• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN KREATIVITAS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN KREATIVITAS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN KREATIVITAS TERHADAP KETERAMPILAN

PROSES SAINS

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

PURNAMA SILITONGA NIM. 8126176018

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Purnama Silitonga (NIM: 8126176018). Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training dan Kreativitas Terhadap Keterampilan Proses Sains.

Penelitian ini bertujuan: 1) untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains siswa dengan model pembelajaran inquiry training dan model pembelajaran konvensional, 2) untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains siswa yang memiliki kreativitas tinggi dan kreativitas rendah, 3) untuk mengetahui interaksi model pembelajaran inquiry training dengan kreativitas terhadap keterampilan proses sains. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara cluster random sampling sebanyak dua kelas, dimana kelas pertama sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 32 orang diterapkan model pembelajaran inquiry training (X-1) dan kelas kedua sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 32 orang yang diterapkan model pembelajaran konvensional (X-2). Instrumen dalam penelitian ini adalah tes keterampilan proses sains dan tes kreativitas berbentuk uraian. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1) keterampilan proses sains siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran inquiry training lebih baik dibandingkan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional, 2) keterampilan proses sains siswa dengan kreativitas tinggi lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan kreativitas rendah, 3) terdapat interaksi antara model pembelajaran inquiry training dan kreativitas dalam mempengaruhi keterampilan proses sains siswa.

(6)

ABSTRACT

Purnama Silitonga (NIM: 8126176018). The Effect of Inquiry Training Learning Model and Creativity Against Science Process Skills.

This study aims: 1) to determine differences in science process skills of students with learning model inquiry training and conventional learning models, 2) to determine the difference science process skills of students who have high creativity and creativity is low, 3) to determine the interaction model of learning inquiry training with creativity of the science process skills. The sampling technique conducted cluster random sampling two classes, where first class as a class experiment with the number of students 32 people applied learning model inquiry training (X-1) and the second class as a class control the number of students 32 people who applied conventional learning model ( X-2). Instruments in this study is the science process skills test and a test of creativity in the form of a description. From these results it can be concluded that: 1) science process skills of students that learned with a learning model inquiry training is better than the students that learned with conventional learning models, 2) science process skills of students with high creativity better than students with creativity is low, 3) there is interaction between inquiry learning model training and creativity in influencing the science process skills of students.

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji dan syukur atas kebaikan dan anugrah Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training dan Kreativitas Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa. Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Fisika pada program studi pendidikan fisika pasca sarjana Universitas Negeri Medan.

Dalam penyelesaian penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, saran bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

2. Prof. Dr. Mara Bangun Harahap, M.S sebagai pembimbing I dan Ibu Dr. Derlina, M.Si sebagai pembimbing II dalam penulisan tesis ini yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. H. Sahyar, M.S, M.M, selaku ketua Program Studi Pendidikan Fisika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, Bapak Dr. Makmur Sirait, M.Si dan Bapak Dr. Karya Sinulingga, M.Si sebagai narasumber dan tim penguji serta kepada Ibu Dr. Betty M. Turnip, M.Pd dan Bapak Dr. Rappel Situmorang, M.Si selaku validator instrument dalam tesis ini yang telah memberi kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tesis ini mulai dari rencana penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini.

(8)

5. Teristimewa Ayahanda tercinta St. Mubin Silitonga dan Ibunda Basaria Sihombing yang memberikan dukungan baik moril maupun materiil, doa, motivasi serta kasih sayang yang tiada terhenti.

6. Abangda Ir. Jainal Silitonga/Dr.Hetty,M.Si, Kakanda Kasna/Histor, Nancy,S.Pd/James,SP ,Mawar,S.Th/Daniel,M.Th,Dermawi,ST/Gusar,ST, Tetty,S.Pd/Donald,S.Pd, Lastiar,S.Pd, Kartini,S.Pd/Syahriwan, Adinda Christye,S.Pd dan seluruh keluarga yang memberi dukungan dan motivasi dalam penyelesaian tesis ini.

7. Rekan seperjuangan angkatan XXII Prodi Fisika Kelas B: Sri Rosepda,M.Pd, Dahlia,M.Pd, Asister,M.Pd, Ferawati,M.Pd,Hiba, M.Pd dan Jelyana, M.Pd (Dikfis 2013 B2) dan teman-teman sekalian yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Tiada kata terindah selain ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Kiranya Tuhan memberikan anugrahNya dan berkatNya kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak terlepas dari kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Agustus 2015 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Pembimbing ... i

Abstrak ... ii

1.2. Identifikasi Masalah ... 9

1.3. Batasan Masalah... 10

1.4. Rumusan Masalah ... 10

1.5. Tujuan Penelitian ... 10

1.6. Manfaat Penelitian ... 11

1.6.1.Manfaat Teoritis ... 11

1.6.2.Manfaat Praktis ... 11

1.7. Defenisi Operasional ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Kerangka Teoritis ... 14

2.1.1 Hakikat Model Pembelajaran Inquiry Training ... 14

2.1.1.1.Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Inquiry Training ...22

2.1.2 Pembelajaran Konvensional ... 24

2.1.3 Kreativitas ... 27

2.1.4 Keterampilan Proses Sains ... 33

2.1.5 Teori yang Mendukung ... 39

2.1.5.1. Teori Konstruktivisme ... 39

2.1.5.2. Teori Belajar David Ausubel... 41

2.1.5.3. Teori Belajar Perkembangan Kognitif Piaget ... 42

2.1.6 Penelitian yang Relevan ... 43

2.2. Kerangka konseptual ... 44

2.2.1. Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Inquiry Training dengan Model Pembelajaran Konvensional ... 44

2.2.2 Perbedaan Keterampilan Proses Sains pada Siswa Yang Kreativitas Tinggi dan Siswa yang Memiliki Kreativitas Rendah ... 45

(10)

3.2.2 Sampel ... 49

3.3. Variabel Penelitian ... 49

3.4. Jenis dan Dasain Penelitian ... 50

3.4.1. Jenis Penelitian ... 50

3.4.2. Desain Penelitian ... 50

3.5. Prosedur Penelitian ... 52

3.6. Instrumen Penelitian ... 55

3.6.1 Instrumen Tes Keterampilan Proses Sains ... 55

3.6.2Kuesioner Kreativitas Belajar Siswa ... 56

3.7. Teknik Analisa Tes KPS ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 66

4.1. Hasil Penelitian ... 66

4.1.4. Deskripsi Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Kreativitas ... 72

4.1.5. Pengujian Hipotesis ... 74

4.2. Pembahasan ... 82

4.2.1.Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Inquiry Training dengan Model Pembelajaran Konvensional ... 82

4.2.2. Perbedaan Keterampilan Proses Sains pada Siswa Yang Kreativitas Tinggi dan Siswa yang Memiliki Kreativitas Rendah ... 84

4.2.3.Interaksi antara Model Pembelajaran dan Kreativitas Terhadap Keterampilan Proses Sains ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

5.1. Kesimpulan ... 88

5.2. Saran ... 89

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

ii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RPP 1 ... 91

Lampiran 2 Bahan Ajar 1 ... 106

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa 1 ... 114

Lampiran 4 RPP 2 ... 116

Lampiran 5 Bahan Ajar 2 ... 128

Lampiran 6 Lembar Kerja Siswa 2 ... 132

Lampiran 7 RPP 3 ... 135

Lampiran 8 Bahan Ajar 3 ... 147

Lampiran 9 Lembar Kerja Siswa 3 ... 151

Lampiran 10 Kisi-Kisi Kreativitas ... 153

Lampiran 11 Instrumen Kreativitas ... 158

Lampiran 12 Kisi-Kisi KPS ... 160

Lampiran 13 Instrumen KPS... 165

Lampiran 14 Lembar Observasi KPS ... 167

Lampiran 15 Validasi Tes Kreativitas ... 170

Lampiran 16 Reliabilitas Kreativitas ... 172

Lampiran 17 Validitas KPS ... 173

Lampiran 18 Reliabilitas KPS... 175

Lampiran 19 Data Kreativitas Kelas Eksperimen ... 176

Lampiran 20 Data Kreativitas Kelas Kontrol ... 178

Lampiran 21 Data Pretes Kelas Eksperimen... 180

Lampiran 22 Data Pretes Kelas Kontrol ... 182

Lampiran 23 Data Postes Kelas Eksperimen ... 184

Lampiran 24 Data Postes Kelas Kontrol ... 186

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk mencerdaskan kehidupan

bangsa dan merupakan suatu kunci pokok untuk mencapai cita-cita suatu bangsa.

Pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi siswa sebagai

calon sumber daya yang handal untuk dapat bersikap kritis, logis, dan inovatif

dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi.

Pendidikan menuntut adanya perbaikan yang terus menerus. Dunia pendidikan

memiliki tujuan yang harus dicapai dalam proses pembelajarannya. Pendidikan

tidak hanya ditekankan pada penguasaan materi, tetapi juga ditekankan pada

penguasaan keterampilan.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu

pendidikan antara lain dengan melengkapi sarana dan prasarana, meningkatkan

kualitas guru, serta penyempurnaan kurikulum yang menekankan pada

aspek-aspek yang bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup (life

skill) yang diwujudkan melalui pencapaian kompetisi siswa untuk dapat menyesuaikan diri dan berhasil di masa yang akan datang.

Pendidikan sains khususnya fisika sebagai bagian dari pendidikan pada

umumnya memiliki peran dalam meningkatkan mutu pendidikan. Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi menyebutkan

bahwa mata pelajaran fisika di SMA bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan antara lain: (1) meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan

(14)

analisis dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menyelesaian

masalah; (3) memupuk sikap ilmiah yang meliputi kejujuran, terbuka, kritis dan

dapat bekerjasama dengan orang lain; serta (4) mempunyai keterampilan

mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri untuk melanjutkan

pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.

Pengkajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi mutu keterampilan

proses sains merupakan usaha awal yang seharusnya dilakukan agar kita dapat

menetapkan langkah dan cara-cara yang tepat dalam rangka perbaikan dan

peningkatan mutu keterampilan proses sains. Masalah kualitas lulusan sekolah

sesungguhnya banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, ditinjau dari unsur

siswa, baik faktor yang ada dalam diri maupun dari luar diri siswa. Faktor yang

ada dalam diri siswa adalah faktor fisiologis dan psikologis. Misalnya: persepsi,

minat, sikap, motivasi, bakat, IQ, kreatifitas dan seterusnya. Sedangkan faktor

yang berada di luar diri siswa misalnya lingkungan tempat tinggal, keadaan sosial

ekonomi, orang tua dan lain-lain.

Melalui pembelajaran fisika di SMA diharapkan siswa tidak hanya

menguasai pengetahuan semata tetapi menjadi individu yang mempunyai

keterampilan serta mampu mengatasi masalah-masalah yang ditemukan di dalam

kehidupan sehari-hari. McDermott (dalam Sani, 2012) mengidentifikasikan

sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran fisika, yaitu:

(1) kemampuan melakukan penalaran baik kualitatif maupun kuantitatif, (2)

kemampuan menginterpretasikan representasi ilmiah seperti gambar, persamaan

matematis, dan grafik, (3) keterampilan proses, (4) kemampuan memecahkan

(15)

Berdasarkan studi pendahuluan di kelas X SMA Negeri 1 Habinsaran TP.

2014/2015 pada mata pelajaran fisika hanya sekitar 60% dari jumlah keseluruhan

siswa kelas X SMA Negeri 1 Habinsaran mencapai nilai kriteria ketuntasan

minimal. Kesimpulan tersebut diperkuat oleh pernyataan melalui hasil wawancara

dengan salah satu guru fisika SMA Negeri 1 Habinsaran, mengatakan bahwa

pembelajaran fisika diajarkan dengan model konvensional yang terdiri dari

metode ceramah dan presentase. Dalam metode presentase dimana guru

menyajikan materi melalui laptop kemudian dijelaskan kepada siswa. Nilai mata

pelajaran hanya difokuskan ke hasil belajar dengan kata lain keterampilan proses

sains tidak pernah diberlakukan. Selama belajar tidak mengaitkan kreativitas

siswa dengan keterampilan proses sains.

Guru cenderung memindahkan pengetahuan yang dimiliki ke pikiran

siswa, mengajarkan secara urut halaman per halaman tanpa membahas keterkaitan

antara konsep-konsep atau masalah. Siswa menjadi pasif dan kurang terlibat

dalam proses belajar mengajar. Sekolah memiliki laboratorium namun

pembelajaran cenderung dilakukan di dalam kelas berupa demonstrasi saja,

sehingga kemampuan siswa untuk berkreativitas tidak berkembang karena siswa

hanya mengetahui informasi dan meniru hal yang didemostrasikan guru dan

kurang mampu menghubungkan antara apa yang dipelajari dengan bagaimana

mengaplikasikannya pada situasi nyata.

Proses pembelajaran di kelas terlalu fokus pada sains sebagai sebuah

pengetahuan saja. Siswa hanya dipenuhi oleh berbagai pengertian konsep, hukum,

prinsip dan teori tentang sains tanpa memahami sains dengan benar. Pengetahuan

(16)

menjadi tidak bermakna. Sains tidak memberi perubahan apapun kepada diri

siswa kecuali sekedar bertambah pengetahuannya tentang alam.

Siswa menjadi lebih tahu tentang bagaimana alam bekerja, namun mereka

tidak pernah tahu proses seperti apa yang harus dilalui seorang ilmuan untuk bisa

mengungkap rahasia alam, dan sikap/nilai seperti apa yang bisa tumbuh selama

proses pembelajaran sains tersebut berlangsung. Siswa kurang diberi kesempatan

untuk mengembangkan keterampilan sainsnya karena proses pembelajaran tidak

memberi ruang bagi berlangsungnya kerja ilmiah tersebut. Sehingga

mengakibatkan cara berfikir siswa rendah dan ketidaktertarikan untuk belajar

fisika.

Konsep fisika yang bersifat abstrak yang harus diserap siswa dalam waktu

yang relatif terbatas menjadikan ilmu fisika menjadi salah satu mata pelajaran

yang paling sulit bagi siswa sehingga banyak siswa yang gagal dalam belajar.

Pada umumnya siswa cenderung dengan hafalan daripada secara aktif

membangun pemahaman mereka sendiri terhadap konsep fisika. Hal inilah yang

terjadi di sekolah peneliti.

Proses pembelajaran yang masih teacher centered tidak memberikan keleluasaan kepada siswa untuk berkembang secara mandiri, dimana guru hanya

menekankan pada pemahaman konsep melalui hafalan-hafalan (Trianto, 2009).

Hakikatnya, pembelajaran fisika lebih menekankan pada proses. Hal ini

sesuai dengan pendapat Dahar (2002) yang menyatakan bahwa keterampilan

proses sains adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam

memahami, menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain itu,

(17)

keterampilan proses sains mempunyai peranan sebagai berikut: 1) Membantu

siswa mengembangkan pikirannya, 2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk

melakukan penemuan, 3) Meningkatkan daya ingat, 4) Memberikan kepuasan

intrinsik bila siswa telah berhasil melakukan sesuatu, 5) Membantu siswa

mempelajari konsep-konsep sains.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan sains pada sekolah menengah atas

atau mutu pendidikan fisika secara khusus diperlukan perubahan pola pikir yang

digunakan sebagai landasan pelaksanaan pembelajaran. Paradigma pembelajaran

yang telah berlangsung sejak lama lebih menitikberatkan peranan pendidik dalam

mentransfer pengetahuan kepada siswa. Paradigma tersebut telah bergeser menuju

paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada siswa

untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat,

bangsa dan Negara.

Menumbuhkan sifat kreatif dan antisipatif para guru sains dalam praktek

pembelajaran untuk memaksimalkan peranan siswa dewasa ini belum optimal.

Untuk mencapai yang optimal guru harus memahami berbagai konsep dan teori

yang berhubungan dengan proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan apa

yang dikemukakan oleh Slameto (2003) yaitu, guru memegang peranan penting

dalam peningkatan kualitas siswa dalam belajar siswa dan guru harus benar-benar

memperhatikan, memikirkan dan sekaligus merencanakan proses belajar mengajar

yang menarik bagi siswa, agar siswa berminat dan semangat belajar dan mau

terlibat dalam proses belajar mengajar, sehingga pengajaran tersebut menjadi

(18)

Menyikapi masalah diatas, perlu adanya upaya yang dilakukan oleh guru

untuk menggunakan strategi mengajar yang membuat siswa terlibat langsung

dalam proses pembelajaran. Membiasakan bekerja ilmiah diharapkan dapat

menumbuhkan kebiasaan berpikir dan bertindak yang merefleksikan penguasaan

pengetahuan, keterampilan dan sikap ilmiah yang dimiliki siswa, sehingga dengan

sendirinya model pembelajaran itu akan berakibat pada meningkatnya

pengtahuan, keterampilan dan sikap ilmiah siswa sebagai hasil belajar.Setiap

proses belajar mengajar menuntut upaya pencapaian suatu tujuan tertentu.

Penerapan dengan berbagai model pembelajaran, guru dapat memilih model yang

sesuai dengan lingkungan belajar.

Sagala (2007) mengemukakan inkuiri (inquiry) merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan pada semua jenjang pendidikan.

Pembelajaran dengan pendekatan ini sangat terintegrasi meliputi penerapan proses

sains dengan proses berpikir logis dan berpikir kritis. Inquiry merupakan pendekatan untuk memperoleh pengetahuan dan memahami dengan jalan

bertanya, observasi, investigasi, analisis dan evaluasi.

Salah satu model pembelajaran yang tepat dan sesuai dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan model inquiry training (Joyce et. al. 2009), model pembelajaran inquiry training dirancang untuk membawa siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah melalui latihan - latihan yang dapat memadatkan proses

ilmiah tersebut ke dalam periode waktu yang singkat. Tujuannya adalah

membantu siswa mengembangkan disiplin dan mengembangkan keterampilan

intelektual yang diperlukan untuk mengajukan pertanyaan dan menemukan

(19)

Model pembelajaran inquiry training dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada

suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan

tahap-tahap pemecahannya. Model inquiry training ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan model inquiry training. Melalui model ini

siswa belajar lebih berorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga

siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada model ini siswa akan

dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi

kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan

menarik suatu kesimpulan secara mandiri.

Melalui model pembelajaran inquiry training siswa diharapkan aktif mengajukan pertanyaan mengapa sesuatu terjadi kemudian mencari dan

mengumpulkan serta memproses data secara logis untuk selanjutnya

mengembangkan strategi intelek yang dapat digunakan untuk dapat menemukan

jawaban atas pertanyaan tersebut. Model pembelajaran inquiry training dimulai

dengan mengajukan peristiwa yang mengandung teka teki kepada siswa. Siswa

yang menghadapi situasi tersebut akan termotivasi menemukan jawaban masalah-

masalah yang masih menjadi teka-teki tersebut. Guru dapat menggunakan

kesempatan ini untuk mengajarkan prosedur pengkajian sesuai dengan

langkah-langkah model pembelajaran inquiry training.

Hasil penelitian Pandey et. al (2011) menyatakan bahwa model inquiry

training lebih baik digunakan dalam mengajar fisika karena memberikan efek yang sangat baik jika dibandingkan dengan pembelajaran langsung. Suwondo et.

(20)

siswa. Selain itu, pembelajaran inkuiri juga dapat mengubah gaya belajar siswa

yaitu mereka bisa lebih mandiri, kreatif, toleran, disiplin dan sebagainya.

Mengubah gaya mengajar yaitu bergeser dari berpusat pada guru ke berpusat pada

siswa. Pelaksanaan model pembelajaran inquiry memberikan perubahan yang signifikan dalam lingkungan siswa. Calik, et. al (2013) menyatakan bahwa guru

harus memiliki keyakinan bahwa memberikan model pembelajaran yang mampu

membuat siswa menyelidiki dan memecahkan masalah harus diterapkan dalam

pengajaran juga menyimpulkan bahwa model inquiry training secara signifikan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan model pembelajaran

langsung. Penelitian Setiawati,.dkk (2012) diketahui bahwa menggunakan model

pembelajaran inquiry training hampir seluruh mahasiswa meningkat prestasinya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Suciawati (2011) pembelajaran

melalui penemuan (inquiry) dan tingkat kreatifitas sangat berpengaruh terhadap prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik siswa.

Penelitian yang terdahulu tentang inquiry training memiliki kendala yaitu

waktu yang belum terorganisasi dengan baik. Peneliti ingin mengoptimalkan

waktu yang disediakan dalam menerapkan model inquiry training tersebut.

Selain pemilihan strategi pembelajaran hal lain yang sangat penting dalam

meningkatkan hasil belajar siswa adalah kreatifitas siswa dalam pembelajaran..

Torrance dalam Munandar (2009) menyatakan kreativitas adalah proses yang

mengandung kepekaan terhadap masalah- masalah dan kesenjangan- kesenjangan

(gaps) di bidang tertentu, kemudian membentuk beberapa pikiran atau hipotesis untuk menyelesaikan masalah tersebut, menguji kesahihan hipotesis, dan

(21)

Toenas Setyo, dkk (2012) dalam jurnal penerepan model pembelajaran

inquiry training melalui teknik peta konsep dan teknik puzzle ditinjau dari tingkat keberagaman kreativitas belajar dan kemampuan memori menyatakan, bahwa

model pembelajaran inquiry training mempengaruhi hasil belajar siswa dan siswa lebih kreatif dalam memecahkan masalah. Ginamarie (2012) dalam jurnal the

effectiveness of creativity training: a quantitative review disimpulkan bahwa tingkat kreativitas seseorang mempengaruhi kemampuan untuk berpikir dalam

menyelesaikan masalah.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti berkeinginan untuk mengatasi

permasalahan rendahnya keterampilan proses sains siswa dengan mengadakan

penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training dan

Kreativitas Terhadap Keterampilan Proses Sains1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat identifikasi masalah

sebagai berikut:

1. Keterampilan proses sains siswa masih rendah

2. Pelaksanaan pembelajaran fisika sebagian besar dilakukan melalui metode

ceramah dan persentase, sehingga penguasaan siswa terhadap

konsep-konsep fisika sangat lemah.

3. Pembelajaran yang digunakan oleh guru fisika selama ini cenderung

menggunakan pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru.

4. Kurangnya penggunaan media pembelajaran.

(22)

1.3. Batasan Masalah

Untuk lebih memfokuskan masalah yang akan diatasi, maka dibuat

batasan-batasan masalah sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran inquiry

training.

2. Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Habinsaran

3. Materi pelajaran tentang listrik dinamis

4. Penelitian memfokuskan pada peningkatan keterampilan proses sains.

1.4. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang dirumuskan adalah:

1. Apakah ada perbedaan keterampilan proses sains siswa dengan model

pembelajaran menggunakan inquiry training dan pembelajaran konvensional?

2. Apakah ada perbedaan keterampilan proses sains siswa yang memiliki

kreativitas tinggi dan kreativitas rendah?

3. Apakah ada interaksi model pembelajaran inquiry training dan pembelajaran

konvensional dengan kreativitas terhadap keterampilan proses sains siswa?

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian tersebut adalah:

1. Mengetahui apakah keterampilan proses sains siswa dengan menggunakan

model pembelajaran inquiry training dari pemmbelajaran konvensional?

2. Mengetahui apakah keterampilan proses sains yang memiliki kreativitas tinggi

lebih baik dari kreativitas rendah?

3. Mengetahui interaksi model pembelajaran inquiry training dan pembelajaran

(23)

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1.6.1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan referensi penerapan model pembelajaran inquiry training untuk meningkatkan keterampilan proses sains

b. Sebagai bahan pertimbangan, landasan empiris maupun kerangka acuan

bagi peneliti pendidikan yang relevan dimasa yang akan datang.

c. Memperkaya dan menambah khazanah ilmu pengetahuan untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya yang berkaitan dengan

model pembelajaran inquiry training dan kreativitas.

1.6.2. Manfaat Praktis

a. Sebagai model pembelajaran yang dapat membuat siswa belajar bermakna

dan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

b. Sebagai umpan balik bagi guru fisika dalam upaya meningkatkan

keterampilan proses sains melalui model pembelajaran inquiry training.

c. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk melakukan inovasi dalam

pembelajaran fisika khususnya pada tingkat SMA sederajat.

1.7. Definisi Operasional

Memperjelas istilah yang digunakan dalam penelitian ini maka dibuat

definisi operasional sebagai berikut:

1. Model pembelajaran inquiry training adalah model yang dirancang untuk membawa siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah melalui

latihan-latihan yang dapat memadatkan proses ilmiah tersebut ke dalam periode

(24)

fase sebagai sintaks pembelajarannya. Adapun kelima fase tersebut

meliputi 1) berhadapan dengan masalah. Guru menjelaskan prosedur

inkuiri dan menyajikan peristiwa yang menimbulkan rasa ingin tahu siswa

terhadap masalah, 2) pengumpulan data untuk verifikasi. Menemukan sifat

obyek dan kondisi serta menemukan terjadinya masalah, 3) pengumpulan

data dalam eksperimen. Mengenali variabel-variabel yang relevan, 4)

merumuskan penjelasan. Merumuskan aturan-aturan atau

penjelasan-penjelasan. Pada fase ini siswa dibimbing dalam melakukan percobaan

atau eksperimen untuk mengumpulkan data, 5) mengalisis proses inkuiri.

Menganalisis strategi inkuiri dan mengembangkannya.

2. Kreativitas merupakan sebuah proses yang melibatkan unsur-unsur

orisinalitas, kelancaran, fleksibilitas, dan elaborasi. Dikatakan lebih lanjut

kreativitas merupakan sebuah proses menjadi sensitif dan sadar terhadap

masalah- masalah atau kekurangan, membawa serta informasi dari memori

atau sumber- sumber eksternal, mendefenisikan kesulitan, mencari solusi,

menduga, menciptakan alternatif- alternatif untuk menyelesaikan masalah,

menguji, menyelesaikan serta mengkomunikasikan hasil- hasilnya.

Indikator kreativitas, yaitu kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility),

keaslian (originality), merinci/ penguraian (elaboration), keterampilan menilai (mengevaliasi), rasa ingin tahu, imaginatif, merasa tertantang oleh

kemajemukan, sifat berani mengambil resiko dan sifat menghargai.

3. Keterampilan proses sains adalah keterampilan fisik dan mental terkait

dengan kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai

(25)

berhasil menemukan sesuatu yang baru. Keterampilan proses sains

meliputi 1) mengamati (observasi), 2) mengajukan pertanyaan, 3)

merumuskan hipotesis, 4) memprediksi, 5) menemukan pola dan

hubungan, 6) berkomunikasi secara efektif, 7) merancang percobaan 8)

(26)
(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan: 1. Terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa yang diajarkan

dengan model pembelajaran inquiry training dan keterampilan proses sains yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Artinya keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran inquiry training lebih baik dibandingkan dengan keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

2. Terdapat perbedaan keterampilan proses sains siswa antara kelompok kreativitas tinggi dengan keterampilan proses sains kelompok kreativitas rendah. Artinya keterampilan proses sains siswa dengan kreativitas tinggi lebih baik dibandingkan dengan keterampiloan proses sains siswa dengan kreativitas rendah.

(28)

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian peneliti memiliki beberapa saran dalam penerapan model pembelajaran inquiry training sebagai berikut:

1. Dalam menerapkan model pembelajaran inquiry training sebaiknya guru menerapkan pada siswa yang alat-alat pecobaan dalam pembelajaran terutama dalam menyesaikan lembar kerja siswa (LKS) agar pembelajaran lebih efektif dan efesien

2. Dalam model pembelajaran inquiry training sebaiknya guru memperhatikan keefektifan laboratorium yang digunakan agar pergerakan siswa tidak terbatas karena dalam model ini mendorong siswa lebih aktif.

3. Untuk mengefektifkan waktu yang akan digunakan dalam proses pembelajaran diharapkan pada akhir pembelajaran agar memberitahukan siswa tujuan pembelajaran yang akan dipelajari untuk pembelajaran selanjutnya agar siswa mempersiapkan diri sebelumnya.

4. Dalam mengkonsep materi yang akan diberikan kepada siswa sebaiknya lebih kreatif. Konsep yang diberikan harus mampu menarik perhatian siswa agar siswa lebih mudah dalam memahami materi pembelajaran.

(29)

1

DAFTAR PUSTAKA

Akpullukcu, S. , Gunay, Y. 2011. The Effect of Inquiry Based LearningEnvirontment in Science and Technology Course on The

Students’ Academic Achievements. Western Anatolia Journal of

Educational Science, ISSN 1308-8971: 417-422. Tersedia: http//web.deu.edu.tr/baed [20 Nopember 2013]

Ambarsari, Wiwin. 2013. Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains Dasar pada Pelajaran Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Surakarta. Jurnal Pendidikan Biologi,(Online) Vol. 5. No. 1

Arends, R. I. 2008. Learning to Teach (5th Editions). New York: McGraw-Hill.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Prosedur Penelitian ; suatu pendekatan praktik. Jakarta : Reineka Cipta.

Calık, M. 2013. Effect of Technology Embedded Scientific Inquiry on Senior Science Student Teachers’ Self-Efficacy. Karadeniz Technical University, TURKEY Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education ISSN: 1305-8223. (Online). Tersedia : http://www.ejmste.com/ms.aspx?kimlik=10.12973/eurasia.2013.931a, diakses 16 april 2013.

Dahar, R. W. 2011. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Deta, U. A., Suparmi, S. Widha. 2013. Pengaruh Metode Inkuiri Terbimbing dan Proyek, Kreativitas, Serta Keteramipan Proses Sains Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 9 (2013) 28-34. Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Fatmi, Nuraini. 2013. Pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing dan

kreativitas terhadap keterampilan proses sains pada siswa SMAN 1 Jolok Aceh Timur. Tesis pascasarjana. Unimed

Hamzah, B. , Uno. (2008). Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Aktif dan Kreatif. Jakarta: Bumi Aksara

Harlen, Elstgeest. 1992. UNESCO Sourcebook for Science in the Primary School. A Workshop Approach to Teacher Education. Prancis: Unesco Publishing James R. Evans. 1994. Berpikir Kreatif dalam Pengambilan Keputusan dan

Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara

(30)

2

Munandar. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif Bakat. Jakarta: Gramedia.

________ 2009. Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta Pandey, A. , Nanda, K,G. , Ranjan, V. (2011). Effectiveness of Inquiry Training

Model Over Conventional Teaching Method on Academic Achievement of Science Students in India. Journal of Innovative Research in Education, 1(1): 7-20

Remziye, E. 2011. The Effects Of Inquiry-Based Science Teaching On Elementary School Students’ Science Process Skills And Science

Attitudes.Bulgarian Journal of Science and Education Policy

(BJSEP)Volume 5.NO. 1

Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung : IKIP Bandung Press.

Rustaman.2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI: Bandung

Sabahiyah,A. , Mathaeni, I. W dan Suastra. 2003. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing terhadap Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep IPA Siswa Kelas V Gugus 03Wanasaba Lombok Timur, Jurusan Pendidikan Dasar. Volume 3(3). Halaman: 4-5

Sagala,S. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

________2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Sani, R. A., 2002.Inovasi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standart Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Scott, Ginamarie. 2004.The Creativity Training: A Quantitative Review. Creativity Research Journal (Online) Vol. 16. No. 4

Semiawan, C, dkk. 2009. Memupuk Bakat dan Kreatifitas Siswa Sekolah Menengah. Jakarta: PT. Gramedia

_______ . 1996 Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: PT. Gramedia

(31)

3

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sudarisman, Suciati. 2011. Pengaruh model pembelajaran dan tingkat kreativitas terhadap hasil belajar biologi pada materi zat makanan. Jurnal pendidikan. Vol 7(2). Hal: 7-9

Sudjana, M.A. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2002. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sukmadinata, N. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Supriadi, Dedi. 1994. Kreativitas, Kebudayaan dan Perkembangan IPTEK.

Bandung: Alfabeta

Suwondo. 2012. Inquiry-Based Active Learning: The Enhancement of Attitude

and Understanding of the Concept of Experimental Design in Biostatics Course. Canadian Center of Science and Education. ISSN 1911-2017 E-ISSN 1911-2025 (Online Published: August 30, 2013)

Torrance, E.P. 1980. Creativity What Research Says to The Teacher. Washington DC: National Education Association

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.

Vaishnav, S.R. 2013. Effectiveness of Inquiry Training Model for Teaching Scienc. An International Peer Reviewed, Scholarly Research Journal for Interdiciplinary Studies. ISSN 2278-0808. 1(5): 1216-1220. Tersedia: sj. Srjis.com [20 Nopember 2013]

Widayanto. 2009. Pengembangan Keterampilan Proses dan Pemahaman Siswa Kelas X Melalui Kit Optik. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5 (2009) 1-7.

Gambar

Gambar 3.1. Skema Pelaksanaan Penelitian..……………………………  Gambar 4.1. Grafik Uji Normalitas Data Pretes…………………………

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh kemampuan numerik dan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar yang menerapkan Model Pembelajaran kooperatif tipe NHT materi

Laporan Per-Pegawai (detil) : yang ditampilkan adalah data absensi fingerprint pegawai, jika dalam satu hari pegawai lebih dari dua kali mengabsen maka semuanya akan muncul

Metode Inkuiri Berbantuan Alat Peraga terhadap Hasil Belajar Matematika Materi. Luas dan Keliling Lingkaran Kelas VIII MTs Darul Hikmah

Hasil dari penelitian ini adalah sebuah aplikasi android pencarian DP berbasis lokasi dengan memanfaatkan GPS dan konsep Location Based Service (LBS) yang

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh yang nyata antara biaya, discrepancy fee , kemungkinan gagal buyer, hubungan dengan importir dan

[r]

Pada hari ini Senin tanggal Dua puluh enam bulan Agustus tahun Dua Ribu Tiga Belas. kami Panitia Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan Pengadaan Peningkatan dan

Selanjutnya, trait kepribadian The Big Five yang terdiri dari Extraversion, Agreeableness, Openness, Conscientiousness dan Neuroticism tersebut akan diukur dengan