• Tidak ada hasil yang ditemukan

Protokol Perbanyakan Masal Dendrobium ‘Balithi CF22-58’ secara In Vitro Melalui Embriogenesis Somatik Tidak Langsung (In Vitro Propagation Protocol of Dendrobium ‘Balithi CF22-58’ via Indirect Somatic Embryogenesis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Protokol Perbanyakan Masal Dendrobium ‘Balithi CF22-58’ secara In Vitro Melalui Embriogenesis Somatik Tidak Langsung (In Vitro Propagation Protocol of Dendrobium ‘Balithi CF22-58’ via Indirect Somatic Embryogenesis)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Protokol Perbanyakan Masal

Dendrobium ‘Balithi CF22-58’

secara

In Vitro

Melalui Embriogenesis Somatik Tidak Langsung

(

In Vitro Propagation Protocol of Dendrobium ‘Balithi CF22-58’

via Indirect Somatic Embryogenesis

)

Fitri Rachmawati1), Dewi Pramanik1), Ronald Bunga Mayang1) dan Budi Winarto2)

1)Balai Penelitian Tanaman Hias, Jln. Raya Ciherang-Segunung, Pacet-Cianjur, Jawa Barat, Indonesia 43253 2)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Jln. Soekarno-Hatta KM 26 No. 10, Sikunir,

Bergas Lor, Bergas, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia 50552 E-mail: fitri.rachmawati1901@gmail.com

Diterima: 24 Juli 2019; direvisi: 25 September 2019; disetujui: 25 November 2019

ABSTRAK. Protokol perbanyakan klonal yang efektif dan efisien sangat diperlukan untuk produksi benih berkualitas pada komersialisasi produk unggulan hasil pemuliaan. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan protokol perbanyakan klonal Dendrobium ‘Balithi CF22-58’ melalui embriogenesis tidak langsung. Percobaan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Balai Penelitian Tanaman Hias dari bulan Januari hingga Desember 2017. Penelitian ini menekankan pada penggunaan jenis eksplan, media, dan sistem kultur. Jenis eksplan yang diuji adalah tunas pucuk, tunas lateral, dan pangkal plantlet dengan tiga media inisiasi [½ Murashige and Skoog (MS) dikombinasikan dengan 1,5 mg/l thidiazuron (TDZ) dan 0,5 mg/l 6-benzylaminopurine (BAP) (MI-1), 2,5 mg/l metathopolin (mT) dan 0,05 mg/l BAP (MI-2), dan 5 mg/l mT dan 0,05 mg/l BAP (MI-3)]; empat media proliferasi, yaitu ½ MS dengan kombinasi: MP-1 (0,75 mg/l TDZ + 0,25 mg/l BAP), MP-2 (1,5 mg/l TDZ + 0,5 mg/l BAP), MP-3 (2,5 mg/l mT + 0,05 mg/l BAP), dan MP-4 (5,0 mg/l+ 0,05 mg/l BAP); dua sistem kultur (padat dan cair); dan tiga media regenerasi MPP-1 (½ MS dengan vitamin penuh (1/2 MS-FV) + 2% charcoal); MPP-2 (½ MS-FV); dan MPP-3 (2 g/l Rosasol 18:18:18 TE). Percobaan disusun menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan lima ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inisiasi kalus embriogenik (KE) tertinggi, yaitu 38,3% dengan waktu inisiasi 16,8 hari dihasilkan dari eksplan pangkal plantlet pada medium MI-1. Medium MP-2 dan sistem kultur cair mampu mempertahankan proliferasi KE sampai 83,1% dengan rasio penggandaan 3,23 kali. Perkecambahan embrio terbaik sampai 86,9% embrio berkecambah dengan 18,2 kecambah per rumpun dalam waktu 21,3 hari, ditunjukkan pada medium MPP-1, sedangkan pembesaran plantlet terbaik mencapai tinggi plantlet sampai 5 cm, jumlah daun hingga 4,9 helai, dan jumlah akar 2,8, dengan 2,6 cm panjang akar dan 0,27 g bobot basah plantlet, diperoleh pada medium MPP-3. Perbanyakan anggrek dengan protokol ini diperkirakan dapat menghasilkan sekitar 3.000–4.000 plantlet/eksplan/tahun. Protokol hasil penelitian ini sangat potensial diaplikasikan pada perbanyakan klonal Dendrobium melalui kultur jaringan.

Kata kunci: Dendrobium; Embriogenesis somatik; Perbanyakan masal; Proliferasi; Sistem kultur

ABSTRACT. The effective and efficient clonal propagation protocol is significantly needed for producing qualified seedling for commercialization of superior breeding products. The objective of the study was to establish clonal propagation protocol for

Dendrobium ‘Balithi CF22-58’ via indirect somatic embryogenesis. The study was conducted at the Tissue Culture Laboratory in Indonesian Ornamental Crops Research Institute from January to December 2017. The study emphasized to utilize explant source, culture media, and culture system. Explant types were shoot tip, lateral shoot, and basal part of plantlets; three initiation media [half strength Murashige and Skoog (MS) medium containing 1.5 mg/l thidiazuron (TDZ) and 0.5 mg/l 6-benzylaminopurine (BAP) (MI-1), 2.5 mg/l metathopolin (mT) and 0.05 mg/l BAP (MI-2), and 5 mg/l mT and 0.05 mg/l BAP (MI-3)]; four proliferation media (half strength MS medium supplemented with: MP-1 (0.75 mg/l TDZ and 0.25 mg/l BAP), MP-2 (1.5 mg/l TDZ and 0.5 mg/l BAP), MP-3 (2.5 mg/l mT and 0,05 mg/l BAP), and MP-4 (5.0 mg/l and 0.05 mg/l BAP); two culture system were solid and liquid; and three regeneration media viz, MPP-1 (half strength MS medium with full vitamin and 2% activated charcoal); MPP-2 (MR-1 activated charcoal free), and MPP-3 (2 g/l Rosasol 18:18:18 TE). These experiments were arranged using a factorial randomized complete block design with five replications. Results of the study revealed that the highest initiation rate of embryogenic callus (EC) was up to 38.3% in 16.8 days after culture. The EC was regenerated from a basal part on MI-1 medium, MP-2 medium and liquid culture system were able to maintain proliferation of embryogenic callus up to 83.1% with 3.23 multiplication rate. The best embryo germination up to 86.9% with 18.2 germinated embryos per clump within 21.3 days was determined on MPP-1 medium. While the best plantlet performances with 5 cm height of plantlets, 4.9 number of leaves, 2.8 number of roots, 2.6 cm root length, and 0.27 g plantlet fresh weight was obtained MPP-3 medium. With this propagation protocol, 3,000 - 4,000 plantlets/explant/year can be produced. Results of the study have high potential to be applied for in vitro propagation of Dendrobiums.

Keywords: Dendrobium; Somatic embryogenesis; Mass propagation; Proliferation; Culture system

Anggrek merupakan salah satu komoditas florikultura penting di Indonesia. Luas lahan produksi anggrek ini mencapai 1.721.941 m2 dengan sentra produksi utama terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah,

Jawa Timur, dan Banten. Produksi anggrek mencapai 23.447.237 tangkai dan 11,64 tangkai per m2 pada tahun 2017 (Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura 2018a, 2018b, 2018c). Produksi

(2)

anggrek terutama dilakukan pada tiga genus, yaitu

Dendrobium, Cattleya, dan Phalaenopsis. Di antara ketiga jenis tersebut, 34% bisnis anggrek ditempati oleh jenis anggrek Dendrobium, kemudian diikuti oleh Phalaenopsis, Vanda, dan jenis lain (Widiastoety, Solvia & Soedarjo 2010). Harga jual produk ini berkisar antara Rp50.000 s/d 500.000 per pot (Kumparan BISNIS 2018). Analisis usaha tani anggrek Dendrobium juga sangat menguntungkan dengan revenue cost ratio (R/C rasio) mencapai 3,06 (Purba 2015). Namun, peluang dan potensi pasar yang tinggi di pasar nasional lebih banyak didominasi oleh Dendrobium impor asal Taiwan, Thailand, dan Singapura (Kumparan BISNIS 2018), sementara Dendrobium produk nasional belum banyak mewarnai pasar nasional. Oleh karena itu peningkatan potensi dan promosi anggrek produk nasional perlu terus didukung.

Dendrobium ‘Balithi CF28-58’merupakan salah satu varietas Dendrobium bunga potong yang dirilis oleh Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) pada tahun 2011. Varietas ini merupakan hasil persilangan antara Dendrobium (‘Kiyosi Izumi’ × ‘Royal Color’) × DendrobiumBurana Gold Splash’. Keunggulan varietas ini adalah warna bunga yang atraktif, bentuk bunga bulat, tangkai bunga panjang dengan jumlah 10–13 kuntum per tangkai, susunan yang menarik, dan cocok untuk bunga potong. Bunga Dendrobium juga memiliki tekstur helaian bunga tebal dengan kesegaran bunga tahan cukup lama (± 2 bulan), dan beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai tinggi dengan ketinggian 150–1.100 dpl. (Lampiran Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia, Direktur Jenderal Hortikultura, Hasanuddin Ibrahim 2011). Meskipun potensi VUB ini cukup tinggi, namun komersialisasi varietas ini masih terkendala oleh ketersediaan benih yang sangat terbatas.

Ketersediaan teknologi perbanyakan yang efektif dan efisien merupakan salah satu komponen penting untuk mendukung komersialisasi produk pemuliaan, khususnya terkait dengan penyediaan benih berkualitas. Protokol perbanyakan masal secara in vitro berbasis embrio somatik telah berhasil dikembangkan dan dilaporkan oleh Winarto et al. (2013) yang berhasil mengembangkan protokol tersebut untuk Dendrobium ‘Zahra FR-62’ dan D.Gradita 31’ (Winarto & Rachmawati 2013), D.Gradita 10’ (Rachmawati et al. 2014), dan D. Indonesia RayaIna’ (Rachmawati et al. 2015), D. Sonia-28 (Julkiflee, Uddain & Subramaniam 2014), D. SoniaErsakul’ (Juntada et al. 2015), dan D. aqueum (Parthibhan et al. 2018). Protokol tersebut umumnya dimulai dari inisiasi embriogenesis, baik langsung maupun tidak langsung melalui kultur eksplan terpilih pada medium terseleksi, dilanjutkan dengan

tahap perbanyakan/proliferasi kalus embriogenik dan atau embrio, pembentukan dan perkembangan embrio, perkecambahan embrio, penyiapan plantlet hingga aklimatisasinya. Setiap protokol memiliki keunikan masing-masing. Sementara protokol perbanyakan masal D. ‘Balithi CF 22-58’ hingga saat ini belum pernah dipublikasikan.

Perkembangan embriogenesis somatik pada tanaman monokotil seperti anggrek, dimulai dari tahap pro-embrio, globular, globular memanjang, skutellar, dan koleoptilar (Godbole et al. 2002; George 1996 dalam Jha & Gosh 2005. Embrio somatik dapat terbentuk secara langsung dan tidak langsung. Embrio somatik yang terbentuk secara langsung berasal dari sel tunggal atau kelompok sel yang menyusun jaringan eksplan tanpa melalui pembentukan kalus, sedangkan embrio yang terbentuk secara tidak langsung adalah pembentukan embrio melalui fase kalus (Slater, Scott & Fowler 2003; Quiros-Fiqueroa, Herrera & Avalos 2006; Lee et al. 2009)

Penelitian ini bertujuan mengembangkan protokol perbanyakan masal D. ‘Balithi CF 22-58’ secara in vitro melalui jalur embriogenesis somatik. Hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh nyata dari jenis eksplan, media, dan sistem kultur terhadap inisiasi kalus embriogenik (KE), proliferasi KE, perkecambahan embrio dan pembesaran plantlet D. ‘Balithi CF22-58’.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai Desember 2017 di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung, Cianjur-Jawa Barat.

Inisiasi Kalus Embriogenik D. ‘Balithi CF22-58’ Penelitian menggunakan sumber eksplan berupa plantlet hasil perbanyakan terbatas D.‘Balithi CF22-58’ (Gambar 2B). Eksplan yang diuji adalah tunas pucuk (TP), tunas lateral (TL), dan basal part (BP) plantlet (Gambar 2C). Eksplan diisolasi dengan cara membuang daun terluar dan menyisakan bagian mata tunas di bawah mikroskop stereo, memotong eksplan dan mengkulturkannya dalam botol kultur (Ø 2,5 cm dan tinggi 5,5 cm) berisi 2,5 ml media perlakuan untuk inisiasi kalus/embrio (Gambar 2D). Kalus/embrio yang terinisiasi diamati pertumbuhannya hingga ± 1 bulan dan diseleksi untuk mendapatkan kalus-kalus unggul (pertumbuhan cepat, penampilan hijau segar, dan remah) yang siap untuk diproliferasikan membentuk kalus/embrio.

(3)

Percobaan disusun menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial, dua faktor dengan lima ulangan. Faktor pertama adalah tiga media inisiasi, yaitu MI-1 (1,5 mg/l TDZ + 0,5 mg/l BAP) sebagai kontrol (Rachmawati et al. 2015 & Rachmawati et al. 2016), MI-2 (2,5 mg/l metathopolin (mT) + 0,05 mg/l BAP), dan MI-3 (5,0 mg/l mT + 0,05 mg/l BAP). Semua perlakuan menggunakan media dasar setengah kekuatan Murashige and Skoog (½ MS) dengan penambahan 20 g/l sukrosa dan 2 g/l gelrite. Faktor kedua adalah tiga jenis eksplan (tunas pucuk, tunas lateral, dan basal part).

Proliferasi Kalus Embriogenik D. ‘Balithi CF22-58’ Kalus embriogenik (KE) D.‘Balithi CF22-58’ yang berumur ± 1 bulan (Gambar D1–D4) selanjutnya diperbanyak menggunakan teknik thin cross section (TCS)/memotong secara melintang KE (ketebalan 0,5– 1,0 mm) dan dikulturkan menggunakan sistem kultur padat dalam cawan petri berdiamater 6 cm (Gambar E1–E4) dan sistem kultur cair dalam erlenmeyer 100 ml (Gambar F1–F4). Kalus disubkultur sebanyak empat kali dengan interval 1 bulan. Khusus untuk sistem kultur cair, kultur dipelihara dengan digoyang di atas rotary table shaker dengan kecepatan ±100 rpm. Percobaan pada tahap proliferasi disusun menggunakan RAK pola faktorial, dua faktor dengan lima ulangan. Faktor pertama adalah empat komposisi media proliferasi, yaitu: MP-1 (0,75 mg/l TDZ +0,25 mg/l BAP ), MP-2 (1,5 mg/l TDZ +0.5 mg/l BAP), MP-3 (2,5 mg/l mT+ 0.05 mg/l BAP), dan MP-4 (5,0 mg/l mT + 0,05 mg/l BAP). Semua media dibuat menggunakan media dasar ½ MS dengan penambahan 20 g/l sukrosa dan 2 g/l gelrite. Faktor kedua adalah dua sistem kultur, yaitu sistem padat dan cair. Pembentukan dan Perkembangan Embrio Somatik D. ‘Balithi CF22-58’

Kalus D. ‘Balithi CF22-58’ hasil proliferasi, sebelumnya dibilas dengan air steril dan disimpan di atas kertas tisu steril di dalam cawan petri dan di simpan selama 3 hari di ruang inkubasi pada suhu 18o ± 2°C dan selanjutnya ditanam pada media

semi-solid ½ MS dengan penambahan 0,05 mg/l BA, 20 g/l gula, dan 7 g/l agar untuk proses pembentukan dan perkembangan kalus embriogenik menjadi embrio somatik (Rachmawati et al. 2016).

Perkecambahan Embrio dan Pembesaran Plantlet D. ‘Balithi CF22-58’

Embrio somatik D. ‘Balithi CF22-58’ yang sudah terbentuk dan berkembang selanjutnya ditanam pada media perlakuan untuk dikecambahkan (Gambar G1– G2). Setelah kecambah berukuran ± 1 cm dengan 2–3 daun (umur ± 2 bulan) dipisahkan secara individu dan

dipindahkan pada media perlakuan yang sama untuk pembesaran plantlet (Gambar H1–H2).

Percobaan disusun menggunakan RAK dengan lima ulangan. Setiap perlakuan terdiri atas 10 mini-plantlet yang dikulturkan dalam botol jam (Ø 7 cm; tinggi 12 cm) berisi media perlakuan untuk pembesaran plantlet sehingga terdapat 250 satuan percobaan. Tiga media yang diujicobakan adalah: MPP-1 (½ MS dengan vitamin penuh + 2% arang aktif), MPP-2 (½ MS dengan vitamin penuh), dan MPP-3 (2 g/l Rosasol 18N-18P-18K-TE) dengan penambahan 20 g/l gula dan 7 g/l agar.

Inkubasi dan Pemeliharaan Kultur

Kultur in vitro D. ‘Balithi CF22-58’ mulai dari tahap inisiasi, proliferasi hingga regenerasinya diinkubasikan pada fotoperiode 12 jam terang dengan intensitas cahaya 13 μmol m-2 s-1 pada suhu 23,5 ±

1,1ºC dengan kelembaban 60–70%. Peubah Pengamatan

Pengamatan dilakukan secara periodik setiap bulan mulai dari tahap inisiasi, proliferasi hingga regenerasi. Peubah yang diamati pada tahap inisiasi, yaitu: waktu inisiasi kalus (hari setelah tanam/HST), respon inisiasi (kalus embriogenik (KE), embrio somatik (ES), tunas) (%), dan volume kalus (cm3). Pada

tahap proliferasi kalus, peubah yang diamati adalah respon proliferasi (KE, ES, kecambah) (%),bobot basah KE (g/bulan), pertambahan bobot basah KE (g/ bulan), dan multiplikasi KE. Sementara itu, pada tahap perkecambahan dan pembesaran plantlet, peubah yang diamati adalah waktu perkecambahan (hari), persentase perkecambahan ES (%), jumlah kecambah ES per rumpun, tinggi kecambah, tinggi plantlet (cm), jumlah daun per plantlet, jumlah akar, panjang akar (cm), dan bobot basah plantlet (g).

Analisis Data

Data yang terkumpul dari setiap tahapan penelitian dianalisis menggunakan analysis of varian (anova) dengan pengolah data SAS Release Window 9.12. Beda nyata nilai rata-rata perlakuan diuji lebih lanjut menggunakan Duncan’s New Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95% (Mattjik & Sumertajaya 2006). Data hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan secara periodik diketahui bahwa inisiasi kalus embriogenik (KE) terjadi antara 11–17

(4)

HST. Ukuran kalus terus meningkat seiring dengan subkultur secara periodik pada tahap proliferasi awal (3–5 kali subkultur dengan interval 2–4 minggu). Kecepatan pertambahan ukuran kalus berkisar antara 0,17–0,60 g/bulan. Kalus beregenerasi membentuk struktur embrio tahap globular pada 4,5–18 hari setelah subkultur. Embrio berkecambah pada 19–37 hari setelah subkultur dan plantlet hasil pembesaran tumbuh dengan 3,0–5,3 cm tinggi, 4–6 jumlah daun, 1–4 jumlah akar, dan 0,5–3,0 cm panjang akar dalam kurun waktu 2–3 bulan. Berdasarkan hasil pengamatan, penggunaan protokol ini dan dengan asumsi yang digunakan maka diperkirakan dapat dihasilkan plantlet sekitar 3.000–4.000 plantlet/eksplan/tahun.

Pengaruh Media dan Jenis Eksplan Terhadap Inisiasi Kalus Embriogenik D. ‘Balithi CF22-58’

Hasil percobaan menunjukkan bahwa interaksi jenis media dan eksplan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Namun demikian, faktor tunggal dari jenis media dan eksplan berpengaruh nyata pada hasil inisiasi kalus embriogenik. MI-1 (medium ½ MS yang ditambah 1,5 mg/l TDZ dan 0,5 mg/l BAP) merupakan medium terbaik untuk induksi kalus embriogenik (KE) dan berbeda nyata dibandingkan dengan dua media lain. Medium ini mampu menginduksi KE hingga 38,3%, di mana 18% membentuk stuktur embrio tahap globular dan 13% membentuk tunas (organogenesis)

dengan waktu inisiasi kalus 16,8 HST dan ukuran kalus 0,05 cm3 (Tabel 1). Sementara medium MI-2 dan MI-3

meningkatkan potensi pembentukan embrio dan tunas dengan potensi terbesar ditunjukkan oleh MI-2 untuk jumlah embrio globular dan MI-3 untuk jumlah tunas. Pada jenis eksplan, pangkal tunas merupakan jenis eksplan terbaik dalam pembentukan KE dan berbeda nyata dengan dua jenis eksplan yang lain. Eksplan ini mampu menginduksi pembentukan KE hingga 32%, di mana 11,7% dari KE tersebut merupakan embrio globular dan 13,7% tunas, dengan waktu inisiasi kalus selama 10,6 hari dan ukuran kalus 0,1 cm3 (Tabel

1). Eksplan tunas pucuk dan tunas lateral dominan terstimulasi membentuk tunas aksiler (organogenesis) dengan persentase terbesar ditunjukkan oleh tunas pucuk. Hasil percobaan ini juga berhasil mengungkap peran TDZ yang dominan mendukung pembentukan KE, sementara mT cenderung menstimulasi terjadinya inisiasi dan proliferasi tunas aksiler (Tabel 1).

Pengaruh Media dan Sistem Kultur Terhadap Proliferasi Kalus Embriogenik Dendrobium ‘Balithi CF22-58’

Interaksi komposisi media dan sistem kultur tidak memberikan pengaruh nyata pada tahap proliferasi KE D. ‘Balithi CF22-58’. Namun, secara terpisah faktor tunggal komposisi media dan sistem kultur memberikan pengaruh yang sangat nyata pada semua peubah yang Tabel 1. Waktu inisiasi kultur (HST), respon inisiasi, dan volume kalus embriogenik D. ‘Balithi CF22-58’ pada tiga media perlakuan dan tiga jenis eksplan [Culture initiation times (DAP), initiation responses, and callus size of D. ‘Balithi CF22-58’ on three media treatment and three explant types]

Perlakuan (Treatments)

Waktu inisiasi (Initiation times)

Respon inisiasi (Initiation responses) Ukuran KE (EC size) KE

(EC) (Globular Embrio globularembryos) (ShootsTunas)

HST (DAP) ………. % ……… cm3 Media (Media) MI-1 16,77 a 38,33 a 18,00 b 13,00 c 0,05 a MI-2 14,16 b 11,00 b 34,33 a 26,67 b 0,01 c MI-3 11,00 b 8,33 b 30,33 a 38,67 a 0,03 b KK (CV) (%) 18,39 9,78 10,44 9,22 7,82

Jenis eksplan (Types of explant)

TP (ST) 11,90 a 14,00 b 9,33 a 42,00 ab 0,03 c

TL (LS) 13,25 a 11,67 b 17,33 a 35,67 a 0,07 b PT (BP) 10,55 a 32,00 a 11,67 a 13,67 b 0,10 a

KK (CV), % 18,22 11,82 8,34 13,72 8,81

Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan

Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. HST (hari setelah tanam); KE (kalus embriogenik); KK (koefisien keragaman); MI-1 (1,5 mg/l TDZ + 0,5 mg/l BAP), MI-2 (2,5 mg/l mT + 0,05 mg/l BAP), MI-3 (5,0 mg/l mT + 0,05 mg/l BAP), dan semua media menggunakan ½ MS, 20 g/l sukrosa dan 2 g/l gelrite; TP (tunas pucuk); TL (tunas lateral); PT (pangkal tunas ). Means followed by the same letter in the same column are not significantly different based on DMRT p=0.05); DAP (days after planting);EC (embryogenic callus); CV (coeficient varians);MI-1 (1.5 mg/l TDZ + 0.5 mg/l BAP), MI-2 (2.5 mg/l mT + 0.05 mg/l BAP), MI-3 (5.0 mg/l mT + 0.05 mg/l BAP), and all media were supplemented with ½ MS, 20 g/l sucrose and 2 g/l gelrite; ST (shoot tip); LS (lateral shoot); BP (basal part)

(5)

diamati. Proliferasi KE terbanyak dihasilkan pada TCS kalus yang dikulturkan pada media MP-2 (1,5 mg/l TDZ + 0,5 mg/l BAP), yaitu 83,1%, meski pertambahan bobot kalus hanya mencapai 0,29 g/ bulan dan 3,23 laju multiplikasi. Media terbaik kedua ditunjukkan oleh media MP-1 (½ MS + 0,75 mg/l TDZ + 0,25 mg/l BAP). Sementara medium MP-3 (½ MS + 2,5 mg/l mT + 0,05 mg/l BAP) dan MP-4 (½ MS + 5,0 mg/l mT + 0,05 mg/l BAP) dominan menstimulasi perkecambahan embrio dengan persentase tertinggi ditunjukkan oleh MP-4 (Tabel 2).

Kultur cair memberikan hasil lebih baik dibandingkan kultur solid. Kultur cair mampu mendukung proliferasi KE hingga 73,5%, meski pertambahan bobot kalus hanya mencapai 0,18 g/ bulan dan 2,13 laju multiplikasi (Tabel 4). Hasil percobaan pada tahap ini menunjukkan bahwa medium MP-2 dan kultur cair merupakan perlakuan terbaik untuk mendapatkan proliferasi KE tertinggi, meski risiko kontaminasi dan pencokelatan masing-masing mencapai 19 dan 19,5% (data tidak ditunjukkan). Pembentukan dan Perkembangan Embrio Somatik D. ‘Balithi CF22-58’

Pembentukan dan perkembangan embrio somatik D. ‘Balithi CF22-58’ dilakukan pada media terbaik hasil penelitian sebelumnya, yaitu pada media semi-solid

½ MS dengan penambahan 0,05 mg/l BA, 20 g/l gula, dan 7 g/l agar (Rachmawati et al. 2016). Proses diferensiasi dari kalus (pro-embrio) menjadi embrio yang siap dikecambahkan diperlukan waktu sekitar 2 bulan dengan tahapan pro-embrio berkembang menjadi ES tahap globular, globular lalu berkembang menjadi embrio yang mempunyai suspensor di mana skutelum dibentuk pada bagian lateral dari embrio, primordia akar dan tunas berkembang pada bagian ujung-ujung aksis embrio, dan selanjutnya skutelum berkembang menjadi kotiledon tunggal (Gambar 1). Pada penelitian ini rata-rata dihasilkan 20–25 ES per clump kalus D. ‘Balithi CF22-58’.

Pengaruh Media Terhadap Perkecambahan dan Pembesaran Plantlet D. ‘Balithi CF22-58’

Variasi media juga memberikan pengaruh nyata terhadap perkecambahan ES dan pembesaran plantlet D. ‘Balithi CF22-58’. Perkecambahan ES terbaik ditemukan pada media MPP-2 (½ MS vitamin penuh) dengan waktu inisiasi tercepat 21,3 hari, 86,9% ES berkecambah, 18,2 kecambah per rumpun, dan tinggi kecambah 0,91 cm (Tabel 3). Hasil terbaik kedua ditunjukkan oleh media MPP-1 dan terendah pada medium MPP-3, sedangkan untuk pembesaran plantlet, MPP-3 (2 g/l Rosasol 18N:18P:18K-TE) merupakan medium terbaik dan murah dengan 5,0 cm tinggi Tabel 2. Respon proliferasi TCS kalus dan pertumbuhan eksplan D. ‘Balithi CF22-58’ pada empat media perlakuan (1 BST) dan dua sistem kultur [Proliferation responses of D. ‘Balithi CF22-58’ callus TCS culture and explant growth on four treatment media (1 MAP) and two culture systems]

Perlakuan (Treatments)

Respon proliferasi

(Proliferation responses), % pada awal kultur Bobot basah KE (Fresh weight of EC in initial culture), g Pertambahan bobot KE (Addition of EC weight) (g/bulan) Laju multiplikasi KE (EC multiplication rate) KE (EC) (ESSE) ES Berkecambah (Germinated SE) Media (Media) MP-1 30,94 b 53,00 a 16,06 b 0,16 0,20 c 2,25 c MP-2 83,12 a 10,49 b 6,39 b 0,13 0,29 b 3,23 b MP-3 14,89 c 14,78 b 70,33 a 0,17 0,36 b 3,12 b MP-4 8,56 c 10,96 b 80,48 a 0,17 0,56 a 4,29 a KK (CV), % 10,56 15,34 9,77 - 10,22 10,37 Sistem kultur (Culture system) Padat (Solid) 49,84 b 28,16 a 22,00 a 0,12 0,34 a 3,83 a Cair (Liquid) 73,49 a 20,12 a 6,39 b 0,16 0,18 b 2,13 b KK (CV), % 10,56 15,34 9,77 - 7,88 8,34

Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan

Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) p=0,05. BSS (bulan setelah subkultur); KE (kalus embriogenik); ES (embrio somatik); KK (koefisien keragaman); KE (kalus embriogenik). MP-1 ( ½ MS +0,75 mg/l TDZ + 0,25 mg/l BAP), MP-2 ( ½ MS + 1,5 mg/l TDZ + 0, 5 mg/l BAP), MP-3 ½ MS + 2,5 mg/l mT + 0,05 mg/l BAP), dan MP-4 ( ½ MS + 5,0 mg/l mT + 0,05 mg/l BAP). Means followed by the same letter in the same column are not significantly different based on DMRT p=0.05; TCS (thin cross section); MAP (month after planting); EC (em-bryogenic callus); SE (somatic embryos); CV (coeficient varians)

(6)

plantlet, 4,9 jumlah daun per tunas, 2,8 jumlah akar, 2,6 cm panjang akar dan 0,27 g bobot basah plantlet (Tabel 4). Hasil terbaik kedua ditunjukkan oleh MPP-2 dan terendah pada MPP-3.

Hasil penelitian ini berhasil mengembangkan protokol perbanyakan masal D. ‘Balithi CF22-58’ secara in vitro dengan keunikannya, mengingat setiap genotipe tanaman, termasuk Dendrobium, memiliki perilaku dan respon spesifik dalam kultur in vitro termasuk arah hasil regenerasinya (Chung,

Gambar 1. Pembentukan dan perkembangan embrio somatik pada Dendrobium. (A) pro-embrio, (B) globular, (C) skutellar, dan (D) koleoptilar [The formation and development of somatic embryos in Dendrobium. (A) pro-embryos, (B) globular, (C) scutellar, and (D) coleoptillar]

A

B

C

D

Tabel 3. Pengaruh media terhadap perkecambahan embrio somatik Dendrobium ‘Balithi CF22-58’ ( Effect of media on somatic embryos germination of Dendrobium ‘Balithi CF22-58’ )

Media (Media) Waktu perkecambahan (Times of germination) Hari (Days) Persentase perkecambahan ES (Percentage of somatic embryos germination) %

Jumlah kecambah ES per gerombol

( Number of sprouts somatic embryos per clump)

Tinggi kecambah (High of sprouts), cm MPP-1 32,5 b 79,0 b 13,22 ab 0,72 b MPP-2 21,3 a 86,9 a 18,23 a 0,91 a MPP-3 35,0 b 71,4 b 9,48 b 0,68 b KK (CV) (%) 13,22 15,65 9,25 12,33

MPP-1 (1/2 MS-FV + 2% charcoal); MPP-2 (1/2 MS-FV); MPP-3 (2 g/l Rosasol: Pupuk Daun NPK 18:18:18 TE). Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) p= 0,05. Means followed by the same letter in the same column are not significantly different based on DMRT p=0.05 Tabel 4. Pengaruh media terhadap pembesaran plantlet Dendrobium ‘Balithi CF22-58’ (Effect of media on

plantlet enlargement of Dendrobium ‘Balithi CF22-58’) Media

(Media)

Tinggi plantlet (High of plantlets)

cm

Jumlah daun per plantlet (Number of leafs) Jumlah akar (Number of roots) Panjang akar (Lenght of roots), cm Bobot basah plantlet (Fresh weight of plantlet), g MPP-1 32,5 b 79,0 b 13,22 ab 0,72 b 0,25 a MPP-2 21,3 a 86,9 a 18,23 a 0,91 a 0,32 a MPP-3 35,0 b 71,4 b 9,48 b 0,68 b 0,27 a KK (CV), % 13,22 15,65 9,25 12,33 12,45

MPP-1 (1/2 MS-FV + 2% charcoal); MPP-2 (1/2 MS-FV); MPP-3 (2 g/l Rosasol 18N:18P:18K-TE). Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)

p= 0,05. Means followed by the same letter in the same column are not significantly different based on DMRT p=0.05

Chen & Chang 2007; Mei et al. 2012; Winarto et al. 2013; Juntada et al. 2015; Rachmawati et al. 2014; Rachmawati et al. 2015; Parthibhan et al. 2018). Inisiasi kultur sebagai tahap paling krusial keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh perilaku dan respon spesifik genotipe maupun eksplan terhadap media, kondisi inkubasi, dan sistem kultur yang digunakan (Chung, Chen & Chang 2007; Mei et al. 2012; Rachmawati et al. 2014; Rachmawati et al. 2015). Pada studi ini respon inisiasi pangkal tunas (basal part) yang

(7)

Gambar 2. Perbanyakan in vitro D. ‘Balithi CF22-58’ melalui embriogenesis somatik tidak langsung (In vitro propagation of D. ‘Balithi CF22-58’ via indirect somatic embryogenesis). (A) bunga D. ‘Balithi CF22-58’, (B) plantlet sebagai eksplan, (C) bagian plantlet yang digunakan sebagai eksplan: tunas pucuk (TP), tunas lateral (TL), dan basal part (BP), (D) inisiasi kalus embriogenik, (D1–D4): kalus embriogenik (KE) asal eksplan BP dan pembesarannya (±1 bulan), (E1–E3) proses proliferasi awal KE pada kultur padat (3–5x subkultur, interval 2–4 minggu: 3–5 bulan), (F1–F4) proses proliferasi KE/embrio somatik (ES) pada kultur cair (3x; interval 2–4 minggu: 3 bulan), (G1) pembentukan dan perkembangan ES (1 bulan), (G2) perkecambahan ES (2 bulan), dan (H1–H2) pembesaran plantlet (3 bulan) [(A) flowers of D. ‘Balithi CF22-58’, (B) plantlet as explant, (C) part of plantlet: shoot tip, lateral shoot, and basal part, (D) initiation of embriogenic callus (EC), (D1–D4) growth of embriogenic callus from basal part (BP) explant (1 month), (E1–E3) initial proliferation of EC on solid media (3–5 months), (F1–F4) EC proliferation in liquid media (3 months), (G1) formation and development of somatic embryos (1 month), (G2)

: somatic embryos germination (2 months), and (H1–H2) enlargement of plantlets (3 months)]

dikultur pada medium ½ MS yang ditambah 1,5 mg/l TDZ dan 0,5 mg/l BAP memberikan hasil terbaik dengan persentase KE hingga 32% dan 0,1 cm3 ukuran kalus. Hasil percobaan sebelumnya diketahui bahwa pembentukan 85% KE D. ‘Zahra FR-62’ terbaik dicatat

pada eksplan tunas pucuk yang ditanam pada medium ½ MS yang ditambah 1,0 mg/l TDZ dan 0,5 mg/l BAP (Winarto et al. 2013), induksi KE D. ‘Gradita 10’ tertinggi hingga 80% ditemukan pada eksplan daun yang dikulturkan pada medium ½ MS yang ditambah

(8)

1,0 mg/l TDZ dan 0,5 mg/l BAP (Rachmawati et al. 2014). Pada D. Indonesia Raya ‘Ina’, induksi KE hingga 100% dengan 0,4 g bobot basah KE, 4,3 mm3 ukuran kalus ditemukan pada eksplan tunas pucuk yang dikultur pada medium ½ MS yang ditambah 1,5 mg/l TDZ dan 0,5 mg/l BAP (Rachmawati et al. 2015), Juntada et al. (2015) mendapatkan hasil terbaik hingga 49% embriogenesis D. Sonia ‘Ersakul’ dengan mengkultur pangkal tangkai daun pada medium ½ MS yang ditambah dengan 1,0 mg/l TDZ, sedangkan pada D. aqueum hasil terbaik produksi kalus embriogenik hingga 41,4% ditemukan pada medium ½ MS yang ditambah dengan 0,5 mg/l Zeatin (Parthibhan et al. 2018). Hasil ini semakin memperkuat hasil penelitian sebelumnya bahwa aplikasi TDZ dalam induksi KE memiliki peran yang sangat penting dibanding zat pengatur tumbuh (ZPT) lainnya. TDZ berperan sebagai bioregulan dalam modulasi hormon endogen, yaitu menstimulasi produksi dan akumulasi sitokinin pada sel-sel meristematik eksplan dan sebagai inhibitor sitokinin oksidase yang mencegah terjadinya degradasi sitokinin tipe Adenin (BA). Peningkatan akumulasi BA pada bagian sel tersebut akan meningkatkan aktivitas pembelahan sel, yang dalam penelitian ini terlihat dari pembentukan kalus yang cepat. Selain itu TDZ berperan penting dalam modifikasi membran sel, level energi, penyerapan nutrisi, dan asimilasi nutrien yang berdampak pada meningkatnya respon sel dalam proses inisiasi kalus dan/atau pembentukan embrio (Murthy, March & Saxena 1998; Gaba 2005; Tefera & Wannakrairoj 2006; Guo et al. 2011)

Pada proliferasi KE, hasil penelitian sebelumnya pada D.Jayakarta’, D.Gradita 31’, D.Zahra FR 62’, dan D.Gradita 10’ berhasil dilakukan dengan mensubkultur KE pada medium cair ½ MS yang mengandung 0,3 mg/l TDZ dan 0,1 mg/l NAA (Winarto 2012; Winarto & Rachmawati 2013; Winarto et al. 2013; Rachmawati et al. 2014). Rachmawati et al. (2016) melaporkan bahwa medium ½ MS cair + 0,5 mg/l TDZ + 0,10 mg/l BAP + 150 ml/l air kelapa + 20 g/l sukrosa + 150 mg/l L-Prolin mampu menghasilkan 98,2% KE dengan tingkat multiplikasi kalus sebesar 5,58. Pada penelitian lain, proliferasi KE terbaik ditemukan pada kombinasi 3 mg/l TDZ dengan 1 mg/l NAA dalam medium ½ MS cair untuk D.Chiangmai Pink’ (Chung, 2006, 2007). Pada penelitian ini, proliferasi KE terbaik hingga 83,1% untuk D. ‘Balithi CF22-58’ ditemukan pada media ½ MS cair dengan penambahan 1,5 mg/l TDZ dan 0,5 mg/l BAP. Hasil ini memperkuat bukti bahwa perbanyakan KE terbaik dilakukan pada medium ½ MS cair yang tetap ditambah dengan TDZ.

Perkecambahan ES dan pembesaran plantlet juga dipengaruhi oleh genotipe dan komposisi

media yang digunakan (Martin & Madassery 2006; Khatun et al. 2010; Vijayakumar, Rajalkshmi & Kalimuthu 2014; Winarto et al. 2013; Rachmawati et al. 2014; Rachmawati et al. 2016). Pada penelitian ini perkecambahan ES D. ‘Balithi CF22-58’ terbaik ditemukan pada medium ½ MS dengan vitamin penuh tanpa ZPT. Hasil serupa ditemukan pada perkecambahan D.Zahra FR 62’ (Winarto et al. 2013), D.Gradita 10’ dan D.Indonesia Raya ’Ina’ (Rachmawati et al. 2014; Rachmawati et al. 2016). Sementara medium ½ MS dengan 2 g/l arang aktif pada D. Sonia 17’ dan ‘Sonia 18’ (Martin & Madassery 2006), medium MS dengan 0,5 mg/l BAP dan 1,0 mg/l IBA pada Dendrobium hibrida (Khatun et al. 2010), dan medium MS yang mengandung 3% sukrosa, 1,5 mg/l BA, dan 15% air kelapa untuk D. aggregatum (Vijayakumar, Rajalkshmi & Kalimuthu 2014). Hasil ini membuktikan bahwa untuk perkecambahan ES hanya memerlukan medium dengan komposisi yang sederhana, karena pada tahap ini merupakan puncak dari akumulasi cadangan karbohidrat, lipid dan protein, dehidrasi embrio dan penurunan respirasi selular, dan ekspresi gen protein late embryogenic abundant (LEA) (Srinivas, Ganapathi & Suprasanna 2006; Zhu 2014)

Pembesaran plantlet diperlukan untuk mempersiapkan plantlet yang sehat, vigor, dan berkualitas yang siap dan mudah untuk diaklimatisasi. Pada penelitian ini, pertumbuhan plantletD.Balithi CF22-58’ terbaik ditemukan pada media MPP-3 (2 g/l Rosasol 18N:18P:18K- TE dengan penambahan 20 g/l gula, dan 7 g/l agar). Pada penelitian lain juga dilaporkan bahwa medium 3 g/l Hyponex yang dilengkapi dengan arang aktif sesuai untuk pembesaran plantletD. transparens (Alam et al. 2002), medium Hyponex® (5N: 10P: 5K) yang mengandung arang aktif

pada D. crumenatum dan D. transparens (Meesawat & Kanchanapoom 2002; Alam et al. 2002) (200 mg/l 32N : 10P : 10K + 50 mg/l 20N : 20P : 20K + 100 mg/l 6N : 30 P : 30K ) ditambah dengan 100 ml/l AK dan medium Rosasol® (pupuk cair; 1.5 g/l 18 N:18P:18K

+ 1,5 g/l 25 N:10P:10K+ TE) untuk D. ‘Gradita 31’ (Winarto & Rachmawati 2013; Winarto & da Silva 2015), dan medium AM-5 (2 g/l Hyponex + 150 ml/l air kelapa+ 20 g/l gula + 7 g/l agar + 2% arang aktif, tanpa ZPT) untuk pembesaran plantlet D. Indonesia RayaIna’ (Rachmawati et al. 2016). Hasil-hasil penelitian tersebut memberi bukti bahwa pemanfaatan dan penggunaan media yang berasal dari pupuk berdampak positif terhadap produksi plantlet yang sehat dan vigor dan siap diaklimatisasi, sedangkan aklimatisasi plantlet tidak disinggung dalam penelitian ini mengingat aklimatisasi plantlet bukan masalah kritikal dalam kultur in vitroDendrobium.

(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Inisiasi kalus embriogenik (KE) D.Balithi CF22-58’ terbaik pada eksplan pangkal tunas yang dikulturkan pada media MI-1 (medium ½ MS + 1,5 mg/l TDZ + 0,5 mg/l BAP). Kalus embrionik (KE) berhasil diproliferasi secara maksimal pada medium inisiasi kalus dalam bentuk cair. Embrio somatik dikecambahkan dengan mudah pada medium ½ MS dengan vitamin penuh tanpa ZPT dan dibesarkan dengan hasil optimal pada medium 2 g/l Rosasol 18:18:18 TE. Perbanyakan anggrek D.Balithi CF22-58’ dengan protokol ini diperkirakan dapat dihasilkan sekitar 3.000–4.000 plantlet/eksplan/tahun.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Nina Marlina, Euis Rohayati, AMD, Resa Putra Wijaya, SP, dan Lilis selaku teknisi dan laboran Laboratorium Kultur Jaringan Balithi atas kerja sama dan bantuannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alam, MK, Rashid, MH, Hossain, MS, Salam, MA & Rouf, M 2002, ‘In vitro seeds propagation of Dendrobium

(Dendrobium transparens) orchid as influenced by different media’, Biotechnology, vol. 1, no. 2–4, pp. 111–115. 2. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Hortikultura

2018a, Luas panen anggrek menurut provinsi, accessed 25 September 2018, <http://www.pertanian.go.id/data5tahunan/ hortiatap17(.pdf)/L.PanenAnggrek.pdf>.

3. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Hortikultura 2018b, Produksi anggrek menurut provinsi, 2013–2017, accessed 25 September 2018, <http://www.pertanian.go.id/ data5tahunan/hortiatap2017(.pdf)/ProduktifitasAnggrek.pdf>. 4. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Hortikultura

2018c, ‘Produktivitas anggrek menurut provinsi’, 25 September accessed 2018, <http://www.pertanian.go.id/ home12show=page2date>.

5. Chung, HH, Chen, JT & Chang, WC 2006, ‘Cytokinins induce direc somatic embryogenesis of Dendrobium chiengmai

pink and subsequent plant regeneration’, In Vitro Cellular & Developmental Biology - Plant, vol. 41, no. 6, pp. 765–769. 6. Chung, HH, Chen, JT & Chang, WC 2007, ‘Plant regeneration

through direct somatic embryogenesis from leaf explants of Dendrobium’, Biologia Plantarum, vol. 51, no. 2, pp. 346–350.

7. George, EF 1996, ‘Plant propagation by tissue culture part 1. Exegenetics Ltd.’, in Jha TB, Ghosh B. 2005, Plant tissue culture-basic and aplied: somatic embryogenesis and artificial seeds, Universities Press. India, India, 207p.

8. Gaba, P 2005, ‘Plant growth regulators in plant tissue culture and development’’, in Trigiano, RN & Gray, DJ (eds.), Plant Development and Biotechnology, CRC Press, New York, pp. 87–100.

9. Godbole, S, Sood, A, Thakur, R, Sharma, M & Ahuja, PS 2002, ‘Somatic embrygenesis and its conversion into plantlets in a multi purpose bamboo, Dendrocalamus hamiltonii Nees et Arn Ex. Munro.’, Curr Sci., vol. 83, pp. 885-889. 10. Guo, B, Abbasi, BH, Zeb, A, Xu, LL & Wei, YH 2011,

‘Thidiazuron : a multi-dimensional plant growth regulator’,

Afr J Biotech., vol. 10, no. 45, pp. 8984–9000.

11. Jha, TB & Ghosh, B 2003, Plant tissue culture: Basic and applied, Universities, Press, India, 207p.

12. Julkiflee, AL, Uddain, J & Subramaniam, S 2014, ‘Efficient micropropagation of Dendrobium Sonia-28 for rapid PLBs proliferation’, Emirates Journal of Food and Agriculture, vol. 26, no. 6, pp. 545–551.

13. Juntada, K, Taboonmee, S, Meetum, P, Poomjae, S & Chiangmai, PN 2015, ‘Somatic embryogenesis induction from protocorm-like bodies and leaf segments of Dendrobium Sonia “Earsakul”, Silpakorn U Science & Tech J, vol. 9, no. 2, pp. 9–19.

14. Khatun, H, Khatun, MM, Biswas, MS & Kabir, MR & Al-Amim 2010, ‘In vitro growth and development of Dendrobium

hybrids orchid’, Bangladesh J. Agric Res, vol. 35, no. 3, pp. 507–514.

15. Kumparan BISNIS 2018, 80% bibit anggrek di RI masih impor, <https://kumparan.com/@kumparanbisnis/80-bibit-anggrek-di-ri-masih-impor>.

16. Lampiran Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor Direktur Jenderal Hortikultura , Hasanuddin Ibrahim’ 2011, p. 4275.

17. Lee, SY, Kim, HH, Kim, YK, Park NI, & Park, Su 2009, ‘Plant regeneration of garlic (Allium sativum L.) via somatic embryogenesis’, Scie Res Essay., vol. 4, no. 13, pp. 1569-1574.

18. Martin, KP & Madassery, J 2006, ‘Rapid in vitro propagation of Dendrobium hybrids through direct shoot formation from foliar explants, and protocorm-like bodies’, Scientia Horticulturae, vol. 108, no. 1, pp. 95–99.

19. Mattjik, AA & Sumertajaya, I 2006, Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan Minitab, IPB Press, Bogor. 20. Meesawat, U & Kanchanapoom, K 2002, ‘In vitro plant

regeneration through embryogenesis and organogenesis from callus culture of pigeon orchid (Dendrobium crumenatum

Sw.)’, Thammasat Int. J. Sc. Tech, vol. 7, no. 2, pp. 9–17, accessd from, http://tijst.net/issues/202/no.2/2002. v7.2.pdf>.

21. Mei, TA, Danial, M, Mahmood, M & Subramaniam, S 2012, ‘Exquisite protocol of callus induction and protocorm-like bodies (PLBs) regeneration of Dendrobium Sonia-28’, Aust. J. Crop. Sci., vol. 6, no. 5, pp. 793–800.

22. Murthy, BNS, Murch, SJ, Saxena, PK 1998, ‘Thidiazuron: A potent regulator of in vitro plant morphogenesis’, In Vitro Cell Dev Biol-Plant., vol. 34, no. 4, pp. 267–275.

23. Parthibhan, S, Rao, MV, Teixeira da Silva, JA & Senthil Kumar, T 2018, ‘Somatic embryogenesis from stem thin cell layers of Dendrobium aqueum’, Biologia Plantarum, vol. 62, no. 3, pp. 439–450.

24. Purba, D 2015, ‘Analisis usahatani tanaman anggrek (Dendrobium) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor’, Skripsi, Departemen Agronomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor.

25. Quiros-Fiqueroa, FR, Herrera, R, Avalos, G, Vegas, L 2006, ‘Embryo production through somatic embryogenesis can be used to study cell differentiation in plants’, Plant Cell Tiss Org Cult., vol. 86, pp. 285–301.

(10)

26. Rachmawati, F, Purwito, A, Wiendi, NMA, Mattjik, NA & Winarto, B 2015, ‘Shoot tips derived-somatic embryogenesis in mass propagation of Dendrobium Indonesia Raya “Ina”’,

Emirates Journal of Food Agric, vol. 27, no. 11, pp. 808–817. 27. Rachmawati, F, Purwito, A, Wiendi, N, Mattjik, N & Winarto,

B 2016, ‘Pengembangan teknologi perbanyakan dendrobium melalui embriogenesis somatik berbasis bioreaktor’, Disertasi, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 28. Rachmawati, F, Purwito, A, Wiendi, NMA, Mattjik, NA &

Winarto, B 2014, ‘Perbanyakan massa anggrek Dendrobium Gradita 10 secara in vitro melalui embriogenesis somatik’,

J. Hort., vol. 24, no. 3, pp. 196–209.

29. Slater A, Scott, NW & Fowler, WR 2003, Plant Biotecnology, Oxford England, Oxford University Press.

30. Srinivas, L, Ganapathi, TR, Suprasanna, P & Bapat, VA 2006, ‘Desiccation and ABA treatment improves conversion of somatic embryos to plantlet in banana (Musa spp) cv. Rasthali (AAB).’, Indian J Biotech., vol. 15, pp. 521-526.

31. Tefera, W & Wannakrairoj, S 2006, ‘Synergistic effects of some plant growth regulators on in vitro shoot proliferation of korarima (Aframomum corrorima (Braun) Jansen)’, Afr J Biotech., vol. 5, no. 10, pp. 1894–901.

32. Vijayakumar, S, Rajalkshmi, G & Kalimuthu, K 2014, ‘Propagation of Dendrobium agregatum by green capsule culture’, Lankesteriana, vol. 12, no. 2, pp. 131–135.

33. Widiastoety, D, Solvia, N & Soedarjo, M 2010, ‘Potensi anggrek Dendrobium dalam meningkatkan variasi dan kualitas anggrek bunga potong’, Jurnal Litbang Pertanian, vol. 29, no. 2, pp. 101–106.

34. Winarto, B, Rachmawati, F, Setyawati, AS & Teixeira da Silva, J 2013, ‘’Mass propagation of Dendrobium Zahra cv FR 62: A new hybrid used for cut flowers, using bioreactor culture’, Sci. Hort, vol. 161, pp. 70–180.

35. Winarto, B & Rachmawati, F 2013, ‘In vitro propagation protocol of Dendrobium Gradita cv 31 via protocorm like bodies’, Thammasat Inter. J. Sci. Tech, vol. 18, no. 2, pp. 54–68.

36. Winarto, B 2012, ‘In vitro proliferation study of three Indonesian Dendrobium’s protocorm-like bodies (embrio) on different fertilizer media’, Prosiding Seminar Nasional Anggrek, Medan, Sumatera Utara, pp. 154–168.

37. Winarto, B & da Silva, JAT 2015, ‘Use of coconut water and fertilizer for in vitro proliferation and plantlet production of Dendrobium “Gradita 31”, In Vitro Cellular and Developmental Biology - Plant, vol. 51, no. 3, pp. 303–314. 38. Zhu, H 2014, ‘The effect of drying on desiccation tolerance

and late embryogenesis abundant protein gene expression in immature seeds of Phalaenopsis amabilis’, Thesis, Grand Valley State university.

Gambar

Tabel 1.   Waktu inisiasi kultur (HST), respon inisiasi, dan volume kalus embriogenik D
Tabel 3.   Pengaruh media terhadap perkecambahan embrio somatik  Dendrobium  ‘Balithi CF22-58’ ( Effect  of media on somatic embryos germination of Dendrobium  ‘Balithi CF22-58’ )
Gambar 2.   Perbanyakan in vitro D. ‘Balithi CF22-58’ melalui embriogenesis somatik tidak langsung (In vitro  propagation of D

Referensi

Dokumen terkait

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “ PENGARUH SOSIAL MEDIA TERHADAP PEMBENTUKAN RUANG SOSIAL DAN CARA INTERAKSI WANITA PEKERJA SEKS DI DAERAH SEKITAR RRI

game Gatotkaca melawan Adipati Karna dapat dilihat pada gambar 35. Tampilan Halaman Game play level 3.. Selain mengunakan pointer mouse pada karakter utama, dalam. pembuatan

Sistem monitoring jaringan dengan MQTT diimplementasikan dengan cara melakukan instalasi broker pada NMS Server, mengimplementasikan NMS Server sebagai publisher

Berdasarkan permasalahan diatas, penelitian bertujuan mengkaji sistem peringatan dini bencana tsunami dengan memanfaatkan jaringan USO untuk menurunkan risiko bencana yang

Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja antara lain adanya persepsi bahwa ASI tidak cukup, kurangnya pengetahuan manajemen laktasi

Dapat dilihat di dalam Gantt chart bahwa proyek terdiri dari fase dan setiap fase terdiri dari unit kerja atau aktivitas dengan masing-masing terlihat timeline waktunya

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Karya Tulis Ilmiah ini dengan

Hasil genotiping menggunakan restriksi enzim A ciI dari gen GH exon 5 pada sapi Simmental diperoleh pola pita yang beragam dengan genotip homozigot (+/+) dan