

 Aklimatisasi dilakukan selama 2 minggu dengan membuka sungkup plastik secara bertahap pada bedeng aklimatisasi (bedeng berparanet)

 Semai yang bisa masuk pada tahap aklimatisasi adalah semai yang mampu bertahan hidup tanpa sungkup dan sudah berakar (terlihat dari polybag bening).

 Penyiraman dilakukan menggunakan gembor setiap hari pada pagi/sore tergantung kondisi lingkungan.

SHADING

 Shading dilakukan selama 2 minggu dengan menempatkan semai pada bedeng berparanet.

 Dilakukan pemupukan dengan jenis kristalon dosis 5 gram (SOP : 2 gram) + 5 gram urea (SOP : belum dilakukan) untuk 8 L air (SOP : 2 gram/L air).

 Penyiraman menggunakan gembor dilakukan setiap hari pada pagi hari tergantung kondisi lingkungan bedeng .

 Mulai dilakukan grading semai

OPEN AREA

 Pemindahan semai pada bedeng tanpa sungkup plastik dan paranet selama ± 4 bulan sampai bibit siap tanam dilangan dengan kriteria (tinggi 30 cm, muncul batang berkayu dan akar sudah mulai kompak)

Penyiraman menggunakan selang air setiap hari pada pagi hari.

Penyiangan

Grading semai

 Penambahan media

 Pemupukan daun dengan gandasil D untuk semua semai dengan dosis 5 gram untuk 8 L air (Sop : 14 L air) dan penambahan pupuk urea pada semai yang terlihat lemah.

(26)

26

Tabel 6. Tata Waktu Kegiatan Di Persemaian

Setiap satu bedeng menurut SOP mampu memuat ± 650 plances bibit namun dalam pelaksanaannya sampai 1000 plances. Induksi adalah suatu kondisi dimana stek dipacu pertumbuhan akarnya. Aklimatisasi bertujuan untuk menguatkan semai dari lingkungan induksi yang kelembaban dan kondisi lingkungannya optimal menjadi kondisi yang kurang optimal karena pengaruh lingkungan luar. Pemeliharaan di bedeng aklimatisasi dengan pembukaan sungkup secara bertahap menuju shading area yang tujuannya untuk melatih bibit yang sebelumnya tumbuh dalam bedeng induksi dengan kondisi lingkungan yang terukur dan kelembaban tinggi untuk dapat hidup mandiri dan berfotosintesis pada kondisi eksternal (Winarni, 2009). Apabila masih ada semai yang layu di bedeng aklimatisasi maka dikembalikan lagi pada bedeng induksi. Setelah di bedeng aklimatisasi bibit dilakukan dengan dibiarkan ternaung dalam shading area dengan tujuan untuk mengatur suhu dan intensitas cahaya matahari, jauh dari serangan hama dan penyakit. Pada proses shading dilakukan pemeliharaan yaitu pemupukan daun. Setelah 15 hari di shading area, bibit dibawa ke open area sampai semai siap diangkut untuk ditanam.

Persen kematian semai menurut catatatn mandor persemaian sukun pada tiap bedeng yaitu 15% pada bedeng induksi, 3% pada bedeng aklimatisasi, 2% pada shading area dan 5% pada open area sehingga persen keberhasilan pembuatan semai stek pucuk yaitu 75%. Jumlah rerata pucuk yang dipanen dalam kondisi normal yaitu 121.215/sekali tahap produksi per tahun.

4.2.3. Pengangkutan Bibit Siap Tanam

Ciri-ciri bibit jati siap tanam pada usia 3- 6 bulan berdasarkan standar perhutani adalah bibit memiliki pertumbuhan yang normal, tinggi bibit 20 –30 cm, batang lurus, berkayu (1/3 dari tinggi), kokoh, daun tidak terlalu lebar, kaku berwarna hijau sedikit kuning, tidak terserang hama dan penyakit, perakaran banyak dan membentuk gumpalan yang kompak dengan media.

(27)

27

Pengemasan bibit yang akan dikirim menggunakan kotak dari plastik. Ukuran kotak bagian dalam panjang 60 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 50 cm. bagian dasar peti setinggi ± 15 cm rapat, bagian atas boleh jarang. Satu kotak dapat menampung 70 semai. Satu rit truk menampung 72 kotak atau 5040 bibit. Penataan bibit yang disusun dalam kotak dengan posisi ditidurkan/ dimiringkan dan dimasukkan dalam kotak secara horizontal setelah penuh baru diberdirikan. Sebelum diangkut bibit disiram terlebih dahulu sampai jenuh. Kotak bibit yang telah tersusun rapi di dalam truk pengangkut ditutup dengan shading net untuk menghindari kerusakan bibit. Bagian belakang diusahakan terbuka untuk sirkulasi udara.

4.2.4. Penilaian Mutu Bibit

Pengamatan mutu bibit di persemaian ini dilakukan pada bibit untuk kegiatan penanaman tahun tanam 2016. Usia bibit yang digunakan untuk pengamatan mutu bibit berumur 6 bulan yang telah siap dibawa ke lapangan. Untuk penghitungan mutu bibit dilakukan dengan mengacu pada standart mutu bibit, dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan kemudian dilakukan perhitungan berdasarkan syarat umum dan syarat khusus bibit untuk dicari kualitasnya.

Syarat umum adalah penilaian mutu bibit dengan yang mana komponen penilaiaannya umum dan bisa diterapkan untuk semua bibit. Sedangkan syarat khusus adalah penilaaian syarat menggunakan pedoman khusus yang sudah ditentukan berdasarkan masing-masing bibit yang akan dinilai.

Penilaian mutu bibit dilakukan dengan mengamati sampel bibit siap tanam di open area sejumlah 40 semai dari total ± 1600 semai. Variabel yang diamati meliputi tinggi, diameter, jumlah daun, kelurusan, batang tunggal, bibit sehat dan kekompakan media. Hasil penilaian mutu bibit dapat dilihat pada tabel 7 dan tabel 8.

(28)

28

Tabel 7. Penilaian Mutu Bibit Syarat Umum

1 persen bibit normal

% BIBIT NORMAL= (Ʃ bibit normal/Ʃ contoh bibit yang diperiksa)x100%

90

2 persen bibit tunggal

% bibit berganda = ( Ʃbibit tunggal/ Ʃ bibit yang diperiksa) x 100%

100

3 persen bibit sehat

% bibit sehat = ( Ʃbibit sehat/ Ʃ bibit yang diperiksa) x 100%

96

4 persen bibit berkayu

% bibit belum berkayu = ( Ʃbibit berkayu/ Ʃ bibit yang diperiksa) x 100%

92

5 rata-rata persyaratan umum (point a-d)

(29)

29

Tabel 8. Penilaian Mutu Bibit Syarat Khusus

1 bibit yang tingginya memenuhi syarat

(Ʃ bibit yang memenuhi standar tinggi/Ʃ contoh bibit yang diperiksa)x100%

100

2 bibit yang diameternya memenuhi syarat

(Ʃ bibit yang memenuhi diameter standar /Ʃ contoh bibit yang diperiksa)x100%

98

3 bibit yang medianya kompak

(Ʃ bibit yang medianya kompak/Ʃ contoh bibit yang diperiksa)x100%

0

4 bibit dengan LCR memenuhi standard

(Ʃ bibit yang LCRnya memenuhi standard/Ʃ contoh bibit yang diperiksa)x100%

100

5 rata-rata persyaratan khusus

rata-rata persyaratan khusus (point 1-4)

74.5

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Nomor : P. 11 /V-PTH/2007 Tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mutu Bibit Tanaman Hutan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Sosial, Mutu Bibit dengan syarat umum antara 75 – 95% dan Syarat Khusus antara 70 – 90% yang Berada di Persemaian Sukun Masuk dalam Kategori Mutu Kedua (P).

(30)

30

4.2.5. Kendala

Berdasarkan hasil wawancara dengan mandor persemaian, kendala yang biasanya dihadapi persemaian :

1. Kesulitan air saat musim kemarau 2. Akses jalan yang kurang baik

4.3. PERSIAPAN LAHAN DAN PENANAMAN

Persiapan lahan merupakan salah satu syarat yang menunjang keberhasilan pertanaman sehingga persiapan lahan harus direncanakan sebaik mungkin agar hutan tetap lestari. Faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan suatu teknik penyiapan lahan yaitu kondisi lahan seperti keberadaan tumbuhan bawah dan kelerengan lahan.

4.3.1. Sistem Tanam

Sistem tanam dan pengupahan yang dilakukan di KPH Lawu Ds adalah sistem cemplongan dengan tumpangsari. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dan memudahkan pengelolaan persiapan lahan dan penanaman. Persiapan lahan

Gambar 10. Bibit Tidak Normal (bengkok)

Gambar 11. Bibit Tidak Sehat (Daun Terserang

(31)

31

dilakukan oleh petani seperti penggebrusan dan pemasangan acir serta penanaman juga dilakukan oleh pesanggem dengan kontrol dan pengawasan dari mandor tanaman.

Pertanaman jati ditanaman dengan mengkombinasikan tanaman mahoni sebagai tanaman sela pada petak 111 C dan mahoni sebagai tanaman pengisi pada petak 136 B tanaman mahoni baru akan dilaksanakan pada tahun 2017. Penanaman jenis lain ini berfungsi untuk mengurangi dampak negatif monokultur. Namun pada petak yang lain tidak ditemui adanya tanaman pengisi. Hal ini dikarenakan KPH Lawu Ds lebih memprioritaskan perusahaannya pada tanaman pinus dan tidak terlalu konsen pada tanaman jati. Adapun kombinasi tanaman lain ada pada petak 117 A yang sangat beragam jenis yang tumbuh pada petak tersebut. Hal ini diakibatkan karena memang pada saat persiapan lahan tidak semua jenis tanaman pada petak tersebut dibersihkan. Secara kenampakan petak tersebut terlihat seperti tegalan. Jenis yang ada pada petak 117 A antara lain ; mangga, jambu mete, akasia, eukaliptus, dan randu.

4.3.2. Pola Tanam

Pola tanam dengan jarak 3 m x 3 m, dengan arah larikan disesuaikan kontur (sabuk gunung) untuk lahan dengan topografi sedamg hingga berat, sedangkan untuk lahan yang datar arah larikan timur-barat. Pola jalur tanaman pokok selebar 1 m bebas dari tanaman pertanian.

Dalam petunjuk kerja pelaksanaan pembuatan tanaman PERUM PERHUTANI pada pembuatan tanaman terdapat komponen penting yang harus diperhatikan yaitu pengaturan pola tanam dan komposisi jenis penyusun hutan tanaman. Meunurut aturan perusahaan seharusnya terdapat beberapa komponen tanaman yang idealnya ada pada hutan tanaman jati maupun rimba, yaitu tanaman pagar, tanaman tepi, tanaman pengisi, tanaman sela dan tanaman pokok itu sendiri. Namun pada kenyataannya dilapangan hanya ditanam tanaman pokok saja kecuali pada lokasi KU sedang dengan jenis mahoni sebagai tanaman sela dan KU muda dengan jenis mahoni sebagai tanaman pengisi.

(32)

32

Gambar 12. Lay-out Pola Tanam Menurut PERUM PERHUTANI

(33)

33 4.3.3. Kegiatan Persiapan Lahan

Menurut pengelola untuk persiapan lahan sendiri yaang perlu disiapkan antara lain pemasangan pal batas, pembuatan jalur pemeriksaan, pembersihan lahan, pengolahan tanah, pemasangan acir ,pembuatan lubang tanam dan pemupukan, penanaman.

a. Pemasangan pal batas

Pemasangan pal batas ini dilakukan untuk menentukan batas lahan yang akan ditanami. Pal yang digunakan berasal dari bambu setinggi ±3 meter dan ujungnya di cat warna merah.

b. Pembuatan jalur pemeriksaan

Pembuatan jalan pemeriksaan dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan kegiatan dan pemeriksaan oleh petugas serta memudahkan pengangkutan bibit. Letaknya diatur sehingga membentuk batas blok-blok tanaman seluas 4-5 ha. Lebar jalan pemeriksaan 2 m.

c. Pembersihan lahan

Pembersihan lahan meliputi pembabatan semak,perdu, pohon-pohon yang masih ada. Pembersihan lahan menggunakan parang (babat manual) tanpa menggunakan herbisida.

d. Pengolahan tanah

Pengolahan laahan untuk semua petak yang diamati dilakukan oleh pesanggem karena semua petak tersebut merupakan pembagian andil pesanggem dari sistem pengupahan tumpangsari.

e. Pemasangan acir

Acir adalah tanda letak bibit ditanam di lapangan, acir dibuat dari bahan kayu atau bambu. Jarak pemasangan acir disesuaikan dengan jarak tanam tanaman pokok yaitu 3 x 3 m. Desain pertanaman disesuaikan dengan kondisi lahan yang akan ditanami, apabila lahannya miring maka digunakan desain “sabuk gunung” untuk meminimalisir dampak erosi.

(34)

34

Lubang tanam untuk sistem silvikultur intensif dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 30 cm (panjang : lebar permukaan x kedalaman x panjang : lebar dasar lubang) . Sedangkan untuk petak non-silvikultur intensif dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm. Pemupukan dasar dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang yang dicampur dengan top soil bekas galian yang telah diremahkan. Untuk petak dengan silvikultur intensif dosis pupuk yang diberikan yaitu 3 kg/lubang tanam dan 2 kg/lubang tanam untuk petak dengan rencana non silvikultur intensif

Gambar 14. Lubang Tanam Silvikultur Intensif g. Penanaman

Sebelum dilakukan kegiatan penanaman bibit terlebih dahulu diletakkan di lubang tanam. Polybag disobek dan lepas dengan hati-hati agar media tetap kompak dan akar tidak terpisah. Bibit (plances) jati yang ditanam merupakan bibit hasil seleksi, pertumbuhannya bagus dengan tinggi minimal 20 cm, batang lurus, berkayu, dan sehat. Bibit ditanam pada saat curah hujan tinggi setelah terjadi hujan agar tanah lokasi penanaman basah. Kegiatan penanaman dilakukan pada bulan November-Desember. Pemberian pupuk dasar diberikan dengan dosis 3 kg/lubang untuk tanaman SILIN dan 2kg/lubang untuk tanaman non SILIN).

4.3.4. Problematika dan Solusi Persiapan Lahan

Kendala yang dihadapi dalam persiapan lahan diantaranya adalah dari aspek ketenagakerjaan dimana para tenaga kerja seringkali meminta upah melebihi yang sudah dianggarkan. Solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memanipulasi biaya setiap aspek pekerjaan yang dikomulatifkan menjadi biaya harian. Misalnya dalam pembuatan cemplongan meskipun sistem pengupahan dilakukan dengan tumpangsari namun pesanggem tetap meminta tambahan upah, pembuatan cemplongan yang sulit disebabkan kondisi tanah yang keras membuat pesanggem secara berkelompok bahu membahu mengolah lahan sampai pada proses penanaman. Kasus seperti ini ditemui pada petak 111 C. Strategi pengupahan semacam ini juga diterapkan dalam

(35)

35

pemeliharaan tanaman khususnya prunning yang dilakuka setelah selesai masa kontrak dengan pesanggem.

Tindakan untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman dengan baik, cepat, dan menghasilkan kayu yang berkualitas maka harus dilakukan kegiatan pemeliharaan yang meliputi: pembersihan gulma, pemupukan, penyulaman, pemangkasan, penjarangan, pemeliharaan terubusan, dan pencegahan hama penyakit (Pramono, 2010). Menurut Edris, 1987 Pemeliharaan tanaman digolongkan menjadi 2 tahap, yakni pemeliharaan awal dan lanjut (penjarangan dan pruning). Manajemen pemeliharaan awal pada hutan tanaman memegang kunci untuk mendapatkan keberhasilan kegiatan pertanaman.

4.4. PEMELIHARAAN TEGAKAN

Pemeliharaan hutan adalah suatu kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk meningkatkan nilai tegakan atau nilai hutan. Kegiatan dalam pemeliharaan hutan sering disebut juga dengan istilah perlakuan antara. Dimungkinkan pula dalam kegiatan tersebut dilakukan kegiatan penebangan untuk diperoleh hasil ikutan tanpa mengurangi kesuburan tanah dan kerusakan tanah (Sutopo, 1988).

Pemeliharan digolongkan menjadi 2 tahap, yakni pemeliharaan awal dan lanjut (penjarangan dan pruning). Pemeliharaan tanaman muda, yang berusia 3 – 5 tahun.Tanaman muda ini memerlukan pemeliharaan khusus yang dilaksanakan secara periodik, yaitu meliputi kegiatan penyiangan, penyulaman, pendangiran dan pemupukan.Sedangkan pada pemeliharaan lanjut, kegiatan yang dilakukan antara lain pembebasan, pemangkasan tanaman, dan penjarangan.Kegiatan pemeliharaan lanjut ini dilakukan ketika antar pohon telah mempengaruhi satu sama lain, baik

(36)

36

Tabel 9. Realisasi Pemeliharaan

Dari hasil pengamatan pemeliharaan dilapangan dan hasil wawancara pada PU SILIN dan non SILIN diketahui bahwa terdapat perbedaan pemberian dosis pupuk dasar, dimana untuk pertanaman SILIN pemberian dosis pupuk dasar pada tanaman SILIN sebanyak 3 kg dan tanaman non SILIN sebanyak 2 kg. Pemupukan dengan dosis tersebut semuanya telah dilakukan di setiap PU yang prinsipnya mengacu pada SOP perusahaan. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang yang didapatkan dari penduduk sekitar yang dikumpulkan oleh kelompok-kelompok pesanggem dan ditunjuk oleh Mandor yang memegang petak pertanaman tersebut.

4.4.1 Pemeliharaan KU Muda SILIN

Pengamatan KU muda SILIN dilakukan pada umur 1 tahun pada petak 136 B. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan pada tegakan dibawah umur 5 tahun diantaranya babat tumbuhan bawah, pendangiran, penyulaman, pemupukan, singling dan wiwil. Pada tanaman umur 1 tahun petak 136 B SILIN kegiatan pemeliharaan masih dilakukan oleh pesanggem sampai umur 2 – 3 tahun atau selesai masa kontrak.

Metode pengupahan pertanaman yang diterapkan adalah tumpang sari. Dengan metode tumpang sari diharapkan mampu meminimalisir biaya pemeliharaan yang keluarkan perusahaan serta biaya pemupukan karena selama ini pemupukan pada lokasi ini hanya mengandalkan pupuk yang disediakan pesanggem untuk memupuk tanaman semusim yang diusahakan pesanggem.

No Kelas Umur Jenis Pemeliharaan

Pupuk Dasar (Kg)

Pupuk Lanjutan

Weeding Singling/Wiwil Prunning Thinning

1 KU muda non SILIN 3 - + + - -

2 KU sedang non SILIN 3 - + + - -

3 KU tua non SILIN 3 - + + - -

4 KU muda SILIN 5 - + + + -

5 KU sedang SILIN 5 Urea 50 Gram/btg (Kapsul)

(37)

37

Hasil wawancara dengan mandor dan pengamatan dilapangan pembersihan gulma (weeding) dilakukan secara manual menggunakan sabit. Pembersihan gulma dilakukan pada setiap kali persiapan penanaman tanaman tumpang sari oleh pesanggem dengan frekuensi 3(tiga) kali dalam satu tahun. Pembersihan gulma juga diikuti dengan pendangiran, pemupukan dan pembuatan guludan yang berfungsi untuk membabat gulma dari pangkal akarnya dan memperbaiki saluran air untuk memperbaiki aerasi dan draenase tanah. Tidak ada faktor khusus yang diperhatikan dalam pembersihan gulma. Menurut mandor dilapangan pemupukan dilakukan setelah pendangiran, kemudian pupuk ditutup dengan tanah sebagai guludan dan gulma atau jerami sebagai mulsa diatas guludan. Pendangiran, pemupukan dan pembuatan guludan hanya dilakukan selama satu kali selama satu tahun sejalan dengan kontrak tumpang sari. Namun, untuk pemupukan pada petak 136 B yang seharusnya ada untuk tanaman SILIN tidak dilakukan karena tidak ada distribusi pupuk dari KPH maupun dari unit (DIVRE) sehingga pupuk hanya mengandalkan pesanggem yang sengaja memupuk tanaman tumpang sarinya. Apabila mengacu pada petunjuk pemeliharaan tanaman perusahaan seharusnya dangir dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pada tahun ke 1 (satu) dan sekali pada tahun ke 2. Sehingga selama masa kontrak dengan pesanggem pendangiran dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali. Masih ditemui beberapa tanaman pokok yang tumbuh dengan persaingan gulma meskipun sangatlah sedikit, seperti pada gambar 15.

Gambar 15. Batang Tanaman Terbelit Gulma

Singling atau penunggalan batang dan wiwil atau pembersihan tunas-tunas air yang tumbuh ortotroph dilakukan pada tahun ke 2(dua) dan ke 3(tiga). Faktor yang diperhatikan pada saat

(38)

38

singling dan wiwil adalah pemilihan batang pokok yang tepat, teknik singling dan wiwil yang benar tegak luru denngan jari-jari dan sejajar dengan sumbu batang pokok dan menempel dengan batang pokok sehingga tidak merusak batang pokok. Alat yang digunakan pada saat singling dan wiwil adalah gorok (gergaji kecil) dan sabit yang tajam. Pada petak 136 B Frekuensi singling dan wiwil dilakukan sekali dalam satu tahun. Apabila mengacu pada petunjuk pemeliharaan tanaman perusahaan seharusnya singling dan wiwil dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam satu tahun. Namun, temuan dilapangan menunjukkan tidak ada lagi tanaman pokok yang berbatang ganda maupun tunas air yang tumbuh pada tanaman pokok.

Gambar 16. Sistem Pengupahan Tumpangsari

Upaya peningkatan produksi dan pemanfaatan lahan yang optimal perusahaan juga melakukan kegiatan penyulaman pada tanaman pokok yang telah mati. Penyulaman dilakukan pada tahun pertama diawal tahun penanaman dan tahun kedua pasca penanaman.

Prunning dan thinnig belum dilakukan pada petak 136 B dikarenakan untuk perlakuan prunning dan thinning dilakukan pada tahun ke 4 dan ke 5.

Hama yang ditemui dilapangan adalah ulat dan kupu putih. Luas serangan ulat sudah sangat luas karena dari hasil pengamatan dilapangan semua tanaman pokok terserang hama ulat, terlihat dari gejalanya yaitu daun tanaman pokok yang berlubang dari sisi luar ke dalam. Luas serangan kupu putih lebih sedikit hanya beberapa individu tanaman pokok saja yang terserang hama kupu putih. Kupu putih ini menurut mandor hanya hinggap dari daun tanaman semusim ke daun tanaman pokok tidak sampai menimbulkan kerusakan daun. Serangan hama yang ditemui dilapangan

(39)

39

tersebut tidak terlalu diperhatikan karena menurut hasil wawancara dengan mandor dilapangan hama tersebut tidak menurunkan kualitas kayu dan tidak sampai mematikan tanaman. Hama tersebut hanya ditemui dilapangan pada saat musim penghujan atau saat musim tanam tanaman semusim datang dan hama tersebut akan hilang sendirinya saat musim kemarau datang. Alasan yang lain adalah karena daun jati akan menggugurkan daunnya pada musim kemarau dan akan tumbuh daun baru pada musim berikutnya.

Gambar 17. Daun terserang hama ulat

4.4.2 Pemeliharaan KU Muda Non SILIN

Pengamatan KU muda non SILIN dilakukan pada umur 1 tahun pada petak 136 B. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan pada tegakan dibawah umur 5 tahun diantaranya babat tumbuhan bawah, pendangiran, penyulaman, pemupukan, singling dan wiwil. Pada tanaman umur 1 tahun petak 136 B non SILIN kegiatan pemeliharaan masih dilakukan oleh pesanggem sampai umur 2 (dua) tahun atau selesai masa kontrak.

Metode pengupahan pertanaman yang diterapkan adalah tumpang sari. Dengan metode tumpang sari diharapkan mampu meminimalisir biaya pemeliharaan yang keluarkan perusahaan serta biaya pemupukan karena selama ini pemupukan pada lokasi ini hanya mengandalkan pupuk yang disediakan pesanggem untuk memupuk tanaman semusim yang diusahakan pesanggem.

(40)

40

Hasil wawancara dengan mandor dan pengamatan dilapangan pembersihan gulma (weeding) dilakukan secara manual menggunakan sabit. Pembersihan gulma dilakukan pada setiap kali persiapan penanaman tanaman tumpang sari oleh pesanggem dengan frekuensi 3(tiga) kali dalam satu tahun. Pembersihan gulma juga diikuti dengan pendangiran, pemupukan dan pembuatan guludan yang berfungsi untuk membabat gulma dari pangkal akarnya dan memperbaiki saluran air untuk memperbaiki aerasi dan draenase tanah. Tidak ada faktor khusus yang diperhatikan dalam pembersihan gulma. Menurut mandor dilapangan pemupukan dilakukan setelah pendangiran, kemudian pupuk ditutup dengan tanah sebagai guludan dan gulma atau jerami sebagai mulsa diatas guludan. Pendangiran, pemupukan dan pembuatan guludan hanya dilakukan selama satu kali selama satu tahun sejalan dengan kontrak tumpang sari. Namun, untuk pemupukan pada petak 136 B yang seharusnya ada untuk tanaman SILIN tidak dilakukan karena tidak ada distribusi pupuk dari KPH maupun dari unit (DIVRE) sehingga pupuk hanya mengandalkan pesanggem yang sengaja memupuk tanaman tumpang sarinya. Apabila mengacu pada petunjuk pemeliharaan tanaman perusahaan seharusnya dangir dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pada tahun ke 1 (satu) dan sekali pada tahun ke 2. Sehingga selama masa kontrak dengan pesanggem pendangiran dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali.

Gambar 18. Pendangiran Tanaman

Singling atau penunggalan batang dan wiwil atau pembersihan tunas-tunas air yang tumbuh ortotroph dilakukan pada tahun ke 2(dua) dan ke 3(tiga). Faktor yang diperhatikan pada saat singling dan wiwil adalah pemilihan batang pokok yang tepat dan teknik singling dan wiwil yang benar yaitu tegak luru denngan jari-jari dan sejajar dengan sumbu batang pokok dan menempel dengan batang pokok sehingga tidak merusak batang pokok. Alat yang digunakan pada saat

(41)

41

singling dan wiwil adalah gorok (gergaji kecil) dan sabit yang tajam. Pada petak 136 B Frekuensi singling dan wiwil dilakukan sekali dalam satu tahun. Apabila mengacu pada petunjuk pemeliharaan tanaman perusahaan seharusnya singling dan wiwil dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam satu tahun. Namun, temuan dilapangan menunjukkan masih ada beberapa tanaman pokok yang berbatang ganda maupun terdapat tunas air yang tumbuh pada tanaman pokok.

Gambar 19. Batang Belum dilakukan Singling

Upaya peningkatan produksi dan pemanfaatan lahan yang optimal perusahaan juga melakukan kegiatan penyulaman pada tanaman pokok yang telah mati. Penyulaman dilakukan pada tahun pertama diawal tahun penanaman dan tahun kedua pasca penanaman.

Prunning dan thinnig belum dilakukan pada petak 136 B dikarenakan untuk perlakuan prunning dan thinning dilakukan pada tahun ke 4 dan ke 5.

Hama yang ditemui dilapangan adalah ulat dan kupu putih. Luas serangan ulat sudah sangat luas karena dari hasil pengamatan dilapangan semua tanaman pokok terserang hama ulat, terlihat dari gejalanya yaitu daun tanaman pokok yang berlubang dari sisi luar ke dalam. Luas serangan kupu putih lebih sedikit hanya beberapa individu tanaman pokok saja yang terserang hama kupu putih. Kupu putih ini menurut mandor hanya hinggap dari daun tanaman semusim ke daun tanaman pokok tidak sampai menimbulkan kerusakan daun. Serangan hama yang ditemui dilapangan tersebut tidak terlalu diperhatikan karena menurut hasil wawancara dengan mandor dilapangan hama tersebut tidak menurunkan kualitas kayu dan tidak sampai mematikan tanaman. Hama tersebut hanya ditemui dilapangan pada saat musim penghujan atau saat musim tanam tanaman semusim datang dan hama tersebut akan hilang sendirinya saat musim kemarau datang. Alasan

(42)

42

yang lain adalah karena daun jati akan menggugurkan daunnya pada musim kemarau dan akan tumbuh daun baru pada musim berikutnya.

Gambar 20. Kupu Putih

4.4.3 Pemeliharaan KU Sedang SILIN

Pengamatan KU muda SILIN dilakukan pada umur 5 tahun pada petak 111 C. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan pada tegakan dibawah umur 5 tahun diantaranya babat tumbuhan bawah, pendangiran, penyulaman, pemupukan, singling dan wiwil.

Hasil wawancara dan pengamatan dilapangan pembersihan gulma (weeding) dilakukan secara manual menggunakan sabit. Pembersihan gulma dilakukan pada setiap kali persiapan penanaman tanaman tumpang sari oleh pesanggem dengan frekuensi 3(tiga) kali dalam satu tahun. Pembersihan gulma juga diikuti dengan pendangiran, pemupukan dan pembuatan guludan yang berfungsi untuk membabat gulma dari pangkal akarnya dan memperbaiki saluran air untuk memperbaiki aerasi dan draenase tanah. Tidak ada faktor khusus yang diperhatikan dalam pembersihan gulma. Pemupukan dilakukan setelah pendangiran, kemudian pupuk ditanam dengan kedalaman ± 20 cm dibawah tajuk terluar. Setelah dilakukan pemupukan, dilakukan pembuatan guludan piringan dan pemulsaan menggunakan batu untuk menghindari datangnya rayap basah yang menyerang kulit tanaman pokok. Pendangiran, pemupukan dan pembuatan guludan hanya dilakukan selama satu kali selama satu tahun sejalan dengan kontrak tumpang sari. Pemupukan dilakukan satu kali dalam setahun yaitu pada tahun pertama, kedua dan ketiga. Apabila mengacu pada petunjuk pemeliharaan tanaman perusahaan seharusnya dangir dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pada tahun ke 1 (satu) dan sekali pada tahun ke 2. Sehingga selama masa kontrak dengan

(43)

43

pesanggem pendangiran dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali. Tidak ditemui lagi tanaman jati yang pertumbuhannya terganggu oleh adanya gulma.

Gambar 21. Pemulsaan Menggunakan Batu

Singling atau penunggalan batang dan wiwil atau pembersihan tunas-tunas air yang tumbuh ortotroph dilakukan pada tahun ke 2(dua), ke 3(tiga) oleh pesanggem, sedangkan pada tahun ke 4 (empat) dan ke 5 (lima) dilakukan oleh perusahaan. Faktor yang diperhatikan pada saat singling dan wiwil adalah pemilihan batang pokok yang tepat, teknik singling dan wiwil yang benar tegak luru dengan jari-jari dan sejajar dengan sumbu batang pokok dan menempel dengan batang pokok sehingga tidak merusak batang pokok. Alat yang digunakan pada saat singling dan wiwil adalah gorok (gergaji kecil) dan sabit yang tajam. Apabila mengacu pada petunjuk pemeliharaan tanaman perusahaan seharusnya singling dan wiwil dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam satu tahun. Temuan dilapangan menunjukkan masih ada tanaman pokok yang tumbuh cabang tunas air pada pangkal batang dengan ketinggian dari permukaan tanah ± 1 meter pada batang tanaman pokok.

(44)

44

Gambar 22. Tunas Air yang Terlambat Wiwil

Upaya peningkatan produksi dan pemanfaatan lahan yang optimal perusahaan juga melakukan kegiatan penyulaman pada tanaman pokok yang telah mati. Penyulaman dilakukan pada tahun pertama diawal tahun penanaman dan tahun kedua pasca penanaman.

Prunning sudah dilakukan pada tahun ke 4 dan ke 5. Prunning adalah kegiatan pemangkasan cabang-cabang lateral pada batang pokok untuk mendapatkan kualitas batang yang bagus yaitu terhindar dari cacat mata kayu. Prunning dilakukan dengan alat sabit, tangga (untuk cabang yang tinggi) dan gorok yang dilakukan oleh pesanggem dengan sistem pembayaran harian. Faktor yang perlu diperhatikan adalah teknik pada saat mengerjakan prunning dimana posisi gorok tegak luru dengan jari-jari dan sejajar dengan sumbu batang pokok dan menempel dengan batang pokok sehingga tidak merusak batang pokok.

Thinning pada petak 111 C ini belum dilakukan karena belum ada instruksi dari KPH dan Unit (DIVRE). Seharusnya Thinning dilakukan pada tahun ke 5 sampai pada umur 70 tahun, tergantung daur yang ditetapkan perusahaan.

Hama yang ditemui dilapangan adalah ulat dan rayap basah. Luas serangan ulat sudah sangat luas karena dari hasil pengamatan dilapangan semua tanaman pokok terserang hama ulat, terlihat dari gejalanya yaitu daun tanaman pokok yang berlubang dari sisi luar ke dalam. Luas serangan rayap juga sudah sangat masive , seperti halnya dengan serangan hama ulat. Serangan rayap basah hanya ditemui pada petak 111 C saja. Rayap basah yang ditemui dilapangan hanya menyerang kulit bagian luar batang tanaman tidak sampai menyerang bagian kayu gubal tanaman pokok. Menurut pengamatan kami memang rayap hanya menyerang bagian kulit saja namun kemungkinan apabila dibiarkan terus menerus dikhawatirkan bisa sampai menyerang sampai pada kayu gubalnya, hal ini seharusnya juga turut diperhatikan oleh pengelola. Serangan hama yang ditemui dilapangan tersebut tidak terlalu diperhatikan karena menurut hasil wawancara dengan

(45)

45

mandor dilapangan hama tersebut tidak menurunkan kualitas kayu dan tidak sampai mematikan tanaman. Hama tersebut hanya ditemui dilapangan pada saat musim penghujan atau saat musim tanam tanaman semusim datang dan hama tersebut akan hilang sendirinya saat musim kemarau datang. Alasan yang lain adalah karena daun jati akan menggugurkan daunnya pada musim kemarau dan akan tumbuh daun baru pada musim berikutnya.

Gambar 23. Serangan rayap basah

4.4.4 Pemeliharaan KU Sedang Non SILIN

Pengamatan KU muda SILIN dilakukan pada umur 5 tahun pada petak 117 A C. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan pada tegakan dibawah umur 5 tahun diantaranya babat tumbuhan bawah, pendangiran, penyulaman, pemupukan, singling dan wiwil.

Hasil wawancara dan pengamatan dilapangan pembersihan gulma (weeding) dilakukan secara manual menggunakan sabit. Pembersihan gulma dilakukan pada setiap kali persiapan penanaman tanaman tumpang sari oleh pesanggem dengan frekuensi 3(tiga) kali dalam satu tahun. Pembersihan gulma juga diikuti dengan pendangiran, pemupukan dan pembuatan guludan yang berfungsi untuk membabat gulma dari pangkal akarnya dan memperbaiki saluran air untuk

(46)

46

memperbaiki aerasi dan draenase tanah. Tidak ada faktor khusus yang diperhatikan dalam pembersihan gulma. Pendangiran, pemupukan dan pembuatan guludan hanya dilakukan selama satu kali selama satu tahun sejalan dengan kontrak tumpang sari. Namun, untuk pemupukan pada petak 117 A tidak dilakukan karena tidak ada distribusi pupuk dari KPH maupun dari unit (DIVRE) sehingga pupuk hanya mengandalkan pesanggem yang sengaja memupuk tanaman tumpang sarinya pada saat masa kontrak dengan pesanggem. Apabila mengacu pada petunjuk pemeliharaan tanaman perusahaan seharusnya dangir dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pada tahun ke 1 (satu) dan sekali pada tahun ke 2. Sehingga selama masa kontrak dengan pesanggem pendangiran dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali. Hasil pengamatan dilapangan masih banyak tanaman pokok yang terganggu pertumbuhannya karena persaingan dengan gulma seperti pemanjat dan pencekik. Hal ini sebenarnya diketahui oleh mandor tanam namun tidak terlalu diperhatikan pasca lepas kontrak dengan pesanggem karena mandor tanam lebih fokus pada tanaman pinus yang juga diurusnya. Bahkan, dari hasil pengamatan petak 117 A ini lebih seperti tegalan yang kurang terurus. Komposisi penyusunnya pun beraneka ragam seperti jambu mete, eucaliptus, mangga, sono keling dan akasia auriculiformis.

(47)

47

Gambar 25. Kondisi Petak 117 A

Singling atau penunggalan batang dan wiwil atau pembersihan tunas-tunas air yang tumbuh ortotroph dilakukan pada tahun pertama dan tahun kedua. Faktor yang diperhatikan pada saat singling dan wiwil adalah pemilihan batang pokok yang tepat, teknik singling dan wiwil yang benar tegak luru dengan jari-jari dan sejajar dengan sumbu batang pokok dan menempel dengan batang pokok sehingga tidak merusak batang pokok. Alat yang digunakan pada saat singling dan wiwil adalah gorok (gergaji kecil) dan sabit yang tajam. Apabila mengacu pada petunjuk pemeliharaan tanaman perusahaan seharusnya singling dan wiwil dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam satu tahun. Temuan dilapangan menunjukkan masih ada tanaman pokok yang tumbuh cabang pada pangkal batang dengan ketinggian dari permukaan tanah ± 1 meter pada batang tanaman pokok.

Prunning baru dilakukan sekali pada tahun terakhir masa kontrak dengan pesanggem pada umur 3 tahun. Thinning pada petak 117 A ini belum dilakukan karena belum ada instruksi dari KPH dan Unit (DIVRE). Seharusnya Thinning dilakukan pada tahun ke 5 sampai pada umur 70 tahun, tergantung daur yang ditetapkan perusahaan.

Hama yang ditemui dilapangan adalah ulat. Luas serangan ulat sudah sangat luas karena dari hasil pengamatan dilapangan semua tanaman pokok terserang hama ulat, terlihat dari gejalanya yaitu daun tanaman pokok yang berlubang dari sisi luar ke dalam. Serangan hama yang ditemui dilapangan tersebut tidak terlalu diperhatikan karena menurut hasil wawancara dengan mandor dilapangan hama tersebut tidak menurunkan kualitas kayu dan tidak sampai mematikan tanaman. Hama tersebut hanya ditemui dilapangan pada saat musim penghujan atau saat musim

Gambar

Tabel 1. Realisasi Pemanenan Pucuk   Jumlah  Pekerja  (orang)  Jumlah  Produksi Pucuk  Setiap  blok  (Pucuk)   Jumlah  Pucuk/induk   Jumlah Blok  Total hari kerja  (Hari)  Hari  Orang Kerja  (HOK)  (Jam/hari)  Prestasi Kerja  Pemanenan/ Blok/hari (Pucuk)
Gambar 3. Realisasi dan Target Produksi Kebun Pangkas
Tabel 4. Hasil Pengujian Tapak Tempat Tumbuh Kebun Pangkas
Tabel 5. Evaluasi dan Rekomendasi
+7

Referensi

Dokumen terkait