• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar Nilai dalam Novel Pulang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambar Nilai dalam Novel Pulang."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBAR NILAI TOKOH-TOKOH DALAM NOVEL PULANG

Dr. I Gusti Ayu Agung Mas Triadnyani, S.S., M.Hum.

Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana mtriadnyani@yahoo.co.id

ABSTRACT

Since the first, critics have embraced the role of literature as a means of national identity builder. Through the creation of the figures in the novel, readers were given to a new reality that can construct identity awareness. Contruction of identity can also be formed to children, for example by presenting the noble characters, such as Bawang Putih, Timun Mas, or Cinderella. Creation of positive characters believed can change reader‟s mindset to become better. According Bertens (1979) work of art, such as literature can affect a person‟s identity.

In effort to create characters figure, the author used certain ways, for example through dialogue, monologue, or a description of the narrator. This way can be checked by using the value picture. The success of an author in realizing these characters can be known. According to Leech and Short (1981), there are three areas of evaluation that can be applied to literature, that is the moral, social, and emotional field.

Novel Pulang was written by Leila S. Chudori. This novel has won the Kathulistiwa Literary Award in 2013 for the category of prose. This novel is a mixture of drama, love, and betrayal woven with the background of historic events, namely Indonesia September 1965, France in May 1968, and Indonesia in May 1998. Through this research, we can reveal how the way of author to complete these characters.

Kata kunci: identity construction, characters, value picture,

Pendahuluan

Apakah karya sastra dapat membentuk identitas pembacanya? Tanpa

ragu-ragu kita akan menjawab “ya”. Mengapa kita begitu yakin dengan peran sastra sebagai alat pembentuk identitas? Sastra dapat mengarahkan pembacanya pada

pembentukan karakter yang positif maupun negatif tergantung dari kaca mata mana

dia melihatnya. Meskipun karya tersebut menggambarkan tokoh-tokoh yang memiliki

karakter negatif, seorang pembaca yang berpengalaman dapat mengambil jarak

dengan tokoh tersebut.

Sejak dulu para kritikus sudah meyakini peran sastra sebagai alat pembangun

(2)

realitas baru yang dapat mengonstruksi kesadaran identitas pembacanya. Konstruksi

identitas juga dapat dibentuk terhadap anak-anak, misalnya dengan menghadirkan

karakter mulia seperti bawang putih, dan karakter negatif seperti bawang merah,

Cinderella, atau Putri Salju. Penciptaan karakter-karakter yang positif dipercaya dapat

membentuk/mengubah mindset pembacanya untuk menjadi lebih baik. Menurut

Bertens (1979), karya seni dapat mempengaruhi identitas seseorang.

Dalam upaya menciptakan karakter-karakter tokoh, pengarang menggunakan

cara-cara tertentu, misalnya melalui dialog antartokoh, melalui monolog tokoh, atau

deskripsi narator. Cara itu dapat diperiksa kembali dengan menggunakan gambar

nilai. Bagaimana mengukur keberhasilan seorang pengarang di dalam mewujudkan

karakter-karakter tersebut. Menurut Leech and Short (1981), ada tiga bidang evaluasi

atau penilaian yang dapat diterapkan terhadap karya sastra, yaitu bidang moral,

bidang sosial, dan bidang emosi.

Novel Pulang berkisah tentang persahabatan lima orang pemuda yang

kemudian menjadi korban politik akibat peristiwa G30 S/PKI. Mereka adalah

Nugroho Prawiro, Hananto, Dimas Suryo, Risjap, dan Tjai Sin Soe. Hananto berhasil

menyembunyikan dirinya di Indonesia selama tiga tahun, sebelum tertangkap aparat,

sedangkan empat rekannya yang kebetulan sedang berada di luar negeri tidak dapat

kembali ke Indonesia. Mereka hidup dalam pengasingan dengan berpindah-pindah

tempat dan akhirnya menetap di Perancis. Mereka sering berganti nama, pekerjaan

dan tempat tinggal. Mereka harus mengubah identitas agar tidak dikenali. Banyak

orang termasuk keluarga dan sahabat-sahabat mereka ditangkap, disiksa, dan

dibunuh. Agar dapat bertahan hidup, empat pemuda yang tinggal di pengasingan ini

harus bekerja keras. Mereka memutuskan mendirikan restoran berasaskan koperasi

yang kemudian diberi nama Restoran Tanah Air. Restoran ini menjadi simbol

persahabatan di antara mereka.

Tulisan ini berupaya memperlihatkan cara pengarang mengisi

karakter-karakter tokoh, baik tindakan maupun kondisi kejiwaan mereka sebagai korban

politik yang mengharuskan mereka menyembunyikan identitas. Adanya tuntutan atas

(3)

pengaruh lingkungan keluarga, pengaruh lingkungan sekitar dan zaman di mana

seseorang hidup, pandangan terhadap sebuah ajaran agama atau ideologi, termasuk

mitos, kesemuanya perlu diperhitungkan ketika menciptakan karakter tokoh-tokoh di

dalam novel (Boulton, 1975).

Nilai Bahasa

Leech (1981: 272) melihat sudut pandang dalam pengertian, hubungan antara

pengarang implisit atau beberapa pencerita dan fiksi yang diekspresikan melalui

struktur wacana. Hal ini secara tidak langsung mengarah pada penggunaan

istilah-istilah, seperti ironi, nada (tone), dan jarak (distance), yang menyiratkan tindakan

tokoh dan penilaian. Di satu sisi pengarang memperjelas sikapnya terhadap tokoh

ciptaannya dan tindakannya. Di lain pihak, sudut pandang berkaitan pula dengan

penggunaan bahasa yang di dalam pengertiannya sendiri atau konotasinya

mengekspresikan beberapa elemen nilai.

Di dalam deskripsi karya sastra, seperti cerpen atau novel sebagian besar kata

benda dan sifat memiliki makna „baik‟ dan „buruk”, misalnya, tempatku bekerja dibersihkan dari kutu dan debu seperti kami. Kata „kutu‟ dan „debu‟ menyiratkan

sesuatu yang buruk. Di dalam karya sastra terdapat skala yang berbeda-beda atau

bidang/ruang lingkup nilai: ada bidang penempatan moral (moral yang tidak baik,

misalnya, menyiksa, berdusta, memukuli, dan merampas); ada juga skala sosial yang

menyangkut perilaku tokoh menurut pandangan anggota masyarakat (pembohong,

pemberani). Bidang penilaian yang ketiga merupakan ekspresi perilaku emotif: tokoh

Alam di dalam novel Pulang dipahami sebagai tokoh yang kasar dilihat dari

tindakannya yang kerap membalas ejekan kawan-kawannya dengan menghajar

mereka, di samping cara bicaranya yang kelewat batas. Namun, ia juga digambarkan

sebagai tokoh yang gagah dan pemberani. Penilaian pengarang terhadap dua karakter:

baik dan buruk sangat jelas dinyatakan.

Bidang moral terkait dengan ajaran tentang baik-buruk yang diterima

seseorang tentang perbuatan, sikap, dan lain-lain. Bidang sosial menyangkut

(4)

lain. Bidang emosi terkait dengan keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis

individu (KBBI, 2001)

Gambar 1 memperlihatkan suatu contoh sederhana bagaimana seorang

pengarang dapat mengarahkan respon-respon nilai pembacanya terhadap tokoh dan

peristiwa di dalam sebuah karya sastra. Gambar itu memperlihatkan bagaimana „gambar nilai‟ dari seorang tokoh, atau persoalan tentang keseluruhan cerita yang mungkin dibangun ke dalam sebuah komposisi jenis-jenis pertimbangan nilai yang

diasosiasikan.

Gambar 1

MORAL SOSIAL EMOSI

baik baik baik

Tokoh X

Tokoh X

Tokoh X

buruk buruk buruk

Pembahasan

Cerita diawali dengan kepasrahan Hananto saat ditangkap aparat di tempatnya

bekerja di sebuah percetakan foto di Jakarta. Lalu cerita berpindah-pindah ke tokoh

Dimas yang bertemu pertama kali dengan Viviene, warga negara Perancis yang kelak

menjadi istrinya dan memberinya anak bernama Lintang Utara. Ada cerita tentang

Hananto (lewat kilas balik), Nugroho, Risjaf, Tjai, Aji Suryo, Surti, dan lainnya.

Masing-masing tokoh memiliki masalahnya sendiri-sendiri dan persangkut-pautannya

dengan tokoh yang lain.. Pembaca seolah-olah dibiarkan menilai sendiri peristiwa

yang dialami tokoh-tokoh di dalam cerita tersebut. Meskipun ada begitu banyak

(5)

Tokoh Dimas Suryo merupakan tokoh utama novel ini. Ia mendominasi

sebagian besar kisahan. Dimas digambarkan sebagai seorang pemuda yang sangat

peduli dengan teman. Ia peduli terhadap Surti yang pernah menjadi kekasihnya, ia

juga bersedia menggantikan Hananto yang seharusnya berangkat ke Cile, ia juga

sangat memperhatikan sahabat-sahabatnya, yakni Risjap, Nugroho, dan Tjai.

Semuanya mendapatkan respon dari Dimas. Berdasarkan pembacaan yang cermat

terhadap novel Pulang diperoleh beberapa gambar nilai tokoh-tokoh. Gambar 2

memperlihatkan gambar nilai tokoh Dimas.

Gambar 2

MORAL SOSIAL EMOSI

baik baik baik

Dimas

Dimas

Dimas

buruk buruk buruk

Dari sudut pandang moral, tokoh Dimas mendapatkan gambar nilai yang baik.

Dimas digambarkan sangat memperhatikan keadaan teman-temannya (aku selalu berharap Mas Hananto jangan pernah tersapu. Akhirnya ditangkap…hatiku gelap…membuatku semakin lumpuh (hlm. 11). Dimas juga digambarkan sebagai orang yang jujur. Berikut ini kutipannya. Saat itu aku hanya merasa Mas Hananto

menyia-nyiakan perempuan yang mencintai dia, kataku jujur (hlm. 40). Ia juga setia

(hlm.89)

Penilaian dari segi sosial diperoleh melalui pernyataan orang-orang di

(6)

gambar nilai seperti apa yang ingin diarahkan oleh pengarang. Ia dicap PKI dan

dianggap mengkhianati pemerintah dengan bersembunyi di luar negeri.

Segi emotif dari tokoh Dimas memperlihatkan nilai yang sangat buruk. Dimas

digambarkan peragu dan kurang percaya diri: aku mengangguk, tapi Viviene

menanggapi keraguan diwajahku. Dimas tidak percaya diri, Di samping itu ia juga

digambarkan memiliki pendirian tak mudah ditebak (hlm.31), rewel, dan sering

marah-marah (hlm.33). Bahkan ia pernah memukul Hananto hingga terjengkang

(hlm.39). Perilaku Dimas yang kadang romantis, kadang meledak-ledak ini dapat

dipahami sebagai akibat seringnya ia berubah-ubah identitas.

Tokoh penting lainnya yang digambarkan pengarang adalah Hananto, suami

Surti. Gambar 3 memperlihatkan gambar nilai dari tokoh Hananto. Melalui sudut

pandang Dimas, pembaca mengetahui bahwa Hananto secara moral digambarkan

buruk. Ia telah mengkhianati Surti dengan perbuatannya meniduri

perempuan-perempuan lain (hlm. 68). Meskipun Hananto memiliki perangai kurang baik, melalui

tokoh Dimas, ia digambarkan mengambil sikap mengalah: Aku bukan sekadar tak

nyaman. Aku dilanda kemarahan. Hananto tahu, semakin dia meladeniku,

pertengkaran kami akan semakin meningkat. Dia pergi meninggalkanku begitu saja…(hlm. 33). Tindakan „mengalah‟ yang dilakukan Hananto boleh jadi bukan merupakan watak aslinya, tapi lebih kepada penyesuaian situasi.

Secara emosi, Hananto digambarkan baik. Perhatikan kutipan berikut: Wajah

Hananto datar. Aku tahu dia selalu pandai menyembunyikan emosi (hlm.39).

Pelukisan karakter dan tindakan tokoh Hananto dari segi emosi terlalu sedikit dan

(7)
[image:7.612.149.509.87.294.2]

Gambar 3

MORAL SOSIAL EMOSI

baik baik baik

Hananto

Hananto Hananto

buruk buruk buruk

Berikutnya adalah tokoh Nugroho. Nugroho adalah sahabat Dimas. Ia berasal

dari Yogyakarta. Usianya lebih tua dari Dimas karena itu ia lebih dewasa (hlm.60).

Nugroho digambarkan selalu gembira dan berhati baja (hlm.59), optmistik (hlm.92),

tak pernah cemas, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, dan segala masalah dapat

diatasi (hlm.92). Secara emosi, Nugroho tergolong sentimental (hlm.105). Ia

sebenarnya merindukan kehangatan keluarga. Secara moral, Nugroho digambarkan

kurang baik. Ia gemar berganti-ganti perempuan (hlm.121). Secara sosial, justru dia

dilukiskan baik. Ia sering menolong orang melalui keahliannya di bidang akupuntur.

Gambar 4

MORAL SOSIAL EMOSI

baik baik baik

Nugroho Nugroho

Nugroho

[image:7.612.140.512.499.703.2]
(8)

Tokoh lainnya yang cukup penting adalah tokoh Risjaf. Risjaf adalah sahabat

Dimas yang paling akrab. Menurut sudut pandang Dimas: Risjaf merupakan sahabat

yang paling tampan, jantan, berambut ombak, berhati lurus dan tulus (hlm.50). Ia

juga digambarkan sangat polos terutama soal perempuan (hlm.52-57). Risjaf pandai

bermain alat musik untuk menghibur teman-temannya (hlm.51). Meskipun demikian

Risjaf tergolong sulit mengontrol dirinya jika mengalami kesedihan. Dengan

demikian segi penilaian dari ketiga bidang, yakni moral, sosial, dan emosi

digambarkan seperti terlihat dalam gambar 5.

Gambar 5

MORAL SOSIAL EMOSI

baik baik baik

Risjaf Risjaf

Risjaf

buruk buruk buruk

Satu tokoh lagi dari lima sekawan yang memiliki perangai yang baik adalah

Tjai. Pengarang menggambarkannya sebagai: serba lurus, serba baik, serba di jalan

yang benar (hlm.99). Ia juga digambarkan sangat rasional. Kutipan yang lebih

panjang memperjelas kondisi tokoh Tjai.

Tjai datang dari keluarga Tionghoa Surabaya yang percaya pada kerja keras.

Terdamparnya Tjai ke luar Indonesia, seperti juga banyak keluarga Tionghoa

lainnya, sebetulnya bukan karena soal ideologi belaka, karena Tjai sama sekali tidak

suka berpolitik. Namun, dia tahu keluarganya termasuk yang bakal kena ciduk

pertama kali setelah 30 September 1965 pecah, karena Henry, abang Tjai, cukup

(9)

Gambar 6

MORAL SOSIAL EMOSI

baik baik baik

Tjai Tjai Tjai

buruk buruk buruk

Tokoh Tjai diciptakan pengarang dengan menekankan karakter pekerja keras.

Ini untuk melengkapi sisi-sisi karakter yang belum ada pada Dimas yang

temperamental (meledak-ledak), Hananto yang playboy, Nugroho yang optimistik,

dan Risjaf yang polos. Tampaknya pengarang memperhitungkan betul pembagian

karakter dari kelima tokoh ini. Meskipun Risjaf dan Tjai sama-sama memiliki bidang

penilaian yang baik, ada satu perbedaan mereka, yaitu Risjaf lebih naïf, sedangkan

Tjai lebih rasional. Ketiga temannya membutuhkan karakter yang rasional ini untuk

mengatasi kelemahan Dimas, Nugroho, dan Risjaf yang emosional.

Tokoh Aji adalah adik Dimas. Ia digambarkan sebagai adik yang berbudi. “Ia anak sekolahan yang patuh pada sistem dan tak ingin menyulitkan keluarga.” (hlm.70). Ia tahu bahwa Dimas terpaksa tinggal di luar negeri bukan karena

melarikan diri, tetapi garis hidup yang menuntunnya. Tokoh Aji diciptakan untuk

memperlihatkan suka duka sebuah keluarga yang dituduh terlibat PKI. Dengan adaya

sudut pandang dari Aji, maka pembaca dapat mengetahui cara pandang Dimas

sebagai tokoh utama cerita ini. Secara sosial, ia dianggap buruk karena memiliki

keluarga yang terlibat pemberontakan. Secara ringkas ketiga bidang penilaian itu

(10)

Gambar 7

MORAL SOSIAL EMOSI

baik baik baik

Aji

Aji

Aji

buruk buruk buruk

Kesimpulan

Berdasarkan analisis sudut pandang, utamanya mencermati gambar nilai

tokoh-tokoh di dalam novel Pulang, dapat diketahui beberapa kelebihan dan

kelemahan pengarang di dalam mengisi karakter-karakter tokoh.

Pengarang novel Pulang, Leila S. Chudori sangat memperhitungkan

pentingnya aspek penciptaan karakter disesuaikan dengan tema cerita. Bahwa hidup

dengan berganti-ganti identitas untuk alasan politik bukanlah sesuatu yang

menyenangkan. Mengubah identitas diri adalah menyakitkan dan melelahkan.

Perubahan identitas dilakukan demi menyelamatkan diri. Hal ini tercermin dari

tindakan tokoh Dimas, Hananto, Nugroho, Risjaf dan Tjai yang harus bekerja keras

untuk bisa bertahan di negeri orang.

Pengarang cermat di dalam mengolah sudut pandang tokoh yang lumayan

banyak (ada sekitar 18 tokoh). Menggarap aspek penokohan dengan menggunakan

banyak tokoh tergolong sulit sebab membutuhkan kejelian dan kecermatan

pengarang. Hal ini dilakukan agar tokoh-tokoh yang diciptakan tidak saling

(11)

Penggarapan tokoh menjadi bertambah tingkat kesulitannya saat menjalinnya

di dalam alur cerita. Di dalam novel ini, alur yang dipakai tergolong rumit.

Tokoh-tokoh berbicara di dalam ruang dan waktu yang maju mundur. Jika pengarang tidak

hati-hati di dalam mengaturnya bisa terjadi kontradiksi atau kejanggalan. Pembaca

yang jeli akan menangkap kejanggalan tersebut. Penggarapan watak Hananto,

misalnya, kurang dibangun dengan baik. Pembaca mengalami kesulitan untuk

menangkap karakter Hananto secara emotif maupun sosial.

Menyusun gambar nilai sebagaimana yang dilakukan terhadap novel Pulang,

dapat membantu untuk melihat kekurangan dan kelebihan pengarang di dalam

mengisi karakter-karakter tokoh.

Daftar Pustaka

Bertens, K. 1979. Memperkenalkan Psikoanalisa. Jakarta: Gramedia.

Boulton, Marjorie. 1975. The Anatomy of The Novel. London: Routledge & Kegan Paul Ltd.

Chudori, Leila S. 2012. Pulang. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Gambar

Gambar 1
Gambar 2
Gambar 4 MORAL
Gambar 5 MORAL
+3

Referensi

Dokumen terkait

Faktor eksternal yang mempengaruhi kepuasan hidup perempuan emerging adulthood yang mengalami obesitas terdiri dari hubungan dengan orang lain, dukungan sosial,

Kemudian untuk mengantisipasi dampak perubahan yang begitu cepat, maka diperlukan implikasi penting untuk penyesuaian-penyesuaian dari berbagai struktur, diantaranya

Hasil uji analitik One Way Anova dengan nilai asymp sig.(2-tailed)Ho atau nilai probabilitas ρ=( 0,000) lebih rendah dari standart signifikan α= 0,05 atau (  < 

Untuk yang berasal dari Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kebumen akan lebih baik apabila dijadikan dalam satu lokasi mengingat karateristik

Jika Anda sering mengalami layar tunda atau tidak merespons ketika menggunakan AcerEXTEND melalui sambungan nirkabel, ini berarti saluran Wi-Fi yang digunakan oleh ponsel

DFD level 0 terdapat satu entitas yaitu user yang akan memberikan masukan pilih pemain kepada proses 1.0 dan akan melanjutkan ke proses 2.0 yaitu pilih

Pastikan IP Address sesuai dengan Jaringan Server Smart Display sehingga bisa digunakan untuk mengakses Server Smart, hal tersebut berlaku jika setting server pada jaringan local

Berdasarkan paparan tersebut, guna membantu mengatasi permasalahan yang mengancam anak-anak beresiko di Kota Banjarmasin, konselor pendidikan yang menjadi pelaksana