TEKNIK CERAMAH KH. ABDUL AZIZ MUNIF DI MAJLIS
TA’LIM DZIKIR ROTIBUL HADADD DAN AL-ASMA’UL
HUSNA DESA SUKO LEGOK, SUKODONO, SIDOARJO.
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Penyiaran Islam (S.Sos)
VIVIN CHOIRUNISAH NIM. (B71213066)
PROGRAM PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
JURUSAN KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2017
ABSTRAK
Vivin Choirunisah NIM. B71213066, 2017. Teknik Ceramah Kh. Abdul Aziz Munif
di Majlis Ta’lim Dzikir Rotibul Hadadd dan Asma’ul husna Desa Suko Legok, Sukodono, Sidoarjo. Skripsi Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci : Teknik, Ceramah, Dzikir Rotibul Hadadd, KH. Abdul Aziz Munif.
Pada skripsi ini persoalan yang hendak dikaji adalah: 1. Bagaimana teknik pembukaan ceramah oleh Kh. Abdul Aziz Munif, 2. Bagaimana teknik penyampeian ceramah oleh Kh. Abdul Aziz Munif, 3. Bagaimana teknik penutupan ceramah oleh KH. Abdul Aziz Munif. Dalam mengungkap persoalan tersebut secara mendalam, dalam penelitian ini menggunakan instrument pengumpulan data dan penemuan informan dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Dalam proses pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik yaitu; observasi, wawancara semi tersetruktur, teknik analis data serta teknik keabsahan data.
Teknik analisis yang dipakei yakni proses analisa berfikir induksi yakni dimulai dengan teori yang bersifat umum, kemudian dari fakta atau data khusus berdasarkan pengamatan dilapangan dan pengamatan empiris data , fakta empiris disusun, diolah, dikaji untuk kemudian ditarik dalam bentuk penghayatan dan disimpulkan secara umum, kemudian untuk keabsahan data penulis menggunakan ketekunan pengamatan, triangulasi, pemeriksaan teman sejawat, kecukupan referensi.
Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa dalam ceramah KH. Abdul Aziz Munif, beliau ketika berdakwah selalu menyesuaikan dengan kondisi mad’unya dalam menggunakan teknik dakwahnya. Pada saat pembukaan ceramah diawali dengan muqoddimah, melukiskan latar belakang masalah, memberikan kabar gembira dan mengajukan pertanyaan. Dalam penyampaian dakwah beliau menggunakan teknik pemilihan kata yang tepat Qawlan Balighan, Qowlan kariman, Qowlan Maysuran, teknik humor, menguasai tinggi rendah teknik vokal, mengemukakan kisah faktual. Pada saat penutupan ceramah selalu memberikan harapan dan tindakan kemudian ditutup dengan do’a dan membaca sholawat bersama pada mad’u.
Rekomendasi untuk peneliti selanjutnya dapat memperdalam hasil penelitian ini. Karena peneliti menyadari bahwa hasi dari penelitian ini masi jauh dari sempurna.
E. Definisi Konsep Penelitian……… 15
F. Sistematika Pembahasan……… 21
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Teknik 1. Pengertian Teknik……… 23
2. Teknik Penguasaan Pesan……… 25
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan………. 52
BAB III METODE PENELITIAN
F. Teknik Analisis Data……… 72
G. Keabsahan Data……… 73
BAB IV PENYAJIAN DATA Dan ANALISIS DATA A. Setting Penelitian 1. Biografi KH. Abdul Aziz Munif……….. 77
2. Pandangan Masyarakat Terhadap KH. Abdul Aziz Munif……….. 78
3. Perjalanan Aktivitas Dakwah KH. Abdul Aziz Munif………. 80
B. Penyajian Data 1. Pengajian Rutin Ahad Pagi……….. 85
2. Peringatan Haul……… 90
C. Analisis Data 1. Teknik Pembukaan ceramah………. 93
2. Teknik Penyampaian Ceramah………. 94
3. Teknik Penutupan Ceramah……….. 107
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan……….. 111
DAFTAR PUSTAKA………. 113
PEDOMAN WAWANCARA……… 116
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu yang lain. Secara kodrati, manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi yang mempengaruhinya. Setiap manusia memiliki hasrat untuk berbicara, mengungkapkan pendapat dan memperoleh informasi. Maka atas dasar itulah tercipta apa yang dinamakan proses komunikasi.
Bertolak dari pandangan bahwa khalayak itu aktif dan memiliki potensi mengingkari fitrah dan kekhalifaannya, maka para jamaah harus diajak agar kembali pada fitrahnya, yaitu al-khayr, amar maruf, dan nahi
munkar, dengan beriman berilmu, dan beramal shaleh, telah dijelaskan bahwa
Dalam perencanaan pesan dan metode ceramah, para pakar selalu mengambil rujukan utama kepada firman Allah (Qs. An-Nahl :125)1
ةنسحْلا ةظع ْ مْلا ةمْكحْلاب كِبر ليبس ىلإ عْدا
يه يتَلاب ْ ْلداج
َبر َنإ نس ْحأ
َلض ْنمب ْعأ ه ك
نيدتْ مْلاب ْعأ ه ه يبس ْنع
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik, dan bantalah mereka dengan cara yang baik, sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam ayat tersebut, dikandung makna perlunya memerhatikan situasi dan kondisi Mad’u atau jamaah, sehingga mereka merasa tidak dipaksa. Demikian juga pesan yang disampaikan dengan santun. Pada prinsipnya dakwah haruslah memanusiakan manusia, sesuai dengan fitrahnya yang suci. Karena hal ini wajib menjadi pegangan dalam merumuskan pesan dan penetapan metode dakwah.
Dakwah Islamiyah mempunyai makna luas dan ini merupakan tugas dan amalan setiap muslim sepanjang hidupnya, mereka juga tidak sepatutnya memilih tempat, akan tetapi dimana dan kapanpun dia berada. Pendeknya dakwah adalah suatu tugas yang tak dapat dielakkan oleh setiap muslim atau orang yang mengaku mempercayai dan menerima risalah Nabi Muhammad
1
SAW. Yang demikian itulah sebenarnya yang harus dikerjakan oleh setiap muslim dalam kehidupan beragama.
“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus,
maka ikutilah Dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-jalan Nya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertaqwa”. (QS. Al- An’am [06]
ayat 153)3.
Dakwah merupakan unsur penting untuk umat Islam. Berlangsungnya ajaran Islam mulai zaman Rasullah Saw hingga pada era sekarang globalisasi dan modernisasi ini tidak lain merupakan bukti nyata. Peran dakwah bagi Islam, dalam buku „ilmu dakwah’ bahwa “Umat Islam ditentukan oleh keagamaannya, sementara keagamaanya ditentukan oleh pengetahuan
agamanya, dan pengetahuan agamanya tergantung pada dakwah”4
.
2
A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, filsafat dakwah, (Jakarta: Kencana, 2001) h. 6 3
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya Juz 1-10 , (Jakarta: Percetakan dan Offset
“JAMUNU”, 1965), h. 215
4
Sedangkan menurut Thomas W. Arnold dakwah adalah bagian dari umat beragama. Oleh karena itu dakwah sangat penting dalam Islam, kegiatannya yang menyatu dengan kehidupan manusia di dunia yang menjadi bukti adanya hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan manusia dengan semesta. Sehingga Islam menjadi agama dakwah dalam teori dan prakteknya yang telah dicontohkan oleh junjungan kita Nabi Muhammad SAW dalam kehidupannya.5
Di sisi lain definisi dakwah begitu beragam tergantung pada aspek mana yang menjadi penekanan dalam dakwah. Ali Aziz menjelaskan “penulis dakwah di Indonesia umumnya akademisi di Perguruan Tinggi Islam seringkali menonjolkan aspek metode dakwah. Sementara penulis barat lebih menekankan aspek sosiologis mitra dakwah. Pembahasan dakwah pada awalnya banyak menyentuh aspek teologis. Sedang saat ini konsep dakwah dikembangkan dengan ilmu-ilmu sosial, seperti ilmu komunikasi, sosiologi, psikologi.6
Islam sebagai salah satu agama dakwah di dalamnya terdapat upaya oleh umatnya untuk senantiasa menyebarluaskan isi kebenaran ajaran agamanya. Dalam kajian tentang agama dan sejarah dakwah, Thomas W. Arnold membedakan antara agama dakwah dan agama non dakwah. Dan yang termasuk dalam kategori agama dakwah adalah Islam, Kristen dan Budha.
5
Thomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam (Jakarta: PT. Bumirest, 1985) Cet.1 h. 04 6
Sedangkan agama non dakwah adalah Yahudi, Brahma, Zoroaster.7 Lebih lanjut M. Natsir mengatakan bahwa Islam adalah agama risalah dan dakwah. Isi risalah adalah “kabar gembira” dan “peringatan”, dan amalan risalah adalah “seluruh umat manusia”8.
Rasulullah dalam kehidupan berdakwahnya diberi kelebihan oleh Allah SWT berupa mu’jizat, meskipun demikian beliau berdakwah juga dengan penuh susah payah, bahkan dalam seluruh kehidupannya dicurahkan untuk berdakwah, meski sebenarnya kemenangan dan keberhasilan dapat diyakinkan berpihak kepadanya, akan tetapi yang demikian itu dijadikan sebagai suri tauladan bagi pengikutnya (baca: para da’i dan mubaligh) Bahwa sebuah kemenangan diperlukan perjuangan yang gigih dan penuh semangat.9
Dengan kata lain bisa disimpulkan bahwa dakwah menempati posisi yang paling tinggi dan mulia dalam kemajuan agama Islam, tidak dapat dibayangkan apabila kegiatan dakwah mengalami kelumpuhan yang disebabkan oleh berbagai faktor terlebih pada era globalisasi sekarang ini, dimana berbagai informasi masuk begitu cepat dan instan yang tidak dapat dibendung lagi. Kita sebagai umat Islam harus dapat memilah dan menyaring informasi tersebut sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
7
Thomas W. Arnold, The Preaching of Islam, Alih Bahasa: Nawawi Rambe, Sejarah Dakwah Islam (Jakarta: Widjaya, 1997) h. 1
8
M. Natsir, Fiqhud Dakwah (Solo: Ramadhani, 1991), h. 36 9
Dakwah Islam adalah tugas suci yang dibebankan kepada setiap muslim dimana saja ia berada, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah SAW, kewajiban dakwah menyerukan, dan menyampeikan agama Islam kepada masyarakat. Dalam Islam, dakwah yang bertujuan untuk memancing dan mengharapkan potensi fitri manusia agar eksistensi mereka mempunyai makna dihadapan Tuhan dan sejarah. Maka dari itu perlu ditegaskan disini bahwa tugas dakwah adalah tugas umat secara keseluruhan bukan hanya sekedar tugas kelompok tertentu umat Islam.
Islam dan dakwah adalah dua hal yang tak terpisahkan. Islam tidak
akan maju dan berkembang bersyi’ar dan bersinar tanpa adanya upaya dakwah. Semakin gencar upaya dakwah yang dilaksanakan maka semakin
bersyi’arlah ajaran Islam, semakin kendor upaya dakwah semakin redup
pulahlah cahaya Islam dalam masyarakat.
Di lihat dari segi bahasa, dakwah (baca: da’wah) dari kata da’a, yad’u,
da’watun yang berarti seruan, panggilan, ajakan,10 yang melakukannya
disebut da’i. Secara integral dakwah merupakan suatu proses untuk mendorong orang lain agar memahami dan mengamalkan suatu keyakinan tertentu. Ajaran Islam yang disiarkan melaui dakwah dapat menyelamatkan manusia dan masyarakat pada umumnya dan hal-hal yang dapat membawa
10
pada kehancuran.11 Oleh karena itu, dakwah bukanlah suatu pekerjaaan yang sudah menjadi kewajiban bagi setiap pengikutnya.
Dalam proses dakwah dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali seseorang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut antara lain: pendekatan dakwah, strategi dakwah, metode dakwah, teknik dakwah dan taktik dakwah serta model dakwah.
Secara istilah menurut Corax (retorikus pertama yang mengadakan studi) retorika adalah kecakapan berpidato di depan umum.12 Sedangakan dalam arti sempit retorika adalah ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip persiapan, penyusunan dan penyampeian pidato sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki.13 Jadi dapat disimpulkan bahwa retorika adalah seni berfungsi sebagai cara-cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, sedangkan retorika sebagai ilmu berfungsi untuk menerangkan fenomena-fenomena, kejadian-kejadian dan keadaan yang menyangkut retorika, jadi berfungsi sebagai penjelasan.14
Dalam hal ini pidato atau berbicara di depan umum jauh berbeda dengan pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari, walaupun intinya sama-sama berusaha membahasakan dan menyampaikan suatu ide-ide kepada
11
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2004), h. 37 12
I Gusti Ngurah Oka, Retorik, Sebuah Tinjauan Pengantar Tarate (Bandung: t.p., 1976) h. 27 13
Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern (Bandung Akademika, 1982) h. 10 14
orang lain jamaah (mad’u). dalam pembicaraan sehari-hari, ngobrol sebagai berikut akan terjadi hubungan timbal balik. Pendengar untuk selang sesaat dapat memotong pembicara untuk bertanya atau menimpali kata-kata. Disamping itu tempat untuk mengadakan pembicaraan tidak berlaku khusus. Karena dapat dilakukan di rumah, di teras, di rumah makan dan lain sebagainya.15
Pidato juga berbeda dengan berbicara dalam forum diskusi. Dalam diskusi terjadi proses komunikasi timbal balik, akan tetapi sifatnya lebih tertib dan lebih terarah baik materi maupun cara menyampaikannya.
Dalam aplikasinya, setiap metode tentunya memerlukan teknik. Teknik dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.16 Misalnya, penggunaan metode ceramah pada mad’u dengan jumlah yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda penggunaan metode ceramah pada mad’u yang jumlahnya terbatas. Demikian
pula penggunaan metode pengajian kitab, khotbah Jum’at, dan lain
sebagainya, yang implementasinya tentu saja memerlukan teknik tersendiri. Jadi pengertian teknik ceramah adalah cara yang dilakukan seorang pendakwah dalam mengimplementasikan suatu metode dakwahnya secara spesifik.
15
Jw. Brown, Dasar-dasar Pengetahuan berpidato (t.t.: Nurcahya, 1984,) h.5 16
Sementara itu, teknik dakwah merupakan gaya seorang pendakwah dalam melaksanakan metode atau teknik dakwah tertentu yang sifatnaya individual. Misalnya, terdapat dua orang pendakwah yang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu atau media elektronik karena ia lebih menguasai bidang itu. Dalam gaya dakwah akan tampak keunikan atau ke khasan dari masing-masing da’i sesuai dengan kemampuan, pengalaman, kebribadian dan keilmuan dari da’i yang bersangkutan. Jadi dalam teknik ini, implementasi dakwah yang dilakukan oleh seorang da’i akan menjadi suatu ilmu sekaligus juga menjadi seni karena mempunyai ciri khas dan keunikannya sendiri. Untuk mempermudah pemahaman posisi dari pendekatan dakwah, maka perlu diperjelaskan posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut.
kontektual. Aktual dalam arti memecahkan masalah yang kekinian dan hangat di tengah masyarakat. Faktual dalam arti konkret dan nyata, serta Kontektual dalam arti relevan yang menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Ativitas dakwah akan berputar dalam pemecahan problema tanpa solusi dan tidak jelas ujung pangkal penyelesaiannya.
Ceramah yang dilakukan oleh KH. Abdul Aziz Munif yang tinggal di Pondok Pesantren Bahrul Hidayah di Desa Suko Legok, Sukodono, Sidoarjo. Pendiri Pondok Pesantren Bahrul Hidayah adalah Bapak dari KH. Abdul Aziz Munif yakni KH. Abdul Latief Munif, setelah beliau wafat kemudian dilanjutkan oleh KH. Abdul Aziz Munif yang mengasuh Pondok Pesantren tersebut. KH. Abdul Aziz Munif adalah seorang mubaligh yang melakukan dakwah kepada semua lapisan masyarakat atau mad’u yang berbeda-beda latar belakangnya. Dalam kegiatan dakwahnya setiap hari minggu pagi atau ahad beliau melakukan kegiatan pengajian rutin membaca Dzikir Rotibul Hadad
dan Asmaul Husnah secara bersama-sama kemudian dilanjutkan dengan
berlokasi di Desa Suko Legok, Sukodono, Sidoarjo. Pengajian rutin tersebut dilakukan pada pukul 05.30-07.00 Pagi Wib. KH. Abdul Aziz Munif adalah
Da’i atau Mubaligh dengan ciri khas membaca Dzikir Rotibul Hadadd dan
Asma’ul Husna dalam kegiatan ceramahnya beliau juga menghubungkan
peristiwa hangat yang terjadi di media massa untuk mendapatkan perhatian dari mad’u dan diselingi dengan sedikit humor sebagai selingan jika konsentrasi mad’u tidak fokus terhadap apa yang disampaikan. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti teknik ceramah yang di sampaikan oleh KH. Abdul Aziz Munif untuk mengetahui teknik ceramah yang disampaikan oleh beliau.
Dakwah harus berjalan terus menerus tanpa henti, yang dilaksanakan oleh Da’i atau Mubaligh (komunikator dakwah), yang sesungguhnya merupakan tugas setiap manusia atau setiap individu, sebagaimana eksistensi dakwah sebagai suatu amal saleh. Karena itu, dakwah harus diamalkan atau dilaksanakan sebagai fardu-ain, sehingga tidak seorangpun boleh menghindarinya.17 Jadi pelaksanaan dakwah itu dibebankan kepada tiap-tiap individu tanpa kecuali, sehingga dengan demikian tugas dakwah adalah tugas semua manusia sesuai dengan kemampuannya.18
17
Hadist, diriwayatkan oleh H.R. Muslim, seperti dikutip oleh Muh. Natzir; Op.Cit. hal 108-109; Barang siapa diantara kamu melihat sesuatu kemunkaran, maka hendaklah dia mencegahnya dengan tangannya (dengan kekuatan atau kekerasan), jika tidak mempunyai kekuatan maka dengan lidahnya, (teguran dan nasihat dengan lisan atau tulisan); tidak sanggup demikian (lantaran serba lemah), maka dengan hatinya dan yang (akhir) ini adalah iman yang paling rendah.
Pada perinsipnya dakwah dapat dilakukan baik oleh individu, maupun oleh kelompok, organisasi atau lembaga. Dengan demikian dalam kenyatannya akan dijumpai individu-individu yang berdakwah atas nama dirinya, dan individu yang berdakwah atas nama lembaga atau organisasi. Individu-individu pelaksana dakwah tersebut bernama da’i (da’i) kemudian bila secara khusus da’i (juru dakwah) itu melakukan penyampaian secara lisan atau tulisan kepada seseorang atau orang banyak, maka ia dinamakan
(mubaligh).19 Menyampaikan pesan dakwah secara lisan (dakwah bilisan) dan
tulisan (dakwah bilkalam) disebut tabligh (tabligh). Selain itu ada juga da’i melakukan dakwah dengan cara memberi teladan (dakwah bilhal) atau uswah. Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap muslim yang mukallaf (dewasa) secara otomatis dapat berpesan sebagai mubaligh (komunikator) yang mempunyai kewajiban untuk menyampaikan ajaran-ajaran islam kepada seluruh umat manusia. Tentu saja dalam pengertian yang sangat luas, proses dakwah itu tidaklah semata-mata merupakan suatu komunikasi yang bersifat oral maupun tertulis saja. Tetapi semua kegiatan serta sarana yang secara hukum adalah syah, dapat saja dikatakan alat untuk berdakwah sesuai dengan kemampuan dari komunikator masing-masing. Sehingga dengan demikian, kita mengenal istilah total dakwah, yaitu suatu proses dimana setiap muslim dapat mendayagunakan (memanfaatkan) kemampuannya masing-masing
19
dalam rangka mempengaruhi orang lain agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan mission sacre dari ajaran-ajaran Islam tersebut. Didalam Al-Quran, Allah berfiman dalam Surat At-Taubah ayat 122 yang berbunyi:
قفتيل ةفئا ْم ْنم ةقْرف لك ْنم رفن َْولف ۚ اةفاك اورفْنيل ونمْ مْلا اك امو
ْم لعل ْم ْيلإ اوعج ا إ ْم مْوق او ْنيلو نيدلا يف او
و ْحي
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golonga diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya. At-Taubah:[09] 122).”20
Golongan yang dimaksud oleh Al-Quran tersebut, adalah mereka yang mengambil spesialisasi (mutahasis) didalam bidang agama Islam kemudian menyampaikan ilmunya tersebut dalam bentuk penerangan, pendidikan, serta peringatan-peringatan dengan tujuan agar orang yang menerima materi dakwah dapat berbuat atau bertingakah laku sesuai dengan pedoman-pedoman yang diharapkan oleh Al-Quran dan Sunnah.
Ceramah adalah suatu teknik dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri karakteristik bicara seorang da’i pada suatu aktivitas dakwah, ceramah pada saat ini sedang ramai-ramainya dipergunakan instansi pemerintahan ataupun swasta. Selain itu ceramah dapat juga bersifat propaganda, kampanye, pidato, khutbah, acara sambutan, dan lain sebagainya.
20
Dari ilustrasi diatas penulis menjadi tertarik dan berminat utuk meneliti lebih jauh kehidupan masyarakat tentang “Teknik Ceramah KH. Abdul Aziz Munif di Majlis Ta’lim Dzikir Rotibul Hadad dan Asma’ul Husna Desa Suko Legok, Sukodono, Sidoarjo.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka di peroleh rumusan permasalahan yang menjadi dasar dalam pembuatan penelitian ini. Adapun masalah yang di temui adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana teknik pembukaan ceramah oleh Kh. Abdul Aziz Munif ? 2. Bagaimana teknik penyampaian ceramah oleh Kh. Abdul Aziz Munif ? 3. Bagaimana teknik petutupan ceramah oleh Kh. Abdul Aziz Munif ? C. Tujuan
Berikut ini adalah tujuan dalam penelitian ini,
1. Untuk mengetahui teknik pembukaan ceramah Kh. Abdul Aziz Munif di jamaah pengajian rutin Rotibul Hadadd dan Asmaul Husnah.
2. Untuk mengetahui teknik penyampaian ceramah Kh. Abdul Aziz Munif di jamaah pengajian Rotibul Hadadd dan Asmaul Husnah.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Secara Teoritis
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan, dapat memperluas cakrawala keilmuan dakwah bagi peneliti pribadi khususnya, maupun dari berbagai pihak yang memiliki ketertarikan untuk mengkaji mengenai dinamika keilmuan dakwah.
2. Penelitian ini di harapkan dapat menjadi literatur dan acuan bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan teknik pembukaan ceramah, teknik penyampaian ceramah dan teknik penutupan dalam ceramah KH. Abdul Aziz Munif dalam teknik ceramahnya kepada masyarakat.
Manfaat Secara Praktis a. Bagi Peneliti
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat mengetahui dan memahami teknik penyampaian pesan dakwah oleh KH. Abdul Aziz Munif. Dengan kata lain hasil penelitian ini bisa menjadi acuan pembelajaran bagi penulis khususnya agar dapat mengamalkannya.
b. Bagi Akademis
Untuk menghindari kemungkinan adanya kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini dan untuk mempermudah memahaminya, berikut ini konsepsi secara teoritis maupun secara praktis. Beberapa istilah yang dijadikan judul dalam penelitian ini, antara lain adalah teknik penyempeian ceramah. Dalam hal ini akan di jelasakan tentang pengertian teknik dan ceramah :
1. Teknik dan Ceramah
Teknik adalah cara membuat sesuatu, melakukan sesuatu yang berhubungan sengan kesenian.21 “Jika anda puas, beritahukan kepada rekan
anda. Jika tidak puas, beritahukan kepada kami”, demikian pesan yang
dipasang diruang utama restoran di Jakarta. Kepuasan pengunjung tidak hanya ditentukan oleh menu dan kualitas makanan akan tetapi tidak kalah pentingnya adalah teknik pelayanan. Sekalipun makanan yang disuguhkan sangat sesuai dengan selera, akan tetapi cara penyajiannya menjengkelkan, pengunjung tidak akan merasakan kelezatan makanan itu. Saat ini bisnis tidak hanya mementingkan kualitas produk (High Tech), tetapi juga menentukan kualitas pelayanan (High Touch). Dakwah sebenarnya juga memasarkan sebuah ideologi. Ajaran yang benar dan baik harus disebarkan dengan cara yang baik pula. Tidak sedikit ajaran yang sesat tetapi memperoleh respons yang luar biasa karena disampaikan dengan kemasan yang menarik dan
21
denngan cara yang menyenangkan. Hal ini menggambarkan bahwa pelayanan lebih strategis dari pada produk. Metode ini lebih penting daripada pesannya.
Ceramah atau muhadlarah atau pidato ini telah dipakai oleh semua Rasul Allah dalam menyampaikan ajaran Allah SWT. Sampai sekarangpun masih merupakan metode yang paling sering digunakan oleh para pendakwah sekalipun alat komunikasi modern telah tersedia. Ibadah sholat Jumat juga tidak sah jika tidak disertai ceramah agama yaitu Khutbah Jumat. Ceramah Jumat ini tidak sepeti ceramah-ceramah yang lain. Ia telah ditentukan waktu, tempat dan unsur-unsur yang telah dipenuhi sesuai dengan aturan yang ada dalam hadist dan kitab fiqih. Sedangkan ceramah agama pada PHBI (Peringatan Hari Besar Islam), pengajian rutin disejumlah masjid, upacara pemberangkatan haji dan sebagainya tidak terikat oleh aturan yang ketat. Umumnya ceramah diarahkan kepada sebuah publik, lebih dari seorang. Oleh sebab itu metode ini disebut public speaking (berbicara didepan publik). Sifat komunikasinya lebih banyak searah (monolog) dari pendakwah ke audiensi.
Seorang yang berpidato mengenai suatu persoalan yang bukan bidangnya kemungkinan besar akan gagal dan akan jatuh kehormatannya.
Akan tetapi, meskipun seseorang ahli dalam bidangnya, bila ia tidak memperhatikan syarat yang kedua tadi, yakni source attractiveness,
kemungkinan besar akan gagal pula dalam pidatonya. Seorang yang muncul diatas mimbar harus bersikap sedemikian rupa sehingga berpidato, ketika sedang berpidato, dan sudah berpidato menarik perhatian segenap hadirin. 2. Majlis Ta’lim
Menurut akar katanya majlis ta’lim tersusun dari gabungan dua suku
kata bahasa. Dalam bahasa Arab majlis yang berarti tempat duduk, tempat siding atau dewan, sedangkan ta’lim adalah pengajaran.22 Maka jika digabungakan dua kata tersebut menurut istilah adalah tempat berkumpulnya seseorang untuk menuntut ilmu (ilmu agama) yang bersifat non formal.
Majlis Ta’lim pada dasarnya sudah ada sejak zaman Rasullah SAW saat beliau berdakwah untuk pertama kalinya yang bertempat di rumah Arqom bin Al-Arqom. Yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlaq mulia bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta.
Dalam prekteknya, majlis ta’lim merupakan tempat pengajaran atau pendidikan agama Islam yang yang sangat fleksibel dan tidak terikat oleh
22
waktu. Majlis ta’lim bersifat terbuka terhadap segala usia, lapisan atau strata
sosial, jenis kelamin.
Waktu penyelengaraanyapun tidak terikat oleh waktu bisa pagi, siang, sore, atau malam. Tempat pengajarannya pun bisa dilakukan dirumah, masjid,
mushollah, gedung, aula, halaman dan sebagainya. Selain itu majlis ta’lim
memiliki dua fungsi sekaligus yaitu lembaga dakwah dan lembaga pendidikan
non formal. Fleksibilitas majlis ta’lim inilah yang menjadi kekuatan sehingga
mampu bertahan dan merupakan lembaga pendidikan Islam yang paling dekat
dengan umat (masyarakat). Majlis ta’lim juga sebagai wahana interaksi dan
komunikasi yang kuat antara masyarakat awam dengan para mualim, dan antara sesama anggota jamaah (mad’u) tanpa dibatasi oleh ruang, tempat dan
waktu. Selain itu, majlis ta’lim juga berfungsi sebagai wadah kegiatan dan
berkreativitas bagi kaum perempuan utamanya. Antara lain dalam berorganisasi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.23
Dengan demikian majlis ta’lim menjadi lembaga keagamaan
alternative bagi mereka yang tidak memiliki cukup tenaga, waktu dan kesempatan menimba ilmu agama dijalur pendidikan formal salah satunya dengan mengikuti kegiatan ceramah yang dilakukan oleh KH. Abdul Aziz Munif.
3. Dzikir Rotibul Hadadd dan Asma’ul Husna
23
Zikir atau dzikir adalah sebuah aktifitas ibadah yang dilakukan oleh umat muslim untuk mengingat Allah SWT. Diantaranya dengan menyebut dan memuji nama Allah, dan dzikir adalah satu kewajiban yang tercantum dalam Al-Qur’an. Bacaan dzikir yang paling utama adalah kalimat “Laa
Ilaaha Illallah” sedangkan do’a yang paling utama adalah“Alhamdulillah”.24
Rotib adalah himpunan sejumlah ayat-ayat Al-Quran dan untaian kalimat dzikir yang lazim diwiridkan atau diucapkan berulang-ulang sebagai salah satu bentuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam Rotibul Hadadd terdapat berbagai bacaan dzikir yang harus dibaca secara berurutan dan tidak boleh di bolak-balik atau dihilangkkan.25
Asma’ul husna berasal dari bahasa Arab Al-Asmaau yang berarti nama-nama, beberapa nama dan husna berarti nama-nama yang indah.
Sedangkan menurut istilah asma’ul husna berarti nama-nama yang indah bagi Allah SWT. Asma’ul husna hanya dimiliki oleh Allah SWT sesuai kebesaran dan keagungan-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam Quran Surat
Al-A’raf [07] : 180
ۚ ٰـمْسأ ٓىف ودحْلي ني لا ْاو و ا ب وعْداف ٰىنْسحْلا ء مْسأْا َو
ولمْعي اوناكام ْو ْجيس
“Hanya milik Allah al-Asma’ul Husna (nama-nama yang agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama baik itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang
24
HR. Tirmidzi no. 3305, Ibnu Majah no. 3790, Ibnu Hibban dan Al-Hakim 25
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan."
F. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan sistematika, nantinya akan berisi tentang alur pembahasan yang akan terdapat dalam bab pendahuluan sampei bab penutup. Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini meliputi :
Bab I Pendahuluan. Pada bab pendahuluan ini merupakan bab awal yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, definisi konsep, serta sistematika pembahasan.
Bab II Kajian Kepustakaan. Pada bab ini berisikan tentang kajian kepustakaan, dalam bab ini Bab 1 merupakan bagian tinjauan teoritis, sehingga penulis memaparkan mengenai diantara lain: Teknik Pembukaan Ceramah, Teknik Penyampaian Ceramah, Teknik Penutupan Ceramah, Penelitian terdahulu yang relevan dan Kajian Teoritik.
Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang Pendekatan dan Jenis Penelitian dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, Subyek Penelitian, Jenis dan Sumber data Penelitian, Tahapan-tahapan Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Teknik Keabsahan Data.
semua bab yang ada, karena bab ini memuat pengolahan data dari data hasil wawancara dengan informan.
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. KAJIAN PUSTAKA
1. Pengertian Teknik
Menurut para ahli, “Teknik” dapat diartikan sebagai berikut :
a. Menurut Anatol Raporot teknik adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat yang berhubungan satu sama lainnya.
b. Menurut John Mc Manama teknik adalah sebuah struktur konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. c. Menurut L. Ackof teknik adalah setiap kesatuan serta konseptual atau fisik
yang terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu sama lainnya.
d. Menurut Ludwig Von Bartalanfy teknik merupakan seperangkat unsur yang saling terkait dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan.
e. Menurut Wina Sanjaya teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode.1
1
Dalam aplikasinya, setiap metode tentu saja memerlukan teknik. Teknik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dapat diartikan sebagai cara (kepandaian) membuat atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni. Jadi dapat disimpulkan bahwa teknik adalah suatu kepandaian tersendiri yang sudah tertanam dalam diri seseorang yang digunakan untuk bisa menggapei suatu yang di inginkan dan diperoleh dengan cara yang baik. Misalnya, penggunaan metode ceramah pada mad’u dengan jumlah yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda penggunaan metode ceramah pada mad’u yang jumlahnya terbatas. Demikian pula penggunaan metode pengajian kitab, khutbah jumat dan sebagainya, yang implementasinya tentu saja memerlukan teknik tersendiri. Selain itu teknik juga diartikan oleh Wina Sanjaya dalam bukunya yang dikutip oleh Moh. Ali Aziz didalam bukunya yang menuliskan bahwa teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode.2
Dakwah sebenarnya juga memasarkan sebuah ideologi. Ajaran yang benar dan baik harus disebarkan dengan cara yang baik pula. Tidak sedikit ajaran yang sesat tetapi memperoleh respons yang luar biasa karena disampeikan dengan kemasan yang menarik dan dengan cara yang menyenangkan. Hal ini menggambarkan bahwa pelayanan lebih strategis dari
2
pada produk. Metode ini lebih penting daripada pesannya, sebagaimana pepatah Arab :
دامْلا نم مهأ ةقْيرطلا
“Teknik lebih penting daripada materinya”.
2. Teknik Penguasaan Pesan
Teknik adalah cara membuat sesuatu, melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kesenian.3 Penguasaan adalah proses, cara, perbuatan, menguasai atau menguasakan, pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan, kepandaian. Dengan kata lain penguasaan juga dapat diartikan kemampuan seseorang dalam melakukan sesuatu hal.4 Menurut Nugiyantoro menyatakan bahwa penguasaan merupakan kemampuan seseorang yang dapat diwujudkan baik dari teori maupun praktis. Seseorang dapat dikatakan menguasai sesuatu apabila orang tersebut mengerti dan memahami materi atau konsep tersebut sehingga dapat menerapkannya pada situasi ataupun dalam konsep yang baru. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan adalah kemampuan seseorang dalam memahami materi atau konsep yang dapat diwujudkan baik teori maupun praktis. Sedangkan pesan adalah ide, gagasan, informasi dan opini yang
3
Hartono, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h.161 4
dilontarkan seorang komunikator kepada komunikan yang bertujuan untuk
mempengaruhi komunikan kearah sikap yang diinginkan oleh komunikator.5
Jadi dapat disimpulkan bahwa teknik penguasaan pesan adalah ciri
khas seseorang untuk memahami materi atau konsep yang dilaksanakan saat
proses ceramah baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar seorang da’i dapat dengan mudah mentransfer pesan dakwah
kepada mad’u.
3. Pengertian Ceramah
Dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pidato yang bertujuan
memberikan nasihat dan petunjuk-petunjuk sementara ada audiensi yang
bertindak sebagi pendengar. Audiensi yang dimaksud disni adalah
keseluruhan untuk siapa saja, khalayak ramai, masyarakat luas atau lazim.
Jadi ceramah adalah pidato yang bertujuan untuk memberikan nasihat
kepada khalayak umum atau masyarakat luas.
Sedangkan menurut A. G. Lugandi, menjelaskan bahwa ceramah
agama adalah suatu penyampaian informasi yang bersifat searah, yakni
dari ceramah kepada hadirin.6
Berbeda lagi dengan pendapat Abdul Kadir Mansyi, beliau
berpendapat bahwa ceramah adalah metode yang dilakukan dengan cara
5
Susanto Astrid, Komunikasi dalam Teori dan Praktek (Bandung: Bina Cipta, 1997), h. 7 6
atau maksud untuk menyampaikan keterangan petunjuk, pengertian,
penjelasan tentang suatu masalah dihadapan orang banyak.7
Jadi yang dimaksud dengan ceramah agama yaitu suatu metode
yang digunakan oleh seorang da’i atau mubaligh dalam menyampaikan
suatu pesan kepada audience serta mengajak audience kepada jalan yang
benar, sesuai dengan ajaran agama guna untuk meningkatkan ketaqwaan
kepada Allah SWT demi kebahagiaan didunia dan akhirat.
B. Komponen-komponen dalam Ceramah
Komponen atau unsur ceramah sama saja dengan komponen dalam
dakwah, yaitu:
a. Da’i
Disebut juga dengan juru dakwah atau lebih sering dikenal
dengan komunikator dakwah, yaitu orang yang harus menyampeikan
suatu pesan atau wasilah.8 Menurut Wahyu Ilaihi, M. A. dalam
karyanya yang berjudul “komunikasi dakwah”, untuk dikenal sebagai
da’i atau komunikator dakwah.
Dengan kata lain Da’i adalah orang yang melaksanakan
dakwah baik secara lisan maupun tulisan ataupun perbuatan baik
secara individu, kelompok bentuk organisasi atau lembaga. Maka yang
7
Abdul Kadir Munsyi, Metode Diskusi Dalam Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981), h. 33 8
dikenal sebagai Dai atau komunikator dakwah itu dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Secara umum adalah setiap muslim atau muslimat yang mukallaf
(dewasa) dimana bagi mereka kewajiban dakwah merupakan suatu
yang melekat, tidak terpisahkan dari misinya sebagai penganut
Islam, sesuai dengan perintah
اةيآ ْولو ىنع اوغلب
“Sampaikan walau satu ayat”
2. Secara khusus adalah mereka yang mengambil keahlian khusus
(mutakhasis) dalam bidang agama Islam, yang dikenal dengan
panggilan ulama.
b. Mad’u
Mad’u adalah manusia yang menjadi mitra dakwah atau
menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik secara
individu, kelompok baik yang beragama Isam maupun tidak, dengan
kata lain manusia secara keseluruhan. Mohammad Abduh membagi
Mad’u menjadi tiga golongan yaitu9:
1. Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dan dapet
berfikir secara kritis, cepat menangkap persoalan.
9
2. Golongan awam, yaitu kebanyakan orang yang belum dapat
berfikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap
pengertian-pengertian yang tinggi.
3. Golongan yang berbeda dengan golongan yang diatas adalah
mereka yang senang membahas sesuatu, tetapi hanya dalam batas
tertentu, tidak sanggup mendalami benar.
c. Materi / Pesan Dakwah
Materi adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk membahas
materi yang akan disampaikan dihadapan khalayak. Menurut Ali Yafie
menyebutkan bahwa pesan materi dakwah terbagi atas lima pokok
yang meliputi 10:
A. Masalah Kehidupan
Dakwah memperkenalkan dua jenis kehidupan yaitu kehidupan
duniawi dan kehidupan akhirat yang memiliki sifat kekal abadi.
B. Masalah Manusia
Pesan dakwah yang mengenai masalah manusia ini adalah
menempatkan posisi pada posisi yang “mulia” yang harus dilindungi
secara penuh. Dalam hal ini manusia ditempatkan kepada dua status
yaitu sebagai:
10
1. Ma’sum, yaitu memiliki hak hidup, hak memiliki, hak berketurunan, hak berpikir sehat, dan hak untuk menganut sebuah
keyakinan.
2. Mukhallaf, yaitu diberi kehormatan untuk Allah SWT. Yang
mencangkup:
a. Pengenalan yang benar dan pengabdian yang tulus kepadaa Allah.
b. Pemeliharaan dan pengembangan dirinya dalam perilaku dan
perangi yang luhur.
c. Memelihara hubungan yang baik, yang damai dan rukun dengan
lingkungannya.
C. Masalah Harta Benda
Pesan dakwah dalam hal ini, lebih pada penggunaan harta
benda untuk kehidupan manusia dan kemaslahatan ummah. Ada hak
tertentu yang harus diberikan kepada orang yang berhak untuk
menerimanya.
D. Masalah Ilmu Pengetahuan
Dakwah Islam saat ini sangat mengutamakan pentingnya
pengembangan ilmu pengetahuan. Pesan yang berupa ilmu
pengetahuan disampaikan melalui tiga jalur ilmu yaitu: pertama
mengenal tulisan dan membaca, kedua penalaran dalam penelitian
dalam rahasia-rahasia alam, ketiga penggambaran di bumi seperti
E. Masalah Aqidah
Aqidah dalam pesan utama dakwah, memiliki ciri-ciri yang
membedakan dengan kepercayaan lain, yaitu:
a. Keterbukaan melalui kesaksian. Dengan demikian seorang muslim
selalu jelas identitasnya dan bersedia mengakui identitas keagamaan
orang lain.
b. Cakrawala yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah SWT
adalah Tuhan alam, bukan Tuhan kelompok atau bangsa tertentu.
c. Kejelasan dan kesederhanaan. Seluruh ajaran aqidah, baik soal
ketuhanan, kerasulan, ataupun alam gaib sangat mudah untuk
dipahami.
d. Ketuhanan antara Iman dan Islam atau antara iman dan perbuatan.
Dari penjelasan diatas, yang terpenting adalah konteks
penyampeian ayat-ayat Allah SWT. Berangkat dari persolan yang
dihadapi masyarakat. Rasul juga selalu merasakan persoalan yang
dihadapi umatnya. Perasaan empati ini akan membuat dakwah menjadi
lebih mengena. Rasa empati juga akan membuat juri dakwah bisa
memahami situasi yang sedang dipahami objek dakwahnya,
“pemahaman saat ini sangat penting, supaya materi dakwah yang disampeikan bisa benar-benar menjawab persoalan yang tengah
dihadapi publik. Kesalahan dalam memahami situasi dan perasaan
d. Metode Dakwah
Metode dakwah adalah cara-cara yang dipergunakan da’i untuk
menyampeikan pesan dakwah atau serentetan kegiatan untuk mencapei
tujuan dakwah. Sementara itu, dalam komunikasi metodelebih dikenal
dengan appoach, yaitu cara yang digunakan oleh seorang komunikator
untuk mencapei suatu tujuan tertentu.
A. Dakwah Bil- Lisan Al-Haal
Secara etimologis Dakwah bil lisan al-haal merupakan
penggabugan dari tiga kata yaitu kata dakwah, lisan dan al-haal. Kata
dakwah berasal dari kata yang berarti memanggil, menyeru.11 Kata
lisan berarti bahasa sedangkan kata al-haal berarti hal atau keadaan.
Lisan al-haal mempunyai arti yang menunjukkan realitas sebenarnya.
Jika kata tersebut digabungkan maka dakwah bil-lisan al-haal
mengandung arti “menyeru, mengajak dengan perbuatan nyata” pengertian ini sejalan dengan ungkapan hikmah: Lisan al-haal abyanu
min lisan al-maqaal, kenyataan itu lebih menjelaskan dari pada
ucapan.
Secara terminologis dakwah mengandung pengertian:
mendorong manusia agar berbuat kebijakan dan menurut pada
petunjuk, menyeru mereka berbuat kebijakan dan melarang mereka
11
dari perbuatan munkar agar mereka mendapat kebahagiaan dunia dan
akhirat.12
Dengan demikian yang dimaksud dakwah bil lisan al-haal
adalah: “memanggil, menyeru kejalan Tuhan untuk kebahagiaan dunia
dan akhirat dengan menggunakan bahasa keadaan manusia yang
didakwahi (mad’u)” atau “memanggil, menyeruh kejalan tuhan untuk kebahagiaan manusia dunia dan akhirat dengan perbuatan yang sesuai
dengan keadaan manusia”. Bahasa keadaan dalam dakwah bil-lisan al-haal adalah segala hal yang berhubungan dengan keadaan mad’u baik
fisiologis maupun psikologis.
Dalam sebuah tulisannya, M. Yunan Yusuf mengungkapkan
bahwa istilah dakwah bil lisan al-haal dipergunakan untuk merujuk
kegiatan dakwah melalui aksi, tindakan atau perbuatan nyata.13 Karena
merupakan aksi atau tindakan nyata maka dakwah bil lisan al-haal
lebih mengarah pada tindakan menggerakkan/ “aksi menggerakkan”
mad’u sehingga dakwah ini lebih berorientasi pada pengembangan
masyarakat.
Usaha pengembangan masyarakat Islam memiliki bidang
garapan yang luas. Meliputi pengembangan pendidikan, ekonomi dan
12
Ali Makhfuz dan Chadidjah Nasution, Hidayatul Mursyidin (terjemah), Usaha Penerbitan Tiga A, 1970, h. 17
13
sosial masyarakat. Pengembangan pendidikan merupakan bagian
penting dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti bahwa
pendidikan harus diupayakan untuk menghidupkan kehidupan bangsa
yang maju, efisien, mandiri terbuka dan berorientasi ke masa depan.
Pengembangan pendidikan mesti pula mampu meningkatkan
penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan diharapkan mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia
yang berkualitas.
Dalam bidang ekonomi, pengembangannya dilakukan
meningkatkan minat usaha dan etos kerja yang tinggi serta
menghidupkan dan mengoptimalisasi sumber ekonomi umat.
Sementara pengembangan sosial masyarakat dilakukan dalam rangka
merespon problem manusia yang timbul karena dampak modernisasi
dan globalisasi, seperti masalah pengangguran, tenaga kerja,
penegakan hukum dan perberdayaan perempuan.
Dakwah hendaklah difungsikan untuk meningkatkan kualitas
umatnya yang pada akhirnya akan membawa pada perubahan sosial,
karena pada hakitatnya Islam menyangkut tataran kehidupan manusia
C. Teknik Pembukaan Ceramah
1. Teknik Pembukaan Ceramah
Pembukaan pidato adalah bagian penting dan menentukan.
Kegagalan dalam membuka pidato akan menghancurkan seluruh
komposisi dan persentasi pidato. Tujuan utama pembukaan pidato
adalah membangkitkan perhatian, memperjelas latar belakang
pembicaraan dan menciptakan kesan yang baik mengenai
komunikator’, tetapi kesan pertama akan menentukan sikap.
Karena itu seorang pembicara harus memulai pembicaraannya
dengan penuh kesungguhan, sehingga ia kelihatan mantap,
berwibawa, dan mampu.
Yang pertama kali harus dilakukan dalam tahap ini ialah
mengesankan agar pendengar siap untuk memperhatikan seorang
da’i. Perhatian itu akan timbul karena pengantar yang dilakukan
oleh orang lain, atau karena situasi yang menunjang, atau bahkan
karena kepentingan pendengar sendiri. Tetapi seorang da’i
sepatutnya berhasil menimbulkan perhatian atas usahanya sendiri.
Kemudian barulah memperinci gagasan utama dan
menjelaskannya.
Bagaimana cara-cara membuka pidato dan berapa banyak
situasi, khalayak, dan hubungan antar seorang da’i dengan mad’u.
Berikut adalah cara-caranya :
a. Langsung menyebutkan topik persoalan
b. Melukiskan latar belakang masalah
c. Menghubungkan dengan peristiwa mutakhir atau kejadian
yang tengah menjadi pusat perhatian mad’u
d. Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati
e. Menghubungkan dengan tempat komunikator berpidato
f. Menghubungkan dengan suasana emosi (mood) yang
tengah meliputi mad’u
g. Menghubungkan dengan kejadian sejarah yang terjadi
dimasa lalu
h. Menghubungkan dengan kepentingan vital pendengar
i. Memberikan pujian kepada mad’u atas prestasi mereka
j. Memulai dengan pernyataan yang mengejutkan
k. Mengajukan pertanyaan provokatif atau serentetan
pertanyaan
l. Menyatakan kutipan
m. Menceritakan pengalaman pribadi
n. Mengisahkan cerita faktual, fiktif atau situasi hipotesis
o. Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diakui
p. Membuat humor
2. Teknik Penyampaian Ceramah
Dalam proses komunikasi dakwah, seorang penceramah (da’i)
wajib mempertimbangkan patut tidaknya sebuah pesan yang disampaikan
kepada mad’u. tidak semua pesan yang disampaikan bisa beradaptasi,
memberikan solusi, memberikan atensi tertentu, atau bahkan bisa diterima
dengan senang hati oleh mad’u nya. Teks pidato yang telah ditulis
kemudian siap untuk disampaikan jika dirasa sudah luwes, berbobot dan
sempurna. Kemudian tibalah saatnya cara untuk menyampaikannya. Agar
misi yang terkandung didalamnya tidak kabur, tetapi bahkan dapat
mencapei sasaran utamanya. Dalam hal ini rumus penting yang perlu
diperhatikan adalah berpidatolah senatural mungkin, dengan gaya
komunikatif ala percakapan sehari-hari.
Sejak Aristoteles menulis “Retorik” (kepandaian berbicara) kira -kira sekitar 2400 tahun yang lalu, basis berbicara yang baik di depan
umum, dalam kondisi yang bagaimanapun tetaplah selalu sama. Dalam
basis tersebut terdapat tiga point utama yakni: topik yang dibicarakan,
siapa yang diajak berbicara dan penyusunannya menurut awal, tengah dan
akhir.14
14
Awal Pembicaraan
Jangan merasa bahwa anda harus melucu, atau bersikap formil
dalam memulai pembicaraan. Karena memang ada pembicara yang segera
mendapat tempat dihati pendengarnya, dengan kehangatan dan sikap
jenakanya, akan tetapi jangan coba-coba untuk meniru terlebih dahulu.
Sebab pembicara yang dapat menarik perhatian pendengarnya sejak
permulaan permbicaraan apalagi yang belum cukup berpengalaman.
Mereka adalah pembicara yang mumpuni karena telah latihan cukup lama
dalam hal latihan atau bahkan pengalamannya.
Hal yang mutlak saat ini dilakukan adalah bagaimana membuat ide
dengan jelas dan sesederhana mungkin. Syaratnya hanyalah bahwa ide-ide
yang dimiliki cukup layak didengar, serta cara penyampaiannya mudah
diikuti. Juka memulainya dengan sebuah cerita, untuk menerangkan suatu
point maka maksud yang disampaikan harus jelas terpapar didalamnya.
Jika tidak maka pendengar akan merasa bosan.15
Akhir Pembicaraan
Pada bagian akhir, seorang yang menyampaikan pidato diwajibkan
untuk menyajikan ringkasan fakta pendukung, guna menandaskan topik
yang dibicarakan. Jangan membuat kesalahan dengan mengemukakan
fakta baru pada bagian ini, dan tidak dibenarkan untuk mengulang point
15
terlalu banyak disini. Karena kesalahan semacam ini dapat mengacukan
logika argumentasi yang telah disampaikan terlebih dahulu.
Dalam hal ini, bila pembicaraan bertujuan untuk memberikan
informasi, para pendengar harus dipancing untuk bertanya. Bila tujuan
pembicaraan adalah menggalakkan semangat pendengar untuk berbuat
sesuatu, pendengar harus dipancing untuk menyatakan kesedihan kearah
itu. Bila tujuan pembicaraan adalah untuk memberikan kesan baik
terhadap calon atasan, maka anda harus telah siap untuk menerima suatu
tawaran pekerjaan.
a. Ekspresi dan Impresi dalam Berpidato
Kita tentunya akan mengagumi para orator yang akan
menyampaikan pidatonya secara ber api-api, penuh semangat, suasana
menjadi hidup dan penuh gairah, serta penuh gelora kemenangan.
Dibawah ini ada tiga masalah yang akan dijabarkan lebih luas sesuai
dengan kegunaannya.
1. Kontak Mata
Dalam berpidato, adakan “kontak mata” sesering mungkin. Hal
ini dilakukan dengan maksud supaya seseorang yang ingin
menyampaikan dakwah (mengajak seseorang dalam hal kebaikan dan
mencegah kemunkaran) seorang da’i tidak pernah melupakannya.
Kontak mata adalah alat terpenting untuk menjaga kestabilan perhatian
menyepelekan kontak mata yang dianggap penting dalam
menyampaikan dakwah maka mad’u (jamaah) akan mengacuhkan
seorang pendakwah akibatknya akan merasa canggung, tidak akan
yakin pada diri sendiri. Yang lebih penting penampilan jadi kurang
mantap, penyampaian pun menjadi kurang berbobot lagi.
2. Tekanan Suara
Ada dua taktik memanfaatkan tekanan suara. Tujuannya
supaya pidato seorang da’i terdengar inpresif dan penting. Pertama
saat memulai berpidato buatlah pola titik nada suara anda agak rendah
dari biasanya. Dan selama pidato, maka pertahankan pola titik nada
suara da’i.
Taktik yang kedua adalah dengan memperlambat luncuran
kata-kata sedikit lebih lambat dari kecepatan biasa.
Dengan tekanan suara yang lebih rendah, suara seorang da’i
mungkin bisa lebih utuh, lebih bergema, lebih berasonansi, lebih
rileks, lebih empuk, lebih merdu dan lebih kuat dan jauh jarak
dengarnya. Sedangkan taktik kedua, yakni berbicara lebih lambat,
dapat memberikan dampak yang positif. Gaya bicara anda lebih
lambat, dapat memberikan dampak yang positif. Gaya bicara yang
lebih sekpresif. Sepertinya seorang da’i yang disampaikan setiap kata
memandang setiap kata yang diucapkan sebagai hal yang amat
penting.16
Setelah seorang da’i terbiasa berbicara lebih lambat dengan
tekanan suara yang lebih rendah, tiba saatnya untuk mengefektifkan
suara nada dengan dua rumus berikutnya yakni suara seorang da’i
harus menggunakan keekpresifan suara dengan kecepatan yang
bervariasi dan intonasi yang meyakinkan. Jangan berguman tetapi juga
tak perlu mengeluarkan suara dengan melengking.
Sebenarnya jika seorang da’i mau memperhatikan, keempat
taktik ini akan saling mendukung satu sama lain. Cara berbicara yang
lebih dalam dan lebih lambat memberikan kelonggaran bagi nafas
untuk dapat berbicara lebih keras, lebih jelas serta lebih leluasa. Cara
berbicara yang lebih lambat, dengan selang waktu, memungkin
seorang da’i untuk berfikir sejenak, guna mengungkapkan arti dalam
ucapan, selagi masi mengucapkannya.
Untuk keperluan berpidato seorang da’i dengan menggunakan
alat pengeras suara, maka hanya perlu adaptasi minor saja. Dengan
alat pengeras suara, maka seorang da’i ingin menahan sebagian dari
volume suara untuk terprodusir, agar tidak terlalu “kemresek” atau
berdesah lantaran nafas yang los, lepas. Seorang da’i pasti juga
16
bermaksud untuk berbicara secara cepat-cepat guna menghuindar
gaung atau gema yang tidak terkontrol.
Sebaiknya jika seorang da’i ingin menyampaikan pesan
dakwah dalam ceramahnya tetapi berada di ruangan yang kecil, maka
tidak perlu menggunakan alat pengeras suara. Karena di ruangan
seperti ini, alat pengeras suara justru dapat mengurangi fleksibilitas
dan naturalitas suara seorang da’i.
3. Gerak Isyarat
Dalam buku “Komunikasi Lisan” disebutkan bahwa ada
bermacam-macam gerak isyarat seorang da’i ketika ingin
menyampaikan pesan dakwahnya kepada mad’u diantaranya17 :
a. Menunjuk
Gerakan menunjuk dengan telunjuk jari kearah udara atau
kearah lain yang dituju. Seorang da’i bisa menggunakannya untuk
menyatakan sesuatu atau menunjukkan suatu arah, bisa kearah
belakang, depan, atas maupun bawah. Gerakan ini juga bermanfaat
untuk menandakan sesuatu, misalnya: “ingat dengan perkatan saya yang baru saya sampaikan ini” kelak kita semua umat Nabi Muhammad Saw akan mati dan hanya kepada Allah SWT lah kita
kembali.
17
b. Menawarkan
Gerakan mengulurkan tangan kearah hadirin, dengan posisi
telapak tangan terbuka ke atas. Gunanya mempermudah seorang
da’i untuk mengisyaratkan suatu tawaran. Kadang-kadang bisa
dilakukan dengan dua tangan sekaligus. Biasanya, gerakan ini
dapat digunakan jika da’i menawarkan suatu ide atau gagasan
kepada para mad’u (jamaah).
c. Menolak
Posisi tangan terbuka kearah hadirin, lalu digerakkan
seperti sedang menyingkirkan sesuatu, sebagai pertanda
penolakan. Jik da’i inggin menganjurkan para mad’u untuk tidak melakukan sesuatu, maka gerak isyarat ini boleh dilakukan.
d. Membagi atau Membedakan
Setiap jamaah tentu mengenal gerakan ini. Mula-mula
didekatkan kedua tangan seorang da’i, posisi telapak tangan saling
berhadapan atau saling membelakangi sama saja, lalu gerakkan
tangan-tangan untuk saling menjauh seolah-olah sedang membagi
atau memisahkan sesuatu.
e. Gerak Tubuh
Dengan alasan yang sama, seorang da’i boleh
menggerakkan tubuh, entah merubah postur atau pindah dari
nyaman. Jangan berdiri statis di satu tempat saja. Rubah-rubahlah
posisi postur, variasi, sesuai dengan keperluan ketika
menyampaikan dakwah kepada jamaah.
Dalam hal ini, selagi seorang da’i berbicara, maka akan
lebih baik jika menggerakkan postur tubuh yang lain, seperti bahu,
kepala, kaki. Tidak perlu banyak-banyak cukup sedikit saja, agar
para jamaah melihat variasi penampilan da’i. Dan bukan hanya itu
saja, gerak-gerik atau gerak isyarat seperti disebutkan diatas, dapat
menguatkan kalimat-kalimat yang diucapkan, dan akan menambah
keserasian ketika seorang da’i menyampaikan pesan dakwahnya
kepada mad’u.
Teknik penyampaian juga dapat memiliki tips tersendiri
demi menggapai penyampaian isi yang bisa dinikmati oleh
pendengar dan dipahami dengan maknanya juga diajarkan
kebaikkannya kepada keluarga orang lain, diantaranya yakni
dengan:
a. Memperhatikan suara ketika penyampaian
Pidato akan terdengar nyaman oleh pendengar, jika sang
pakar pidato mengeluarkan kata-katanya dengan suara yang bagus,
sesuai memiliki intonasi yang benar dan bisa membuat pendengar
terbawa suasana oleh suara indah yang terlantun dari pita suara
b. Memperhatikan gerak tubuh yang sesuai dengan penyampaian
Dengan gerakan yang mendukung penampilan pembicara
dalam pidato, pembicara akan terlihat indah dengan isyarat-isyarat
yang ditandakan dengan gaya lengkok gerak tubuh yang perlu
diisyaratkan.
c. Kontak mata atau pandangan ketika penyampaian pidato.
Mata harus bisa mengajak orang untuk berinteraksi dengan
kita, karena jika kita memandang orang didepan kita dengan baik,
maka akan bisa membawakan suasana yang baik dan bisa
menjadikan seseorang terhipnotis oleh pandangan manis kita.
3. Teknik Penutupan Ceramah
Pembukaan dan penutupan ceramah adalah bagian yang sangat
menentukan. Kalau pembukaan ceramah harus dapat mengantarkan
pikiran dan menambah perhatian kepada pokok pembicaraan, maka
penutupan harus memfokuskan pikiran dan gagasan pendengar kepada
gagasan utamanya. Karena dengan penutupan ceramah yang baik,
akan menimbulkan sebuah kesan yang akan melekat pada pendengar
dan mudah diingat sepanjang perjalanan hidup seorang pendengar
dengan apa yang sudah disampaikan. Adapun teknik penutupan
a. Mengemukakan ikhtisar ceramah.
b. Menyatukan kembali gagasan dengan kalimat singkat dan bahasa
yang berbeda.
c. Menggugah pesaraan.18
d. Memberikan dorongan untuk bertindak.
e. Mengakhiri dengan klimaks.
f. Menyatakan kutipan, sajak, Al-Quran atau As-Sunnah, pribahasa,
ucapan-ucapan para ahli.
g. Menceritakan contoh, yaitu ilustrasi dari pokok inti materi yang
disampaikan.
h. Mencontoh apa yang ada disekitar dengan isi dakwah, bertujuan
agar setiap melihat apa yang ada disekitarnya, menjadi ingat
dengan pesan dakwah yang telah disampaikan.
i. Membuat pernyataan-pernyataan yang historis19
D. Kerangka Teori
Sebelum peneliti terjun langsung dilapangan yang sudah
ditentukan sebelumnya, atau melakukan pengumpulan data, peneliti
diharapkan untuk mampu menjawab semua permasalahan melalui
suatu kerangka pemikiran. Sedangkan kerangka pemikiran sendiri
18
Moh. Ali Aziz, Ilmu Pidato, (Surabaya: Dakwah Digital Press, 2015), h. 94 19
adalah suatu kajian tentang bagaimana hubungan teori dengan
berbagai faktor yang telah didefinisikan dalam rumusan masalah.
Adapun teori yang di anggap relevan dalam penelitian ini
adalah Komunikasi Persuasif yakni: Ada pendapat lain yang
menyatakan bahwa “Persuasion” adalah komunikasi manusia yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain dengan mengubah
kepercayaan, nilai atau sikap mereka.20 Proses Komunikasi Persuasif
adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah sikap, pendapat
dan perilaku. Istilah persuasif bersumber pada perkataan Latin
“persuasion” yang memiliki kata kerja “persuadere” yang berarti
membujuk, mengajak dan merayu.21
Komunikasi yang efektif bukan hanya sekedar menyusun kata
atau mengeluarkan bunyi yang berupa kata-kata, tetapi menyangkut
bagaimana agar ornag lain tertarik perhatiannya, ingin mendengarkan,
mengerti, dan melakukan sesuai dengan pesan yang disampaikan oleh
da’i.
Untuk lebih berhasilnya komunikasi persuasif, perlu
dilaksanakan secara sistematis. Dalam komunikasi ada sebuah formula
yang dapat dijadikan landasan pelaksanaan yang biasa disebut dengan
20
Simons, Herbert W., Persuasion: Understanding, Practice, and Analysis, Addison-Wesley Publishing Company, Massachusettes-Sdyney, 1997.
21
AIDDA (Attention, Interest, Desire, Decision, Action). Berikut
uraiannya:
1. Attention (Perhatian)
Tindakan persuasif akan dapat menghasilkan hasil yang
memuaskan jika seorang dai mampu membangkitkan perhatian.
2. Interest (Minat)
Pesan harus mampu membangkitkan minat mad’u.
3. Desire (Keinginan)
Mendorong pada penumbuhan kebutuhan.
4. Decision (Keputusan)
Keputusan mad’u dalam mengambil langkah.
5. Action (Tindakan)
Dai harus berusaha menggerakkan mad’u untuk berbuat sesuai
dengan harapan da’i.
Para ahli komunikasi sering menekankan bahwa persuasif
adalah kegiatan psikologis. Dalam pengertian yang lebih luas,
persuasif dapat diartikan sebagai suatu proses mempengaruhi
pendapat, tindakan seseorang dengan menggunakan manipulasi
psikologis, sehingga orang tersebut bertindak atas kehendaknya
sendiri.
Sebagai contoh, dakwah yang dilakukan dengan metode
mencapei tujuan dakwah terlebih dahulu harus berusaha
membangkitkan perhatian kepada mad’u. Upaya membangkitkan
perhatian tersebut dapat dilakukan dengan vokal maupun visual.
Olah vokal dapat dilakukan dengan tinggi rendahnya suara,
mengatur irama serta mengadakan tekanan-tekanan terhadap
kalimat yang dianggap penting. Seorang da’i harus mampu
mengatur kata-katanya, dimana ia berhenti, dimana ia harus
memanjangkan suku kata tertentu, dimana ia harus mengeraskan
bunyi sebagai penekanan terhadap kata atau kalimat yang dianggap
perlu. Dengan demikian pembicaraan tidak terkesan tekstual, atau
lebih fleksibel dan mengedepankan gagasan. Sementara itu, kontak
visual dapat dilakukan dengan mengarahkan pandangan kepada
seluruh mad’u. dengan cara itu mad’u akan merasa lebih
diperhatikan dan diajak bicara oleh da’i. Merekapun akan merasa
dituntut untuk memperhatikan juru dakwah, sehingga menjadi
hubungan timbal balik yang sangat kuat antara da’i sebagai
komunikator, dan mad’u sebagai komunikan. Setelah da’i berhasil
mendapatkan perhatian dari mad’u, selanjutnya ia harus
berorientasi pada upaya menggerakkan mereka untuk berbuat
sesuai dengan materi atau pesan yang disampeikan. Upaya ini
dapat dilakukan dengan pemilihan dan pengaturan kata-kata yang
biasanya dilakukan saat menjelang penyampeian ceramah berakhir
dengan harapan memberi kesan kepada mad’u tentang maksud dari
uraian ceramah yang telah disampaikan.
Untuk kepentingan komunikasi persuasif, seorang
komunikator dakwah hendaknya membekali diri mereka dengan
teori persuasif agar ia dapat menjadi komunikator yang efektif.
Sehubungan dengan proses komunikasi persuasif, terdapat
beberapa teori yang dapat digunakan sebagai dasar kegiatan yang
dalam pelaksanannya bisa dikembangkan menjadi beberapa
metode, antara lain.
1. Metode Asosiasi
Adalah penyajian pesan komunikasi dengan jalan
menumpangkan pada suatu peristiwa yang aktual, sedang
menarik perhatian dan minat massa.
2. Metode Integrasi
Kemampuan untuk menyatukan diri dengan komunikan
dalam arti menyatukan diri secara komunikatif, sehingga
tampak menjadi satu, atau mengandung arti kebersamaan dan
senasib serta penanggungan dengan komunikan, baik