• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Autis

Autis pertama kali ditemukan pada tahun 1943 oleh seorang psikiater bernama Leo Kanner.20-24 Menurut istilah ilmiah kedokteran dan psikologi, autis termasuk dalam gangguan perkembangan pervasif (pervasive developmental disorders). Pada anak yang mengalami gangguan perkembangan pervasif terdapat beberapa fungsi psikologis dasar anak yang terganggu, tidak hanya satu fungsi spesifik saja yang terkena.22 Selain autis, gangguan lainnya yang termasuk kedalam gangguan perkembangan pervasif ini adalah

Asperger’s disorder, Rett’s disorder, childhood disintegrative disorder dan gangguan perkembangan pervasif yang tidak ditentukan (pervasive developmental disorder not otherwise specified).23,24 Autis merupakan gangguan terparah dibandingkan gangguan perkembangan pervasif lainnya dikarenakan, terdapat banyak area yang tidak berkembang seperti, sosial interaksi, komunikasi, perilaku, minat dan bahasa.23

2.1.1 Definisi dan Epidemiologi Autis

Autisme atau gangguan autistik merupakan gangguan yang dimulai dan dialami pada masa kanak-kanak dan bersifat kronis.22,24 Kata autis berasal dari bahasa Yunani,

autos yang berarti “self”. Istilah ini pertama kali digunakan oleh seorang psikiater dari Swiss, Eugen Bleuler pada tahun 1906 yang melihat adanya gaya berpikir aneh pada sekelompok anak.20,24,25 Pada tahun 1943, seorang psikiater di Johns Hopkins bernama Leo Kanner menerapkan diagnosis autis infantil awal kepada sekelompok anak yang terlihat mengalami gangguan dimana mereka tidak dapat berhubungan dengan orang lain dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Leo Kanner mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, mengalami gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain dan sikap yang berulang (repetitive behaviors) dan stereotipik, rute

(2)

ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya.21-26 Autis yang termasuk dalam kategori gangguan perkembangan pervasif ditandai dengan distorsi perkembangan fungsi psikologis dasar majemuk yang meliputi perkembangan keterampilan sosial dan berbahasa, seperti perhatian, persepsi, daya nilai terhadap realitas, dan gerakan-gerakan motorik.21,22,24

Prevalensi autis mengalami peningkatan drastis di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hasil beberapa penelitian menunjukkan, tingkat prevalensi autis diperkirakan 2-5 dari 10.000 anak mengalami gangguan autis. Di Korea Selatan terdapat 2,6% atau 1 dari 38 orang mengalami Autism Spectrum Disorders (ASD). Prevalensi ini mengalami peningkatan 57% sejak 2002.10 Di Indonesia anak yang menderita autis diperkirakan berjumlah sebanyak 112.000 anak.5 Di provinsi Sumatera Utara, tercatat 1.000 orang yang menderita autis pada tahun 2012; sedangkan di Kota Medan tercatat 386 orang yang menderita autis dan akan terus meningkat setiap tahunnya.11 Gangguan autistik dimulai pada masa kanak-kanak dan dapat didiagnosis sekitar umur 3 tahun. Gangguan ini 3-5 kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibanding perempuan.22,24-29

2.1.2 Etiologi Autis

Hingga saat ini belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya autis. Leo Kanner mengemukakan gangguan autistik disebabkan oleh faktor psikologi sehingga terjadi gangguan perkembangan pervasif pada anak. Beberapa penelitian terbaru mengemukakan faktor lainnya, yaitu:21,23,26,30,31

1. Faktor psikososial dan keluarga

Pada observasi awal, Leo Kanner menyatakan keluarga yang memiliki anak autis cenderung bersikap ramah dan suka mengekspresikan perhatiannya yang murni terhadap anaknya. Setelah 50 tahun terakhir, sikap orang tua yang tidak peduli mendorong terjadinya gangguan autistik pada anaknya. Namun teori ini hanyalah pendapat dari beberapa ahli yang belum dapat diuji kebenarannya.

2. Faktor genetik

Dari beberapa penelitian menunjukkan, 2-4% saudara kandung yang mengalami gangguan autistik juga mengalami gangguan autistik. McBride juga mengemukakan risiko

(3)

terjadinya autis pada saudara yang mengalami gangguan ini yaitu 75 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki saudara autis. Para peneliti menunjukkan DNA dari saudara kandung autis terdapat lebih dari 150 pasang yang membuktikan bahwa kromosom 2 dan 7 mengandung gen yang terlibat dengan autis. Kurang dari 1 persen penderita autis mengalami fragile X Syndrome, yaitu gangguan genetik pada kromosom X.26 Selain itu, anomali pada kromosom 15 juga berhubungan dengan terjadinya autis namun hubungan fragile X syndrome dengan autis jauh lebih kuat dibandingkan dengan kromosom 15.25

3. Faktor imunologis

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan imunologi yang inkompatibilitas dapat menyebabkan terjadinya gangguan autistik. Limfosit pada beberapa anak autis bereaksi dengan antibodi maternal yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kerusakan pada jaringan neural atau ekstra embrionik selama kehamilan.

4. Faktor perinatal

Tingginya insidensi berbagai komplikasi perinatal tampaknya terjadi pada anak autis. Namun tidak ada komplikasi secara langsung yang menyatakan sebagai penyebabnya.

5.Faktor biologis

Anak autis menunjukkan lebih banyak tanda komplikasi perinatal dibandingkan kelompok anak normal dan gangguan lainnya. Sekitar 75% anak yang mengalami gangguan autistik juga mengalami retardasi mental dan hampir setengahnya mempunyai tingkat retardasi mental yang parah.

6. Faktor neuroanatomi

Bagian otak abnormal yang diperkirakan berhubungan dengan gangguan autistik adalah lobus temporalis. Perkiraan tersebut didasarkan pada laporan beberapa anak autis mengalami kerusakan lobus temporalis. Ketika lobus temporalis rusak, maka terjadi gangguan interaksi sosial, kegelisahan, dan perilaku motorik berulang-ulang. Suatu penelitian dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan, pada beberapa anak autime ditemukan ukuran otaknya lebih besar dibandingkan anak normal. Namun pada anak autis dengan retardasi mental yang parah lebih banyak ditemukan

(4)

memiliki ukuran kepala yang kecil. Otak mengandung sel saraf lebih dari 100 miliar neuron yang memiliki ratusan atau ribuan sambungan yang membawa pesan ke sel-sel saraf lainnya di otak dan tubuh. Neurotransmitter menjaga neuron bekerja sebagaimana mestinya, seperti melihat, merasakan, bergerak, berkomunikasi, emosi, dan hal penting lainnya. Pada anak autis, beberapa sel dan koneksinya tidak berkembang dan tidak terkoordinasi secara normal. Namun para ilmuwan belum mengetahui penyebab pasti dan bagaimana hal ini terjadi.

7. Faktor Biokimia

Beberapa penelitian menunjukkan sepertiga pasien autis mengalami peningkatan konsentrasi serotonin plasma. Penelitian ini tidak hanya menggunakan sampel autis saja, akan tetapi juga menggunakan sampel anak yang mengalami retardasi mental tanpa adanya gangguan autistik. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk menguji kebenarannya.

2.1.3 Gejala Klinis Autis

Gejala anak yang mengalami autis sudah dapat timbul sejak lahir sehingga anak mengalami perkembangan perilaku yang tidak normal. Namun hal ini dapat terdeteksi sekitar umur 30 bulan pertama anak atau 3 tahun.24,27,29

Anak yang mengalami gangguan autistik menunjukkan kurangnya respon terhadap orang lain, ketidakmampuan berkomunikasi, menunjukkan respon yang aneh terhadap berbagai aspek lingkungan di sekitarnya, namun yang paling menonjol adalah sikap anak yang suka menyendiri dan cenderung tidak suka berinteraksi. Perilaku anak autis yang menunjukkan kegagalan membina hubungan interpersonal ditandai dengan kurangnya respon dan kurangnya minat kepada orang-orang atau teman di sekitarnya. Anak dapat pula tidak bisa berbicara, atau bila berbicara anak menggunakan bahasa yang tidak lazim seperti ekolalia, yaitu mengulang kembali apa yang didengar dengan nada suara tinggi dan monoton. Ciri utama dari autis adalah melakukan gerakan stereotip berulang-ulang yang tidak memiliki tujuan.21,22,24-32

Menurut Diagnostic and Statistic Manual 1994, (DSM-IV) gejala autis dibagi atas:21,23,26

(5)

I. Ada 6 gejala atau lebih dari gangguan interaksi sosial, komunikasi, dan pola perilaku yang terbatas, berulang, dan meniru dengan minimal, adanya 2 gejala dari gangguan interaksi sosial dan masing-masing 1 gejala dari gangguan komunikasi, dan pola perilaku yang terbatas, berulang, dan meniru.

1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial

a. Gangguan nonverbal, misalnya kurangnya kontak mata, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh.

b. Ketidakmampuan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya.

c. Kurangnya spontanitas dalam membagi kegembiraan, kesenangan, minat, atau prestasi dengan orang lain.

d. Kurangnya hubungan sosial dan emosional. 2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi

a. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara nonverbal.

b. Bila anak bisa berbicara, hal ini tidak digunakan untuk berkomunikasi. c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan berulang-ulang.

d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru.

3. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan berulang-ulang dalam perilaku, minat, dan kegiatan.

a. Mempertahankan satu minat atau kegiatan dengan cara yang sangat khas dan berlebihan.

b. Cenderung terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya.

c. Sering melakukan gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. d. Sering terpukau pada bagian suatu benda.

II. Terjadi keterlambatan/fungsi abnormal paling sedikit satu dari hal-hal berikut ini sebelum umur 3 tahun, diantaranya interaksi sosial, kemampuan berbicara/ berbahasa, bermain imajinatif ataupun simbolik.

(6)

Umumnya anak dengan gangguan autistik mempunyai keadaan rongga mulut yang tidak jauh berbeda dari anak normal, namun anak autis dapat memiliki penyakit gigi dan mulut yang lebih parah karena ketidakmampuan dalam menjaga kebersihan rongga mulutnya.14,33,34 Ketidakmampuan ini meliputi, tidak efektifnya menggosok gigi dan memakai benang gigi yang dikarenakan kurangnya minat anak dalam membersihkan rongga mulutnya sehingga dibutuhkan panduan, penjagaan, dan observasi dari keluarga maupun pengasuh ketika anak membersihkan giginya.13,16,17

Biasanya anak autis lebih memilih makanan yang lunak dan manis. Ketika makan, anak cenderung tidak menelan makanannya langsung, namun meletakkan makanannya di pipi dan mengemutnya dalam waktu yang lama. Hal ini disebabkan anak memiliki koordinasi otot yang buruk.13,15-17,19 Beberapa penelitian menunjukkan, akibat diet yang buruk maloklusi dan malposisi banyak terjadi pada anak autis, seperti overjet dan overbite

yang tidak normal, crossbite, openbite dan lainnya.14,18,35 Peranan orang tua yang terbatas dapat memperburuk masalah kebersihan rongga mulutnya. Mengonsumsi obat-obatan seperti antikonvulsan untuk pengobatan epilepsi menyebabkan hiperplasia gingiva dan meningkatkan terjadinya perdarahan gingiva pada anak.36,37

Selain itu, kebiasaan buruk yang dilakukan anak autis menyebabkan dampak yang cukup besar pada keadaaan rongga mulutnya seperti, bruxism, menjulurkan lidah (tongue thrusting), menggigit objek seperti pulpen dan puntung rokok, dan kebiasaan melukai diri sendiri seperti menggigit bibir, lidah, dan pipi.2,13,14,17-19 Suasana hati abnormal yang dimiliki anak dengan gangguan autistik mempersulit penanganannya pada saat dilakukan perawatan ke dokter gigi. Anak cenderung menolak dan bersikap agresif terhadap perawatan yang akan dilakukan, hal ini dapat disebabkan lingkungan berbeda, dokter dan perawat gigi yang belum dikenalnya, bunyi suara bur, melihat alat kedokteran gigi seperti tang gigi, dan lainnya. Penolakan yang ditimbulkannya dapat mengakibatkan luka pada rongga mulut dan fraktur terutama pada gigi anterior karena membenturkan kepalanya saat mengamuk.3,17,32

Adanya pola makan dan perilaku membersihkan gigi anak yang buruk, kondisi psikologis anak yang menyebabkan anak cenderung tidak mempedulikan kebersihan gigi serta sulitnya manajemen anak di perawatan dokter gigi, konsumsi obat-obatan, dan

(7)

kebiasaan buruk yang sering dilakukan dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal pada anak autis.

Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi pada periodonsium yang disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi dalam plak sehingga terjadi peradangan pada gingiva.38,39 Penyakit ini umumnya dibedakan atas gingivitis dan periodontitis. Perbedaannya terletak pada jaringan yang terlibat dalam proses inflamasi. Gingivitis hanya meliputi jaringan gingiva dan bersifat reversibel sedangkan periodontitis, kerusakan yang terjadi tidak hanya pada jaringan gingiva tapi juga pada ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolarnya. Periodontitis bersifat ireversibel.40-42

Gingivitis merupakan inflamasi pada jaringan gingiva. Karakteristik gingivitis biasanya terlihat pada warna, kontur, dan konsistensinya yaitu gingiva terlihat berwarna merah, membengkak, dan mudah berdarah. Pada gingivitis tidak ada migrasi apikal dari sel epitel penyatu maupun kehilangan tulang alveolar.40,41

Periodontitis merupakan inflamasi gingiva yang lebih parah dengan melibatkan struktur periodontal pendukung. Pada periodontitis terjadi migrasi apikal dari sel epitel penyatu, kehilangan perlekatan jaringan ikat dan kehilangan tulang alveolar. Sel epitel penyatu yang bergerak ke apikal menyebabkan terbentukanya poket periodontal selanjutnya plak subgingiva berkembang di daerah tersebut.40,41

2.3 Indeks Pemeriksaan Klinis Penyakit Periodontal

Pemeriksaan klinis dapat berupa pemeriksaan ekstra oral, intra oral, dan penunjang menggunakan radiografi. Pemeriksaan intra oral yang dilakukan untuk mengetahui oral higiene meliputi oral hygiene index simplified (OHIS) oleh Greene dan Vermillion yang terdiri atas Indeks kalkulus dan Indeks debris. Indeks ini hanya memeriksa 6 gigi sehingga lebih memudahkan peneliti ketika dilakukan pemeriksaan. Selain itu indeks periodontal yang dapat digunakan adalah indeks plak oleh Ramfjord, indeks plak oleh Quigley dan Hein, indeks plak oleh Loe dan Silness, indeks kalkulus oleh Ramfjord, indeks permukaan kalkulus oleh Ennever, Sturzenberger, dan Radike, indeks gingiva oleh Loe dan Silness, indeks kebutuhan perawatan periodontal, dan lain-lain. Indeks kebutuhan perawatan periodontal menggambarkan tingkat kondisi periodontal dan kebutuhan perawatannya,

(8)

sehingga sangat bermanfaat kepada dokter gigi ketika akan di lakukan perawatan periodontal.42

2.3.1 Oral Hygiene Index Simplified (OHIS)

Oral higiene merupakan suatu kondisi dan sikap mengenai cara dalam memelihara kebersihan rongga mulut sebagai upaya mempertahankan jaringan dan struktur rongga mulut. Pemeriksaan intra oral yang dilakukan untuk mengetahui oral higiene yaitu dengan menggunakan oral hygiene index simplified (OHIS) oleh Greene dan Vermillion. Indeks ini digunakan untuk mengukur tingkat kebersihan rongga mulut dengan menjumlahkan skor Indeks Debris (DI) dan skor Indeks Kalkulus (CI).42-47

Alat yang digunakan adalah sonde berbentuk sabit dan kaca mulut tanpa menggunakan pewarna plak. Gigi yang periksa adalah gigi 16, 11, 26, 46, 31, dan 36 dengan cara setiap permukaan gigi dibagi secara horizontal atas sepertiga gingiva, sepertiga tengah, dan sepertiga insisal. Untuk mengukur indeks debris, sonde ditempatkan pada bagian sepertiga insisal gigi lalu sonde digerakkan ke arah gingiva. Pada gigi molar yang diperiksa, penilaian dilakukan pada sisi bukal molar atas dan sisi lingual molar bawah. Pada gigi anterior, permukaan sisi labial dari insisivus sentralis atas sebelah kanan dan insisivus sentralis bawah sebelah kiri yang diberi skor. Apabila gigi anterior yang di periksa tidak ada maka dapat digantikan oleh gigi pada sisi yang berlawanan dari garis midline.44-46

Pada pemeriksaan menggunakan oral hygiene index simplified (OHIS) terdapat kriteria skor untuk indeks debris dan indeks kalkulus. Perhitungan indeks debris dan indeks kalkulus adalah jumlah skor gigi permukaan bukal dan lingual pada maksila dan mandibula dibagi dengan jumlah permukaan yang diperiksa. Tingkat kebersihan debris dan kalkulus dapat dikategorikan baik apabila skor berada di antara 0,0 – 0,6, kategori sedang berada diantara 0,7 – 1,8, sedangkan kategori buruk berada di antara 1,9 – 3,0. Skor untuk oral higiene didapat dengan menjumlahkan skor rerata debris dan kalkulus. Kategori untuk skor OHIS adalah baik apabila skor berada di antara 0,0 – 1,2, kategori sedang apabila skor berada diantara 1,3 – 3,0, dan kategori buruk apabila skor berada diantara 3,1 – 6,0.42-44

(9)

Tabel 1. Kriteria skor indeks debris dan kalkulus42

Skor Indeks Debris Indeks Kalkulus

0 Tidak dijumpai debris atau stein. Tidak dijumpai kalkulus. 1 Debris menutupi tidak lebih dari

sepertiga permukaan gigi atau adanya stein ekstrinsik.

Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari sepertiga permukaan gigi.

2 Debris menutupi lebih dari sepertiga permukaan gigi tapi tidak melebihi dua per tiga dari permukaan gigi.

Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari sepertiga tapi kurang dari dua per tiga permukaan gigi atau adanya butiran kalkulus subgingiva di sekeliling servikal gigi atau keduanya.

3 Debris menutupi lebih dari dua per tiga dari permukaan gigi.

Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari dua per tiga permukaan gigi atau adanya kalkulus subgingiva mengelilingi serviks gigi.

2.3.2 Community Index of Periodontal Treatment Needs (CPITN)

Indeks kebutuhan perawatan periodontal yang dikenal dengan CPITN dikembangkan oleh Ainamo dkk yang merupakan anggota komite WHO pada tahun 1983. CPITN merupakan indikator penyakit periodontal yang digunakan untuk mengetahui gambaran tingkat kondisi periodontal dan kebutuhan perawatannya pada individu di suatu populasi. Alat yang digunakan untuk pemeriksaannya adalah prob WHO dengan ujung prob yang bulat berdiameter 0,5 mm dan terdapat area berwarna hitam sebagai skala berada pada daerah 3,5-5,5 mm.40,44,49,50

Gigi yang diperiksa dari keenam sektan berjumlah 6 gigi indeks yang meliputi seluruh gigi molar satu, insisivus sentralis atas regio satu, dan insisivus sentralis bawah regio tiga. Cara pengukurannya yaitu keenam gigi diukur menggunakan prob WHO untuk menentukan adanya perdarahan, karang gigi, dan poket periodontal. Tekanan yang diberikan tidak boleh lebih dari 25 gram. Untuk mengetahui besarnya tekanan dilakukan dengan cara menekankan ujung prob pada daerah kulit dibawah kuku tanpa menyebabkan rasa sakit. Kemudian ujung prob dimasukkan ke daerah distal saku gingiva lalu mengikuti konfigurasi anatomi dari permukaan akar gigi dari distal ke mesial pada permukaan labial maupun lingual. Catat skor sesuai hasil yang diperoleh. Hanya bagian terparah yang dicatat

(10)

pada setiap sektan. Skor tertinggi dari semua sektan digunakan untuk menentukan skor kebutuhan perawatan.40,44,49-51

Tabel 2. Kriteria skor indeks periodontal komunitas untuk kebutuhan perawatan periodontal48,49

Skor Status Periodontal Kebutuhan Perawatan Periodontal

0 Sehat. Tidak perlu perawatan.

1 Secara langsung atau dengan bantuan kaca mulut terlihat perdarahan gingiva setelah probing.

Instruksi perbaikan oral higiene.

2 Sewaktu probing terasa adanya kalkulus, tetapi seluruh bagian prob berwarna hitam masih terlihat.

Instruksi perbaikan oral higiene & skeling profesional.

3 Poket dengan kedalaman 4-5 mm dimana tepi gingiva berada pada bagian prob berwarna hitam. 4 Poket dengan kedalaman ≥ 6 mm

dimana bagian prob berwarna hitam tidak terlihat lagi.

Instruksi perbaikan oral higiene, skeling profesional & perawatan kompleks.

(11)

2.4 Kerangka Teori Anak Autis Indeks Kebutuhan Perawatan Periodontal (CPITN) Karies Oral Higiene Indeks Oral Hygiene Simplified (OHIS) Kebutuhan Perawatan Periodontal

Penyakit Periodontal Maloklusi Malposisi Trauma Kondisi Psikologis Diet Perilaku

Membersihkan Gigi

Kebiasaan Buruk

Keadaan Rongga Mulut

(12)

2.5 Kerangka Konsep

Anak Autis

Anak Normal yang di-matching-kan

- Jenis Kelamin - Usia Penyakit Periodontal - Kebersihan Rongga Mulut - Indeks Oral Hygiene Simplified (OHIS) - Kebutuhan Perawatan Periodontal - Indeks Kebutuhan Perawatan Periodontal (CPITN) Faktor risiko penyakit periodontal - Frekuensi menyikat gigi - Waktu menyikat gigi - Kunjungan ke dokter gigi - Kunjungan ke dokter gigi untuk skeling - Frekuensi makan diluar jam makan utama

Gambar

Tabel 1. Kriteria skor indeks debris dan kalkulus 42
Tabel 2. Kriteria skor indeks periodontal komunitas untuk kebutuhan perawatan     periodontal 48,49

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan (1) penyebab terjadinya varians biaya bahan baku adalah kenaikan harga bahan bakar solar, peningkatan produksi batako, dan kesalahan penggunaan bahan

Untuk menjaga agar jaring ini tidak hanyut, biasanya digunakan jangkar (anchor) yang diikatkan pada alat tangkap ini dan setelah dipasang, biasanya jaring ini akan ditinggal

Hasil penelitian ini adalah ada hubungan antara masa kerja (p=0,021) dan status gizi (p=0,00) dengan kapasitas vital paru pada pekerja penggilingan divisi batu putih di PT..

Transformasi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L. BL) Dengan Gen SoSUT1 Menggunakan Agrobacterium tumefaciens strain GV3101 dan Eksplan Kalus; Anisa Indah

Berdasarkan hasil analisa keragaman terhadap sabun transparan dengan konsentrasi gel lidah buaya 5, 10, 15, dan 20% pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan

Pada saat membuat fungsi SELECT, clausa SELECT dapat digunakan lebih dari

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah usaha pertanian di Provinsi Bali sebanyak 408.229 yang dikelola oleh rumah tangga, sebanyak

Semester : Genap Tahun Akademik : 2012/2013 Tugas Akhir ini untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1