• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I Pendahuluan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB I Pendahuluan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peran penting sektor pertanian telah terbukti dari keberhasilan sektor pertanian pada saat krisis ekonomi dalam menyediakan kebutuhan pangan pokok dalam jumlah yang memadai dan tingkat pertumbuhannya yang positif dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor pertanian mempunyai peran langsung dan tidak langsung dalam perekonomian nasional. Peran langsung sektor pertanian dapat dilihat dengan pendekatan nilai Produk Domestik Bruto (PDB), penyediaan sumber devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja dan perbaikan pendapatan masyarakat. Untuk peran tidak langsungnya sektor petanian dapat dilihat melalui efek pengganda (multiplier effect) berupa keterkaitan input dan output antar industri, konsumsi dan investasi (Departemen Pertanian, 2007).

(2)

Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha

Lapang Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Sektor Pertanian Primer 14,3 13,1 13,0 13,7 14,5 15,3

Tanaman Bahan Makanan 7,2 6,5 6,4 6,7 7,1 7,5

Tanaman Perkebunan 2,2 2,0 1,9 2,1 2,1 2,0

Peternakan 1,8 1,6 1,5 1,6 1,7 1,9

Perikanan 2,3 0,8 2,2 2,5 2,8 3,2

Kehutanan 0,9 2,2 0,9 0,9 0,8 0,8

Sektor Pertanian Turunan 31,9 30,1 29,4 29,2 28,7 27,9

Industri Makanan dan Minuman 7,1 6,4 6,4 6,7 7,0 7,0

Industri Tekstil, Barang dari Kulit dan

Alas Kaki 3,1 2,8 2,7 2,4

2,1 2,1

Industri Kayu dan Produk Lainnya 1,4 1,3 1,3 1,4 1,5 1,4

Industri Produk Kertas dan Percetakan 1,4 1,2 1,2 1,2 1,0 1,1

Industri Produk Pupuk, Kimia dan Karet 2,8 2,8 2,8 2,8 3,1 2,9

Perdagangan, Hotel & Restoran 16,1 15,6 15,0 14,9 14,0 13,4

Sumber: BPS, 2009 (data diolah)

Menurut Simatupang (1997), sektor pertanian masih tetap sebagai penyerap tenaga kerja, sehingga pembangunan sektor pertanian akan membantu mengatasi masalah pengangguran. Sektor pertanian primer merupakan penopang utama perekonomian desa dimana sebagian besar penduduk berada. Oleh karena itu, pembangunan pertanian paling tepat untuk mendorong perekonomian desa dalam rangka meningkatkan pendapatan sebagian besar penduduk Indonesia dan sekaligus pengentasan kemiskinan.

(3)

Tabel 2.Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan

(4)

Tabel 3.Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 2001-2007

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin (Juta)

Persentase Penduduk Miskin (%)

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41

2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20

2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42

2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66

2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97

2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75

2007 14,20 24,32 38,52 12,49 21,89 17,19

Sumber : BPS, 2008 (data diolah)1

Data ini dapat menunjukkan bahwa desa masih menjadi pusat kemiskinan. Sekitar 63,4 % dari jumlah penduduk miskin yang tercatat 38,52 juta jiwa tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80 % berada pada skala mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar (Departemen Pertanian, 2009). Menurut Sumedi dan Supadi (2004), tingkat pendapatan masyarakat perdesaan lebih sensitif (elastis) terhadap perubahan struktur perekonomian. Diduga hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat miskin di perdesaan memiliki tingkat pendapatan di sekitar batas garis kemiskinan, Dengan demikian, adanya perbaikan struktur perekonomian yang meningkatkan pendapatan masyarakat dapat mengurangi jumlah penduduk miskin di perdesaan. Sebaliknya, adanya krisis ekonomi yang menurunkan pendapatan masyarakat menyebabkan terjadi pertambahan jumlah penduduk miskin di perdesaan semakin besar. Potensi sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja sangat besar, sehingga dibutuhkan suatu program yang dapat mengembangkan potensi perdesaan yang sampai saat ini masih menjadi pusat usaha pertanian untuk mampu berkembang dan berdiri sendiri serta meningkatkan kesejahteraan

1

(5)

masyarakat perdesaan yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.

Tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang rendah sangat mempengaruhi indeks kemiskinan di daerah perdesaan. Hasil penelitian Darwis dan Nurmanaf (2001) menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen kepala rumah tangga miskin di perdesaan tidak tamat Sekolah Dasar dan kurang dari 25 persen yang menamatkan Sekolah Dasar. Lebih lanjut disebutkan bahwa rumah tangga miskin memiliki rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak tergolong miskin. Dengan demikian, bila diasumsikan bahwa jumlah anggota rumah tangga merupakan beban tanggungan pengeluaran, maka dapat disimpulkan bahwa rumah tangga miskin memiliki beban yang lebih berat dalam mencukupi kebutuhan anggota keluarganya dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak tergolong miskin. Hasil penelitian Yusdja et al. (2003) menunjukkan bahwa lebih dari 62 persen angkatan kerja rumah tangga miskin bekerja di sektor pertanian di perdesaan, disusul pada kegiatan di sektor perdagangan sebagai pedagang kecil (10 persen), industri rumah tangga (7 persen) dan jasa (6 persen). Menurut Susanto (2005), penyebab kemiskinan di perdesaan umumnya bersumber dari sektor pertanian, yang disebabkan oleh ketimpangan kepemilikan lahan pertanian. Kepemilikan lahan pertanian sampai dengan tahun 1993 mengalami penurunan 3,8 persen dari 18.3 juta Ha. Di sisi lain, kesenjangan di sektor pertanian juga disebabkan oleh ketidakmerataan investasi. Alokasi anggaran kredit yang terbatas juga menjadi penyebab daya injeksi sektor pertanian di perdesaan menurun. Tahun 1985 alokasi kredit untuk sektor pertanian mencapai 8 persen dari seluruh kredit perbankan, dan hanya naik 2 persen pada tahun 2000 menjadi 10 persen.

Pada umumnya masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Lukman (2008)2, beberapa masalah pertanian yang dimaksud yaitu pertama, sebagian besar petani Indonesia sulit untuk mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya. Tidak sedikit petani yang masih menggunakan cara-cara tradisional. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan ruang gerak petani terhadap fasilitas yang

2

(6)

dimiliki sehingga membuat petani menjadi tertutup dan lambat dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar. Kedua, petani mengalami keterbatasan pada akses informasi pertanian. Adanya penguasaan informasi oleh sebagian kecil pelaku pasar komoditas pertanian menjadikan petani semakin tersudut. Terlihat dari realitas ketidaktahuan petani akan adanya HPP (Harga Pembelian Pemerintah) dan pembelian oleh oknum terhadap hasil pertanian dibawah harga yang ditentukan oleh pemerintah, sehingga tidak sedikit dari petani yang tidak memperoleh keuntungan dari hasil pertaniannya bahkan mengalami kerugian. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian besar petani Indonesia tidak mengandalkan dari sektor pertanian, tetapi dari luar sektor petanian, misalnya kerja sampingan buruh pabrik, kuli bangunan dan lain sebagainya.

Ketiga, petani memiliki kendala atas sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki. Terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani dan keterbatasan atas kepemilikan lahan garapan terutama sawah. Ini terjadi karena masih adanya stigma yang berkembang di tengah masyarakat bahwa menjadi petani adalah karena pilihan terakhir dikarenakan tidak memperoleh tempat di sektor lain. Faktor penyebab lainnya adalah keberpihakan pemerintah di sektor industri daripada sektor pertanian yang berdampak pada semakin sempitnya lahan yang dimiliki oleh petani akibat konversi lahan menjadi lahan industri maupun pemukiman.

Keempat, masalah paling mendasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Masalah modal tersebut diantaranya adalah sebagian besar petani yang mengalami kekurangan modal untuk berusaha dan memenuhi kebutuhan hidupnya, belum adanya asuransi pertanian, masih adanya praktek sistem ijon dan sistem perbankan yang kurang peduli kepada petani3.

Permodalan berkaitan erat dengan penyaluran modal bagi petani. Lemahnya permodalan masih menjadi salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh pelaku usaha pertanian. Selama ini kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan

3

(7)

perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian dimana tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh petani. Untuk mengatasi masalah tersebut, selama lebih dari empat dekade, pemerintah telah meluncurkan beberapa kredit program/bantuan modal bagi petani dan pelaku usaha pertanian, melalui beberapa bentuk skim seperti dana bergulir, penguatan modal, subsidi bunga, maupun yang mengarah komersial.

Secara umum usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi, sedangkan skim kredit masih terbatas untuk usaha produksi, bahkan belum menyentuh kegiatan pra dan pasca produksi. Hingga sampai saat ini lembaga penjamin belum berkembang dan lembaga keuangan khusus yang menangani sektor pertanian juga belum ada (Syahyuti, 2007).

Sejak dekade tahun 1950-an semakin disadari bahwa kelembagaan menjadi unsur penting bagi usaha memajukan pertanian di negara-negara berkembang di kawasan, yang bercirikan padat penduduk. Bahkan lebih lanjut, Nasution (1987) menyatakan bahwa dalam pembangunan pertanian dan perdesaan, masalah-masalah internal dan eksternal didalamnya merupakan masalah kelembagaan yang pemecahannya hanya dapat dilakukan oleh reformasi kelembagaan. Tanpa adanya sistem kelembagaan yang kondusif sebagai sarana untuk melaksanakan strategi pembangunan, maka kesejahteraan yang lebih baik akan sulit dicapai, bahkan akan semakin jauh. Dengan demikian, dalam proses pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat terutama yang ada di pertanian dan perdesaan, kelembagaan merupakan unsur strategis dalam pembangunan pertanian dan perdesaan yang berbasis pada sumberdaya dan potensi lokal di daerah tersebut4.

Departemen Pertanian menargetkan akan membentuk satu Gapoktan di setiap desa khususnya yang berbasiskan pertanian (Deptan, 2008). Ini merupakan satu lembaga andalan baru, meskipun semenjak awal 1990-an Gapoktan telah dikenal. Saat ini, Gapoktan diberi pemaknaan baru, termasuk bentuk dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang (gateway institution) yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di luarnya.

4

(8)

Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian, dan termasuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani. Akan tetapi kelembagaan yang seharusnya merupakan’gerbang’hingga saat ini belum begitu dirasakan manfaatnya oleh para petani.

Salah satu program jangka menengah (2005-2009) yang dicanangkan Departemen Pertanian adalah memfokuskan pada pembangunan pertanian perdesaan. Langkah yang ditempuh adalah melalui pendekatan pengembangan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan. Melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007 dibentuk tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).

Program PUAP merupakan program terobosan Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. PUAP berbentuk fasilitasi bantuan modal usaha petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Program ini memiliki tujuan, pertama, untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. Kedua, meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani.

Ketiga, memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. dan keempat, meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan (Deptan,2009).

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP) dimulai sejak tahun 2008. Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tersebut telah disalurkan sebagian besar kepada gapoktan-gapoktan dengan nilai Rp 1,0573 Trilyun dengan jumlah rumah tangga petani yang terlibat adalah sekitar 1,32 juta jiwa5. Penyaluran dana PUAP disalurkan melalui gabungan kelompok tani

5

(9)

(Gapoktan) selaku kelembagaan tani yang berfungsi sebagai pelaksana PUAP. Ini dilakukan dengan harapan Gapoktan PUAP dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Penyaluran dana PUAP difokuskan untuk daerah-daerah yang tertinggal namun memiliki potensi pengembangan agribisnis kedepannya.

Berdasarkan kebijakan teknis program PUAP, sebaran lokasi PUAP meliputi 33 provinsi, 389 kabupaten atau kota, 3.065 kecamatan miskin dan 10.524 desa miskin (Lihat di Lampiran 1). Salah satu propinsi yang memperoleh PUAP adalah Jawa Barat. Dana PUAP ini dialokasikan ke 21 kabupaten/kota, 225 kecamatan, 621 desa yang ada di Provinsi Jawa Barat. Untuk kabupaten Bogor sendiri terdapat 25 Desa yang menerima bantuan dana PUAP. Salah satu kecamatan yang menerima dana PUAP adalah kecamatan Dramaga (untuk lebih jelas dapat dilihat di Lampiran II)

Sektor pertanian di kabupaten Bogor memegang peranan sangat penting mengingat luasnya lahan pertanian yang dimiliki dan juga sebagian besar desa di kabupaten Bogor masih tergolong desa Perdesaan yang menitik beratkan pada sektor pertanian terutama komoditi padi. Luas lahan yang digunakan untuk sawah tahun 2008 seluas 48.888 Ha, sedangkan lahan kering seluas 275.509 Ha. Adapun produksi padi sawah tahun 2008 sebanyak 480.211 ton dan padi gogo/ladang sebanyak 6.985 ton.

Sebelum adanya PUAP, kabupaten Bogor telah banyak menerima program bantuan pemerintah baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Hampir seluruh program tersebut berkaitan dengan pengembangan kelembagaan di perdesaan. Salah satu kelembagaan yang menjadi fokus utama adalah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Beberapa program tersebut antara lain : (1) Pengadaan Sarana Produksi Pertanian, (2) Usaha Jual-Beli Sayuran Organik, (3) Budidaya Ternak Bersama, dan (4) Bantuan Simpan-Pinjam6.

Kabupaten Bogor memiliki beberapa keunggulan dalam kelembagaan di perdesaan, salah satunya yakni kabupaten Bogor memiliki beberapa Gapoktan Percontohan PUAP untuk tahun 2008 yaitu : a. Gapoktan Budaya Tani (Kecamatan Tenjo); b. Gapoktan Mekarsari (Kecamatan Taman Sari); c.

6

(10)

Gapoktan Bunga Wortel (Kecamatan Cisarua); d. Gapoktan Mekarsari (Kecamatan Dramaga)7.

Tabel 4. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Pekerjaan Utama di Kecamatan Dramaga

Sumber : Profil Desa, 2008 (data diolah)

Salah satu Gapoktan PUAP yang ada di kabupaten Bogor adalah Gapoktan Mekarsari. Gapoktan Mekarsari terletak di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga. Sebagian besar penduduk Desa Purwasari menggantungkan hidup pada sumber penghasilan dari sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari persentase rumah tangga menurut jenis pekerjaan utama di Kecamatan Dramaga tahun 2008, Desa Purwasari memiliki persentase rumah tangga sebesar 51,02 % yang hidup pada sektor pertanian. Untuk desa yang menerima bantuan dana PUAP tahun 2008, Desa Purwasari merupakan desa yang memiliki persentase terbesar yang penduduknya berada pada sektor pertanian.

7

BP4K.2010, Rapat Koordinasi Evaluasi PUAP.

No Desa Pertanian (%) Non Pertanian

(%)

1 Purwasari 51,02 % 48,98 %

2 Petir 45,27 % 54,73 %

3 Sukadamai 35,12 % 64,88 %

4 Sukawening 49,80 % 50,20 %

5 Neglasari 51,37 % 48,63 %

6 Sinar Sari 23,69 % 76,31 %

7 Ciherang 12,83 % 87,17 %

8 Dramaga 5,20 % 94,80 %

9 Babakan 0,60 % 99,40 %

(11)

1.2 Perumusan Masalah

Dalam mewujudkan pengembangan usaha agribisnis dan penguatan kelembagaan pertanian maka pemerintah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) yang salah satu programnya adalah Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian pada tahun 2008. Program PUAP ini berupa penyaluran modal usaha anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Sedangkan untuk penyaluran modal bantuan ini dilaksanakan oleh Gapoktan.

Bantuan modal yang selama ini diberikan Pemerintah kepada para petani umumnya dalam bentuk uang. Pada beberapa kasus didaerah, banyak bantuan dana dari pemerintah yang diselewengkan untuk kegiatan lain diluar pertanian. Bahkan di daerah tertentu, Gapoktan sengaja dibentuk untuk memperoleh bantuan dana tersebut. Setelah Gapoktan terbentuk, dana tersebut hilang begitu saja berikut dengan Gapoktan yang hanya tinggal nama. Karena pelaksanaan program PUAP secara langsung berkaitan dengan kelompok masyarakat dan rumah tangga petani, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap penyaluran dana bantuan PUAP oleh Gapoktan tersebut. Hal itu dilakukan untuk melihat apakah dana bantuan tersebut tepat sasaran dalam arti dapat dirasakan manfaatnya oleh para anggota Gapoktan atau hanya dirasakan oleh pihak-pihak tertentu. Evaluasi ini juga berguna untuk melihat apakah dana tersebut digunakan untuk kegiatan usaha pertanian atau sebaliknya digunakan untuk kegiatan-kegiatan diluar usaha pertanian.

(12)

tersebut, sektor manakah yang lebih efektif dalam penyalurkan dana bantuan PUAP. Hasil penelitian ini akan berguna untuk pengembangan program PUAP selanjutnya dalam hal pengalokasian dana pada masing-masing sektor.

Masalah lain yang timbul dalam pengembangan kelembagaan selama ini khususnya Gapoktan masih berdasarkan pengembangan kelembagaan dengan konsep cetak biru (blue print approach) yang seragam. Pengembangan kelembagaan ini masih memperlihatkan kegagalan (Syahyuti, 2007). Pemberdayaan petani dan usaha kecil di perdesaan oleh pemerintah hampir selalu menggunakan pendekatan kelompok. Salah satu kelemahan yang mendasar adalah kegagalan pengembangan kelompok dimaksud, karena tidak dilakukan melalui proses sosial yang matang. Kelompok yang dibentuk terlihat hanya sebagai alat kelengkapan proyek, belum sebagai wadah untuk pemberdayaan masyarakat secara hakiki. Introduksi kelembagaan dari luar kurang memperhatikan struktur dan jaringan kelembagaan lokal yang telah ada, serta kekhasan ekonomi, sosial, dan politik yang berjalan. Pendekatan yang top-down planning menyebabkan partisipasi masyarakat tidak tumbuh.

PUAP merupakan program pemerintah yang menggunakan pendekatan top-down planning. Maka dari itu evaluasi penting untuk melihat apakah setelah adanya program PUAP, peran Gapoktan mengalami peningkatan atau tidak yang dapat dilihat dati aktivitas dalam Gapoktan seperti pertemuan rutin, penyusunan Rencana Usaha Kerja (RUK) dan Rencana Kerja Bersama, serta kegiatan usaha pertanian yang dilakukan secara bersama maupun prinsip-prinsip kebersamaan dan kemitraan lainnya.

(13)

Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana karakteristik Gapoktan PUAP di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ?

2. Bagaimana efektivitas penyaluran BLM-PUAP untuk sektor on-farmdan off-farm pada Gapoktan PUAP di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor?

3. Bagaimana kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah PUAP pada Gapoktan PUAP di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi karakteristik Gapoktan PUAP di Desa Purwasari,

Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis efektivitas penyaluran BLM-PUAP untuk sektor on-farm dan off-farm pada Gapoktan Mekarsari di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

3. Menganalisis kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah PUAP pada Gapoktan PUAP di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna :

1. Bagi penulis untuk pengalaman dan wadah pelatihan dalam teori-teori serta aplikasi konsep-konsep ilmu yang diperoleh dalam bangku perkuliahan 2. Bagi Gapoktan, sebagai bahan masukan perbaikan terhadap perkembangan

Gapoktan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

3. Bagi Badan Penyuluhan Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan diharapkan bisa memperoleh masukan dan evaluasi serta penilaian kinerja dari masing-masing Gapoktan hasil binaan mereka.

(14)

5. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber literatur dan perbandingan dalam penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup

Gambar

Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar HargaBerlaku  Menurut Lapangan Usaha
Tabel 2. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan PekerjaanUtama (jiwa)
Tabel 3. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut DaerahTahun 2001-2007
Tabel 4. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Pekerjaan Utama di

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Menurut Ulum (2019), untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat, Universitas Nurul Jadid terlebih dahulu melakukan perencanaan yang matang tentang materi yang

Telah menghadiri sepenuhnya kursus dan lulus peperiksaan BOFA untuk Jurulatih anjuran NIOSH atau program setara di mana-mana pusat pengajar yang diiktiraf oleh JKKP; DANe.

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan di SMAS Taman Mulia Sungai Raya, penggunaan metode mengajar guru pada mata pelajaran sosiologi masih

Berkaitan dengan pelaksanaan prinsip checks and balances system serta hubungan kewenangan antara Presiden dengan lembaga negara lainnya, antara lain mengenai pemberian grasi,

Kesimpulan dari makalah ini adalah bahwa pembuatan tape ubi kayu dilakukan dengan proses fermentasi, yang difermentasi oleh ragi Saccharomyces cerevisiae ,

Sebagaimana diketahui bahwa, sebagian besar input (calon mahasiswa) dari kedua Prodi tersebut adalah siswa Madrasah Aliyah dari berbagai kabupaten/kota di Provinsi

Sementara rambu-rambu prinsip hukum pokok yang perlu diperhatikan dalam konteks penyelesaian perkara pidana terkait kasus kekerasan siswa terhadap guru meliputi dua hal

Cara yang efisien untuk memindahkan sampel dari jaring ke dalam botol yaitu pertama, melipat jaring yang berisi serangga secara langsung dan memasukkannya ke dalam “killing