• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Makalah Tentang Kritik Terhadap Pemerintah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Contoh Makalah Tentang Kritik Terhadap Pemerintah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PANCASILA

Kritik Terhadap Pemerintahan Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono

Disusun oleh Kelompok 1

Enden R

Nunik

Della

Saeful

Nandang K

Indra

Reza

Yayan

( Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila )

SEKOLAH TINGGI TEKHNOLOGI GARUT

(2)

Kata Pengantar

Puji dan syukur Kita panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, Tuhan Semesta Alam yang mana atas Ridho dan Hidayah-Nya kami Kelompok I Pendidikan Pancasila STT Garut 2013 akhirnya dapat menyelesaikan makalah sederhana ini dengan judul “Kritik Terhadap Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono “ tepat pada waktunya.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Junjunan Kita semua Nabi Muhammad SAW, kepada para keluarga, sahabat, tabi’n atbaut tabi’in, serta mudah – mudahan sampai kepada kita semua selaku umatnya. Amiiin

Kemerdekaan mengemukakan pendapat merupakan hak warga negara baik secara lisan maupun tulisan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Kebebasan yang dianut bangsa Indonesia sesuai dengan pancasila adalah kebebasan yang bertanggung jawab bukan dalam arti bebas sebebas-bebasnya. Dalam sebuah makalah yang sangat sederhana ini, kamu mencoba mengemukakan pendapat tentang fenomena Pemerintahan di Indonesia yang pada khususnya Pemerintahan Pesiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tidak ada maksud untuk mempropokasi atau menjatuhkan Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yuhoyono, namun dengan adanya Makalah ini kami berusaha menyampai aspirasi sebagai Kritikan yang mana nantinya diharapkan dapat membangun Pemerintahan di Indonesia menjadi lebih baik.

Kami menyadari bahwa apa yang dicantumkan dalam makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna, oleh karenanya Kami dengan lapang dada membuka hati atas segala kritik dan saran yang mana dapat mambangun dan melengkapai guna penyempurnaan dalam makalah ini. Atas segala partisipasinya kami mengucapkan terima kasih.

Garut, Oktober 2013

(3)

DAFTAR ISI Halaman

Kata Pengantar ... i Daftar Isi ... ii BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah ... 1 b. Rumusan Masalah ... 1

BAB II PEMBAHASAN

a. Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dianggap Keliru ... 2 Kebijakan Menaikan Harga BBM ... 2 b. Bengkaknya Utang Negara dalam Pemerintahan pada masa Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono ... 4

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan ... 10

(4)

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah Negri yang berasaskan Ideologi Demokrasi Pancasila. Indonesia sudah mengalami 6 Kepemimpinan Presiden, dimulai dari era Presiden Sukarno, Suharto, B.J Habibie, Abdurahaman Wahid, Megawati Sukarno Putri, dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Setiap presiden Indonesia mempunyai gaya tersendri dalam menjalankan pemerintahannya. Dalam kesempatan kali ini Kami akan menguraikan beberapa kritikan atas pemerintahan yang terjadi dalam era Reformasi yang lebih khususnya era pemerintahan Presiden Ke – 6 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Presiden Susuilo Bambang Yudhoyono memegang Pemerintahan Indonesia selama 2 periode, yakni dimulai tahun 2004 dan akan berakhir tahun 2014. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan beliau banyak memberikan perubahan yang menyeluruh bagi Masyarakat Indonesia terutama dalam bidang ekonominya.

Permasalah tersebut tentunya, memiliki dua sisi yang menguntungkan dan juga merugikan, sebagai kritik akan diuraikan kekurangan – kekurangan yang terjadi dalam kepemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

b. Rumusan Masalah

1. Apa sajakah kebijakan yang dianggap kurang baik dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ?

2. Bagaimana dampak dari kebijakan yang diambil oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ?

3. Faktor apakah yang ikut terpengaruh terpengaruh dari Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?

(5)

BAB II PEMBAHASAN

a. Ke

bij ak an

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dianggap Keliru

Kebijakan Menaikan Harga BBM

Berdasarkan data yang dihimpun detikFinance, Jumat (21/6/2013) tercatat pada era Pemerintahan Presiden SBY sudah ada 5 kali kebijakan yang berkaitan dengan harga BBM subsidi. Dari lima kali kebijakan itu, ada empat kebijakan menaikkan harga BBM subsidi dan satu kali menurunkan harga BBM.

(6)

Kenaikan harga BBM pertama Presiden SBY terjadi pada 1 Maret 2005, karena lonjakan harga minyak dunia. Waktu itu pemerintah menaikan harga BBM 32% untuk BBM premium dari Rp 1.810 menjadi Rp 2.400 per liter dan solar dari Rp 1.650 menjadi Rp 2.100 per liter atau 27%.

Masih pada tahun yang sama, pada 1 Oktober 2005, pemerintah kembali menaikkan harga BBM secara signifikan. Harga premium naik dari Rp 2.400 menjadi Rp 4.500 per liter atau naik 87% dan harga solar naik dari Rp 2.100 menjadi Rp 4.300 per liter atau naik 105%.

Semenjak itu, selama kurang lebih 3 tahun berselang tak ada kenaikan harga BBM subsidi. Namun pada 24 Mei 2008, pemerintah kembali menaikkan harga BBM premium menjadi Rp 6.000,- per liter. Penyebabnya adalah krisis ekonomi global yang membuat harga minyak ikut melambung.

Kenaikan harga BBM itu hanya bertahan beberapa bulan saja, setengah tahun kemudian pemerintah menurunkan harga BBM premium dan solar pada 29 Januari 2009 menjadi Rp 4.500 per liter.

Kemudian semenjak Presiden SBY dilantik jadi Presiden yang kedua kalinya bersama Wakil Presiden Boediono pada 20 Oktober 2009 sempat ada keinginan pemerintah untuk menaikkan harga BBM pada awal 2012 namun tidak kesampaian karena ditolak DPR. Beberapa opsi untuk menghemat anggaran subsidi BBM dengan pembatasan pembelian BBM subsidi pun hanya sebatas rencana tanpa ada realisasi.

Pada akhirnya pemerintah memutuskan kenaikan harga BBM setelah proses persetujuan paripurna DPR pada 17 Juni 2013 terkait kompensasi untuk orang miskin dalam RAPBN-Perubahan 2013. Sejatinya pada APBN 2013, pemerintah punya kewenangan menaikkan harga BBM tanpa persetujuan DPR.

Dan titik akhirnya di tahun 2013 Pemerintah kembali menaikan Harga BBM menjadi Rp. 6.500,-/liter untuk premium dan Rp. 5.500,-/liter untuk solar.

Kenaikan BBM yang terus menerus tentunya sangat mempengaruhi terhadap Kenaikan Harga – Harga Barang lainnya. Yang mana pada hakikatnya hanya menambah beban masyarakat menengah, ke bawah. Pemerintah memang telah memberikan dana Kompensasi BBM kepada masyarakat, namun usaha tersebut sangat lah tidak efektip untuk mengimbangi dampak dari Kenaikan harga – harga yang sangat melambung drastis. Sangatlah jelas terlihat bahwa kebijakan tersebut tidak sesuai dengan nilai – nilai Pancasila serta UUD.

(7)

beralasan menaikan BBM dengan tujuan mengurangi kerugian dari penggunaan subsidi terhadap BBM untuk menyelamatkan Keuangan Negara. Namun apa kenyataannya? Uang negara habis oleh koruptor, dan Masyarakat semakin sengsara.

Apakah uang negara terselamatkan? Jawabannya tentu tidak. Seharusnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih mengutamakan kasus Korupsi, berantas semua pegawai yang kerjanya hanya mencuri uang rakyat, bukannya membebani rakyat dengan menaik – naikan harga BBM.

Didalam Pembukaan UUD 1945 juga disebutkan bahwa tujuan Negara itu untuk Melindungi Segenap Bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Kalu kita melihat kenyataan pada saat ini terlihat jelas dalam Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terdapat pergeseran dari tujuan Negara yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945.

b. Bengkaknya Utang Negara dalam Pemerintahan pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

(8)

adalah persoalan ketergantungan terhadap utang atau pinjaman baik dalam maupun luar negeri untuk membiayai belanja negara.

Meski pada pemerintahan SBY, Indonesia sudah melunasi USD 3,18 miliar yang merupakan sisa utang pada dana moneter internasional atau International Monetary Fund (IMF) pada 2006 lalu, hal ini tidak serta merta meredam kritikan terhadap utang pemerintah.

Berbagai lembaga swadaya masih melihat tingkat ketergantungan pemerintah pada utang cukup besar. Bahkan ada yang menyebut pemerintah sengaja menjerumuskan diri dalam jerat utang.

Salah satunya, Koalisi Anti Utang (KAU) menyoroti sikap pemerintahan SBY lantaran tidak pernah terbuka mengumumkan besaran utang dalam dan luar negeri ke publik. Dari pengamatan lembaga swadaya ini, besaran utang negara hingga Mei 2013 mencapai Rp 2.023,7 triliun.

Ketua KAU Dani Setiawan menyatakan, sejak SBY berkuasa pada 2004, peningkatan utang luar negeri pemerintah mencapai Rp 724,22 triliun. Peningkatan ini signifikan lantaran pada 2004, utang pemerintah baru sebesar Rp 1,299 triliun.

"Rata-rata setiap warga Indonesia menanggung utang sekitar Rp 8,5 juta," kata Dani dalam diskusi kemandirian bangsa di Tebet, Jakarta, Minggu (7/7).

Meski Direktorat Jenderal Pengelolaan utang Kementerian Keuangan bulan lalu melansir data yang menenangkan publik bahwa pengendalian utang sudah terkontrol hingga 2033, KAU menemukan fakta berbeda.

Pemerintah sendiri menanggapi santai utang Indonesia yang menembus angka Rp 2.000 triliun. Pemerintah tidak memperhatikan soal nominal utang yang menjadi beban negara, namun lebih memperhatikan rasio utang terhadap GDP.

(9)

Dia ingin memberi gambaran bahwa utang bukan suatu yang harus dihindari. Yang terpenting, kata dia, utang yang dipinjam harus bisa dibayar.

Menurut KAU, pernyataan Hatta seolah ingin memberi gambaran bahwa pemerintah tidak terlalu bermasalah dengan utang. Tapi, bagi rakyat yang selalu membayar pajak untuk kebutuhan pembangunan, selalu gerah dengan kebiasaan utang yang dilakukan pemerintah. Sebab, setiap tahun pemerintah diwajibkan menyediakan uang untuk mencicil bunga utang. Uang negara yang dialokasikan untuk mencicil bunga utang, jumlahnya cukup besar.

Kondisi-kondisi itu membuat kritik terhadap kebiasaan pemerintah melakukan pinjaman atau utang tak pernah berhenti. Berikut lima kritik soal utang pada masa kepemimpinan SBY yang dirangkum merdeka.com dari sebuah diskusi bertajuk 'Kebijakan Pro Asing + Utang = Negara Bangkrut'.

1. APBN dibuat defisit agar bisa utang

Dari penelitian Lembaga swadaya Indonesia Budget Center (IBC), pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terlalu tergantung pada pinjaman atau utang. Baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Postur anggaran negara yang seolah selalu dibuat defisit agar bisa ditutupi dari pinjaman. Kondisi ini seolah menggambarkan rendahnya komitmen pemerintah mengurangi utang. Padahal, sebetulnya peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak dapat mengurangi ketergantungan utang dalam dan luar negeri.

Peneliti IBC Apung Widadi menilai tidak ada tanda-tanda negara mempunyai itikad untuk terlepas dari jerat utang.

"Misalnya dari perubahan APBN-P kemarin, yang lebih banyak dibahas alokasi makro, tapi sektor pendapatan tidak ada dorongan untuk ditingkatkan, sehingga akhirnya kita kembali berutang," ujar Apung.

2. Cicilan bunga utang setara belanja negara

(10)

Nilai tersebut mendekati total anggaran APBN tahun ini. Alhasil, wajar bila akhirnya anggaran belanja publik tergerus untuk mencicil utang.

"Padahal dalam konteks membayar bunga cicilan utang saja kita sudah kewalahan. Ini belum memasukkan data 2013, di mana pembayaran pokok bunga utang mencapai Rp 229 triliun, kalau kita tambahkan, sudah mencapai Rp 1.800 triliun, sehingga secara finansial, suka tidak suka, utang luar negeri menggerus anggaran negara dan mengurangi belanja sektor publik," kata Apung.

Konsekuensi lainnya, besaran utang ini akan menggerus kemandirian ekonomi lebih besar. Sebab, nilai tukar rupiah kini sedang melemah dibanding dolar Amerika. "Maka besaran cicilan kita akan lebih besar, sebab cicilan beban pokok utang kita dalam mata uang asing," tegas Dani.

3. Penggunaan utang tak jelas

Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Apung Widadi, yang lebih patut disorot adalah realisasi penggunaan utang itu. Apalagi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah melansir pernyataan ada potensi penggelembungan (mark up) utang tanpa ada audit yang jelas.

"Yang lebih penting dari utang yang besar ini adalah akuntabilitas penggunaannya. Ketua BPK Hadi Purnomo pernah menyatakan ada potensi mark up utang, tapi sampai sekarang, auditnya itu-itu saja," paparnya.

Saat ini, audit pemanfaatan utang pemerintah hanya fokus pada persoalan administratif. Semisal Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan prosedur utang sudah benar atau tidak. Bagi Apung, sudah saatnya BPK menggandeng KPK, memperdalam pemeriksaan utang itu.

"Sekarang perlu item auditnya diperluas, utang itu produktif tidak sih, atau pengelolaan kebocorannya berapa," kata Apung.

4. Karena utang, UU jadi pro asing

(11)

Buktinya, semakin banyak undang-undang (UU) baru dengan semangat liberalisasi sektor-sektor strategis yang kajiannya dibiayai utang luar negeri.

"Hampir 70 persen UU kita bernapaskan liberalisasi, membuat perusahaan asing lebih berjaya dibanding warga negaranya sendiri," kata Ray.

Dia mencontohkan beberapa UU yang disponsori Bank Dunia. Semisal UU Sumber Daya Air Nomor 7/2004, UU Energi Nomor 30 Tahun 2007, UU Penanaman Modal No.25/2007, UU BUMN Nomor 19/2003, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil Nomor 27/2007.

Dalam beleid-beleid tersebut, investor luar negeri diberi kesempatan untuk menanamkan modal. Bahkan beberapa sektor pengelolaan sumber daya alam, kepemilikan swasta tanpa menilik kewarganegaraan difasilitasi menjadi 95 persen.

Ditambah lagi, UU pengelolaan SDA, baik migas, perkebunan, dan kelautan, kini membuka diri pada asing. Alhasil, pemerintah kesulitan meningkatkan pendapatan negara. Apalagi menggenjot pengeluaran publik yang pro masyarakat miskin.

"Jangan heran pemerintah tidak mampu meningkatkan pendapatan, semua dikuasai asing. Setiap tahun 30 persen dari anggaran, komposisinya pembayaran utang pokok dan bunga, pembiayaan publik akan terkurangi banyak," kata Dani.

5. Utang lebih besar dari anggaran kemiskinan

Ketua KAU Dani Setiawan menyatakan, sejak SBY berkuasa pada 2004, peningkatan utang luar negeri pemerintah mencapai Rp 724,22 triliun. Peningkatan ini signifikan lantaran pada 2004, utang pemerintah baru sebesar Rp 1,299 triliun.

Penambahan utang luar negeri selama era SBY , menggerus anggaran negara dan mengurangi belanja sektor publik. Buktinya anggaran kemiskinan, imbuh Dani, saat 2005 ketika SBY baru setahun berkuasa, sebesar Rp 23 triliun. Pada 2013, akumulasi kenaikannya hanya Rp 115 triliun.

(12)

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga terlihat melenceng dari nilai – nilai Pancasila dan UUD 1945. Dari penjelasan diatas kita dapat menarik kesimpulan rakyat semakin terbebani oleh utang yang diberikan Pemerintahan SBY, dan juga timbul ketidak jelasan untuk apa dana dari utang tersebut digunakan.

(13)

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan

Dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terlihat kebijakan – kebijakan yang sedikit melenceng dari nilai – nilai Pancasila dan UUD 1945. Rakyat semakin susah dan para koruptor semakin meraja lela. Rakyat terbebani dengan kebijakan – kebijakan Pemerintah yang pada judulnya untuk menyelamatkan uang rakyat, namun pada hakikatnya uang rakyat malah habis oleh para koruptor, dan rakyat terbebani dengan harga – harga barang pemenuh kebutuhan yang semakin naik melonjak dan dengan pajak yang dilimpahkan pemerintah kepada rakyat.

b. Saran

(14)

Daftar Pustaka

https://www.google.com/search?q=5+kritikan+emerintahan+SBY&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a

Referensi

Dokumen terkait