• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KABUPATEN SIDOARJO DALAM PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN (Studi Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Sidoarjo).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KABUPATEN SIDOARJO DALAM PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN (Studi Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Sidoarjo)."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM PEMBERDAYAAN ANAK J ALANAN

(Studi Pada Anak J alanan Di Kecamatan Sidoarjo)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Gelar Sarjana Administrasi Negara pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

SIGIT BAYU LEKSONO NPM. 0441010063

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

J URUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

(2)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 8

2.2. Landasan Teori ... 9

2.2.1. Pengertian peranan ... 9

2.2.2. Pengertian pemberdayaan ... 11

2.2.2.1. Tahapan Pemberdayaan... 11

2.2.2.2. Tujuan pemberdayaan ... 12

2.2.2.3. Strategi pemberdayaan ... 13

2.2.2.4. Upaya pemberdayaan ... 16

2.2.3. Konsep anak ... 17

2.2.3.1. Pengertian anak ... 17

(3)

Jalanan ... 29

2.2.3.5. Proses terjadinya anak jalanan ... 33

2.2.3.6. Kelemahan anak jalanan dan hambatannya ... 34

2.3. Kerangka Pikir ... 37

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian ... 38

3.2. Situs penelitian ... 38

3.3. Fokus penelitian ... 39

3.4. Jenis dan pendekatan penilitian ... 41

3.5. Sumber data ... 42

3.6. Proses pengumpulan data ... 43

3.7. Teknik analisis data ... 44

3.8. Keabsahan data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ... 49

4.1.1. Gambaran umum Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten sidoarjo ... 49

4.1.2. Letak Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten sidoarjo ... 50

4.1.3. Visi dan Misi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Sidoarjo .. 50

4.1.4. Tugas, pokok dan fungsi ... 51

4.1.5. Tujuan, sasaran dan strategi ... 52

(4)

4.3. Deskripsi hasil penelitian ... 66

4.3.1. Penertiban anak jalanan ... 67

4.3.1.1. Razia atau patroli ... 67

4.3.1.2. Kerjasama dalam pelaksanaan operasi terpadu gelandangan dan pengemis ... 70

4.3.1.3. Lokasi atau tempat operasi terpadu ... 71

4.3.1.4. Identivikasi ... 73

4.3.2. Pembinaan sosial ... 75

4.3.2.1. Bimbingan sosial ... 76

4.3.2.2. Bimbingan keterampilan ... 80

4.3.2.3. Pelaksanaan progran Usaha Ekonomi produktif (UEP) ... 84

4.4. Pembahasan ... 85

4.4.1. Operasi terpadu ... 85

4.4.2. Razia patroli ... 86

4.4.3. Pembinaan sosial ... 88

4.4.3.1. Bimbingan sosial ... 88

4.4.3.2. Bimbingan keterampilan ... 91

(5)

5.2. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA

(6)

DALAM PEMBERDAYAAN ANAK J ALANAN (Studi Pada Anak J alanan Di Kecamatan Sidoar jo), Skripsi, 2011

Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, Indonesia juga memiliki sejumlah permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang akan terus menerus mengikuti laju pembangunan dan pertumbuhan. Salah satu fenomena sosial yang terjadi saat ini yaitu munculnya anak-anak jalanan. Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten yang ada di Jawa Timur. Keberadaan anak jalanan di beberapa titik yang ada di Sidoarjo, hal ini seringkali memicu stigma negatif dari masyarakat, selain itu juga banyak masyarakat yang menggambarkan mereka dekat dengan dunia miras, narkoba bahkan sex bebas. Melihat hal tersebut, sebaiknya perlu adanya penanganannya dari pemerintah yang dipusatkan pada titik tersebut, agar kawasan tersebut terbebas dari kesan yang tak sedap. Akan tetapi pada kenyataan peran pemerintah dalam penanganan anak jalanan dapat dikatakan sangat lamban dan masih kurang maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang peran Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dalam pemberdayaan anak jalanan di Kecamatan Sidoarjo.

Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif, sedangkan sumber data diperoleh dengan melakukan wawancara dan observasi dengan pihak terkait, dalam hal ini adalah Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dalam pemberdayaan anak jalanan di Kabupaten Sidoarjo dan juga para anak-anak jalanan.

(7)

1.1. Latar Belakang

Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, Indonesia juga memiliki

sejumlah permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang akan terus menerus

mengikuti laju pembangunan dan pertumbuhan. Salah satu fenomena sosial yang

terjadi saat ini yaitu munculnya anak-anak jalanan. Anak jalanan yang dimaksud

di sini adalah anak yang berusia di bawah 15 tahun dengan kepribadian yang lebih

dewasa dari usianya, baik secara fisik maupun sifatnya menjadi anak dewasa

walaupun usia mereka masih anak-anak. Dengan adanya anak jalanan seringkali

dianggap sebagai cermin kemiskinan kota, atau suatu kegagalan adaptasi

kelompok orang tersebut terhadap kehidupan dinamis kota besar.

Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten yang ada di Jawa

Timur. yang juga mempunyai permasalahan dengan munculnya anak-anak

jalanan. Fenomena anak jalanan ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak

Mulyadi selaku Kasie Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kabupaten Sidorajo,

mengatakan bahwa keberadaan anak jalanan di beberapa titik yang ada di Sidoarjo

yaitu seperti di Pertigaan Larangan, Perempatan Celep, dan GOR serta alun-alun,

seringkali memicu stigma negatif dari masyarakat, selain itu juga banyak

masyarakat yang menggambarkan mereka dekat dengan dunia miras, narkoba

bahkan sex bebas.

Melihat hal tersebut, Anik seorang politisi asal Partai Kebangkitan Bangsa

(8)

dari pemerintah yang dipusatkan pada titik tersebut, agar kawasan tersebut

terbebas dari kesan yang tak sedap. Disinggung mengenai acuan peraturan tentang

anak jalanan, politisi asal PKB ini menjelaskan bahwa kondisi anak jalanan ini

diatur dalam Perda dan masuk dalam Peraturan Daerah Kabupaten, Daerah tingkat

II Sidoarjo Nomor 5 tahun 2007 tentang penyelenggaraan ketentraman dan

ketertiban umum dalam Kabupaten Daerah tingkat II pasal 8 poin b pemerintah

daerah melakukan penertiban terhadap anak jalanan yang mencari penghasilan

dan meminta-minta dipersimpangan jalan dan lampu lalu lintas (traffic light) dan

fasilitas umum lainnya. Agar perda tersebut dapat berjalan efektif maka sangat

perlu untuk dilakukan sosialisasi yang baik.

Terkait pemberlakuan Peraturan Daerah No 5 Tahun 2007 tersebut peran

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dalam pemberdayaan anak jalanan di Kabupaten

Sidoarjo, diharapkan tidak bersifat teknis semata, namun juga dari sisi

kemanusiaan.

Operasi terpadu merupakan langkah awal yang dilakukan oleh Dinas

Kesejahteraan Sosial Kabupaten Sidoarjo dalam rangka menertibkan para anak

jalanan Dalam melakukan operasi penertiban terhadap anak jalanan Dinas

Kesejahteraan Sosial Kabupaten Sidoarjo tidak bekerja sendiri tetapi bekerjasama

dengan pihak lain atau instansi-instansi yang terkait seperti Polres Sidoarjo dan

Satpol PP. Kegiatan razia atau patroli untuk penertiban anak jalanan di wilayah

Sidoarjo yang dilakukan oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Sidoarjo

bersama – sama dengan Satpol PP dan Kepolisian dengan cara patroli berkeliling

ke wilayah-wilayah yang diperkirakan terdapat anak jalanan. merupakan bagian

(9)

Sidoarjo. Penertiban ini dilakukan 1 kali dalam 1 bulan, tetapi tidak menutup

kemungkinan operasi terpadu dilakukan lebih dari 1 kali tergantung situasi dan

kondisi yang ada dan memungkinkan untuk perlu dilakukan adanya penertiban

atau operasi terpadu. Kegiatan berikutnya setelah operasi, dilanjutkan dengan

kegiatan lain yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan yaitu identifikasi.

Pencatatan atau pendataan tentang identitas dari anak jalanan yang terjaring dalam

operasi terpadu. Anak Jalanan yang terjaring kemudian mereka didata tentang

segala identitas yang mereka miliki. Pendataan ini bertujuan untuk mengetahui

apakah Anak Jalanan yang bersangkutan sudah pernah tertangkap atau belum.

Setelah para anak jalanan ditertibkan kemudian di identifikasi, mana yang dari

luar Kabupaten Sidoarjo dan mana yang asli Kabupaten Sidoarjo, dan setelah

diidentifikasi anak jalanan yang berasal dari luar Kabupaten Sidoarjo diserahkan

kepada Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur untuk dipulangkan ke daerah asalnya

dan menjadi tanggungan Pemerintah Kabupaten atau kota setempat. Sementara

untuk anak jalanan yang berasal dari Kabupaten Sidoarjo di tangani langsung oleh

Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Sidoarjo.

Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo selaku pelaksana

dalam urusan rumah tangga daerah di bidang kesejahteraan sosial dan tugas

pembantuan. Dalam melaksanakan tugasnya Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja

menjalankan fungsi pelaksanaan pembinaan teknis dan bimbingan teknis dalam

rangka pelayanan terhadap usaha-usaha sosial. Hal ini dapat diwujudkan melalui

program kegiatan sosial kemasyarakatan salah satunya adalah program pembinaan

anak jalanan.

(10)

dilakukan oleh Dinas Kesejahteraan Sosial bagi anak – anak jalanan yang

terjaring rasia.. Untuk pembinaan yang pertama, anak jalanan tersebut mendapat

bimbingan sosial melalui bimbingan mental berupa ceramah agama dan ceramah

sosial. Bimbingan Sosial ini dilakukan untuk memberikan suatu bimbingan dan

pengarahan kepada para anak jalanan tentang ajaran nilai-nilai dan norma-norma

yang terkandung dalam agama dan masyarakat agar mereka dapat menjalankan

kehidupannya dengan baik. Setelah para anak jalanan mendapatkan bimbingan

sosial melalui ceramah agama dan ceramah sosial, mereka mendapatkan

pembinaan ketrampilan kerja, yang sesuai dengan bakat dan kemampuan mereka.

Hal ini dilakukan agar para anak jalanan mempunyai bekal ketrampilan yang

nantinya dapat digunakan untuk mencari kerja atau usaha baru sesuai dengan

kemampuan yang mereka miliki Dalam pemberian ketrampilan tersebut Dinas

Kesejahteraan Sosial bertindak sebagai mediator dengan maksud agar para anak

jalanan mendapatkan tenaga ahli yang sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Setelah para anak jalanan diberikan pembinaan sosial dan pembinaan ketrampilan

maka Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Sidoarjo memberikan bantuan

langsung berupa Bantuan ekonomi produktif dimana bantuan tersebut sesuai

dengan pelatihan ketrampilan yang mereka miliki, misalnya ketrampilan menjahit

mereka dibantu dengan disediakannya penjahitan, kemudian pertukangan mereka

juga disediakan alat-alat pertukangan seperti peralatan membuat mebel dan lain

sebagainya. Selanjutnya untuk mengevaluasi terhadap pelatihan dan pembinaan

dari berbagai kegiatan yang diikuti oleh anak – anak jalanan, dilakukan program

pengawasan dan evaluasi sehingga mereka mengatahui sejauh mana kegiatan

(11)

pembangunan kesejahteraan sosial.

Dari Fenomena tersebut diatas, mencerminkan bahwa peran Dinas Sosial

dan Tenaga Kerja Kecamatan Sidoardjo terhadap pemberdayaan anak jalanan

sangatlah besar. Akan tetapi pada kenyataan peran pemerintah dalam penanganan

anak jalanan dapat dikatakan sangat lamban dan masih kurang maksimal. Hal ini

terbukti dari data yang diperoleh dari Dinkesos mengenai jumlah anak jalanan

yang ada di Kecamatan Sidoarjo selama 5 (lima) tahun terakhir ini yaitu tahun

2006 samapai dengan tahun 2010, menunjukkan adanya peningkatan. Untuk lebih

jelasnya, maka berikut ini data jumlah anak jalan kecamatan Sidoarjo yang dapat

disajikan pada tabel 1, yaitu sebagai berikut :

Tabel 1 : Data J umlah Anak J alanan

Sumber : Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Sidoar jo, 2010

Berdasarkan pada tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah anak jalanan

di Kecamatan Sidoarjo selama 5 (lima) tahun terakhir ini yaitu tahun 2006

samapai dengan 2010, mengalami peningkatan, misalnya untuk tahun 2006

jumlah anak jalanan di Kecamatan Sidoarjo sebanyak 125 orang, Untuk tahun

2007 sebanyak 156 atau naik sebesar 24, 80% dari tahun 2006, Untuk tahun 2008

(12)

sebanyak 215 atau naik sebesar 14, 36% dari tahun 2008, dan Untuk tahun 2010

sebanyak 245 atau naik sebesar 13,95% dari tahun 2007. Fenomena ini

membuktikan bahwa peran pemerintah dalam penanganan anak jalanan khususnya

di Kecamatan Sidoarjo dapat dikatakan lamban dan masih kurang maksimal.

Dari uraian permasalahan diatas, maka peneliti merasa perlu untuk

mendeskripsikan mengenai pemberdayaan para anak jalanan yang diterapkan

selama ini oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Sidoarjo dan untuk

mengetahui model pemberdayaan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan, serta

harapan para anak jalanan dengan judul ”PERAN DINAS SOSIAL DAN

TENAGA KERJ A DALAM PEMBERDAYAAN ANAK J ALANAN ((Studi

Pada Anak J alanan Di Kecamatan Sidoar jo)”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dirumusan suatu masalah yaitu Bagaimanakah peran Dinas Sosial dan Tenaga

Kerja dalam pemberdayaan anak jalanan di Kecamatan Sidoarjo?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang peran Dinas Sosial dan

(13)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan

manfaat :

1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan :

Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sedikit

gambaran mengenai sebuah metode dari sekian banyak metode yang

memberikan kontribusi sebagai gambaran pengembangan metode-metode

selanjutnya.

2. Bagi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja :

Temuan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dan acuan untuk membantu dan membina para anak jalanan.

3. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur :

a Meningkatkan perbendaharaan bacaan bagi rekan–rekan mahasiswa

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

b Memperluas jaringan kerja sama dengan instansi atau lembaga lain yang

(14)

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh pihak lain dan dapat

dipakai sebagai bahan masukan dan kajian yang terkait dengan penelitian ini,

telah dilakukan oleh

1. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Astutik, S.Ag (Program pasca sarjanah

Universitas Airlangga; 2005) dengan judul : “Pengembangan Model

Pembinaan Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah Di Jawa Timur” Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa program pembinaan anak jalanan selama

ini melalui rumah singgah di wilayah Jawa Timur berjalan sesuai standart

layanan dari Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur. dan terdapat variasi konsep

dan pendekatan sesuai kebutuhan kondisi dilapangan dan daerah setempat.

Karena mustahil jika seluruh rumah singgah yang ada hanya kaku mengikuti

standart layanan yang ditentukan dari Dinas terkait. Dari variasi konsep dan

pendekatan yang muncul sesuai kebutuhan kondisi dilapangan tersebut

diharapkan akan memunculkan pengembangan model pembinaan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Sutari (Universitas Airlangga Surabaya;

2001) dengan judul : “Pemberdayaan Anak Jalanan di Rumah Singgah”.

Penelitian yang dilakukan lebih ingin menggambarkan atau

melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian ini yaitu dalam pelaksaan

pemberdayaan yang dilakukan lebih menekankan pada rangkaian kegiatan

(15)

usaha/mengembalikan status anak-anak jalanan ke dalam lingkungan

masyarakat sesuai dengan aturan dan norma-norma yang berlaku. Dari hasil

analisis diketahui bahwa program pemberdayaan anak jalanan melalui rumah

singgah, memang belum memenuhi target yang diharapkan, hal tersebut

berkaitan dengan faktor-faktor teknis maupun non teknik yang

mempengaruhi pelaksanaan program pemberdayaan anak jalanan dan banyak

hal yang menyebabkan anak-anak binaan tidak tertarik akan

kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh rumah.

Perbedaan dengan kedua penelitian di atas, yaitu penelitian yang dilakukan

Sri Utari dan Dwi Astuti lebih menekankan pada peran Rumah Singgah dalam

pemberdayaan anak jalanan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

lebih menekankan pada peran Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dalam

pemberdayaan anak jalanan di Kabupaten Sidoarjo.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Peranan

Peranan merupakan suatu kata yang sudah mendapat akhiran yaitu kata

dasar peran dan akhiran -an, sehingga menjadi peranan. Dalam kamus bahasa

Indonesia ada dua arti yaitu yang pertama adalah bagian yang dimainkan seorang

pemain, sedangkan arti kedua adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang

dalam suatu peristiwa.

Dalam pendapat lain yang dikemukakan oleh Soekanto (2000 : 268)

Peranan (Role) yakni merupakan aspek kedudukan (status). Apabila seseorang

(16)

menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah

untuk kepentingan ilmu pengetahuan keduanya tak dapat dipisahkan, karena yang

satu tergantung dengan yang lainnya.

Melihat dari artian peranan diatas maka antara kedudukan dengan peranan

tidak bisa dipisahkan. Jadi peranan seseorang dapat dilihat dari keberadaan dalam

masyarakat baik secara struktural maupun kultural.

Soekanto mengatakan lebih lanjut (2000 : 269) bahwa peranan mencakup

tiga hal sebagai berikut :

1. Peranan meliputi norma norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat

seseorang dalam masyarakat.

2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat diiakukan oleh individu

dalam hidup bermasyarakat sebagai suatu organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan perilaku individu yang penting bagi struktur

sosial masyarakat. Peranan yang melekat pada individu individu dalam

masyarakat penting bagi hal hal sebagai berikut :

a. Peranan harus dilaksanakan jika ingin mempertahankan kelangsungan

struktur masyarakat.

b. Peranan melekat pada individu-individu yang mampu melaksanakannya.

c. Belum tentu semua orang mampu melaksanakan peranannya secara baik

karena terbentur dengan kepentingan kepentingan pribadi dan

kepentingan orang lain.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa peranan adalah hak dan

kewajiban yang harus dilakukan oleh seseorang berkaitan dengan kedudukan,

(17)

2.2.2. Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat menurut Suharto (2006 : 58) adalah sebuah

proses dengan mana orang menjadi cukup kuat berpartisipasi dalam berbagai

pengontrolan dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta

lembaga-lembaga dan mempengaruhi kehidupannya.

Selanjutnya pemberdayan menurut Rappaport (1984) dalam Suharto (2006 :

59) adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas mampu

menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya.

Sedangkan Hulme dan Turner dalam Soekanto (2000 : 268) menyatakan

bahwa pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang

memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan

pengaruh lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan pemberdayaan adalah suatu

proses perubahan sosial yang dapat mempengaruhi kehindupan dari seseorang.

2.2.2.1.Tahapan Pemberdayaan

Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007 : 2-6) ada tiga tahapan dalam

pemberdayaan yaitu :

1. Penyadaran

Adalah pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka

mempunyai “sesuatu”.

2. Pengkapasitasan

Pengkapasitasan ini disebut capacity building atau memampukan manusia

baik dalam arti memampukan manusia, baik dalam konteks individu maupun

(18)

3. Pemberian daya

Pemberian daya ini disebut empowerment, pada tahap ini target diberikan

daya, kekuasaan, otoritas, atau peluang.

2.2.2.2.Tujuan Pemberdayaan

Menurut Sumodiningrat dalam Onny (2001 : 101) pemberdayan memiliki

tujuan kemanusiaan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin dengan

jalan sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi kebutuhan kelompok lokal setempat dengan tujuan dapat

memenuhi kebutuhan tersebut.

2. Merumuskan kegiatan untuk mencapai sasaran.

3. Menyiapkan dana dan kondisi.

4. Memobilisir sumber daya setempat atau luar untuk kegiatan pembangunan

setempat.

Sedangkan menurut Suharto (2006 : 58) pemberdayaan bertujuan untuk

meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung.

Selanjunya Mashoed (2004 : 40) mengatakan bahwa upaya pemberdayaan

masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan adalah :

1. Bantuan dana sebagai modal usaha.

2. Pembangunan prasana sebagai pendukung pengembangan sosial ekonomi

rakyat.

3. Penyediaan sarana untuk memperlancar pemasaran hasil produksi dan jasa

masyarakat.

4. Pelatihan bagi aparat dan masyarakat.

(19)

2.2.2.3.Strategi Pemberdayaan

Salah satu prasyarat bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat adalah

perlunya kondisi keterbukaan yang lebih besar dalam masyarakat. Peran

pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat menurut Onny (2001 : 106) antara

lain dapat dirumuskan melalui pendidikan kemandirian dengan berperan sebagai

berikut:

1. Fasilitator dan katalisator, yaitu melalui para pembina yang tinggal di

tengah-tengah kelompok menyertai proses perkembangan masyarakat, membantu

memecahkan masalah dan ikut menetukan alternatif pemecahan.

2. Pelatih dan pendidik, yaitu mencarikan dan menyalurkan informasi dan

pengalaman dari luar ke dalam kelompok melalui berbagai metode belajar

mengajar.

3. Pemupukan modal antara lain dengan mendorong upaya-upaya penghematan,

menabung, dan usaha produktif.

4. Penyelenggaraan proyek-proyek stimulant dalam meningkatkan kemandirian

kelompok-kelompok swadaya seperti proyek teknologi tepat guna, produksi

dan pemasaran.

Dengan mengacu pada strategi yang di kemukakan oleh Korten, Elliot dan

Brodhead dalam Onny (2001 : 103) memberdayakan masyarakat dilakukan

melalui tiga pendekatan sebagai berikut :

1. Pendekatan kemanusiaan, tujuan pendekatan ini adalah membantu secara

spontan dan sukarela kelompok masyarakat tertentu yang membutuhkan

bantuan karena terkena musibah, atau kurang beruntung. Pendekatan ini

dilakukan oleh lembaga penyandang dana seperti Yayasan Dana Gotong

(20)

2. Pendekatan pengembangan masyar akat, bertujuan mengembangkan,

memandirikan, dan menswadayakan masyarakat seperti Yayasan Sejahtera

Indonesia (YIS) yang merintis pos pelayanan terpadu (Posyandu) yang

kemudian menjadi salah satu program pemerintah.

3. Pendekatan pemberdayaan rakyat, bertujuan memperkuat posisi tawar

menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekanan

di segala bidang dan sektor kehidupan.

Menurut Kartasasmita dalam Onny (2001 : 105), untuk meraih keberhasilan

dalam proses pemberdayaan masyarakat tersebut, diupayakan langkah

pemberdayaan masyarakat :

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

berkembang (enabling) dengan mendorong, motivasi dan membangkitkan

potensi yang dimiliki untuk mengembangkan usahanya.

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering)

dengan diadakannya program untuk menggali potensi yang ada dalam

masyarakat.

3. Pemberdayaan mengandung pula arti melindungi (protecting) dengan adanya

peraturan perundangan yang secara jelas dan tegas melindungi masyarakat

yang lemah.

Hal-hal yang berkaitan dengan strategi tersebut akan dijelaskan sebagai

berikut :

1. Enabling.

Adalah menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi

(21)

setiap manusia, setiap masyarakat memiliki pootensi yang dapat dikembangkan.

Artinya tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya. Pemberdayaan artinya

tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya karena sudah punah,

pemberdayaan adalah untuk membangun daya. Itu yang mendorong, memotivasi

dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya

untuk mengembangkannya.

2. Empowering

Adalah memperkuat potensi yang dimiliki oleh masyarakat, untuk itu

diperlukan langkah-langkah lebih positif selain menciptakan iklim dan suasana.

Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan

berbagai masukan serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan

membuat masyarakat menjadi lebih berdaya. Untuk itu diperlukan program,

khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program yang umum, yang

berlaku untuk semua tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat..

3. Protecting

Adalah mengandung arti pula melindungi dalam proses pembedayaan harus

di cegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena kurang berdaya

menghadapi yang kuat. Oleh karena itu dalam konsep pemberdayaan masyarakat,

perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya, dalam

rangka ini peraturan perundangan yang secara jelas dan tegas melindungi

golongan yang lemah sangat diperlukan, melindungi harus dilihat sebagai upaya

untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang. Pemberdayaan

masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai

program pemberian, karena pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus

(22)

Menurut Soeharto (2006 : 66) pemberdayaan dapat dilakukan dengan tiga

aras atau matra pemberdayaan (empowering setting) yaitu :

1. Aras Mikro.

Pemberdayaan dilakukan melalui bimbingan, konseling, stres manajemen,

crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih dalam

menjalankan tugas-tugas kehidupannya.

2. Aras Mezzo.

Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media

intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan

sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan

sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang

dihadapinya.

3. Aras Makro.

Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar karena sistem

perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas.

2.2.2.4.Upaya Pemberdayaan

Menurut Mashoed (2004 : 44) dilihat dari profil kemiskinan (Property profil)

masyarakat terdapat beberapa masalah kemiskinan yang menjadi perhatian,

diantaranya :

1. Masalah kemiskinan tidak hanya masalah kesejahteraan (welfare) akan tetapi

masalah kerentanan. Disini berarti bahwa penanganan terhadap masalah

kemiskinan masyarakat di samping diarahkan untuk menangani masalah

kesejahteraan dengan memberikan sejumlah program peningkatan

(23)

2. Masalah kemiskinan adalah masalah ketidakberdayaan (powerlessness)

karena masyarakat tidak mendapatkan kesempatan untuk mengaktualisasikan

diri, tidak dapat kesempatan untuk ikut menentukan keputusan yang

menyangkut dirinya sendiri dan masyarakat tidak berdaya untuk mengatasi

permasalahan yang dihadapi.

3. Masalah kemiskinan adalah masalah tertutupnya akses masyarakat terhadap

peluang kerja, karena hubungan produksi di dalam masyarakat tidak memberi

peluang kepada mereka untuk berpartisipasi, baik disebabkan rendahnya

tingkat kwalitas sumber daya manusia maupun tidak terpenuhinya

persyaratan kerja.

4. Masalah kemiskinan dapat terwujud dalam bentuk rendahnya akses

masyarakat pada pasar lantaran aksesibilitas yang rendah dan karena kondisi

alam yang miskin.

5. Masalah kemiskinan yang teridentifikasi karena penghasilan masyarakat

sebagian besar dihabiskan untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan

dalam kuantitas dan kualitas yang terbatas, sehingga produktivitas mereka

menjadi rendah. Masalah kemiskinan juga ditandai dengan tingginya depency

ratio karena besarnya anggota keluarga sehingga berpengaruh terhadap

kemampuan untuk membiayai pendidikan dan kesehatan. Akibatnya kualitas

sumber daya manusianya menjadi rendah.

2.2.3. Pengertian Anak

Konsep “anak” didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda,

(24)

Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, anak adalah seseorang yang berusia di

bawah 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan menurut UU No. 23 Tahun 2002

tentang perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Untuk kebutuhan penelitian ini, anak didefinisikan sebagai seorang manusia

yang masih kecil yang berkisar usianya antara 6–16 tahun yang mempunyai

ciri-ciri fisik yang masih berkembang dan masih memerlukan dukungan dari

lingkungannya.

Seperti manusia pada umumnya, anak juga mempunyai berbagai kebutuhan:

jasmani, rohani dan sosial. Menurut Abraham H. Maslow dalam Mangkunegara,

(2001 : 94), menyatakan bahwa kebutuhan manusia itu mencakup : kebutuhan

fisik (udara, air, makan), kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk menyayangi dan

disayangi, kebutuhan untuk penghargaan, kebutuhan untuk mengaktualisasikan

diri dan bertumbuh.

Sebagai manusia yang tengah tumbuh-kembang, anak memiliki keterbatasan

untuk mendapatkan sejumlah kebutuhan tersebut yang merupakan hak anak.

Orang dewasa termasuk orang tuanya, masyarakat dan pemerintah berkewajiban

untuk memenuhi hak anak tersebut. Permasalahannya adalah orang yang berada

di sekitarnya termasuk keluarganya seringkali tidak mampu memberikan hak-hak

tersebut. Seperti misalnya pada keluarga miskin, keluarga yang pendidikan orang

tua rendah, perlakuan salah pada anak, persepsi orang tua akan keberadaan anak,

dan sebagainya. Pada anak jalanan, kebutuhan dan hak-hak anak tersebut tidak

dapat terpenuhi dengan baik. Untuk itulah menjadi kewajiban orang tua,

masyarakat dan manusia dewasa lainnya untuk mengupayakan upaya

(25)

Berbagai upaya telah dilakukan dalam merumuskan hak-hak anak. Respon ini

telah menjadi komitmen dunia international dalam melihat hak-hak anak. Ini

terbukti dari lahirnya konvensi internasional hak-hak anak. Indonesiapun sebagai

bagian dunia telah meratifikasi konvensi tersebut. Keseriusan Indonesia melihat

persoalan hak anak juga telah dibuktikan dengan lahirnya Undang-undang RI

Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Tanpa terkecuali, siapapun

yang termasuk dalam kategori anak Indonesia berhak mendapatkan hak-haknya

sebagai anak.

2.2.3.1.Pengertian Anak J alanan

Anak jalanan merupakan “sebuah fenomena masyarakat yang menunjukkan

terganggunya social fanctuoringnya”. Dikatakan terganggu social fanctuoringnya

karena seharusnya seorang anak berada pada posisi Rumah Singgah, sekolah, atau

lingkungan bermain yang didalamnya terdapat interaksi yang mendukung

perkembangan anak tersebut (Hanadi. 2001 : 32).

Lain halnya dengan Dinas Sosial yang mengartikan bahwa anak jalanan

adalah yang berusia 6-18 tahun, menghabiskan waktu di jalan minimal 4 jam

untuk mencari nafkah di jalan atau di tempat-tempat umum lainnya.

Sedangkan menurut Rumah Singgah “Anak Ceria” anak jalanan adalah

anak-anak yang menghabiskan waktunya di jalan atau kehidupan luar rumah atau out

door life. Mereka biasanya kita jumpai di tempat/faslitas umum kota, seperti

pasar, terminal, plaza-plaza, stasiun, traffic ligth, dan lain-lain. Anak jalanan

umum berasal dari keluarga marginal perkotaan, kaum urbanis, anak bermasalah,

(26)

jalanan, khususnya Rumah Singgah di bawah pengawasan pemerintah. Definisi

ini tidak bermaksud pada remaja yang sering menghabiskan waktu di pusat-pusat

perbelanjaan atau tempat-tempat umum lainnya, tidak dengan bertujuan mencari

nafkah. (Hanadi, 2001 : 36)

Tentang siapa yang disebut sebagai “Anak Jalanan” belum ada juga

kesepakatan ataupun batasan-batasan teknis. Dari segi usia terdapat variasi pula.

Ada yang masih dalam usia sekolah, sekalipun demikian rata-rata anak jalanan

adalah para remaja yang kegiatannya menyatu dengan jalanan kota. Mereka tidak

bisa disebut anak terlantar, anak penggelandang, anak pengemis, anak nakal, toh

anak-anak remaja kita ini dengan nyata-nyata melaksanakan kegiatan yang dapat

saja disebut menjual jasa dan produk fisik lainnya. Anak jalanan muncul karena

ketimpangan struktur penduduk, dimana usia muda jumlahnya banyak, sedangkan

tingkat kesejahteraan mereka masih minim sekali, juga kehadiran anak jalanan

dari pengaruh alkohol, budaya pendidikan dan psikologis. (Tunggioe, 2002 : 115)

2.2.3.2.Pengertian Dan Karakteristik Anak J alanan

Sebenarnya istilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di Amerika

selatan, tepatnya di Brazilia, dengan nama meninos de ruas untuk menyebut

kelompok anak-anak yang hidup di jalanan dan tidak memiliki tali ikatan dengan

(Bambang, 2004 : 9), Namun, di beberapa tempat lainnya istilah anak jalanan

berbeda-beda. Di Colombia mereka disebut gamin (urchin atau melarat) dan

chinches (kutu kasur), marginais (kriminal atau marginal) di Rio, bui doi (anak

dekil) di Vienam, balados (pengembara) di Zaire dan Kongo. Istilah-istilah

(27)

posisi masyarakat. Semua anak sebenarnya memiliki hak penghidupan yang layak

tidak terkecuali pada anak jalanan. Namun ternyata realita berbicara lain,

mayoritas dan bisa dikatakan aemua anak jalanan terpinggirkan dalam segala

aspek kehidupan.

Menurut PBB anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar

waktunya di jalanan untuk bekerja, bermain atau beraktifitas lain. Anak jalanan

tinggal di jalanan karena dicampakkan atau tercampak dari keluarga yang tidak

mampu menanggung beban karena kemiskinan dan kehancuran keluarganya.

Umumnya anak jalanan bekerja sebagai pengasong, pemulung, tukang semir,

pelacur anak, dan pengais sampah. Tidak jarang menghadapi resiko kecelakaan

lalu lintas, pemerasan, perkelahian, dan kekerasan lain. Anak jalanan lebih mudah

tertular kebiasaan tidak sehat dari kultur jalanan, khususnya seks bebas dan

penyalagunaan obat. Lebih memprihatinkan lagi, lingkungan akan mendorong

anak jalanan menjadi obyek seksual seperti sodomi atau pelacuran anak.

Sementara itu menurut Soedijar (2000) dalam studinya menyatakan bahwa

anak jalanan adalah usia antara 7 tahun sampai 15 tahun yang bekerja di jalanan

dan tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketenteraman dan keselamatan

orang lain serta membahayakan keselamatan dirinya.

Selain itu Rahayu (2002) mendefinisikan anak jalanan adalah merupakan

anak-anak yang berusia di bawah 21 tahun yang berada di jalanan untuk mencari

nafkah dengan berbagai cara (tidak termasuk pengemis, gelandangan, bekerja di

toko/kios.

Dalam buku “Intervensi Psikososial” Depsos, (2001:20), mendefinisikan

(28)

mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.

definisi tersebut memberikan 4 (empat) faktor penting yang saling terkait yaitu

sebagai berikut :

1. Anak-anak.

2. Menghabiskan sebagian waktunya.

3. Mencari nafkah atau berkeliaran.

4. Jalanan dan tempat-tempat umum lainnya.

Bersarkan hasil kajian di lapangan, secara garis besar anak jalanan di

bedakan menjadi tiga kelompok (Surbakti dkk, eds : 2003) :

Pertama, Children on the str eet, yakni anak-anak yang mempunyai

kegiatan ekonomi-sebagai pekerja anak-di jalan, tetapi masih mempunyai

hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka

dijalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga

ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti di

tanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.

Kedua, Childr en of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di

jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih

mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekwensi pertemuan mereka

tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu

sebab-biasanya kekerasan lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian

menunjukkan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan

salah, baik secara sosial, emosional, fisik maupun seksual.

Ketiga, Childr en fr om families of the street, yakni anak-anak yang berasal

(29)

hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang ambing

dari satu tempat ke tempat lain dengan segala resikonya. Salah satu ciri penting

dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak masih

bayi-bahkan sejak masih dalam kandungan. Di Indonesia kategori ini mudah ditemui di

berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api dan

pinggiran sungai- walau secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara

pasti.

Menurut penelitian Departemen Sosial dan UNDP di Jakarta dan Surabaya

(BKSN, 2000 : 2-4) anak jalanan di kelompokkan dalam empat kategori :

1. Anak jalanan yang hidup di jalanan, dengan kriteria :

a. Putus hubungan atau lama tidak ketemu dengan orang tuanya;

b. 8-10 jam berada di jalan untuk “bekerja” (mengamen, mengemis,

memulung) dan sisanya menggelandang/tidur;

c. Tidak lagi sekolah;

d. Rata-rata berusia dibawah 14 tahun

2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan, dengan kriteria :

a. Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya;

b. 8-16 jam berada di jalanan;

c. Mengontrak kamar sendiri, bersama teman; ikut orang tua/saudara,

umumnya di daerah kumuh;

d. Tidak lagi sekolah;

e. Pekerjaan : penjual koran, pengasong, pencuci bus, pemulung, penyemir

sepatu, dll;

(30)

3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, dengan kriteria :

a. Bertemu teratur setiap hari / tinggal dan tidur dengan keluarganya;

b. 4-5 jam kerja di jalanan;

c. Masih bersekolah;

d. Pekerjaan : penjual koran, penyemir, pengamen, dll;

e. Usia rata-rata di bawah 14 tahun.

4. Anak jalanan berusia di atas 16 tahun, dengan kriteria :

a. Tidak lagi berhubungan/berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya;

b. 8-24 jam berada di jalanan;

c. Tidur di jalan atau di rumahorang tua;

d. Sudah tamat SD atau SLTP namun tidak bersekolah lagi;

e. Pekerjaan : calo, mencuci bis, menyemir, dll.

Dalam buku “standar pelayanan sosial anak jalanan melalui rumah singgah”

(2002 : 13-15). Setiap rumah singgah boleh menentukan sendiri kategori anak

jalanan yang didampingi. Kategori anak jalanan dapat disesuaikan dengan kondisi

anak jalanan di masing-masing kota. Secara umum kategori anak jalanan sebagai

berikut :

1. Anak jalanan yang hidup di jalanan dengan cirinya sebagai berikut :

a. Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya minimal

setahun yang lalu.

b. Berada di jalanan seharian untuk bekerja dan menggelandang.

c. Bertempat tinggal di jalanan dan tidur sembarangan tempat seperti

emper toko, kolong jembatan, taman, terminal, stasiun, dll.

(31)

2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan :

a. Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, yakni pulang secara

periodik misalnya seminggu sekali, sebulan sekali, dan tidak tentu.

Mereka umumnya berasal dari luar kota yang bekerja di jalanan.

b. Berada di jalanan sekitar 8-12 jam untuk bekerja, sebagian mencapai 16

jam.

c. Bertempat tinggal dengan car mengontrak sendiri arau bersama teman,

dengan orang tua/saudaranya, atau di tempat kerjanya di jalan.

d. Tidak bersekolah lagi.

3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, cirinya adalah :

a. Setiap hari bertemu dengan orang tuanya (teratur).

b. Berada di jalanan sekitar 4-6 jam untuk bekerja.

c. Tinggal dan tidur bersama orang tua/wali.

d. Masih bersekolah.

Lebih jelasnya dalam buku “modul pelatihan pimpinan rumah singgah”

(BKSN, 2006 : 61-62) kategori dan karakteristik anak jalanan :

1. Kelompok anak yang hidup dan bekerja di jalanan.

Karakteristiknya :

a. Menghabiskan seluruh waktunya di jalanan.

b. Hidup dalam kelompok kecil atau perorangan.

c. Tidur di ruang-ruang/cekungan di perkotaan, seperti : terminal, stasiun,

emperan toko, kolong jembatan, dan pertokoan.

d. Hubungan dengan orang tua biasanya sudah putus.

(32)

f. Bekerja sebagai pemulung, ngamen, mengemis, dan semir..

g. Berpindah-pindah tempat.

2. Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan dan masih pulang kerumah

orang tua mereka setiap hari.

Karakteristiknya :

a. Hubungan dengan orang tua masih ada tapi tidak harmonis.

b. Sebagian besar dari mereka telah putus sekolah dan sisanya rawan untuk

meninggalkan bangku sekolah.

c. Rata-rata pulang setiap hari atau seminggu sekali.

d. Bekerja sebagai : pengemis, pengamen di perempatan, kernet, asongan

koran dan ojek payung.

3. Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan dan pulang ke desanya antara

satu hingga dua bulan sekali.

Karakteristiknya :

a. Bekerja di jalanan sebagai pedagang asongan, menjual makanan keliling,

kuli angkut barang.

b. Hidup berkelompok bersama orang-orang yang berasal dari satu daerah

dengan cara mengontrak rumah tinggal di sarana-sarana umum/tempat

ibadat seperti masjid.

c. Pulang antara 1 hingga 3 bulan sekali.

d. Ikut membiayai keluarga di desanya.

e. Putus sekolah.

4. Anak remaja jalanan bermasalah (ABG)

Karateistiknya :

(33)

b. Sebagian sudah putus sekolah.

c. Terlibat masalah narkotika dan obat-obatan lainnya.

d. Sebagian dari mereka melakukan pergaulan seks bebas, pada beberapa

anak perempuan mengalami kehamilan dan mereka rawan untuk terlibar

prostitusi.

e. Berasal dari keluarga tidak harmonis.

Lebih rinci dalam buku “Intervensi Psikososial” (Depsos, 2001 : 23-24)

karakteristik anak jalanan di tuangkan dalam matrik berupa tabel ciri-ciri fisik dan

psikis anak jalanan berikut ini :

1. Ciri fisik :

a. Warna kulit kusam

b. Rambut kemerah-merahan

c. Kebanyakan berbadan kurus

d. Pakaian tidak terurus

2. Ciri psikis :

a. Mobilitas tinggi

b. Acuh tak acuh

c. Penuh curiga

d. Sangat sensitif

e. Berwatak keras

f. Kreatif

g. Semangat hidup tinggi

h. Berani menanggung resiko

(34)

Lebih lanjut dijelaskan dalam buku tersebut, indikator anak jalanan :

1. Usia berkisar antara 6 tahun sampai 18 tahun.

2. Intensitas berhubungan dengan keluarga :

a. Masih berhubungan secara teratur minimal bertemu sekali setiap hari.

b. Frekwensi berkomunikasi dengan keluarga sangat kurang.

c. Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga.

3. Waktu yang di habiskan di jalanan lebih dari 4 jam setiap hari.

4. Tempat tinggal :

a. Tinggal bersama orang tua

b. Tinggal berkelompok dengan teman-temannya

c. Tidak mempunyai tempat tinggal.

5. Tempat anak jalanan sering di jumpai di : pasar, terminal bus, stasiun kereta

api, taman-taman kota, daerah lokalisasi WTS, perempatan jalan, pusat

perbelanjaan atau mall, kendaraan umum, tempat pembuangan sampah.

6. Aktivitas anak jalanan : menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo,

menjajakan koran/majalah, mengelap mobil, mencuci kendaraan, menjadi

pemulung, pengamen, menjadi kuli angkut, dan menyewakan payung

7. Sumber dana dalam melakukan kegiatan : modal sendiri, modal kelompok,

modal majikan/patron, stimulan/bantuan.

8. Permasalahan : korban eksploitasi seks, rawan kecelakaan lalu lintas,

ditangkap petugas, konflik dengan anak lain, terlibat tindakan kriminal,

ditolak masyarakat lingkungannya.

9. Kebutuhan anak jalanan : aman dalam keluarga, kasih sayang, bantuan usaha,

pendidikan, bimbingan keterampilan, gizi dan kesehatan, hubungan harmonis

(35)

2.2.3.3.Faktor-Faktor Penyebab Timbul Dan Tumbuhnya Gejala Anak

J alanan

Sementara ini banyak orang mengira bahwa faktor utama yang menyebabkan

anak turun ke jalanan untuk bekerja dan hidup di jalan adalah karena faktor

kemiskinan. Namun data dari literatur yang ada menunjukkan bahwa kemiskinan

bukanlah satu-satunya faktor penyebab anak turun ke jalan.

Berikut ini adalah secara umum, dapat dijelaskan bahwa ada 3 (tiga)

tingkatan penyebab keberadaan anak jalanan, yaitu sebagai berikut (Depsos, 2001

: 25-26) :

1. Tingkat mikro (immediate causes), yaitu faktor yang berhubungan dengan

anak dan keluarganya.

2. Tingkat messo (underlying causes), yaitu faktor yang ada di masyarakat.

3. Tingkat makro (basic causes), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur

makro.

Pada tingkat mikro sebab yang bisa diidentifikasi dari anak dan keluarga

yang berkaitan tetapi juga bisa berdiri sendiri, yakni :

1. Lari dari keluarga, disuruh bekerja baik masih sekolah atau sudah putus

sekolah, berpetualang, bermain-main atau diajak teman.

2. Sebab dari keluarga adalah terlantar, ketidakmampuan orang tua

menyediakan kebutuhan dasar, ditolak orang tua, salah perawatan atau

kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan keluarga atau tetangga,

terpisah dengan orang tua, sikap-sikap yang salah terhadap anak,

keterbatasan merawat anak yang mengakibatkan anak menghadapi masalah

(36)

Pada tingkat mikro (masyarakat), sebab yang dapat di identifikasi meliputi :

1. Pada masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu peningkatan

keluarga, anak-anak diajarkan bekerja yang berakibat drop out dari sekolah.

2. Pada masyarakat lain, urbanisasi menjadi kebiasaan dan anak2 mdngikuti

kebiasaan itu.

3. Penolakan masyarakat dan anggapan anak jalanan sebagai calon kriminal.

Pada tingkat makro (struktur masyarakat), sebab yang dapat diidentifikasi adalah :

1. Ekonomi adalah peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu

membutuhkan modal keahlian, mereka harus lama di jalanan dan

meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa dan kota yang mendorong

urbanisasi.

2. Pendidikan adalah biaya sekolah yang tinggi, prilaku guru yang diskriminatif,

ketentuan teknis dan birokratis yang mengalahkan kesempatan belajar.

3. Belum beragamnya unsur-unsur pemerintah memandang anak jalanan antara

sebagi kelompok yang memerlukan perawatan (pendekatan kesejahteraan)

dan pendekatan yang menganggap anak jalanan sebagai trouble maker atau

pembuat masalah (security approach/pendekatan keamanan).

Atau dengan kata lain faktor-faktor yang membuat keluarga dan anaknya

terpisahkan (BKSN, 2000 : 111) adalah :

1. Faktor pendorong :

a. Keadaan ekonomi keluarga yang semakin dipersulit oleh besarnya

kebutuhan yang ditanggung kepala keluarga, sehingga tidak mampu

memenuhi kebutuhan keluarga, maka anak-anak disuruh ataupun dengan

sukarela membantu mengatasi kondisi ekonomi tersebut.

b. Ketidakserasian dalam keluarga, sehingga anak tidak betah tinggal di

(37)

c. Adanya kekerasan atau perlakuan salah dari orang tua terhadap anaknya

sehingga anak lari dari rumah.

d. Kesulitan hidup di kampung, anak melakukan urbanisasi untuk mencari

pekerjaan mengikuti orang dewasa.

2. Faktor penarik :

a. Kehidupan jalanan yang menjanjikan, di mana anak mudah

mendapatkan uang, anak bisa bermain dan bergaul dengan bebas.

b. Diajak teman.

c. Adanya peluang di sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan

modal dan keahlian.

Di samping faktor-faktor tersebut di atas lingkungan komunitas juga sebagai

penyebab bagi gejala anak di jalanan terutama yang erat kaitannya dengan fungsi

stabilitas sosial dari komunitas itu sendiri. Ada dua fungsi stabilitas komunitas,

yaitu pemeliharaan tata nilai dan pendistribusian kesejahteraan dalam kalangan

komunitas yang bersangkutan. Dalam pemeliharaan tata nilai misalnya tetangga

atau tokoh masyarakat tidak menasihati menegor, ataupun melarang anak

berkeliaran di jalan. Dan berkenaan dengan pendistribusian kurangnya bantuan

dari tetangga atau organisasi sosial kemasyarakatan terhadap keluarga miskin

dilingkungkannya. Dengan kata lain belum memberikan perlindungan terhadap

anak yang terlantar dilingkungkan komunitasnya.

Lebih jauh lagi disebutkan, ada beberapa faktor yang saling mempengaruhi

anak turun ke jalan :

1. Meningkatnya “gejala” masalah keluarga, seperti :

a. Kemiskinan

(38)

c. Perceraian

d. Kawin muda

e. Kekerasan dalam rumah tangga, dll

2. Penggusuran dan pengusiran keluarga miskin dari tanah atau rumah milik

mereka dengan alasan “demi pembangunan”, mereka semakin tidak berdaya

dengan kebijakan ekonomi makro pemerintah yang lebih menguntungkan

segelintir orang.

3. Migrasi desa ke kota dalam mencari kerja, yang diakibatkan kesenjangan

pembangunan desa-kota, kemudian transportasi dan ajakan kerabat, membuat

banyak keluarga dari desa pindah ke kota dan sebagian dari mereka terlantar,

hal ini mengakibatkan anak-anak mereka terlempar ke jalan.

4. Melemahnya keluarga besar, di mana keluarga besar tersebut tidak mampu

lagi membantu terhadap keluarga-keluarga inti, hal ini diakibatkan karena

pergeseran nilai, dan kondisi ekonomi, serta kebijakan pembangunan

pemerintah.

5. Adanya kesenjangan sistem jaring pengaman sosial sehingga jaring

pengamanan sosial tidak ada ketika keluarga dan anak menghadapi kesulitan.

6. Pembangunan telah mengorbankan ruang bermain bagi anak (lapangan,

taman, dan lahan-lahan kosong). Dampak sangat terasa pada daerah-daerah

kumuh perkotaan, di mana anak-anak menjadikan jalan sebagai ajang

bermain dan bekerja.

7. Meningkatnya angka anak putus sekolah karena alasan ekonomi, telah

mendorong sebagian anak untuk menjadi pencari kerja dan jalanan mereka

(39)

8. Kesenjangan komunikasi antara orang tua dan anak di mana orang tua sudah

tidak mampu lagi memahami kondisi serta harapan anak-anak telah

menyebabkan anak mencari kebebasan.

Dari uraian di atas, beberapa faktor yang saling tarik-menarik munculnya

gejala anak jalanan dan semakin berkembang yang secara kuantitatif jumlah anak

jalanan semakin sulit diprediksi.

2.2.3.4.Pr oses Terjadinya Anak J alanan.

Menurut Sukadi (2001 : 10) mengungkapkan bahwa proses terjadinya anak

jalanan dibagi dalam beberapa tahapan :

1. Pengetahuan sampai adanya ketertarikan

Ada kebiasaan semakin berkelompok dari anak-anak di perkampungan.

Mereka ini biasanya bersama kelompoknya jalan-jalan ke tempat sebagai mana

telah disepakati bersama. Di perjalanan mereka menjumpai anak-anak jalanan

sedang bekerja. Sampai di sini masih sebatas melihat dan sebagai pengetahuan

mereka, bahwa ada pekerjaan yang bisa menghasilkan uang dan itu bisa dilakukan

anak seusia mereka. Pada tahap ini masih tergantung pada masing-masing anak,

seberapa besar perhatian dan ketertarikan pada pekerjaan tersebut. Namun dalam

tahap ini tidak membuat anak langsung turun ke jalan, melainkan bergantung pada

stimulus berikutnya (ada fasilitas).

2. Ketertarikan sampai keinginan

Dalam tahap ini merupakan tahap ketertarikan yang telah mendapat

“fasilitas” atau faktor pendorong, seperti kondisi ekonomi atau kondisi keretakan

hubungan orang tua. Fasilitas tersebut, akan semakin memperkuat keinginan

(40)

3. Pelaksanaan

Si anak mulai melaksanakan niatan dengan mendatangi tempat operasi. Bila

disini mereka menemukan teman yang sudah dikenal maka keinginan segera

terealisasi meski agak malu-malu.

4. Mulai memasuki kehidupan anak jalanan

Dalam tahap ini si anak akan diterpa berbagai pengaruh kehidupan jalanan.

Namun demikian hal ini juga tergantung pada diri anak itu sendiri dan teman yang

membawanya. Yang tak kalah penting peranan orang tua untuk tetap

mengontrolnya. Bila ketiga pihak masih berada di jalanan, anak akan tetap positif

dan telah tercabut dari norma dan nilai yang telah dipegang sebelumnya.

5. Terjerumusnya atau kembali pada kehidupan wajar

Bila dalam perkembangannya si anak merasa bahwa mencari nafkah di

jalanan semakin sulit, maka ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama

bertahan dengan tetap memegang norma kemasyarakatan atau keluar dari

komunitas jalanan. Kemungkinan kedua bila menerima stimulus baik dari kawan

maupun pihak lain untuk berbuat negatif, maka si anak sudah masuk dalam

kategori anak jalanan bebas di mana norma agama dan kemasyarakatan cenderung

ditinggalkan. Pada tahap inilah kecenderungan berperilaku menyimpang terjadi

seperti, judi, seks bebas, atau tindakan kriminal lainnya.

2.2.3.5.Kelemahan Anak J alanan dan Hambatan.

Menurut Teori Radikalisme, Robert K Merton (1938) dalam Sukadi (2001 :

12) menyatakan bahwa para penghuni liar sebagai revolusionis, yang artinya para

(41)

akan menjadi pengacau sosial serta memegang suatu pandangan politik yang

radikal. Argumentasi yang mendasari hal ini adalah bahwa para migran

meninggalkan tempat tinggal mereka dengan harapan yang tidak realistis

mengenai kehidupan baru yang ditawarkan kota kepada mereka. Setibanya di kota

mereka merasa asing dan tersendiri didalam mencari harapan mereka sendiri, dan

sebaliknya mereka menjadi frustasi oleh permasalahan yang tidak bisa mereka

selesaikan seperti pendidikan, pekerjaan dan pelayanan kesehatan. Kekecewaan

ini berlanjut ketika mereka melihat sekeliling mereka gemerlapan kehidupan

perkotaan lewat media massa yang tidak mampu mereka peroleh. Tidak adanya

keseimbangan antara kemampuan dan realitas yang ada di sekitar mereka,

membuat kelompok ini cenderung radikal.

Menurut penelitian psikologis di tahun 1960-an, kekecewaan dan rasa frustasi

ini dapat mengarah pada sikap agresif yang berarti bahwa para migran selalu

dipandang sebagai orang yang mudah marah di dalam tindak kekerasan ataupun

aktivitas revolusioner karena mereka tidak mampu memenuhi aspirasi mereka.

Kebijakan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo periode 2010

– 2011 melakukan serangkaian kegiatan, yaitu sebagai berikut :

1. Penertiban anak jalanan yaitu operasi terpadu bersama Satuan Polisi Pamong

Praja, Kepolisian Resort Sidoarjo dan Komando Rayo Militer. yang meliputi :

a. Razia dan Patroli

Merupakan proses penangkapan terhadap anak jalanan yang ada di

wilayah Kabupaten Sidoarjo dan dilakukan secara bersama-sama oleh

pihak Satpol PP, Kepolisian, dan Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten

(42)

b. Melakukan identifikasi.

Merupakan suatu kegiatan pencatatan atau pendataan yang

dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja tentang identitas dari anak

jalanan yang terjaring dalam operasi terpadu.

2. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja melakukan pembinaan anak jalanan, yang

meliputi :

a. Bimbingan Sosial

Merupakan suatu.pembinaan sosial dengan melalui ceramah

agama dan ceramah sosial

b. Pelatihan dan Ketrampilan.

Merupakan suatu.pembinaan sosial dengan memberikan pelatihan

dan ketrampilan, sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh

anak jalanan.

c. Program Usaha Ekonomi Produktif

Bantuan yang diberikan sesuai dengan program pelatihan dan

ketrampilan yang diberikan misalnya mesin jahit untuk anak jalanan yang

mempunyai kemampuan menjahit, dan alat-alat pertukangan untuk anak

jalanan yang mempunyai kemampuan bertukang.

d. Pengawasan dan Evaluasi

Pengawasan dilakukan terhadap anak jalanan yang ditampung

dalam pembinaan Dinas Sosial dan Melakukan evaluasi terhadap

pelatihan dan pembinaan dari berbagai kegiatan yang diikuti oleh anak –

(43)

2.3. Kerangka Ber fikir.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disusun suatu model alur kerangka

berfikir, yang disajikan pada gambar 1, sebagai berikut :

Gambar 1 : Kerangka berpikir

Sumber : Teori yang telah diolah. Operasi terpadu :

1. Razia atau Patroli 2. Kerja sama dalam

pelaksanaan operasi terpadu 3. Lokasi atau tempat operasi

penertiban 4. Identifikasi

Terciptanya Anak Jalanan Terbedayakan

Pembinaan anak jalanan : 1. Bimbingan Sosial

2. Pelatihan dan Ketrampilan

3. Program Usaha Ekonomi Produktif Peran Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo No. 5 tahun 2007 tentang Ketentraman

dan Ketertiban Umum Sosial dan Tenaga Kerja UU No. 23 tahun 2002 tentang

perlindungan anak

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. J enis Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang baik dalam suatu penelitian, maka diperlukan

teknik-teknik tertentu secara ilmiah atau sering disebut dengan metode penelitian.

Untuk kepentingan itu maka perlu diketahui dan dipelajari hingga tercapai tujuan

yang diinginkan. Hal ini sangat penting karena dengan metode penelitian akan

dapat diperoleh data yang valid dan relevan dengan tujuan penelitian.

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka metode penelitian yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif.

Melalui metode kualitatif, peneliti mendengar dan melihat narasumber berbicara

yang sesungguhnya tentang dirinya sendiri sesuai dengan perspektif

masing-masing dan mengamati mereka berperilaku seadanya sesuai dengan posisi dan

peran di dalam sistem sosial masing-masing pula.

Sedangkan defenisi lain penelitian kualitatif menurut (Kirk dan Miler dalam

Moleong, 2007 : 4) adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang

secara fundamental bergantung pada kawasannya sendiri dan berhubungan dengan

orang-orang tersebut, dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

3.2. Situs Penelitian

Situs Penelitian merupakan tempat yang digunakan oleh peneliti untuk

mendapatkan keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti guna memperoleh data.

(45)

penelitian, maka peneliti menetapkan situs penelitian ini dilakukan di Dinas Sosial

dan Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo sebagai instansi yang bertanggungjawab

dan mempunyai peranan penting dalam melakukan pemberdayaan anak jalanan

yang ada di Kabupaten Sidoarjo.

3.3. Fokus Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, ada yang disebut dengan batasan masalah.

Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus yang berisi

pokok masalah (Moleong, 2007 : 93). Apabila tidak dibatasi dimungkinkan akan

terjebak pada melimpahnya volume data yang diperoleh di lapangan. Selain itu

fokus penelitian sangat penting untuk dijadikan sebagai sarana untuk memandu

dan mengarahkan jalannya penelitian. Oleh karena itu untuk membatasi ruang

gerak penelitian agar ada batasan tentang data mana yang harus dan tidak perlu

dikumpulkan (inclusion-exslusion crieteria). sehingga menghasilkan kesimpulan

yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitiaan yang dirumuskan, maka

dapat ditarik fokus penelitiaan antara lain :

1. Operasi Terpadu

Merupakan operasi yang dilakukan oleh Dinas Kesejahteraan Sosial

Kabupaten Sidoarjo dalam rangka menertibkan para anak jalanan dengan cara

menagkap anak jalanan di wilayah operasi dan di bawah ke tempat penampungan

sementara guna tindakan lebih lanjut, Adapu kajian sasarannya, yaitu :

a. Razia atau patroli

Merupakan proses penangkapan terhadap anak jalanan yang ada di

wilayah Kabupaten Sidoarjo dan dilakukan secara bersama-sama oleh

pihak Satpol PP, Kepolisian, dan Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten

(46)

b. Kerja sama dalam pelaksanaan operasi terpadu terhadap operasi terpadu

Dalam melakukan razia atau patroli Dinas Sosial dan Tenaga

Kerja Kabupaten Sidoarjo tidak bekerja sendiri tetapi bekerja sama

dengan pihak lain atau instansi yg terkait yaitu Polres Sidoarjo dan Satpol

PP dan operasi tersebut disebut dengan operasi terpadu.

c. Lokasi atau tempat operasi terpadu.

Tempat atau lokasi penenrtiban yang dilakukan Dinas Sosial dan

Tenaga Kerja Sidoarjo beserta Polres Sidoarjo dan Satpol PP meliputi

beberapa lokasi-lokasi yang biasanya menjadi tempatanak jalanan

beroprasi atau juga di tempat-tempat keramaian, dan keberadaan anak

jalanan di tempat tersebut secara langsung maupun tidak langsung dapat

mengganggu ketertiban umum, maka perlu dilakukannya operasi terpadu

d. Identifikasi

Merupakan suatu kegiatan pencatatan atau pendataan tentang

identitas dari anak jalanan yang terjaring dalam operasi terpadu.

2. Pembinaan Anak Jalanan oleh Dinas Kesejahteraan Sosial, meliputi

a. Bimbingan Sosial

Merupakan suatu.pembinaan sosial dengan melalui ceramah

agama dan ceramah sosial

b. Pelatihan dan Ketrampilan

Merupakan suatu.pembinaan sosial dengan memberikan pelatihan

dan ketrampilan, sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh

(47)

c. Program Usaha Ekonomi Produktif

Bantuan yang diberikan sesuai dengan program pelatihan dan

ketrampilan yang diberikan misalnya mesin jahit untuk anak jalanan yang

mempunyai kemampuan menjahit, dan alat-alat pertukangan untuk anak

jalanan yang mempunyai kemampuan bertukang.

d. Pengawasan dan Evaluasi

Pengawasan dilakukan terhadap anak jalanan yang ditampung

dalam pembinaan Dinas Sosial dan Melakukan evaluasi terhadap

pelatihan dan pembinaan dari berbagai kegiatan yang diikuti oleh anak –

anak jalanan.

3.4. J enis Dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan

deskriptif. Menurut Moleong (2007 : 4) penelitian diskriptif kualitatif adalah

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, sedangkan

menurut Arikunto (2002 : 309) diskriptif kualitatif adalah penelitian yang

dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang

ada, yaitu keadaan gejala menuntut apa adanya pada saat peneliti dilakukan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa penelitian deskriptif

ini berusaha menggambarkan objek penelitian berdasarkan fakta dan data serta

kejadian berusaha menghubungkan kejadian-kejadian atau objek penelitian

sekaligus menganalisanya berdasarkan konsep-konsep yang telah dikembangkan

(48)

penelitian ini, peneliti mencoba mendeskripsikan tentang peran Dinas Sosial dan

Tenaga Kerja dalam pemberdayaan anak jalanan di Kabupaten Sidoarjo..

3.5. Sumber Data

Sumber data adalah subyek dari mana saja data dapat diperoleh (Arikunto,

2002 : 107). Lebih lanjut dikatakan bahwa, secara garis besar ada tiga jenis

sumber data yang biasanya disingkat dengan 3P, yaitu :

1. Person (orang) : tempat peneliti bertanya terhadap nara sumber yaitu

pembina dari dinas sosial, pelatih diklat, dan perta (anak jalanan).

2. Paper (kertas) : dokumen ,arsip, pedoman surat keputusan (SK) dan lain

sebagainya, tempat penelitian membaca dan mempelajari sesuatu yang

berhubungan dengan data penelitian.

3. Place (tempat): ruang laboratorium (yang berisi perlengkapan), bengkel

kelas dan sebagainya tempat berlangsungnya suatu kegiatan yang

berhubungan dengan penelitian.

Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan,

selebihnya data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. (Moleong, 2007 : 112)..

Dari pengertian tersebut, maka sumber data yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Data primer (Primary data), merupakan sumber data penelitian yang

diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara).

Data primer secara khusus dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan

penelitian (Indriantoro, et, al, 2002 : 146). Pada penelitian ini data diperoleh

dengan melakukan wawancara dan observasi dengan pihak terkait, dalam hal

ini adalah Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dalam pemberdayaan anak jalanan

(49)

2. Data Sekunder (Secondary Data), merupakan sumber data penelitian yang

diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (Indriantoro,

et, al, 2002 : 147). Pada penelitian data sekunder yang digunakan berypa

dokumen-dokumen yang umumnya berupa bukti, catatan atau laporan

histories yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter).

3.6. Pr oses Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan bagian dari proses pengujian data yang

berkaitan dengan sumber dan cara untuk memperoleh data penelitan. Teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi (Pengamatan)

Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subyek (orang), obyek

(benda) atau kejadian yang sistematik tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi

dengan individu-individu yang diteliti (Indriantoro, et, al, 2002 :157). Peneliti

melakukan pengamatan secara langsung pada rumah singgah tersebut dijadikan

peneliti sebagai tempat penelitian.

2. Interview (Wawancara)

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk

mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan

berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada si

peneliti (Mardalis, 2001 : 64). Peneliti melakukan wawancara dengan pihak-pihak

terkait dengan maksud untuk melengkapi data yang diperoleh melalui observasi.

Data ini berupa: bagaimana penerapan model pendekatan kekeluargaan yang telah

Gambar

Tabel 1 : Data Jumlah Anak Jalanan
Gambar 1 : Kerangka berpikir
Gambar 2
Tabel 2 : Komposisi jumlah pegawai berdasarkan tingkat pendidikan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia (way of life), mengandung pengertian bahwa Pancasila merupakan pedoman dan pegangan atau petunjuk dalam kehidupan sehari- hari

Asas legalitas hukum pidana Indonesia yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dimaksudkan bahwa seseorang baru dapat dikatakan

Data yang dibutuhkan menguji hipotesis 2 untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penawaran keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo adalah harga beli

Penelitian tentang modifikasi bentonit dari Kuala Dewa, Aceh Utara menjadi bentonit terpilar alumina dan uji aktivitasnya pada reaksi dehidrasi etanol, 1-propanol dan 2-propanol telah

Luas CA Situ Patengan yang hanya 21,18 ha dan letaknya yang berbatasan dengan kawasan perkebunan dan kawasan hutan produksi Perum Perhutani, dapat menjadi ancaman bagi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika peserta didik yang diajar dan tidak

Penelitian ini bertujuan mengetahui interaksi antara NAA dan BAP dalam beberapa konsentrasi yang berbeda terhadap jumlah daun, tinggi plantlet, dan jumlah akar dari

  Dalai  Lama  14,  memiliki  kehidupan  yang  berbeda  dari  dalai  Lama